KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segalapuji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“DERMATITIS KONTAK” Adapaun referat ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Pasar Rebo. Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan
referat ini masihjauh dari sempurna, tetapi penulis teap mencoba memberikan yang
terbaik dengan segala keterbatasan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini,
penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Gayanti
Germania, Sp.KK, dr.Hapsari Triandriyani, Sp.KK, dr.Christilla Citra Aryani, Sp.KK
selaku pembimbing selama kepaniteraan ini berlangsung dengan segala kesibukan
dan aktifitasnya, beliau masih dapat meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberikan saran, nasehat, semangat untuk menyelesaikan referat ini.
Kepada perawat dan staff yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama
penulis mengikuti pendidikan.
Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulisdan pembaca pada
umumnya. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangung
sehingga penyusun ini dapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi
kita.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Jakarta, Januari 2016
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................4
DERMATITIS KONTAK IRITAN..........................................................................5
I.1 Pendahuluan..........................................................................................................5
I.2 Epidemiologi..........................................................................................................5
I.3 Etiologi...................................................................................................................5
I.4 Patogenesis.............................................................................................................6
I.5 Gambaran Klinis...................................................................................................7
I.6 Diagnosis..............................................................................................................12
I.7 Diagnosis Banding...............................................................................................12
I.8 Penatalaksanaan..................................................................................................13
I.9 Prognosis..............................................................................................................13
DERMATITIS KONTAK ALERGIK....................................................................14
II.1 Definisi..................................................................................................................14
II.2 Epidemiologi........................................................................................................14
II.3 Etiologi.................................................................................................................14
II.4 Patologi.................................................................................................................15
II.5 Manifestasi Klinis................................................................................................16
II.6 Diagnosis..............................................................................................................18
II.7 Diagnosis Banding...............................................................................................21
II.8 Terapi...................................................................................................................22
II.9 Prognosis..............................................................................................................22
KESIMPULAN.........................................................................................................23
DAFTAR PUSAKA..................................................................................................24
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. DKI Akut…………………………………………………………………8
Gambar 2. DKI Lambat……………………………………………………………....8
Gambar 3. DKI Kronis…………………………………………………………….....9
Gambar 4. DKI Gesekan………………………………………………………….....11
Gambar 5. DKI Akneiform………………………………………………………….11
Gambar 6. DKI Asteatotik…………………………………………………………..12
Gambar 7. DKA kedua kaki akibat karet sandal…………………………………….15
Gambar 8. Pathogenesis hipersensitifitas tipe IV…………………………………...16
Gambar 9. Patch Test………………………………………………………………..21
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis kontak adalah istilah umum yang digunakan untuk reaksi inflamasi
akut dan kronik dari suatu substansi yang kontak dengan kulit (epidermis dan
dermis). Dermatitis kontak dibagi dua yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) yang
disebabkan bahan iritan kimia; dermatitis kontak alergi (DKA) yang disebabkan
antigen (allergen) yang memicu reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau
delayed).
Seperti yang kita ketahui, dermatitis kontak merupakan suatu penyakit kulit
yang insidensnya cukup tinggi. Perkembangan industri pada suatu negara pada
umumnya dapat meningkatkan insidensi dermatitis kontak. Selain itu dermatitis
kontak sendiri dapat terjadi pada siapapun, kapanpun dan dimanapun, dengan
etiologi yang bermacam-macam.
Dermatitis kontak memiliki gambaran lesi yang polimorf sehingga sulit untuk
untuk dibedakan dengan penyakit kulit lainnya terlebih yang berasal dari golongan
yang sama seperti, dermatitis atopik, neurodermatitis, dermatitis numular, dermatitis
seboroik. Bahkan dengan penyakit lain misalnya psoriasis, tinea korporis, selulitis.
Dengan banyaknya penyakit lain dengan lesi dan predileksi serupa maka
diagnosis dermatitis kontak menjadi lebih kompleks. Tujuan dari penulisan referat ini
adalah untuk mempermudah diagnosis dan pengobatan dermatitis kontak, sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis dan terapi pada penyakit ini.
4
BAB II
DERMATITIS KONTAK IRITAN
I.1 Pendahuluan
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik
pada kulit yang disebabkan akibat pajanan dengan bahan iritan yang dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, baik akut maupun kronik.1,2
I.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin.3,4
Dermatitis kontak iritan secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Frekuensi tinggi eksim tangan pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki disebabkan oleh faktor lingkungan bukan faktor genetik.4
Dermatitis kontak iritan kerja pada wanita hampir dua kali sesering pria,
berbeda dengan penyakit akibat kerja lain yang didominasi mempengaruhi laki-laki.
