PENGENALAN
1.1) Latar Be lakang
Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin
selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di
sebelah luar disebut chorion. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung
amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta
bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel
amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil,
jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun
bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan
janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam
tiap jam. Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau
memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh
‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak
dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah
untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan
darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan
sebagainya.
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of
membrane dan preterm rupture of membrane. Keduamya memiliki gejala yang sama,
yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah
keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni.
Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disetai rasa mulas atau sakit perut.
Namun, adakalanya hanya terjadi kebocoran kantung ketuban. Tanpa disadari oleh ibu
cairan ketuban merembes sedikit demi sedikit hingga cairan ini makin berkurang. Akan
terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak-gerak.
Penyebabnya adalah karena terjadi perobekan pada kantung ketuban karena trauma
atau mulut rahim yang lemah sehingga tidak bisa menahan kehamilan. Bisa juga karena
ketegangan rahim yang berlebihan, seperti kehamilan ganda atau hidramnion, kelainan
letak janin seperti sungsang atau melintang, atau kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Bisa pula karena infeksi yang kemudian menimbulkan proses biomekanik pada selaput
ketuban sehingga memudahkan ketuban pecah.
PERBAHASAN ISI
2.1) Pemeriksaan
2.1.1 Anamnesis
Anamnesa adalah pemeriksaan yang berupa sesi tanya jawab atau wawancara terhadap
pasien. Ia harus dilakukan sebagai langkah pertama bagi mengetahui keluhan utama
yang merupakan penyebab kedatangan pasien kepada dokter. Anamnesis/wawancara
tentang riwayat penyakit ini juga bertujuan untuk menyingkirkan penyebab lain yang
bisa memicu penyakit yang dideritai pasien. Anamnesis dapat dilakukan langsung
kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali,
orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.
Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk,
catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri. Antara pertanyaan yang perlu ditanyakan adalah: 1
1. Identitas lengkap pasien
2. Keluhan utama dan cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien
sebelum ada keluhan sampai datang berobat
3. Apakah ada keluhan lain seperti perdarahan per vaginam
4. Riwayat haidh
5. Riwayat kehamilan
6. Riwayat penyakit lain yang pernah diderita dan masalah pada kehamilan
sebelumnya.
2
7. Riwayat pernikahan
8. Riwayat penyakit pada anggota keluarga.
Selain itu, berikut adalah beberapa pertanyaan lain yang harus ditanyakan semasa
anamnesa untuk membantu dokter menegakkan diagnosa pasti. Antaranya adalah:
a. Berapakah jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan
cairan yang besar yang diikuti keluarnya cairan yang terus-menerus. Namun pada
beberapa kondisi pecah ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatikan wanita adalah
keluarnya sedikit cairan yang terus menerus (jernih, keruh , kuning atau hijau) dan
perasaan basah pada celana dalamnya.
b. Apakah ada ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan Kegel :
membedakan PROM dengan inkontinensia uteri.
c. Waktu terjadi pecah ketuban.
d. Warna cairan : cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan
akan berwarna kuning atau hijau.
e. Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakan dari urine.
f. Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina dapat disalahartikan sebagai
cairan amnion.
g. Pancaran Involunter atau kebocoran cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang
khas. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
h. Riwayat Haid : Umur kehamilan diperkirakan dari hari haid terakhir.
Berdasarkan pertanyaan anamesa, didapatkan bahawa pasien yaitu seorang ibu berusia
27 tahun, G2P1A0 dengan kehamilan 8 bulan datang dengan keluhan keluar cairan
banyak dari vagina sejak 8 jam yang lalu. Keluhan tambahan yang lain adalah nyeri perut
dan pinggang bawah sejak 2 jam yang lalu.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik.
3
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali
untuk mendapatkan:
1. Suhu tubuh
2. Tekanan darah
3. Denyut nadi
4. Frekuensi napas
Kemudian, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik obstetric dan ginekologi
yang lengkap.
Pada pemeriksaan Abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir.
Palpasi abdomen menggunakan kaedah Leopold 1-4 akan memberikan perkiraan ukuran
janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Dengan menggunakan
doppler didegarkan adakah denyut jantung normal.
Pemeriksaan Pelvis : Pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan untuk
memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina.
