Insidensi Fraktur Tertutup

37
Insidensi Fraktur Tertutup (Or) Written by Nasrullah Friday, 16 September 2011 10:09 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang 1,2 . Diantara berbagai penyebab trauma, trauma energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak didapatkan 1 . Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51.66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/ olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga 3 . Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet. Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka. 4,5 Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik

Transcript of Insidensi Fraktur Tertutup

Page 1: Insidensi Fraktur Tertutup

Insidensi Fraktur Tertutup (Or) Written by Nasrullah    Friday, 16 September 2011 10:09 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat

pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan

mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang1,2. Diantara berbagai penyebab trauma,

trauma energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak

didapatkan1. Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun

2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah

kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51.66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/

olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga3.

Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa

komplet atau inkomplet. Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas

tulang. Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur

tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka

disebut fraktur terbuka.4,5

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan

jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan

garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung

mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami

kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula

atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses

patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan

mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.4

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al di Baltimore tahun 2008 mendapatkan

pasien fraktur tertutup sebanyak 291 (56%) orang. Menurut Kahlon et al yang melakukan analisis

terhadap penaganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi Rumah Sakit Umum Lahore

terhadap 1289 pasien tahun 2004 didapatkan jumlah kasus fraktur tertutup sebanyak 915 (71%)

pasien6.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya,

Page 2: Insidensi Fraktur Tertutup

akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa

yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit,

pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam

mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.4

I.2 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui insidensi fraktur tertutup di RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009

b. Mengetahui distribusi penderita fraktur tertutup berdasarkan umur, jenis kelamin, penyebab

fraktur, regio yang tekena, kondisi penyerta, onset penanganan, jumlah operasi perpasien

dan lama perawatan

I.3 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi tentang insidensi fraktur tertutup di RSU Provinsi NTB periode 1

Januari sampai dengan 31 Desember 2009

b. Sebagai sumber informasi untuk memberikan KIE kepada pasien

c. Sebagai referensi pihak RSU Provinsi NTB uintuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan

d. Penelitian awal sebagai dasar penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan

yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari

suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya

trauma7,8,9

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar atau struktur jaringan kulit diatas atau disekitar fraktur masih utuh/

intak10,11,12. II.2 EPIDEMIOLOGI

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al di Baltimore tahun 2008

mendapatkan pasien fraktur tertutup sebanyak 291 (56%) orang6. Menurut Kahlon et al yang

melakukan analisis terhadap penanganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi

Rumah Sakit Umum Lahore terhadap 1289 pasien tahun 2004 didapatkan jumlah kasus

fraktur tertutup sebanyak 915 (71%) pasien3. Suatu penelitian yang dilakukan Armis di

Indonesia tahun 2001 mendapatkan pasien fraktur tertutup sebesar 96 % dari seluruh

Page 3: Insidensi Fraktur Tertutup

fraktur.4 Tingginya insiden fraktur tertutup ini disebabkan karena tingginya angka kecelakaan

lalu lintas. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 12.000 orang per

tahun. II.3 PATOFISIOLOGI

Penyembuhan fraktur terdiri dari 5 fase yaitu2,8,13:

Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,

hematom dibungkus jaringan lunak sekitar ( periosteum dan otot) terjadi 1-2 x 24 jam.

 

Radang dan proliferasi seluler

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur sel-sel

ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh ke arah fragmen tulang. Proliferasi juga

terjadi di jaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.

Pembentukan kalus

Osteoblast membentuk tulang lunak/kalus memberikan rigiditas pada fraktur,

Page 4: Insidensi Fraktur Tertutup

massa kalus terlihat pada X-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah

6-10 hari setelah kecelakaan terjadi.

Konsolidasi

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu,

secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah

kecelakaan.

Remodeling

Fraktur telah dijembatani oleh manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan,

atau bahkan beberapa tahun. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi

secara osteoklasik dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara

perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan

berisi system Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk

membentuk ruang sumsum.

