Download - Presus Neurodermatitis Annisa Fildza Hashfi G1A212056

Transcript

PRESENTASI KASUS

(NEURODERMATITIS)

LIKEN SMPLEKS KRONIKUS

Disusun Oleh :

Annisa Fildza Hashfi G1A212056

Pembimbing :

dr. Ismiralda Oke, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

HALAMAN PENGESAHAN

(NEURODERMATITIS) LIKEN SIMPLEKS KRONIKUS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mengikuti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :

Annisa Fildza Hahsfi G1A212056

Telah dipresentasikan

Pada Tanggal : Oktober 2013

Menyetujui

dr. Ismiralda Oke, Sp.KK

2

BAB 1

PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. IH

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 17 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Cibentang RT 01/02 Bantar Kawung

Agama : Islam

No. CM : 29-52-40

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 26 September 2013, pukul 09.00

WIB

Keluhan Utama : Gatal di punggung kaki kanan kiri

Keluhan Tambahan : Kulit menjadi kasar dan tebal karena sering

digaruk serta kulit menghitam

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien merasakan gatal di punggung kaki kanan kiri sejak satu

bulan yang lalu. Gatal dirasakan sangat hebat sehingga pasien tidak tahan

dan menggaruk-garuk daerah yang gatal.

Keluhan dirasakan pertama kali saat tiga tahun yang lalu, kumat-

kumatan dan memberat terutama saat pasien sedang memiliki masalah

yang menjadi beban pikiran, gatal tidak diperberat dengan berkeringat

ataupun pasien menggunakan detergen untuk mencuci. Karena gatalnya

tidak dapat ditahan, pasien menggaruk-garuk daerah yang gatal hingga

3

kemerahan bahkan menurut pasien tidak terasa dapat sampai berair setelah

itu rasa gatal hilang dan terasa enak. Keluhan gatal dirasa terutama pada

malam hari sampai menggangu waktu tidur pasien, sehingga menurut

pasien waktu tidurnya terganggu. Menurut pasien daerah yang digaruk

menjadi merah dan lama kelamaan tebal, kemerahan dan bersisik di bagian

tengah serta berwarna kehitaman.

Sebelum datang ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RS Margono

Soekardjo, pasien pernah berobat ke dokter umum di dekat rumahnya.

Keluhan gatal kemudian dirasakan membaik, namun setelah obat habis

dapat kembali timbul. Tetapi bekas garukan menetap tidak pernah hilang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada.Riwayat Alergi

Tidak ada Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan

pasien.

Tidak ada yang menderita alergi, penyakit asma pada keluarga pasien.

III. STATUS GENERALIS

Keadaaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik

Vital Sign :

Tekanan darah : 110/70

Nadi : 72 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : afebris

Kepala : Normochepal, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

4

Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I – II reguler , murmur (-) , Gallop (-)

Paru : SN vesikuler , ronki (-/-) , wheezing (-)

Abdomen : Supel,datar,BU (+) normal

Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas : Akral hangat, edema ( )

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Ekstremitas Inferior

Effloresensi : Tampak bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi,

berbatas kurang tegas, tampak likenifikasi dengan skuama

halus pada bagian tepi, tampak krusta, ukuran plakat,

gambaran annular, bentuk bundar, lokalisasi soliter.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

VI. RESUME

Pasien Sdr. IH, laki-laki, usia 17 tahun datang dengan keluhan gatal

di punggung kaki kanan kiri sejak satu bulan SMRS. Keluhan dirasakan

berulang sejak tiga tahun yang lalu, muncul terutama saat pasien sedang

memiliki masalah. Keluhan gatal mengurangi waktu tidur pasien. Jika

keluhan yang sama timbul, pasien berobat ke dokter umum dan diberi

obat, kemudian keluhan gatal mereda. Pada pemeriksaan status generalis

dalam batas normal. Pada pemeriksaan status dermatologikus lokasi

ekstremitas inferior tampak bercak-bercak eritematosa, berbatas kurang

tegas, tampak likenifikasi dengan skuama pada bagian tepi, tampak krusta,

ukuran plakat, gambaran annular, bentuk bundar, lokalisasi soliter.

