Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 1
RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM MOTIF BATIK BANTEN
Ornament of 17th Century Terwengkal Artifacts in Batik Banten Motif
Dina Noventin Maghdalena¹, Yan Yan Sunarya², dan Imam Santosa²
¹Mahasiswa Magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung
²Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung
Korenspondesi Penulis
Email : [email protected]
Kata kunci: artefak, batik, ragam hias, terwengkal
Keywords: artifact, batik, ornament, terwengkal
ABSTRAK
Penemuan artefak Terwengkal abad 17 di wilayah Banten sejalan dengan penemuan ragam hias yang
menjadi cikal bakal terbentuknya motif Batik Mukarnas khas Banten. Ditemukan pada 1976 dan
ditindaklanjuti pada tahun 2002, artefak Terwengkal memiliki ragam hias yang dekoratif dan khas,
unik, serta tidak ditemukan di tempat lain. Oleh sebab itu, artefak Terwengkal disahkan sebagai
artefak khas Banten oleh pemerintah pada tahun 2003. Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten
dari zaman Kerajaan Islam, kini ragam hias artefak Terwengkal dikembangkan menjadi motif Batik
khas Banten oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten. Tujuannya, agar masyarakat Banten
sendiri mengetahui ornamen yang terdapat di tanah Banten dan dapat diterima dengan mudah oleh
masyarakat melalui motif batik. Selain itu, Banten belum memiliki motif batik yang khas sebagai
identitas daerah. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan estetik digunakan untuk
menganalisis ragam hias artefak Terwengkal abad 17 yang terdapat pada motif Batik Banten,
khususnya motif sebakingking, motif pancaniti, dan motif surosowan. Pengembangan motif batik khas
Banten dilakukan dengan cara menstilasi ragam hias dan kemudian menggabungkannya menjadi satu
corak utama dan corak pendukung. Jenis ragam hias yang ditemukan lebih banyak berbentuk flora,
geometris, dan alam benda. Banyaknya jumlah dan jenis ragam hias pada artefak Terwengkal memberi
kebebasan dalam mengembangkan dan menyusun motif batik, dari corak utama, pinggiran, maupun
isen-isen.
ABSTRACT The discovery of the 17th century Terwengkal artifact in the Banten region was in line with the discovery of
the ornament styles that will became the forerunner to the typical Banten Mukarnas Batik motif. First
discovered in 1976 and followed up in 2002, The Terwengkal artifact has a unique ornament which is not be
found anywhere. Therefore, the Terwengkal artifact was approved as a typical Banten artifact by the
government in 2003. As a form of Banten heritage since the Islamic empire era, now the ornamental of
terwengkal artifacts has been developed into a typical Banten Batik motif by Uke Kurniawan. Therefore, the
people will know about ornaments originated from Banten land and the ornaments can be easily accepted
by Bantenese through batik motifs. Banten does not have a batik motif as a regional identity. This research
uses qualitative method supported by aesthetic approaches to analyze the ornament terwengkal artifacts
found in Banten Batik motifs. Particularly sebakingking motif, pancaniti motif, and surosowan motif.
Development were made by stabilizing ornament styles and then combining them into one main and
supporting motif. The types of decoration found are mostly in the form of flora, geometric and natural
objects. Many types of decoration in abandoned artifacts give freedom in developing and composing batik
motifs, from the main pattern, the edges, and isen-isen.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 2
PENDAHULUAN
Pada masa Kerajaan Islam, Banten mengalami perkembangan dan pembangunan yang
pesat karena letak geografis yang strategis dengan adanya pelabuhan, dibawah
kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, dan Sultan Ageng Tirtayasa
yang mencapai puncaknya. Perbaikan fasilitas membuat pelabuhan semakin ramai didatangi
para pendatang asing maupun nusantara. Mayoritas para pendatang merupakan pedagang
karena letaknya yang berada di jalur perdagangan internasional. Kebudayaan Banten
semakin berkembang karena adanya pengaruh akulturasi budaya luar yang bersentuhan
langsung dari para pendatang, sehingga memberikan keberagaman dalam perkembangan
dan peninggalannya, sebagai bukti hasil kegiatan masyarakat yang tak ternilai.