Page 5: Insidensi Fraktur Tertutup

II.4 KLASIFIKASI FRAKTUR

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman

sindroma kompartement.II.5 DESKRIPSI FRAKTUR

Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan adalah 11:

1. Komplit/tidak komplit

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,

seperti:

1. Hairline fracture (patah retak rambut)

2. Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak

3. Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang anak

2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

Page 6: Insidensi Fraktur Tertutup

tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang ke arah permukaan lain.

e. Fraktur avulsi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya fraktur

patela

Gambar 6 : Deskripsi fraktur

Keterangan Gambar

A : Fraktur Tranversal A : Fraktur Patologik

B : Fraktur Oblique B : Fraktur Kompresi

C : Fraktur Spiral C : Fraktur Avulsi

3. Jumlah garis patah

a. Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

b. Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua

garis patah disebut pula fraktur bifokal

c. Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang

4. Bergeser/tidak bergeser

a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak

bergeser, periosteumnya masih utuh

b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi:

Page 7: Insidensi Fraktur Tertutup

1. Dislokasi ad longitudinum cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)

5. Berdasarkan posisi frakur

1. 1/3 proksimal

2. 1/3 medial

3. 1/3 distal

6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.II.6 DIAGNOSIS

Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma , baik yang hebat maupun trauma ringan dan

diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus

dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan

mungkin fraktur terjadi di daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,

jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi, penganiayaan, tertimpa benda berat,

kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.14

Pemeriksaan fisik (Heading 5)

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya14:

Syok, anemia atau perdarahan

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam

rongga thorak, panggul dan abdomen

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan lokal14

Inspeksi (look)

a) Bandingkan dengan bagian yang sehat

b) Perhatikan posisi anggota gerak

c) Keadaan umum penderita secara keseluruhan

d) Ekspresi wajah karena nyeri

e) Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

f) Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup

Page 8: Insidensi Fraktur Tertutup

atau terbuka

g) Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan pemendekan

h) Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain

i) Perhatikan kondisi mental penderita

j) Keadaan vaskularisasi

Palpasi (feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.

Hal-hal yang perlu diperhatiakan:

a) Temperatur setempat yang meningkat atau menurun

b) Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

c) Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,

warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperature kulit

d) Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan

panjang tungkai

Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi

proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap

gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara

kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh

darah dan saraf.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian

pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.

Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita

mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum

dilalukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis 14:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Page 9: Insidensi Fraktur Tertutup

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

Untuk menetukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang

mengalami fraktur

Dua anggota gerak

Dua kali dilakukan foto

Fraktur vertebra dan pelvis lebih sulit terlihat dengan pemeriksaan radiografi konvensional,

CT scan dan MRI lebih memberikan data yang akurat.9

II.7 PENATALAKSANAAN

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur 15:

Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah

mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan

deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya.

Tindakan ini sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi

serta kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari

Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam

posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna dengan gips, bidai, traksi dan

teknik fiksator eksterna.

Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan

terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation),

Page 10: Insidensi Fraktur Tertutup

apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting

ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam.

Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai

dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat

pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Pengobatan fraktur bisa konservatif atau operatif.

Terapi konservatif, terdiri dari:

a) Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan

baik

b) Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan

fraktur dengan kedudukan baik

c) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur suprakondilus, fraktur

Colles, fraktur Smith. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal

d) Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton

Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk

traksi dewasa/traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

Terapi operatif, terdiri dari:

a) Reposisi terbuka, fiksasi interna.

b) Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and

internal fixation), artroplasti eksisional, ekssisi fragmen, dan pemasangan endoprostesis.

Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:

a) Fraktur dengan tak ada pergeseran,

b) Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi,

c) Fraktur pada anak-anak,

d) Cedera jaringan lunak minimal

e) Trauma berenergi rendah.

Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut 2:

a) kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,

Page 11: Insidensi Fraktur Tertutup

b) fraktur yang tidak stabil,

c) fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran

d) fraktur yang mengalami pemendekan.II.8 KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur yang penting adalah 15:

a. Komplikasi dini

1) Lokal

a) Vaskuler : sindrom kompartemen (Volkmann iskemia), trauma vaskuler. Sindrom

kompartemen terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu

ruang yang dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan

peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit

yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak

hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya

denyut nadi.

b) Neurologis : lesi medula spinalis atau saraf perifer

2) Sistemik : emboli lemak. Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak

terdorong dari sumsum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada

respiratori dan sistem saraf pusat. Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa,

bingung, perdarahan petechie pada kulit dan konjungtiva.

b. Komplikasi lanjut 5,8:

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union.Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

1) Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada

pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung

fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih 20

minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

2) Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur

dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi

Page 12: Insidensi Fraktur Tertutup

untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,

prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor

yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya

vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant

atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur

patologis)

3) Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan

refraktur atau osteotomi koreksi.

4) Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected

non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan

terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot

5) Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan

antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan

melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketan secara

pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap

6) Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)

7) Osteoporosis post trauma

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang bersifat retrospektif

pada penderita fraktur tertutup di RSUP NTB. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif

dengan mendata jumlah kasus fraktur tertutup baik kunjungan IRD (Instalasi Rawat Darurat)

maupun rawat inap di RSUP NTB selama periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember

2009.

