BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sectio Caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus. Akan tetapi, persalinan melalui Sectio
Caesaria bukanlah alternatif yang lebih aman karena di perlukan pengawasan
khusus terhadap indikasi di lakukannya Sectio Caesaria maupun perawatan ibu
setelah tindakan Sectio Caesaria, karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat
akan berdampak pada kematian ibu. Oleh karena itu pemeriksaan dan monitoring
dilakukan beberapa kali sampai tubuh ibu dinyatakan dalam keadaan sehat (1).
Salah satu upaya untuk mencegah kejadian ini dapat dilakukan mobilisasi dini
(Early Ambulation).
Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk
berjalan. Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat
pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Dengan
mobilisasi dini diharapkan ibu nifas dapat menjadi lebih sehat dan lebih kuat,
selain juga dapat melancarkan pengeluaran lochea, membantu proses
penyembuhan luka akibat proses persalinan, mempercepat involusi alat
kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan serta
meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi air susu
ibu (ASI) dan pengeluaran sisa metabolisme (2).
11
Persalinan yang dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang
lebih lama di rumah sakit. Hal ini tergantung dari cepat lambatnya kesembuhan
ibu akibat proses pembedahan. Biasanya, hal ini membutuhkan waktu sekitar
3 - 5 hari setelah operasi. Ibu yang baru menjalani seksio sesaria lebih aman bila
diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat
tidak terdapat komplikasi selama masa nifas. Komplikasi setelah tindakan
pembedahan dapat memperpanjang lama perawatan dan memperlama masa
pemulihan di rumah sakit (3).
Pada Sectio Caesaria terjadi perlukaan baik pada dinding abdomen (kulit
dan otot perut) dan dinding uterus. Adanya luka post Sectio Caesaria merupakan
salah satu faktor yang memperpanjang lama perawatan ibu post Sectio Caesaria di
rumah sakit. Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan dari luka post
Sectio Caesaria antara lain adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya
mobilisasi dini diharapkan akan menyebabkan perbaikan supply darah sehingga
berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan luka post Sectio Caesaria
(4).
Menurut Kasdu (3) mobilisasi dini post Seksio Cesarea dapat dilakukan
secara bertahap sebagai berikut : Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca
operasi Seksio Caesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa
dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki
dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki; Setelah 6 - 10 jam, ibu diharuskan untuk dapat
miring kekiri dan kekanan untuk mencegah trombosis dan trombo emboli;
2
Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk; Setelah ibu
dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
Di RSUD Ratu Zalecha Martapura selama tahun 2009, jumlah ibu yang
melahirkan secara keseluruhan sebanyak 1.019 orang, 308 orang ibu (30,2%)
diantaranya dengan persalinan Sectio Caesaria. Persalinan Sectio Caesaria di
RSUD Ratu Zalecha Martapura dilakukan dengan berbagai indikasi baik dari
faktor ibu maupun faktor janin. Faktor ibu diantaranya karena penyakit
preeklampsia berat (11,04%), ketuban pecah dini (9,74%) dan kelainan kontraksi
rahim (8,77%). Faktor janin sebagian besar disebabkan karena kelainan letak janin
sebanyak 33 kasus (10,72%), kelainan plasenta baik plasenta previa maupun
solusio plasenta sebanyak 31 (10,06%) dan 4,54% karena gawat janin (fetal
distress) (5).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti selama
mengikuti kegiatan praktek klinik kebidanan pada periode bulan November 2009
di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura yaitu dengan melakukan
wawancara kepada 10 ibu post Sectio Caesaria didapatkan kenyataan bahwa
terdapat enam (60%) ibu yang tidak mau melakukan mobilisasi dini yang
disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya ibu merasakan nyeri pada luka post
Sectio Caesaria. Rasa nyeri masih dirasakan ibu 2 - 3 hari setelah operasi dan
umumnya membuat ibu malas untuk melakukan mobilisasi atau menggerakkan
badan dengan alasan takut jahitan lepas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Emelia (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan tingkat nyeri post Sectio
Caesaria dengan motivasi ibu untuk melakukan kontak dini.
3
Berdasarkan fenomena tersebut dan mengingat pentingnya mobilisasi
dini untuk penyembuhan luka post Sectio Caesaria dan pemulihan kesehatan ibu
maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang hubungan mobilisasi
dini ibu post Sectio Caesaria dengan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2010 .
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu sebagai berikut: “Apakah ada hubungan mobilisasi dini
ibu post Sectio Caesaria dengan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2010 ? “
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan mobilisasi dini ibu post Sectio Caesaria
dengan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha
Martapura Tahun 2010.
1.3.2 Tujuan khusus
1). Mengidentifikasi mobilisasi dini
ibu post Sectio Caesaria di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha
Martapura Tahun 2010.
4
2). Mengidentifikasi penyembuhan
luka operasi ibu post Sectio Caesaria di Ruang Nifas RSUD Ratu
Zalecha Martapura Tahun 2010
3). Menganalisis hubungan
mobilisasi dini ibu post Sectio Caesaria dengan penyembuhan luka
operasi di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2010
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.4.1 Bagi Ibu
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran ibu tentang tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah
menjalani persalinan yang bermanfaat pemulihan kesehatan fisiknya seperti
keadaan semula .