Pemeriksaan speculum steril
a. Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genitalia eksternal.
b. Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.
c. Lihat adanya genangan cairan amnion diforniks vagina.
d. Jika Anda tidak melihat ada cairan, minta wanita mengejan (perasat Valsava). Secara
bergantian, beri tekanan pada fundus perlahan-lahan atau naikkan dengan perlahan
bagian presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian
presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga anda dapat mengamati kebocoran
cairan.
e. Obervasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau verniks kaseosa jika usia
kehamilan lebih dari minggu ke-32.
f. Visualisasi serviks untuk menentukan dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan
dilakukan.
g. Visualisasi serviks untuk mendeteksi prolaps tali pusat atau ekstremitas janin.
4
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang. 1
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anomaly
janin,polihidramion atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
b. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis
Uji Laboratorium
a. Uji pakis positif : pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborization),
pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan
protein dalam cairan amnion. (Selama pemeriksaan speculum steril, gunakan lidi kapas
steril untuk mengumpulkan specimen, baik cairan dari forniks vagina posterior maupun
cairan yang keluar dari orifisium karena lender serviks juga sedikit berbeda. Apus
specimen pada kaca objek dan biarkan seluruhnya kering minimal selama 10 menit.
Inspeksi kaca objek di bawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis.
b. Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna mustard-emas yang sensitive terhadap pH ini
akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH
vagina normal adalah < 4,5. Selama kehamilan, terjadi peningkatan jumlah sekresi
vagina akibat eksofoliasi epitalium dan bakteri, sebagian lactobacillus, yang
menyebabkan pH vagina lebih asam. Cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5.
Uji pakis lebih dapat dipercaya daripada uji kertas niazin. Ini karena sejumlah bahan
selain cairan amnion memiliki pH yang lebih alkali, termasuk lender serviks, infeksi
trikomonas, darah , urine, semen ,dan bubuk sarung tangan.
c. Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B. Jika wanita ditapis untuk GBS antara
minggu ke-35 dan ke-37 gestasi dan hasil kultur negative dalam 5 minggu sebelumnya
5
didokumentasikan, set specimen lainnya untuk kultur tidak diperlukan dan antibiotic
profilaksis tidak dianjurkan.
2.2) Diagnosis Kerja.
Ketuban pecah dini saat preterm/sebelum usia cukup bulan/< 37minggu
Ketuban pecah dini sebelum usia cukup bulan bahasa inggris disebut PPROM (Preterm
Prematur Rubture of Membrane).
Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada
kira – kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau
mendekati saat persalinan ; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila
ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi
dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine.
2.3) Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus mencakup kemungkinan
1. Inkontinensia urin. Oleh karena urin biasanya asam, perbandingan pH urin dan pH
vagina membantu dalam membedakannya.
2. Ketuban pecah dini(KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of the
membrane (PROM): pecahnya ketuban sebelum partu : yaitu bila pembukaan pada
primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
3. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion
2.4) Etiologi dan faktor risiko.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Berikut adalah beberapa teori kepada penyebab yang boleh menyumbang
6
kepada kasus PPROM.6
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak
di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal
ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada
jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala
berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta
jarak kelahiran yang dekat.
Faktor Risiko
1. Serviks inkompeten.
2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
7
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).
6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
2.5) Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi yaitu sampai 65% dari kasus
yang berlaku.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput
korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
2.6) Gejala klinis
1. Maternal : Demam (dan takikardi), uterine tenderness, keluarnya cairan ketuban
merembes melalui vagina, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis, leukosit
esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin
2. Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik.
3. Cairan amnion : Volume cairan ketuban berkurang, tes cairan amnion, diantaranya
dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
2.7) Penatalaksanaan.
2.7.1 Medikamentosa.7
8
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi
ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterine,
dan populasi pasien. Pada umumnya, tampaknya lebih pantas untuk membawa semua
pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan melahirkan semua bayi yang berumur
lebih dari 36 minggu, maupun semua bayi dengan ratio lesitin – sfingomielin yang
matur, boleh dinduksi kelahiran dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk
memperkecil risiko infeksi intrauterine. Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama
presentasi janin adalah kepala. Bila induksi gagal, dilakukan seksio sesaria. Seksio
sesarea juga dianjurkan untuk presentasi bokong, letak lintang, atau gawat janin kalau
tidak janin terlalu imatur sehinga tidak ada harapan untuk bertahan hidup.
