STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
NAMA: Ny. ANUMUR: 64 thnALAMAT: Btn. LagarutuB. ANAMNESISKeluhan Utama
: Nyeri Panggul
Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan dirasakan setelah jatuh terpeleset sekitar 2 minggu yang lalu. Perdarahan (-), pingsan (-). Pasien kesakitan saat berjalan. Pasien mempunyai batuk yang dialami sejak 3 hari. Batuk tidak berlendir dan hilang timbul. Sesak (-), alergi obat (-)Riwayat penyakit Sebelumnya: pasien mempunyai riwayat Hipertensi Heart Disease, dan Diabetes Mulitus.Riwayat keluarga: DMC. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum :
TD 170/ 80
N 94 x/i
S afebris
P 20 x/i
Wajah
: Tampak sedikit lemas, fungsi motorik dan sensorik baik, edema (-) Bentuk
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva: Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Pupil
: Isokor reaktif bulat ukuran 2 mm
Mulut
: Bibir kering (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1 Malapati: IILeher
:
Kelenjar getah bening: Dalam batas normal
Tiroid
: Dalam batas normal
JVP
: R5 + 2 cm H2O
Massa lain
: (-)PS ASA
: III Dada
:
Paru-paru
Inspeksi: Pola pernapasan torako-abdominal, frekuensi pernapasan 20
kali / menit, bentuk dada normal, ekspansi paru
simetris (+/+), retraksi (-/-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris
Perkusi: Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: Vesikuler di seluruh lapang paru (+/+). Bunyi tambahan (-)
Jantung
Inspeksi: Pulsasi ictus cordis terlihat. di SIC V linea midklavikula
Sinistra.
Palpasi
: Pulsasi ictus cordis teraba di SIC V linea midklavikula
Sinistra.
Perkusi:
Batas atas: SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan: SIC VI linea parasternal dextra
Batas kiri: SIC VI linea midklavikula sinistra
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II murni regular
Kesan
: kardiomegaliAbdomen
:
Inspeksi: tampak cembung, asimetri kesan sebelah kiri tampak lebih besar.
Auskultasi: Peristaltik usus (+) kesan normal,
Perkusi
: timpani 4 kuadranPalpasi
: lemas, Nyeri tekan (-)Ekstremitas
:
Atas
: Turgor baik, Akral hangat (+/+), kekuatan otot (5/5)Bawah
: Turgor baik , Akral hangat (+/+), kekuatan otot (tidak dapat dinilai /5), edema (-/-)Pemeriksaan Khusus: -
D. RESUME
Pasien perempuan 64 tahun dengan keluhan nyeri panggul dirasakan setelah jatuh terpeleset sekitar 2 minggu yang lalu. Pasien kesakitan saat berjalan. Pasien mempunyai batuk yang dialami sejak 3 hari. Batuk tidak berlendir dan hilang timbul. Pasien mempunyai riwayat Hipertensi Heart Disease, dan Diabetes Mulitus sejak lama. TD 170/ 80, N 94 x/i, S afebris, P 20 x/i, malapati II, PS ASA III, jantung kesan kardiomegali, pergerakan extrimitas kanan bawah sangat terbatas.
E. LABORATORIUMTorax: kardiomegali x-ray: fraktur intertrochanter
Lab Darah Rutin :
Jenis Hasil Satuan
WBC
LYM %
MON%
GRA%
LYM#
MON#
GRA#9.61,611,0100,97,7
1,2
15,5103/mm3%
%
%
103/mm3103/mm3103/mm3
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW3.5211,729,78528.033.113.8106/mm3g/dL
%
m3pg
g/dL
%
PLT
MPV
PCT
PDW3426,5
0,2249.31103/mm3m3%
%
Lab kimia darah dan elektrolitJenis Hasil Satuan
GDSUREUM
KREATININLDL
HDL
Na
K
Cl2962,71,2 157, 5
19,4
138
1,9
100mg/dL
mg/dL
mg/dL
F. DIAGNOSIS1. Fraktur tertutup intertrochanter2. Hipertensi heart Disease3. Diabetes Mulitus tipe II
4. HipokalemiG. PENATALAKSANAAN
Amlodipin 10 Mg 0 0 - 1Koreksi kalium 25 Mg dalam 500cc NaClNovorapid 6-6-6H. ANJURAN
Orif intertrochanter
Spinal AnestesiPembahasan
Pada pasien geriatri dengan riwayat penyakit penyerta hipertensi, diabetes mulitus, dengan terapi jangka panjang merupakan hal penting untuk diketahui. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan informasi penting kondisi pasien prabedah. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak memberikan kontribusi yang penting sementara pemeriksaan laboratorian yang berorientasi pada anamnesis dan pemeriksaan fisik akan memberikan informasi penting keadaan pasien prabedah. Pemeriksaan hemoglobin dan kreatinin sanngat penting dilakukan mengingat besarnya kemungkinan terjadi anemia dan gagal ginjal.Penilaian prabedah sebaiknya dilakukan sejauh mungkin untuk persiapan dan adaptasi terapi jangka panjang yang sebelumnya sudah diterima pasien dapat dilakukan. Penilaian prabedah ini dapat menjawab berbagai pertanyaan pasien sehingga dapat menennangkan pasien dan mengurangi obat premedikasi.