5

VII. DIAGNOSA KERJA

Neurodermatitis Sirkumskripta (Liken simpleks kronikus)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Liken Planus

Predileksi: permukaan fleksor pergelangan tangan, batang tubuh, kaki,

glans penis, medial paha, selaput lendir dan vagina.

UKK : lesi yang khas berupa papula kecil, datar, poligonal permukaan

mengkilap, warna keunguan, berangulasi dengan anyaman garis

keabu-abuan (wickham’s striae) pada permukaannya. Di atasnya

terdapat skuama halus.

2. Psoriasis

Predileksi: scalp. Tengkuk, interskapula, lumbosakral, bagian

ekstensor lutut dan siku, areola, mamae, lipatan mamae, umbilicus,

punggung kaki dekat pergelangan

UKK: macula eritematosa yang merata berbatas tegas dengan skuama

tebal diatasnya. Skuama kasar berlapis-lapis, warna putih transparan,

bentuk bulat atau lonjong, ukuran bervariasi.

3. Dermatitis Atopik

Predileksi: muka, kepala, tengkuk, lipat siku, pergelangan tangan, fosa

poplitea

UKK: edema, vesikel/bula, dapat disertai ekskoriasi. Pada keadaan

kronik dapat terjadi penebalan kulit/likenifikasi dan hiperpigmentasi.

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN

Histopatologi

X. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa

a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.

b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal

6

c. Hindari stress psikologis

d. Menjaga kebersihan kulit

e. Hindari dari gigitan serangga

2. Medikamentosa

Sistemik:

Antihistamin Interhistin tablet 1x 1

Antidepresi Amitriptylin tab 1x1 (malam)

Topikal:

Betamethasone dipropionat 0,05% salep

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmeticum : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7

Effloresensi Pada Pasien Sdr. IH

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRPTA

1.1. Definisi

Neurodermatitis sirkumskripta atau juga dikenal dengan liken

simpleks kronis adalah penyakit peradangan kronis pada kulit, gatal,

sirkumskripta, dan khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul

sebagai respon dari kulit akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang

dalam waktu yang cukup lama, atau kebiasaan menggaruk pada satu area

tertentu pada kulit sehingga garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai

kulit batang kayu. Secara histologis, karakteristik likenifikasinya adalah

akantosis dan hyperkeratosis dan secara klinis muncul penebalan dari kulit,

utamanya pada permukaan kulit (Holden, 2004; Soter NA, 2003; Pakistan

Association, 2006).

Gejala dan tanda yang khas seperti gatal, terlikenifikasi, dan

sirkumskripta yang dapat muncul di berbagai tempat dari tubuh merupakan

karakteristik dari liken simpleks kronik yang juga dikenal sebagai

neuroderamtitis sirkumskripta. Penyakit ini memiliki predileksi di punggung,

leher, dan ekstremitas terutama pergelangan tangan dan lutut (Pakistan

Association, 2006; Anderws 2000).

Neurodermatitis sirkumskripta merupakan proses yang sekunder

ketika seseorang mengalami sensasi gatal pada daerah kulit yang spesifik

dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasar yang dapat mengakibatkan

trauma mekanis pada kulit yang berakhir dengan likenifikasi. Penyakit ini

biasanya timbul pada pasien dengan kepribadian yang obsessif, dimana selalu

ingin menggaruk bagian tertentu dari tubuhnya (Holden, 2004; Soter NA,

2003; Champion, 1992).

1.2. Sinonim

Nama lain dari liken simpleks kronikus adalah neurodermatitis

sirkumskripta, istilah yang pertama kali dipakai oleh Vidal, oleh karena itu

disebut pula liken Vidal (Djuanda, 2006).

