Analisis Penerapan PSAK 46 Dalam Lingkup UMKM
1. Abstrak
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Dari perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang
(NSB) tetapi juga di negara-negara maju (NM). Kontribusi sector Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) dalam perekonomian nasional merupakan fakta yang
tidak terbantahkan. Pada saat banyak Usaha Besar (UB) terhuyung dilanda
krisis ekonomi, UKM mampu menopang perekonomian, baik sebagai penyerap
tenaga kerja maupun memberikan sumbangan signifikan terhadap PDB.
Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan
dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital untuk menciptakan
pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan
mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka
juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha
lainnya, dan mereka juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi
penting dalam ekspor dan perdagangan. Karena itu UKM merupakan aspek
penting dalam pembangunan ekonomi yang kompetitif.
Sekalipun UKM memiliki peranan penting pada kebanyakan negara, termasuk
Indonesia, namun penelitian dalam bidang akuntansi sebagai faktor penting
dalam mengembangkan UKM belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian
pada UKM telah menyimpulkan bahwa penggunaan informasi akuntansi dalam
pengambilan keputusan akan mempengaruhi prestasi perusahaan (Suhairi,
2004; McMahon, 2001; Palmer & Palmer, 1996; Palmer & Hot, 1995; Gaskill,
Auken, dan Manning,1993; Acar, 1993; Rocha & Khan, 1985; Peacock, 1985).
Penelitian pada perusahaan besar juga telah membuktikan bahwa penggunaan
informasi akuntansi akan mempengaruhi prestasi perusahaan dan atau prestasi
manajer (Chong & Chong, 1997; Chong, 1996; Chia, 1995; Gul & Chia 1994;
Gul, 1991).
Pemerintah Indonesia belum mengatur secara khusus kewajiban UKM
menyusun laporan keuangan. Namun demikian, Undang-undang Republik
Indonesia No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas secara tidak langsung
telah mengisyaratkannya melalui pasal 56 yang berbunyi “Dalam waktu 5
bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan
yang diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian, bagi
suatu perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, tidak terkecuali
usaha kecil ataupun menengah, diwajibkan menyusun laporan keuangan.
Praktek akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pada UKM di Indonesia
masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Suhairi, 2004; 2001; Raharjo
& Ali, 1993; Benjamin, 1990; Muntoro, 1990). Kelemahan itu, antara lain
disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya pemahaman terhadap Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) dari manajer pemilik (Benjamin, 1990) dan
karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan
bagi UKM (Muntoro, 1990). Sudarini (1992) juga membuktikan bahwa
perusahaan kecil di Indonesia cendrung untuk memilih normal perhitungan
(tanpa menyusun laporan keuangan) sebagai dasar perhitungan pajak. Karena,
biaya yang dikeluarkan untuk menyusun laporan keuangan jauh lebih besar
daripada kelebihan pajak yang harus dibayar. Studi terhadap penerapan SAK
memberikan bukti bahwa Standar Akuntansi yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan laporan keuangan overload (memberatkan) bagi UKM (Williams,
Chen, dan Tearney, 1989; Knutson & Hendry, 1985; Nair & Rittenberg 1983;
Wishon 1985). Hal ini telah mendorong komite Standar Akuntansi
Internasional (The International Accounting Standards Board) untuk menyusun
Standar Akuntansi Keuangan yang khusus bagi UKM (Satyo, 2005). Langkah
awal yang telah dilakukan oleh komite ini adalah mengeluarkan discussion
paper dalam rangka pengembangan standar akuntansi bagi UKM.
Walau telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional, masih banyak
kendala yang menghadang UKM. Permasalahan klasik yang selalu melilit
sector UKM adalah terbatasnya modal yang dimiliki dan akses kepada sumber-
sumber permodalan, terlebih bagi UKM yang masih dalam tahap rintisan usaha
(start-up business).
Di Indonesia, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh individu
yang berminat mengembangkan usaha secara madiri (berwirausaha) adalah
minimnya lembaga keuangan atau pembiayaan yang memiliki skema
pembiayaan bagi pengusaha pemula. Untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan,
selain ketersediaan jaminan, syarat lain yang selalu diajukan oleh hamper
semua lembaga keuangan/pembiayaan (kecuali Perum Pegadaian) adalah:
NPWP dan izin-izin usaha.