Subjek penelitian adalah semua pasien yang mengalami fraktur tertutup yang datang

Page 13: Insidensi Fraktur Tertutup

berobat ke IRD maupun pasien yang dirawat di RSUP NTB selama periode 1 Januari 2009

sampai dengan 31 Desember 2009.

Data yang dikumpulkan meliputi angka kejadian fraktur tertutup, karakteristik

subjek/demografi (jenis kelamin, umur), penyebab fraktur, jenis fraktur, kondisi penyerta, onset

penanganan, lama perawatan, jumlah operasi perpasien dan lama perawatan. Sumber data berasal

dari catatan medis pasien fraktur tertutup baik dalam masa observasi di IRD maupun di rawat

inap di RSUP NTB. Data akan diolah secara statistic deskriptif dan akan ditampilkan dalam

bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Angka Kejadian Fraktur Tertutup di RSUP NTB Periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009

Jumlah seluruh pasien fraktur tertutup yang tercatat di RSUP NTB selama periode 1

Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009 adalah 220 (69,31%) pasien dari total 318

kasus fraktur pada periode tersebut.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al di Baltimore tahun 2008

mendapatkan pasien fraktur tertutup sebanyak 291 (56%) orang. Menurut Kahlon et al yang

melakukan analisis terhadap penaganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi Rumah

Sakit Umum Lahore terhadap 1289 pasien tahun 2004 didapatkan jumlah kasus fraktur

tertutup sebanyak 915 (71%) pasien. Suatu penelitian yang dilakukan Armis di Indonesia

tahun 2001 mendapatkan pasien fraktur tertutup sebesar 96 % dari seluruh fraktur.2

Tingginya insiden fraktur tertutup ini disebabkan karena tingginya angka kecelakaan lalu

lintas. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 12.000 orang per

tahun.IV.2 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel IV.1 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelaminJumlah (Orang) Persentase (%)

Laki-laki

Perempuan

178

42

80,91

19,09

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Page 14: Insidensi Fraktur Tertutup

Gambar IV.1 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan jenis kelamin

Tabel dan gambar IV.1 menunjukkan bahwa angka kejadian fraktur tertutup lebih banyak

pada laki-laki daripada perempuan, yaitu masing-masing sebanyak 178 (80,91%) orang dan 42

(19,09%) orang atau dengan perbandingan 4:1.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al tahun 2008 di Baltimore mendapatkan

pasien fraktur tertutup yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49% sedangkan yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 51%. Saikia et al tahun 2008 di India mendapatkan sebanyak 63

laki-laki dan 12 perempuan pasien yang mengalami fraktur tertutup pada ekstremitas bawah.

Penelitian yang dilakukan oleh Moesbar selama periode Januari 2005 sampai Maret 2007

didapatkan kasus fraktur di RSUP HAM Medan sejumlah 864 kasus, laki-laki sebanyak 616

(71,2%) kasus dimana 283 (45,94%) diantaranya merupakan kasus neglected dan perempuan

sebanyak 248 (28,8%) kasus dimana 118 (47,58%) diantaranya merupakan kasus neglected.

Menurut Kahlon et al yang melakukan analisis terhadap penanganan emergensi pasien

trauma di bagian ortopedi Rumah Sakit Umum Lahore terhadap 1289 pasien tahun 2004

didapatkan perbandingan kasus fraktur tertutup pada laki-laki dan perempuan, yaitu 3,75:1,

sedangkan berdasarkan penelitian Naem et al, dari 47 pasien fraktur tertutup batang femur yang

dirujuk ke rumah sakit tersier di Pakistan dari Januari 2006 sampai Desember 2007 mendapatkan

perbandingan jumlah kasus antara laki-laki dan perempuan adalah 3:2.IV.3 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Umur

Tabel IV.2 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan umur

Umur (Tahun)Jumlah (Orang) Persentase (%)

<11

11-20

21-30

31-40

41-50

>50

16

56

77

31

21

19

7,27

25,46

35,00

14,10

9,55

8,62

Total 220 100

Page 15: Insidensi Fraktur Tertutup

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.2 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Umur

Tabel dan gambar IV.2 menunjukkan bahwa angka kejadian fraktur tertutup lebih banyak

didapatkan pada umur 21-30 tahun, yaitu sebanyak 77 (35%) kasus. Jika dikelompokkan lagi,

pasien yang berumur 11-40 tahun secara keseluruhan berjumlah164 (74,56%) kasus dan pasien

yang berumur 21-40 tahun sebanyak 108 (49,10%) kasus.