9

1.3. EtioPatogenesis & Patofisiologi

Etiologi pasti neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, namun

diduga pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan

mediator atau aktivitas enzim proteolitik. Disebutkan juga bahwa garukan dan

gosokan mungkin respon terhadap stres emosional. Selain itu, faktor-faktor

yang dapat menyebabkan neurodermatitis seperti pada perokok pasif, dapat

juga dari makanan, alergen seperti debu, rambut, makanan,  bahan- bahan

pakaian yang dapat mengiritasi kulit, infeksi dan keadaan berkeringat (Susan,

2008; Odom, 2000).

Keadaan ini menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga

penderita sering menggaruknya. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan

terjadi penebalan kulit. Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal

sehingga merangsang penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit

Odom, 2000; Holden, 2004).

Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau

tangan untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk

atau menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun

patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui (Susan, 2008; Odom,

200). Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang

mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma

Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis atopik, gigitan

serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan emosi (Hogan, 2011).

Beberapa jenis kulit lebih rentan mengalami likenefikasi, contohnya

kulit yang cenderung ekzematosa seperti dermatitis atopi dan diathesis atopi.

Terdapat hubungan antara jaringan saraf perifer dan sentral dengan sel-sel

inflamasi dan produknya dalam persepsi gatal dan perubahan yang terjadi

pada liken simpleks kronis. Hubungan ini terutama dalam  hal lesi primer,

faktor fisik, dan intensitas gatal (Susan, 2008; Odom, 2000; Holden, 2004).

Pada sebuah studi mengenai liken simpleks kronis dengan 

menggunakan P-phenylenediamine (PPD) yang terkandung dalam pewarna

rambut menunjukkan bahwa terjadi perbaikan bermakna secara klinis gejala

liken simpleks kronis setelah penghentian pajanan PPD; hal ini menunjukkan

10

bahwa dasar liken simpleks kronis adalah peran sensitisasi dan dermatitis

kontak (Rajalakshmi, 2011).

1.4. Epidemiologi

Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari anak-

anak sampai dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering

mengalami keluhan neurodermatitis. Neurodermatitis dapat terjadi pada laki-

laki dan wanita, tetapi lebih sering dilaporkan terjadi pada wanita terutama

pada umur pertengahan Individu. Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-

anak, karena neurodermatitis merupakan penyakit yang bersifat kronis dan

dipengaruhi oleh keadaan emosi dan penyakit yang mendasarinya. Dilihat

dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih sering terkena

penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang dikonsumsinya berbeda

dengan ras dan suku bangsa lainnya (Sularsito, 2005; Koenig 2012)

1.5. Gejala Klinis

Keluhan utama dari neurodermatitis ialah gatal berulang. Pasien akan

mengeluh gatal yang hilang timbul terutama saat sore hari. Rasa gatal

memang tidak terus menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul

sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk; setelah

luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan rasa

nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit

edema, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama

dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigmentasi, batas

dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi

dan lamanya lesi akibat digaruk. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi

yang biasa ditemukan adalah di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian

ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai

bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki (Sularsito,

2005; Siregar, 2013)

Neurodermatitis di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya

pada wanita, berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke

scalp. Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis. Variasi klinis

neurodermatitis dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan

11

tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus

berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama,

lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). Lesi

biasanya multipel; lokalisasi tersering di ekstremitas; berukuran mulai

beberapa milimeter sampai 2 cm (Sularsito, 2005).

