1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan
dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya
secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga
ia menaruh harapan terhadap guru , agar anaknya dapat berkembang secara optimal
(Mulyasa, 2005:10).Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan
berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.Dalam ini guru perlu memperhatikan
peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga
mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).Ironisnya
kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar
pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas
bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya.
Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap
siswanya.
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk
belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan
dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi
pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum
pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa
dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya
untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi
guru.Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya
fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang
tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan
siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat
memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. .
2
B. BATASAN MASALAH
Bertolak dari rumusan masalah di atas maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini hanya di batasi pada : Membumikan Dan Proses-Proses Serta Peran
Dalam Pengembangan Guru Yang Profesional”.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka permasalahan yang
hendak dikaji adalah:
1. Bagaimana membumikan guru yang professional dengan sertifikasi?
2. Bagaimana proses pengembangan profesionalisme guru ?
3. Bagaimana meningkatkan upaya profesionalisme guru?
4. Bagaimana prinsip-prinsip profesionalisme guru ?
5. Bagaimana penegmbangan peran guru terhadap peserta didik?
6. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang professional?
D. TUJUAN DAN MANFAAT
- Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya peran
dan prinsip-prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan
peserta didik.
- Manfaat
3
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa yang bergerak
dibidang pendidikan bisa lebih mengetahui pentingnya peran dan prinsip-
prinsip guru yang professional dalam menguasai perkembangan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEMBUMIKAN GURU YANG PROFESIONAL DENGAN SERTIFIKASI
Profesionalisme guru merupakan komponen vital yang dapat menjamin
kualitas pendidikan sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meskipun pengembangan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan sangat
menentukan terhadap peningkatan kualitas pendidikan, akan tetapi kenyataan yang
ada pengembangan profesi masih dilakukan secara sporadik dan sentralistik.
Dikatakan sporadik karena upaya pengembangan guru dan tenaga kependidikan tidak
dilakukan secara berkelanjutan, serta tidak diikuti evaluasi yang sistemik dan
terencana. Dikatakan sentralistik karena upaya pengembangan diwarnai usaha
penyeragaman pola dan materi tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi spesifik
guru dan tenaga kependidikan, sekolah maupun daerah.Dengan mempertimbangkan
berbagai kelemahan yang melekat pada sistem yang ada, perlu dicarikan alternatif
pemecahan supaya guru dan tenaga kependidikan dapat meningkatkan profesi dan
harkat diri secara wajar sesuai dengan akumulasi pengalaman hidup dan keahlian
profesionalnya. Kegiatan yang dapat direalisasikan untuk menjamin profesionalisme
guru agar senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kualitas layanan
profesionalnya dari waktu kewaktu adalah dengan program sertifikasi yang
berkelanjutan. Idealnya peningkatan profesionalisme diikuti oleh perbaikan sistim
imbalan dan penjejangan karier dengan memperhitungkan imbalan progresif secara
wajar sehingga dapat meningkatkan harkat diri guru sebagai pendidik.
Meskipun terdapat berbagai jenis perumusan tentang tugas dan kompetensi
guru, akan tetapi secara nasional telah disepakati bahwa tugas tugas guru adalah
seperti tercantum pada Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003
(pasal 39) bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
4
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Peran strategis guru sebagai pendidik berpengaruh langsung pada proses
belajar mengajar siswa. Kualitas proses hasil belajar ini, pada akhirnya ditentukan
oleh kualitas pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu serta keterampilan yang
dimilikinya akan menjadi alat pendewasaan anak didiknya, sehingga kualitas
pendidikan lulusan suatu sekolah sering kali dipandang tergantung kepada peranan
gurunya dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses KBM.
Tuntutan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan di Indonesia bersifat internal
dan eksternal, baik fasilitas maupun kegiatan. Diakui atau tidak bahwa kekurangan-
kekurangan itu pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun berkaitan dengan
kurangnya pihak sekolah dalam pengembangan profesionalisme para guru.
Permasalahan ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan merugikan pembangunan
pendidikan nasional.Berbagai gambaran dari struktur kepangkatan, pendidikan serta
melaksanakan tugas, memberikan isyarat pentingnya upaya manajemen yang terus-
menerus untuk meningkatkan profesionalisme guru pada lembaga pendidikan.
Sekalipun demikian, keberhasilan upaya manajemen tersebut terkait erat dengan
sikap, perilaku, motivasi dan pribadi guru itu sendiri. Dalam dunia kerja,
profesionalisme lebih banyak ditentukan oleh individu profesi yang bersangkutan.