Dalam dinamika budaya nasional, salah satu budaya lokal yang kini menjadi budaya
nasional adalah batik. Saat ini, budaya batik dikaitkan dengan citra identitas Indonesia di
mata dunia. Nama batik sendiri berasal dari bahasa jawa yaitu amba dan nitik yang
bermakna menulis atau menggambar titik. Batik digunakan sebagai penyaluran ide dan
kreasi yang memiliki arti tersendiri, kadang dihubungkan dengan tradisi, kepercayaan dan
sumber kehidupan yang berkembang dalam suatu masyarakat (Benito Kodijat dalam
Susanto, 1973). Kemudian, dalam tahap selanjutnya batik dapat dijadikan sebagai barang
ekonomi berdasarkan nilai fungsinya. Berbicara mengenai batik dan sejarahnya sudah pasti
yang terbayang adalah daerah Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Cirebon karena dikenal
sebagai daerah penghasil batik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nugroho pada Focus
Group Discussion, batik yang ada di nusantara adalah hasil dari budaya masyarakat Jawa
agraris. Seiring dengan perkembangan jaman, batik dihasilkan tidak hanya dari masyarakat
agraris namun sudah luas sampai ke masyarakat pesisir. Sekarang ini, beberapa daerah di
Indonesia sudah memiliki batik dengan ciri khas daerahnya sendiri, yang terwujud dalam
bentuk motif batiknya. Oleh karena itu, dengan melihat motif pada kain batik, kita dapat
mengenali perbedaan budaya dan ciri khas dari berbagai daerah.
Menurut Mundardjito, dkk (1986) pada tahun 1976, arkeolog Universitas Indonesia yang
bekerja sama dengan arkeolog nasional melakukan penggalian atau ekskavasi untuk
mendapatkan artefak-artefak Terwengkal, yaitu warisan budaya dari masa Kerajaan Islam di
Banten abad 17. Lokasi penemuan artefak adalah di wilayah Sukadiri, Panjunan, Banten
Lama, dan Banten Girang (Juliadi, 2005). Penemuan artefak saat itu menarik perhatian para
arkeolog, tokoh masyarakat dan pemerintah. Kemudian, pada tahun 2002 dilakukan
pengkajian guna mengetahui detail dari artefak dan didapatkan hasil 75 ragam hias dengan
dekoratif yang khas, unik, dan tidak ditemukan di tempat lain. Guna kegiatan konservasi,
maka pemerintah mengesahkan ragam hias artefak Terwengkal sebagai ragam hias khas
Banten. Aplikasi ragam hias tersebut juga terdapat pada benda-benda dan arsitektur ketika
masa kejayaan pemerintahan Islam Kesultanan Banten.
Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten dari zaman Kerajaan Islam, kini ragam hias
artefak Terwengkal dikembangkan menjadi motif batik khas Banten. Sebab, Banten belum
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 3
memiliki motif batik yang khas sebagai identitas daerah. Hal tersebut diwujudkan oleh
Panitia Peneliti dan Pengembang Batik Banten pada tahun 2003. Revitalisasi dilakukan
dengan tujuan mengangkat nilai derajat ragam hias tersebut, sekaligus memperkenalkan dan
menyampaikan dengan baik kepada masyarakat modern tentang salah satu heritage yang
dimiliki Banten.
Pemilihan kain sebagai media menurut Al-Bantani (2012) dinilai mudah dan efektif guna
melestarikan dan menyebarluaskan ragam hias melalui motif. Sebab, kain merupakan salah
satu kebutuhan primer setiap individu. Pemilihan batik sebagai objek baru untuk revitalisasi
ragam hias artefak, selain sebagai upaya penghidupan kembali batik di wilayah Banten, juga
untuk mengembangkan tradisi membatiknya.
Ungkapan Soekamto (1985) tentang pemaknaan batik yakni orang akan merasakan
denyut nadi dari semangat hidup bangsa Indonesia, keyakinannya, pandangan hidupnya,
dan tujuan masa depannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, menunjukkan betapa
dalamnya falsafah yang terkandung dalam motif batik berdasarkan keyakinan, harapan, dan
cita-citanya. Sehingga penciptaan motif batik tidak hanya tentang perpindahan ragam hias
ke kain. Begitu halnya dengan Batik Banten, melalui penggambaran motifnya terdapat
sebuah deskripsi sejarah tentang Banten yang kemudian diberikan sebagai nama motif pada
batik. Seperti tempat-tempat bersejarah di Banten, kesultanan di Banten, dan lainnya.