Keparahan gatal dapat diperburuk bila pasien berkeringat, pasien

berada pada suhu yang lembab, atau pasien terkena benda yang merangsang

timbulnya gatal (alergen). Gatal juga dapat bertambah pada saat pasien

mengalami stress psikologis. Pada pasien muda, keluhan gatal umumnya

kurang dirasakan karena tidak begitu mengganggu aktivitasnya, akan tetapi

keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring bertambahnya usia dan faktor

pemicu stressnya. Kelainan kulit yang terjadi bisa berupa eritem, edema,

papul, likenifikasi (bagian yang menebal), kering, berskuama atau

hiperpigmentasi. Ukuran lesi bervariasi, berbatas tidak tegas dan bentuk

umumnya tidak beraturan. Lesi pada setiap individu pasien berbeda. Tidak

ada penjelasan yang tegas mengenai berapa lama lesi pada neurodermatitis

terbentuk (Siregar, 2013). Lesi tergantung dari sering dan lamanya pasien

mengalami keluhan gatal dan menggaruknya. Dari pemeriksaan efloresensi,

lesi tampak likenifikasi berupa penebalan kulit dengan garis-garis kulit yang

semakin terlihat, terlihat plak dengan ekskoriasi serta sedikit eritematosa

(memerah) dan edema. Pada lesi yang sudah lama, lesi akan tampak

berskuama pada bagian tengahnya, terjadi hiperpigmentasi (warna kulit yang

digaruk berubah menjadi kehitaman) pada bagian lesi yang gatal, bagian

eritema dan edema akan menghilang, dan batas lesi dengan bagian kulit

normal semakin tidak jelas (Siregar, 2013, Murtiastuti, 2010).

12

regio dorsum pedis dextra, tampak plak hiperpigmentasi, soliter, bentuk

oval, ukuran 4 x 6 cm,batas tegas, ireguler, permukaan likenifikasi,

bagian sentral tampak eritem,sebagian erosi multipel, tepi permukaan

ditutupi skuama sedang selapis warna putih.

Letak lesi bisa timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan adalah

di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva,

skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral,

pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis di

daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada wanita, berupa plak

kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke scalp. Biasanya

skuamanya banyak menyerupai psoriasis (Hogan, 2011).

13

Variasi klinis neurodermatitis dapat berupa prurigo nodularis, akibat

garukan atau korekan tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu

tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi

tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih

gelap. Lesi biasanya multiple, lokalisasi tersering di ekstremitas; berukuran

mulai beberapa milimeter sampai 2 cm.

Temuan histopatologi pada liken simpleks kronis adalah hyperplasia

epidermal, orthokeratosis, dan hipergranulosis dengan pemanjangan regular.

Ditemukan sebukan sel radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh

darah dermis bagian

atas fibroblast

bertambah

kolagenmenebal

(Hogan, 2011).

Plak dari liken simpleks

berbatas tegas,

hiperpigmentasi

Lichen simplex chronicus

pada pergelangan kaki.

permukaan kasar tergores

(mengkritik), kulit

menebal hiperpigmentasi)

14

liken simplek kronis. Batas tegas, terdapat hiperpigmentasi

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:

a. Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tes yang spesifik untuk

neurodermatitis sirkumskripta. Tetapi walaupun begitu, satu studi

mengemukakan bahwa 25 pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta

positif terhadap patch test. Pada dermatitis atopik dan mikosis fungiodes

bisa terjadi likenefikasi generalisata oleh sebab itu merupakan indikasi

untuk melakukan patch test. Pada pasien dengan pruritus generalisata

yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan metabolik dan

gangguan hematologi, maka pemeriksaan hitung darah harus dilakukan,

juga dilakukan tes fungsi ginjal dan hati, tes fungsi tiroid, elechtroporesis

serum, tes zat besi serum, tes kemampuan pengikatan zat besi (iron

binding capacity), dan foto dada. Kadar immunoglobulin E dapat

meningkat pada neurodermatitis yang atopik, tetapi normal pada

neurodermatitis nonatopik. Bisa juga dilakukan pemeriksaan potassium

hydroksida pada pasien liken simpleks genital untuk mengeleminasi tinea

cruris (Wolff, A Lowell. et.all., 2008).

b. Histopatologi

Perubahan histopatologi likenifikasi pada neurodermatitis

sirkumskripta bervariasi tergantung dari lokasi dan durasinya. Paling

sering ditemukan akantosis dan hiperkeratosis dengan berbagai tingkatan.