Ketatnya persyaratan yang ditetapkan oleh sebagian besar lembaga penyedia
dana, mengakibatkan terbatasnya sumber dana bagi UKM pemula. Untuk
memenuhi kebutuhan modal usaha, selain mengandalkan dana pribadi, setiap
wirausahabaru hanya mengandalkan sumber-sumber keuangan informal seperti
keluarga, atau rentenir. Kondisi ini seharusnya tidak terjadi, karena mengacu
pada kinerja UKM selama ini, wajar kiranya jika pemerintah menciptakan
kebijakan yang dapat memacu pertumbuhan sector UKM serta memberikan
banyak kemudahan yang akan mengundang lebih banyak warga Negara untuk
berwirausaha. Berkembangnya UKM baik dalam jumlah maupun skala
usahanya dengan sendirinya akan meningkatkan kesempatan kerja serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
Saat ini, semua badan usaha, termasuk UKM, diwajibkan memiliki NPWP.
Dengan demikian, suatu badan usaha dituntut untuk mengetahui dengan pasti
berapa penghasilan kena pajaknya. Ini juga sebagai salah satu cara pemerintah
untuk memancing agar badan UKM mau untuk membuat LK. Karena
pelaporan pajak yang valid adalah melalui penyusunan laporan keuangan yang
benar. Setelah melakukan penyusunan laporan keuangan yang benar, maka
suatu usaha UKM telah dapat menghitung pajak penghasilan terutangnya
sesuai dengan aturan yang ada dalam PSAK No. 46.
NPWP yang telah dimiliki oleh suatu badan usaha juga dapat menjadi salah
satu kunci untuk mendapatkan pinjaman modal dari Bank. Karena saat ini,
ketersediaan NPWP merupakan syarat mutlak bagi suatu usaha untuk
mendapatkan pinjaman modal. Pinjaman ini, dapat digunakan untuk
memperbesar usahanya sehingga usahanya akan semakin berkembang dan
lebih mampu bersaing.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang ada di paper ini adalah
apakah UKM telah melakukan proses pembukuan yang baik dan benar
sehingga dapat mencantumkan jumlah pajak terutangnya secara tepat dan
terukur dalam NPWP? Dengan demikian focus penelitian ini adalah suatu
pengerjaan dimana UKM diajak untuk mengerjakan laporan keuangannya agar
dapat menghasilkan data dan informasi yang akurat sebagai landasan
pembayaran pajak.
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk memberikan kesadaran kepada para
pengusaha UKM untuk melakukan pencatatan akuntansi kegiatan usahanya
dalam bentuk laporan keuangan. Hal itu bertujuan sebagai sarana kemudahan
mereka untuk menghitung pajak terutang yang akan diisikan dalam surat
pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan. Untuk mengisi SPT Tahunan tersebut
pengusaha UKM harus mendaftarkan diri ke instansi terkait untuk
mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). SPT Tahunan nantinya akan
berguna bagi pengusaha UKM untuk memenuhi persyaratan peminjaman
modal kepada lembaga-lembaga keuangan.
Oleh karena itu, obyek pajak harus memiliki laporan keuangan, sebab yang
paling ditekankan disini adalah Rugi / Laba usaha. Dan untuk mengetahui Rugi
/ Laba usaha, obyek pajak harus melakukan proses pembukuan dan pencatatan
akuntansi dalam bentuk laporan keuangan agar semua data keuangan yang
diisikan benar dan valid, guna menghindari kerugian dan sanksi dari Ditjend
pajak.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang kami sajikan antara lain adalah untuk masyarakat luas,
untuk pihak-pihakpengusaha UKM dan untuk akademisi.
Bagi masyarakat luas, penelitian ini bermanfaat untuk menambah literatur atas
kajian ilmiah mengenai keuntungan melakukan pencatatan dalam bentuk
laporan keuangan sebagai landasan UKM untuk melaporkan pajak
penghasilan.
Bagi UKM, penelitian ini bermanfaat sebagai contoh atau acuan untuk
mengetahui pentingnya laporan keuangan baik berdasarkan PSAK Umum
maupun SAK ETAP bagi UKM.
Bagi kalangan Akademisi, penelitian ini berguna sebagai referensi atas kajian
ilmiah mengenai pentingnya laporan keuangan pada setiap entitas usaha.