Namun belum ditemukan adanya pemaknaan yang berkaitan dengan kebudayaan
masyarakat Banten.
Batik Banten dikelola langsung oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten. Motif
yang diciptakan dan telah disahkan pada tahun 2004 ditahap awal sebanyak dua belas motif.
Diantaranya motif kapurban, motif datulaya, motif surosowan, motif pasepen, motif
mandhalika, motif srimangati, motif kawangsan, motif pasulaman, motif sabakingking, motif
pancaniti, motif pamaranggen, dan motif pejantren (Kurniawan, 2009). Motif-motif tersebut
berhubungan dengan toponim desa, gelar, dan tempat dalam Kesultanan Banten.
Telah dijelaskan di atas bahwa dalam sehelai Batik Banten banyak menyimpan sejarah
kebudayaan Banten, khususnya di masa Kerajaan Islam. Melalui pengembangan motif
sebagai upaya pelestarian menjadi lagkah yang tepat agar generasi baru di era milenial ini
mengetahui sejarah Banten, khususnya masyarakat Banten sendiri. Karena dunia saat ini
sudah semakin tak terbatas ruang dan waktunya, budaya luar dapat dengan mudah masuk.
Jika suatu masyarakat tidak mengetahui sejarah dan budayanya, secara perlahan mungkin
masyarakat setempat akan kehilangan jati diri dan akar budayanya seperti nilai-nilai luhur
berbasis kearifan budaya lokal sebagai falsafah dan pedoman hidup.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan analisis data
kualitatif. Pendekatan estetik digunakan untuk mengkaji visual ragam hias artefak
Terwengkal dalam motif Batik Banten, menguraikan unsur-unsur estetik mencakup bentuk,
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 4
gagasan dan penamaan artefak yang dihubungkan dengan peristilahan dalam Bahasa
Banten. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
data. Data-data yang digunakan berupa data primer (data visual) berupa ragam hias artefak
Terwengkal dan Batik Banten. Data sekunder menggunakan wawancara, dokumen tertulis
dan gambar yang relevan untuk memperkuat hasil analisis data. Teknik analisis data
menggunakan cara reduksi, menyajikan, dan menarik kesimpulan dengan merujuk pada teori
estetika dan pendekatan estetik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Artefak Terwengkal
Pernyataan Koentjaraningrat (2004) tentang tiga wujud dan isi kebudayaan salah
satunya adalah artefak berupa material kebudayaan yang dihasilkan dari aktivitas sosial.
Maka artefak merupakan warisan sosial yang diturunkan dari kebudayaan terdahulu.
Dalam Bahasa Banten, istilah terwengkal diartikan sebagai potongan genteng untuk
mengganjal tungku. Pada artefak Terwengkal, material temuan didapatkan dari gerabah dan
keramik lokal, sebagian besar merupakan bagian-bagian dari wadah yang terdiri dari
fragmen tepian, dasar, badan, leher, dan sebagian kecil fragmen unsur bangunan seperti
memolo/hiasan puncak atap bangunan.
Gambar 1. Ragam Hias pada Gerabah/keramik lokal
Ragam hias artefak Terwengkal terdapat nomer yang berfungsi sebagai penanda untuk
membedakan antara satu jenis ragam hias dengan ragam hias lainnya, karena memang
belum diketahui nama atau istilahnya. Hal tersebut diperjelas oleh Drs. Sonny Chr. Wibisono,
M.A., DEA. dan rekannya yang menjelaskan bahwa dalam pemberian nama pada ragam hias
bukanlah ranah wajib para arkeolog. Selain itu laporan penjelasan temuan ragam hias artefak
Terwengkal pada tahun 1976 disusun dalam Berita Penelitian Arkeologi No. 18. Penjelasan
tersebut terkait lokasi penemuan terwengkal, penemuan anatomi terwengkal, teknik
pembuatan hiasan, dan klasifikasi bentuk ragam hias.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 5
Gambar 2. 75 Ragam Hias Artefak Terwengkal
Dahulu, ragam hias artefak Terwengkal tidak hanya diaplikasikan pada gerabah saja,
namun juga ditemukan pada tempat tinggal, tempat peribadahan kuno, makam kuno, dan
wilayah pemerintahan atau perkantoran. Selain pada bangunan kuno, ragam hias ditemukan
juga pada bangunan baru seperti gerbang di alun-alun Kota Serang dan Museum Banten.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 6
Gambar 3. Aplikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Bangunan dan Mebel
Dalam wawancara bersama Uke Kurniawan (2019) dijelaskan bahwa ragam hias artefak
Terwengkal dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu kategori keramik/guci, kategori
kehidupan laut, serta kategori kebutuhan dan kehidupan manusia.
