RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

16
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020 Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814 A.04 | 1 RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM MOTIF BATIK BANTEN Ornament of 17th Century Terwengkal Artifacts in Batik Banten Motif Dina Noventin Maghdalena¹, Yan Yan Sunarya², dan Imam Santosa² ¹Mahasiswa Magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ²Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Korenspondesi Penulis Email : [email protected] Kata kunci: artefak, batik, ragam hias, terwengkal Keywords: artifact, batik, ornament, terwengkal ABSTRAK Penemuan artefak Terwengkal abad 17 di wilayah Banten sejalan dengan penemuan ragam hias yang menjadi cikal bakal terbentuknya motif Batik Mukarnas khas Banten. Ditemukan pada 1976 dan ditindaklanjuti pada tahun 2002, artefak Terwengkal memiliki ragam hias yang dekoratif dan khas, unik, serta tidak ditemukan di tempat lain. Oleh sebab itu, artefak Terwengkal disahkan sebagai artefak khas Banten oleh pemerintah pada tahun 2003. Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten dari zaman Kerajaan Islam, kini ragam hias artefak Terwengkal dikembangkan menjadi motif Batik khas Banten oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten. Tujuannya, agar masyarakat Banten sendiri mengetahui ornamen yang terdapat di tanah Banten dan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat melalui motif batik. Selain itu, Banten belum memiliki motif batik yang khas sebagai identitas daerah. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan estetik digunakan untuk menganalisis ragam hias artefak Terwengkal abad 17 yang terdapat pada motif Batik Banten, khususnya motif sebakingking, motif pancaniti, dan motif surosowan. Pengembangan motif batik khas Banten dilakukan dengan cara menstilasi ragam hias dan kemudian menggabungkannya menjadi satu corak utama dan corak pendukung. Jenis ragam hias yang ditemukan lebih banyak berbentuk flora, geometris, dan alam benda. Banyaknya jumlah dan jenis ragam hias pada artefak Terwengkal memberi kebebasan dalam mengembangkan dan menyusun motif batik, dari corak utama, pinggiran, maupun isen-isen. ABSTRACT The discovery of the 17th century Terwengkal artifact in the Banten region was in line with the discovery of the ornament styles that will became the forerunner to the typical Banten Mukarnas Batik motif. First discovered in 1976 and followed up in 2002, The Terwengkal artifact has a unique ornament which is not be found anywhere. Therefore, the Terwengkal artifact was approved as a typical Banten artifact by the government in 2003. As a form of Banten heritage since the Islamic empire era, now the ornamental of terwengkal artifacts has been developed into a typical Banten Batik motif by Uke Kurniawan. Therefore, the people will know about ornaments originated from Banten land and the ornaments can be easily accepted by Bantenese through batik motifs. Banten does not have a batik motif as a regional identity. This research uses qualitative method supported by aesthetic approaches to analyze the ornament terwengkal artifacts found in Banten Batik motifs. Particularly sebakingking motif, pancaniti motif, and surosowan motif. Development were made by stabilizing ornament styles and then combining them into one main and supporting motif. The types of decoration found are mostly in the form of flora, geometric and natural objects. Many types of decoration in abandoned artifacts give freedom in developing and composing batik motifs, from the main pattern, the edges, and isen-isen.

Transcript of RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Page 1: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 1

RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM MOTIF BATIK BANTEN

Ornament of 17th Century Terwengkal Artifacts in Batik Banten Motif

Dina Noventin Maghdalena¹, Yan Yan Sunarya², dan Imam Santosa²

¹Mahasiswa Magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung

²Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung

Korenspondesi Penulis

Email : [email protected]

