7/30/2019 Refrat IBD Bedah
1/27
1
BAB I. PENDAHULUAN
Inflamatory Bowel Disease dipakai secara umum untuk menggabungkan
dua jenis penyakit yaitu kolitis ulserativa dan penyakit crohn dalam satu istilah
yang belum diketahui penyebab pastinya. Hal ini untuk secara praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lain yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi.Pada beberapa keadaan kolitis
ulserativa dan penyakit crohn mempunyai gambaran klinis yang tumpang tindih
sehingga tidak jarang sulit dibedakan. Selain kedua penyakit tersebut juga
dimasukkan indeterminate colitis kedalam kelompok IBD, bila gejalanya tidak
jelas masuk ke diagnosis kolitis ulserativa maupun penyakit crohn.1,2,3,4
Inflamatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi
dinegara-negara Eropa atau Amerika. Di Amerika serikat terdapat 1-2 juta
penduduk yang mempunyai penyakit Crohn dan kolitis ulcerativa colitis. Laporan
sekitar tahun 1990 an didapatkan angka insiden untuk kolitis ulserativa/penyakit
crohn di Eropa 11,8/7 ,Norwegia 13,6/5,8 ,Belanda 10,0/6,9 ,Jepang 1,9/0,5 ,Italia
5,2/2,3 dalam% per 100.000 orang. Dan di Amerika Serikat insidennya untuk
penyakit Crohn disease 5,8 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya dan insiden
untuk kolitis ulcerativa 7,3 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Sedangkan
di indonesia sendiri dari data endoskopi pada beberapa rumah sakit di jakarta
(RSCM, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles) didapatkan data bahwa kaus IBD
terdapat 12,2% dari 196 kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari 129
kasus yang dikirim dengan hematosezia, 25,9% dari 54 kasus yang dikirim dengan
diare kronis berdarah yang disertai nyeri, serta 2,8 % dari 72 kasus yang dikirim
dengan nyeri perut.1,4
Adanya gambaran klinis IBD yang bervariasi memerlukan pengetahuan
yang cukup memadai untuk membedakannya dengan penyakit lain yang sering
ditemukan di Indonesia dan akan dibahas dalam tinjauan pustaka ini.
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
2/27
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Kolon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum
terminalais sampai anus. Kolon mempunyai panjang sekitar 1,5 meter dengan
diameter terbesar (8,5 cm) dalam sekum, berkurang menjadi sekitar 2,5 cm dalam
kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. bagian
ascenden dan descenden termasuk dalam retroperitoneum sedangkan kolon
sigmoideum dan tranversum mempunyai mesenterium sehingga terletak
intraperitoneum.2,5
Beberapa gambaran luar yang membedakan kolon dari usus halus
mencakup kehadiran tiga otot longitudinalis terpisah (taenia coli) yang
ditempatkan melingkar sekeliling kolon dan berkonvergensi pada basis apendiks.
Haustra (sakulasi) ada dalam dinding kolon. Haustra dipisahkan oleh plika
semilunaris yang sepintas dan tergantung pada kerja kontraktil kolon. Tunika
serosa usus besar mempunyai tambahan lemak (apendik epiploika) yang melekat
ke dinding medial kolon, terutama pada bagian distalnya. Dalam kolon
sigmoidium, apendises tampak dalam dua alur, satu pada tiap sisi taenia anterior.
Berbeda dari usus halus yang mobil, kolon relatif terfiksasi dalam posisinya
karena perlekatan retroperitoneum. Di samping itu kolon dibedakan oleh
omentum, yang melekat ke kolon tranversum.2,5
Sekum dan bagian kolon tranversum maupun kolon sigmoideum
seluruhnya di dalam peritoneum, sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah
peritoneum dan sepertiga atas ekstraperitoneum di atas permukaan posteriornya.
Bagian ascenden dan descenden kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada
permukaan anterior. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas
yaitu tunika serosa, muskularis submukosa dan tunika mukosa. stratum
longitudinal tunika muskularis luar tak lengkap serta membentuk tiga taenia
terpisah kecuali dalam rektum, dimana taenia tidak tampak sebagai pita terpisah.
Sel ganglion pleksus mesenterikus (auerbach) terutama terletak sepanjang
permukaan luar stratum sirkularis tunika muskularis. Tunika serosa membentuk
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
3/27
3
apendik eplipoika tetapi sepertiga distal rektum tidak mempunyai penutup serosa.
tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai vili
serta banyak kriptus tubular yang dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel
goblet penyekresi mukus ada di keseluruhan kolon.2,5
Suplai darah kolon terutama melalui arteri mesenterika superior dan
inferior. Arteri mesenterika superior memberi cabang arteri ileokolika, kolika
dekstra dan kolika media sedangkan arteri mesenterika inferior memberi cabang
arteri kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-
masing mempunyai anastomosis dengan arteri berdekatan yang membentuk
pembuluh darah kontinyu di sekeliling keseluruhan kolon (arteria marginalis
Drummond) yang terletak 1 cm dari tepi kolon yang terdekat sepanjang kolon
descenden dan sigmoideum. Rektum dilayani setengah atasnya oleh arteri
hemoroidalis superior yang merupakan cabang terminal arteri mesenterika
inferior. Arteri hemoroidalis media muncul dari arteri iliaka interna dan
memberikan cabang yang kurang penting bagi suplai darah rektum. Arteri
hemoroidalis inferior muncul dari arteri pudenda interna serta melayani rektum
bawah dan anus. ketiga arteri hemoroidalis ini beranastomosis satu sama lain.
Drainase vena kolon sejajar dengan arterinya tetapi tidak memasuki sistem vena
kava inferior. Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena
splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati. Kolon dilayani
banyak jalinan pembuluh limfe serta saluran limfe mengikuti arteria regional ke
limfonodi preaorta pada pangkal arteria mesenterika superior dan inferior.