1.4.2 Bagi Ilmu dan Profesi Kebidanan
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan
ilmu kebidanan serta merupakan masukan informasi yang berharga bagi profesi
bidan dalam menyusun program pemberian pendidikan kesehatan tentang
pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah menjalani persalinan.
1.4.3 Bagi RSUD Ratu Zalecha Martapura
Penelitian ini dapat digunakan sebagai penilaian dan pemikiran terhadap
pelayanan yang telah diberikan terutama dalam pemberian asuhan kebidanan
kepada ibu post Sectio Caesaria selama perawatan masa nifas.
5
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan perbandingan serta dapat
dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan.
1.4.5 Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan dan mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada di
lapangan dan pengalaman yang sangat berguna dalam memberikan asuhan
kebidanan kepada ibu serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan karya
tulis ilmiah.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai hubungan mobilisasi dini ibu post Sectio
Caesaria dengan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas RSUD
Ratu Zalecha Martapura Tahun 2010 belum pernah dilakukan di Akademi
Kebidanan Martapura, tetapi ada penelitian-penelitian sebelumnya yang
mendukung dan berkaitan dengan penelitian ini yaitu yang berjudul :
1. Hubungan penilaian afterpain dengan motivasi ibu untuk mobilisasi dini
pasca persalinan spontan di BPS wilayah kerja Puskesmas Martapura
(6). Penelitian ini bersifat survey analitik dengan pendekatan secara
cross sectional. Pengambilan sampel secara Accidental Sampling
6
dengan tehnik pengumpulan data kuesioner. Analisis data menggunakan
Korelasi Spearman’s. Secara statistik penelitian ini menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara penilaian afterpain pasca salin dengan
motivasi ibu untuk melakukan mobilisasi dini pasca persalinan spontan
(p = 0,000). Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah
pada tujuan penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data
yaitu observasi, serta teknik analisis data dengan Chi-Square Test.
2. Hubungan tingkat nyeri post Sectio Caesaria dengan motivasi ibu untuk
melakukan kontak dini di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2009 (7). Penelitian ini bersifat survey analitik dengan
pendekatan secara cross sectional. Pengambilan sampel secara Total
Sampling dengan tehnik pengumpulan data menggunakan Visual Analog
Scale (VAS) dan kuesioner. Analisis data menggunakan Korelasi
Spearman’s. Secara statistik penelitian ini menunjukkan ada hubungan
tingkat nyeri post Sectio Caesaria dengan motivasi ibu untuk melakukan
kontak dini (p value = 0,000). Perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah pada tujuan penelitian, variabel penelitian,
metode pengumpulan data yaitu observasi, serta teknik analisis data
dengan Chi-Square Test.
3. Gambaran tentang mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan
operasi Sectio Caesaria terhadap percepatan penyembuhan luka operasi
di Ruang Nifas RSUD Banjarbaru Tahun 2008 (8). Penelitian ini
bersifat deskriftif. Pengambilan sampel secara Purposive Sampling
7
dengan metode pengumpulan data observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar mobilisasi ibu post partum Sectio
Caesaria kurang baik. Sedangkan percepatan penyembuhan luka operasi
sebagian besar < 5 hari. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada rancangan penelitian survey analitik, tujuan
penelitian, variabel penelitian (bebas dan terikat), tempat dan waktu
penelitian serta teknik analisis data dengan Chi-Square Test.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Konsep Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan (9).
Hamilton (10), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting
pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang dengan
banyak tingkatan imobilisasi parsial. Beberapa klien mengalami kemunduran dan
selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain,
berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak
terbatas.
9
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat
pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak
keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini
pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan
mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,
kekakuan/penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan
pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering
kali dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien tidak mau melakukan mobilisasi
ataupun dengan alasan takut jahitan lepas klien tidak berani merubah posisi.
Menurut Hamilton (10) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak
yaitu :
1). Rentang gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien
2). Rentang gerak aktif. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3). Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi
dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
10
9
Manfaat mobilisasi dini bagi ibu post operasi menurut Mochtar (4),
adalah :
a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat. Dengan bergerak, otot –otot perut dan
panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.Faal usus dan
kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic
usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ
tubuh bekerja seperti semula.
b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat
anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih
misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan
bias merawat anaknya dengan cepat
c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan.
Sedangkan menurut Manuaba (2), perawatan mobilisasi dini mempunyai
keuntungan sebagai berikut :
1). Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
2). Mempercepat involusi alat kandungan
3). Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4). Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi
pengeluaran air susu ibu (ASI) dan pengeluaran sisa metabolisme.
11
Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi adalah
1). Peningkatan suhu tubuh. Adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa
darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari
tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
2). Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik
sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat
dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang
terbuka.
3). Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan
menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus.
Menurut Kasdu (3) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap pada ibu
post operasi Seksio Caesaria adalah sebagai berikut :
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu paska operasi
seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan
adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki.
2) Setelah 6 - 10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri
dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli.