Kata kunci: artefak, batik, ragam hias, terwengkal

Keywords: artifact, batik, ornament, terwengkal

ABSTRAK

Penemuan artefak Terwengkal abad 17 di wilayah Banten sejalan dengan penemuan ragam hias yang

menjadi cikal bakal terbentuknya motif Batik Mukarnas khas Banten. Ditemukan pada 1976 dan

ditindaklanjuti pada tahun 2002, artefak Terwengkal memiliki ragam hias yang dekoratif dan khas,

unik, serta tidak ditemukan di tempat lain. Oleh sebab itu, artefak Terwengkal disahkan sebagai

artefak khas Banten oleh pemerintah pada tahun 2003. Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten

dari zaman Kerajaan Islam, kini ragam hias artefak Terwengkal dikembangkan menjadi motif Batik

khas Banten oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten. Tujuannya, agar masyarakat Banten

sendiri mengetahui ornamen yang terdapat di tanah Banten dan dapat diterima dengan mudah oleh

masyarakat melalui motif batik. Selain itu, Banten belum memiliki motif batik yang khas sebagai

identitas daerah. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan estetik digunakan untuk

menganalisis ragam hias artefak Terwengkal abad 17 yang terdapat pada motif Batik Banten,

khususnya motif sebakingking, motif pancaniti, dan motif surosowan. Pengembangan motif batik khas

Banten dilakukan dengan cara menstilasi ragam hias dan kemudian menggabungkannya menjadi satu

corak utama dan corak pendukung. Jenis ragam hias yang ditemukan lebih banyak berbentuk flora,

geometris, dan alam benda. Banyaknya jumlah dan jenis ragam hias pada artefak Terwengkal memberi

kebebasan dalam mengembangkan dan menyusun motif batik, dari corak utama, pinggiran, maupun

isen-isen.

ABSTRACT The discovery of the 17th century Terwengkal artifact in the Banten region was in line with the discovery of

the ornament styles that will became the forerunner to the typical Banten Mukarnas Batik motif. First

discovered in 1976 and followed up in 2002, The Terwengkal artifact has a unique ornament which is not be

found anywhere. Therefore, the Terwengkal artifact was approved as a typical Banten artifact by the

government in 2003. As a form of Banten heritage since the Islamic empire era, now the ornamental of

terwengkal artifacts has been developed into a typical Banten Batik motif by Uke Kurniawan. Therefore, the

people will know about ornaments originated from Banten land and the ornaments can be easily accepted

by Bantenese through batik motifs. Banten does not have a batik motif as a regional identity. This research

uses qualitative method supported by aesthetic approaches to analyze the ornament terwengkal artifacts

found in Banten Batik motifs. Particularly sebakingking motif, pancaniti motif, and surosowan motif.

Development were made by stabilizing ornament styles and then combining them into one main and

supporting motif. The types of decoration found are mostly in the form of flora, geometric and natural

objects. Many types of decoration in abandoned artifacts give freedom in developing and composing batik

motifs, from the main pattern, the edges, and isen-isen.

Page 2: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 2

PENDAHULUAN

Pada masa Kerajaan Islam, Banten mengalami perkembangan dan pembangunan yang

pesat karena letak geografis yang strategis dengan adanya pelabuhan, dibawah

kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, dan Sultan Ageng Tirtayasa

yang mencapai puncaknya. Perbaikan fasilitas membuat pelabuhan semakin ramai didatangi

para pendatang asing maupun nusantara. Mayoritas para pendatang merupakan pedagang

karena letaknya yang berada di jalur perdagangan internasional. Kebudayaan Banten

semakin berkembang karena adanya pengaruh akulturasi budaya luar yang bersentuhan

langsung dari para pendatang, sehingga memberikan keberagaman dalam perkembangan

dan peninggalannya, sebagai bukti hasil kegiatan masyarakat yang tak ternilai.

Dalam dinamika budaya nasional, salah satu budaya lokal yang kini menjadi budaya

nasional adalah batik. Saat ini, budaya batik dikaitkan dengan citra identitas Indonesia di

mata dunia. Nama batik sendiri berasal dari bahasa jawa yaitu amba dan nitik yang

bermakna menulis atau menggambar titik. Batik digunakan sebagai penyaluran ide dan

kreasi yang memiliki arti tersendiri, kadang dihubungkan dengan tradisi, kepercayaan dan

sumber kehidupan yang berkembang dalam suatu masyarakat (Benito Kodijat dalam

Susanto, 1973). Kemudian, dalam tahap selanjutnya batik dapat dijadikan sebagai barang

ekonomi berdasarkan nilai fungsinya. Berbicara mengenai batik dan sejarahnya sudah pasti

yang terbayang adalah daerah Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Cirebon karena dikenal

sebagai daerah penghasil batik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nugroho pada Focus

Group Discussion, batik yang ada di nusantara adalah hasil dari budaya masyarakat Jawa

agraris. Seiring dengan perkembangan jaman, batik dihasilkan tidak hanya dari masyarakat

agraris namun sudah luas sampai ke masyarakat pesisir. Sekarang ini, beberapa daerah di

Indonesia sudah memiliki batik dengan ciri khas daerahnya sendiri, yang terwujud dalam

bentuk motif batiknya. Oleh karena itu, dengan melihat motif pada kain batik, kita dapat

mengenali perbedaan budaya dan ciri khas dari berbagai daerah.