Kemudian limfe didrainage ke dalam sisterna kili (bagian sistem duktus torasikus)
yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia
dan jugularis sinistra. Pembuluh limfe rektum berdrainase sepanjang pembuluh
darah hemoroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis analis menyebar ke nodi
limfatisi iliaka interna, sedangkan pembuluh limfe anus dan kulit perineum
berdrainase ke dalam limfatisi ingunalis superficialis. Persarafan kolon dilayani
oleh serabut saraf simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula
spinalis, melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preaortika lalu bersinap
dengan serabut postganglion yang mengikuti arteria utama untuk berakhir dalam
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
4/27
4
pleksus mesenterika (Auerbach) dan sub mukosa (Meissner). Rektum dilayani
oleh nervus presakralis atau hipogastrika yang merupakan perluasan pleksus
preaorta dan nervus splanikus lumbalis. Persarafan parasimpatis berasal dari
serabut nervus vagus dan nervus erigentes.2,5
Gambar 1. Anatomi Kolon dan rektum.6
Gambar 2. Perdarahan dan persarafan kolon dan rektum.6
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
5/27
5
2.1 Batasan
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis yaitu kolitis
ulserativa, penyakit crohn dan bila sulit untuk membedakan kedua hal tersebut
maka dimasukkan dalam indeterminate kolitis. Hal ini untuk secara praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, iskemi dan radiasi.1,2,3,4
2.2 Epidemiologi
Inflamatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi
dinegara-negara Eropa atau Amerika. Di Amerika serikat terdapat 1-2 juta
penduduk yang mempunyai penyakit Crohn dan kolitis ulcerativa. Laporan sekitar
tahun 1990 an didapatkan angka insiden untuk colitis ulseratif/penyakit crohn di
Eropa 11,8/7, Norwegia 13,6/5,8, Belanda 10,0/6,9, Jepang 1,9/0,5, Italia 5,2/2,3
dalam% per 100.000 orang. Dan di Amerika Serikat insidennya untuk penyakit
Crohn 5,8 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya dan insidennya untuk kolitis
ulserativa 7,3 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Jadi terdapat perbedaan
tingkat kekerapan antara Negara barat (bahkan antara Eropa Utara dan Selatan dan
Amerika Serikat) dengan Negara asia pasifik.1,3,4
Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia
muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki
dan perempuan. Selain adanya perbedaan geografis diatas tampaknya orang kulit
putih lebih banyak terkena dibandingkan kulit hitam (untuk populasi penduduk di
negara barat). Dari segi ras IBD banyak terdapat pada orang yahudi. IBD
cenderung terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai
kontrasepsi oral dan diet rendah serat.1,3
Di RSCM Jakarta pada tahun 2000 terdapat kasus 10,4% IBD dari total
kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut. Dari data di unit endoskopi pada
beberapa Rumah Sakit di Jakarta (RS Ciptomangunkusumo, RS Tebet, RS Siloam
Gleaneagles, RS Jakarta) pada tahun 2000 didapatkan data bahwa kasus IBD
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
6/27
6
terdapat pada 12,2% dari kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari kasus
hematochezia, 25,9% dari kasus dengan diare kronik, berdarah, nyeri perut.
Sedangkan kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.1
2.3 Etiologi Dan Patogenesis
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD maupun penjelasan yang
memadai untuk menerangkan fenomena populasi ataupun data geografis penyakit
ini. Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan
adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterkaitan familial.1
Teori adanya peningkatan permeabilitas permeabilitas epitel usus,
terdapatnya anti neutrophyl cytoplasmic autoantibodies, peran nitric oxide dan
riwayat infeksi banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa
yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara
interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas
epitel usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD.
Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh
adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intra lumenal kolon, yang terjadi
pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun,
lingkungan, sehingga terjadi proses inflamasi dinding usus.1,4
Gambar 3. Patogenesis IBD
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
7/27
7
2.4 Jenis Penyakit Pada Inflamatory Bowel Disease
2.4.1 Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa adalah penyakit kronis yang ditandai oleh peradangan
tunika mukosa dan tela submukosa kolon. Peradangan dan panjang kolon yang
terlibat bervariasi luasnya. Luas anatomi penyakit ini bisa mencakup keseluruhan
kolon (pankolitis) atau sebagian, seperti proktosigmoiditis yang menunjukkan
penyakit yang terbatas pada rektum atau rektosigmoideum atau kolitis sisi kiri
yang menunjukkan penyakit kolon descenden.2,4,5
Kolitis ulserativa diperkirakan melibatkan 2 sampai 7 kasus per 100.000
populasi di Amerika Serikat. Insiden dan prevalensi kolitis ulserativa kira-kira se-
banding dengan kolitis. Walaupun penyakit Crohn dan kolitis ulserativa semakin
dikenal, namun tak ada bukti bahwa insiden kolitis ulserativa benar-benar mening-
kat. Di Amerika Serikat antara 200.000 sampai 400.000 individu menderita
penyakit peradangan usus, dengan sejumlah 30.000 kasus baru didiagnosis tiap
tahun. Kolitis ulserativa lebih sering mengenai wanita daripada pria dan
mempunyai distribusi usia bimodal, dengan insuden puncak kedua yang Iebih
kecil pada usia 55 sampai 60 tahun. Insiden kolitis ulserativa dalam kulit hitam
rendah dan sekitar sepertiga dari yang terlibat pada orang Kaukasus. Insiden ini
tiga sampai lima kali lebih besar di antara Yahudi dari pada di antara non-
Yahudi.2,5,7
