Presentasi Kasus
Gagal Jantung Kongestif
Disusun oleh:
Shafira Anindya 1006685084
Rikky Irawan Tulus M. Purba (Adaptasi)
Pembimbing:
dr Taofan, SpJP
MODUL PRAKTIK KLINIK KARDIOLOGI DAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
3 OKTOBER 2013
1
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Kasus 1
1.1 Identitas
Nama : Tn. J
Usia : 68 tahun
Tanggal lahir : 9-12-1945
Alamat : Cengkareng
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak tamat SD
Tanggal Masuk : 29 September 2013 – Rujukan RSKB Cinta Kasih Tzu Chi
Unit : Rawat Inap Intermediate Dewasa
1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama
Sesak napas memberat 1 minggu SMRS
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa sesak sejak 1 bulan SMRS dan memberat 1 minggu SMRS. Pasien
datang ke RSKB karena sesak dan nyeri dada. Pasien dirujuk dari RSKB setelah
dirawat selama 4 hari dengan diagnosa CHF fc.IV susp IHD. Pasien mempunyai
riwayat serangan jantung pada tahun 2011. Sejak saat itu, pasien mulai megalami
penurunan kemampuan beraktivitas fisik dan mudah lelah saat beraktivitas sehingga
pasien berhenti bekerja. Sesak semakin lama semakin memberat namun pasien hanya
rawat jalan di RS dekat rumah. 1 minggu SMRS sesak semakin parah dan muncul saat
pasien sedang beristirahat. DOE (+), PND (+), OP (+). Keluhan lainnya yaitu kaki
bengkak. Riwayat pengobatan pasien sebelumnya tidak ada, obat dari RSKB tidak
ada.
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Stroke (-), asma (-), gastritis (-), hipertensi (-), DM (-), dislipidemia (-), serangan
jantung pada 2011, tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
2
1.2.4 Riwayat Keluarga
Ibu dan Ayah pasien sudah meninggal dunia sejak lama sehingga pasien tidak ingat
usia saat kematian dan penyebabnya, namun tidak meninggal mendadak.
1.2.5 Riwayat Sosial
Pasien dahulu bekerja sebagai kuli bangunan namun sejak 2011 tidak bisa lagi
bekerja. Pasien merokok sejak muda dan berhenti merokok 1 tahun lalu.
1.3 Pemeriksaan Fisik
(29 September 2013), data di dapat dari rekam medis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kompos mentis
Tanda vital : TD 78/63 mmHg, nadi 148x/menit, suhu afebris
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5+3 mmH2O
Jantung : S1-S2 normal, gallop (-), murmur (-) (sulit dinilai)
Paru : vesikular, ronki basah halus +/+ 1/3 lap paru,wheezing -/-
Abdomen : buncit, lemas, supel, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-
Ruang Rawat Inap (29 September 2013), data di dapat dari rekam medis
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : TD 140/91 mmHg, nadi 114x/menit, suhu afebris
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
Leher : JVP 5+3 mmH2O
Jantung : S1-S2 normal, gallop (-), murmur (-) (sulit dinilai)
Paru : vesikular, ronki basah halus +/+ 1/3 lap paru,wheezing -/-
Abdomen : buncit, lemas, supel, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-
Ruang Rawat Inap (1 Oktober 2013), data merupakan hasil PF secara langsung
Keadaan umum : tampak tenang
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kompos mentis
3
Tanda vital : TD 97/44 mmHg, HR : 130x/menit, suhu afebris
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
Leher : JVP 5+1 mmH2O
Jantung : S1-S2 normal, gallop S3 (+), murmur (-) (sulit dinilai)
Paru : vesikular, ronki basah halus +/+ ,wheezing -/-
Abdomen : buncit, lemas, supel, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-
1.5. Elektrokardiogram
EKG (29 September 2013) data dari rekam medis
Sinus Takikardi, QRS Rate 148x/menit, Axis normal, P wave negative terminal force di
V1, interval PR 0,16 s, durasi QRS 0,08 s, ST depresi V5-V6, STT changes (-), T inverted
V1 V5 V6, T bifasik II III aVF, LAE.
