PARTISIPASI POLITIK DALAM PEMILIHAN KEPALA
DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN
TOAPAYA 2012-2018
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
MARIADI J
NIM: 080565102035
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
i
ABSTRAK
Partisipasi politik masyarakat desa akan berjalan dengan lancar apabila ada
perilaku politik dari masyarakat desa dan sosialisasi politik serta komunikasi
politik yang baik dari para bakal calon kepala desa mengenai visi dan misi atau
program kerja yang akan dilaksanakan. Keberhasilan pelaksanaan pemilihan
kepala desa tidak terlepas dari adanya partisipasi aktif anggota masyarakatnya.
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Adapun pengukuran
dari pelaksanaan partisipasi politik masyarakat terhadap pemilihan kepala desa di
desa toa paya selatan pada tahun 2012. Selanjutnya konsep operasional partisipasi
politik dan indicator yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kehidupan
politik di suatu negara adalah: Kesadaran Politik, Kepercayaan terhadap
pemerintah dan Keikutsertaan dalam kehidupan politik. Dari hasil penelitian
tentang Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa Toapaya Selatan Periode
2012-2018 Kabupaten Bintan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi
politik masyarakat desa toapaya selatan sudah cukup berpartisipasi dalam
pemilihan kepala desa pada tahun 2012 kemarin. Ditandai dengan kesadaran
politik yang digambarkan secara umum dinilai matang, selanjutnya kepercayaan
masyarakat terhadap politik yang cukup tinggi, kemudian antusiasme
keikutsertaan masyarakat dalam berpolitik khususnya pada konteks pemilihan
kepala desa di desa toapaya selatan tahun 2012.
Kata Kunci: Partisipasi Politik, Kepala Desa
ii
ABSTRACT
The political participation of rural communities will go smoothly if there
is the political behavior of the villagers and political socialization and political
communication either from the prospective village heads regarding the vision and
mission or the work programs will be implemented. The successful
implementation of village elections can not be separated from the active
participation of community members. The research location chosen is Desa
Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya. This type of research is qualitative
research. The understanding of the implementation of the political participation of
society to village elections in the village toa southern marshes in 2012.
Furthermore, the operational concept of political participation and indicators that
affect a person's participation in the political life of a country are: Political
Awareness, Trust in Government and Participation in political life. From the
results of research on Political Participation In Desa Toapaya Selatan 2012-2018
Kabupaten Bintan. It can be concluded that the political participation of rural
communities Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya. It can be concluded that
the political participation of rural communities south toapaya is enough to
participate in village elections in 2012 yesterday. Marked with a political
consciousness which is described generally considered mature, then the
community's trust in politics is high enough, then the enthusiasm of community
participation in politics, especially in the context of Desa Toapaya Selatan
Kecamatan Toapaya.
Keyword : Political Participation, Village Head
iii
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... iii
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................................... 4
D. Metode Peneltian ......................................................................................... 5
E. Konsep Teoritis ............................................................................................ 6
F. Pembahasan.................................................................................................. 15
G. Kesimpulan ................................................................................................. 18
H. Saran ........................................................................................................... 19
I. Daftar Pustaka .............................................................................................. 19
1
A. Latar Belakang
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga memiliki kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan sub
sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal–usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.. Pembentukan desa harus
memenuhi persyaratan diantaranya jumlah penduduk, luas wilayah, bagian
wilayah kerja, perangkat, serta sarana dan prasarana pemerintahan. Pembentukan
desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang
bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Begitu pula dalam penyelenggaraan Pemerintah desa harus sesuai dengan
UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Penyelenggaraan
pemerintah desa tidak terlepas dari Kepala Desa. Pemerintah desa dipimpin oleh
seorang Kepala Desa yang dipilih masyarakat desa yang sudah mempunyai hak
memilih dan dipilih. Syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan
peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
2005. Kepala Desa ditetapkan melalui perolehan suara terbanyak dalam pemilihan
yang nantinya dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 hari setelah proses
pemilihan.
Pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan daerah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya dalam kerangka otonomi desa itu sendiri.
