REFERAT
HEMORRHOID
Disusun oleh :
Nur Ain Tahtarini Rian Ahadiyah s.ked
09700264
Dokter Pembimbing :
Dr. M Jundi Agustoro, Sp.B
SMF ILMU BEDAH
RSUD BANGIL
JAWA TIMUR
2015
1
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5
2.1 Definisi ....................... ...................................................................... 5
2.2 Anatomi Kanalis Anal............................................................................... 5
2.3. Epidemiologi ......................................................................................... 7
2.4 Etiologi ......................................................................................... 7
2.5 faktor resiko …………………………………………………………….. 8
2.6 Patofisiologi ......................................................................................... 8
2.7 Klasifikasi ......................................................................................... 9
2.8 Tanda dan Gejala....................................................................................... 11
2.9 Diagnosis ......................................................................................... 11
2.10 Diagnosis Banding.................................................................................. 12
2.11 Penatalaksanaan...................................................................................... 13
2.11.1. Terapi Konservatif............................................................................... 13
2.11.2. Terapi Medikamentosa........................................................................ 13
2.11.3.Terapi Non Operatif Elektif................................................................. 14
2.11.4.Terapi Operatif .................................................................................... 15
2.12 Komplikasi....................................................................... 15
2.13 Pencegahan...................................................................... 16
2.14 Prognosis.......................................................................... 16
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hemorroid merupakan penyakit yang cukup sering terjadi,walaupun
patogenesisnya belum sepenuhnya dipahami tetapi peranan kerusakan penyangga
pembuluh darah,hipertrofi sfinkter ani dan beberapa faktor pemburuk yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrarektum mempunyai kontribusi untuk
terjadinya hemorroid.
Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti
mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang
mengalir. Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam
pelksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik, tetapi akan
menjadi patologi apabila tidak mendapat penanganan/pengobatan yang baik.
Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa saja, tetapi juga diikuti oleh
penambahan jaringan disekitar vasa atau vena.
Hemorroid adalah penyakit yang cukup sering terjadi di masyarakat dan
tersebar luas diseluruh dunia.Prevalensi penyakit ini di USA diperkirakan sekitar
4-5%.Hemorroid bukan penyakit yang fatal,tetapi sangat mengganggu
kehidupan.Sebelumnya hemorroid ini dikira hanya timbul karena stasis aliran
darah daerah pleksus hemorroidalis,tetapi ternyata tidak sesederhana
itu.Simptomatologi sering tidak sejalan dengan besarnya hemorroid,kadang-
kadang hemoroid yang besar tidak/hanya sedikit memberikan keluhan,
sebaliknya hemorroid kecil dapat memberikan gejala perdarahan masip.Karena
itu untuk diagnosis hemorroid memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan konfirmasi yang teliti serta perlu dievaluasi dengan seksama agar
dapat dicapai pendekatan terapeutik yang sesuai.
Hemoroid dibedakan antara interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah
pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh
mkosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskular di dalam jaringan
submukosa pada rektum sebelah bawah. Hemoroid sering dijumpai pada tiga
3
posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid
yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer tersebut.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di
bawah epitel anus.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan
secara lngar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari
rektum sebelah bawah anus. Pleksus hemoroid internus mengalirkan darah ke
vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah erinium dan
lipat paha ke vena iliaka.
Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang
memegang peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi
menahun, kehamilan, dan obesitas.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini
menyebabkan pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat
umum hemoroid lebih dikenal dengan wasir. (de Jong, 2005)
Hemoroid dibedakan hemoroid interna dan eksterna:
1. Hemoroid interna
Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior diatas
garis mukokutan (linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini
merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan submukosa pada rektum sebelah
bawah. Sering hemoroid terdapat pada posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-
belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga
letak primer tersebut.
2. Hemoroid eksterna
Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di bawah
linea dentata dan ditutupi oleh epitel gepeng. (de Jong, 2005)
.
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
5
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
“hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior”.
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.
2.2 Anatomi Kanalis Anal
Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi dengan
mekanisme sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh
mukosa glandular rektal. Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang
sampai 6-10lipatan longitudinal, yang disebut columns of Morgagni, yang
masing masing memiliki cabang terminal dari arteri rektal superior dan vena.