4
1.6 Fotorontgen (29 September 2013)
CTR 65%, elongasi aorta (+), segmen pulmonal normal, pinggang jantung (+), apex
downward, infiltrate (-), Kongesti (+)
1.7. Echography
1. Echografi (29 September 2013)
• Deskripsi:
WOT 2cm, WOT VTI 5, IVC 18-10, MAP (TD 90/64), HR 120x/menit, SU 16cc,
CO 2,8 L/menit, SVR 2400
• Kesimpulan Echo: low cardiac output
Status cairan kurang
1.8. PemeriksaanLaboratorium
29 September 2013
Hb 11,9 rendahHt 36 rendahLeuko 9600 normalUr 134 meningkatCr 1,96 meningkatNa 127 rendahK 4 normalCa 2,27 normalCl 95 normalMg 34 normal
5
1.9 Diagnosis
1. ADHF w/w fc IV ec. old mf MCI
2. AKI dd CKD stage III
1.10 Tata Laksana
Captopril 3x6,25mg
Lasix drip 10mg/jam
Dobutamin 3µg/kg /menit
Infus Cairan 1500cc/24jam
Diet Jantung II 1800kkcal/24jam
BAB II6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal Jantung1,2,3
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas dan kelelahan tubuh yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
2.1.1 Paradigma lama dan Psaradigma Baru (Model Hemodinamik dam Model Neurohormonal)
Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban dari jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodelling progresif akibat beban / penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan menghambat neurohormonal (neurohormonal bloker) seperti ACEI, ARBs, atau beta bloker diutamakan disamping obat konvensional (diuretika dan digitalias) ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti biventricular pacing, resynchronizing cardiac therapy, intracardiac defibrilator, bedah rekonstruksi ventrikel kiri, dan mioplasti.2
2.1.3 Gagal jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari hasil pemeriksaan jasmani, foto toraksm atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan Echo-Doppler.4
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa, sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktifitas menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.4
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiography aliran darah mitral dandan aliran darah vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamesis, pemeriksaan jasmani saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik :4
1. Gangguan relaksasi2. Pseudo normal3. Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab ganguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi atau iskemia. Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diastolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non dihidropiridin.Low Output dan High Output gagal jantung4
7
Low output gagal jantung disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikardium. High output gagal jantung ditemukan pada penurunan retensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, Beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.5
2.1.4 Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokerd luas. Curahan jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai eddema perifer.4
Contoh gagal jantung kronis adalah kardiomiopathy dilatasi atau multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan darah masih terlihat dengan baik.4
2.1.5 Gagal Jantung Kanan dan Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel meningkatkan tekanan vena pulmonalis, dan paru menyebabkan pasien sesak nafas dan orthopnea. gagal jantung kanan terjadi apabila kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada kelaina hipertensi pulmonal primer/sekunder., hromboemboli paru kronik sehingga menyebabkan kongesti vena sistemik yang menyebabkan edeam perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda.4
2.1.6 Patogenesis Gagal Jantung Sistolik
Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban / penyakit miokard yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban / penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.5
Remodelling struktural ini dipicu dan diperberat berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal. Sindrom gagal jantung yang simptomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli peru, hipertensi, miokarditis, virus, demam rheuma, infektif endokarditis. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak apabila terjadi kerusakan miokard akibat dari progresivitas penyakit yang mendasarinya.2