Selain itu, dengan adanya peran akademisi, diharapkan UKM dapat lebih
berkembang.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil
Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS),
Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994,
dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK),
termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai
memiliki:
1. Kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha,
2. Memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga
negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp
200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil):
1. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia;
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.
Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil):
1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan
usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;
2. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
Usaha Menengah atau Besar;
3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak
Rp. 100 juta per tahun.
Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003, maka pengusaha kecil adalah
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena
pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau
penerimaan brutto tak lebih dari 600 juta.
Usaha Menengah (menurut Inpres No. 10/1999, tentang Pemberdayaan Usaha
Menengah)
1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan
usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;
2. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun
tidak langsung, dengan Usaha Besar;
3. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan
Rp.10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.
Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil):Usaha pada semua sektor ekonomi
yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan
pendapatan usaha.
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4
(empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai
sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar
(UB).
Karakteristik dasar UKM di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
2. Masih lemahnya struktur kemitraan dengan Usaha Besar
3. Lemahnya quality control terhadap produk
4. Belum ada kejelasan standardisasi produk yang sesuai dengan keinginan
konsumen
5. Kesulitan dalam akses permodalan terutama dari sumber-sumber
keuangan yang formal
6. Pengetahuan tentang ekspor masih lemah
7. Lemahnya akses pemasaran
8. Keterbatasan teknologi, akibatnya produktivitas rendah dan rendahnya
kualitas produk
9. Keterbatasan bahan baku
UU dan Peraturan tentang UKM adalah :
1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang
Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka
Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil
dan Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan
Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan
Badan Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
(http://fadliekm07.blogspot.com/2009/03/tugas-definisi-dan-karakteristik-
ukm.html)
2.2 Laporan Keuangan
Pentingnya Laporan Keuangan
Mereka yang mempunyai kepentingan terhadap perkembangan suatu
perusahaan sangatlah perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan
tersebut. Dimana kondisi keuangan suatu perusahaan tercermin dalam
laporan keuangannya. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai pengertian
laporan keuangan, sifat laporan keuangan, tujuan laporan keuangan,
keterbatasan laporan keuangan serta kepentingan pihak-pihak terhadap
laporan keuangan itu.
Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah ringkasan dari proses akutansi selama tahun buku
yang bersangkutan yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap data atau aktivitas perusahaan tersebut.
Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca dan perhitungan rugi
laba serta laporan perubahan modal, dimana neraca menggambarkan jumlah
aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu,
sedangkan laporan rugi laba memperlihatkan hasil- hasil yang telah dicapai
oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu dan laporan
perubahan modal menunjukan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan
yang menyebabkan perubahan modal perusahaan. Selain diatas laporan
keuangan juga sering mengikut sertakan laporan lain yang sifatnya
membantu untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, diantara laporan
tersebut adalah laporan perubahan modal kerja, laporan sumber dan
penggunaan kas (laporan arus kas), laporan sebab-sebab perubahan laba
kotor, laporan biaya produksi serta daftar-daftar lainnya.
Sifat Laporan Keuangan
Laporan keuangan dibuat dengan maksud memberikan gambaran kemajuan
(progress report) perusahaan secara periodik. Jadi laporan keuangan bersifat
histories serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report. Laporan
keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari kombinasi antara
fakta yang telah dicatat, prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan dalam
akutansi serta pendapat pribadi.
Fakta-fakta yang telah dicatat, laporan keuangan dibuat berdasarkan fakta
dari catatan akutansi, pencatatan dari pos-pos ini merupakan catatan
histories dari peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau dan jumlah uang
yang tercatat dinyatakan dalam harga pada waktu terjadinya peristiwa
tersebut. Dengan sifat yang demikian maka laporan keuangan tidak dapat
mencerminkan posisi keuangan dari suatu perusahaan dalam kondisi
perekonomian paling akhir.
Prinsip dan kebiasaan di dalam akutansi, data yang dicatat didasarkan pada
prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsip-
prinsip akutansi yang lazim, di dalam akutansi juga digunakan prinsip atau
anggapan-anggapan yang melengkapi konvensi-konvensi atau kebiasaan
yang digunakan antara lain : bahwa perusahaan akan tetap berjalan sebagai
suatu yang going concern, konsep ini menganggap bahwa perusahaan akan
berjalan terus, konsekwensinya bahwa jumlah-jumlah yang tercantum
dalam laporan merupakan nilai-nilai untuk perusahaan yang masih berjalan
yang didasarkan pada nilai atau harga pada terjadinya peristiwa itu. Jadi
jumlah uang yang tercantum dalam laporan bukanlah nilai realisasi jika
aktiva tersebut dijual.