1. Kategori keramik/guci. Ragam hias pada kategori ini sering ditemukan sebagai ragam
hias gerabah, didominasi oleh bentuk kembang dan bunder. Ragam hias yang termasuk
dalam kategori ini adalah no. 1 sampai dengan no. 31.
2. Kategori kehidupan laut, wujud ragam hias pada kategori ini didominasi oleh bentuk
yang berkaitan dengan laut dan sekitarnya, seperti kerang-kerangan dan gelombang,
yang termasuk dalam kategori ini adalah ragam hias no. 32 sampai dengan no. 41, serta
no. 60.
3. Kategori kebutuhan dan kehidupan manusia. Wujud ragam hias pada kategori ini
berkaitan dengan manusia (dalam hal ini adalah masyarakat Banten) baik kebutuhan,
kehidupan, maupun anatominya. Ragam hias yang termasuk dalam kategori ini adalah
ragam hias no. 42 sampai dengan no. 59. dan no. 61 sampai dengan no. 75.
Proses Pengembangan Ragam Hias Artefak Terwengkal
Pengembangan ragam hias artefak Terwengkal menghasilkan pola motif batik yang
dilakukan dengan cara eksperimentasi penggabungan beberapa ragam hias tunggal hingga
menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru. Contohnya pada ragam hias nomer 63,
digabungkan dengan ragam hias kreasi bentuk daun panjang hingga menghasilkan bentuk
berupa bunga tangkai. Kemudian penggabungan antara ragam hias nomer 66 dengan
nomer 52.
Pada ragam hias yang baru kemudian dilakukan pengulangan hingga menghasilkan
sebuah pola dengan pendekatan cara unitary pattern (ragam hias tunggal) dan repeating
pattern (pola pengulangan yang dapat diprediksi), dengan menggunakan pola susunan
berputar. Alur pengecapan raport pada kain menggunakan pola jalan sama.
Desain Batik Banten banyak menggunakan motif geometris, oleh karena itu dalam
pembuatan batiknya dapat menggunakan teknik cap. Penggunaan cap dilakukan dengan
membagi bidang menurut pembagian raport. Gambar dibawah ini adalah contoh dari
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 7
pembagian raport yang menjadi desain untuk membuat canting cap. Garis kotak-kotak
digunakan sebagai ukuran agar motif yang dibuat pada canting cap presisi.
Tabel 1. Proses Pengembangan Ragam Hias Artefak Terwengkal
Proses Sketsa gambar
Penggabungan Ragam Hias
Nomer 63
Penggabungan Ragam Hias
Nomer 66 dan nomer 52
Pengulangan Ragam Hias
Tunggal Menjadi Motif Baru
Pengulangan Motif Menjadi
Sebuah Pola
Ragam Hias Artefak Terwengkal dalam Motif Batik Banten
Ragam hias termasuk dalam hasil karya manusia yang memiliki nilai-nilai estetik atau
keindahan. Selain nilai estetik, ragam hias juga memiliki nilai non estetik. Secara visual, nilai
estetik pada ragam hias artefak Terwengkal dibagi menjadi dua. (1) Berdasarkan bentuk
ragam hias artefak Terwengkal. Masing-masing bentuk dari ragam hias berbeda dan
beragam sehingga banyak deskripsi dan jenis dari masing-masing bentuk. Perbedaan setiap
bentuk dapat diamati berdasarkan titik, garis, bidang, dan tekstur. (2) Bentuk asal ragam hias.