Rete ridges tampak memanjang dengan semua komponen epidermis

15

mengalami hiperplasia. Dermis bagian papil dan sub-epidermal

mengalami fibrosis dan terdapat pula serbukan infiltrat radang kronis dan

limfa histiosit di sekitar pembuluh darah. Pada lesi yang sudah sangat

kronis, khususnya pada likenifikasi yang gigantik (sangat besar),

akantosis dan hiperkeratosis dapat dilihat secara gross, dan rete ridges

tampak ireguler namun tetap memanjang dan melebar (Susan, 2008;

Odom, 2000).

1.7. Diagnosis

Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan

neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu daerah atau

lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi.

Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku,

lutut, pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal

muncul pada saat pasien sedang beristirahat dan hilang saat melakukan

aktivitas dan biasanya gatal timbul intermiten (Wolff, A Lowell. et.all.,

2008).

Pemeriksaan fisis menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas,

dan terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi

(Wolff, A Lowell. et.all., 2008). Pada pemeriksaan penunjang histopatologi

didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis

dengan pemanjangan rate ridges yang irregular, hipergranulosis dan

perluasan dari papil dermis (Djuanda, 2006).

1.8. Diagnosis Banding

Kasus-kasus primer yang umumnya menyebabkan likenifikasi adalah :

a. Plak psoriasis

Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik,

dengan karakteristik plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih

keperakan,skuama yang kasar, berlapis-lapis, transparan, disertai

fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Lokasi terbanyak ditemukan

16

didaerah ekstensor. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi

beberapa hipotesa telah mendapatkan bahwa penyakit ini bersifat

autoimun dan residif (Wolff, A Lowell. et.all., 2008; Siregar, 2004).

b. Dermatitis kontak alergi

• Penderita umunya mengeluh gatal pada area yang terpajan/kontak

dengan sensitizer/alergen.

• Pada tipe akut : dimulai dari bercak eritematosa yang berbatas

tegas(sirkumskripta), kemudian diikuti oleh edema, papulovesikel,

vesikel, atau bula. Vesikel atau bula yang pecah dapat pecah

kemudian menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). DKA di tempat

tertentu misalnya kelopak mata, penis, skrotum, gejala eritema dan

edema lebih dominan daripada vesikel.

• Pada tipe kronik : kulit terlihat kering, berskuama (bersisik), papul,

likenifikasi, mungkin juga fisur, dan berbatas tidak tegas.

• DKA dapat meluas dengan cara autosensitisasi. Skalp(kulit kepala),

telapak tangan, dan telapak kaki relatif resisten terhadap

DKA(karena lapisan epidermis yang tebal) (Sularsito, 2005; Susan,

2008).

c. Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik merupakan gangguan papuloskuamosa yang terdapat

pada daerah kaya sebum seperti kulit kepala, wajah dan punggung.

Dermatitis ini berhubungan dengan malassezia, abnormalitas imunologis,

dan aktivasi dari komplemen. Berhubungan erat dengan keaktifan

glandula sebasea. Biasa terjadi pada bayi umur bulan pertama dan

mencapai puncak pada umur 18-40 tahun. Kelainan kulit terdiri atas

eritema dam skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya

agak kurang tegas (Djuanda, 2006).

d. Dermatitis atopik

Peradangan kulit kronis yang residif disertai gatal, yang umumnya sering

terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau

penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami

17

ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan. Gambaran lesi kulit

pada remaja dan dewasa dapat berupa plak papuler, eritematosa, dan

berskuama atau plak likenifikasi yang gatal. Lokasi dermatitis atopik

pada lipat siku dan lipat lutut (fleksor) hilang pada usia 2 tahun, pada

neurodermatitis sirkumskripta pada siku dan punggung kaki (ekstensor)

dan berlanjut sampai tua (Susan, 2008; Hunter, 2002).Liken Planus

Lesi yang pruritis, erupsi popular yang dikarakteristikkan dengan warna

kemerahan berbentuk polygonal, dan kadang berbatas tegas. Sering

ditemukan pada permukaan fleksor dari ekstremitas, genitalia dan

membrane mukus. Mirip dengan reaksi mediasi imunologis. Liken planus

ditandai dengan papul-papul yang mempunyai warna dan konfigurasi

yang khas. Papul-papul berwarna merah biru, berskuama, dan berbentuk

siku-siku. (Djuanda, 2006; Susan, 2008).

