STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. Catatan Medik : 37 32 78
Nama : Nyonya D.
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bandung
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 24 Mei 2011
Tanggal pemeriksaan : 13 Juni 2011
II. ANAMNESIS
Autonamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut bawah sejak 2 bulan lalu
Keluhan tambahan : Sejak 2 bulan lalu pasien tidak mendapatkan haid
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah kurang lebih mulai dari 2 bulan lalu.
Pasien juga berhenti haid sejak 2 bulan terakhir
tersebut dengan disertai rasa nyeri yang semakin
menjadi. Sebelumnya pasien pernah mempunyai
riwayat operasi kista endometrium. Pasien juga
pernah menjalani operasi apendiktomi. Oleh dokter
terdahulu, pasien didiagnosis dengan mioma uteri,
tapi pada saat operasi dilakukan laparatomi dan
ditemukan perlengketan yang hebat di daerah
abdomen, sehingga operasi tidak jadi dilakukan dan
pasien dirujuk ke RSPAD GS.
1
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Asma : disangkal
Penyakit Hipertensi : disangkal
Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
Penyakit Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, penyakit paru-paru, diabetes,
penyakit ginjal, dan gangguan pembekuan darah pada keluarga pasien.
Riwayat Operasi dan Anestesia
kista endometrium dengan anastesi spinal
Apendiktomi dengan anastesi spinal
Laparatomi dengan anastesi umum
Riwayat kebiasaan
Merokok : disangkal
Minum alkohol : disangkal
Narkotik : disangkal
Lain-lain
Gigi goyang : Disangkal
Gigi palsu : Disangkal
Konsumsi obat-obatan tertentu: Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK (13 JUNI 2011)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
2
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah` : 120/80
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36.5C
Berat Badan : 45 Kg
Tinggi Badan : 160 cm
STATUS GENERALIS
i. Kepala : Normosefal
ii. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor reflek cahaya langsung +/+ normal, reflek
cahaya tidak langsung +/+ normal
iii. Hidung : Tidak ada deviasi septum, discharge -/-
iv. Palpasi sinus : Nyeri tekan Sinus Maxilarris +/+
v. Mulut dan gigi : Oral hygiene baik, bibir tidak kering, lidah bersih,
Mallampati 1
vi. Telinga : Normotia, liang telinga lapang +/+ normal
vii. Leher : Trakea tidak deviasi, KGB dan tiroid tidak
membesar
viii. Thoraks :
1. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
2. Paru-paru : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
ix. Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), hepar
tidak teraba , lien tidak teraba, teraba massa pada regio abdomen kanan
bawah
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
3
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin :
o Hemoglobin : 10,4* mg/dl (12-16 mg/dl)
o Hematokrit : 36 mg/dl (37-47%)
o Eritrosit : 5,2 juta/uL(4.3-6.0 juta/uL)
o Leukosit : 14100 /uL (4800-10800/uL)
o Trombosit : 367.000 /uL (150.000-400.000/uL)
o MCV : 69
o MCH : 20
o MCHC :22
o Masa Perdarahan : 1 menit 44 detik
o Masa Pembekuan : 2 menit
Ureum : 17 mg/dl (20-50 mg/dl)
Creatinin : 0.6 mg/dl (0.5-1.5 mg/dl)
Glukosa Sewaktu : 83 mg/dl (<140 mg/dl)
Pemeriksaan Fungsi Hati
Bilirubin Total : 0.4 mg/dl (<1.5 mg/dl)
Bilirubin Direct : -
Bilirubin Indirect : -
SGPT (ALT) :16 mg/dl (<40 mg/dl)
SGOT (AST) :20 mg/dl (<35 mg/dl)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Foto Thorax :
Cor dan Pulmo dalam batas normal
o Foto Colon in Loop
tidak tampak kelainan dan tidak tampak ekstravasasi kontra ekstra lumen (tidak
tampak fistula rekto uterina)
o CT Scan abdomen
4
Kesan : neoplasma dominan kistik di sekitar uterus sisi kanan, agaknya berasal
dari ovarium.tidak tampak asites atau lesi atau lesi patologis oran intar abdomen.
Tidak ada pembesaran KGB.
