DIAGNOSIS DAN PENANGANAN DISFAGIA PADA PEDIATRI
I. PENDAHULUAN
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
gerakan otot-otot menelan dan gangguan tansportasi makanan dari rongga mulut ke
lambung. 1
Disfagia adalah kesulitan makan sebagai akibat gangguan dari salah satu tahapan
dalam proses menelan. Walaupun sering menyertai disfagia, odinofagia (rasa
nyeri pada saat menelan) harus dibedakan dengan disfagia. Perlu perhatian juga bahwa
disfagia tidak dirancukan dengan globus. Globus adalah perasaan menetap seakan –
akan ada gumpalan di kerongkongan walaupun sebenarnya tidak ada kerusakan organic
ataupun gangguan menelan yang sebenarnya.1,2
Disfagia merupakan ancaman yang serius karena merupakan resiko terhadap
terjadinya pneumoni aspirasi, malnutrisi, dehidrasi penurunan berat badan dan obtruksi
saluran napas. Penderita usia tua adalah yang paling beresiko terhadap disfagia
dan komplikasinya, terutama silent aspiration. 2
Gangguan menelan pada anak–anak, berbeda dengan orang dewasa,
mengakibatkan hal–hal khusus yang tidak dijumpai pada penderita dewasa. Anak-anak
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari organ–organ menelan serta
refleks–refleks oro-motorik. Anak–anak juga sedang mengalami pematangan dari
perilaku makan.2
Penyebab disfagia dapat merupakan kelainan–kelainan yang mengenai fase oral,
faringeal ataupun esophageal dari proses menelan yang normal. Anamnesis yang teliti
dan pemeriksaan fisik yang cermat sengat penting dalam mendiagnosis dan
menatalaksanaan disfagia.3
II. EPIDEMIOLOGI
Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak untuk mengkonsumsi
sejumlah makanan yang diperlukannya, secara alamiah dan wajar, yaitu dengan
menggunakan mulutnya secara sukarela. Masalah kesulitan makan sering dihadapi baik
oleh para orangtua, dokter atau petugas kesehatan yang lain. Sekitar 25%-40% anak
dilaporkan mengalami kesulitan makan. Penelitian terhadap anak prasekolah usia 4-6
tahun di Jakarta didapatkan prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%, 44,5%
diantaranya menderita malnutrisi ringan-sedang, serta 79% telah berlangsung lebih dari
tiga bulan. Penelitian di Belgia menemukan 17% anak yang dirujuk dengan kesulitan
makan yang parah ditemukan mengalami esofagitis refuks tanpa disertai penyakit lain.4
Penyebab kesulitan makanan secara garis besar di bedakan oleh faktor organik,
nutrisi, dan psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri, namun sering kali
multifaktorial.4
III. FISIOLOGI PROSES MENELAN
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa factor, yaitu : ukuran
bolus makanan, diameter lumen esophagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik
esophagus, fungsi sfingter esophagus, dan kerja otot rongga mulut dan lidah. 1
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: 1,3,7,8
1. Fase Oral
Fase oral terdiri dari dua fase yaitu preparasi (persiapan) dan propulsive
(mendorong). Fase preparasi merupakan pemrosesan dari bolus agar dapat mudah
ditelan, sedangkan fase propulsive adalah pendorongan makanan dari rongga mulut ke
orofaring. 1,3,7,8
Gambar 1: lidah membentuk bolus makanan kemudian mendorongnya ka arah palatum
durum.
