1. ProblemaPELAKSANAAN PERPRES PENGADAAN BARANG/JASA Andy
Setyawan Arbai Arifah S Andi Nasrum Agung Nugroho KK DIKNAS 2A MM
UGM
2. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitaspenggunaan
keuangan negara yang dibelanjakanmelalui proses Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah,diperlukan upaya untuk menciptakan
keterbukaan,transparansi, akuntabilitas serta
prinsippersaingan/kompetisi yang sehat dalam prosesPengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayaiAPBN/APBD
3. TUJUAN DITERBITKANNYA PERPRES NO. 54 TAHUN 2010diperoleh
meningkatkan iklim meningkatkan meningkatkanbarang/jasa yang
investasi yang keberpihakan ownershipterjangkau dan kondusif,
efisiensi terhadap industri Pemerintah Daerahberkualitas serta
belanja negara, dan nasional dan usaha terhadap proyek/dapat
percepatan kecil, serta kegiatan yangdipertanggung- pelaksanaan
menumbuhkan pelaksanaannyajawabkan baik dari APBN/ APBD. industri
kreatif, dilakukan melaluisegi fisik, inovasi, dan skema
pembiayaankeuangan, maupun kemandirian bersamamanfaatnya bagi
bangsa dengan (cofinancing) antarakelancaran tugas mengutamakan
Pemerintah PusatPemerintah dan penggunaan dan Pemerintahpelayanan
industri strategis Daerah.masyarakat dalam negeri.
4. ISTILAH (BAB I Pasal 1) Istilah-istilah ini harus dipahami
terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaanpengadaan, banyak
aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan. Khususnya
pada pengadaan barang dan pengadaan jasa konsultasi. LKPP = PA= KPA
= PPK = ULP = Lembaga Kebijakan Pengguna anggaran Kuasa Pengguna
Pejabat Pembuat Unit Layanan Pengadaan Barang Anggaran Komitmen
Pengadaan Adalah Adalah Adalah Adalah Adalah lembaga Pemerintah
Pejabat pejabat yang pejabat yang unit organisasi yang ditetapkan
oleh PA bertanggung jawab pemerintah yang pemegang untuk
menggunakan atas pelaksanaan berfungsi bertugas
kewenanganmengembangkan dan penggunaan anggaran APBN Pengadaan
melaksanakanmerumuskan kebijakan Kementerian/ atau ditetapkan oleh
Barang/Jasa Pengadaan Pengadaan Kepala Daerah untuk Barang/Jasa di
K/L/D/I Lembaga/Satuan Kerja menggunakan APBD. yang bersifat
Barang/Jasa Perangkat Daerah atau permanen, Pejabat yang dapat
berdiri sendiri disamakan pada atau melekat pada unit Institusi
lain Pengguna yang sudah ada. APBN/APBD.
5. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui:
pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh
institusi, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh PPK,
instansi pemerintah lain atau1- Swa Kelola kelompok masyarakat/LSM
penerima hibah *Alur Pengadaan Swakelola Penunjukan langsung 2-
Pemilihan langsung (pembanding)Menggunakan penyedia Lelang
barang/jasa(pihak ketiga) *Alur Pengadaan Barang dan Jasa 1. Alur
Lelang 2. Alur Lelang melalui LPSE
6. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Perpres ini meliputi:
1. Barang 2. Pekerjaan Konstruksi 3. Jasa Konsultansi; 4. Jasa
Lainnya.
7. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #1: Desember 2011
Kemdikbud mengeluarkan petunjuk teknis (Juknis) Dana Alokasi Khusus
(DAK) Tahun 2012 dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 56 dan 57 Tahun 2011, isinya antara
lain menyebutkan: 1. Sekolah melaksanakan rehabilitasi ruang kelas
rusak berat beserta perabotnya dan/atau pembangunan ruang
perpustakaan beserta perabotnya secara swakelola sesuai peraturan
perundang-undangan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sesuai
prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2. Pengadaan peralatan
pendidikan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan
mekanisme penyedia barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan.
*Paparan DAK Pendidikan Tahun 2012
8. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #2: Pengertian
swakelola dijelaskan pada Pasal 26 Ayat 1, yaitu Swakelola
merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya
direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I
sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain
dan/atau kelompok masyarakat. Artinya: Sebuah kegiatan pengadaan
barang/jasa dapat dilaksanakan melalui swakelola sepenuhnya
(artinya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dikerjakan
sendiri), atau penyedia barang/jasa sepenuhnya (artinya
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh penyedia
barang/jasa), maupun gabungan antara swakelola dengan penyedia
barang/jasa.
9. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #3: Tidak seluruh
pekerjaan juga dapat dilaksanakan dengan cara swakelola.