VI. PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA
Pasien tergolong dalam ASA 2
VII. DIAGNOSIS PENYAKIT
Kista endometriosis dengan perlengketan hebat dengan tractus gastrointestinal
VIII. RENCANA PEMBEDAHAN
HTSOD
IX. RENCANA ANESTESI
Anestesi umum dengan ETT napas terkendali
X. KESIMPULAN
Pasien, seorang perrempuan usia 37 tahun, status fisik ASA II dengan diagnosa kista
endometriosis serta perlengketan hebat + fistula yang akan dilakukan tindakan operasi
HTSOD dengan rencana anestesi umum dengan ETT napas terkendali.
5
LAPORAN ANESTESI
1. PERSIAPAN ANESTESI
Persiapan alat :
1. Laringoskop
2. Stetoskop
3. Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5
4. Face Mask Adult
5. Pipa Y-piece
6. Oropharyngeal Airway
7. Plester / Tape: Hypafix
8. Mandrin
9. Magill
10. Spuit 20 cc
11. Suction
12. Monitor EKG dan SpO2
13. Pulse Oxymetry
14. Lubricating Gel
Persiapan Obat-obatan :
1. Midazolam (Dosis 0.05 – 0.1 mg/KgBB)
2. Propofol (Dosis 2 - 2.5mg / kgBB)
3. Atracurium (Dosis 0.5 – 1 mg/kgBB)
4. Fentanyl (Dosis 1-3 mcg/kgBB)
5. Morphine (Dosis 0.1 mg)
6. Adona dosis tunggal dewasa (1 ampul)
7. Tranxenamic acid dosis dewasa 500mg (1 ampul = 250 mg)
6
8. Maintanence (rumatan) :
Isofluran
N2O
Oksigen
9. Obat Emergensi :
Sulfas Atropin dosis 0.5 mg- 1 mg IV
Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000
Ephedrine dosis 5-20 mg
Prostigmin dosis 0.05 mg/kgBB (maks 5 mg)
Tramadol dosis 50-100mg per 4 jam (maks 400mg/hari)
Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV
Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV
Metocloperamide dosis 10 mg IV
Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)
2. PERSIAPAN PASIEN
1. Informed consent: bertujuan untuk memberitahu kepada pasien tindakan
medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya,
kemungkinan, hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga
pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan
dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien
tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 WIB tanggal 13 juni 2011, tujuannya
untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung
yang akan membahayakan pasien.
4. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu
pemeriksaan selama anestesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu
sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan
bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien.
7
5. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD = 120/80 mmHg, Nadi = 80
x/menit, Suhu = 36.50C, RR = 18 x/menit
3. PELAKSANAAN ANESTESI (1 Mei 2011)
Teknik anestesi umum dengan ETT nafas kendali
1. Premedikasi : Midazolam 2.5 mg
Fentanyl 75 mcg
2. Induksi : Propofol 80 mg
3. Muscle Relaxant : Atracurium 30 mg
4. Intubasi : dilakukan dengan selang ETT kingking no.7 cuff (+),
pack (+).
5. Maintanance : Isoflurane 1.4%vol, Oksigen: N2O (2:2)
6. Nafas kendali dengan respirator dengan frekuensi nafas 14 kali permenit,
Volume Tidal 440 ml Nadi 80 kali per menit
4. MONITORING ANESTESI
Anestesi dimulai pukul 11.15 WIB dan selesai pada pukul 12.40. Pembedahan
dimulai pada pukul 11.35 WIB dan selesai pada pukul 12.30 WIB.
