Disediakan oleh : Emir Afif bin Mohamad Azlan
FARINGITIS
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Banyak
anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk
faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau
sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000
populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis.1
Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan pada dinding faring yang bisa
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk penyebab common
cold, adenovirus, mononucleosis atau HIV. Bakteri yang bisa menyebabkan faringitis adalah Streptokokus
grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Clamidia pneumonia. 2 Faringitis
dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab
faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi,
konsumsi alkohol yang berlebihan.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas
tentang definisi, etiologi, insidens, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang faringitis serta berbagai hal
lain yang berhubungan dengan penyakit ini.
Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit faringitis.
Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain yang ada
kaitannya dengan penyakit ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya kelihatan seperti corong dengan ukuran
bagian atasnya lebih besar dan bagian bawah yang lebih sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus
menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring
dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Unsur-unsur faring
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot. 3
1) Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk
saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, epitelnya torak berlapis mengandung sel goblet. Di bagian
bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna maka epitelnya gepeng
berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu, faring dapat juga
disebut bagian pertahanan tubuh terdepan. 3
2) Palut Lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas,
nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke
belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap.
Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozome yang penting untuk proteksi. 3
Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot
yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah
luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di
sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut
“rafe faring” (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafi oleh n.Vagus (n.X). 3
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot ini di sebelah
dalam. M.stilofaring berfungsi untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m. Palatofaring
mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja
sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stilofarig dipersarafi oleh n.IX, dan m.
Palatofaring dipersarafi oleh n.X. Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam
satu sarung fascia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus,
m.palatofaring dan m.azigos uvula. 3
M. levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan
ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius.M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum
mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. M.
palatoglosus membentuk arkus anterior laring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. M.palatofaring
membentuk arkus posterior faring. M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan
menaikkan uvula ke belakang atas. Kesemua otot-otot ini dipersarafi oleh n.X. 3
Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang
arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 3
Otot Pembuluh darah
M. konstriktor faring superior Arteri faringeal ascendens (cabang faringl)
Arteri fasialis (cabang tonsila)
M. konstriktor faring medial Arteri faringeal (cabang faring)Arteri fasialis (cabang tonsila)
M. konstriktor faring inferior Arteri faringeal (cabang faring)Arteri tiroideus inferior (cabang muskulus)
M. Palatopharyngeus Arteri fasialis (cabang palatine ascendens)Arteri maksilaris (cabang palatina)Arteri faringeal ascendens (cabang faring)
M. Salpingopharyngeus Sama seperti M. palatopharyngeus:
Arteri fasialis (cabang palatine ascendens)Arteri maksilaris (cabang palatine ascendens)Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)
M. Stylopharyngeus Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini
dibentuk oleh cabang faring dari N. Vagus, cabang dari N. Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang
faring dari N. Vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang
untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus
Glossopharyngeus. 3
Gambar 2. Persarafan faring
Saluran limfe
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan inferior. Saluran
limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas.
Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas,
sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. 3
Gambar 3. Sistem limfe
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring
(Hipofaring).
Gambar 4. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting
seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa
Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus
tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare,
yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan
vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 3,4
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring. Dengan
batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofaring (hipofaring)
merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4 -
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
Laringofaring disebut juga hipofaring dan terletak di bawah setelah orofaring. Dengan batas-batas
dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : epiglotis
- batas depan : laring
- batas bawah : esofagus
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur-struktur yang terdapat di laringofaring : 3,4
• Valekula : Dibentuk oleh dua buah cekung yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial
dan lateral (kantong pil).
• Epiglotis: Terletak di bawah epiglottis. Pada bayi berbentuk omega & pada perkembangan menjadi
lebar sampai dewasa. Epiglotis berfungsi proteksi glotis ketika menelan minuman/bolus
makanan
Pada tiap sisi laringofaring berjalan N.laring superior di bawah dasar sinus piriformis. 3,4
Gambar 5. Strukttur laringofaring (hipofaring)
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting yaitu
ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah
dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini
berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. 3,4
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis.
Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan
dengan fosa faringomaksila. 3,4
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan dasarnya terletak
pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi
di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang
melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua
bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior
(presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit
di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang
dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari
ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 3,4
Mukosa faring
Nasopharynx Bersilia,
Epitel torak berlapis dengan sel goblet
Bagian atas ditutupi palut lendir (mucous blanket)
Oropharynx Tidak bersilia
Epitel gepeng berlapis
Laryngopharynx Tidak bersilia
Epitel gepeng berlapis
Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan
artikulasi. 3-5
Fungsi respirasi
Faring merupakan sebagian dari saluran pernafasan. Otot-otot faring mempunyai “tonic dilator activity”
Yang berfungsi untuk mencegah orofaring kolaps karena tekanan negatif semasa inspirasi. Hal ini akan
memastikan lumen faring tetap terbuka. 3-5
Fungsi Menelan
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus yang terjadi secara
berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut: 3-5
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung
f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan air liur akan
membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di
tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi M. Levator veli palatine mengakibatkan rongga
pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring
(Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi M. Levator veli palatini.