Pada anak normal rongga mulut berfungsi sebagai organ sensoris dan motoris
yang merubah fisik makanan baik ukuran, bentuk, pH, suhu maupun konsistensinya agar
aman untuk ditelan dan agar makanan dapat sampai ke faring tanpa masuk ke dalam
laring. 1,3,7,8
Porses ini dimulai dengan kontraksi lidah dan otot–otot mastikasi. Otot mastikasi
bekerja dengan terkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan savila dan
mendorongnya dari rongga mulut ke orofaring, dimana refleks menelan involunter
terpicu. 1,3,7,8
Serebelum bertanggung jawab mongontrol output untuk nucleus motorik dari
saraf – saraf cranial n. V (trigeminus), n. VII (fasialis), dan n, XII (hypoglosus). 1,3
Pada saat menelan cairan seluruh proses berlangsung sekitar 1 detik. Dalam hal
ini menelan makanan padat, dapat terjadi pelambatan 5 – 10 detik sementara makanan
terakumulasi di orofaring. 1,3,7,8
2. Fase Faringeal
Fase faringeal merupakan fase paling penting karena tanpa mekanisme protektif
laring yang utuh, aspirasi sangat mungkin terjadi pada fase ini. Faring merupakan daerah
pertemuan saluran pernapasan dan saluran cerna, perjalanan makanan melalui daerah ini
memerlukan mekanisme yang efisien untuk dengan aman mengarahkan makanan ke
esophagus. 1,3,7,8
Selama fase ini proses menelan adalah reflektif dan meliputi rangkaian kompleks
dari gerakan yang cepat, overlapping dan sangat terkoordinasi. Palatum molle terangkat
untuk menutup nasofaring. Kontraksi muskulus suprahyoid menarik tulang hyoid dan
laring bergerak ke atas dan depan. Lidah menekan ke belakang dan bawah ke arah faring
untuk mendorong makanan ke bawah. Pada saat ini lidah dibantu oleh dinding faring
yang bergerak kea rah dalam dengan gelombang kontraksi progresif dari atas ke bawah.
Pilka vokalis bergerak ke garis tengah dan epiglottis melipat ke belakang untuk
melindungi jalan napas. Sfingter esophagus atas berelaksi selama fase ini dan menjadi
erbuka karena terikan tulang hyoid dan laring ke arah depan. 1,3,7,8
Sfingter ini menutup setelah makanan melewatinya, dan struktur faring kemudian
kembali pada posisi semula. Refleks menelan ini berlangsung hanya 1 detik, dan
melibatkan jalur sensoris dan motoris saraf kanan n. IX (glosso-faringeus) dan n. X
(vagus). 1,3,7,8
Fase ini berjalan involunter dan refleksif sehingga tidak ada gerakan faring yang
terjadi sampai refleks menelan terpicu. 1,3,7,8
Gambar 2: Pemindahan bolus makanan oleh lidah ke faring mengawali deglutisi.
3. Fase Esofageal
Pada fase esophageal, bolus mekanan didorong ke bawah oleh gerakan
peristaltikm kontraksi involunter dari otot – otot skeletal esophagus bagian atas
mendorong bolus makanan ke bagian tengah dan distal. Sfingter esophagus bawah
berlaksasi pada awal menelan, dan relaksasi ini berlangsung sampai makanan telah
didorong ke dalam lambung. 1,3,7,8
Gambar 3: Relaksasi dari sfingter memungkinkan makanan bergerak ke esophagus
proksimal
Berbeda dengan sfingter esophagus atas, sfingter bawah tidak ditarik membuka
oleh muskulatur kestrinsik. Sfingter esophagus bawah mentup setelah bolus masuk ke
dalam lambung, sehingga mencagah refluks gastroesofagus. 1,3,7,8
Medula spinalis mengendalikan gerakan menelan involunter ini. Mekipun
demikian gerakan menelan volunteer dapat terjadi karena pengaruh korteks serebri.
Kontraksi membutuhkan waktu 8 – 20 detik sehingga makanan masuk ke dalam
lambung. 1,3,7,8
Perkembangan Proses Menelan
Deglutisi prenatal terjadi pada sekitar usia kehamilan 16 -17 minggu, sedangkan
perubahan besar dan letak relative komponen rongga mulut dan faring terjadi pada masa
paska natal.