Etiologi dan Patogenesis
Walaupun ada banyak penelitian, namun etiologi kolitis ulserativa kronika
tetap tak diketahui dan model hewan percobaan yang tepat bagi kelainan manusia
belum ditetapkan. Banyak perdebatan telah muncul tentang peranan faktor
psikosomatik dalam pemulaian dan perkembangan kolitis ulserativa. Bila penyakit
menjadi bermanifestasi, maka sering tak mungkin membedakan pcngaruhnya pada
perilaku dari kepribadian pasien sebelumnya.2
Kolitis ulserativa adalah penyakit peradangan yang ditandai oleh reaksi
jaringan di dalam usus yang menyerupai reaksi yang disebabkan oleb patogen
mikrobiologi yang dikenal seperti Shigella. Tetapi tak ada organisme peniru yang
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
8/27
8
terlihat bertanggung jawab bagi keadaan ini. Banyak perhatian telah memberikan
fenomena imunologi dalam penyakit peradangan usus, dan seringnya anamnesis
pribadi serta keluarga adanya penyakit atopik dalam pasien ini, maupun adanya
secara bersamaan eritema nodosum, artritis, uveitis dan vaskulitis,
menggambarkan mekanisme patogenesis yang diperantarai imunologi. Antibodi
antikolon yang bersirkulasi telah digambarkan dalam kolitis ulserativa, tetapi
maknanya tetap tak diketahui. Efek bermanfaat terapi kortikosteroid bagi kolitis
ulserativa sesuai dengan efek anti inflamasi dan imunosupresif agen ini. Sejumlah
manifestasi ekstraintestinalis kolitis ulserativa seperti bercak kulit, artritis dan
vaskulitis menggambarkan penimbunan kompleks imun. Adanya kompleks imun
bersirkulasi dalam serum pasien penyakit peradangan usus juga telah diduga dari
penelitian yang menunjukkan bahwa serum tersebut menghambat sitotoksisitas
selular yang tergantung antibodi antibodi antilimfosit ini ditemukan sekitar 40
persen dari pasien kolitis ulserativa.2,4,5,7
Patologi
Perubahan yang terlihat dalam kolitis ulserativa tidak spesifik, dan
kebanyakan gambaran bisa terlihat dalam penyakit peradangan lain seperti
shigelosis. Tetapi kronisitas dan pola distribusinya khas. Kolitis ulserativa
terutama melibatkan tunika mukosa serta berbeda dari lesi segmental penyakit
Crohn, tunika mukosa secara kontinyu meradang, yang kadang-kadang berakhir
pada sejumlah titik di dalam kolon, dimana keterlibatan patologi secara bertahap
berubah menjadi penampilan normal dalam jarak beberapa sentimeter. Tunika
mukosa yang terlibat berwarna merah, granular dan berdarah difus, serta lesi
makroskopik bisa berlanjut dari ulserasi petekia kecil ke ulkus linear lebih dalam
yang dipisahkan oleh pulau tunika mukosa yang meradang. Dalam kasus yang
parah, area besar kolon bisa tanpa tunika mukosa.5,7
Sejumlah gambaran kolitis u1serativa akibat usaha kolon yang meradang
untuk meregenerasi atau menyembuhkan kriptus yang rusak. Kriptus yang bere-
generasi menjadi berkurang jumlahnya, berubah bentuk serta bercabang dan
mengandung sel goblet. Jaringan granulasi sangat vaskular bisa berkembang
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
9/27
9
dalam daerah yang bebas dan kolagen bisa ditimbun di dalam lamina propria
dengan hipertrofi lamina muskularis mukosa. Proses alternatif ulserasi
superfisialis dan granulasi yang diikuti oleh reepitelisasi bisa menyebabkan
tonjolan polipoid yang membentuk polip peradangan (pseudopolip), yang tidak
neoplastik. Penyakit yang berlangsung lama menyebabkan hiperplasia lamina
muskularis mukosa dan bila disertai oleh fibrosis pasca peradangan, terjadi
pemendekan kolon.2,5,7
Manfestasi klinik
Gejala terlazim kolitis ulserativa meliputi perdarahan rektum, diare, nyeri
abdomen, penurunan berat badan dan demam. Biasanya pasien dalam dasawarsa
kedua sampai keempat kehidupan dan mulainya gejala bisa mengikuti pengalaman
emosional atau infeksi saluran pernapasan atas.2,4,5,7
Bila tanda dan gejala peradangan kolon seperti malaise, nyeri abdomen
bawah, diare dan perdarahan rektum tidak jelas, maka sering ditegakkan diagnosis
kolitis ulserativa ringan. Bentuk ini melibatkan sekitar setengah dari keseluruhan
pasien kolitis utserativa serta mungkin tidak terdiagnosis selama beberapa bulan
atau tahun. Mortalitasnya rendah, dan prognosis jangka lama bagi banyak pasien
ini adalah baik. Insiden perkembangan kanker kolon pada pasien kolitis ulserativa
ringan sekitar sepertujuh dari yang timbul pada pasien dengan bentuk penyakit
yang lebih parah.2,4,5
Kolitis ulserativa sedang didefinisikan sebagai kelainan yang dimulai lebih
mendadak, khas disertai dengan beberapa buang air besar encer dan berdarah
perhari. Pada bentuk ini melibatkan sekitar 30 persen pasien kolitis ulserativa,
kram abdomen bisa parah dan bisa membangunkan pasien dari tidur. Demam
ringan, kelelahan dan malaise bisa mcrupakan gcjala yang menonjol, seperti yang
bisa tcrjadi pada sejumlah manifestasi ekstrakolon, yang mencakup anoreksia dan
penurunan berat badan. Sejumlah pasien ini memburuk dengan peningkatan diare
parah, perdarahan dan demam serta dengan progresivitas penyakit, maka risiko
kanker kolon meningkat.2,4,5
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
10/27
10
Kolitis ulserativa parah (fulminan) sering tampil akut dengan diare hebat,
perdarahan rektum dan demam setinggi 39'C. Bentuk ini timbul sekitar 15 persen
pasien, serta kram abdomen, urgenci rektum dan kelemahan yang jelas merupakan
gejala yang lazim ditampilkan. Mual intermiten dan penurunan berat badan bisa
juga timbul. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien demam, lemah, pucat dan
sakit akut. Bisa ada takikardia, hipotensi dan jarang syok. Nyeri tekan abdomen
generalisata dengan nyeri lepas menunjukkan mulainya iritasi peritoneum, serta
menggambarkan bahwa proses peradangan yang telah meluas melewati tunika
mukosa. Tak adanya bunyi usus akan menggambarkan diagnosis dilatasi kolon
toksik, yang merupakan komplikasi serius dan memerlukan penyingkiran cermat.