Pendapat pribadi, dimaksudkan bahwa walaupun pencatatan akutansi telah
diatur oleh dalil-dalil dasar yang telah ditetapkan yang sudah menjadi
standar praktek pembukuan, namun penggunaan tersbut tergantung oleh
akuntan atau pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan missal dalam
menentukan nilai persediaan itu tergantung pendapat pribadi manajement
serta berdasar pengalaman masa lalu
Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan dibuat untuk suatu tujuan dimana tertuang dalam Prinsip
akutansi Indonesia 1984 mengenai tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan
dalam sumber ekonomi neto (sumber dikurangi kewajiban) suatu
perusahaan yang timbul dari aktivitas perusahaan dalam rangka
memperoleh laba.
3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan di dalam mengestimasi potensi perusahaan dalam menghasilkan
laba.
4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban seperti informasi mengenai
aktivitas pembelanjaan dan penanaman
5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai
laporan, seperti informasi mengenai kebijaksanaan akutansi yang dianut
perusahaan.
Keterbatasan Laporan Keuangan
1. Laporan keuangan sifatnya sementara dan bukan laporan yang final,
karena itu jumlah dan hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan
tidak menunjukan nilai likuiditas atau realisasi dimana dalam
pembuatannya terdapat pendapat-pendapat pribadi yang telah dilakukan
oleh akuntan atau management yang bersangkutan.
2. angka yang tercantun dalam laporan keuangan hanya merupakan nilai
buku (book value) yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang
maupun nilai gantinya.
3. Untuk para investor laporan keuangan hanya bersifat membantu, masih
memerlukan ramalan-ramalan sebabnya adalah bahwa data-data yang
disajikan oleh akutansi semata-mata hanya didasarkan atas “cost” (yang
bersifat histories) dan bukan atas dasar nilainya, akhirnya timbul jurang
(gap) yang cukup besar antara hak kekayaan pemegang saham berupa
aktiva bersih perusahaan yang dinyatakan dalam harga pokok historis
dengan harga saham yang tercatat dibursa. (ikatan akutansi Indonesia,
Jakarta 1974,hal 14).
4. laporan keuangan bersifat konserfatif dalam sikapnya menghadapi
ketidakpastian, peristiwa yang tidak menguntungkan segera
diperhitungkan kerugiannya. Harta, kekayaan bersih, dan pendapatan
bersih selalu dihitung dalam nilainya yang paling rendah.
5. laporan keuangan itu bersifat umum, dan bukan untuk memenuhi
keperluan tiap-tiap pemakai
(http://ilmumanajemen.wordpress.com/2008/12/11/arti-penting-laporan-
keuangan/)
2.3. Pajak
Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang
dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
- Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
- Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.
- Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., &
Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor
swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya
dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan
gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya
untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya
kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik
yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan
untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-
undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus
sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya
ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan
untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun
harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang
semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang
efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.3 NPWP
NPWP adalah Singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan
identitas WP (Wajib Pajak) dalam sistem administrasi perpajakan yang
dipergunakan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan WP.
NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit dimana 9 (sembilan) digit
pertama menunjukkan kode spesifik WP, 3 ( tiga ) digit berikutnya
menunjukkan kode KPP (Kantor Pelayanan Pajak), sementara 3 (tiga )
digit terakhir adalah kode cabang WP.
Fungsi NPWP
1. Sarana dalam administrasi perpajakan.
2. Tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan.
5. Bagi orang yang memiliki usaha dapat membantu kelancaran
usahanya (mempermudah pembayaran ke rekan bisnis karena dapat
memiliki rekening giro di Bank), dan mengembangkan bisnisnya
karena dapat mengajukan kredit ke bank.
Yang wajib mempunyai NPWP adalah orang pribadi yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas (contoh : akuntan, dokter, notaris,
pengacara) dan orang pribadi yang memperoleh penghasilan diatas
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) selama satu tahun dan semua
badan usaha.
Wajib pajak harus memiliki NPWP 1 (satu) bulan setelah saat usaha
mulai dijalankan atau akhir bulan berikutnya setelah penghasilan yang
bersangkutan melebihi PTKP.
Top Related