Sebelum kita melangkah lebih lanjut mengenai otonomi desa ini, alangkah
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu arti dari kedua kata tersebut yaitu
otonomi dan desa. Otonomi merupakan asal kata dari "otonom" secara bahasa
2
adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Biasanya istilah
otonomi selalu dikaitkan dengan otonomi daerah yang menurut Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah Pasal1 ayat 5 diartikan sebagai
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pemilihan Kepala Desa merupakan pesta demokrasi masyarakat desa yang
berlangsung sejak zaman dahulu. Terbentuknya sosok harapan pemimpin yang
mampu mengayomi masyarakat dengan segala permasalahan berdasarkan pilihan
masyarakat merupakan wujud demokrasi secara lokal oleh masyarakat sebagai
implementasi terhadap perubahan politik yang mengedepankan partisipasi politik
masyarakat.
Pemilihan kepala desa tidak terlepas dari adanya partisipasi politik
masyarakat desa. Partisipasi politik pada hakekatnya sebagai ukuran untuk
mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan
sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat
sekaligus langkah-langkahnya) kedalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan
perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-
simbol komunikasi berdasarkan tingkat rujukan yang dimiliki baik secara pribadi
maupun secara kelompok (individual reference, social references) yang terwujud
dalam aktivitas sikap dan perilaku (Soemarsono, 2002:4.5).
Keberhasilan pelaksanaan pemilihan kepala desa tidak terlepas dari adanya
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat desa, baik sebagai kesatuan
sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting
dari sistem pemerintahan desa. Secara prinsip, pelaksanaan pemilihan kepala desa
ditujukan guna mewujudkan kedaulatan rakyat di desa yang bersangkutan.
Keadaan tersebut menimbulkan tanggung jawab penyelengaraan pemerintahan
desa tidak saja di tangan kepala desa, BPD dan aparat pelaksananya, tetapi juga di
tangan masyarakat desa tersebut.
Salah satu wujud dari rasa tanggung jawab masyarakat di atas adalah
adanya sikap mendukung terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa yang
3
antara lain ditunjukkan melalui partisipasi aktif anggota masyarakat dalam
memilih kepala desa.
Partisipasi politik masyarakat desa akan berjalan dengan lancar apabila ada
perilaku politik dari masyarakat desa dan sosialisasi politik serta komunikasi
politik yang baik dari para bakal calon kepala desa mengenai visi dan misi atau
program kerja yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan sosialisasi politik yang
dilakukan oleh para bakal calon kepala desa biasanya dilakukan jauh-jauh hari
sebelum penyelenggaraan pemilihan berlangsung dengan cara yang sangat
menegangkan, panas, penuh dengan teknik. Umumnya, para calon kepala desa
memiliki jaringan kekeluargaan yang sangat kuat, solid dan kompak serta
memiliki modal uang paling memiliki potensi yang besar untuk memenangkan
sebagai kepala desa. Para bakal calon biasanya orang yang kuat secara politik dan
ekonomi didesanya.
Penulis tertarik meneliti di Desa Toapaya Selatan yang merupakan salah
satu desa pemekaran yang terletak di kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan,
Propinsi Kepulauan Riau dengan luas wilayah 9.180 Km2 yang berpenduduk
sekitar 4.171 Jiwa, terbentuk berdasarkan pemekaran desa induk yaitu Desa
Toapaya, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 8 tahun
2005 Tentang pembentukan Desa Kuala Sempang Kelurahan Teluk Lobam
dikecamatan Bintan Utara dan Desa Toapaya Utara dan Desa Toapaya Selatan
dikecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2007 dimekarkan menjadi Kecamatan
Toapaya (sumber data: Profil Desa Toapaya Selatan, 2011).
Pemekaran di Desa Toapaya Selatan yang dilaksanakan berdasarkan
kemauan masyarakat Desa Toapaya Selatan itu sendiri, mengingat jumlah
penduduk yang semakin bertambah, potensi ekonomi, luas wilayah, sosial budaya,
sosial politik dan tingkat pendidikan yang cukup baik serta peningkatan beban
tugas pemerintahan dalam hal pelayanan, pembangunan dan pengaturan di dalam
masyarakat (Sofian, 2014:4).