Setiap bentuk ragam hias memiliki bentuk asal yang menjadi inspirasi terciptanya bentuk
baru melalui dekorasi, stilasi, penghalusan, dan abstraksi. Pada pembahasan non estetik
adalah penamaan dari bentuk ragam hias. Ragam hias artefak Terwengkal belum memiliki
nama, hanya ada nomor pada masing-masing ragam hias. Maka dari itu, pembahasan dalam
ranah non estetik juga bertujuan untuk mendapatkan nama dari bentuk ragam hias artefak
Terwengkal yang dibahas. Pemberian nama pada ragam hias diambil berdasarkan tumbuhan,
alam benda, bentuk manusia, dan bentuk geometris seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3,
Tabel 5, dan Tabel 7.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 8
Pembahasan secara umum terkait gerabah adalah warna dan komposisi. Warna pada
gerabah biasanya didominasi warna merah-merah kecoklatan-coklat, tergantung dari kondisi
tanah liat sebagai bahan produksi dan pembakaran. Sedangkan pada gambar ragam hias
hanya ada hitam dan putih. Pemberian hitam dan putih berguna untuk menunjukan posisi
tingkat kedalaman pada garis dan bentuk ragam hias. Komposisi dari ragam hias biasanya
sejajar mengelilingi grabah, jika ukuran dari ragam hias kecil. Namun, jika ukuran ragam hias
besar, hanya menempel pada satu sisi bagian gerabah.
Motif yang dibahas pada penelitian adalah motif yang disahkan pada tahun 2004
(pengesahan motif pada tahap pertama). Fokus pemilihan motif batik berdasarkan
kategorisasi ragam hias artefak Terwengkal pada kelompok kehidupan dan kebutuhan
manusia. Pada uraian artefak Terwengkal, wujud ragam hias kelompok kehidupan dan
kebutuhan tentu berkaitan dengan manusia seperti kebutuhan, kehidupan, maupun
anatominya. Ragam hias yang termasuk dalam kategori kehidupan dan kebutuhan adalah
ragam hias no. 42 sampai dengan no. 59. dan no. 61 sampai dengan no. 75.
Ragam Hias pada Motif Sabakingking
Tabel 2. Bagian Kain pada Motif Sabakingking
Motif Sabakingking Badan Kain Corak Utama
Produksi : 2019
Bahan : katun prima
Teknik : batik cap
Ukuran : 2,3 m x 11,5 m
Fungsi : kain panjang, kain
bawahan, bahan pakaian
Corak Tambahan
Pinggiran Kain Corak Pinggir
Corak Tambahan
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 9
Penempatan ragam hias pada kain batik motif sabakingking dibagi berdasarkan (1)
badan kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian
badan kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Ragam hias yang menjadi
corak utama adalah ragam hias no. 61 dan ragam hias no. 20. Sedangkan isen-isen adalah
bejek-bejek (titik-titik), bejek telu (titik tiga), dan putik sari. Posisi ragam hias jika dilihat dari
arah vertikal dan horizontal yaitu sejajar.
Tabel 3. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Sabakingking
No.
Rag-
am
Hias
Sketsa
Ragam Hias
Ragam Hias
di Gerabah
Deskripsi
Bentuk
Ragam Hias
Bentuk Asal /
Sumber
Ragam Hias
Jenis
Ragam
Hias
Nama
Ragam
Hias
20
Bunga
berbentuk
persegi dengan
6 kelopak, garis
ditengah
kelopak, 2
lingkaran polos
ditengah (1 garis
tebal, 1 garis
paling tengah
tipis). Serta 2
lingkaran diluar,
atas-bawah
Ragam
hias flora
Kembang
mlati
61
Berupa tumpal
berbulu. yang
terinspirasi dari
tunas bambu
(pucuk rebung)
Ragam
hias flora
Tumpal
sorot
Pengembangan ragam hias pada motif sabakingking, menggunakan penggabungan
ragam hias itu sendiri dengan teknik cermin kemudian menambahkan isen cecek-cecek di
dalamnya (no. 61) dan perubahan serta penambahan bentuk baru (no. 19).