Berbeda dengan masa pendidikan, saat profesionalisasi lebih banyak ditentukan oleh
lembaga pendidikan melalui aturan atau kaidah akademik yang digunakan sebagai
standar oleh lembaga pendidikan.Pengembangan profesionalisme guru dimulai dari
kondisi objektif yang merupakan peta kemampuan profesional menuju ke arah standar
kompetensi profesional guru dengan jaminan tertulis dalam bentuk sertifikat.
Rasionalisasi perlunya sertifikasi bagi guru adalah Undang-undang No. 20 Tahun
2003 pasal 39 sampai dengan No 44, globalisasi pendidikan dan pemberlakuan
standar nasional pendidikan (PP. No. 15 Tahun 2005). Ruang lingkup sertifikasi guru
sebagaimana ditegaskan dalam PP. No. 19 Tahun 2005 pada bab VI pasal 28
sebagaimana berikut: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memeiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ayat 1). Kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijzah dan/atau sertifikat
5
keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(ayat 2).
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Sertifikasi
memberikan jaminan akan kinerja dan kemampuan guru dalam melakukan pekerjaan
mengajar dan mendidik secara profesional. Tanpa sertifikasi akan semakin banyak
orang merasa bisa menjadi guru tanpa melalui pendidikan yang disyaratkan.
Anggapan bahwa pekerjaan guru dapat dilakukan oleh siapa saja asal memiliki bekal
kemampuan materi yang diperlukan harus segera diluruskan. Hakekat mengajar tidak
sekedar transformasi ilmu semata tetapi ada unsur-unsur paedagogis sehingga terjadi
perubahan perilaku anak didik baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik.
Guru merupakan titik sentral kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas
proses belajar mengajar. Oleh itu profesionalisme guru merupakan suatu keharusan.
Guru profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode, tapi
juga harus mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan
wawasan yang luas akan dunia pendidikan. Tetapi guru profesional juga harus
memiliki pemahaman yang mendalam tentang makna hidup dan kehidupan dalam
masyarakat. Pemahaman ini akan melandasi pola pikir dan pola kerja guru serta
loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Dalam implementasi proses belajar
mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim
organisasi pengajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis
sehingga menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan tuntutan Undang-Undang
Sisdiknas (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat 2 a).Guru yang profesional
dipersyaratkan.Pertama, dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap
masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. Kedua,
penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan paktis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan hendaknya diarahkan pada paktis pendidikan masyarakat Indonesia.
Terakhir, pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan erkesinambungan antara
LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan
6
disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service training karena
pertimbangan birokrasi yang kaku atau manajemen pendidikan yang masih lemah
belum menyentuh dan mengangkat permasalahan di lapangan.
Melalui kegiatan sertifikasi dapat diketahui mana guru yang baik dan mana
yang belum baik dilihat dari hasil penilaian terhadap kinerja guru termasuk
kemampuan profesionalnya. Guru yang baik perlu dipertahankan keberadaannya jika
perlu diberi penghargaan atau dipromosikan. Untuk guru yang belum baik perlu
ditingkatkan kemampuannya melalui program penyetaraan, bimbingan, pelatihan dan
penataran.
Profesionalisme guru secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting
dari kualitas pendidikan. Dalam studi-studi itu, guru yang profesional mampu
membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan
lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas
yang mudah. Lebih-lebih untuk lembaga pendidikan yang bertugas mengembangkan
ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal perkembangan profesionalisme guru. Guru
merupakan komponen yang layak mendapat perhatian karena baik ditinjau dari segi
posisi yang ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas
yang diemban, guru merupakan pelaksana terdepan yang menentukan dan mewarnai
proses belajar mengajar serta kualitas pendidikan umumnya.Untuk itulah, melalui
program sertifikasi ini dimungkinkan guru-guru profesional akan terlahir sebagai
bentuk keinginan kita bersama dan bukan dimaknai sebagai program sporadik dan
tidak sustainable. Melainkan sebagai program yang terencana yang pada gilirannya
akan meningkatkan profesionalisme guru
http://sismanto.com/2013/05/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi
B. PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister
(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi
dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih
dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki
suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan
dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat
7
pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang
dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar
standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A
adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi
sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para
guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat
penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan
fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi
untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran,
pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains.
Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari
konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada
tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan
representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan
profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan
pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru
yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah
berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan
sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi
D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan
terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-
kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru
sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian
di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational
Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional
seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada
siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata
pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4)
Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar
8
dalam lingkungan profesinya.Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang
profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di
abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan
yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep
belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah,
serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan
antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu
pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena
pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.Dengan
adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat;(3)
keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
(4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan
usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara
perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;(2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon
guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;(4)
meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6)
peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management
(TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match;
(8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan
masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar
melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan
pemberian kesejahteraan yang layak.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran
guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis.
Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan
persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator
yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan
9
lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator,
informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator,
dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena
guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu
bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar
mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan
yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-
aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.
Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi
muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap
eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Faktor-faktor Penyebab
Rendahnya profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak
secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan
perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada
kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang
kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan
perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan
seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional
khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati
nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena
tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para
guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak
adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru
tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol
melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah
memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola
belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka
waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya
10
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah
yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan
kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan;
1) Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya.
Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2)profesionalismeguru masih
rendah.
2) Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di
luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga
waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
3) Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara
maju;
4) Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai
pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya
kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh
terhadap etika profesi keguruan;
5) Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak
dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di
perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya
profesionalisme guru;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan
terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan
kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya
kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-
nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon
guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya
secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama
untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan
profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang
11
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari
alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
C. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru
SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan
ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya
untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain
yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah
dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua)
melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang
telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah
propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan
Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk
meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG
(Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman
dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam
proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran,
pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap
profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon
guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme
seseorang termasuk guru. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme
guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru,
instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI
dan masyarakat
12
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang
paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau
dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam
Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan
profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru
diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama
berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola
anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman
kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini
dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi
lainnya seperti dokter, jaksa, dll.
http://re-searchengines.com/amhasan.html
D. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALISME GURU
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus
memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;
”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugasnya.
c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
d. Mematuhi kode etik profesi.
e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
g. Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara
berkelanjutan.
h. Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas
profesisionalnya.
i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
13
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang
menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya
(menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu
membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan
baik.Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan
sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi
profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru
sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi
organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai
dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata
dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja
anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.
PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a)
menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu
kesatuan langkah dan tindakan, (c) melindungi kepentingan anggotanya, (d)
menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e)
menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan
profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran baik administratif maupun psychologis.
Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru
dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh
pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga
masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada
beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a)
sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b)
pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran
guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan
teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada
panggilan hati untuk melayani orang lain.Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai
jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan
14
dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan
yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau
pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu
oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode
etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan
meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.Memiliki
otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri,
berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya.
Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk
membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan
dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.Memiliki rasa
pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun
masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki
peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru
dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam
membelajarkan anak didik.Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan
tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan
hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat
mencerdakan anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi
pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan
mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3)
kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi
profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam
kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi
sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)
menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi
pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum
maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran,
kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar,
mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4)
kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
|http://chrisna.blogdetik.com/2013/07/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi-
15
dalam-implementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/
E. PENGEMBANGAN PERAN GURU TERHADAP PESERTA DIDIK
Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga
persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006:7), yaitu kualifikasi
pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Ketiga persyaratan untuk
menjadi guru sesuai dengan Pasal 1 butir (12) UUGD yang menyebutkan bahwa
sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada
guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sementara itu, pada Pasal 11 ayat (1) juga
disebutkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan. Untuk itu, guru dapat memperoleh sertifikat pendidik jika telah
memenuhi dua syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimum yang ditentukan
(diploma-D4/sarjana S1) dan terbukti telah menguasai kompetensi tertentu. Untuk itu,
sebenarnya syarat untuk menjadi guru bila dicermati lebih dalam hanya ada dua, yaitu
kualifikasi akademik minimum (ijazah D4/S1) dan penguasaan kompetensi minimal
sebagai guru yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal dari
pemenuhan dua syarat di atas, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan
kompetensi minimal sebagai guru.
Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan
sumberdaya pendidikan lain yang memadai seringkali kurang berarti apabila tidak
disertai dengan kualitas guru yang memadai. Begitu juga yang terjadi sebaliknya,
apabila guru berkualitas kurang ditunjang oleh sumberdaya pendukung yang lain yang
memadai, juga dapat menyebabkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru
merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil
pendidikan. Dalam berbagai kasus, kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan
berkaitan dengan kualitas guru (Beeby, 1969). Untuk itu, peningkatan kualitas
pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru. Namun,
kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif
rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan
minimal.
Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun
2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak
memenuhi kualifikasi pendidikan minimal.Guru adalah pendidik profesional dengan
16
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat
pokok pekerjaan profesional menurut Wina Sanjaya (2005:142-143): (1) pekerjaan
profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin
didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan
kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
(2) suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang
spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan
yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas; (3) tingkat kemampuan dan keahlian
suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang
diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik
sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian
semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya; (4) suatu profesi selain
dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan,
sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang
ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial kemasyarakatan.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi
pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara
dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus
diajarkannya;
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik
melaksanakan disiplin;
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar
pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
17
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan
perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi
pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan
berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan
sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus
menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap
peserta didik di sekolah;
4. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh
oleh para peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan
merasa aman berada dalam didikan gurunya.
F. SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
guru antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui
pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih
tinggi. Kendatipun dalam pelakansanannya masih jauh dari harapan, dan banyak
penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang
menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang
pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan
dengan faktor lain yang mempengaruhi.Walaupun dalam kenyataannya banyak guru
yang melakukan kesalahan-kesalahan.
Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam
pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif,
3. Menggunakan destruktif discipline,
18
4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik
merasa diri paling pandai di kelasnya,
5. Tidak adil (diskriminatif), serta
6. Memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang
profesionalisme harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang
dalam Undang-Undang Dosen dan guru, yakni:
1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran pesrta
didik
2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan pesrta didik
3. Kompetensi professional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas
mendalam,
4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru orang
tua/wali peserta didik,dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul,
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai
sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasidalam diri individu yang memberi
kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati,
menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi
reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15). Sedangkan perilaku merupakan bentuk
tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut
Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak
menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata
seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan
oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang
dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga
Saling menanamkan nilai-nilai
moral
Saling mengingatkan dengan
ketulusan hati
Saling menularkan antusiasme
Saling menggali potensi diri
Saling mengajari dengan
kerendahan hati
Saling menginsiprasi
Saling menghormati perbedaan.
19
pendidik yang benar-benar professional yang dapat menghormati siswa secara utuh.
Kedua,guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru
siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan.
Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan
berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat,
adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa,guru (sekolah), dan orang
tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari
sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah
karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi
teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang
bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap
modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses
belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan
semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.Menurut
Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati.
Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik
untuk mengembangkan potensi peserta didik Enam belas pilar pembentukan karakter
yang harus dimiliki seorang guru , antara lain:
Kasih sayang
Penghargaan
Pemberian ruang untuk mengembangkan diri
Kepercayaan
Kerjasama
Saling berbagi
Saling memotivasi
Saling mendengarkan
Saling berinteraksi secara positif
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar
pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa
kepada masyarakat dan negaranya.
20
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang
professional adalah mampu menjadi teladan bagi, para peserta didik mampu
mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi
para peserta didik Sikap dan perilaku guru yang professional mencakup enam belas
pilar dalam pembangun karakter.
Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian
ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling
memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling
menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling
menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan
kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.Sikap dan
perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya
berupa faktor Eksternal dan Internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu
mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.
B. SARAN
Saran yang dapat kita berikan untuk para pembaca ataupun para guru khususnya
dan pemerintah pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Untuk Guru bekerjalah penuh tanggung jawab dengan ihklas, sehingga apa
yang kita lakukan mudah-mudahan menjadi berkah. Karena guru sekarang
sudah diakui sebagai profesi dan mendapatkan tunjangan profesi, hak tersebut
harus sebanding kinerja kita selaku guru.
2. Guru juga harus lebih aktif dalam menulis buku ataupun penelitian, sehingga
diharapkan guru bisa mandiri dalam membuat membuat karya ilmiah.
3. Kepada pemeritah selain harus selalu memperhatikan kesejehteraan guru tetapi
juga harus melakukan berbagai pelatihan kepada guru dengan demikian akan
tercipta harmonisasi dan pendidikan kita akan semakin baik kedepannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://chrisna.blogdetik.com/2013/04/12/tantangan-profesionalisme-guru-ekonomi
dalam-implementasi-kurikulum-berbasis-kompetensi/. Diakses pada tanggal 29-04-
2013.
http://re-searchengines.com/amhasan.html. Diakses pada tanggal 29-04-2013.
http://sismanto.com/2013/04/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi
Diakses pada tanggal 29-04-2013.
Mar’at, 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru professional Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media
Komputindo.
R. Tantiningsih, 2005.Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14
Mei 2005.
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media
Pustaka Mandiri.
Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM
Top Related