Perubahan perkembangan perilaku makan pada anak perlu diperhatikan. Pada
bayi normal fase oral proses menelan dtandai dengan gambaran yang dikenal dengan
suckle feeding yang disusul dengan perkembangan transitional feeding (usia 6 – 36
bulan) dan kemudian mature feeding yang ditandai dengan menggigit dan mengunyah.
Pematangan dari perilaku makan terjadi terutama sebagai hasil perkembangan system
saraf pusat, disertai aktifitas motor yang dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi
seperti thalamus dan korteks serebri.
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari disfagia pada pediatri dapat dibagi atas dua kelompok pediatri,
yaitu newborn dan infants/children. 8
Atresia esophagus merupakan diagnosis yang paling mungkin pada newborn,
sebelum didapatkan aspirasi dari saliva. Untuk menyingkirkan atresia esophagus dapat
dilakukan dengan memasukkan NGT. Adapun beberapa etiologi yang dapat menjadi
penyebab dari disfagia pada newborn adalah: 8
Tabel: Klasifikasi penyebab gangguan menelan (disfagia)
I. Anatomic Defets
A. Malformasi orofaring:
Obstruksi nasal
Palatoskisis
Macroglosia
Divertikel/ tumor pada faring
B. Gangguan esophagus
Atresia esophagus
Fistula tracheoesophageal
Stenosis esophagus
Kompresi external (vascular, tumor)
Tumor esophagus
II. Neuromuscular Brain Disorders
Retardasi mental
Cerebral palsy
Cranial nerv palsy (V, VII, IX, X, XI, XII)
Muscle disorders
III. Inflammatory Disorders
Crocopharingeal spasme
Swallowed corrosives
Infeksi (kandidiasis, herpes stomatitis, SJS)
IV. Trauma
Benda asing
Perforasi esophagus
V. PATOFISIOLOGI
Pada pediatri gangguan menelan jarang merupakan kelainan yang tersendiri,
tetapi lebih sering pada bayi dan anak–anak dengan gangguan yang multipel. Keadaan
yang mendasari terjadinya disfagia pada anak meliputi system saraf pusat dan perifer,
penbyakit otot, dan anomaly structural rongga mulutm faring dan esophagus.1,8
Kelompok dengan risiko terjadinya disfagia dan komplikasinya meliputi bayi
prematur dengan fungsi koordinasi menelan dan pernapasan yang kurang baik, bayi yang
lama tidak mendapatkan nutrisi peroral dan bayi dengan penyakit paru menahun. 1,8
Gangguan menelan dapat dikategorikan menurut fase menelan yang terganggu.
Gangguan fase oral yang mengenai fase preparasi dan fase propulsive biasanya
disebabkan kerusakan control dari lidah. Penderita mungkin mengalami kesulitan
mengunyah mekanan padat dan mengawali menelan. Ketika minum cairan penderita
dapat menampung cairan dalam ronggo mulut sebelum menelan. Akibatnya cairan
masuk sebelum waktunya ke faring yang belum siap, sehingga sering menyababkan
aspirasi. 8
Bila fase faringeal mengalami ganggaun yang berat, penderita mungkin tidak
dapat menelan makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan hidup. Dalam hal kelemahan otot – otot faring atau gangguan
koordinasi pergerakan atau kurang terbukanya sfingter esophagus atas, penderita
mungkin menahan makanan dalam jumlah berlebihan falam faring dan mengalami
overflow aspiration setela menelan. Gangguan pada fase ini mungkin disebabkan
penyakit neuromoskular. Obstruksi dapat disebabakan oleh tumor, masa keradangan,
trauma/reseksi bedah, diverticulum Zenker’s, web esophagus, lesi structural ekstrinsik,
massa mediatinal anterior, spondilosis servikal. 8
Fungsi esophagus yang terganggu dapat menyebabkan retensi makanan dan
cairan dalam esophagus setelah pembesaran limfonode mediastinal atau subkarnial, yang
disebabkan oleh infeksi (turbekolosis, histoplasmosis) atau keganasan seperti limfoma.