Menurut Mundardjito, dkk (1986) pada tahun 1976, arkeolog Universitas Indonesia yang

bekerja sama dengan arkeolog nasional melakukan penggalian atau ekskavasi untuk

mendapatkan artefak-artefak Terwengkal, yaitu warisan budaya dari masa Kerajaan Islam di

Banten abad 17. Lokasi penemuan artefak adalah di wilayah Sukadiri, Panjunan, Banten

Lama, dan Banten Girang (Juliadi, 2005). Penemuan artefak saat itu menarik perhatian para

arkeolog, tokoh masyarakat dan pemerintah. Kemudian, pada tahun 2002 dilakukan

pengkajian guna mengetahui detail dari artefak dan didapatkan hasil 75 ragam hias dengan

dekoratif yang khas, unik, dan tidak ditemukan di tempat lain. Guna kegiatan konservasi,

maka pemerintah mengesahkan ragam hias artefak Terwengkal sebagai ragam hias khas

Banten. Aplikasi ragam hias tersebut juga terdapat pada benda-benda dan arsitektur ketika

masa kejayaan pemerintahan Islam Kesultanan Banten.

Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten dari zaman Kerajaan Islam, kini ragam hias

artefak Terwengkal dikembangkan menjadi motif batik khas Banten. Sebab, Banten belum

Page 3: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 3

memiliki motif batik yang khas sebagai identitas daerah. Hal tersebut diwujudkan oleh

Panitia Peneliti dan Pengembang Batik Banten pada tahun 2003. Revitalisasi dilakukan

dengan tujuan mengangkat nilai derajat ragam hias tersebut, sekaligus memperkenalkan dan

menyampaikan dengan baik kepada masyarakat modern tentang salah satu heritage yang

dimiliki Banten.

Pemilihan kain sebagai media menurut Al-Bantani (2012) dinilai mudah dan efektif guna

melestarikan dan menyebarluaskan ragam hias melalui motif. Sebab, kain merupakan salah

satu kebutuhan primer setiap individu. Pemilihan batik sebagai objek baru untuk revitalisasi

ragam hias artefak, selain sebagai upaya penghidupan kembali batik di wilayah Banten, juga

untuk mengembangkan tradisi membatiknya.

Ungkapan Soekamto (1985) tentang pemaknaan batik yakni orang akan merasakan

denyut nadi dari semangat hidup bangsa Indonesia, keyakinannya, pandangan hidupnya,

dan tujuan masa depannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, menunjukkan betapa

dalamnya falsafah yang terkandung dalam motif batik berdasarkan keyakinan, harapan, dan

cita-citanya. Sehingga penciptaan motif batik tidak hanya tentang perpindahan ragam hias

ke kain. Begitu halnya dengan Batik Banten, melalui penggambaran motifnya terdapat

sebuah deskripsi sejarah tentang Banten yang kemudian diberikan sebagai nama motif pada

batik. Seperti tempat-tempat bersejarah di Banten, kesultanan di Banten, dan lainnya.

Namun belum ditemukan adanya pemaknaan yang berkaitan dengan kebudayaan

masyarakat Banten.

Batik Banten dikelola langsung oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten. Motif

yang diciptakan dan telah disahkan pada tahun 2004 ditahap awal sebanyak dua belas motif.

Diantaranya motif kapurban, motif datulaya, motif surosowan, motif pasepen, motif

mandhalika, motif srimangati, motif kawangsan, motif pasulaman, motif sabakingking, motif

pancaniti, motif pamaranggen, dan motif pejantren (Kurniawan, 2009). Motif-motif tersebut

berhubungan dengan toponim desa, gelar, dan tempat dalam Kesultanan Banten.