Angka ini hampir sama hasilnya dengan penilitian yang dilakukan oleh Kahlon et al tahun

2004 yang melakukan analisis terhadap penaganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi

Rumah Sakit Umum Lahore dimana didapatkan bahwa sebanyak 80% pasien fraktur tertutup

berumur 14-40 tahun dan rata-rata umur pasien fraktur tertutup di bagian tersebut adalah 43.12 ±

10.20 tahun. Angka kejadian yang didapatkan RSUP NTB sedikit lebih rendah dari angka

kejadian yang didapatkan oleh Saikia et al tahun 2008 di India yang mendapatkan kasus jumlah

fraktur tertutup pada ekstremitas bawah yang berumur 21-40 tahun sebesar 65,33%, dimana rata-

rata umurnya adalah 30,44 tahun. Sementara Naem et al mendapatkan bahwa dari 47 pasien

fraktur tertutup batang femur yang dirujuk ke rumah sakit tersier di Pakistan dari Januari 2006

sampai Desember 2007 rata-rata umur pasien adalah 37.05 ± 12.84 tahun. Hal ini menunjukkan

bahwa kasus fraktur tertutup lebih banyak terjadi pada usia-usia produktif. Menurut Moesbar

(2007), hal ini disebabkan oleh adanya kesibukan atau tingkat mobilitas golongan usia tersebut

tinggi dan jumlah pengendara sepeda motor pada usia tersebut juga meningkat setiap tahun.IV.4 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Penyebab Fraktur

Tabel IV.3 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan penyebab fraktur

PenyebabJumlah (Orang) Persentase (%)

KLL

Jatuh dari ketinggian

Tertabrak kendaraan

Tertimpa reruntuhan

Olahraga

Penyebab tidak jelas

177

12

7

4

2

18

80,45

5,45

3,18

1,81

0,91

8,20

Total 220 100

Page 16: Insidensi Fraktur Tertutup

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.3 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan penyebab fraktur

Tabel dan gambar IV.3 menunjukkan bahwa kejadian fraktur tertutup di RSUP NTB lebih

banyak terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (KLL), yaitu sebanyak 177 (80,45%) kasus.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Moesbar (2007), yang

mendapatkan lebih dari 82% penderita fraktur adalah pengendara dan atau yang dibonceng

sepeda motor, lebih kurang hanya 18% disebabkan oleh bukan karena sepeda motor, seperti KLL

oleh kendaraan lain, jatuh dari pohon, jatuh dari bangunan, kecelakaan olahraga dan penyakit-

penyakit pada tulang sendiri (fraktur patologis). Menurut Pamungkas (2008), banyak kasus

orthopedi sekitar 80% yang ditemukan di RSUP Dr. Suharso Surakarta yang hampir semuanya

disebabkan karena trauma langsung dari kecelakaan lalu lintas.

Menurut Roshan et al (2008), diantara berbagai penyebab trauma, trauma energi tinggi dari

kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak didapatkan.

Menurut Kahlon et al (2004), pada umumnya, 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu

lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling

umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51.66%) pasien,

30% terjadi akibat kecelakaan kerja/ olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga.

Menurut Moesbar (2007), jumlah KLL setiap tahun meningkat akibat bertambahnya jumlah

kendaraan yang berada di jalan raya. Jenis kendaraan yang terlibat KLL pada ranking pertama

adalah sepeda motor dan di tempat kedua mobil penumpang. Jumlah korban manusia yang

meninggal dunia pada tahun 2005 sejumlah 963 orang, tahun 2006 sejumlah 1.205 orang dan

tahun 2007 dari Januari sampai Maret saja sudah 383 orang korban KLL yang meninggal dunia.

Usia pelaku KLL umumnya adalah usia remaja dan dewasa muda, yaitu usia 15 sampai 50 tahun.

Menurut Hisashi Ogawa seorang peneliti WHO, tingginya angka KLL pada pengguna sepeda

motor terutama di negara yang sedang berkembang disebabkan oleh: 1) infrastruktur yang kurang

baik, 2) kurangnya disiplin pengguna sepeda motor dalam berkendaraan, mematuhi peraturan lalu

lintas dan memperhatikan kelayakan atas kendaraannya (layak jalan), 3) kurangnya

mempergunakan perlengkapan pengaman diri untuk kecelakaan/PPE, 4) memperoleh izin

Page 17: Insidensi Fraktur Tertutup

mengendara/ SIM tanpa tes yang ketat dan 5) rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Jadi

KLL pada pengendara sepeda motor dan yang dibonceng jauh lebih tinggi dari mobil penumpang

atau jenis kendaraan lain, Hal ini disebabkan karena sepeda motor dirancang/ didesain kurang

mempertimbangkan keselamatan pengendaranya dan yang dibonceng, seperti memakai memakai

perlengkapan pengaman diri untuk kecelakaan/ Personal Protective Equitment (PPE).