8
PUKULPUKULTEKANANTEKANAN
DARAHDARAHNADINADI KETERANGANKETERANGAN
11.00 120/80 80x / menit IVFD RL 500 cc
11.15 112/62 100x / menit
1. Midazolam 2.5 mg
2. Fentanyl 75 mcg
3. Propofol 80 mg
4. Atracurium 30 mg
11.20 5. Dexamethasone 10 mg
11.30 88/59 72x / menit
1. Nexa-Tranxenamic acid 250
mg
2. Adona-17 50 mg
11.40 93/55 63x / menit
11.50 89/55 63x / menit
12.00 90/50 67x / menit
12.10 90/51 61x / menit IVFD RL 500 cc
12.20 105/70 60x / menitProstigmin 1amp+Sulfas atropine 1
amp
12.30 108/70 85x / menit Tramadol 100 mg
5. PASCA ANESTESI
PUKULPUKUL TEKANAN DARAHTEKANAN DARAH NADINADI
9
12.50 140/40 78
12.55 134/64 71
13.00 142/78 70
13.05 117/68 62
6. PENILAIAN PULIH SADAR
Kesadaran : 2
Pernapasan : 2
Tekanan Darah : 2
Aktivitas : 2
Warna Kulit : 2
Jumlah Nilai Pulih Sadar : 10 (Penderita boleh pulang kerumah)
7. INSTRUKSI PASCA OPERASI
Awasi perdarahan di hidung dan mulut
IVFD RL 20 tetes/ menit
Cefotaxime 1 gram/ 12 jam
Tramadol 1 ampul/ 12 jam
Ranitidine 1 ampul/ 12 jam
Dexamethasone 1 ampul/ 8 jam
Adona 1 ampul/ 12 jam
10
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dengan usia 37 tahun, status fisik ASA
II, dengan diagnosis Kista endometriosis dengan perlengketan hebat dengan tractus
gastrointestinal telah dilakukan operasi HTSOD dengan teknik anestesi umum dengan ETT
napas terkendali.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat
digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan
donor
KEBUTUHAN CAIRAN SELAMA ANESTESI
Berat badan pasien = 45 kg
Lama Puasa = 11 jam
Estimated Blood Volume (EBV) : Berat badan x 70-75cc (pria)
Berat Badan x 65-70cc (wanita)
EBV Pada pasien : 45 x 70 = 3150 ml
Allowed Blood Loss : 1/5 x EBV
11
: 1/5 x 3150 = 630 ml
Rumatan (kebutuhan per jam) : 10 kg I +10 kg II+ 10 kg III
= 40 + 20 + 28 = 88 ml/jam
Translokasi (stress operasi) : operasi sedang (6 ml/kgBB/jam) x BB
= 6x45 = 270 ml/jam
Cairan pengganti lama puasa : lama puasa x maintenance = 11 jam x 88 ml/jam = 968 ml
PEMBERIAN CAIRAN
1 Jam pertama : rumatan + stress operasi + 50% pengganti
: 88 ml + 192 ml + 50% x 968 ml
: 764 ml
Jumlah tetesan : 764 ml x 20 tetes / 60
: 254 tetes/ menit
Cairan yang diberikan selama anestesi : RL I 500 mL
Rl II 300 mL
12
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESIA UMUM
I. Definisi
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri:
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas,
berjalan lancar, dan teratur.
II. Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia
Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian Prabedah
1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-
muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anesthesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakahcerita pasien
termasuk alergi atau efek samping obat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga
13
akan menyulitkan intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun
pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat
biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.
4. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal
dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan
risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan daridampak samping
pembedahan.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), status fisik pasien dapat
digolongkan menjadi 6 yaitu,
ASA 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat dan penyaktinya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan
donor
14
Dalam keadaan darurat (emergensi), pasien yang dinilai dengan status ASA dapat ditandai
dengan symbol atau huruf “E”. Misalnya, pada pasien yang sehat secara, fisiologik, psikiatrik
dan biokimia tetapi harus dilakukan tindakan emergensi maka ditandai dengan ASA 1-E.
5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang
terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam
jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
6. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
1. meredakan kecemasan dan ketakutan
2. memperlancar induksi anestesia
3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. meminimalkan jumlah obat anestetik
5. mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. menciptakan amnesia
7. mengurangi isi cairan lambung
8. mengurangi refleks yang membahayakan
15
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti.
Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati
pasien.
III. Teknik Anestesia
Teknik anesthesia umum yakni:
1. Anestesia umum intravena
Dimana dilakukan penyuntikkan obat-obat anesthesia parenteral langsung kedalam
pembuluh darah vena.
2. Anesthesia umum inhalasi
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat-obatan anesthesia inhalasi berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anesthesia langsung ke
udara inspirasi.