2.1.7 Manifestasi Klinis dari Gagal Jantung
2.1.7.1 Gangguan Respirasi
Dyspnea - ketidaknyamanan dalam proses bernafas - sesak nafas. Pada tahap awal dari gagal jantung, kesulitan bernafas biasanya kan muncul pada saat aktivitas fisik. Setelah prograsivitas gagal jantung berlanjut, kesulitan bernafas akan mulai bertambah, pasien akan mulai merasa sulit bernafas denan aktivitas fisik yang lebih ringan. Gangguan nafas karena
8
permasalahan jantung biasanya dikarenakan meningkatnya tekanan di pulmonary veins dan capillary dan menimbulkan akumulasi plasma di interstitial. Aktivasi reseptor di paru akan menyebabkan pola penafasan yang cepat dan dangkal. Ketidak seimbangan penggunaan energi untuk bernafas dan berkurangnya proses pertukaran udara di alveolus karena terakumulasinya cairan di permukaan endothelial alveolus menyebabkan keletihan pada otot-otot pernafasan dan sensasi sesak nafas.5
2.1.7.2 Orthopnea
Kesulitan bernafas pada saat pasien tidur telentang biasanya terlihat pada saat gagal jantung sudah pada tahap yang lanjut. Orthopnea adalah akibat dari redistribusi cairan dari abdomen dan tungkai bawah ke rongga dada pada saat tidur terlentang yang menyebabkan menambahnya tekanan di alveolar capillary. Pasien biasanya kan mendapatkan serangan kesulitan bernafas pada malam hari, karena pada malam hari pasien akan tertidur dengan posisi tubuh terlentang. Pasiean akan merasa berkurang gejala kesulitan bernafas apabila pasien merubah posisi tubuh dari tidur terlentang ke posisi tubuh setengah duduk.5
2.1.7.3 Paroxsysmal Nocturnal Dyspnea
Pada pasien gagal jantung tahap lanjut, PND akan terjadi pada saat malam hari pada saat pasien tertidur. Pasien akan terbangun dari tidurnya pada saat terjadi serangan PND. Hal ini dikarenakan pada saat tertidur terjadi depresi di pusat pernafasan yang merupakan fisiologis normal dari tubuh, tetapi karena redistribusi cairan ke bagian rongga dada, menumpuknya cairan di alveolar, meningginya tekanan di vena pulmonal, semua hal ini berakibat kesulitan bernafas pada pasien saat tertidur.5
2.1.7.4 Chyne-Stokes Respiration
CSR adalah akibat dari berkurangnya sensitifitas dari respiratory center terhadap kadar CO2 dari arteri. Jadi akan terjadi siklus perubahan pernafasan yang periodik dengan pola pernafasan yang dalam dan juga periode dimana pasien tidak bernafas dalam periode waktu tertentu.5
2.1.8 Gejala Tambahan Lain
2.1.8.1 Cepat lelah dan fungsi tubuh yang melemah Gejala ini tidak spesifik, tetapi pada pasien gagal jantung, terjadi penurunan perfusi
pada otot. Pada saat otot beraktivitas, metabolisme otot meningkat, tetapi suplai nutrien dan oksigen menurun, hal ini menyebabkan otot cepat lelah dan fungsi tubuh yang melemah.5
2.1.8.2 Gejala abdomen
Anoreksia dan mual berhubungan dengan perut kembung dan nyeri perut, hal ini adalah akibat dari pembesaran hati yang ada pada pasien gagal jantung.5
2.1.8.3 Gejala cerebral
9
Pada pasien gagal jantung dengan usia lanjut, gejala cerebral adalah akibat dari penumpukan atherosclerosis pada cerebral artery dan menyebabkan menurunnya perfusi ke otak. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi kognitif dari pasien gagal jantung pada usia lanjut.5
2.1.9 Manifestasi Klinis
2.1.9.1 Pulmonary rales
Pasien dengan gagal jantung yang disertai dengan meningkatnya tekanan di vena pulmonal, fine crepitations akan muncul pada saat end inspiratory phase. Hal ini desebabkan oleh penumpukan cairan di permukaan endotel pada alveolus. Pada saat alveolus mengembang, cairan yang ada di permukaan alveolar akan membuat suara padaa saat alveoli terbuka. Tetapi pada beberapa pasien dengan gagal jantung yang lama, tidak terdapat ronkhi halus (fine crepitation) karena terjadinya peningkatan lymphatic drainage untuk cairan alveolar.5
2.1.9.2 Hydrothoraks dan Asites