Apabila rencana penatalaksaan adalah agar wanita melahirkan dalam 24 jam setelah
pecah ketuban, waktu ekstra 12 jam biasanya diberikan agar wanita dapat memasuki
tahap persalinan spontan sebelum induksi oksitosin dimulai. Selama 12 jam ini,
digunakan metode lain untuk menginduksi persalinan, seperti meminta wanita
meminum minyak kastor (2ons) atau stimulasi puting susu. Hubungan seks
dikontradiksikan karena terdapat ketuban pecah dini. Jika serviks tidak matang,
prainduksi pematangan serviks dapat diindikasikan. Diskusikan situasi tersebut dengan
dokter yang menangani pasien.
Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini pada kehamilan premature
adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil mengobservasi tanda dan gejala
korioamnionitis. Berikut adalah jalur penatalaksanaannya:
Penanganan dirawat di RS.
Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari.
Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang dari
35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im).
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi
namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia
mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen
9
tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu
hasil penelitian lebih jauh.
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1. Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam dan berat janin dalam rahim sebaiknya
lebih dari 2000 gram.
2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan pengukuran
per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan kultur air ketuban.
Apapun pilihan penatalaksanaan yang digunakan, penatalaksanaan perawatan
persalinan yang digunakan sama seperti yang lain, dengan tambahan sebagai berikut :
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu
yang mengigil.
2. Lakukan pemantauan Denyut Jantung Janin(DJJ). Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
awitan persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal,
pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan
selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau
induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi intrauteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan hal-hal
berikut :
Apakah dinding vagina terba lebih hangat dari biasa.
Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
Warna rabas atau cairan di sarung tangan anda.
Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas
dari setiap infeksi yang timbuk. Sering kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat
dehidrasi.
10
Gambar 2: Bagian-bagian dari lambung yang bisa dilakukan endoskopi.
2.7.2 Non-medikamentosa.7
Bagi petugas kesehatan, khususnya bidan dapat menyarankan bebrapa hal kepada ibu
hamil, yaitu :
1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau
petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit.
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar.
11
3. Kebanyakan pasien tidak menyelesaikan persiapan mereka melahirkan bila ketuban
pecah beberapa minggu sebelum cukup bulan. Dukungan emosi yang tepat sangat
berguna.
4. Bila janin preterm dan dipilih tanpa tindakan, maka pasien dianjurkan untuk tidak
melakukan pencucian vagina ataupun senggama.
2.8) Pencegahan
1. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan
berhubungan seksual atau mandi berendam.
2. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari
dubur
3. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri.
4. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir trimester kedua atau awal trimester
ketiga dianjurkan.
2.9) Komplikasi.
1. Makin panjang fase laten yaitu interval masa sejak ketuban pecah hingga terjadi
kontraksi, makin tinggi kemungkinan infeksi intrapartum (korioamnionitis)
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm
3. Prolaps tali pusat
4. Oligohidramnion
5. Kelainan presentasi janin.
6. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin
2.10) Prognosis
1. Prognosis Ibu
a. Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang
12
selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
b. Infeksi puerperalis/ masa nifas
c. Dry labour/Partus lama
d. Perdarahan post partum
e. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
2. Prognosis Janin
a. Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory
distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of
cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
b. Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
c. Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score
rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory
distress.
d. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal
2.11) Epidemiologi.
Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan
25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm diduga
dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dengan perkiraan 21% sampai 32% rasio
berulang. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau
pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada
13
janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini
preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik
pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15%
pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan
mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis
neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini lebih daripada 24 jam4,5.
Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan.
Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Kira-kira 1,7%
wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34 minggu, dan
menyumbang 20% untuk kematian perinatal.5
Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah
sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328 kasus
ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif
sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur lebih besar
pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulannya, Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya
persalinan, terjadi pada kira – kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Semakin awal
pemeriksaan dilakukan semakin mudah mengdiagnosis pecah ketuban. Anjuran
mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah
dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterine, dan populasi
pasien. Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini pada kehamilan
premature adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil mengobservasi tanda
dan gejala korioamnionitis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief, Triyanti .Kuspuji, Savitri. Rakhmani, Wardani. Ika, Wahyu, Setiowulan,
Wiwiek. Edisi 3. 2001. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: FK.UI.
2. Cunningham, F.G. Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21.
Disorders of Aminic Fluid Volume. USA: McGRAW-HILL.
3. Carolus. 2008. Ketuban Pecah Dini, from http:/www.klik dokter.com.
4. Manuaba, Ida, Bagus. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi Dan KB. Jakarta: EGC.
5. Ningrum. 2009.Ketuban Pecah Dini,Filed under: ObGyn,med papers:
September8,2009,From:
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/09/08/ketuban-pecah-dini/
6. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini
terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia
Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
7. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B.
Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
15