3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar
untuk duduk.
4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
12
2.1.2. Konsep Penyembuhan Luka
Luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan
fungsi jaringan pada tubuh (11). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ; respon stres simpatis; perdarahan
dan pembekuan darah; kontaminasi bakteri; dan kematian sel.
Proses penyembuhan luka terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan. Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Perdanakusuma
(12) yaitu :
1). Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
2). Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
3). Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
4). Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
5). Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
6). Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.
13
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (11).
1). Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah
luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan
pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet
yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.
Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit
bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama
lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme
dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga
14
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung
epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat
proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan.
2). Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh
darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan
perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan
mudah pecah.
3). Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke- 21 dan berakhir 1 - 2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya,
15
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Sedangkan menurut Perdanakusuma (12), proses penyembuhan luka
terdiri dari :
1). Fase Inflamatory.
Fase inflamatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4
hari pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis.
Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai
hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk
menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan
menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian
besar sel fagosit (makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor
angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh
luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.
2). Fase Proliferative.
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast
secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini
membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel
terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh
16
kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi
jaringan, adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah.
3). Fase Maturasi.
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut
selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah,
membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru
menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas
luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (13) proses penyembuhan luka terdiri dari :
1). Devensive/ Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga
46 hari. Tahap ini terbagi atas homeostasis, respon inflamatori, Tibanya sel darah
putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh
darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah
matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon
inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan
permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi
luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils
membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan.
17
Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris
oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam
amino normal dan glukose. Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama
lebih kurang 48 jam.
2). Reconstruksion/Tahap Prolifrasi.
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut
selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C,
dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan
dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
3). Tahap Maturasi.
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga
bekas luka merekat kuat.
2.1.3. Konsep Sectio Caesaria (SC)
Istilah Caesar sendiri berasal dari bahasa Latin caedere yang artinya
memotong atau menyayat. Operasi Caesar menurut Leon J. Dunn, dalam buku
Obstetrics and Gynecology, menyebutkan sebagai cesarean section,
laparotrachelotomy, atau abdominal delivery yaitu persalinan untuk melahirkan
janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan di perut dengan
menyayat dinding rahim (3).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
18
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gr (9). Sectio Caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding depan
perut/vagina atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (4).
Ada 4 alasan persalinan harus dilakukan dengan operasi, yaitu untuk
keselamatan ibu dan janin ketika harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi, distosia
(persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami, dan bayi dalam keadaan
darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dilalui
janin (3)
Menurut Mochtar, (4) ada beberapa jenis Sectio Caesarea yaitu sebagai
berikut
1). Sectio Caesarea Transperitoneal
a. Sectio Caesarea Klasik atau Korporal yaitu dengan melakukan sayatan
vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan
keluar bayi.
Kelebihannya adalah 1) mengeluarkan janin dengan cepat; 2)
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik; 3) Sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal;
Kekurangannya adalah 1) Infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik; 2) Untuk persalinan
yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
19
b. Sectio Caesarea Ismika atau Profunda yaitu dengan melakukan
sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan pada segmen bawah rahim dan
diatas tulang kemaluan kira-kira 10 cm.
Kelebihannya adalah 1) Penjahitan luka lebih mudah;
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik; 3) Tumpang tindih
dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum; 4) Perdarahan tidak begitu banyak; 5) Kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangannya adalah 1) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan
bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak; 2) Keluhan pada kandung kemih post
operasi tinggi.
2). Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal.
Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar
terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling banyak
dari operasi Caesar adalah akibat tindakan anestesi, jumlah darah yang
dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit,
endometritis, tromboplebilitis, embolisme paru-paru, dan pemulihan bentuk serta
letak rahim menjadi tidak sempurna. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap
257.000 kelahiran Caesar di Washington, Amerika Serikat, dalam rentang waktu
antara tahun 1987 - 1996, menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan yaitu
20
sebanyak 3.149 ibu atau 1,2% di antaranya, dua bulan kemudian ternyata
harus kembali dirawat karena mengalami infeksi pasca bedah.
Komplikasi lain yang bisa bersifat ringan adalah kenaikan suhu tubuh
selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat, seperti
peritonitis, sepsis(reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-
zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-duanya) atau disebut juga terjadi
infeksi puerperal. Infeksi pasca operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya
berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan tindakan
vaginal sebelumnya.
Namun dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotik dan
persediaan darah yang cukup, saat ini operasi Caesar jauh lebih aman daripada
dahulu. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas yang baik dan tenaga-
tenaga yang kompeten, angka kejadiannya kurang dari 2 per 1.000.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kelainan atau gangguan yang menjadi
indikasi untuk melakukan pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Perdarahan pada wanita penderita plasenta previa berisiko lebih besar daripada
wanita yang mengalami operasi Caesar karena kelainan panggul. Begitu pula,
makin lama persalinan berlangsung, makin meningkat bahaya infeksi pasca
operasi apalagi setelah ketuban pecah.