Telah dijelaskan di atas bahwa dalam sehelai Batik Banten banyak menyimpan sejarah

kebudayaan Banten, khususnya di masa Kerajaan Islam. Melalui pengembangan motif

sebagai upaya pelestarian menjadi lagkah yang tepat agar generasi baru di era milenial ini

mengetahui sejarah Banten, khususnya masyarakat Banten sendiri. Karena dunia saat ini

sudah semakin tak terbatas ruang dan waktunya, budaya luar dapat dengan mudah masuk.

Jika suatu masyarakat tidak mengetahui sejarah dan budayanya, secara perlahan mungkin

masyarakat setempat akan kehilangan jati diri dan akar budayanya seperti nilai-nilai luhur

berbasis kearifan budaya lokal sebagai falsafah dan pedoman hidup.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan analisis data

kualitatif. Pendekatan estetik digunakan untuk mengkaji visual ragam hias artefak

Terwengkal dalam motif Batik Banten, menguraikan unsur-unsur estetik mencakup bentuk,

Page 4: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 4

gagasan dan penamaan artefak yang dihubungkan dengan peristilahan dalam Bahasa

Banten. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap

data. Data-data yang digunakan berupa data primer (data visual) berupa ragam hias artefak

Terwengkal dan Batik Banten. Data sekunder menggunakan wawancara, dokumen tertulis

dan gambar yang relevan untuk memperkuat hasil analisis data. Teknik analisis data

menggunakan cara reduksi, menyajikan, dan menarik kesimpulan dengan merujuk pada teori

estetika dan pendekatan estetik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Artefak Terwengkal

Pernyataan Koentjaraningrat (2004) tentang tiga wujud dan isi kebudayaan salah

satunya adalah artefak berupa material kebudayaan yang dihasilkan dari aktivitas sosial.

Maka artefak merupakan warisan sosial yang diturunkan dari kebudayaan terdahulu.

Dalam Bahasa Banten, istilah terwengkal diartikan sebagai potongan genteng untuk

mengganjal tungku. Pada artefak Terwengkal, material temuan didapatkan dari gerabah dan

keramik lokal, sebagian besar merupakan bagian-bagian dari wadah yang terdiri dari

fragmen tepian, dasar, badan, leher, dan sebagian kecil fragmen unsur bangunan seperti

memolo/hiasan puncak atap bangunan.

Gambar 1. Ragam Hias pada Gerabah/keramik lokal

Ragam hias artefak Terwengkal terdapat nomer yang berfungsi sebagai penanda untuk

membedakan antara satu jenis ragam hias dengan ragam hias lainnya, karena memang

belum diketahui nama atau istilahnya. Hal tersebut diperjelas oleh Drs. Sonny Chr. Wibisono,

M.A., DEA. dan rekannya yang menjelaskan bahwa dalam pemberian nama pada ragam hias

bukanlah ranah wajib para arkeolog. Selain itu laporan penjelasan temuan ragam hias artefak

Terwengkal pada tahun 1976 disusun dalam Berita Penelitian Arkeologi No. 18. Penjelasan

tersebut terkait lokasi penemuan terwengkal, penemuan anatomi terwengkal, teknik

pembuatan hiasan, dan klasifikasi bentuk ragam hias.

Page 5: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 5

Gambar 2. 75 Ragam Hias Artefak Terwengkal

Dahulu, ragam hias artefak Terwengkal tidak hanya diaplikasikan pada gerabah saja,

namun juga ditemukan pada tempat tinggal, tempat peribadahan kuno, makam kuno, dan

wilayah pemerintahan atau perkantoran. Selain pada bangunan kuno, ragam hias ditemukan

juga pada bangunan baru seperti gerbang di alun-alun Kota Serang dan Museum Banten.

Page 6: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 6

Gambar 3. Aplikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Bangunan dan Mebel

Dalam wawancara bersama Uke Kurniawan (2019) dijelaskan bahwa ragam hias artefak

Terwengkal dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu kategori keramik/guci, kategori

kehidupan laut, serta kategori kebutuhan dan kehidupan manusia.