Menurut Kahlon et al (2004), biasanya, 10–15 juta penduduk mengalami KLL setiap tahun

dan 90% yang meninggal dunia akibat KLL terjadi di Negara yang berpenghasilan rendah sampai

menengah. Fraktur karena kecelakaan kendaraan bermotor paling banyak menyebabkan kesakitan

dan kematian pada kelompok usia muda dan 80% diantaranya adalah laki-laki. Di negara

berkembang perkiraan biaya yang dikeluarkan akibat KLL adalah 0,01-0,04 kali pendapatan

perkapita negara pertahun.IV.5 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Regio yang Terkena

Tabel IV.4 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan regio yang terkena

Regio yang TerkenaJumlah (Orang) Persentase (%)

Cruris

Femur

Antebrachii

Shoulder

Brachii

Costa

Pelvis

Vertebrae

Manus

Pedis

52

48

37

31

27

8

7

6

2

2

23,64

21,82

16,82

14,09

12,27

3,64

3,18

2,72

0,91

0,91

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.4 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Regio Yang Terkena

Tabel dan gambar IV.4 menunjukkan bahwa 3 regio yang paling banyak terkena pada kasus

Page 18: Insidensi Fraktur Tertutup

fraktur tertutup adalah regio cruris, femur dan antebrachii, yaitu masingg-masing sebanyak

23,64%, 21,82% dan 16,82%, sedangkan regio yang paling sedikit terkena dalah regio manus dan

pedis, yaitu masing-masing sebesar 0,19%. Hasil ini hamipir sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kahlon et al (2004), yang mendapatan angka kejadian fraktur tertutup lebih

banyak didapatkan pada tulang tibia, femur dan antebrachii (radius-ulna), dimana fraktur tibia

sebanyak 28.94%, femur 19.01%, humerus 11.02%, ulna 7.99% dan radius 6.98%.IV.6 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Kondisi Penyerta

Tabel IV.5 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan kondisi penyerta

Kondisi PenyertaJumlah (Orang) Persentase (%)

CKR

CKS

CKB

Pneumothorax

Paraparesis inferior

Tanpa kondisi penyerta

44

19

4

6

2

145

20,00

8,64

1,82

2,73

0,91

65,90

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.5 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Kondisi Penyerta

Tabel dan gambar IV.5 menunjukkan bahwa kondisi yang paling banyak menyertai kasus

fraktur tertutup adalah cedera kepala ringan (CKR), yaitu sebanyak 44 (20%) pasien. Keadaan ini

terjadi karena adanya trauma energi tinggi yang dialami pasien, terutama akibat kecelakaan lalu

lintas selain mengenai tulang/ regio tubuh tertentu juga disertai benturan pada kepala saat terjatuh

dari kendaraan. Untuk kasus pneumothorax terjadi akibat adanya fraktur pada kosta, dimana 6

dari 8 (75%) kasus fraktur kosta pada penelitian ini mengalami pneumothorax. Sementara kasus

hemiparesis inferior pada penelitian ini terjadi akibat fraktur yang mengenai daerah vertebrae,

dimana 2 dari 6 (33,33%) kasus fraktur vertebrae mengalami hemiparesis inferior.IV.7 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Onset Penanganan

Tabel IV.6 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan onset penanganan

Page 19: Insidensi Fraktur Tertutup

Onset Jumlah (Orang) Persentase (%)

Akut

Neglected

168

52

76,36

23,64

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.6 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Onset Penanganan

Tabel dan ganbar IV.6 menunjukkan bahwa kejadian akut fraktur tertutup di RSUP NTB

sebanyak 168 (76,36%) kasus sementara kejadian neglected fraktur tertutup sebanyak 52

(23,64%).

Menurut Moesbar, selama periode Januari 2005 sampai Maret 2007, kasus fraktur di RSUP

HAM Medan sejumlah 864 kasus, di mana 463 (53.6%) kasus merupakan kasus baru (yang

datang belum lewat satu minggu setelah kecelakaan), 401 (46.4%) kasus lagi datang ke RS lebih

dari satu minggu setelah kecelakaan. Golongan kasus terlantar umumnya datang setelah patah

tulang mengalami penyembuhan yang abnormal yaitu berupa malunion atau nonunion atau

delayed union akibat infeksi. Kejadian pada laki-laki sebanyak 616 (71,2%) kasus dimana 283

(45,94%) diantaranya merupakan kasus neglected dan perempuan sebanyak 248 (28,8%) kasus

dimana 118 (47,58%) diantaranya merupakan kasus neglected.