Berbagai manifestasi klinis ekstrakolon bisa menyertai kolitis ulserativa yang
mencakup eritema nodosum, pioderma gangrenosum, spondilitis ankilopoetika,
artritis perifer, keadaan hiperkoagulasi, batu ginjal, stomatitis, konjungtivitis,
iritis, kolangitis dan sirosis.2,4,5
Gambar 4. Kolitis ulserativa7
Dilatasi Toksik Pada Kolon (Megatoksik Kolon)
Pada kolitis ulserativa parah, pasien bisa menjadi sakit parah dengan tanda
dan gejala keadaan toksik umum yang disertai nyeri abdomen, distensi, nyeri
lepas dan dilatasi kolon sampai 6 cm atau lebih. Pada pasien kolitis aktif parah,
megakolon toksik bisa dicetuskan oleh enema barium, deplesi kalium atau obat
antikolinergik atau narkotika. Peradangan parah mengganggu unsur saraf dan otot
yang mempertahankan tonus kolon yang normal dan memungkinkan tekanan
intralumen memperluas kolon benar-benar di luar diameter normalnya. Bakteri
http://nerr.tair.va/http://nerr.tair.va/7/30/2019 Refrat IBD Bedah
11/27
11
tumbuh berlebihan dan dianggap menghasilkan toksin yang memperhebat
komplikasi dan menyokong resiko peritonitis. Absorpsi produk toksik ini ke
dalam sirkulasi sistemik lebih memperkuat keadaan toksik. Tanda klinis
mencakup demam, takikardia, dehidrasi, distensi dan nyeri tekan abdomen serta
hilangnya bunyi usus. Kolon berdilatasi, lekositosis, hipokalemia, anemia dan
hipoalbuminemia sering didapatkan. Mortalitas dilatasi toksik kolon bisa setinggi
20 sampai 30 persen dan terapi medis intensif dengan kolektomi total yang dini
(biasanya dalam 24 jam) diharuskan.2
Gambar 5. Dilatasi Toksik Pada kolon7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolitis ulserativa memerlukan pemahaman terpadu
kebutuhan medis, gizi dan psikologi pasien. Kolitis ulserativa cenderung
menempuh perjalanan berulang akut dengan interval tenang, yang selama ini
tunika mukosa rektum bisa tampak normal. Selama remisi, terapi dirancang untuk
mencegah kekambuhan, sedangkan dengan terapi peradangan aktif kronika
dirancang untuk menekan peradangan. Penting keputusan diet dan gizi serta
kandungan serat, diet harus dikurangi selama masa diare. Pada pasien yang tidak
mentoleransi laktosa, maka pembatasan masukan laktosa (penghindaran produk
susu) bisa meredakan diare. Sebagai alternatif, laktase bakteri tersedia secara
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
12/27
12
komersial dan bisa digunakan untuk mengurangi kandungan laktosa susu sampai
tingkat yang dapat ditoleransi. Tersedia formula gizi cair bersisa minimum yang
seimbang secara gizi dan dapat diterima sebagai tambahan bagi kebanyakan
pasien. Pada pasien katabolik yang sakit parah, alimentasi parenteral bisa
diindikasikan untuk mengistirahatkan usus, terutama dalam mempersiapkan
pasien untuk kolektomi. Ada beberapa penyebab anemia dan mencakup penyakit
kronis, perdarahan, serta akibat defisiensi besi dan defisiensi folat. Besi oral bisa
kurang ditoleransi yang mengharuskan pcnggunaan preparat parenteral. Defisiensi
folat berhubungan dengan terapi sulfasalazin maupun masukan diet tak adekuat
karena pengurangan makanan yang mengandung folat seperti buah segar dan
sayuran.2,4,5,7
Pada pasien kolitis ringan atau sedang, penting agen untuk mengendalikan
diare dan mencakup difenoksilat dengan atropin (Lomotil) (2,5 -5 mg), kodein (15
sampai 30 mg), tingtura opium deodorisasi (6 sampai 10 tetes), Paregorik (4
sampai 8 ml) dan loperamid (2 sampai 4 mg) sebelum makan dan waktu akan
tidur. Tingtura beladona (15 tetes) 4 kali sehari dan anti kolinergik lain bisa
digunakan untuk menurunkan kram abdomen. Harus sangat hati-hati
menggunakan obat ini pada pasien sakit sedang karena resiko tercetusnya dilatasi
toksik. Tindakan lain mencakup perhatian bagi stres psikologi, dan pasien harus
didorong untuk istirahat dan tidur secara adekuat. Seperti pada penyakit kronis
lain pendidikan penting dalam memungkinkan pasien dan keluarganya memahami
sifat penyakit dan efeknya terhadap individu.2,4,5,7
Terapi Pembedahan
Sekitar 30 % penderita dari seluruh penderita kolitis ulserativa memerlukan
pembedahan. Indikasi pembedahan pada kolitis ulserativa tergantung dari lama
dan derajat keparahan kolitis ulserativa, pada pasien dengan kolitis ulserativa aktif
membutuhkan pembedahan darurat jika terjadi kolitis ulserativa berat dengan
perdarahan, perforasi maupaun toksik yang tidak berespon dengan terapi medis.
Operasi pada keadaan ini yang paling aman adalah total kolektomi dengan end
ileostomi dan tetap meninggalkan rektum pada tempatnya. Pada pasien kolitis
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
13/27
13
ulserativa kronis indikasi pembedahan meliputi ketergantungan terhadap steroid,
terdapat displasia atau karsinoma pada waktu pemeriksaan skreening kolonoskopi,
dan retardasi pertumbuhan pada anak-anak. Metode pembedahan yang dapat
dilakukan pada kolitis ulserativa meliputi total proktocolectomy dengan end
ileostomy, continent ileostomy or ileal pouch-anal anastomoosis dan total
kolektomi dengan anastomosis ileorektal.5
Terapi Kolitis Akuta Parah
Pengenalan dan diagnosis dini keadaan ini penting dalam mengurangi
mortilitas. Pemilihan antara terapi medis intensif dan intervensi bedah sesegera
mungkin, diperlukan secara dini dalam perjalanan penyakit, terutama jika ada
bukti perforasi atau peritonitis atau jika ada perdarahan yang tak dapat
dikendalikan. Dilatasi toksik mungkin merupakan jenis kolitis ulserativa parah
akuta yang paling mengancam nyawa. Kegagalan dilatasi toksik untuk berespon
terhadap penatalaksanaan medis dalam 24 jam berarti tak menyenangkan, karena
mortalitas tinggi, kecuali dilakukan kolektomi. Penggantian adekuat volume
sirkulasi dengan kristaloid, plasma dan darah adalah penting. Antibiotika
berspektrum luas harus diberikan, biasanya kloramfenikol ditambah
aminoglikosida, atau sefalosporin ditambah aminoglikosida dalam kombinasi
dengan klindamisin. Kortikosteroid intravena sering diindikasikan hidrokortison
(300 mg intravena per hari) efektif, tetapi bisa menyebabkan retensi air dan
natrium. Sebagai alternatif dapat diberikan prednisolon intravena 60 mg per hari
atau 48 mg metilprednisolon perhari dalam dosis terbagi.2
Terapi yang berhasil tergantung pada pengenalan segera, konsultasi bedah
yang dini serta terapi anti inflamasi, antibakteri dan resusitatif yang intensif. Tin-
dakan penting mencakup pemberian cairan, plasma, antibiotika intravena serta
kortikosteroid intravena dan pengisapan nasogaster. Penting agar pasien sering di-
reevaluasi dan bahwa foto polos abdomen dibuat dua kali sehari untuk
pengawasan cermat. Kegagalan untuk berespon terhadap terapi maksimum dalam
24 sampai 48 jam menunjukkan kebutuhan bagi intervensi bedah segera.