1. Kategori keramik/guci. Ragam hias pada kategori ini sering ditemukan sebagai ragam

hias gerabah, didominasi oleh bentuk kembang dan bunder. Ragam hias yang termasuk

dalam kategori ini adalah no. 1 sampai dengan no. 31.

2. Kategori kehidupan laut, wujud ragam hias pada kategori ini didominasi oleh bentuk

yang berkaitan dengan laut dan sekitarnya, seperti kerang-kerangan dan gelombang,

yang termasuk dalam kategori ini adalah ragam hias no. 32 sampai dengan no. 41, serta

no. 60.

3. Kategori kebutuhan dan kehidupan manusia. Wujud ragam hias pada kategori ini

berkaitan dengan manusia (dalam hal ini adalah masyarakat Banten) baik kebutuhan,

kehidupan, maupun anatominya. Ragam hias yang termasuk dalam kategori ini adalah

ragam hias no. 42 sampai dengan no. 59. dan no. 61 sampai dengan no. 75.

Proses Pengembangan Ragam Hias Artefak Terwengkal

Pengembangan ragam hias artefak Terwengkal menghasilkan pola motif batik yang

dilakukan dengan cara eksperimentasi penggabungan beberapa ragam hias tunggal hingga

menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru. Contohnya pada ragam hias nomer 63,

digabungkan dengan ragam hias kreasi bentuk daun panjang hingga menghasilkan bentuk

berupa bunga tangkai. Kemudian penggabungan antara ragam hias nomer 66 dengan

nomer 52.

Pada ragam hias yang baru kemudian dilakukan pengulangan hingga menghasilkan

sebuah pola dengan pendekatan cara unitary pattern (ragam hias tunggal) dan repeating

pattern (pola pengulangan yang dapat diprediksi), dengan menggunakan pola susunan

berputar. Alur pengecapan raport pada kain menggunakan pola jalan sama.

Desain Batik Banten banyak menggunakan motif geometris, oleh karena itu dalam

pembuatan batiknya dapat menggunakan teknik cap. Penggunaan cap dilakukan dengan

membagi bidang menurut pembagian raport. Gambar dibawah ini adalah contoh dari

Page 7: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 7

pembagian raport yang menjadi desain untuk membuat canting cap. Garis kotak-kotak

digunakan sebagai ukuran agar motif yang dibuat pada canting cap presisi.

Tabel 1. Proses Pengembangan Ragam Hias Artefak Terwengkal

Proses Sketsa gambar

Penggabungan Ragam Hias

Nomer 63

Penggabungan Ragam Hias

Nomer 66 dan nomer 52

Pengulangan Ragam Hias

Tunggal Menjadi Motif Baru

Pengulangan Motif Menjadi

Sebuah Pola

Ragam Hias Artefak Terwengkal dalam Motif Batik Banten

Ragam hias termasuk dalam hasil karya manusia yang memiliki nilai-nilai estetik atau

keindahan. Selain nilai estetik, ragam hias juga memiliki nilai non estetik. Secara visual, nilai

estetik pada ragam hias artefak Terwengkal dibagi menjadi dua. (1) Berdasarkan bentuk

ragam hias artefak Terwengkal. Masing-masing bentuk dari ragam hias berbeda dan

beragam sehingga banyak deskripsi dan jenis dari masing-masing bentuk. Perbedaan setiap

bentuk dapat diamati berdasarkan titik, garis, bidang, dan tekstur. (2) Bentuk asal ragam hias.

Setiap bentuk ragam hias memiliki bentuk asal yang menjadi inspirasi terciptanya bentuk

baru melalui dekorasi, stilasi, penghalusan, dan abstraksi. Pada pembahasan non estetik

adalah penamaan dari bentuk ragam hias. Ragam hias artefak Terwengkal belum memiliki

nama, hanya ada nomor pada masing-masing ragam hias. Maka dari itu, pembahasan dalam

ranah non estetik juga bertujuan untuk mendapatkan nama dari bentuk ragam hias artefak

Terwengkal yang dibahas. Pemberian nama pada ragam hias diambil berdasarkan tumbuhan,

alam benda, bentuk manusia, dan bentuk geometris seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3,

Tabel 5, dan Tabel 7.