1.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer

adalah untuk mengurangi pruritus dan meminimalkan lesi yang ada dan

menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara

terus-menerus. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memotong

kuku pasien, memberikan antipruritus, glukokortikoid topikal atau

intralesional, atau produk-produk tar, konsultasi psikiatrik, dan mengobati

pasien dengan cryoterapi, cyproheptadine, atau capsaicin (Wolff Klauss,

2009).

a. Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid Topikal, sampai saat ini masih merupakan pilihan

pengobatan. Pemberiannya akan lebih efektif jika diaplikasikan

kemudian dibalut dengan perban oklusif kering. Yang menjadi pilihan

adalah kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti Clobetassol

Propionat, Diflorasone Diasetat, atau bethamethason dipropionat.

Pemberian kortikosteroid berupa Triamcinolone secara Intralesi, biasanya

sangat efektif (3mg/ml). Namun harus sangat diperhatikan karena pada

18

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan atrophy (Susan, 2008; Odom,

2000; Richards, 2010; Stewart, 2010).

1. Clobetasol

Topical steroid super poten kelas 1: menekan mitosis dan menambah

sintesis protein yang mengurangi peradangan dan menyebabakan

vasokonstriksi.

2. Betamethasone dipropionate cream 0,05%.

Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja

mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit

polimorfonuklear dan memeperbaiki permeabilitas kapiler.

3. Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 % or ointment

Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja

mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit

polimorfonuklear dan memeperbaiki permeabilitas kapiler.

4. Fluocinolone cream 0.1 % or 0.05%

Topical kortikosteroid potensi tinggi yang menghambat proliferasi

sel. Mempuyai sifat imonusupresif dan sifat anti peradangan

(Richards, 2010).

b. Obat oral anti anxietas, sedasi dan antidepresi

Obat oral dan anti anxietas dapat dipertimbangkan pada beberapa

pasien. Menurut kebuthan individual, penatalaksanaan dapat dijadwalkan

setiap hari, pada ssat pasien tidur, atau keduanya. Antihistamin seperti

dipenhydramine dan hidroxyzine biasa digunakan. Doxepin dan

clonazepam dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus.

Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik Amitriptilin bekerja

dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.

Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga

lebih resposif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini

juga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.

Obat ini penggunanaya untuk memperbaiki kualitas tidur. Pada

pemberian oral, Amitriptilin diaborpsi dengan baik, kurang lebih 90%

19

berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam jaringan dan

susunan saraf pusat (Stewarts, 2010).

c. Agen anti pruritus

Obat oral dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan

histamin secara endogen. Gatal berkurang, pasien merasa tenang atau

sedatif dan merangsang untuk tidur. Obat topikal menstabilisasi

membrane neuron dan mencegah inisiasi dan transmisi implus saraf

sehingga memberi aksi anestesi lokal.

1. Dipenhidramin

Untuk meringankan gejala pruritus yang disebabkan oleh pelepasan

histamin.

2. Cholorpheniramine

Bekerja sama dengan histamin atau permukaan reseptor H1 pada sel

efektor di pembuluh darah dan traktus respiratori.

3. Hidroxyzine

Reseptor H1 antagonis diperifer. Dapat menekan aktifitas histamin

diregion subkortikal sistem saraf pusat.

4. Klonazepam

Untuk anxietas yang disertai pruritus. Berikatan dengan reseptor-

reseptor di SSP, termasuk sistem limbik dan pembentukan retikular.