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 10
Gambar 4. a) Pengembangan Ragam Hias No. 61 (Tumpal Sorot), b) Pengembangan Ragam
Hias No. 20 (Kembang Mlati)
Ragam Hias Pada Motif Pejantren
Tabel 4. Bagian Kain pada Motif Pejantren
Motif Pejantren Badan Kain Corak Utama
Produksi : 2019
Bahan : katun prima
Teknik : batik cap
Ukuran : 2,3 m x 11,5 m
Fungsi : kain panjang, kain
bawahan, bahan pakaian
Corak Tambahan
Pinggiran Kain Corak Pinggir
Corak Tambahan
Penempatan ragam hias pada kain batik motif pejantren dibagi berdasarkan (1) badan
kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian badan
kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Ragam hias yang menjadi corak
utama adalah ragam hias nomer 6, 19, 24, dan 66. Sedangkan isen-isen terdiri dari sulur,
bejek-bejek, dan godong tumpuk (tumpukan daun).
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 11
Tabel 5. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Pejantren
No.
Rag-
am
Hias
Sketsa
Ragam Hias
Ragam Hias
di Gerabah
Deskripsi
Bentuk
Ragam Hias
Bentuk Asal /
Sumber
Ragam Hias
Jenis
Ragam
Hias
Nama
Ragam
Hias
6
Belah ketupat
berbentuk
bunga dan 2
lingkaran diluar,
atas-bawah
Ragam
hias flora
Godong
ati
19
Persegi
berbentuk daun
dengan 4
kelopak dan
menggunakan
garis zigzag.
Ada dua
lingkaran polos
diluar, atas-
bawah
Ragam
hias flora
Wit
kestelē
24
Berbentuk
lingkaran bunga
dengan 8
kelopak dan 2
lingkaran polos
diluar, atas-
bawah
Ragam
hias flora
Kembang
lawang
66
Semua sisi
bergaris
gelombang,
pada bagian
atas terdapat
lima gelombang
dengan bagian
sisi kanan-kiri
melengkung
lebih dalam.
pada bagian
bawah terdapat
3 gelombang.
ditengah bidang
terdapat 3 garis.
Ragam
hias flora
Kembang
cengkeh
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 12
Pengembangan ragam hias yang terdapat pada motif batik pejantren dilakukan dengan
cara eksperimentasi dan kreativitas dalam menggabungkan bentuk baru dan penambahan
isen-isen. Ragam hias yang dijadikan corak utama, pada bagian tepi luar ditambahkan isen
godong tumpuk sehingga menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru dan
keselarasan visual ketiga corak utama dalam motif batik pejantren.
Gambar 9. Pengembangan Ragam Hias No. 19 (Wit Kestelē) dan Ragam Hias No. 6 (Godong Ati)
Gambar 10. Pengembangan Ragam Hias No. 24 (Kembang Tanjung)
Gambar 11. Pengembangan Ragam Hias No. 66 (Kembang Cengkeh)
Ragam Hias Pada Motif Srimanganti
Tabel 6 Bagian Kain pada Motif Srimanganti
Motif Srimanganti Badan Kain Corak Utama
Produksi : 2018
Bahan : katun prima
Teknik : batik cap
Corak Tambahan
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 13
Ukuran : 2,3 m x 11,5 m
Fungsi : kain panjang, kain
bawahan, bahan pakaian
Pinggiran Kain Corak Pinggir
Corak Tambahan
Penempatan ragam hias pada kain batik motif srimanganti dibagi berdasarkan (1) badan
kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian badan
kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Corak utama dalam motif srimanganti
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian 1) ragam hias no. 57, 2) ragam hias no. 37, dan 3)
ragam hias no. 53. Sedangkan isen-isen adalah gringsing, bejek-bejek (titik-titik), bejek pitu
(titik tujuh), ragam hias no. 52 dan ragam hias no. 64.
Tabel 7. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Srimanganti
No.