Wanita yang terkena lebih tinggi untuk iritasi kulit dari hal membersihkan rumah dan
mengurus anak-anak kecil di rumah. Selain itu, perempuan terutama melakukan
banyak pekerjaan yang berisiko tinggi untuk dermatitis kontak iritan (misalnya, tata
rambut, perawat).4
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak,
terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun sulit untuk diketahui
jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.3
I.3 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
5
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis.
Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak
dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan
daripada kulit putih), jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita),
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.2
I.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkrikan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Ada
empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membran)
keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasligliserida (DAG), platelet activating factor =
PAF, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG), dan leukotrien
(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
vaskulat sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi
sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat
perubahan vaskular. DAG dan second messengers lai menstimulasi ekspresi gen dan
sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage colony
stimulant factor (CMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2
6
dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan kulit klasik di
tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat.
Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.2
I.5 Gambaran Klinis
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan
gejala akut pada pajanan pertama (satu kali), sedangkan iritan lemah memberi gejala
kronis setelah pajanan berulang. Lesi lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai dengan
luas kontak bahan penyebab.2 Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya (misalnya, ras, usia lokasi, atopi, penyakit
kulit lain), faktor lingkungan (misalnya, suhu dan kelembaban udara, oklusi).3
Berdasarkan penyebab yang mengklsifikasi DKI faktor tersebut ada yang
mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu DKI akut, lambat akut (acute
delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan
akneiformis, noneritematosa dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi dua
kategori yaitu kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan
DKI kronik termasuk DKI kumulatif dan reaksi iritasi. Kategori lain terdiri atas DKI
lambat akut , DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif:3
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
7
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya
kontak iritan, terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis.
Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.3
Gambar 1. DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.
(Sumber: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology)
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Gambaran klinisnya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut.3
Gambar 2. DKI Lambat
(Sumber: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology)
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
8
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi nama lain adalah DKI kronis.
Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis,
misalnya gesekan, trauma mikro, kelembapan rendah, panas, atau dingin; juga
bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif
mungkin terjadi karena kerjasama beberapa faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila
bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-
minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan
rentetan kontak merupakan faktor penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur).
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh
pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli
bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut.3
Gambar 3. DKI kronis di tangan seorang pekerja tua
(Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1049353)
4. Reaksi Iritan
9
Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang
terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam
dalam beberapa bulat pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri,
menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi
DKI kumulatif.3
5. Dermatitis Kontak Iritan Traumatik
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti
panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6
minggu atau lebih lama.3
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat
secara histologi.3
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,
rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya terjadi di
daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling
sering menyebabkan penyakit ini.3
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan
yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,
dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah
yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan
seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan
bersisik, tetapi tidak gatal.
10
Gambar 4. DKI Gesekan.
(Sumber: http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm)
9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa
kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat
berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat dilihat pada pasien
dermatitis atopi maupun pasien dermatitis seboroik.
Gambar 5. DKI Akneiform.
(Sumber: : http://nature.com/bjc/journal/v103/n11/fig_tab/6605777f2.html)
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini
11
Gambar 6. DKI Asteatotik.
(Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1124528-overview)
I.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab
terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas,
sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain:3
Pemeriksaan Penunjang :
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk
menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk
mendiagnosis DKA.2,3
Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif
dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48
jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka
dapat didiagnosis sebagai DKI.