Efeknya bisa dimediasi melalui reseptor GABA.

d. Agen imunosupresor

Tacrolimus, Mekanisme kerjanya pada liken simpleks kronik tidak

diketahui. Dapat mengurangi gatal dan peradangan dengan menekan

pelepasan sitokin dari sel T. juga menghambat transkripsi gen yang

mengkode IL-3, IL-4, IL5, GM-CSF, dan TNF- alfa, yang semuanya

terlibat dalam aktivasi sel T derajat dini. Juga dapat menghambat

pelepasan mediator sel mast dan basofil kulit dan mengurangi regulasi

ekspresi FCeRI pada sel langerhans. Obat dari kelas ini lebih mahal dari

kortikosteroid topikal. Terdapat dalam bentuk ointment dalam konsentrasi

0.03% dan 0.1%. indikasi apabila pilihan terapi yang lain tidak berhasil.

e. Immunodilator

20

Berasal dari ascomycin, suatu bahan alami yang diproduksi oleh jamur

streptomyces hygroscopicus var asmyeticus, bekerja menghambat

produksi dan pelepasan sitokin inflamasi dari sel T teraktivasi secara

selektif dan berikatan dengan reseptor imunofilin sitosolik makrofilin 12

(cytosolic immunophili receptor macrophilin-12). Menghambat kompleks

yang menghambat kalsineurin fofatase, yang kemudian memblokir

aktivasi sel T dan pelepasan sitokin. Atropi kutaneus tidak didapati pada

percobaan klinis yang merupakan kelebihan terhadap kortikosteroid

topical. Indikasi apabila pilihan terapi yang lain tidak berhasil (Wolff,

2009).

1.10. Prognosis

Prognosis untuk penyakit neurodermatitis adalah :

a. Lesi bisa sembuh dengan sempurna.

b. Rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan

pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan.

c. Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional

yang meningkat.

d. Pengobatan untuk pencegahan pada stadium-stadium awal dapat

membantu untuk mengurangi proses likenifikasi.

    Biasanya prognosis berbeda-beda, tergantung dari kondisi pasien, apabila

ada gangguan psikologis dan apabila ada penyakit lain yang menyertai.

Pengobatan yang teratur dapat meringankan kondisi pasien. Penyebab utama

dari gatal dapat hilang, atau dapat muncul kembali. Pencegahan pada tahap

awal dapat menghambat proses penyakit ini (Pedoman diagnosis, 2007).

21

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis neurodermatitis didapat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

status dermatologis sebagai berikut:

1. Usia pasien 17 tahun

2. Keluhan utama pasien gatal di punggung kaki sebelah kanan dan kiri

3. Onset sekitar tiga tahun yang lalu

4. Keluhan gatal mengganggu tidur pasien

5. Muncul saat pasien mendapatkan masalah

6. Terdapat penebalan kulit akibat garukan.

Anamnesis ini Sesuai dengan Adhi Juanda Pada Ilmu Penyakit Kulit FKUI

bahwa: 

1. Penderita mengeluh gatal sekali, rasa gatal memang tidak terus

menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk (malam hari), bila muncul sulit

ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak setelah digaruk.

22

2. Timbul dipengaruhi dengan aspek psikologi dan tekanan emosi.

St. Dermatologis:

• Ekstremitas Inferior Tampak bercak-bercak eritematosa dan

hiperpigmentasi, berbatas kurang tegas, tampak likenifikasi dengan

skuama pada bagian tepi, tampak krusta, ukuran plakat, gambaran annular,

bentuk bundar, lokalisasi soliter.