Anomaly vskular juga dapat menekan esophagus, dimana paling sering disebabkan arteri
subklavia kanan aberans atau arkus aorta ganda yang bertempat di sisi kanan. 8
VI. GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering terjadi dan sangat khas pada disfagia yaitu aspirasi.
yang diikuti oleh batuk yang keras, apnea, atau sianosis pada setiap kali makan atau
dengan adanya batuk keras dan infeksi bronco alveolar yang disebabkan oleh aspirasi
saliva kronik. 3,7,8,9,10
Gejala lainnya adalah dispnea yang berlangsung ataupun cenderung bertambah
saat anak makan. Dispnea berlangsung jika terdapat sumbatan jalan napas yang
disebabkan karena tersedak atau proses menelan itu sendiri. Dapat pula terjadi nasal
reflux. Hal ini tidak patologis jika berlansung bersama dengan muntah, namun menjadi
hal patologis jika terjadi selama proses menelan. Penyebab utamanya biasanya adalah
palatum yang abnormal atau paralisis dari palatum molle, tapi dapat pula disebabkan
karena akalsia pada sfingter esophagus superior. 7,8,9,10
Biasa pula tidak terlihat gerakan menelan karena tidak adanya isapan pada fase
kedua proses menelan karena laring tidak mengalami elevasi selama memasukkan
makanan. Gejala ini sering terlihat pada anak dengan pertumbuhan yang terlambat atau
pada anak dengan cerebral palsy. 7,8,9,10
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis yang teliti akan memungkinkan dokter untuk mengidentifikasi 80-85
persen penyebab disfagia. Hrus dibedakan kesulitan menelan ataukah nyeri saat menelan
(odinofagia). Odinofagia menendakan proses inflamasi atau proses keganasan. 1
Pada anamnesis penting untuk diketahui onset,lamanya dan keparahan disfagia.
Bermacam gejala yang berkaitan dengan disfagia dapat membantu mengarahkan
diagnosis banding ke arah diagnosis yang spesifik atau ke diagnosis yang berkaitan
anatomis-patofisiologis. Disfagia terhadap makanan padat menunjukkan obstruksi
esophageal atau structural. Disfagia terhadap cairan menunjukkan kelainan faring seperti
penyakit neuromuscular.
Anak dengan disfagia dapat mengalami gejala tersedak, batuk, sesak atau menjadi
biru (sianosis) pada saat makan atau minum. Apabila gejala ini terjadi pada saat
menelan, letak gangguan biasanya orofaringeal, apabila batuk segera setelah menelan
mungkin suatu gangguan faring esofagial. Gejala yang muncul setelah makan mungkin
menunjukkan suatu refluks gastro esofagial atau suatu retensi bahan makanan dalam
suatu divertikulum atau esophagus yang mengalami dilatasi. 4,5
Penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan pada penderita disfagia
merupakan indicator derajat dan lamanya penyakit. Riawayat pembedahan atau trauma
pada faring, dada atau abdomen harus digali. Penderita juga harus ditanya apakah
menelan bahan kaustik atau obat –obatan medikamentosa yang dapat merusak mukosa.
Pemakaian obat–obatan seperti antihistamin, antikolinergik dapat mempengaruhi fungsi
kelenjar air liur atau persarafan pada proses menelan.4,5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan yang difokuskan pada organ atau gejala
khusus dengan berdasarkan pada riwayat penyakit sering dapat mengidentifikasi
penyebab disfagia.
Sptula lidah dan kaca dapat membantu melihat palatum molle dan mobilitas pita
suara, tentunya pada anak pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan bila anak kooperatif.
Bila memungkinkan palpasi bimanual dengan mememakai sarung tangan dapat
dilakukan untuk memeriksa lantai dasar mulut, lidah dan bibir untuk mendeteksi massa
atau fungsi motorik abnormal. Palpasi juga dilakukan didaerah leher untuk meraba
adanya massa atau limfadenopati yang dapat menyebabkan disfagia obtruktif.