Menurut Uvaraj (2007), antara bulan April 1996 sampai Mei 2002, 22 pasien (18 laki-laki, 4

perempuan) dilakukan pengobatan kasus fraktur neglected patella di rumah sakit umum

pemerintah, Chennai, India. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh benturan langsung pada lutut

pasien saat terjatuh. Dari semua kasus tersebut terdapat 18 patahan transversal, 2 comminuted dan

2 fraktur pada pole bawah patella, yang sebagian besar telah diawali dengan pengobatan secara

tradisional. Rata-rata waktu antara kecelakaan sampai dilakukan operasi adalah 3 (rentang 2 –

6,5) bulan. Fraktur patella berjumlah sekitar 1% dari total seluiruh fraktur dan kejadian non-union

pada patella jarang terjadi, dengan insidensi 2,4 - 12.5%.

Menurut Moesbar, dari hasil pengobatan yang dilakukan terhadap fraktur kasus baru (211

kasus) sekitar 184 kasus (87,2%) sembuh normal, sekitar 23 kasus (10,9%) sembuh dengan

gangguan fungsi/cacat fungsi dan 4 kasus terpaksa dilakukan amputasi. Angka keberhasilan lebih

Page 20: Insidensi Fraktur Tertutup

rendah pada golongan kasus yang terlantar/neglected, dimana dari 401 kasus, sembuh normal 279

kasus (69,5%), 117 kasus (29,1%) sembuh dengan cacat fungsi dan 5 kasus terpaksa dilakukan

amputasi.

Menurut Roshan et al (2008), fraktur leher femur neglected adalah suatu keadaan dimana

terlambat lebih dari 30 hari mendapatkan pertolongan medis terhitung mulai terjadinya

kecelakaan. Dengan melakukan reduksi awal dan fiksasi interna secara stabil, insiden non union

seharusnya rendah karena aliran darah akan berjalan dengan baik tetapi dari hasil meta-analisis

terhadap 106 laporan fraktur leher femur displaced yang ditangani secara awal (termasuk non-

neglected) memberikan gambaran nonunion antara 23% sampai 37% (95% CI), dan nekrosis

avaskular (AVN) sebanyak 11% sampai 19% (95% CI). Beberapa individu melaporkan kejadian

nonunion sebesar 4% dan individu yang lain melaporkan sebesar 15%.

Fraktur neglected akan menimbulkan berbagai akibat serta komplikasi yang tidak

menguntungkan bagi penderitanya. Menurut Wang et al (2006), gejala sisa dari adanya

keterlambatan dalam melakukan reduksi anatomis terhadap suatu fraktur (seperti fraktur femu)

rnengakibatkan meningkatnya insidensi nekrosis avaskular dari caput femur, arthritis post trauma

dan trauma saraf ischiadiaca. Roshan et al (2008), melaporkan insidensi nekrosis avaskular yang

mengikiuti kejadian fraktur leher femur neglected berkisar antara 0% sampai 67% dengan

sebagian besar melaporkan <15%. IV.8 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Jumlah Operasi Perpasien

Tabel IV.7 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan jumlah operasi perpasien

Jumlah operasi perpasienJumlah (Orang) Persentase (%)

1 kali

2 kali

3 kali

Konservatif

Menolak

152

18

2

20

28

69,09

8,18

0,91

9,09

12,73

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Page 21: Insidensi Fraktur Tertutup

Gambar IV.7 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Jumlah Operasi Perpasien

Tabel dan gambar IV.7 menunjukkan bahwa sebagian besar kasus fraktur tertutup dilakukan

operasi sebanyak 1 kali, yaitu sebesar 152 (69,09%) kasus. Banyak juga pasien yang menolak

untuk dilakukan tindakan operasi, yaitu sebanyak 28 (12,73%) kasus.

Fraktur tertutup relatif lebih menguntungkan dibandingkan fraktur terbuka karena resiko

untuk terjadinya infeksi lebih rendah. Hal ini menjadi salah satu penyebab bahwa dengan

melakukan sekali tindakan operasi sudah dapat mengatasi permasalahan fraktur pada pasien dan

resiko komplikasi post operasi, seperti osteomielitis dapat ditekan. Pada penelitian ini, tindakan

operasi yang dilakukan 2 kali atau 3 kali lebih banyak dilakukan pada pasien-pasien yang datang

dalam keadaan terlambat atau mengalami neglected (terlantar).