I.7 Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak alergi
2. Dermatitis numularis (bila berbentuk bulat)
3. Dermatitis seboroik (bila dikepala)2
12
I.8 Penatalaksanaan
Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut:2
A. Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan eliminasi bahan iritan tersangka
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri
B. Medikamentosa
1. Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan sajian klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan
prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek (3hari)
2. Topikal: sesuai dengan gejala klinis
Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan
larutan NaCl 0,9%
Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang (flusinolon asetonoid)
Emolien dengan bahan dasar petrolatum
Pimekrolimus sebagai pengganti kortikosteroid topikal patensi lemah
I.9 Prognosis
Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab
dapat diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau
dermatitis iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada
dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan
prognosis buruk. Dermatitis post-occupational persistent telah terlihat pada 11% dari
individu.3
13
DERMATITIS KONTAK ALERGIK
II.1 Definisi
DKA adalah peradangan pada dermis dan epidermis akibat reaksi
hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau delayed). Disebabkan oleh alergen yang
belum diproses (hapten) dengan badan molekul rendah (<1000 Dalton). 2
II.2 Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di masyarakat
sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.2
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA
20 %, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar 50
dan 60 %.2
II.3 Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah
(<1000 dalton), disebut sebagai bahan hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan
dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam
yang hidup. Berbagai factor berpengerahu terhadap kejadian DKA, misalnya potensi
sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan,
oklusi, suhu, dan kelembapan lingkungan, vehikulum dan pH. Juga factor individu,
misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit, atau terpajan sinar
matahari secara intens).2
14
Gambar 7. DKA kedua kaki akibat karet sendal
(sumber: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/contact+dermatitis)
II.4 Patologi
Secara umum patofisologi DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV
(delayed type) yang diperantarai komponen selular (sel T).2, 6
Proses tersebut dapat diamati dalam 3 fase, yaitu fase aferen, fase eferen, dan
fase resolusi. Pada fase aferen atau fase sensitisasi, hapten melakukan penetrasi ke
kulit dan membentuk kompleks dengan protein karier epidermis, membentuk
alergen. Molekul MHC II atau HLA-DR pada permukan antigenpresenting
Langerhans cells (LCs) berperan sebagai tempat melekat alergen tersebut.6 Setelah
keratinosit terpajan oleh hapten yang mempunyai sifat iritan, keratinosit akan
melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktivasi sel lagerhans dan mampu
menstimulasi sel-T.2 Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu
TNFα. TNFα ini akan menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans
pada epidermis, juga menginduksi gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans melewati membrane basalis menuju kelenjar getah bening. Sel T
tersensitisasi ini, meliputi sel Th1 (CD4) dan sel Tc1 (CD8), kemudian bermigrasi ke
kulit. Pada saat tersebut, individu telah tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu.2, 6
Fase eferen atau fase elisitasi terjadi pada pajanan ulang alergen kontak pada
kulit. Alergen ini kemudian dipresentasikan oleh sel Langerhans dan dikenali sel T
tersensitisasi yang akan menginduksi reaksi. Reaksi inflamasi ini diperantarai
15
komponen selular sistem imun spesifik. Sel T teraktivasi juga mengeluarkan IFN γ
yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengepskpresikan ICAM-1 dan HLA-DR.
Icam-1memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain
yang memproduksi LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk
berinteriaksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi
antigen kepada sel tersebut. IL-1 dapat merangsang kertinosit membentuk
eukasinoid. Sitokin dan eukasinoid akan menghasilkan sel mas dan makrofag. Sel
mas yang berada dekat pembuluh darah akan menghasilkan histamine. Eukasinoid
akan menyebabkan dilatasi vascular dan meningkatkan permeabilitas sehingga
molekul seperti komplemen dankinin mudah berdifusi ke dermis dan epidermis. Fase
elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.2, 6
Gambar 8. Pathogenesis hipersensitifitas tipe IV
(Sumber:http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/immunology/lectures/files/images/
type4_hypersensitivity.jpg)
II.5 Manifestasi Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yg berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel,vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi. DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak
mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang
16
kronis terlihat kulit kering, skuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batas
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis. 2
DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp,
telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.
Berbagai lokasi terjadinya DKA
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering
di tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering
digunakan unruk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibar kerja,
sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada
penderita. Pada pekerjaan yang basah, misalnya memasak makanan, mencuci
pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.2
Etiologi dermatitis sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan
disamping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan, misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida.2
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat
disebabkan deodoran, anti perspiran, formaldehid yang ada pada pakaian.2
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons, obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), semua
alergen yang kontank dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher
pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oelh
lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan
oelh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, dan salap mata.2
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lainm misalnya obat topikal, tangkai kacamara, cat
rambut, hearing-aids, gagang telepon.2
Leher. Penyabab kalung dari nikel,cat kuku (yang bersala dari ujung jari),
parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.2
17
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oelh tekstil, zat warna,
kancing logam, karet (elastism busa), plastik, detergen, bahan pelembut atau pewangi
pakaian. 2
Genitalia. Penyebab dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai
daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.2
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon,obat topikal, semen, sepatu/sandal.
Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, pembersih lantai.2
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi
secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian
timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat
meluas bahkan sampai eritriderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid,
balsam Peru. 2
II.6 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulir
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan
papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana
atau ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesa juga
meliputi riwayat pekerjaan, hobi obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang
pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.2
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.2
Uji Tempel (In Vivo Patch Test)
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan
uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya,
18
Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. (thin-layer rapid use epicutaneous) Test,
keduanya buatan Amerika Serikat. Harus diketahui bahwa hanya ada 23 bahan
alergen komersial yang diakui oleh FDA. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen
bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran
yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin sebagan
bahan ini yang bersifat sangat toksok terhadap kulit, atau walaupun jarang
memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan
tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. 2
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel dapat langsung digunakan apa adanya. Bila
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya,
misalnya sampo, sabun, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang
tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga
keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dalam potongan kecil bahan tersebut
yang direndam dalam air garam atau air dan ditempelkan di kulit dengan
menggunakan Finn Chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Namun
terkadang kita harus melakukan pemeriksaan lagi pada hari ke4 atau ke5. Bahkan
terkadang untuk menunjukkan reaksi positif dibutuhkan 7 hari (delayed reaction).2
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi reaksi “angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif
palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 miggu setelah pemakaian
kortikostreroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya 1
minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi
1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu.
Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga
karena urtikaria kontak.
19
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga
dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung
selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. 2
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji
telah menghilang atau minimal. Hasilnya diicatat seperti berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritama, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya makula eritematosa (?)
5 = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=not tested)
Reaksi excited skin atau angry back, merupakan reaksi positif palsu, suatu
fenomena regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi positif kuat, yang
dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif.
Fenomena ini pertama dikemukan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20, kemudian
diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. 2
Pembacaan kedua dilakukan pada 72 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua
ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergik atau iritan. Hasil
positif lambat dapat terjadi setelah 96 jam bahkan sampai satu minggu setelah
aplikasi.2
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan
setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara
20
pembacaan kesatu dan kedua (reaksi tipe cresendo), sedangkan respons iritan
cenderung menurun (reaksi tipe decresendo). 2
Gambar 9. Patch Test
Sumber: (https://en.wikipedia.org/wiki/Patch_test)
II.7 Diagnosis Banding
Kelainan kulit DKA sering tidak menimbulkan gambaran morfologik yang
khas dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik,
atau psoriasi. Diagnosis banding terutama ialah DKI. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergik.2
II.8 Terapi
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul. Selain itu perlu dilakukan penilaian identifikasi allergen
lebih lanjut.2, 5
Pemberian obat-obatan sistemik dilakukan untuk mengobati symptom yang
ada sesua gejala dan gambaran klinis. Apabila ada keluhan gatal dapat diberi
antihistamin generasi kedua.5
21
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula,
serta eksudatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit
akan mereda setelah beberapa hari.2
Terapi topical sesuai dengan pajanan klinis. Selain itu, dapat diberi kompres
terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0.9%. 5
II.9 Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan jadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan
oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau di lingkungan penderita.2
BAB III
KESIMPULAN
Setelah kita membahas keseluruhan dari dermatitis kontak, kini kita dapat
dengan mudah menentukan diagnosis dari dermatitis kontak sehingga dapat
memberikan terapi yang tepat. Dengan membahas lebih dalam mengenai etiologi,
manifestasi klinik dan pemeriksaan untuk dermatitis kontak. Dan kita juga telah
membahas dan mengetahui tentang perbedaan antara dermatitis kontak iritan dan
22
alergi beserta golongan dermatitis lain, sehingga tidak menimbulkan kesalahan
diagnosis.
Dengan menentukan diagnosis yang pasti dari dermatitis kontak, kita pun dapat
memberikan terapi yang sesuai seperti yang telah tercantum pada pembahasan di
atas. Karena jika kita salah memberikan terapi untuk penyakit yang berbeda dan
tidak menghindari faktor pencetusnya, maka akan berakibat penyakit tersebut
bertambah kronik dan menjadi lebih parah.
Prognosis dermatitis kontak umumnya baik, sejauh bahan kontak yang
menyebabkan iritan atau alergi dapat diidentifikasi dan disingkirkan. Prognosis
kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis endogen.
DAFTAR PUSAKA
1. Richard PU, Marcela R. 2010. Diagnosis and management of contact dermatitis.
American Family Physician. Tersedia dari: http://www.aafp.org.
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H,
Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008.p.130-133.
3. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. Dermatitis Kontak Iritan. PERDOSKI. 2011.p.127-129.
23
4. Hogan DJ. 2014. Irritant contact dermatitis. Terserdia dari:
http://emedicine.medscape.co m/article/1049353.
5. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. Dermatitis Kontak Alergi. PERDOSKI. 2011.p.130-132.
6. Sulistyaningrum, SK, et al. Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik Pada Geriartri.
MDVI. 2011;38(1) Hal 29-40
24
Top Related