Melihat kondisi diatas menyatakan bahwa begitu besar kemauan dan
partisipasi masyarakat demi mengembangkan kehidupan sosial dan politik
4
diantara mereka, hal ini dipengaruhi oleh semakin majunya pemikiran dan
pendidikan di daerah tersebut menjadikan mereka lebih aktif dan ikut serta dalam
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Sejalan dengan itu, partisipasi politik masyarakat merupakan isu bersama
dalam lingkup nasional dan lokal terutama dalam hal pemilu. Oleh karena itu
peneliti lebih memfokuskan judul penelitian yaitu “Partisipasi Politik Dalam
Pemilihan Kepala Desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya 2012-
2018”. Untuk melihat seberapa aktif masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam ikut
serta aktif dalam Pilkades.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan uraian dari latar belakang masalah diatas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana partisipasi
politik dalam pemilihan langsung kepala desa di desa Toapaya Selatan Kecamatan
Toapaya Kabupaten Bintan?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Setelah dilakukan perumusan masalah, maka dapat dijelaskan tujuan dari
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui sejauh mana partisipasi politik dalam pemilihan kepala
desa di Desa Toapaya Selatan
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendorong partisipasi
politik desa toapaya selatan dalam pemilihan kepala desa
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang diilakukan adalah:
a. Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah Desa
Toapaya Selatan dalam penerapan partisipasi masyarakat dalam pemilihan
langsung dan menjadi sebuah solusi terhadap penyimpangan sistem
pemilihan langsung yang selama ini telah terjadi.
5
b. Bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan di bidang
pemerintahan, khususnya tentang partisipasi masyarakat dalam pemilihan
langsung.
c. Bagi pembaca adalah untuk menambah wwasan dan pengetahuan khususnya
tentang partisipasi politik dalam pemilihan kepala desa dan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
D. Metode Penelitian
Didalam metode penelitian ini terdapat beberapa sub-sub pembahasan,
seperti jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, jenis data dan
sumber data, teknik dan alat pengumpulan data, teknik analisis data. Sub-sub
pembahasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Bahwa dengan metodologi kualitatif penelitian
melakukann prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Pendekatan kualitatif akan memperoleh suatu pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Selanjutnya mereka (H.M. Burhan bungin) mengatakan kuasi
kualitatif, karena sifatnya yang tidak terlalu mengutamakan makna, sebaliknya,
penekannanya pada deskriptif format deskriptif kualitatif lebih banyak
menganalisis permukan data, hanya memerhatikan proses-proses kejadian suatau
fenomena, bukan kedalaman data atupun makan data.
2. Lokasi Penelitian
Untuk melihat bagaimana partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan
Kecamatan Toapaya ini, jadi penulis mengambil lokasi penelitian di Desa
Toapaya Selatan, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan.
3. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Data Primer
6
Adalah data yang peneliti dapat langsung dari responden yang menjadi
sampel sebagai data untuk menganalisis penelitian dan yang diperoleh melalui
wawancara dan observasi seluruh pegawai yang meliputi data hasil Pemilihan
Kepala Desa Toapaya Selatan, dan data hambatan-hambatan dalam
penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa Toapaya Selatan, Kecamatan Toapaya,
Kabupaten Bintan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dengan tidak melalui wawancara, namun
melalui dokumen-dokumen dan literatur, seperti data sejarah lahirnya Desa
Toapaya Selatan, Kecamatan Bintan.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian, digunakan teknik yaitu:
a. Wawancara
Yaitu melakukan tanya jawab secara langsung terhadap responden dan
Informan kunci. Informan kunci yang dimaksud adalah orang yang dimintai
keterangan dalam penelitian ini dan akan dipilih berdasarkan kriteria perwakilan
sebagai orang-orang yang paham dengan kondisi masyarakat setempat.
E. Konsep Teoritis
1. Pengertian Partisipasi Politik
Partisipasi politik, menurut Herbet McClosky dapat diartikan sebagai
kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau
tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum (Budiardjo, 2008).
Budiardjo secara umum mengartikan partisipasi politik sebagai suatu
kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin Negara secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kebijakan ini
mencakup seperti memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat
umum, menjadi salah satu anggota partai atau kelompok kepentingan,
7
mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen atau
sebagainya (Budiardjo, 1998:2).
Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator
pelaksanaan penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat
(kedaulatan rakyat). Termasuk dalam hal ini adalah hak berpolitik, hak untuk
memberikan pendapat dan hak untuk melakukan koreksi atas pemerintahan.
Semua hal tersebut tentunya dilaksanakan dengan cara-cara dan mekanisme yang
telah diatur oleh sistem pemerintahan. Salah satu bentuk partisipasi politik warga
negara adalah memberikan suara dalam pesta demokrasi (Pemilu).