Anestesia imbang yakni mempergunakan kombinasi obat-obatan intravena maupun anesthesia
inhalasi atau kombinasi teknik anesthesia umum dengan analgesik regional untuk mencapai trias
anestesi.
Teknik anesthesia umum inhalasi terdiri atas :
1. inhalasi sungkup muka
2. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas spontan
3. inhalasi pipa endotrakea (ETT) nafas kendali
ANESTESIA UMUM DENGAN ETT NAFAS KENDALI
Anestesi umum dengan ETT napas kendali adalah suatu teknik anestesi umum dimana volume
tidal serta rasio ekspirasi dan inspirasi dikendalikan dan disesuaikan dengan kebutuhan
penderita.
Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang digunakan no.
7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak ukuran ini rata- rata
16
sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna,
sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.
Indikasi anestesi umum:
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / ekstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
Indikasi anestesi umum ETT dengan napas terkendali:
1. Untuk tindakan operasi yang lama
2. Keadaan umum pasien cukup baik (ASA I atau ASA II)
3. Lambung harus dalam keadaan kosong
IV. PERSIAPAN OBAT
1. PREMEDIKASI
Obat-obat yang digunakan sebagai premedikasi yaitu golongan:
i. Sedativa
ii. Analgesik narkotika
iii. Tranquilizer
iv. Anti kolinergik
MIDAZOLAM
17
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Yang digunakan sebagai anestetik
ialah diazepam, lorazepam, dan midazolam. Dengan dosis induksi anesthesia, kelompok
obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd,
tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan Flumazenil.
Peggunaan : premedikasi, sedasi sadar, obat induksi, suplementasi anesthesia.
Dosis :
Premedikasi :
1. IM 2.5 – 10mg (0.05-0.2mg/kgBB)
2. Per Oral 20-40mg (0.5-0.75mg/kg).Gunakan larutan injektat potensi
tinggi (5mg/ml). encerkan dalam 3-5ml sari apel atau minuman cola
bersendawa. Atropin 0.03mg/kg PO dapat ditambahkan untuk mengurangi
sekresi.
3. Intranasal 0.2-0.3mg/kg. gunakan larutan injektat potensi-tinggi
(5mg/ml).
4. Rectal 15 -20mg (0.3-0.35mg/kg). encerkan dalam 5ml NS.
Sedasi sadar :
o IV, 0.5-5 mg (0.025-0.1 mg/kg). Titrasi lambat hingga efek yang
diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pernapasan dan fungsi
jantung harus di monitor secara continu.
Induksi :
a. IV, 0.05-0.35mg/kg
b. Infus, 0.25g/kg/menit
Antikonvulsan :
IV/IM, 2-5mg (0.025-0.1 mg/kg) setiap 10-15 menit seperti yang
diperlukan.
Eliminasi : Ginjal
Pengenceran untuk infus :
15mg dalam 250 ml D5W atau NS (60g/ml)
18
Farmakologi
o Benzodiasepin aksi-pendek ini memiliki sifat ansiansietas, sedatif, amnesik,
antikonvulsan, dan relaksan otot skeletal.
o Transmisi neuromuskuler tidak dipengaruhi tidak dipengaruhi, dan aksi obat-
obatan nondepolarisasi tidak berubah.
o Memiliki sifat larut dalam air sehingga mempermudah pencampuran intravena,
dan sifat lipofilik yang memperkecil iritasi venosa.
o Efek sedasi midazolam timbul lebih cepat dibanding diazepam. Mula kerja
midazolam juga lebih cepat, dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang
aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan mempertahankan
amnesia.
Farmakodinamik
o Midazolam menekan ventilasi dan mengurangi tahanan vaskular perifer dan
tekanan darah.
Farmakokinetik
Aksi Awitan : IV (30 detik – 1 menit), IM (15 menit).
Efek Puncak : IV (3-5 menit), IM (15-30 menit), Per Oral (30 menit)
Intranasal (10 menit), Rektal (20-30 menit).
Lama Aksi : IV / IM (15-80 menit), PerOral / Rektal (2-6 jam).
Interaksi / Toksisitas : Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh
alcohol,
narkotik, sedatif, anestetik volatile; efeknya diantagonis
oleh Flumazenil.