Pleural effusion pada gagal jantung adalah akibat dari meningkatnya tekanan capilari di pleura yang mengakibatkan transudasi cairan ke rongga pleura. Biasanya lebih sering terjadi di rongga pleura kanan. Asites juga merupakan akibat meningginya carian di vena hepatik dan vena yang berasal dari peritoneum sehingga cairan menumpuk di interstitial yang ada di rongga perut. Menumpuknya cairan di interstitial rongga perut dan rongga pleura adalah akibat menurunnya venous return ke jantung, karena jantung sudah tidak bisa memompa darah kembali ke sistemik.5
2.1.9.3 Cardiac Edema
Biasanya terjadi pada bilateral tungkai bawah dan simetris. Hal ini adalah akibat dari terhambatnya venous return ke jantung dari tungkai bawah.5
2.1.9.4 Congestive Hepatomegaly
Seperti halnya edema, pembesaran, nyeri tekan, pulsating liver juga berkaitan dengan naiknya tekanan di pembuluh darah sistemik dan peningkatan tekanan di pembuluh darah pulmonal.5
2.1.9.5 Jaundice
Gejala ini akan terjadi pada tahap lanjut dari gagal jantung. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya both direct and indirect bilirubin. Peningkatan ini adalah hasil dari terganggunya fungsi pada hati untuk mengeksresikan kadar berlebihan bilirubin dari tubuh. Terganggunya fungsi hati adalah akibat dari hepatic congestion dan hepatocellular hypoxia. Biasanya enzyme hati meningkat akibat dari kerusakan hati. Apabila congesti hati terjadi dengan cepat/akut, ezyme hati akan meningkat dengan sangat cepat dan jaundice akan terlihat sangat cepat.5
10
2.1.9.6 Cardiac Cachexia
Dengan gagal jantung yang kronik akan terjadi penurunan berat badan karena akibat dari:5
1. Meningkatnya metabolik rate, yang merupakan hasil dari kerja ekstra dari otot respiratory dan peningkatan kebutuhan nutrien dan oksigen dari otot jantung yang membesar, serta persaan tidak nyaman dan cemas yang berhubungan dengan penyakit gagal jantung kronis.
2. Anorexia, mual, muntah, yang merupakan hasil dari congested liver yang ada pasien gagal jantung.
3. Gangguan absorpsi usus akibat kongesti vena splanchnic interstisial. 4. Peningkatan konsentrasi sitokin sirkulasi seperti tumor necrosis factor.5. Protein-losing enteropathy terjadi pada pasien dengan gagal jantung kanan yang
parah.
2.1.10 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamesis, pemeriksaan jasmani, EKG, foto toraks, ekokardiografi-doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.1,5
Kriteria Major
Paroksismal nokturnal dyspnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea d’effort Hepatomegali Efusi Pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
ormal Takikardia (>120/menit)
Major atau minorPenurunan BB 4.5kg dalam 5 hari pengobatan diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.1,5
2.1.11 Penatalaksanaan Gagal Jantung
Tatalaksana gagal jatung dibagi berdasarkan skala fungsionalya seperti bagan di bawah ini:1
11
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DaftarMasalah
1. ADHF fc IV wet and warm ec. mf MCI
2. AKI dd CKD stage III
3.2 Pengkajian
1. ADHF fc IV wet and warm ec. mf MCI
Pasien, Tn J, 66 tahun, datang dengan keluhan sesak yang makin memberat sejak 1
minggu SMRS. Keluhan sebelumnya adalah sesak nafas saat beraktivitas. Diagnosis CHF
ditegakkan dari keluhan pasien yaitu sesak nafas yang timbul ketika beraktivitas fisik, sering
terbangun malam karena sesak dan ketika tidur pasien menggunakan 2 bantal. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan bengkak di kedua kaki. Diagnosis ADHF ditegakkan karena
keluhan memberat akut 1 miggu SMRS. Menurut kriteria Framingham, HF dapat ditegakkan
jika memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor, yaitu
Mayor Minor
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu/ orthopneu Edema pada kedua kaki
Distensi vena jugularis Batuk nocturnal
Ronki basah halus Dypsnue pada aktivitas sehari-hari
Rontgen : kardiomegali Efusi pleura
Edema pulmonal akut Hepatomegali
S3 gallop Takikardi (>120x/menit)
Tekanan vena sentral> 12 mmHg
Hasil echocardiogram : disfungsi ventrikel kiri
Penurunan berat badan> 4,5 kg setelah terapi
CHF
13
Dari kriteria Framingham di atas, pasien dapat didiagnosis sebagai HF karena
memenuhi 7 kriteria major dan 5 kriteria minor.