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Teori bentuk – bentuk partisipasi penulis mengambil beberapa teori dari
para ahli yaitu di antaranya Samuel P.Huntington dan Joan Nelson, yang membagi
bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
a) Kegiatan Pemillihan, yaitu kegiatan pemberain suara dalam pemilihan
umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi
calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha
mempengaruhi hasil pemilu.
b) Lobbying, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan
politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu
isu.
c) Kegiatan organisasi yaitu partisipasi individu kedalam organisasi, baik
selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah.
d) Contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun
jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka.
e) Tindakkan kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok
guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan menciptakan kerugian
fisik manusia atau harta benda, termasuk huru-hara, teror, kudeta,
pembunuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan (Basri,
2012).
8
Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk dapat di lihat
pada tabel betikut:
Bentuk-bentuk Partisipasi politik
Konvensional
Non-Konvensional
1. Pemberian suara (Voting)
2. Diskusi politik
3. Kegiatan kampanye
4. Membentuk dan bergabung dalam
kelompok kepentingan
5. Komunikasi individual dengan pejabat
politik dan administratif
1. Pengajuan petisi
2. Demonstrasi
3. Konfrontasi
4. Mogok
5. Tindak kekerasan politik terhadap
benda (perusakan, pemboman,
pembakaran)
6. Tindak kekerasan politik terhadap
manusia (penculikan, pembunuhan)
7. Perang Gerilya dan revolusi
Bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas
politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum adalah pemungutan suara
atau yang dikenal dengan istilah voting, apakah itu untuk memilih calon para
wakil rakyat, apakah itu untuk memilih presiden dan lain sebagainya. Oleh karena
itu Rush dan Althoff (1993:56) mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik
yang mungkin sebagai berikut:
a. Menduduki jabatan politik atau administratif
b. Mencari jabatan politik/administratif
c. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik
d. Menjadi anggota pasif organisasi politik
e. Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik (quasi-political)
f. Manjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik
g. Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
h. Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal
i. Menjadi partisipan dalam pemungutan suara (voting)
Pemberian suara (voting) merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang
paling luas tersebar.Dewasa ini pemberian suara terdapat di hampir semua sistem
politik, baik yang demokratik maupun otoriter. Namun pemilu dalm negara-
9
negara otoriter dan perpartai tunggal tidak di maksud untuk memberi kesempatan
pada rakyat untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, tetapi lebih memberi
kesempatan pada kaum elit yang berkuasa untuk berpropaganda dan
memobilisasikan rakyat. Jadi pemberian suara itu merupakan tindakan untuk
memperoleh dukungan rakyat terhadap sistem politik dan elit yang berkuasa
(Efriza, 2008).
Sehubungan dengan hal tersebut maka Ramlan menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kehidupan politik di suatu negara
adalah:
a. Kesadaran Politik
Merupakan suatu sikap penghayatan atau pemilikan seseorang terhadap
nilai-nilai sebagai warga negara dalam menunaikan hak dan kewajibannya untuk
menunjang dan berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
b. Kepercayaan terhadap pemerintah
Merupakan suatu sikap seseorang untuk mempercayai pemerintah melalui
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang diwakili oleh pejabat-pejabat
pemerintah khususnya jabatan politis.
c. Keikutsertaan dalam kehidupan politik
Merupakan suatu sikap mensukseskan kehidupan politik melalui kegiatan-
kegiatan politik serta program-program pemerintah yang diselenggarakan untuk
menunjang dan memberikan pengetahuan politik / pendidikan politik kepada
masyarakat (Surbakti,1999: 41).
Secara umum bentuk-bentuk partisipasi sebagai kegiatan dibedakan
sebagai berikut :
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses
input dan output. Artinya setiap orang memiliki kesadaran politik
dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi. Warga negara secara
aktif mengajukan usul mengenai kebijakan public, mengajukan
alternative kebijakan public yang berlainan dengan kebijakan
10
pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan
kebijakan umum, memilih pemimpin pemerintah dan lain-lain.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada
output, dalam arti hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima
dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap
system politik yang ada telah menyimpang dari apa yang di cita-
citakan.