Adapun risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan
dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi
21
adalah (3) :
1). Alergi. Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat
tertentu. Pada awalnya, yaitu.waktu pembedahan, segalanya bisa berjalan
lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam
kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru bereaksi
sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu diketahui, penggunaan
obat-obatan pada pasien dengan operasi Caesar lebih banyak dibandingkan
dengan cara melahirkan alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari
antibiotik, obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan
infus.
2). Perdarahan. Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-
bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh
karena itu, sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan
pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah
pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang arteria uteria ikut terbuka atau karena atonia
uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara
mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan
histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.
3). Cedera pada organ lain. Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan
pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum
atau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah Caesar yang tidak
sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing.
22
Selain itu, dapat juga berdampak pada organ lain dengan menimbulkan
perlekatan pada organ-organ di dalam rongga perut untuk kehamilan risiko
tinggi yang memerlukan penanganan khusus.
4). Parut dalam rahim. Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan
akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta
persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan
dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika operasi dilakukan secara sempurna
risiko ini sangat kecil terjadi. Sebenarnya, apabila hal ini terjadi termasuk
komplikasi dalam persalinan dengan operasi. Sekitar 1 - 3 % angka kejadian
akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya, kondisi ini terjadi
apabila menggunakan sayatan klasik atau vertikal .
5). Demam. Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan
penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.
6). Mempengaruhi produksi ASI. Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASl
jika dilakukan pembiusanan total (narkose). Akibatnya, kolostrum (air susu
yang keluar pertama kali) tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat
segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan
pembiusan regional (misalnya spinal) tidak banyak mempengaruhi
produksi ASI.
Persalinan yang dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang
lebih lama di rumah sakit. Hal ini tergantung dari cepatlambatnya kesembuhan ibu
akibat proses pembedahan. Biasanya, hal ini membutuhkan waktu sekitar 3-5 hari
23
setelah operasi. Pada hari ke-5, apabila tidak ada komplikasi, ibu diperbolehkan
pulang ke rumah (3).
1). Pemeriksaan yang dilakukan. Tindakan atau pemeriksaan yang akan
dilakukan selama ibu di rumah sakit adalah :
a. Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini bisa
dilakukan beberapa kali dalam sehari.
b. Meskipun persalinan dengan operasi, pasien juga dapat mengalami
perdarahan vagina karena cairan lokia akan mengalir dari rahim ibu.
Jumlah dan penampilan lokia yang bercampur darah akan dipantau secara
teratur oleh petugas dengan menanyakan kepada pasien atau jika perlu
memeriksa langsung dari pembalutnya.
c. Petugas juga akan mencatat dan memeriksa air seni yang keluar dan
tertampung di kantung urine selama ibu menggunakan kateter. Kateter
masih digunakan sampai ibu merasa kuat bangun dari tempat tidur.
d. Tes darah kadang dilakukan sedikitnya sekali setelah persalinan untuk
memastikan bahwa hemoglobin ibu sudah normal.
e. Pada beberapa ibu, infus masih tetap dipasang sampai kondisi tubuh ibu
dinyatakan normal. Misalnya, ibu sudah dapat makan dan minum dengan
baik.
f. Bekas sayatan akan diperiksa. Kalau diperlukan, perban akan diganti.
g. Mengukur suhu tubuh. Apabila suhu tubuh mencapai 38° C atau lebih
maka harus dicari penyebabnya. Kemungkinan terjadi infeksi dalam
tubuh.
24
h. Dokter akan menanyakan mengenai kontrasepsi yang mungkin akan
digunakan.
i. Petugas akan menunjukkan kepada pasien cara membersihkan tali pusar
bayi yang belum putus.
j. Ibu akan diberi tanggal untuk pemeriksaan pasca persalinan dengan
membawa bayi untuk melakukan pemeriksaan pertama setelah
melahirkan.
2). Efek pembiusan. Jika ibu mendapatkan anestesi epidural maka efek biusnya
kecil, sedangkan apabila menggunakan anestesi spinal, tungkai bawah akan
terasa kebal, tidak dapat digerakkan selama beberapa jam. Namun, apabila
operasi menggunakan anestesi umum, biasanya pasien akan mengantuk, serta
nyeri kerongkongan (akibat selang yang biasanya dimasukkan ke dalam mulut
dan kerongkongan untuk membantu pernapasan). Selain itu, mulut pun terasa
kering selama beberapa jam pertama setelah operasi. Perasaan letih dan
bingung mungkin akan dialami sebagian besar ibu setelah melahirkan. Selain
itu, mungkin akan timbul perasaan tidak nyaman karena nyeri di daerah luka,
terutama setelah pengaruh obat biusnya hilang.
3). Buang air kecil. Ketika akan operasi, pengeluaran air seni pasien akan
ditampung lewat selang (kateter) yang disambungkan ke sebuah kantung. Efek
pembiusan yangdiberikan pada saat melahirkan bisa mempengaruhi
kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih. Akibatnya, tidak dapat
merasakan apakah kandung kemih penuh atau sudah kosong.