Efek Samping
Kardiovaskular : Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler
premature, hipotensi.
Pulmoner : Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi.
SSP : Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang
19
diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi,
hiperaktivitas.
GI : Salivasi, muntah, rasa asam.
Dermatologik : Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat
suntikan.
FENTANYL
Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid dengan lama kerja sedang ( 30 menit)
yang menimbulkan efek analgesia anesthesia yang lebih kuat dengan depresi napas yang
lebih ringan.
Dosis :
Analgesia
o IV / IM, 25 - 100g (0.72-2g/kg)
Induksi
oBolus IV, 5-40g/kg atau
o Infus 0.25-0.2g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai dengan
respon pasien. Untuk menghindari kekakuan dinding dada berikan
relaksan otot secara serentak dengan dosis induksi.
Anestetik tunggal
o IV, 50-150g/kg (dosis total) atau
o Infus, 0.25-0.5g/kg/menit
Eliminasi : Hati
Farmakologi
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik,
fentanyl 75-125 kali lebih poten disbanding morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi
yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanyl dibanding
morfin. Depresi dan ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama
20
disbanding analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis
besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal.
Farmakodinamik
o menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak, dan tekanan
intracranial.
o Fentanyl (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opiat pada terminal
saraf tepi).
Farmakokinetik
o Aksi awitan : IV (dalam 30 detik), IM (<8 menit), Epidural/spinal (4-10
menit).
o Efek Puncak : IV (5-15 menit), IM (1-2 jam),epidural / spinal (<30 menit).
o Lama Aksi : IV (30-60 menit), IM (1-2 jam), Epidural/spinal (1-2 jam).
Efek Samping
Kardiovaskular : Hipotensi, bradikardia
Pulmoner : Depresi pernapasan, apnea
SSP : pusing, penglihatan kabur, kejang
GI : mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus
biliaris.
Mata : miosis
Muskuloskeletal : kekakuan otot.
21
2. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA
A. Induksi Anestesia
Induksi anesthesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Induksi dapat dikerjakan melalui :
a. Intravena
b. Inhalasi
c. Intramuscular
d. Rektal
Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anesthesia
selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya
terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :
S = Scope : Stetoskop, untuk mendengarkan suara jantung dan paru.
Laryngo-scope (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan
pasien) dan lampu harus cukup terang.
T = Tube : Pipa Trakea (pilih sesuai usia). Usia <5tahun tanpa balon (cuff)
dan >5tahun dengan balon (cuff)
A = Airway : Pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway) untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar dan menahan lidah agar tidak menyumbat
jalan nafas.
T = Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer : Mandrin atau Stilet dari kawat dibungkus plastik yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C = connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction : penyedot lendir, ludh, dan lain-lainnya.
22
Setelah dilakukan premedikasi dilanjutkan dengan tindakan induksi, memakai obat
anestesi intravena antara lain :
o Tiopental
o Propofol
o Ketamin
o Opioid Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1ml = 10mg). Suntikan intravena menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kg intravena.
PROPOFOL
Dosis
Sedasi sadar : Bolus IV 25 – 50mg (0.5-1mg/kgBB), titrasi lambat hingga
efek yang diinginkan (contonya awitan dari bicara yang tidak
jelas). Fungis napas dan jantung harus dipantau terus-menerus.
Induksi : IV (2-2.5mg/kgBB) diberikan secara lambat dalam 30 detik.
Pemeliharaan : Bolus IV (25-50mg)
Infus (0.1-0.2mg/kgBB/menit)
Antiemetik : IV (10mg).
Eliminasi : Hati, ekstrahepatik (paru)
Pengenceran untuk infus : diencerkan dengan D5W hingga konsentrasi 2mg/ml
atau lebih tinggi. Buang setelah digunakan atau dalam 6 jam setelah ampul atau
vial dibuka.
Farmakologi
Secara kimiawi propofol tidak ada hubungannya dengan anestetik IV lain. Zat
yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1%. Propofol IV
1.5-2.5mg/kgBB menimbulkan induksi anestesi secepat thiopental, tetapi dengan
pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera “merasa lebih baik” disbanding
setelah penggunaan anestetik lain.