3. Pengertian Desa
Menurut Nasroen, Desa di Indonesia telah ada sejak beratus-ratus tahun
yang lampau. Dari zaman ke zaman, desa, nagari, marga ini ada dan tetap ada
sampai dewasa ini. Majapahit telah hilang, demikian pula Sriwijaya, Atjeh, Bugis,
Minangkabau, Mataram dan sebagainya. Hindia Belanda, penduduk Jepang telah
lenyap, tetapi desa, nagari, marga itu tetap ada. Dalam jalan sejarah ini, sebagai
bukti dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu Negara akan tetap ada. Dari jalan
sejarah ini, sebagai bukti dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu Negara akan
tetap ada, selama desa, nagari, marga itu ada, asal Negara itu sanggup menyatukan
dirinya dengan desa, nagari, dan marga itu (Nasroen, 1995:41).
Dalam UUD NRI Tahun 1945, Pasal 18 ayat (1) dikatakan bahwa,
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dari
daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang”. Dari pengertian undang-undang tersebut ditarik suatu kesimpulan bahwa
desa itu merupakan bagian dari pemerintahan daerah.
Perumusan secara formal desa dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, dikatakan bahwa desa adalah:
“Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak
11
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.
Didalam UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah
disebutkan bahwa desa adalah:
“Kesatuan wilayah masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten”.
Selanjutnya, dinyatakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Desa, Pasal 1 ayat (12) yang menjelaskan bahwa:
“Desa atau yang disebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Selanjutnya dalam PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa, Pasal 1 ayat (5)
yang menjelaskan bahwa:
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
12
Dari pengertian desa tersebut, didapatlah kata kunci, “kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingannya
sendiri”. Artinya desa itu memiliki hak otonomi. Hanya saja, otonomi desa disini
berbeda dengan otonomi formal seperti yang dimiliki oleh pemerintah provinsi,
kabupaten, dan kota, tetapi otonominya hanya sebatas pada asal-usul dan adat-
istiadat setempat tersebut mengandung pengertian otonomi yang telah dimiliki
sejak dulu kala dan telah menjadi adat-istiadat yang melekat dalam masyarakat
desa yang bersangkutan.
Bertitik tolak dari pengertian desa tersebut di atas, maka Pemerintah Orde
Baru mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pengaturan Desa dalam rangka
memudahkan pengaturan, pengendalian, dan pelaksanaan fungsi pelayanan
terhadap pemerintahan desa dan masyarakatnya. Lebih dari itu, Inpres Nomor 5
Tahun 1976 juga sudah menjelaskan bahwa “Desa adalah desa dan masyarakat
hukum yang setingkat dengan nama asli lainnya dalam pengertian territorial-
administratif langsung di bawah kecamatan”. Dalam kaitan ini, tersirat dengan
jelas dalam rumusan tersebut bahwa desa-desa di Indonesia itu adalah desa-desa
yang telah ada sebelum negara ini merdeka, bukan merupakan ciptaan baru.
Namun ditegaskan pula bahwa kedudukannya tidak bebas melainkan (secara
territorial-administratif) langsung berada di bawah kecamatan. Dengan demikian,
tidak lagi berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri sebagaimana ketika desa-
desa itu belum berada di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemilihan Kepala Desa
Pemilihan Kepala Desa, atau seringkali disingkat Pilkades, adalah suatu
pemilihan Kepala Desa secara langsung oleh warga desa setempat. Berbeda dengan
Lurah yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, kepala desa merupakan jabatan yang
dapat diduduki oleh warga biasa. Pilkades dilakukan dengan mencoblos tanda gambar
Calon Kepala Desa. Pilkades telah ada jauh sebelum era Pilkada Langsung. Akhir-
akhir ini ada kecenderungan Pilkades dilakukan secara serentak dalam satu
kabupaten, yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dilakukan agar
pelaksanaannya lebih efektif, efisien, dan lebih terkoordinasi dari sisi keamanan.
13
Pemilihan kepala desa merupakan praktek demokrasi di daerah pedesaan
yang menyangkut aspek legitimasi kekuasaan dan aspek penentuan kekuasaan
sehingga akan mengundang kompetisi dari golongan minoritas untuk merebut
jabatan kepala desa untuk mendapatkan jabatan kepala desa tersebut di butuhkan
partisipasi aktif dari masyarakat yang pada hakekatnya merupakan suatu
kewajiban pada masyarakat itu sendiri dalam pemilihan kepala desa.