Page 8: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 8

Pembahasan secara umum terkait gerabah adalah warna dan komposisi. Warna pada

gerabah biasanya didominasi warna merah-merah kecoklatan-coklat, tergantung dari kondisi

tanah liat sebagai bahan produksi dan pembakaran. Sedangkan pada gambar ragam hias

hanya ada hitam dan putih. Pemberian hitam dan putih berguna untuk menunjukan posisi

tingkat kedalaman pada garis dan bentuk ragam hias. Komposisi dari ragam hias biasanya

sejajar mengelilingi grabah, jika ukuran dari ragam hias kecil. Namun, jika ukuran ragam hias

besar, hanya menempel pada satu sisi bagian gerabah.

Motif yang dibahas pada penelitian adalah motif yang disahkan pada tahun 2004

(pengesahan motif pada tahap pertama). Fokus pemilihan motif batik berdasarkan

kategorisasi ragam hias artefak Terwengkal pada kelompok kehidupan dan kebutuhan

manusia. Pada uraian artefak Terwengkal, wujud ragam hias kelompok kehidupan dan

kebutuhan tentu berkaitan dengan manusia seperti kebutuhan, kehidupan, maupun

anatominya. Ragam hias yang termasuk dalam kategori kehidupan dan kebutuhan adalah

ragam hias no. 42 sampai dengan no. 59. dan no. 61 sampai dengan no. 75.

Ragam Hias pada Motif Sabakingking

Tabel 2. Bagian Kain pada Motif Sabakingking

Motif Sabakingking Badan Kain Corak Utama

Produksi : 2019

Bahan : katun prima

Teknik : batik cap

Ukuran : 2,3 m x 11,5 m

Fungsi : kain panjang, kain

bawahan, bahan pakaian

Corak Tambahan

Pinggiran Kain Corak Pinggir

Corak Tambahan

Page 9: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 9

Penempatan ragam hias pada kain batik motif sabakingking dibagi berdasarkan (1)

badan kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian

badan kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Ragam hias yang menjadi

corak utama adalah ragam hias no. 61 dan ragam hias no. 20. Sedangkan isen-isen adalah

bejek-bejek (titik-titik), bejek telu (titik tiga), dan putik sari. Posisi ragam hias jika dilihat dari

arah vertikal dan horizontal yaitu sejajar.

Tabel 3. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Sabakingking

No.

Rag-

am

Hias

Sketsa

Ragam Hias

Ragam Hias

di Gerabah

Deskripsi

Bentuk

Ragam Hias

Bentuk Asal /

Sumber

Ragam Hias

Jenis

Ragam

Hias

Nama

Ragam

Hias

20

Bunga

berbentuk

persegi dengan

6 kelopak, garis

ditengah

kelopak, 2

lingkaran polos

ditengah (1 garis

tebal, 1 garis

paling tengah

tipis). Serta 2

lingkaran diluar,

atas-bawah

Ragam

hias flora

Kembang

mlati

61

Berupa tumpal

berbulu. yang

terinspirasi dari

tunas bambu

(pucuk rebung)

Ragam

hias flora

Tumpal

sorot

Pengembangan ragam hias pada motif sabakingking, menggunakan penggabungan

ragam hias itu sendiri dengan teknik cermin kemudian menambahkan isen cecek-cecek di

dalamnya (no. 61) dan perubahan serta penambahan bentuk baru (no. 19).

Page 10: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 10

Gambar 4. a) Pengembangan Ragam Hias No. 61 (Tumpal Sorot), b) Pengembangan Ragam

Hias No. 20 (Kembang Mlati)

Ragam Hias Pada Motif Pejantren

Tabel 4. Bagian Kain pada Motif Pejantren

Motif Pejantren Badan Kain Corak Utama

Produksi : 2019

Bahan : katun prima

Teknik : batik cap

Ukuran : 2,3 m x 11,5 m

Fungsi : kain panjang, kain

bawahan, bahan pakaian

Corak Tambahan

Pinggiran Kain Corak Pinggir

Corak Tambahan

Penempatan ragam hias pada kain batik motif pejantren dibagi berdasarkan (1) badan

kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian badan

kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Ragam hias yang menjadi corak

utama adalah ragam hias nomer 6, 19, 24, dan 66. Sedangkan isen-isen terdiri dari sulur,

bejek-bejek, dan godong tumpuk (tumpukan daun).