Persyaratan sebuah pekerjaan dapat diswakelolakan dituangkan dalam
Pasal 26 Ayat 2 Perpres Nomor 54 Tahun 2010
10. MBS dan Swakelola pada DAK Bidang Pendidikan 2012kaitan
antara swakelola dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah:1.
Swakelola untuk melaksanakan rehabilitasi sekolah bukan berarti
seluruh pelaksanaan kegiatan rehabilitasi harus dilaksanakan oleh
sekolah sebagai perwujudan MBS, melainkan tetap harus tunduk pada
perundang-undangan dalam bidang Pengadaan Barang.Jasa, yaitu
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan aturan Jasa Konstruksi dalam bentuk
Undang-Undang Jasa Konstruksi.2. Pelaksanaan rehabiliatasi dapat
menggunakan pihak ketiga melalui proses pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilaksanakan sendiri oleh sekolah. Penyedia
dipilih berdasarkan besarnya HPS yang disusun oleh sekolah, yaitu
melalui lelang umum, pemilihan langsung, atau pengadaan
langsung.
11. 2- Menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga)
Penunjukan langsung Pemilihan langsung (pembanding) Lelang CONTOH:
RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA KAB.BELU ATAMBUA
12. 2- Menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga)....
#2
13. 2- Menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga)....
#3
14. 2- Menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga)....
#3
15. CONTOH KASUS-KASUS PENGADAANBARANG/JASA YANG MELIBATKAN
SEKOLAH 1. Pengadaan Alat Praktek SMK Pelayaran Bermasalah 2.
Dugaan Markup Alat Peraga SMK Banten 3 3. Mantan Kepsek SMK 5
Diperiksa di Kejari Makassar 4. Dua Rekanan Jadi Tersangka Korupsi
Pengadaan Laptop Sekolah
16. Problem Pengadaan Di Sekolah:Inefisiensi: 1. Proses dan
tatacara yang tidaksederhana 2. Persaingan tidak sempurna dalam
suatu lingkungan usaha 3. Rendahnya daya saing barang/jasa
domestikGovernance: 1. Transparansi bagi semua stakeholder 2.
Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and
balances 3. Akuntabilitas
17. Analisis Permasalahan Terhadap Munculnya Problem Pengadaan
Di Sekolah:1. Panitia tidak mempunyai kapasistas memahami
spesifikasi barang yang akan dibelanjakan. (untuk peralatan praktek
yang sangat spesifik dan jarang penyedianya)2. Kesulitan dalam
pembuatan HPS untuk barang-barang yang sulit referensinya3. Panitia
pengadaan diambilkan dari lembaga di luar sekolah, karena
keterbatasan SDM di sekolah yang mempunyai sertifikat pengadaan4.
Keterbatasan kemampuan SDM di sekolah yang memahami proses
pengadaan barang/jasa pemerintah menggiring pelaksana swakelola ke
ranah hukum.5. kelemahan juklak dan juknis (Pada DAK Swakelola
Pendidikan)6. sebagian besar pelanggaran yang terjadi adalah
ketidak mengertian kepala sekolah terhadap prosedur swakelola7.
pemahaman bahwa setiap pengadaan barang/jasa dalam swakelola adalah
pengadaan langsung yang cukup dilengkapi kwitansi/nota saja.
Pemahaman simplikasi ini banyak menjerumuskan pelaksana swakelola
ke dalam pasal merugikan negara atau korupsi
18. Solusi :1. Perlu dilakukan langkah-langkah komprehensif
meningkatkan kompetensi terhadap kepala sekolah tentang swakelola
lebih jauhnya tentang pengadaan barang/jasa.2. Sekolah harus
didorong untuk mengikuti bimtek pengadaan barang/jasa.3. Kepala
Sekolah, sebagai penanggunjawab pelaksanaan swakelola, harus
memiliki sertifikat ahli pengadaan. Untuk keperluan bimtek Lembaga
Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) telah menyusun standarisasi
bimtek pengadaan barang/jasa yang telah teruji.
19. KESIMPULAN:1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam
mengambil langkah pengadaan/swakelola kepada sekolah ini tentu
telah melalui kajian yang komprehensif. Namun adalah satu kewajiban
bagi seluruh entitas pengadaan untuk mengingatkan sebelum dampak
negatif benar-benar terjadi.2. niat baik tentang percepatan
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan jangan sampai justru
memakan korban dari entitas pendidikan itu sendiri. Kita sudah
punya Unit Layanan Pengadaan, LPSE, Ahli Pengadaan, Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) dan perangkat profesional
pengadaan lainnya. Kenapa perangkat yang sedemikian lengkap tidak
dimanfaatkan, kemudian harus membebani para guru dan kepala sekolah
dengan urusan pengadaan?