Pemeriksaan status dermatologis ini sesuai dengan Adhi Juanda Pada Ilmu

Penyakit Kulit FKUI :

1. Bahwa: Lesi bisa terjadi pada 1 daerah atau lebih.2.

2. Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit

edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian

tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan eskoriasi; sekitarnya

hiperpigmentasi, batas dengan kulit tegas

Penatalaksanaan:

Antihistamin Loratadine 10 mg tablet 1x1

Antidepresi Amitriptylin tab 1x1 (malam)

Topikal:

Betamethasone dipropionat 0,05% salep

Sesuai Djuanda Adhi, Wolff Klauss, A Lowell. et.all bahwa:

Penatalaksanaan pada penyakit ini adalah tujuanya untuk mengurangi pruritus dan

meminimalkan lesi dengan

a. antipruritus (antihistamin --> Reseptor H1 yaitu contohnya chlorpeniramin

b. Steroid Topikal contohnya Betametason untuk mengurangi peradangan dan

gatal serta memperbaiki permeabilitas kapiler

c. Antidepresi yang mempunyai aktivitas sedatif. contoh: Amitriptylin

Prognosis:

a. Lesi bisa sembuh dengan sempurna.

b. Rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan

pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan.

23

c. Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional

yang meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anderws’. Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 9th ed.Philadelphia(USA) ; 2000.p.58

Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Textbook of Dermatology. 5th ed. London : Blackwell Scientific Publications ; 1992. p. 578-580

Djuanda Adhi. 2006. Neurodermatitis Sirkumskripta. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: FKUI. h. 147-148.

Hogan D J, Mason S H. 2011. Lichen Simplex Chronicus. Diakses dari  www.emedicine.com 24 September 2013.

Holden AC,Berth-jones J. in : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Editors.Rooks textbook of dermatology ; Eczema, prurigo, lichenification, and erithroderma.7th.Italy : Blackwell scienc:2004.P. 1741-1743

Hunter John, John Savin, Marck Dahl editors. 2002. Clinical Dermatology: eczema and dermatitis. 3rd edition Blackwell publishing: p. 70.

24

Koenig TW, Jones SG, Rencie A,Tausk FA.Noncutaneous manifestations of skin.In:Freedberg IM,Eisen AZ,Wolff K,Austen KF, Goldsmith LA, KATZ SC,editors.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8thed. New York : Mc Graw Hill 2012.p.158-162

Odom RB, James WD, Berger TG. 2000. Atopic dermatitis, eczema, andnoninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andrews Diseasesof The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WBSaunders. h. 69-94

Pakistan association, Linchen Simpleks Kronikus. Dermatology. 2006; 16:60, 62-64. Cited on September 24th 2013. Available at http://indianjmedsci.org/journal /1123423-overview#showall

Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar tahun 2007.

Rajalakshmi R, Thappa DM, Jaisankar TJ, et al. 2011. Lichen simplexchronicus of anogenital region: Aclinico-etiological study. Indian J Dermat ol Venereol Leprol Jan-Feb; 77(1) : 28-36.

Richards R N. 2010. Update on intralesional steroid: focus on dermatoses. J Cutan Med Surg Jan-Feb; 14(1).

Siregar. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Dua. Jakarta: EGC.

Soter NA. 2003. Numular Eczema and Lichen Simpleks Chronicus/Prurigo Nodularis. Dalam: Freedberg IM, Eizen AZ, Wollf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York : Mc. Graw Hill: p. 160-162.

Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit 2nded. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta,2013.p.135-7

Stewart KM. 2010. Clinical care of vulvar pruritus, with emphasis on onecommon cause, lichen simplex chronicus. Dermat ol Clin Oct; 28(4): 669-80.

Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin .5th.ed. Penerbit FKUI, Jakarta 2005. p. 129-153

Susan Burgin, MD. 2008. Numular Eczema and Lichen Simplex Chronic/Prurigo Nodularis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K,Freedberg IM, Auten KF, penyunting: Dermatology in generalmedicine, 7th ed, New York: Mc Graw Hill: p. 158-162.

Wolff Klauss, A Lowell. et.all. 2008. Lichen Simplex Chronicus and Prurigo Nodularis. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatologyin General Medicine7th

Edition volumes 1 & 2. New York: Mc Graw Hill Medical: p. 198-200.

25

Wolff Klauss. 2009. Lichen Simplex Chronicus. Dalam: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6th Edition. New York: McGraw Hill Medical: p. 42-43.

26