Untuk derajat fungsional HF ditentukan dari ditanyakan dari keparahan sesak nafas
yang dialami pasien. Derajat fungsional ditentukan berdasarkan New York Heart Association
(NYHA), yaitu :
- Kelas I : tidak ada gejala pada kegiatan sehari-hari
- Kelas II : Sesak nafas timbul ketika aktivitas biasa dan nyaman saat istirahat
- Kelas III : Sesak nafas timbul ketika aktivitas fisik ringan dan nyaman saat
istirahat
- Kelas IV : Gejala muncul ketika istirahat
Menurut NYHA, CHF yang dialami pasien dalah CHF derajat IV.
Pasien mengalami MCI pada tahun 2011. MCI yang dialami pasien diduga merupakan
pencetus utama penurunan kapasitas pompa jantung yang mnyebabkan gagal jatung kongestif
(CHF) yang dialami pasien. Selanjutya, terjadi berbagai mekanisme kompensasi seperti
adrenergic nervous system, renin-angiotensin system, dan cytokine system. Mekanime
tersebut untuk sementara dapat mengembalikan fungsi kardiovaskular ke batas homeostatik
sehingga pasien masih tetap asimtomatik. Namun, seiring berjalannya waktu, aktivasi sistem-
sistem tersebut dapat menyebabkan secondary end-organ damage di ventrikel, memburuknya
remodelling LV, dan dekompensasi jantung sehingga pasien mengalami transisi dari
asimtomatik menjadi simtomatik. Gagal jantung yang dialami pasien pada awalnya
merupakan gagal jantung kongestif (CHF) yang gejalanya dirasakan semakin memberat sejak
1 bulan lalu. Namun, seiring berjalannya waktu, heart failure yang dialami pasien kunjung
memburuk sehingga pada akhirnya pasien jatuh pada keadaan Acute Decompensated Heart
Failure (ADHF) yang membuat pasien datang ke RS.1
Pasien didiagnosis dengan ADHF wet warm. Hal ini ditentukan dengan melihat
adanya dua kriteria major yaitu:
- volume overload (wet vs dry) yang menunjukkan peningkatan tekanan LV.
- Penurunan cardiac output dengan penurunan perfusi (cold vs warm extremities)
Karena pasien menunjukkn tanda-tanda volume overload (edema, ronki paru, dan distensi
vena jugularis) dan perfusinya baik (ekstremitas hangat), pasien digolongkan ke ADHF wet
and warm.2
14
Pasien diberikan tatalaksana:
1. Captopril 3 x 6,25mg (ACE Inhibitor) bekerja dengan menurunan bradikinin sehingga
menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan natriuresis.
2. Lasix drip 10mg/jam (Diuretik) diberikan pada pasien ADHF dengan gejala retensi
cairan. Diuretik meningkatkan ekskresi cairan sodium klorida, dan ion-ion lainnya
sehingga menurunkan volume plasma, cairan ekstraselular, total cairan tubuh dan
menurunkan tekanan ventrikel, kongesti perifer, dan edema paru melalui peningkatan
volume urin.
3. Dobutamin 3µg/kg /menit merupakan agen inotropik positif yang bekerja dengan
menstimulasi reseptor β1 dan β2. Pada pasien ini, dobutamin diharapkan meningkatan
aliran darah ke ginjal sehingga meningkatkan diuresis.
4. Infus Cairan 1500cc/24jam
5. Diet Jantung II 1800kkcal/24jam
Prognosis:
- Ad vitam: malam
- Ad functionam: malam
- Ad sanationam: malam
15
Referensi
1. Bonow RO, Mann DL, FACC, Zipes DP, Libby P. Braunwald’s Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascularr Medicine. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012.
2. Lilly LS. Patophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2011.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th Ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
4. Guyton AC. Guyton & Hall: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2008.
5. Harrison TR, Resnick WR, Wintrobe MM, Thorn GW, Adams RD, Beeson PB, et al.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
16
Top Related