25
Kateter untuk membuang air kecil akan terus digunakan sampai sekitar
12 – 24 jam pasca bedah. Namun, apabila warna urin tidak jernih maka
pemasangan kateter akan berlangsung lebih lama. Kateter dipasang sampai 48
jam atau lebih jika pembedahannya akibat rupture uteri, partus lama atau
macet, oedema perineum yang luas dan sepsis puerperalis atau pelvio
peritonitis, serta hematuria. Apabila jika sampai terjadi perlukaan pada
kandung kemih, kateter bisa dipasang sampai 7 hari.
Pemakaian kateter ini tidak akan terasa sakit. Namun, rasa sakit akan
sangat terasa apabila ibu mengejan, batuk, tertawa atau aktivitas lain yang
meninggikan tekanan rongga perut. Demikian ketika akan dicabut, timbul
sedikit nyeri di daerah vagina. Pada keadaan normal, yaitu hari kedua setelah
operasi, dokter memperbolehkan ibu buang air kecil sendiri tanpa bantuan
kateter.
4). Infus akan tetap dipasang di lengan selama beberapa jam sampai gerakan usus
kembali normal. Setelah 24 jam, jarum infus biasanya sudah dibuka dan ibu
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya.
5). Minum dan makan. Pemeriksaan organ pencernaan dilakukan enam jam
setelah operasi. Apabila kondisi tubuh ibu baik maka ibu dapat diberi minum
hangat sedikit, kemudian secara bertahap dapat minum lebih banyak (terutama
apabila pasien menggunakan anestesi regional dan tidak muntah). Namun
pada anestesi total, kembalinya organ pencernaan ke kondisi normal memakan
waktu lebih lama. Namun umumnya pasien sudah dapat minum dan makan
makanan lunak pada hari pertama setelah operasi.
26
Pada pembiusan total, ibu diperbolehkan minum setelah operasi
setelah berhasil buang gas. Setelah itu, ibu mulai diperbolehkan minum sedikit
demi sedikit dan dilanjutkan dengan makan makanan yang lembut dalam
jumlah terbatas. Apabila usus besar diperkirakan sudah mulai bekerja kembali,
infus yang tadinya terpasang selama pembedahan berlangsung mulai
dilepaskan. Pada saat ini, ibu di ijinkan untuk minum dan kemudian makan
dalam jumlah yang lebih banyak.
Perlu diingat, ketika organ pencernaan belum kembali normal dan ibu
merasa haus atau lapar, janganlah sekali-kali melanggar aturan, misalnya
dengan makan makanan yang memang belum diizinkan. Perlu diingat, usus
besar perlu menyesuaikan diri untuk bisa berfungsi kembali seperti sediakala.
Namun pada umumnya, pada hari kelima setelah operasi, pasien harus bisa
makan makanan biasa.
6). Bekas luka. Selama masih dalam perawatan di rumah sakit, luka bekas irisan
operasi akan terus dipantau oleh petugas karena dikhawatirkan terjadi
perdarahan atau infeksi pada bekas luka tersebut. Jahitan bekas luka di perut
ibu akan ditutupi oleh kain kasa lembut. Kasa perut harus dilihat satu hari
pasca bedah. Apabila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
Umumnya, kasa perut dapat diganti pada hari ke 3 - 4 sebelum pulang dan
seterusnya pasien menggantinya setiap hari. Luka dapat diberi salep betadin
sedikit. Apabila jahitan luka tidak terserap otomatis, jahitan perlu dibuka. Hal
ini dapat dilakukan lima hari pasca bedah dengan menimbulkan sedikit rasa
tidak enak.
27
7). Buang air besar. Kalau merasa sudah agak kuat, biasanya ibu ingin segera ke
kamar kecil untuk buang air kecil. Apabila hal ini berhasil dilakukan, biasanya
ibu juga ingin buang air besar. Melakukan buang air besar pertama kalinya
setelah SC biasanya membutuhkan usaha yang lebih besar. lbu harus
mengejan atau setengah memaksa untuk mengeluarkan isi perut. Padahal,
perut masih terasa sakit. Oleh karena itu, janganlah terlalu memaksakan diri.
Pada umumnya, para ibu baru akan buang air besar pada hari ketiga.
Biasanya, pada saat awal setelah persalinan, banyak ibu-ibu yang mengalami
sembelit.
Namun, banyak wanita menjadi sembelit setelah persalinan karena
sejumlah besar cairan hilang dari tubuh, sedangkan dubur menyerap air
sebanyak mungkin dari tinja agar cairan tubuh seimbang. Keadaan ini
biasanya terjadi pada hari-hari pertama sampai hari kelima setelah operasi SC.
Oleh karena itu, kalau mengalami kesukaran melakukan buang air besar, ibu
bisa minta obat pencahar. Apabila berhasil buang air besar, berarti ibu telah
membuang angin yang tertahan di perut yang menyebabkan perut terasa sakit.
Untuk mengatasi sembelit, upayakan untuk mengonsumsi makanan yang
berserat tinggi, seperti sereal dan buah-buahan.