Pemilihan Kepala Desa dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik
masyarakat. Dalam arti yang sempit, pendidikan politik dapat diartikan sebagai
usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga
mereka memahami dan mengahayati nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
sistem politik ideal yang hendak dibangun. Pemilihan Kepala Desa dalam
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan yang diakuikeberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pemilihan kepala desa tidak terlepas dari adanya partisipasi politik
masyarakat desa. Partisipasi politik pada hakekatnya sebagai ukuran untuk
mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan
sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat
sekaligus langkah-langkahnya) kedalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan
perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-
simbol komunikasi berdasarkan tingkat rujukan yang dimiliki baik secara pribadi
maupun secara kelompok (individual reference, social references) yang terwujud
dalam aktivitas sikap dan perilaku (Soemarsono, 2002:4.5).
Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa :
1. BPD memproses pemilihan kepala desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum
berakhirnya masa jabatan kepala desa.
2. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi
syarat; Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
14
adil; Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap
pemilihan.
3. Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk Panitia
Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus lembaga
kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.Panitia pemilihan melakukan pemeriksaan
identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan
peinungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada
BPD.
4. Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan Bakal Calon
Kepala Desa sesuai persyaratan;Bakal Calon Kepala Desa yang telah memenuhi
persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia Pemilihan.
5. Calon Kepala Desa yang berhak dipilih diumumkan kepada masyarakat
ditempat-tempat yang terbuka sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
6. Calon Kepala Desa dapat, melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat; Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah
calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak; Panitia Pemilihan Kepala
Desa melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD; Calon Kepala Desa
Terpilih sebagaimana dirnaksud pada ayat; ditetapkan dengan Keputusan BPD
berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
7. Calon Kepala Desa Terpilih disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota
melalui Camat untuk disahkan menjadi Kepala Desa Terpilih.
8. Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan Bupati/ Walikota tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Terpilih paling lama 15 (lima belas) hari terhitung
tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD.
9. Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas)
hari terhitung tanggal penerbitan keputusan Bupati/Walikota.
10. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk sate kali masa jabatan
berikutnya.
15
Pelaksanaan peraturan pemerintah tentang Desa tersebut diturunkan ke
daerah-daerah untuk kemudian dibuatkan peraturan mengenai Pemilihan Kepala
Desa. Untuk Kabupaten Bintan, pemerintahan daerah mengeluarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pencalonan,
Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, kemudian
untuk pelaksanaannya dikeluarkannya Peraturan Bupati Bintan Nomor 14 Tahun
2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pencalonan Pemilihan
Pengangkatan Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, yang aturan-aturan
tersebutlah yang menjadi pedoman penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa Di
Desa Toapaya Selatan.
F. Pembahasan
1. Kesadaran Politik
Kesadaran politik merupakan suatu sikap penghayatan atau pemilikan
seseorang terhadap nilai-nilai sebagai warga negara dalam menunaikan hak dan
kewajibannya untuk menunjang dan berpartisipasi dalam usaha-usaha
pembangunan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Dalam pemilihan kepala desa di toapaya selatan, kesadaran politik
masyarakatnya adalah sangat berpengaruh dengan tingkat partisipasi politik dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka darii tu penulis memulai dengan
menjelaskan dan menggambarkan bagaimana kesadaran politik yang ada di desa
toapaya selatan.
Dari penggalan-penggalan sub indikator yang penulis rangkai mengenai
kesadaaran politik masyarakat toapaya selatan dalam pemilihan kepala desa di
desa toapaya selatan, bahwa penulis dapat menggambarkan bahwa kesadaran
politik masyarakat toapaya selatan cukup baik, dilihat dari pemahaman serta dan
kesadaran mereka mengenai hak-hak politiknya sebagai warga negara indonesia.
Meskipun pemahaman politik tersebut tidak disejalankan dengan tindakan
politiknya dalam menggunakan hak politik. Namun bukan berarti masyarakat
toapaya selatan rata-rata golput, malahan dengan ditunjukkannya partisipasi
masyarakat dalam menggunakan hak pilih lumayan besar dan golputnya kecil
16
dengan angka hanya 27% yang tidak menggunakan hak pilihnya. Artinya ini
mendukung untuk menggambarkan kesadaran politik masyarakat toapaya selatan
cukup baik.
2. Kepercayaan Terhadap Pemerintah
Merupakan suatu sikap seseorang untuk mempercayai pemerintah melalui
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang diwakili oleh pejabat-pejabat
pemerintah khususnya jabatan politis.