Tindakan konservatif pada penelitian ini lebih banyak dilakukan pada pasien-pasien fraktur

tertutup clavicula atau fraktur sederhana/ tidak komplit, seperti hairline fracture maupun

greenstick fracture, yang hanya memerlukan pemasangan U slab atau gips. Pasien-pasien yang

menolak operasi lebih banyak terkait masalah biaya.IV.9 Distribusi Kasus Fraktur Tertutup Berdasarkan Lama Perawatan

Tabel IV.8 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan lama perawatan

Lama perawatan (hari)Jumlah (orang) Persentase (%)

<7 hari

7-14 hari

15-21 hari

22-28 hari

>29 hari

125

54

23

8

10

56,82

24,55

10,46

3,64

4,53

Total 220 100

Sumber : Rekam Medik RSUP NTB Tahun 2009

Gambar IV.8 Distribusi kasus fraktur tertutup berdasarkan lama perawatan

Tabel dan gambar IV.8 menunjukkan bahwa sebagian besar kasus fraktur tertutup di RSUP

NTB dirawat kurang dari 7 hari, yaitu sebanyak 125 (56,82%) kasus. Menurut Kilbourne et al

(2008) di Rumah sakit Baltimore, pada pasien fraktur tertutup lama rawat inap/ hospital length of

Page 22: Insidensi Fraktur Tertutup

stay (HLOS) adalah 21±17 hari, lama perawatan di ICU/ intensive care length of stay (ILOS)

adalah 14±1 hari dan penggunaan ventilator adalah 12±12 hari. Menurut Kahlon et al yang

melakukan analisis terhadap penanganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi Rumah

Sakit Umum Lahore tahun 2004, dari 1,54 juta pasien trauma akut yang dirawat inap rata-rata

selama 7.1 hari. Data statistik di Departemen Kesehatan Inggris periode 2002-2003, rata-rata

lama perawatan pasien fraktur iga, sternum dan vertebra selama 10,8 hari.

Pada penelitian ini, rata-rata pasien yang dirawat inap kurang dari 7 hari adalah pasien –

pasien yang mengalami fraktur tunggal atau tanpa mengalami kondisi lain, seperti cedera kepala,

sementara pasien-pasien yang dirawat inap lebih dari 7 hari adalah pasien-pasien yang mengalami

fraktur multiple maupun memiliki kondisi lain, seperti cedera kepala yang memerlukan

penanganan yang intensif.

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 KESIMPULAN

1. Jumlah kasus fraktur tertutup yang tercatat di RSUP NTB selama periode 1 Januari 2009

sampai dengan 31 Desember 2009 adalah 220 pasien (69,31 %)

2. Kasus fraktur tertutup lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan, dengan perbandingan 4:1.

3. Kasus fraktur tertutup lebih banyak terjadi pada kelompok umur 21-30 tahun (35%)

4. Kasus fraktur tertutup lebih banyak terjadi akibat KLL (80,45%)

5. Kasus fraktur tertutup lebih banyak mengenai regio cruris (23,64%)

6. Kondisi yang paling banyak menyertai kasus fraktur tertutup adalah Cedera Kepala

Ringan/CKR (20%).

7. Kasus fraktur tertutup dengan onset akut lebih banyak dibandingkan neglected, dengan

perbandingan 3:1.

8. Pasien yang mengalami fraktur tertutup, paling banyak dioperasi hanya 1 kali (69,09%)

9. Pasien fraktur tertutup di RSUP NTB, paling banyak dirawat selama kurang dari 7 hari

(56,82%) V.2 SARAN

1. Sistem pencatatan pada register Rekam Medik RSUP NTB baik Instalasi Gawat Darurat

maupun Rawap Inap agar lebih dilengkapi dan dikembangkan lagi sehingga dapat menjadi

bahan evaluasi dan media pembelajaran serta sebagai acuan berbagai kegiatan penelitian.

Page 23: Insidensi Fraktur Tertutup

2. Untuk jangka panjang, penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan dan diperluas cakupan

sebagai salah satu sumber informasi kejadian fraktur tertutup di RSUP NTB baik bagi

kalangan intelektual maupun masyarakat umum.

DAFTAR PUSTAKA 1Roshan A., Ram S., 2008, The Neglected Femoral Neck Fracture inYoung Adults:Review of a

Challenging Problem (Review), Clinical Medicine & Research Volume 6, Number 1:33-39,

Available from: clinmedres.org, (Accessed: 2010, 18 Okt).2Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Available from :

http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-Care.htm.