Pemeriksaan neurologist harus meliputi penilaian status mental penderita, fungsi
motorik dan sensorik, refleks tendon dalam dan saraf cranial dan pemeriksaan serebelar.
Penderita dengan ganugguan kognitif harus dinilai dengan hati –hati. Saraf cranial harus
diperhaitkan khusus terutama yang berhubungan dengan proses menelan yaitu
komponen motorik saraf V, VII, IX, X dan XII dan komponen sensorik saraf V, VII, IX,
X dan XII. Penurunan refleks gag berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi.
Suara yang basah mungkin berkaitan dengan aspirasi laryngeal jangka panjang,
sedangkan suara yang mendesah lemah menandakan gangguan pada pita suara.
Pengamatan pada saat pemberian makan meliputi pengamatan ada tidaknya
kemampuan dan ketrampilan motorilk oral pada saat makan yaitu penutupan bibir,
dorongan rahang, dorongan lidah, refleks gigitan, penutupan rahang dan sebagainya.
Pada anak dengan gangguan menelan refleks dan gerakan menelan mungkin akan
memanjang. Posisi leher, kepala dan tubuh pada saat menelan juga harus diperhatikan,
demikian pula perilaku makan seperti gerakan lidah, ketidaksesuaian mulut. Gejala
tersedak, hambatan (gagging), perubahan kualitas suara juga dapat diamati satu menit
atau lebih untuk melihat adanya respon batuk yang terjadi lambat. Pengamatan langsung
diawali dengan penderita mencoba menelan sedikit (segelas) air. Bila mungkin penderita
kemudian diminta mencoba menelan berbagai jenis makanan.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan harus berdasarkan
arahan dari anamnesis yang seksama dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan
darah lengkap dapat meunnjukkan adanya infeksi atau inflamasi yang menyebabkan
disgfagia. Adanya melnutirsi mengindikasikan perlunya pemeriksaan protein serum.
Pemeriksaan kadar tiroid dapat membantu mencari penyebab disfagia berkaitan dengan
hipotiroidisme atau hipertiroidisme.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan lanjutan biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan
menentukan resiko terhadap aspirasi, walaupun anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup
untuk mengidentifikasi etiologi disfagia. 7
Imaging
Pemeriksaan foto polos leher merupakan pemeriksaan yang cepat dan murah
tetapi tidak dapat memperlihatkan mekanika menelan dan kealinan mukosa, oleh karena
itu hanya diindikasikan pada kecurigaan adanya penyebab disfagia yang spesifik seperti
keradangan (epiglotitis, abses retrofaring), atau benda asing yang radio opak. 7,9,10
Ultrasonografi
Ultrasonografi lidah dan faring dapat mengevaluasi lidah posterior dari tulang
hyoid dan dapat membantu melihat adanya lesi ekstramural dan submukosal dari
esophagus. Keuntungan lain adalah pemeriksaan ini dapat memperlihatkan
mobilitas dan transit bolus dan mengidentifikasi adanya statis. Pemeriksaan ini tidak
memakai radiasi, portable, dan dapat mengevaluasi gerakan makan. Akan tetapi
ultrasonografi ini tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi faring dan laring karena
adanya otot-otot di sekeliling. 7,9,10
Fluoroskopi
Cineradiografi dan videofluoroskopi adalah tehnik pencitraan primer yang dapat
dilakukan untuk mengivestigasi kesulitan menelan. Barium-contrast liquid (dalam gelas
atau botol) atau bentuk padat (kue, pudding) digunakan untuk anak-anak. Metode ini
dapat mengevaluasi fase faringeal dan esophageal. Videofuoroskopi menjadi pilihan
karena biayanya yang murah dan rendah radiasi. Informasi utama yang didapatkan
adalah adanya nasal reflux (velofaringeal inkompeten), elevasi laryngeal, dan ketepatan
waktu dari proses menelan. 7,8,9,10
Endoskopi
Endoskopi dilakukan dengan memasukkan flexible fiberoptic secara transnasal
yang digunakan untuk mengevaluasi beberapa aspek menelan. Fase oral tidak terlihat
pada endoskopi, dan selama menelan, karena kontraksi faring dan tertutupnya lapangan
pandang. 7,9,10
Transnasal laringoskop digunakan untuk menilai proses menelan fase faringeal.