Selanjutnya terjadi kontraksi M. Palatoglossus yang menyebabkan isthmus fausium tertutup, diikuti oleh
kontraksi M. Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 3-5
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring
ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M. Stilofaring, M.Tirohioid dan M.
Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepiglotika dan
M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex
yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan akan meluncur ke arah esophagus, karena valekula
dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 3-5
Fase esophageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung. Dalam keadaan
istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase
faringeal, maka terjadi relaksasi M. Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan
masuk ke dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring.
Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi
oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian
bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung sehingga tidak
akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika
dimulainya peristaltik esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah
bolus makanan lewat maka sfingter ini akan menutup kembali. 3-5
Gambar 6. Proses Menelan
Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Sewaktu bicara, palatum molle bergerak ke atas sewaktu produksi suara kecuali huruf M dan N.
Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum molle kearah dinding belakang faring. Gerakan
penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M. Salpingofaring dan M. Palatofaring,
kemudian M. Levator veli palatini bersama-sama M. Konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring M. Levator veli palatini menarik paltum molle ke atas belakang hampir mengenai dinding
posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring
yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M. Palatofaring
(bersama M. Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M. Konstriktor faring superior. Mungkin kedua
gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini
menetap pada periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum. 3-5
Fungsi proteksi
Pada faring terdapatnya rangkaian jaringan limfoid subepitel yang terletak di cincin Waldeyer. Jaringan
limfoid ini berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh. 3-5
FARINGITIS
Definisi
Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.2 Jaringan yang mungkin terlibat
antara lain nasofaring,orofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. 3-5
Etiologi
Banyak mikroorganisma yang dapat menyebabkan faringitis yaitu, virus (40-60%) bakteri (5-40%).
Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus
(±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus,
Herpes simplex virus type 1 & 2, Coxsackie virus A, Cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain
itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. 3-5
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S. pyogenes dengan 5-15% penyebab
faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-
anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia < 3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang
lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans,
Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 3-5
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko
penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang
gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. 3-5
Insidens
Setiap tahunnya ± 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Banyak
anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk
faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau
sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ± 200 kunjungan ke dokter tiap 1000
populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnik
dan jenis kelamin. Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak.
Puncak insidensi bakterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang
disebabkan infeksi grup A streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia < 3 tahun. 4,5
Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi
mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi
kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemis, pembuluh darah dinding faring menjadi
lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih
ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. 4,5
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular
toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari
Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan
dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut
glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 4,5
KLASIFIKASI FARINGITIS
Faringitis Akut
Gambar 7. Gambaran faringitis akut
i) Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan
tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 3-5
Gambar 8. Faringitis Virus
Selain menimbulkan gejala faringitis, adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada
anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang
banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan,
mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher
dan pasien tampak lemah. 3-5
ii) Faringitis Bakterial
Gejala pada faringitis yang disebabkan oleh bakteri antara lain, nyeri kepala yang hebat, muntah,
kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari
kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri pada penekanan. 3-5
Gambar 9. Faringitis Streptococcus
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor
criteria, yaitu : 3-5
(i) Demam
(ii) Anterior Cervical lymphadenopathy
(iii) Tonsillar exudates
(iv) absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat
infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus
group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. 3-5
iii) Faringitis Fungal
Penyebab dari fungal yang tersering adalah candida yang tumbuh di ukosa rongga mulut dan faring.
Keluhan yang sering timbul adalah nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak
putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 3-5
Gambar 10. Faringitis disebabkan candida
Gambar 11. Contoh jamur Candida albicans
Gambar 12. Gambaran mikroskopik Candida albicans
a. Faringitis gonorea
Faringitis ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Pasien yang menderita faringitis tipe
ini selalunya punya riwayat pernah melakukan riwayat seks oral atau kontak orogenital. Makanya selalu jika
didapatkan pasien dengan faringitis tipe ini, adalah wajib untuk ditanyakan kepada pasien apakah pernah
melakukan kontak orogenital sebelumnya. 3-5
Gambar 13. Gambaran penderita faringitis gonorrhea
Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.
Faktor predisposisi terjadi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh
rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab
terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 3-5
Gambar 14. Faringitis kronik
a) Faringitis Kronik Hiperplastik
. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa
dinding posterior tidak rata dan berglanular. Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak. 3-5
b) Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara
pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring. Pasien umumnya mengeluh tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 3-5
Faringitis spesifik
a. Faringits luetika
Faringitis leutika atau faringitis syphilis ini dapat disebabkan oleh Treponema palidum yang dapat
menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik penyakit ini
berbeza dan tergantung kepada stadium yang dapat dibahagi kepada tiga, iaitu primer, sekunder dan tersier. 3-
5
1. Stadium primer
Kelainan terdapat terlihat pada lidah, palatum molle, tonsil dan dinding faring seperti bercak
keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus
pada genitalia iaitu tiada rasa nyeri. Selain itu terdapat juga pembesaran kelenjar mandibula yang
tiada rasa nyeri jika ditekan.