(Accessed: 2010, 16 Okt).3Kahlon I.A., Hanif A. and Awais S.M., 2004, Analysis of Emergency Care of Trauma Patients

with References to the Type of injuries, Treatment and Cost, Department of Orthopedics,

General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16. No.1 Jan. - Mar. 2010.4Alexa. Ilmu Bedah Fraktur Terbuka.www.bedahugm.net/frakturterbuka/ (Accessed: 2010, 15

Okt).5Djuantoro D., 2010, Fraktur Femur, Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16FrakturBatangFemur120.pdf (Accessed: 2010, 15

Okt). 16

6Kilbourne M.J. et al, 2008, Open Versus Closed Extremity Fractures In The Trauma ICU:

Current Trends In Morbidity And Mortality, Department of Surgery, University of

Maryland, Baltimore, Available from: http://www.jortho.org/2008/5/3/e4, (Accessed: 2010,

18 Okt).7Sjamsuhidayat, Wim de jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2, EGC, Jakarta.8Solomon L. et al, 2005, Fractures and JointInjuries in Apley’s Concise System of Orthopaedics

and Fractures, Third Edition, Hodder Arnold, London., pp. 266-280. 9Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang Lamumpatue

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Hal. 363-37010Sukarna L.P. et al, 1994. Patah Tulang Tertutup dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi

Lab/UPF Ilmu Bedah, Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo, Surabaya. Hal.136-

140.11Mansjoer, A (ed), 2001, Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, Media Aesculapius FKUI,

Page 24: Insidensi Fraktur Tertutup

Jakarta12Pamungkas R.W., 2008, Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Fraktur Femur Sepertiga

Tengah Dextra Post Operasi ORIF dengan Pemasangan Plate and Screw Di RSU Prof. Dr

Soeharso, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.13Susan, Brown. How To Speed Fracture Healing. Available from : www.betterbones.com

(Accesed 2010, 24 Sept)14Giza, Eric. Fracture. Available from : http://www.webmd.com/a-to-z-guides/understanding-

fractures-basic-information (accesed 2010, 22 Sept)15Salter R.B., 1999, Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System Third

Edition, William dan Wilkins, United of America.16Reksoprodjo, S (ed), 1999, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM.

Binarupa Aksara, Tanggerang 17Hospital Episode Statistics, Department of Health, England, 2002-2003. Available from :

http://www.google.co.id/ (Accesed: 2010, 16 Okt)

18Moesbar Nazar, 2007, Pengendara dan Penumpang Sepeda Motor Terbanyak Mendapat Patah

Tulang Pada Kecelakaan Lalu Lintas, Universitas Sumatera Utara, Medan, Available from

www.usu.co.id, (Accessed: 2010, 18 Okt)19Naem M.U., Qasim M., Khan M.A., Sahibzada A.S. and Sultan S., 2009, Management Outcome

of Closed Femoral Shaft Fractures by Open Surgical Implant Generation Network (Sign)

Interlocking Nails on Journal Ayub Med Coll Abbottabad 2009;21, Available from:

http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/21-1/Naeem.pdf, (Accessed: 2010, 18 Okt).20Saikia KC, Bhattacharya TD, Agarwala V, 2008, Anterior compartment pressure measurement

in closed fractures of leg on Indian Journal of Orthopaedics, Department of Orthopedics,

Guwahati Medical College and Hospital, India, Available from:

http://www.ijoonline.com/text.asp?2008/42/2/217/40261, (Accessed: 2010, 18 Okt).21Steenvoorde P., Arno P.W. Lieshout V. and Oskam J., 2005, Conservative Treatment of a

Closed Fracture of the Clavicle Complicated by Pneumothorax: A Case Report,

Department of Surgery, Rijnland Hospital Leiderdorp, Netherlands, Acta Orthopædica

Belgica, Vol. 71 – 4.22Uvaraj N.R., Vahanan N.M., Sivaseelam A., Sameer M.M. and Basha I.M., 2007, Surgical

Management of Neglected Fractures of the Patella on International Journal Care Injured

Page 25: Insidensi Fraktur Tertutup

(2007) 38, 979—983, Department of Orthopaedic Surgery and Traumatology, Madras

Medical College and Government General Hospital, India, Injury, , Available from:

www.elsevier.com/locate/injury, (Accessed: 2010, 18 Okt).23Wang C.Y., Shen H.C. and Wu H.S., 2006, Management of Neglected Traumatic Posterior

Fracture-Dislocation of the Hip on Journal Medical Science 2006;26(4):153-156,

Department of Orthopaediology, Tri-Service General Hospital, National Defense Medical

Center, Taipei, Taiwan, Republic of China, Available from:

http://jms.ndmctsgh.edu.tw/2604153.pdf, (Accessed: 2010, 18 Okt).

Last Updated on Friday, 16 September 2011 10:32 http://bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=115:insidensi-fraktur-tertutup&catid=39:refrat-ortopedi&Itemid=79