Prosedur ini sensitive untuk mendeteksi premature bolus loss, penetrasi pada laring,
aspirasi trakea, dan residu pada faring. Dikarenakan kontraksi dari faring dapat
menyumbat lumen faring, maka Fiberoptic endoscopic examination of swallowing
(FEES) tidak dilakukan untuk melihat pergerakan makanan pada saluran pencernaanatau
melihat bolus makanan selama proses menelan. (medscape)
Esofagaskopi
Esofagaskopi bertujuan untuk melihat langsung isi lumen esophagus dan
mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku atau yang lentur (Flexible fiberoptic
esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasive, maka perlu persiapan yang
baik. 1, 7,9,10
Manometri
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esophagus.
Dengan mengukur tekanan dalam lumen esophagus dan tekanan sfingter esophagus
dapat dinilai gerakan peristaltic secara kualitatif dan kuantitatif. 1,7,9,10
Diagram diagnosis disfagia pada pediatri
Disfagia pada anak – anak juga dapat disebabkan karena menelan benda asing,
dimana pada keadaan ini keluhan disfagia mungkin beralih menjadi keluhan pernapasan.
Benda asing dalam esophagus akan mudah menekan membrane posterior trakea atau
laring sehingga mengahasilkan batuk, stidor, wheezing atau choking.8
Tabel: Kondisi yang menyebabkan disfagia pada pediatri
KondisiDisfagia yang progresifDisfagia yang mendadakKesulitan memulau menelanMakanan cekat waktu menelan
BatukPada awal menelanPada akhir menelan
Kehilangan berat badanDengan regurgitasi
Gejala – gejala yang intermitenNyeri dengan disfagia
Nyeri diperparahHanya makanan padatMakanan padat dan cair
Regurgirtasi dari makanan lamaKelemahan dan disfagia
HalitosisDisfagia membaik dengan menelan berulangDisfagia diperperah dengan makanan dingin
Diagnosis yang dipertimbangkanDisfagia neuromuscularDisfagia obtructif, esofagitasDisfagia orofaringealDisfagia esofangeal
Disfagia neuromuscularDisfagia obstructif
KarsinomaAkalisasi
Struktur Peptik slerodermaCincin dan web spasme esophagus difus, Nutcracker esophagusEsofagitisPaska radiationInfeksi:herpes simplex viru monilia
Pill-induced
Disfagia obstructifDisfagia neuromuscularDiverkulum ZenkerStroke, distrofi muscular, myastheniagravisSkelrosis multiple
Divertikulum ZenkerAkalasiaGangguan modalitas neuromuscular
VIII. PENANGANAN
Disfagia pada anak kebanyakan terjadi bersama perkembangan yang abnormal
atau lambat, yaitu perkembangan kognitif, motorik oral, ketrampilan motorik halus dan
kasar. Penatalaksanaan harus mempertimbangkan umur perkembangan anak, tingkat
fungsional kemampuan menelan saat itu, contohnya kemampuan mengunyah,
kemampuan untuk mengendalikan memenipulasi bolus Disfagia membutuhkan
penanganan ahli dari multidisiplin yang terdri dari dokter, fisioterpis, ahli diet, perawat.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat disebabkan karena fungsi motor oral,
kesulitan mengkomunikasikan keinginan untuk makan atau kesukaannya.