2. Stadium sekunder
Jarang ditemukan pasien yang berada di stadium ini. Selalunya akan terlihat eritema pada dinding
faring yang menjalar ke faring
3. Pada stadium tiga, akan terlihat guma yang dimana predileksinya adalah pada tonsil dan palatum.
Guma pada dinding faring jarang ditemukan, namun sekiranya ada, ianya dapat meluas hingga ke
vertebra servikal dan dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum molle pula,
sekiranya sembuh akan membentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
palatum secara permanen.
Gambar 15. Faringitis luetika
Gambar 16. Contoh lesi luetika pada palatum iaitu stadium dua
Gambar 17. Contoh gumma pada palatum molle pada stadium tiga
Gambar 18. Contoh parasit Treponema pallidum
yang menyebabkan faringitis lues
b. Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan suatu proses sekunder dari tuberculosis di paru. Cara infeksi bisa
secara eksogen yang disebabkan kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman
melalui udara. Infeksi secara endogen pula dapat terjadi lewat darah yaitu pada tuberculosis milllier.
Sekiranya infeksi terjadi secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua-dua sisi dan dapat
ditemukan lesi pada dinding faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum molle, dan
palatum durum. Kelenjar regional akan turut membengkak dan penyebaran pada saat ini adalah secara
limfogen.3-5
Pasien dengan penyakit ini selalunya mempunyai keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan
odinofagi. Keluhan yang sering dinyatakan adalah seperti nyeri hebat di tenggorokan, nyeri telinga dan
pembesaran kelenjar getah bening servikal. 3-5
Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi.
Pada faringitis akut gejala dapat ringan berupa rasa tidak enak di tenggorok yang berakhir beberapa hari,
malaise ringan dan demam ringan. Pada keadaan berat sakit di tenggorok lebih hebat. Adanya keluhan sulit
menelan ludah, jika palatum edema akan menyebabkan batuk iritatif karena uvula mengenai pangkal lidah.
Terdapatjuga keluhan demam dan sakit kepala. 3-5
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan
pemeriksaan suhu tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat
dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah
bening di leher.4,5
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara lain yaitu : 4,5
pemeriksaan darah lengkap
GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus
group A
Kultur tenggorokan
Namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan radiologi terbatas.
Gambar 18. Contoh gambar bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan faringitis tuberkulosis
Penatalaksanaan
Pada faringitis virus pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air
yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi
herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan
pada anak < 5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.4,5
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan
antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis
dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat
menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada
anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan
analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau
antiseptik.4,5
Pada faringitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae obat yang selalu diberikan adalah obat
dari golongan sefalosporin generasi ketiga. Contohnya adalah seperti seftriakson dengan dosis sesuai dengan
berat badan pasien. 4,5
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan
memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis
diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada
hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis
atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga
kebersihan mulut.4,5
Pada faringitis spesifik akibat lues, obat pilihan pertama yang diberikan sebagai terapi adalah penisilin
dengan dosis tinggi. Sementara untuk faringitis yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, obat
yang harus diberikan adalah obat antituberkulosis (OAT) sama seperti terapi tuberculosis paru.4,5
Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh
dalam waktu 1-2 minggu. 4,5
Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu dapat terbagi dua, yaitu komplikasi lokal dan general. Pada
komplikasi lokal dapat terjadi penyebaran langsung ke laring di bagian inferior dimana terjadinya edema
glotis sehingga bisa menyebabkan obstruksi pernafasan. Pada komplikasi general, penyakit ini dapat
menyebabkan toksemia, bakteremia, septikemia dan piema. 4,5
BAB 3
KESIMPULAN
Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring,
nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang
menderita faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh,
konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi.
Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik,
suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle
yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan
pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan
diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh
dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka diberikan
antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan pasien dianjurkan istirahat
dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan
faringitis yang cukup. Umumnya pasien sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu
sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu
dapat juga terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.
Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenjer JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and neck surgery. 15th Ed. Lea
Febiger Book. Baltimore, Philadelphia, Sydney, Tokyo: p.236-44.
2. Radang Tenggorokan diunduh dari :
http://medicastore.com/penyakit/56/Faringitis_(Radang_Tenggorokan).html 05/07/2013
3. Rusmarjono, Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan Edisi
Ketujuh, Cetakan pertama, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
h195-8.
4. Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. Lippincott
Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States of America, 2006. p601-13.
5. Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Boies fundamentals of otolaryngology. A
text book of ear, nose and throat diseases 6th Ed. WB Saunders Co 2009: p,332-69.