Kriteria penetapan diagnosis hipertensi ketika terjadi peningkatan tekanan darah pada orang dewasa > 140/90 berdasarka kriteria WHO. Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol baik periopreati mempunyai risiko terjadinya labilitas BP, dysritmi, ischemik myocardial dan komplikasi neurologi serta gagal ginjal. Hal ini karena terjadi ketidakseinbangan suplay oxigen myokardial.
Pasien dengan hipertensi meningkatkan resiko kejadian cerebrovaskuler perioperatif dan gagal ginjal akut. Pelepasan agen anastesi berhubungan dengan depresi kontraktilitas myocardial dengan penurunan kardiak output dan penurunan aliran darah ke otak ke ginjal. Sehingga otak memberikan respon olah otak berupa penurunan tekanan darah sampai hipotensi. Dan ketika BP turun secara akut, pasien hipertensi akan menunjukan tanda iskemik cerebral. Beresiko untuk terjadinya strok awal ataupun stroke berulang. Pasien hipertensi harus dikontrol terlebih dahulu kadar creatini serum. Peningkatan lebih dari 3,0 mg/dLmerupakan salah satu faktor yang akan meningkatkan resiko perioperatifPada pasien ini diberikan amlodipin sebagai pengontrol BP sebelum operatif. Mekanisme kerja obat ini sebagai blok chanel calcium. Obat ini menurunkan tekanan darah secara pasti melalui vasodilatasi periperal. Sekresi renin dan aldosteron dapat diturunkan dengan baik. Dengan obat ini dapat respon penekanan terhadap induksi, laryngoscopi, dan intubasi lebih kecil. Tidak diberikan ACE inhibitor karena beberapa studi mengatakan terapi ini akan mengganggu tekanan darah sebagai respon Induksi obat anastesi dan besar kemungkinan terjadi hipotensi intraoperatif. Sedangkan pemberian diuretik sebagai antihipertensi seringkali menyebabkan hipokalemia kronik dan hipomagnesemia yang meningkatkan resiko arritmia. Sehingga pemeriksaan elektrolit serum diperlukan sebelum operasi.Pada pasien ini terjadi hipokalemia. Hipokalemia seringkali ditemukan pada pasien hipertensi yang ditreatmen dengan diuretik Thiazides. Penting untuk memperbaiki keseimbangan elektrolit pada pasien dengan gangguan jantung atau arteri coronaria. Kalium yang rendah dapat meningkatkan resiko terjadinya arritmia dan penurunan fungsi neuromuskular. Pasien dengan penurunan kalium berat di bawah (2,9 mEq/L) harus ditreatmen paling tidak satu minggu sebelum operasi dengan suplemen potasium jika tidak ada gangguan fungsi ginjal. Pada kasus imergensi potasium dapat diberikan pada saat operasi dan diulangi setelah operasi.