Lipatan-lipatan ini paling menonjol di bagian lateral kiri, posterior kanan dan
kuadran anterior kanan, dimana vena membentuk pleksus vena yang menonjol.
Mukosa glandular relatif tidak sensitif, berbeda dengan kulit kanalis, kulit
terbawahnya lebih sensitif.
Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal,
spinter eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang
semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan
puborektalis sling (yang merupakan bagian dari levator ani) muncul dari dasar
pelvis.
Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui
arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior
merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media
merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis
inferior dicabangkan oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari
arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti perjalanan
yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu
6
pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal
junction,dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah
anorectal junction dan di luar lapisan otot.
Gambar 2.1. Kanalis Anal
Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik.
Serabut saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan
keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral
kedua, ketiga, dan keempat.
2.3 Epidemiologi
Hemoroid sering terjadi pada dewasa dengan umur 45 sampai dengan 65
tahun . Di Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana
pasien dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per
100.000 jiwa. Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak
7
48 persen dari pasien yang menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan
perdarahan anorektal memperlihatkan adanya hemoroid.
Meskipun begitu, menurut Pigot dkk pada tahun 2005 epidemiologi
hemoroid tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang
sangat bervariasi. Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak
berkonsultasi dengan dokter. Pasien terkadang merasa ragu untuk mengobatinya
karena rasa takut, malu, dan nyeri pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang
sebenarnya dari penyakit ini tidak dapat dipastikan.
2.4 Faktor resiko
1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
2. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis
4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
2.5 Etiologi
Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain kurangnya
mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum,
kurang memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika,
kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen,
tumor usus), dan sirosis hati.
Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi
terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang
tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal,
8
jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering
dan keras.
Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun
perempuan. Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami
hemoroid. Hemoroid juga terjadi pada wanita hamil. Pada wanita hamil, janin
pada uterus, serta perubahan hormonal, menyebabkan pembuluh darah
hemoroidalis meregang. Semua vena dapat diperparah saat terjadinya tekanan
selama persalinan. Hemoroid pada wanita hamil hanya merupakan komplikasi
yang bersifat sementara.
2.6 Patofisiologi
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong
dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk pernah menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
9
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.
2.7 Klasifikasi
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a.Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf
nyeri somatik.
b.Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c.Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit
pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.
10
Gambar 2.2. Hemoroid
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya merupakan
hematoma. Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk ini
sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor
nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skintag berupa satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna sendiri diklasifikasikan lagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a.Derajat I
Terjadi varises/pelebaran vena tetapi belum ada benjolan/prolaps saat defekasi.
b.Derajat II
Adanya perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan selama
defekasi berlangsung, tapi prolaps ini dapat kembali secara spontan.
c.Derajat III
Sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat kembali secara spontan
dan harus didorong (reposisi manual).
d.Derajat IV
11
Prolaps tidak dapat direduksi/inkarserasi. Prolaps dapat terjepit diluar, dapat
mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat ini hal ini
terjadi baru timbul rasa sakit.
Gambar 2.3. Derajat Hemoroid Interna
2.8 Tanda dan Gejala
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid, yaitu:
a.Hemoroid internal
Prolaps dan keluarnya mukus.
Perdarahan.
Rasa tak nyaman.
Gatal.
b.Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Nyeri (jika mengalami trombosis).
Gatal.
2.9 Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk hemoroid dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik akan
12
menghasilkan diagnosa yang tepat. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor
obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intra abdominal yang
tinggi (mengejan), pasien yang sering jongkok berjam-jam di toilet, dan dapat
disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
Pada anamnesis juga biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya
darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan
adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien
akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman.
Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis.
Setelah anamnesa, pemeriksaan fisik diperlukan untuk mendiagnosis
sebuah hemoroid.
1. Inspeksi
Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi trombus.
Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh
pasien mengejan. Prolpas dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
2. RT (Rectal Toucher)
Pada pemeriksan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan
vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri, colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.Pada posisi
litotomi, benjolan paling sering terdapat pada jam 3, 7, dan 11. Ketiga letak itu
dikenal dengan three primary haemorrhoidal areas.
3. Anaskopi
Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak
menonjol ke luar. Anoskop dimasukan dan diputar untuk mengamati keempat
kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol ke
dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
13
4. Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih
tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
2.10 Diagnosis Banding
Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna
juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertiel, polip, kolitis
ulserosa, dan penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum.