Kolektomi abdomen dengan ileostomi biasanya disukai, yang meninggalkan
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
14/27
14
rektum di tempatnya untuk pembentukan kesinambungan usus berikutnya setelah
pemulihan, jika tak ada keterlibatan distal.2
Proktitis Ulserativa
Proktitis ulserativa merupakan bentuk kolitis ulserativa yang terbatas pada
rektum. Khas, pasien tampil dengan diare, tenesmus rektum dan perdarahan
rektum ringan atau sedang. Episode simtomatik kambuh secara periodik beberapa
kali setahun. Gambaran makroskopik dan mikroskopik serupa dengan yang
terlihat pada kolitis ulserativa, walaupun hanya 3 sampai 10 cm distal rektum bisa
terlibat. Pada sigmoidoskopi, biasanya ada garis batas tegas antara proses pe-
radangan distal dan tunika mukosa sigmoideum bawah atau rektum proksimal
yang normal.2
Terapi mencakup tindakan umum bagi kolitis ulserativa (2 sampai 4 g
sulfasalazin, per oral tiap hari) dan pemakaian kortikosteroid topikal. Enema yang
mengandung 100 mg hidrokortison atau 40 mg metilprednisolon yang diberikan
per hari bermanfaat, dan supositoria steroid (25 mg hidrokortison) atau busa
steroid (90 mg hidrokortison per dosis) bisa disisipkan per rektum sekali atau dua
kali per hari. Respon terhadap bentuk terapi ini biasanya sangat memuaskan.2
Prognosis Kolitis Ulserativa
Prognosis bagi pemulihan dari serangan pertama kolitis ulserativa cukup
baik. Mortalitas yang sekitar 5 persen, hampir seluruhnya timbul pada yang
menderita bentuk penyakit parah yang melibatkan keseluruhan kolon. Mortalitas
lebih tinggi dalam pasien di atas 60 tahun (sekitar 17 persen) dibandingkan
dengan pasien di antara 20 dan 59 tahun (sekitar 2 persen). Megakolon toksik
mempunyai mortalitas sekitar 20 persen dengan kematian umumnya akibat
komplikasi perdarahan masif, infeksi sistemik, embolisme pulmonalis atau
kelainan jantung yang menyertai. Perbaikan terapi medis dan kolektomi lebih dini
bagi pasien yang tak berespon terhadap terapi medis membuat prognosis lebih
baik.2,4,7
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
15/27
15
Setelah serangan pertama, sekitar 10 persen pasien mendapat remisi yang
berlangsung sampai 15 tahun atau lebih. Sepuluh persen lainnya mengalami
kolitis aktif kontinyu. Tujuh puluh lima persen lainnya mendapat remisi dan
eksaserbasi dalam beberapa tahun tanpa memandang keparahan serangan awal.
Sekitar seperlima pasien memerlukan proktokolektomi pada sejumlah stadium
dalam penyakitnya. Setelah tahun pascabedah pertama, prognosis jangka lama
pasien kolektomi untuk kolitis ulserativa serupa dengan populasi umum.2,7
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
16/27
16
FIGURE 1. Guidelines for the management of ulcerative colitis, which is diagnosed by
clinical evaluation, colonoscopy, barium enema, flexible sigmoidoscopy, laboratory tests
and stool studies. Treatment of this illness can require numerous adjustments of therapy,
depending on the situation and the individual patient. A close working relationship with a
gastroenterologist and/or surgeon is essential (5-ASA=5-acetylsalicylic acid
[mesalamine; Asacol, Pentasa, Rowasa]).
Gambar 6. Alur penatalaksanaan colitis ulserativa8
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
17/27
17
2.4.2 Penyakit Crohn (Kolitis Granulomatosa)
Penyakit Crohn adalah enteritis granulomatosa yang etiologinya tak
diketahui, yang bisa melibatkan bagian saluran pencernaan mana pun. Pertama
dilaporkan sebagai keadaan peradangan ileum terminalis oleh Crohn dan rekannya
dalam tahun 1932 dan mula mula disebut ileitis regionalis. Segera setelah itu,
laporan peradangan granulomatosa transmural serupa pada bagian usus halus dan
usus besar, membuat istilah enteritis regionalis terlihat lebih tepat. Peradangan
granulomatosa serupa pada kolon yang dapat dibedakan dari kolitis ulserativa,
kemudian digambarkan sebagai ileokolitis, dengan keterlibatan usus halus distal
dan keterlibatan segmen kolon bervariasi. Ileitis juga merupakan nama umum
untuk penyakit Crohn yang terbatas pada ileum.2,5,9
Epidemiologi
Seperti pada kolitis ulserativa, penyakit Crohn lebih lazim di Eropa Utara
dan Amerika Serikat, kurang sering di Eropa Tengah dan TimurTengah, serta
jarang di Asia dan Afrika. Prevalensinya sekitar setengah dari kolitis ulserativa.