Page 11: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 11

Tabel 5. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Pejantren

No.

Rag-

am

Hias

Sketsa

Ragam Hias

Ragam Hias

di Gerabah

Deskripsi

Bentuk

Ragam Hias

Bentuk Asal /

Sumber

Ragam Hias

Jenis

Ragam

Hias

Nama

Ragam

Hias

6

Belah ketupat

berbentuk

bunga dan 2

lingkaran diluar,

atas-bawah

Ragam

hias flora

Godong

ati

19

Persegi

berbentuk daun

dengan 4

kelopak dan

menggunakan

garis zigzag.

Ada dua

lingkaran polos

diluar, atas-

bawah

Ragam

hias flora

Wit

kestelē

24

Berbentuk

lingkaran bunga

dengan 8

kelopak dan 2

lingkaran polos

diluar, atas-

bawah

Ragam

hias flora

Kembang

lawang

66

Semua sisi

bergaris

gelombang,

pada bagian

atas terdapat

lima gelombang

dengan bagian

sisi kanan-kiri

melengkung

lebih dalam.

pada bagian

bawah terdapat

3 gelombang.

ditengah bidang

terdapat 3 garis.

Ragam

hias flora

Kembang

cengkeh

Page 12: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 12

Pengembangan ragam hias yang terdapat pada motif batik pejantren dilakukan dengan

cara eksperimentasi dan kreativitas dalam menggabungkan bentuk baru dan penambahan

isen-isen. Ragam hias yang dijadikan corak utama, pada bagian tepi luar ditambahkan isen

godong tumpuk sehingga menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru dan

keselarasan visual ketiga corak utama dalam motif batik pejantren.

Gambar 9. Pengembangan Ragam Hias No. 19 (Wit Kestelē) dan Ragam Hias No. 6 (Godong Ati)

Gambar 10. Pengembangan Ragam Hias No. 24 (Kembang Tanjung)

Gambar 11. Pengembangan Ragam Hias No. 66 (Kembang Cengkeh)

Ragam Hias Pada Motif Srimanganti

Tabel 6 Bagian Kain pada Motif Srimanganti

Motif Srimanganti Badan Kain Corak Utama

Produksi : 2018

Bahan : katun prima

Teknik : batik cap

Corak Tambahan

Page 13: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 13

Ukuran : 2,3 m x 11,5 m

Fungsi : kain panjang, kain

bawahan, bahan pakaian

Pinggiran Kain Corak Pinggir

Corak Tambahan

Penempatan ragam hias pada kain batik motif srimanganti dibagi berdasarkan (1) badan

kain, dan (2) pinggiran kain. Penggunaan ragam hias artefak Terwengkal pada bagian badan

kain terdapat corak utama dan corak tambahan (isen). Corak utama dalam motif srimanganti

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian 1) ragam hias no. 57, 2) ragam hias no. 37, dan 3)

ragam hias no. 53. Sedangkan isen-isen adalah gringsing, bejek-bejek (titik-titik), bejek pitu

(titik tujuh), ragam hias no. 52 dan ragam hias no. 64.

Tabel 7. Identifikasi Ragam Hias Artefak Terwengkal pada Motif Batik Srimanganti

No.

Rag-

am

Hias

Sketsa

Ragam Hias

Ragam Hias

di Gerabah

Deskripsi

Bentuk

Ragam Hias

Bentuk Asal /

Sumber

Ragam Hias

Jenis

Ragam

Hias

Nama

Ragam

Hias

37

Garis lengkung

setengah

lingkaran yang

diletakkan

sejajar dan

berhadapan

(cembung dan

cekung)