Prolpas rektum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna. Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit
dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak
14
akibat trombosis hemoroid eksterna sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya
lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit, dapat
menunjukan adanya fisura anus.
2.11 Penatalaksanaan
2.10.1. Terapi Konservatif
Diet berserat, buah-buahan, sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat
yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa
tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga
feses menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi
usus menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan.
2.10.2. Terapi Medikamentosa
Terapi ini ditujukan bagi pasien hemoroid dengan derajat awal. Obat
antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk
mengurangi udem jaringan karena inflammasi.Antiinflammasi ini biasanya
digabungkan dengan anestesi lokal,vasokonstriktor,lubricant,emollient dan zat
pembersih perianal. Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya
sendiri,tetapi akan mengurangi inflammasi,rasa nyeri/tidak enak dan rasa
gatal.Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid
karena bekerja sebagai anti inflammasi, antipruritus dan
vasokonstriktor.Walaupun demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi
tidak baik karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.Demikian pula obat yang mengandung anestesi lokal perlu
diberikan secara hati-hati karena sering menimbulkan reaksi buruk terhadap
kulit/mukosa.
Sitz bath (bagian anus direndam di waskom/ember dengan air hangat +
permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek membersihkan perianal.
Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan
tonus vena sehingga mengurangi kongesti.Daflon merupakan obat yang dapat
15
meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh
darah.Penelitian double blind placebo-controlled dari Daflon ternyata
memberikan manfaat untuk terapi hemorroid baik pada keadaan non akut
maupun pada saat ekaserbasi akut.
2.10.3. Terapi Non Operatif Elektif
1.Skleroterapi
Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil,
quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi
adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema,
reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkanfibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik ini murah dan
mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang
tinggi.
2.Rubber band ligation.
Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia,
ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding
rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
16
3.Infrared thermocoagulation.
Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah
kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis
jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4.Cryotherapy.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk
merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,
menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan
banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik
yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid.
2.10.4. Terapi Operatif
1.Hemoroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi ini juga dapat dilakukan pada
penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan
cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang
mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatian pada hemoroidektomi adalah eksisi hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.
2.Stappled Hemorrhoidopexy.
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal
dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya
rasa nyeri paska operasi.
17
2.12 Komplikasi
Perdarahan akut pada umunya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah
adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal
sistemik pada hipertensi portal dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Perdarah akut semacam ini dapat
menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan kronis menyebabkan
terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang keluar tidak dapat diimbangi oleh
jumlah yang diproduksi. Sering pasien datang dengan Hb 3-4. Pada pasien ini
penanganannya tidak langsung operasi tetapi ditunggu sampai Hb menjadi 10.
2.13 Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi
hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka
kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti seperti ligasi cincin
karet menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50% antara kurun waktu 5-10
tahun.
18
2.14 Pencegahan
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah berulangnya
kekambuhan keluhan hemoroid, diantaranya :
1.Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar.
2.Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan
buah serta kacang-kacangan) serta banyak minum air putih minimal delapan
gelas sehari untuk melancarkan defekasi.
3.Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras.
4.Tidur cukup.
5.Jangan duduk terlalu lama.
6.Senam/olahraga rutin.
19
DAFTAR PUSTAKA
Arullani A and Capello G.Diagnosis And Current Treatment Of Hemorrhoidal Disease. Angiology. 1994;45:560-565
Barnet JL.Anorectal Diseases dalam Textbook of Gastroenterology ed.3. Yamada T(ed) Lippincot William&Wilkins.Philadelphia.1999:2083-2088.
Keighley MRB,William NS.Surgery Of The Anus Rectum And Colon. WB Saunders Co. London.1993:295-363.
Jong De. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Rektum. Jakarta : EGC. P : 788-792.
Schrock TR.Examination Of Anorectum And Disases Anorectum Dalam Gastrointestinal Disease.Pathophysiology/diagnosis/management. edisi 5.Sleis enger MH,FordtrandJS(ed.).WB Sauders Co.Philadelphia.1993:1499-1502
Schuster MM,Ratych RE. Anorectal Diseases dalam Bockus Gastroenterology edisi 5.HaubrichW,Schaffner F, Berk JE(ed.).WB Saunders Co.Philadelphia.1995:1773-1776
20