Tetapi insiden dan prevalensinya meningkat, sedangkan yang dengan kolitis
ulserativa stabil. Penyakit Crohn didiagnosis dalam 2 sampai 4 pasien per 100.000
pasien per tahun di Amerika Serikat dan Eropa utara, di Amerika Serikat saja pe-
nyakit ini mengenai 50.000 sampai 100.000 pasien dengan 5000 sampai 10.000
kasus baru yang didiagnosis tiap tahun. Insiden penyakii Crohn kira-kira sama
dalam pria dan wanita serta tak lazim di bawah usia 10 tahun. Puncak insiden
dalam dua dasawarsa berikutnya dan kemudian menurun. Insidennya rendah
dalam orang kulit hitam Amerika, Indian dan orang Jepang, tetapi enam kali lebih
lazim pada pria Yahudi dan tiga kali lebih sering pada wanita Yahudi.2,4,9
Patologi
Bagian usus yang paling lazim terlibat meliputi ileum distalis dan kolon
kanan proksimal. Usus menebal dan hiperemi disertai penimbunan fibrin serosa
dan perlekatan di antara gelung usus yang berdekatan. Mesenterium yang
berdekatan umumnya menebal dengan pembendungan pembuluh limfe
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
18/27
18
mesenterika dan pembesaran kelenjar getah bening. Segmen yang sakit
memperlihatkan penebalan dinding dan tunika mukosa mungkin hampir normal
atau hanya hiperemi ringan dengan pemanjangan ulserasi linear biasanya dalam
sumbu panjang usus. Pada penyakit lebih lanjut, gambaran tunika mukosa dirusak
oleh beberapa ulserasi dengan hanya pulau kecil tunika mukosa yang normal atau
beregenerasi yang masih ada. Ulkus bisa meluas ke dalam tunika submukosa yang
menebal dan edematosa serta kadang-kadang melalui permukaan serosa.2,4,5,9
Fistula dapat terbentuk dalam keadaan peradangan transmural ini, bila
ulserasi dalam dan fisura bergabung dengan obstruksi dan stenosis untuk
mcmbentuk jalan tembus yang menghilangkan tekanan ke gelung usus
berdekatan, atau yang melekat atau visera lain dan kadang-kadang ke dinding
abdomen. Paling lazim hubungan ileoileal, ileosigmoideum dan ileosekal, tetapi
hubungan dengan bagian traktus gastrointestinalis lain yang mencakup lambung,
duodenum dan vesika bilier telah dilaporkan. Fistula bisa juga timbul dari usus ke
vesika urinaria; sistem koligetes ginjal dan traktus genitalia wanita, yang
mencakup tuba fallopii, uterus dan paling sering vagina. Proses peradangan
melibatkan seluruh lapisan usus dan terdiri dari infiltrasi limfosit, histiosit dan sel
plasma dengan agregasi khas untuk membentuk granuloma tanpa perkijuan.
Granuloma fokal ditemukan dalam sekitar setengah pasien, pada lapisan sisanya,
peradangan lebih difus. Perubahan patologi ini dan progresivitasnya berhubungan
dengan banyak manifestasi klinis yang penting dari penyakit Crohn. Nyeri dan
kram abdomen menunjukkan penyempitan lumen dan obstruksi sebagian akibat
penebalan dinding usus. Diare bisa mengikuti kelainan fungsi absorpsi-sekresi
tunika mukosa atau motilitas usus abnormal. Peradangan transmural
meningkatkan perlekatan gelung usus, yang menghasilkan tanda iritasi peritoneum
dan yang membentuk massa abdomen.2,4,5,9
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
19/27
19
Gambar 7. Penyakit Crohn
Manifestasi klinik
Bila penyakit Crohn terutama mengenai usus halus distal (enteritis
regionalis), maka sering timbul dalam pasien berusia belasan tahun atau dua
puluhan tahun dengan nyeri abdomen episodik sebagai gejala yang ditampilkan.
Sering nyerinya periumbilikus serta kadang-kadang disertai dengan demam ringan
dan diare ringan. Episode tersebut sering mereda spontan, tetapi kemudian
kambuh dengan peningkatan frekuensi dan keparahan, kemudian dengan nyeri
yang terlokalisir dalam kuadran kanan bawah.2,4,5,9
Sering nyeri abdomen bersifat sama seperti obstruksi usus sebagian, yaitu
nyeri diperburuk oleh makan dan berespon simtomatik terhadap panas lokal dan
puasa. Pasien bisa menyadari nyeri tekan di kuadran kanan bawah dan bahkan
massa yang dapat dipalpasi dalam daerah itu. Kemiripan presentasi ini dengan
apendisitis akut lazim menyebabkan eksplorasi abdomen dan diagnosis
ditegakkan saat operasi. Bila keterlibatan lebih besar seperti pada sindromjejunoileitis, maka presentasi bisa mencakup nyeri abdomen yang lebih difus,
serta penurunan berat badan lebih besar, retardasi mental dan edema perifer. Pada
anak, retardasi pertumbuhan dan kelambatan pematangan seks bisa merupakan
gambaran klinis yang disajikan dalam penyakit Crohn. Dalam kolitis Crohn
presentasinya ditandai oleh nyeri kram abdomen bawah yang diperburuk oleh
makan serta diare dan demam. Kolitis Crohn cenderung lebih samar mulainya
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
20/27
20
dibandingkan kolitis ulserativa, sehingga mungkin tidak terdiagnosis sampai
anemia atau komplikasi sistemik lain muncul.2,4,5,9
Sepertiga dari semua pasien penyakit Crohn dan setengah dari kolitis
crohn menyebabkan fistula perirektum atau perianus yang menampilkan nyeri,
massa, drainase purulenta dan demam. Komplikasi perianus bisa menampilkan
komunikasi traktus fistulosa dari usus halus sepanjang alur presakralis ke area
perirektum, tetapi lebih lazim merupakan komplikasi ulserasi profunda
mempenetrasi yang terlihat da!am kolitis Crohn kolon bawah. Bila drainase
tcrganggu, maka terbentuk abses lokal. Manifestasi ekstraintestinalis seperti
artritis, spondilitis ankilopoetika dan eritema nodosum bisa mendahului atau
sangat mempengaruhi sindroma yang disajikan.2,5
Penyakit Crohn harus dicurigai pada pasien usia berapa pun, tetapi
terutama yang dalam dasawarsa kedua, ketiga atau keempat, dimana ada riwayat
episode berulang nyeri abdomen yang diperburuk oleh makan, dan perubahan
dalam kebiasaan buang air besar dengan diare intermiten atau menetap. Penurunan
berat badan lazim ditemukan. Adanya nyeri, nyeri tekan dan massa di kuadran
kanan bawah akan sangat mempertinggi kecurigaan bagi diagnosis ini. Di
samping itu penyakit perianus, demam berulang, artritis yang tak dapat dijelaskan,
atau pada anak penghentian pertumbuhan normal akan menimbulkan dugaan
penyakit Crohn, bahkan jika gejala gastrointestinalis minimum.2,5
Edema perifer bisa terjadi akibat deplesi protein. Area rektum atau
perianus bisa mempunyai fistula atau pembentukan abses, serta sekret vagina
purulenta bisa terjadi akibat fistula enterovaginalis. Diagnosis penyakit Crohn
tergantung pada adanya gambaran radiografi khas di dalam usus. Foto polos bisa
memperlihatkan gelung usus halus yang berdilatasi dengan adanya obstruksi
sebagian. Diagnosis terutama tergantung pada pemeriksaan kontras barium usus
atas dan bawah. Perubahan khas pada rontgenogram usus halus mencakup
penyempitan segmental, obliterasi pola mukosa yang normal dengan atau tanpa
bukti ulserasi, pembentukan fistula enteroenterik serta "tanda benang" klasik
medium kontras yang terlihat pada foto segmental ileum terminalis, terutama bila
perubahan terbatas pada usus halus paling distal dan kolon kanan yang
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
21/27
21
berdekatan. Perubahan mencakup penebalan dan edema valvula koniventes di
dalam usus halus dan hilangnya tanda haustra usus besar. Ulkus mukosa mungkin
longitudinalis. Bila ada penyakit ulserativa parah, maka perubahan ulkus dengan
mukosa regencerasi menghasilkan penampilan cobblestone. Karena penyakit
berlanjut, maka pembentukan parut menjadi lebih menonjol dengan hilangnya
pola mukosa dan penyempitan segmen usus yang terlibat. Adanya traktus fistulosa
di antara segmen usus sering dapat diperlihatkan dengan manipulasi cermat
selama eneme barium. Adanya segmen usus yang menyempit yang jelas tidak
perlu diinterpretasikan sebagai bukti jelas obstruksi sikatrik dan irreversibel,
karena gambaran ini sering merupakan manifestasi edema parausus dan penebalan
usus. Bisa sangat membaik sctelah terapi pemeriksaan darah hisa memperlihatkan
anemia serta sering ada malbsorpsi dan defisiensi vitamin. Berbeda dari kolitis
ulserativa, rektum terlihat pada kurang dari setengah pasien ini, serta
proktosigmoideskopi bisa hanya menunjukkan edema yang secara nonspesifik
disertai diare.2,4,5,9
Terapi
Terapi umum penyakit Crohn tanpa komplikasi diarahkan ke peredaan
gejala. Remisi simtomatik bisa timbul selama terapi atau tanpa terapi, tetapi
biasanya penyakit ini menetap dengan remisi dan eksaserbasi selama hidup.