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa penyelenggaraan pemilihan
kepala desa yang berlandaskan asas jujur, adil, langsung dan bersih, sudah baik
pelaksanaanya, terbutki dengan kepuasan ataupun dengan tidak ada kekecewaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala desa tersebut di desa
toapaya selatan.
Sehingga dapat digambarkan bahwa kepercayaan masyarakat desa toapaya
selatan sudah baik mengingat hal tersebut dikarenakan penyelenggaraan
pemerintahan desa toapaya selatan dirasa baik ditandai dengan kembali
terpilihnya pemimpin sebelumnya menjadi kepala desa, terlepas hal tersebut juga
dipengaruhi oleh strategi politiknya.
3. Keikutsertaan dalam kehidupan politik
Merupakan suatu sikap mensukseskan kehidupan politik melalui kegiatan-
kegiatan politik serta program-program pemerintah yang diselenggarakan untuk
menunjang dan memberikan pengetahuan politik/pendidikan politik kepada
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan narasumber terkait antusiasme masyarakat desa
toapaya selatan ini dalam pemlihan kepala desa cukup tinggi, dilihat dari hadirnya
masyarakat dalam sosialisasi pemilihan kepala desa di desa toapaya selatan, meski
demikian jumlah tersebut masih rendah dibanding jumlah persentase kehadiran
masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya di pemilihan kepala desa.
Dapat penulis gambarkan terkait sub indikator yang terkandung dalam
indikator keaktifan masyarakan dalam kehidupan politik dalam hal dalam
pemilihan kepala desa dirasa cukup tinggi di lihat dari banyaknya masyarkat yang
17
menggunakan hak pilih, dan keikutsertaan masyarkat menjadi tim sukses. Dari
gambaran di atas juga kita menyadari bahwa masyarakat juga ikut serta dalam
suatu tim sukse kampanye, hal ini di nilai positif karena merupaka bentuk nyata
dari tindakan masyarakat dalam hal ikut serta dalam dinamika politik di desa.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Desa Toapaya
Selatan
Partisipasi politik masyarakat Toapaya Selatan dalam berdinamika di
pemilihan kepala desa juga mengalami beberapa kelemahan, artinya ada hal yang
dianggap masih menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pemilihan yaitu
tingkat kehadiran. Tentunya tingkat kehadiran dipengaruhi oleh beberapa alasan
dan sebab sehingga terwujudnya partisipasi yang lebih baik dan berkualitas.
Dalam sebuah pesta demokrasi, permasalahan yang sering di alami pada
setiap pemilu-pemilu yang ada di indonesia adalah golput, yang mana masyarakat
tidak menggunakan hak pilih termasuk pada pemilihan kepala desa di desa
toapaya selatan.
Terdapat pro dan kontra terkait golongan putih, yaitu ada yang beranggap
bahwa ketidakhadiran masyrakat dalam pemilihan pilkades karena faktor intern
dari masyarakat yaitu terkait dengan kepercayaan masyarkat terhadap jalan
pemerintah, sehingga menimbulkan sifat apatis yang membuat masyarkat tidak
mau menggunakan hak pilihya.
Kemudian faktor yang lain yang mempengaruhi masyarakat tidak datang
ke TPS adalah masalah eksternal yaitu menyangkut pekerjaan, kesehatan dan lain-
lain, sehinga masih samar alasan orang tidak mau menggunakan hak pilihnya.
Maka secara garis besar bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi
kesadaran masyarakat dalam pemilihan yaitu faktor internal dan eksternal. Namun
jika terkait dengan faktor tersebut tidak begitu mempengaruhi kehadiran
masyarakat dapat kita lihat hasil pemilihan kepala desa yang cukup tinggi
persentase partisipasi dalam menggunakan hak pilihnya.
Dari yang penulis lihat dan amati selama ini bahwa memang faktor yang
dominan mempengaruhi kehadiran masyarakat pada pemilihan kepala desa adalah
18
fakor eksternal yang mana faktor tersebut adalah faktor yang dirasa timbul karena
bukan dari keinginan masyarkat sendiri melainkan kondisi dan situasi yang tidak
memungkinkan.
G. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Kepala
Desa Toapaya Selatan Periode 2012-2018 Kabupaten Bintan. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa partisipasi politik masyarakat desa toapaya selatan sudah
cukup berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2012 kemarin.