Ketidakmampuan makan mandiri, fefluks gastro esofangeal dan aspirasi. Penilaian diet
oleh ahli diet yang berengalaman di bidang pediatric dapat membantu mengatasi
masalah nutrisi. Disamping itu perlu untuk mencatat asupan dan kehilangan cairan,
mancatat asupan makanan anak dan pertmabahan berat badannya dan memantau
lamanya makan
Pemeriksaan VFSS dapat membantu untuk menentukan tekstur makanan mana
yang paling aman. Modifikasi makanan dapat berfariasi tergantung berdasar tekstur
makanan yang berbeda dan kemampuan anak untuk mengunyah. Biasanya
direkomendasikan seukuran gigitan kecil. Pada beberapa meningkatkan kepakaan
sensoris dalam rongga mulut, membantu pembentukan bolus dan mengurangi waktu
transit di faring.
Anak dengan gangguan neuromuscular disertai kelemahan dam hillangnya
koordinasi menelan lebih mudah menelan makanan dengan mengurangi aspirasi. Pada
anak – anak harus diberikan bermacam – macam rasa dari ditolerir harus dicatat untuk
menentukan mana yang paling efektif.
Anak – anak dengan control kepala dan stabilitas badan yang jelek memerlukan
teknik positioning yang sesuai dan individual. Anak dengan serebal palsi berat dan
gangguan makan, posisi makan tergantung derajat disfagia dan apakah disfagia terutama
faringeal atau oral. Pada anak dengan kelainan utama pada fase faringeal,
direkomendasikan posisi tegak dengan leher dan panggul fleksi. Penilaian secara visual
saja tenang posisi menelan yang aman dan efektif tidak cukup, sehingga diperlukan
pemeriksaan VFSS.
KOMPLIKASI DISFAGIA
Disfagia menyebabkan penderita mudah mengalami aspirasi, dimana aspirasi
selanjutnya akan menybabkan pneumonia. Beberapa factor yang mempengaruhi
terjadinya aspirasi ini diantaranya adalah jumlah, sifat fisik dan letak kedalaman aspirasi
serta meknisme pembersihan oleh paru. Aspirasi semakin berbahaya pada aspirasi
dalam jumlah yang lebih besar, letak yang semakin distal dan sifat yang lebih asam. Bila
aspirasi diikuti organisme infeksius atau bahkan flora normal mulut sekalipun, maka
akan dapat menbyebabkan pneumonitis.
Malnutrisi dan dehidrasi sendiri merupakan factor resiko untuk terjadinya
pneumonia. Malnutrisi menyebabkan seseorang rentan terhadap perubahan kolonisasi
bakteri di orofaring dan menurunkan pertahankan terhadap infeksi dengan menekan
system imunitas. Malnutrisi juga menyebabkan letargi, kelemahan dan penurunan
kesadaran yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan terjadinya aspirasi.
Tambahan pula bahwa manutrisi mengurangi kekuatan batuk dan mekanisme
pembersihan paru sebagai factor pertahanan terhadap aspirasi.
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi karena asupan cairan yang kurang.
Sebaliknya, dehirasi juga merupakan factor resiko terjadinya pneumonia. Hal ini
disebabkan pertama karena berkurangnya aliran air liur yang dapat perubahan kolonisasi
di orofaring, kedua karena letargi dan perubahan status mental yang dapat meningkatkan
aspirasi, dan ketiga karena menurunnya system imunitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eflaty Arsyad, Nurbaiti Iskandar, Jonny B, dkk. Kesulitan Menelan in: Buku ajar
ilmu kesehatan THT-KL, edisi keenam. Jakarta: FK-UI; 2007,p.277-84.
2. Pp
3. Cumming Charles, et.all. Oral Cavity/ Pharings/ Esophagus in: Cumming
otholarhyngolongi, head, and neck surgery 4th edition.USA: Elsevier,2007,part
six chapters 62-3.
4. Anatomi
5. anatomi
6. Kesulitan makan pada pasien :survey di unit pediatric rawat jalan
7. Cummings chapter 80
8. Cumming Charles, et.all. Aspiration and swallowing in: Cumming
otholarhyngolongi, head, and neck surgery 4th edition.USA: Elsevier,2007,part
seventeen chapter 189.
9. Medscape
10. mayo