Penatalaksanaan bedah diperlukan untuk terapi komplikasi.2,5
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis penyakit Crohn memerlukan penilaian terpadu
keadaan klinis pasien. Sangat penting untuk menentukan luas dan keparahan
penyakit, terutama dengan cara radiologi dan endoskopi serta menilai kehadiran
atau ketidakhadiran komplikasi yang diuraikan sebelumnya. Hanya dengan infor-
masi lengkap ini dan pengetahuan pasien sebagai seorang individu, maka program
terapi gizi, farma kologi dan suportif yang tepat dapat dirancang secara rasional.2
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
22/27
22
Terapi Gizi
Penilaian gizi didasarkan pada riwayat diet yang cermat untuk menentukan
luas insufisiensi kalori, riwayat penurunan berat badan dan analisis keadaan gizi
berdasarkan pengukuran tubuh dan tes laboratorium. Pada pasien prapubertas,
penilaian pola pertumbuhan merupakan bagian kritis evaluasi. Bagi pasien yang
bisa berjalan, tujuan diet harus ditetapkan secara adekuat bagi kebutuhan gizi,
tetapi yang meminimumkan stres pada segmen usus yang meradang dan sering
menyempit. Bukti intoleransi laktosa harus dicari dengan anamnesis dan bila
mungkin dikonfirmasi dcngan analisis tes pernapasan atau darah. Penyingkiran
makanan kaya laktosa dalam pasien defisiensi laktase bisa mempunyai manfaat
simtomatik segera. Dalam banyak pasien yang kram dan diare, penurunan
masukan makanan yang mengandung serat bisa bermanfaat dan pada pasien
dengan steatore, penurunan masukan lemaksampai 70-80g perhari bisa sangat
memperbaiki diare. Perhatian bagi pemulihan diet yang adekuat harus selalu
menyertai deplesi ini. Anemia serta defisiensi vitamin dan mineral harus
dikoreksi.2,5,9
Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan eksaserbasi simtomatik
penyakit Crohn menampilkan masalah penatalaksanaan yang berbeda. Lebih dari
setengah pasien tersebut menderita defisiensi kalori, protein, vitamin dan mineral
tertentu. Pasien-pasien tersebut mcmpunyai diet tak adekuat yang dibatasi oleh
memburuknya gejala usus setelah makan dan pendekatan logis dalam pasien
demikian untuk menempatkan usus yang meradang dan menyempit "istirahat'
dengan menghilangkan rangsangan masukan makanan pada sekresi dan motilitas
usus. Banyak pasien mendapat manfaat simtomatik dari istirahat usus sebagian
dari pada total dengan pemberian zat gizi secara enteral dalam bentuk diet formula
tertentu rendah residu. Penggunaan sonde nasogaster kaliber kecil untuk tetes
kontinyu atau intermiten memberikan cara alternatif pemberian yang ditoleransi
dcngan baik, yang sering disertai dengan penurunan jelas dalam flora bakteri,
frekuensi buang air besar dan gejala.2,5,9
Pada pasien yang sakitnya lebih parah dan yang tak dapat mentoleransi
makanan enteral atau yang usus tidak adekuat bagi absorpsi pemberian, makan
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
23/27
23
perenteral total sering digunakan. Dengan ketidakmampuan usus yang pendek
setelah reseksi usus yang besar, maka pemberian makan parenteral total dapat
digunakan untuk sokongan pemberian makan yang lama di rumah sampai respon
adaptasi memungkinkan pemberian makan secara oral. Pada kolitis granulomatosa
terapi digunakan sekonservatif mungkin karena berbeda dengan kolitis ukerativa
dimana kolektomi dengan prostektomi dan ileostomi permanen bersifat
menyembuhkan sedangkan pada kolitis granulomatosa tidak ada operasi yang
menyembuhkan dengan pasti. Kekambuhan setelah reseksi kolon segmental
timbul sekitar setengah pasien. Usus halus bisa atau menjadi terlibat dalam
pembentukan fistula, sehingga operasi dicadangkan bagi komplikasi seperti
obstruksi usus, diare berdarah yang berlarut-larut, perforasi atau pembentukan
fistula. Tetapi jumlah kolon yang direseksi harus minimum dan sesuai dengan
pencapaian tujuan yang diperlukan.2,5,9
Sulfalazin
Sulfasalazin (3 g per oral tiap hari) telah ditetapkan oleh penelitian sebagai
terapi efektif bagi penatalaksanaan eksaserbasi penyakit Crohn, terutama yang
melibatkan kolon dan dapat dikombinasi dengan prednison dalam terapi
eksaserbasi akut penyakit Crohn. Kemanjuran sulfasalazin dalam penyakit Crohn
yang terbatas pada usus halus belum ditentukan dengan lengkap. Agen
farmakologi belum terbukti mengurangi kekambuhan penyakit Crohn setelah
remisi klinis, apakah spontan, diinduksi obat atau setelah reseksi usus, tetapi
penggunaan terapi sulfasalazin sering dianggap lebih disukai.2,4,5,9
Terapi Antimikroba
Walaupun ada fakta bahwa tak ada agen mikrobiologi spesifik terlibat
dalam etiologi patogenesis penyakit Crobn, antibiotika sering digunakan secara
empiris. Antibiotika parenteral lazim diberikan ke pasien sakit akut dengan
demam dan tanda iritasi peritoneum, serta kadang-kadang sebagai tambahan
dalam program bagi istirahat usus atau bersama terapi kortikosteroid.2,5,9
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
24/27
24
Terapi Kortikosteroid
Dasar pemikiran bagi terapi kortikosteroid dalam pasien penyakit Crohn