8). Bangun dan menggerakkan tubuh. Dewasa ini, makin banyak dokter dan
tenaga medis yang menganjurkan ibu yang baru melahirkan dengan operasi
menggerakan anggota tubuhnya. Gerak tubuh ini akan membantu ibu
memperoleh kembali kekuatan dengan cepat dan memudahkan kerja usus
besar serta kandung kemih, paling tidak sampai ibu buang gas. Aktivitas ini
28
juga akan membantu mempercepat organ kembali bekerja seperti semula.
Meskipun demikian, ibu berada di ranjang selama enam jam pertama setelah
operasi. Pada saat ini gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
tangan, kaki, dan jari-jarinya agar kerja organ pencernaan kembali normal.
Namun, apabila gerakan ini masih terasa berat, setidaknya 12 jam
setelah operasi sudah mampu untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah.
Berawal dari sini, ibu mulai dapat duduk pada jam 8 - 12 setelah operasi. Ibu
dapat berjalan apabila mampu pada 24 jam setelah operasi. Namun hati-hati,
pada hari-hari pertama operasi biasanya ibu masih berjalan sempoyongan.
Sampai hari kedua setelah pembedahan, ibu merasa sangat lelah dan
terganggu oleh adanya sayatan di bagian bawah. Bergerak, membungkuk, dan
berjalan, rasanya sangat sulit dan nyeri. Meskipun demikian, ibu tetap harus
berusaha, sedikit demi sedikit untuk melakukan gerakan. Diawali dari
menggerakan jari kaki, memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot-otot betis, serta menekuk dan menggeser-geser kaki ke
tempat tidur.
Rasa sakit yang masih terasa 2 - 3 hari setelah operasi umumnya
membuat ibu enggan menggerakkan badan, apalagi turun dari tempat tidur.
Mobilitas ini akan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat
kesembuhan dan memudahkan kerja usus besar serta kandung kemih.
Upayakan bangkit dari tempat tidur walaupun bekas sayatan terasa sakit. lbu
akan lebih mudah bergerak jika perut tidak tegang. Ketika pertama kali turun
dari tempat tidur, ibu mungkin merasakan aliran darah mendadak deras dan
29
menakutkan. Itu adalah darah yang terkumpul di vagina pada saat berbaring.
Oleh karena itu ada baiknya ibu meminta bantuan ketika pertama kali turun
dari tempat tidur karena mungkin merasa hilang kesadaran atau lemas.
9). Istirahat. Dokter mungkin akan meminta untuk beristirahat di tempat tidur dan
memberi suntikan untuk mengurangi rasa sakit sehingga lebih mudah
beristirahat. Pikiran mengenai bayi yang baru dan perubahan yang terjadi pada
tubuh ibu, termasuk nyeri yang terasa akibat operasi akan mengganggu sistem
tubuh.
10). Membersihkan diri. Seperti halnya persalinan alami, setelah melahirkan
mengeluarkan cairan lochea, yaitu darah sisa-sisa bekas plasenta. Oleh
karena itu, setelah buang air, ibu harus membasuh vagina hingga bersih.
Pada sebagian wanita, lochea akan berhenti sekitar 14 hari sementara pada
wanita lain akan berlangsung sampai 6 minggu. Namun, umumnya sekitar
20 - 30 hari. Pada ibu yang tidak memberikan ASI, lochea berhenti setelah
haid pertama muncul, yaitu sekitar 4 minggu setelah persalinan.
Perawatan 3 - 4 hari di rumah sakit cukup untuk mengembalikan fisik ibu
yang baru bersalin dengan operasi. Sebelum pulang, sebaiknya kuasai bagaimana
cara merawat luka operasi. Biasanya, pasien diminta datang kembali ke dokter
untuk pemantauan perawatan luka tujuh hari setelah pulang. Pasien boleh mandi
seperti biasanya, setelah hari ke- 5 operasi.
30
2.2. Landasan Teori
Sectio Caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus. Akan tetapi, persalinan melalui Sectio
Caesaria bukanlah alternatif yang lebih aman karena di perlukan pengawasan
khusus terhadap indikasi di lakukannya Sectio Caesaria maupun perawatan ibu
setelah tindakan Sectio Caesaria, karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat
akan berdampak pada kematian ibu.
Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk
berjalan. Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat
pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Dengan
mobilisasi dini diharapkan ibu nifas dapat menjadi lebih sehat dan lebih kuat,
selain juga dapat membantu proses penyembuhan luka akibat proses
persalinan (2).
31
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan konsep-konsep teoritis diatas maka dapat digambarkan
kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut :
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
Gambar 2.1
32
PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESARIA
MOBILISASI DINI POST SECTIO CAESARIA
1. Usia Ibu2. Keadaan
umum ibu3. Status Gizi
Ibu4. Penyakit
Penyerta
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT
Kerangka Konsep Penelitian.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka disusun suatu hipotesis
yang merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai
berikut : “Ada hubungan mobilisasi dini ibu post Sectio Caesaria dengan
penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2010”
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian survey analitik karena menganalisis
dinamika korelasi antara variabel bebas (mobilisasi dini post Sectio Caesaria)
dengan variabel terikat (penyembuhan luka post Sectio Caesaria). Model
pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan secara cross
sectional.
3.2. Subjek Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu post Sectio Caesaria dan
menjalani rawat inap di ruang nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura periode
tahun 2010.