Rag-
am
Hias
Sketsa
Ragam Hias
Ragam Hias
di Gerabah
Deskripsi
Bentuk
Ragam Hias
Bentuk Asal /
Sumber
Ragam Hias
Jenis
Ragam
Hias
Nama
Ragam
Hias
37
Garis lengkung
setengah
lingkaran yang
diletakkan
sejajar dan
berhadapan
(cembung dan
cekung)
Ragam
hias
geometris
Tanjak
Mundun
52
Bentuk api
dengan 3
gelombang di
tengah
Ragam
hias alam
benda
Kembang
gēni
53
Gabungan
Tumpal
bergerigi segi
empat dan
setengah
bulatan
Ragam
hias alam
benda
Kelambi
Ajeg
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 14
57
-
Berbentuk
tumpal bergerigi
ganda dan
ceplok lingkaran
serta setengah
bulatan dalam
lingkaran
Ragam
hias alam
benda
Kelambi
Lan
Periasan
64
Garis
gelombang
sejajar atas-
bawah
Ragam
hias
geometris
Ombak-
ombakan
Pengembangan ragam hias pada motif batik srimanganti dilakukan dengan cara
eksperimentasi perubahan bentuk ragam hias tunggal dan penggabungan isen-isen hingga
menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru (sebagai corak utama). Untuk mencapai
kesatuan dan keselarasan pada motif, terdapat isen cecek-cecek pada setiap coraknya.
Gambar 12. Pengembangan Ragam Hias No. 57 (Kelambi lan Periasan)
Gambar 13. Pengembangan Ragam Hias No. 37 (Tanjak Mundun)
Gambar 14. Pengembangan Ragam Hias No. 53 (Kelambi Ajeg)
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 15
Gambar 15. Pengembangan Ragam Hias No. 64 (Banyu Ombak)
Gambar 16. Pengembangan Ragam Hias No. 52 (Kembang Geni)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengembangan motif batik yang terinspirasi dari ragam hias artefak Terwengkal abad 17
memiliki keunggulan, seperti dalam hal keunikan, kelangkaan, kebudayaan, warisan leluhur,
dan kekayaan daerah. Tujuan utama tentu sebagai upaya pelestarian warisan seni dan
budaya yang terdapat di tanah Banten. Artefak Terwengkal yang dimaksud berupa
potongan-potongan gerabah. Ragam hias yang terdapat pada gerabah berfungsi sebagai
ornamen dan dekorasi. Jenis ragam hias yang ditemukan lebih banyak berbentuk flora,
geometris, dan benda alam. Banyaknya jumlah dan jenis ragam hias pada artefak Terwengkal
memberi kebebasan dalam mengembangkan dan menyusun motif batik, dari corak utama,
pinggiran, maupun isen-isen. Seperti pengembangan ragam hias menjadi corak pada motif
batik sabakingking, motif batik pejantren, dan motif batik srimanganti banyak dilakukan
dengan eksperimen perubahan, penggabungan, dan penambahan ragam hias tunggal
ataupun dengan isen-isen.
Saran
Beberapa contoh ragam hias artefak Terwengkal abad 17 yang diaplikasikan menjadi motif
Batik Banten dari penelitian ini masih terbatas, baik identifikasi ragam hias artefak maupun
susunan ragam hias sebagai motif batik. Sehubungan dengan hal itu, perlu dilakukan kajian
lanjutan terkait sejarah ragam hias artefak Terwengkal abad 17 di Banten untuk mengetahui
keabsahan ragam hias tersebut.
KONTRIBUSI PENULIS
Dina Noventin Maghdalena, Yan Yan Sunarya, dan Imam Santosa selaku kontributor
utama dalam penulisan ini.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020
Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814
A.04 | 16
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Yan Yan
Sunarya S.Sn.,M.Sn. selaku Pembimbing I dan Dr. Imam Santosa M.Sn. selaku Pembimbing
II. Kepada Program Studi Magister Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi
Bandung, pihak pemberi beasiswa, Griya Batik Mukarnas Banten, Museum Situs
Kepurbakalaan Banten Lama, dan pihak yang telah banyak membantu dalam kegiatan
penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bantani, T. N. (2012). Batik Banten Mukarnas: Transformasi Motif Terwengkal ke Motif Kain. Banten:
Yayasan Sengpho Banten.
Juliadi., dkk. (2005). Ragam Pusaka Budaya Banten. Serang: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Serang
Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Kurniawan, U. (2009). These Clothes Tell Stories. Banten: Penerbit Pribadi.
Mundardjito., Ambary, H. M., Djafar, H., (1986). Berita Penelitian Arkeologi No. 18: Laporan Penelitian
Arkeologi Banten 1976. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Susanto, S. (1973). Seni Kerajinan Batik Nusantara. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan LPI.
Top Related