serupa dengan pasien kolitis ulserativa, untuk menekan peradangan maupun ma-
nifestasi sistemik peradangan yang terjadi bersamaan. Keputusan penggunaan
kortikosteroid dalam penyakit Crohn harus dibuat dengan bijaksana. Prednison
dalam dosis 0,25 sampai 0,75 mg per kg selama 4 bulan telah terbukti efektif
dalam terapi eksaserbasi penyakit Crohn, tetapi diragukan apakah penggunaan
kortikosteroid jangka lama dapat mencegah eksaserbasi penyakit ini. Pada pasien
prapubertas, sangat pcnting memberikan kortikostcroid selang sehari (jika
mungkin) untuk mengurangi retardasi pertumbuhan dan paduan demikian harus
digunakan, bila mungkin pada pasien dewasa. Dosis kortikosteroid harus
diturunkan terusmenerus bila memungkinkan.2,4,5,9
Terapi imunosupresif
Kemungkinan peranan faktor imunologi dalam etiologi penyakit Crohn
atau dalam patogenesis sejumlah manifestasi dan komplikasinya telah membawa
ke penggunaan obat imunosupresif. Azatioprin telah lama digunakan dengan hasil
baik dalam penatalaksanaan umum pasien ini.2,4,5,9
Terapi pembedahan
Pada pasien yang lebih dari 20 tahun menderita penyakit crohn menurut
penelitian National Cooperative crohns disease kemungkinan untuk dilakukan
pembedahan sebanyak 78 % kasus. Indikasi pembedahan pada penyakit crohn
terbatas pada komplikasi yang ditimbulkan meliputi obstruksi usus, perforasi usus
dengan pembentukan fistula atau abses, perdarahan gasrtointestinal, komplikasi
urologis, kanker, penyakit perianal dan retardasi pertumbuhan pada anak-anak.
Prinsip pembedahan pada penyakit crohn adalah reseksi segmen usus yang terlibat
dan reanastomose. Reseksi luas maupun penggunaan metode frozen section
dalam membantu reseksi usus tidak dianjurkan karena tidak terdapat perbedaan
dalam angka kekambuhan. Pada penyakit crohn dengan obstruksi usus dilakukan
reseksi segmental dan dilakukan reanastomose tergantung pada letak obstruksi
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
25/27
25
usus, hanya pada pasien-pasien tertentu dilakukan strikturoplasty. Penderita
penyakit crohn dengan fistula dilakukan tindakan pembedahan pada fistula ini
meliputi eksisi fistula (fistulektomi) jika fistula terbatas pada gelung usus yang
berdekatan, sedangkan jika fistula terjadi terbatas pada organ-organ yang normal
seperti pada usus halus maupun kolon, pembedahan yang dilakukan adalah reseksi
untuk menjamin kesembuhan yang baik. Pada penyakit crohn dengan perforasi
pembedahan dilakukan dengan mereseksi usus yang terlibat dan dilakukan
reanastomose sedangkan jika sudah terjadi peritonitis generalisata dilakukan
enterotomis sampai sepsis intraabdominal teratasi baru dilakukan reanastomose.
Perdarahan gantrointestinal sering terjadi pada penyakit crohn dan biasanya
melibatkan kolon dibandingkan usus halus, pembedahan untuk mengatasi dan
mencegah komplikasi dari perdarahan gasstrointestinal adalah dengan mereseksi
kolon yang terlibat dan melakukan reanastomose kadang-kadang dilakukan
arteriografi untuk mengetahui lokasi perdarahan sebelum pembedahan. Pasien
dengan penyakit crohn mempunyai risko yang lebih besar terjadi kanker
manajemen untuk penderita ini meliputi reseksi reanastomose dan pengangkatan
limfonodi regional.2,5
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
26/27
26
FIGURE 2. Guidelines for the management of Crohn's disease, which is diagnosed by
clinical evaluation, radiographic studies, endoscopy, laboratory tests and stool studies.
Treatment of this illness can require numerous adjustments, depending on the situation
and the individual patient. A close working relationship with a gastroenterologist and/or
surgeon is essential (5-ASA=5-acetylsalicylic acid [mesalamine; Asacol, Pentasa,
Rowasa]).
Gambar 8. Alur penatalaksanaan penyakit crohn8
7/30/2019 Refrat IBD Bedah
27/27
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojodiningrat, D. 2006. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis danPengobatannya Di Indonesia Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.
Jakarta:Pusat Penerbitan, Departemen IPD FK UI.
2. Towsend Jr, C.M.T. et all (ed). 2005. Inflammatory Bowel Disease dalamSabiston Textbook of Surgery The Biological Basis Of Modern Surgical
Practise. New York:W.B Saunders Company.
3. Shapiro, W. et all. 2008. Inflammatory Bowel Disease. Diambil dariwww.emedicine.com
4. Friedman, S. Richard S.B. 2007. Inflammatory Bowel Disease dalamHarrisons Principles of Internal Medicine. New York:McGraw-Hill.
5. Welton, M.L. et all. 2000. Colon, Rectum and Anus dalam surgery basicscience and clinical evidence. New York:Matrix Publising Services.
6. Netter, F.H.1997. Atlas of Human Anatomy. USA:Icon Learning SystemLLC, MediMedia inc.
7. Le,T.H. et all. 2008. Ulcerative Colitis. Diambil dari www.emedicine.com
8. Botoman, V.A. et all. 1998. Management of Inflammatory Bowel Disease.Diambil dari www.aafp.com
9. Wu, G. et all. 2007. Crohn Disease. Diambil dari www.emedicine.com
http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.aafp.com/http://www.aafp.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/