3.2.2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah ibu post Sectio Caesaria dan menjalani
rawat inap di ruang nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura pada periode Pebruari -
Maret 2010. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara
Accidental Sampling .
34
3.3. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang utama pada penelitian ini adalah berupa
kuesioner. Kuesioner mengadopsi pada konsep teoritis tentang perawatan SC
menurut Kasdu (3) dan Depkes. RI (14) seperti yang dipaparkan pada bab dua
dengan beberapa tambahan yang dikembangkan oleh penulis sesuai dengan situasi
dan kondisi tempat penelitian. Instrumen penelitian sebelum digunakan dilakukan
ujicoba untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya.
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah mobilisasi dini
post Sectio Caesaria.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyembuhan luka
post Sectio Caesaria.
3.4.2. Definisi Operasional Penelitian
Tabel 3.1. Definisi operasional penelitian
No Variabel DefinisiAlat Ukur
Skala Hasil Ukur
1
Bebas
Mobilisasi Dini Post Sectio Caesaria
Kemampuan ibu post Sectio Caesaria selekas mungkin untuk bergerak keluar dari tempat tidur
Observasi Ordinal
1. Kurang Baik, apabila < 75% ibu dapat melakukan mobilisasi
35
34
2. Baik, apabila ≥ 75% ibu dapat melakukan mobilisasi
(Nursalam, 2008)
2
Terikat
Penyembuhan Luka Operasi Post Sectio Caesaria
Suatu keadaan yang berhubungan dengan regenerasi jaringan luka akibat proses Sectio Caesaria
Observasi Nominal 1. Tidak Sembuh, apabila dalam 5 hari terdapat tanda-tanda infeksi
2. Sembuh, apabila dalam 5 hari tidak terdapat tanda-tanda infeksi(Kasdu, 2007)
3.5. Prosedur penelitian
3.5.1. Persiapan
Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti melalui tahap-tahap
sebagai berikut yaitu melakukan studi pendahuluan, pencarian literatur,
penyusunan proposal, penyusunan instrumen, uji coba instrumen serta
ujian proposal sampai dengan selesainya proposal penelitian.
3.5.2. Pelaksanaan
Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengajukan surat
permohonan untuk mendapatkan rekomendasi dari Akademi Kebidanan
Martapura dan permintaan ijin penelitian kepada Direktur RSUD Ratu
Zalecha Martapura. Setelah mendapatkan persetujuan institusi tempat
36
penelitian, kemudian peneliti melakukan penelitian yang sesuai dengan
prinsip - prinsip etis penelitian yaitu meminta persetujuan kepada
responden. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi kepada ibu
post SC yang memenuhi kriteria penelitian.
3.5.3. Penyelesaian penelitian/pembuatan laporan
Setelah data terkumpul, kemudian peneliti melakukan tahap
pengolahan dan analisis data untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk
sebuah laporan penelitian.
3.6. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1. Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data pada beberapa variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Variabel Mobilisasi Dini Post SC
Untuk pengukuran variabel mobilisasi dini post SC pada
penelitian ini menggunakan format jawaban Skala Gutman, yang
memungkinkan jawaban tegas atau pasti dari subyek penelitian (16)
dengan hanya dua jawaban yaitu “ Ya atau Tidak”, dengan ketentuan
sebagai berikut : untuk jawaban “Ya” diberi skor 1, jawaban “Tidak”
diberi skor 0. Kemudian diprosentasikan dengan menggunakan
perhitungan yaitu :
37
100 %
Keterangan : P : prosentasef : jumlah jawaban ” Ya”n : jumlah skor maksimal jika pernyataan dijawab ” Ya”
Setelah prosentase diketahui, kemudian hasilnya
diinterpretasikan dengan klasifikasi nilai variabel mobilisasi dini post
Sectio Caesaria adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2. Klasifikasi Nilai dan Kategori mobilisasi dini post Sectio Caesaria
Klasifikasi Nilai Kategori Movilizáis Dini
< 75% Kurang Baik
≥ 75% Baik
2. Penyembuhan Luka Operasi Post SC
Untuk pengukuran variabel penyembuhan luka operasi pada
penelitian ini juga menggunakan format jawaban Skala Gutman, yang
memungkinkan jawaban tegas atau pasti dari subyek penelitian (16)
dengan hanya dua jawaban yaitu “ Terjadi atau Tidak Terjadi”.
Kejadian Infeksi Luka Operasi pada penelitian ini mengadopsi pada
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit,
Depkes. RI (2001) yaitu apabila terdapat beberapa keadaan berikut :
a. Hangat local (kalor)
b. Nyeri (dolor)
c. Kemerahan (rubor)
d. Bengkak local (tumor)
38
e. Demam > 38° C
f. Adanya cairan Pus (nanah) dari luka operasi
g. Ditemukan abses yang mengenai luka insisi
h. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
3.6.2. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat menggunakan uji statistik Chi-Square dengan batas kemaknaan
α = 0,05 yaitu apabila nilai p < 0,05 maka hipotesis diterima (Ho ditolak)
dan bila p > 0,05 maka hipotesis ditolak (Ha diterima) (17).