Ragam

hias

geometris

Tanjak

Mundun

52

Bentuk api

dengan 3

gelombang di

tengah

Ragam

hias alam

benda

Kembang

gēni

53

Gabungan

Tumpal

bergerigi segi

empat dan

setengah

bulatan

Ragam

hias alam

benda

Kelambi

Ajeg

Page 14: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 14

57

-

Berbentuk

tumpal bergerigi

ganda dan

ceplok lingkaran

serta setengah

bulatan dalam

lingkaran

Ragam

hias alam

benda

Kelambi

Lan

Periasan

64

Garis

gelombang

sejajar atas-

bawah

Ragam

hias

geometris

Ombak-

ombakan

Pengembangan ragam hias pada motif batik srimanganti dilakukan dengan cara

eksperimentasi perubahan bentuk ragam hias tunggal dan penggabungan isen-isen hingga

menjadi satu kesatuan ragam hias tunggal yang baru (sebagai corak utama). Untuk mencapai

kesatuan dan keselarasan pada motif, terdapat isen cecek-cecek pada setiap coraknya.

Gambar 12. Pengembangan Ragam Hias No. 57 (Kelambi lan Periasan)

Gambar 13. Pengembangan Ragam Hias No. 37 (Tanjak Mundun)

Gambar 14. Pengembangan Ragam Hias No. 53 (Kelambi Ajeg)

Page 15: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 15

Gambar 15. Pengembangan Ragam Hias No. 64 (Banyu Ombak)

Gambar 16. Pengembangan Ragam Hias No. 52 (Kembang Geni)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengembangan motif batik yang terinspirasi dari ragam hias artefak Terwengkal abad 17

memiliki keunggulan, seperti dalam hal keunikan, kelangkaan, kebudayaan, warisan leluhur,

dan kekayaan daerah. Tujuan utama tentu sebagai upaya pelestarian warisan seni dan

budaya yang terdapat di tanah Banten. Artefak Terwengkal yang dimaksud berupa

potongan-potongan gerabah. Ragam hias yang terdapat pada gerabah berfungsi sebagai

ornamen dan dekorasi. Jenis ragam hias yang ditemukan lebih banyak berbentuk flora,

geometris, dan benda alam. Banyaknya jumlah dan jenis ragam hias pada artefak Terwengkal

memberi kebebasan dalam mengembangkan dan menyusun motif batik, dari corak utama,

pinggiran, maupun isen-isen. Seperti pengembangan ragam hias menjadi corak pada motif

batik sabakingking, motif batik pejantren, dan motif batik srimanganti banyak dilakukan

dengan eksperimen perubahan, penggabungan, dan penambahan ragam hias tunggal

ataupun dengan isen-isen.

Saran

Beberapa contoh ragam hias artefak Terwengkal abad 17 yang diaplikasikan menjadi motif

Batik Banten dari penelitian ini masih terbatas, baik identifikasi ragam hias artefak maupun

susunan ragam hias sebagai motif batik. Sehubungan dengan hal itu, perlu dilakukan kajian

lanjutan terkait sejarah ragam hias artefak Terwengkal abad 17 di Banten untuk mengetahui

keabsahan ragam hias tersebut.

KONTRIBUSI PENULIS

Dina Noventin Maghdalena, Yan Yan Sunarya, dan Imam Santosa selaku kontributor

utama dalam penulisan ini.

Page 16: RAGAM HIAS ARTEFAK TERWENGKAL ABAD 17 DALAM …

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2020

Yogyakarta, 6 Oktober2020 eISSN 2715-7814

A.04 | 16

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Yan Yan

Sunarya S.Sn.,M.Sn. selaku Pembimbing I dan Dr. Imam Santosa M.Sn. selaku Pembimbing

II. Kepada Program Studi Magister Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi

Bandung, pihak pemberi beasiswa, Griya Batik Mukarnas Banten, Museum Situs

Kepurbakalaan Banten Lama, dan pihak yang telah banyak membantu dalam kegiatan

penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bantani, T. N. (2012). Batik Banten Mukarnas: Transformasi Motif Terwengkal ke Motif Kain. Banten:

Yayasan Sengpho Banten.

Juliadi., dkk. (2005). Ragam Pusaka Budaya Banten. Serang: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala

Serang

Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Kurniawan, U. (2009). These Clothes Tell Stories. Banten: Penerbit Pribadi.

Mundardjito., Ambary, H. M., Djafar, H., (1986). Berita Penelitian Arkeologi No. 18: Laporan Penelitian

Arkeologi Banten 1976. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan.

Susanto, S. (1973). Seni Kerajinan Batik Nusantara. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan LPI.