Diperlukan evaluasi yang lengkap pada pasien perioperatif dengan diabetes mulitus, termasuk didalamnya riwayat dan pemeriksaan fisik. Data laboratorium yang mendukung yaitu ekg, urinalisis untuk mendeteksi keton dan glukosa dalam urin, darah lengkap, elektrolit serum, dan serum osmolality jika tersedia, kemudian analisis gas darah untuk menentukan status keasaman dasar. Pada anamnesis setidaknya didapatkan riwayat intake makanan terakhir dan dosis insulin terakhir yang digunakan. Pasien dengan mual dan mutah akan berefek pada status hidrasi, status keasaman dasar, dan keseimbangan elektrolit. Intake oral yang buruk akan mengakibatkan malaise dan abdominal pain, muntah, dan diuresis osmotik dari glukosaria dan akhirnya terjadi dehidrasi. Infeksi dan stress diketahui dapat meningkatkan kebutuhan insulin, yang menjelaskan terjadinya hiperglikemia pada pasien. Insulin dapat diberikan ke pasien dengan dosis kecil 5 10 unit intravena setiap jam atau secara drips 1-2 unit. Terapi ini harus dipantau setiap jam kadar glukosa darah dan urin. Pada pasien kasus tidak dilakukan, tetapi terapi insulin diberikan setiap 8 jam dengan dosis 6 unit setiap pemberian. Ringer laktat dapat menjadi predisposisi hiperglikemia, lactat dikonversi menjadi glukosa. Berdasarkan kadar gula darah insulin reguler dapat digunakan sebagai terapi hiperglikemia. Pada kasus pasien yang tidak dapat secara pasti menggambarkan intake oralnya dalam beberapa hari terakhir, harus diberikan dextrosa intravena untuk meningkatkan metabolisme, dan agar terjadi penghematan protein, kemudian pemberian insulin harus disesuaikan dengan kadar gula darah. Seharusnya dilakukan premedikasi pada pasien ini dengan 10mg metoclopramide diberikan secara oral sekitar 1 jam sebelum operasi. Metoclopramide efektif dalam mengurangi tekanan pengosongan lambung pada pasien diabetes dengan gastroparesis, sehingga menurunkan terjadinya regurgitasi, aspirasi, mual dan muntah. Jenis anastesi dengan menggunakan halotan, metoxyflurane, enflurane, thiopental-nitrousoxide dan spinal anstesi memberikan efek peningkatan kadar glukosa dan tidak berefek terhadap kadar insulin plasma tetapi tidak signifikan. Hiperglikemi intraoperasi dikaitkan dengan stress akibat pembedahan itu sendiri. Oleh karena itu premedikasi biasa juga digunakan obat muscle relaxan dan antivomiting.Blok perifer merupakan pilihan yang baik untuk pasien geriatri. Tehnik ini memberikan efek analgesik pascaa bedah dan waktu pulih yang sangat cepat. Walaupun beberapa konsensus membolehkan penggunaan tehnik ini pada pasien yang menggunakan aspirin namun penggunaan blok perifer harus sangat berhati-hati pada pasien yang mendapat terapi antiplatelet. Tehnik ini dikontaindikasikanpada pasien yang menggunakan heparin atau antikoagulan. Penggunaan blok perifer extrimitas bawah kurang tepat digunakan pada pasien rawat jalan karena menggangggu mobilitas pasien setidaknya selama 24 jam. Penggunaan blok sentral kususnya anastesi spinal pada pasien geriatri masih kontroveri. Karena tidak memberikan efek analgesia pasca bedah dan kadang menyebabkan gangguan berkemih pada pasien pria sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit.Pasien geriatri post bedah dengan ASA III dengan biasanya harus dirawat di PACU (post Anastetik Care Unit), pemberian opioit harus dihindari karena dapat menimbulkan rasa kantuk. Pasien geriatri rentan mengalami hipoksemia diruang pemulihan.
Penurunan kognitif dini setelah pembedahan biasanya akan hilang dalam waktu 3 bulan pertama. Disfungsi ini berhubungan dengan terjadinya mikroemboli, hipoperfusi, systemik inflamatory respon, anastesi depresi, dan genetik. Pada pembedahan nonkardiogenik memiliki risiko sedang terjadinya penurunan kognitif jangka pangjang dan biasanya bersifat irreversibel.
Daftar PustakaAngelini G, Ketzler. 2001. Preoperatif care of the Diabetic Patien. ASA Refresher Courses in Anesthesiologi. Park Ridge. New York
Boulton, BT. Blogg, CE. 1004. Anestesiologi adisi 10. EGC. Jakarta
Fun- Sun F. Yao. 2003. YAO & ARTUSIOs Anesthesiologi Problem-Oriented Patien Managemen. Fifth edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadhepia.
Soenarto, RF. 2012. Buku Ajar anestesiologi. Departemen anestestesiologi dan intensiv care unit Indonesia/ RS Cipto Mangun Kusumo. Jakarta.