3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.7.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di ruang nifas RSUD
Ratu Zalecha Martapura.
3.7.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini secara keseluruhan mulai dengan pembuatan
proposal sampai selesainya penulisan hasil penelitian adalah dari bulan
Januari 2009 sampai dengan Maret 2010.
3.8. Rencana Biaya Penelitian
Rencana biaya penelitian secara keseluruhan seperti tergambar pada
tabel 3.3. dibawah ini :
Tabel 3.3. Rencana biaya penelitian
NO KEGIATAN JUMLAH BIAYA
39
1 Biaya persiapana. Bahan dan perizinanb. Survei awal
Rp. 100.000,-Rp. 100.000,-
2 Biaya operasional Rp. 500.000,-3 Pembuatan laporan Rp. 500.000,-
TOTAL Rp. 1.200.000,-
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Yakarta, 2007
2. Manuaba, I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2002
3. Kasdu, D. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Penerbit Puspa Sehat, Jakarta. 2007
4. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2002
5. Laporan Ruang Bersalin RSUD Ratu Zalecha Martapura. Tahun 2010
6. Rif’ah. Hubungan penilaian afterpain dengan motivasi ibu untuk mobilisasi dini pasca persalinan spontan di BPS wilayah kerja Puskesmas Martapura. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Kebidanan Martapura. 2008
7. Emelia. Hubungan tingkat nyeri post Sectio Caesaria dengan motivasi ibu untuk melakukan kontak dini di Ruang Nifas RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2009. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Kebidanan Martapura. 2009
8. Rahmadiana, E. Gambaran tentang mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi Sectio Caesaria terhadap percepatan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas RSUD Banjarbaru Tahun 2008. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Keperawatan Intan Martapura. 2008
9. FK. Unpad. Ginekologi dan Obstetri. Obstetri Operatif. Penerbit FK. Unpad. Bandung. 1999.
10. Hamilton, PM. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000
11. Suriadi. Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak. 2007
40
12. Perdanakusuma. Anatomi Fisiologi dan Penyembuhan Luka. Short Course wound care update. JW Marriot Surabaya. 2007
13. Potter. Fundamental Perawatan. Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006
14. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Depkes. RI Jakarta. 2001
15. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi Revisi. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2008
16. Hidayat, A. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. 2007
17. Hastomo, SP. Analisis Data Kesehatan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 2007
41
PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth
Ibu/ Calon Responden
Di – RSUD Ratu Zalecha Martapura
Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Akademi Kebidanan
Martapura, saya akan melakukan penelitian tentang “Hubungan mobilisasi dini
ibu post Sectio Caesaria dengan penyembuhan luka operasi di Ruang Nifas
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2010”.
Untuk keperluan tersebut saya mohon kesedian saudara untuk menjadi
responden dalam penelitian ini.
Demikian permohonan, atas bantuan dan partisipasinya disampaikan
terima kasih.
Martapura, Pebruari 2010
Peneliti
42
LISNAWATI NIM. 032401SO7063
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah saya membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini maka saya
menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
No. Responden :
Tanggal :………………2010
Tanda tangan :…………………….
43
FORMAT PENGUMPULAN DATA
Judul : HUBUNGAN MOBILISASI DINI IBU POST SECTIO CAESARIA DENGAN PENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RUANG NIFAS RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA TAHUN 2010
Kode Responden :
Tanggal Pengisian : ....................2010
A. DATA DEMOGRAFI
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur :…………. tahun
2. Tingkat Pendidikan terakhir :..............................
3. Pekerjaan :..............................
B. OBSERVASI MOBILISASI DINI
Petunjuk : Berilah tanda chek list ( ) pada kolom Ya jika aktivitas dilakukan ibu dan pada kolom Tidak jika aktivitas tidak dilakukan ibu.
No DAFTAR PERNYATAANHasil Observasi
Ya Tidak1 Setelah 6 jam pertama, ibu menggerakkan lengan
dan tangan
44
2 Setelah 6 jam pertama, ibu menggerakkan ujung
jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
3 Setelah 6 jam pertama, ibu mengangkat tumit dan
menegangkan otot betis
4 Setelah 6 jam pertama, ibu menekuk dan
menggeser kaki
5 Setelah 6 – 10 jam, ibu miring kekiri dan
kekanan
6 Setelah 24 jam ibu mulai belajar duduk
7 Setelah 24 jam ibu mulai belajar berjalan
C. OBSERVASI PENYEMBUHAN LUKA
Petunjuk : Berilah skor 0 apabila tidak terjadi atau skor 1 apabila terjadi tanda-tanda infeksi
No TANDA-TANDA INFEKSIPost Operasi Hari
1 2 3 4 5
1 Hangat lokal (Kalor)*
2 Nyeri lokal (Dolor)*
3 Kemerahan (Rubor)*
4 Bengkak lokal (Tumor)*
5 Suhu > 38° C
6 Pus*
7 Abses*
8 Pernyataan Dokter*
Keterangan :
* : Apabila terdapat salah satu berarti terjadi infeksi luka operasi
45
46