Ditandai dengan kesadaran politik yang digambarkan secara umum dinilai
matang, selanjutnya kepercayaan masyarakat terhadap politik yang cukup tinggi,
kemudian antusiasme keikutsertaan masyarakat dalam berpolitik khususnya pada
konteks pemilihan kepala desa di desa toapaya selatan tahun 2012.
Masyarakat desa toapaya selatan dinilai cukup memahami dan menyadari
penting sebuah partisipasi dalam pemilihan kepala desa dengan indikator
penilaian tentang pemahaman politik, kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara serta dalam memaknai sebuah dampak yang ditimbulkan dari
sebuah tindakan politik dalam rangka pemilihan kepala desa topaya selatan.
Kepercayaan politik masyarakat toapaya selatan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan desa dan penyelenggaraan pemilihan kepala desa juga sudah cukup
baik di tandai dengan kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan sebelumnya
yang mengantarkan kembali pemimpin tersebut untuk menjadi kepala desa di desa
toapaya selatan.
Keikutsertaan dalam kehidupan politik khususnya dalam pemilihan kepala
desa di desa toapaya selatan ini terbilang aktif mengingat adanya masyarakat ikut
andil dalam proses kampanye dan menjadi tim sukses calon kepala desa,
kemudian keaktifan lainnya seperti pada rapat-rapat atau sosialisasi pemilihan
kepala desa serta yang paling signifikan adalah tingkat kehadiran masyarakat desa
dalam pemilihan kepala desa yang mencapai 73 %.
19
H. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan berkenaan dengan Partisipasi
Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa Toapaya Selatan Periode 2012-2018
Kabupaten Bintan yaitu:
Pertama, meningkatkan pembelajaran politik terhadap masyarakat desa
toapaya selatan untuk semakin memahami arti penting sebuah hak pilih dalam
berdemokrasi, sehingga 27% masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya
dalam pemilihan kepala desa tersebut mampu dikurangi dan dapat di atasi secara
perlahan-lahan sehingga kesadaran politik masyarakat desa toapaya selatan
semakin tinggi di kemudian hari.
Kedua¸ diharapkan kepada pemerintahan desa toapaya selatan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar masyarakat semakin nyaman
dalam berkehidupan bernegara sehingga ketika masayarakat puas dengan
pelayanan di desa toapaya selatan ini semakin membangkitkan semangat
partisipasi bagi masyarakat baik politk maupun bidang lainnya.
Ketiga, untuk pemerintahan desa Toapaya Selatan segera meningkatkan
sosialisasi untuk menekan angka golput yang ada di desa tersebut semakin kecil
dan menjadi percontohan untuk desa lain karena prestasi partisipasi politiknya.
Terakhir, kedepan untuk penyelenggaraan pemilihan kepala desa di
toapaya selatan untuk semakin ditingkatkan kualitas mencakup subtansi pemilihan
umum yang lebih baik kedepannya.
I. Daftar Pustaka
Buku-Buku :
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama
Departemen Hukum Tata Negara. 2008. Dinamika Perkembangan Hukum Tata
Negara dan Hukum Lingkungan. Surabaya. Departemen HTN FH Unair.
Dahl, Robert A. 2001. Perihal Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sitepu,P.Anthonius.2012,“ Teori-teori Politik ”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Handi, Muchlis. 2002. Bunga Rampai Pemerintahan. Jakarta. Yarsif Watampone.
20
Huntington, Samuel P dan Juan M Nelson. 2000. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta.
Huda Ni’matul. 2003. Politik Ketatanegaraan Indonesia, kajian terhadap
dinamika perubahan UUD 1945. Cetakan I. Yogyakarta: FH UII Press.
Isra, Saldi. 2004. Menuju Pilkada Yang Demokratis. Februari: Kompas.
Michael Rush dan Philip Althoff. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:
CV.Rajawali
Basri, Seta. 2012. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta:Indie Book Corner
Efriza. 2008. Ilmu Politik. Bandung:Alfabeta
Sunardjo, Unang. 2004. Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung : Tarsito
Jurnal dan Lain-Lain :
Nuryanto, Iwan. 2014. Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkades Tahun 2013
(Penelitian Di Desa Batursari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten
Demak). Semarang: Universitas Diponegoro
Sofian. 2014. Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan Peraturan Desa
Di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan.
Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji
Rohmawati, Tatik. 2004. Dinamika Politik Pedesaan Dalam Pemilihan Kepala
Desa Masin Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Bandung:
UNIKOM
Top Related