23
Nyeri kadang terasa ditempat suntikan tetapi jarang disertai phlebitis atau
trombosis.
Anestesia kemudian diperpanjang dengan menggunakan infus propofol
dikombinasi dengan opiat, N2O, dan / atau anestetik inhalasi lainnya.
Farmakodinamik
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih
disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung. Tekanan
darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Farmakokinetik
Aksi awitan : dalam 40 detik
Efek puncak : 1 menit
Lama aksi : 5-10 menit
Interaksi /Toksisitas : mempotensi efek depresi SSP dan sirkulasi dari narkotik
sedatif, anestetik volatile, ekstraksi pulmoner berkurang dan kadar plasma
meningkat (hingga 50%) dengan pemberian bersama alfentanil, fentanil, halotan
(konsentrtat >1.5%); nyeri dapat terjadi pada suntikan ke dalam vena kecil;
mempotensiasi blokade neuromuskuler dari relaksan otot nondepolariasi (contoh :
atracurium).
Efek Samping
Kardiovaskular : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Pulmoner : Depresi pernapasan, apnea, cegukan, bronkospasme,
laringospasme.
24
SSP : Sakit kepala, pusing, euphoria, kebingungan, gerakan
klonik/mioklonik, opistotonus, kejang.
GI : Mual, muntah, kram abdomen.
Lokal : Rasa terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan.
Alergik : Eritema, Urtikaria, Pruritus
Lain : Demam, disinhibisi, ilusi seksual.
Kontra Indikasi
o Pada pasien dengan alergi terhadap telur atau minyak kedelai.
B. Rumatan Anestesia
Rumatan anesthesia ( Maintanace ) dapat dilakukan secara:
1. Intravena (Anestesia total intravena)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi.
Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Anestesi inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah :
1. N2O
2. Halotan
3. Enfluran
4. Isofluran
5. Sevofluran
Obat-obat lain seperti Eter, kloroform, etilt-klorida, triklor-etilen, dan metoksifluran
ditinggalkan karena memiliki efek yang tidak dikehendaki.
Isofluran
Dosis Rumatan : 2-4 vol %
25
Farmakologi
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi hingga 1/3 dosis biasa jika menggunakan
isofluran.
Farmakodinamik
Pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan
kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan
perdarahan pasca persalinan.
Farmakokinetik
Waktu awitan : 7-10 menit
Durasi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : Hepar minimal (<0.2%)
Ekskresi : Ekshalasi gas
Efek samping
Cardiovaskuler : aritmia, hipotensi, depresi miokard, takikardi
Sistem saraf pusat : perubahan mood dan kognitif selama beberapa hari
Endokrin & metabolik : penurunana kolesterol, hiperglikemia,
hiperkalemia
Gastrointestinal : Ileus, mual, dan muntah
Hematologic : Leukositosis
26
Hepar : disfungsi hepar dan hepatitis (jarang)
Renal : penurunan BUN, kreatitinin meningkat
Respiratory : depresi napas, laringospasme akibat iritasi
Kontraindikasi
o Hipersensitivitas terhadap isoflurane
N2O (Gas gelak, laughing gas, nitorous oxide)
Tujuan
Sedasi ,analgesi, dan amnesia .
Dosis
Dewasa. 25-50% N20 dengan oksigen. Untuk anestesi umum 40%-70% melalui
ETT atau sungkup muka.
Farmakologi
Dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tak terbakar
dan beratnya 1.5 kali berat udara.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%
Bersifat anestetik lemah tetapi analgesianya kuat.
Farmakodinamik
o N2O menginhibisi aksi potensil system saraf pusat secara parsial. N2O juga dapat
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial seta menurunkan aliran
darah hepar dan ginjal.
o Pada akhir anestesi N2O dihentikan, maka N2O akan cepat mengisi alveoli
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi maka diberikan O2 selama 5-10 menit.
Farmakokinetik
Awitan aksi : inhalasi 2-5 menit
27
Absorpsi : cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0.004%
Ekskresi : ekshalasi
Efek samping
Cardiovascular : Hipotensi
system saraf pusat : sakit kepala, pusing, bingung, eksitasi system saraf pusat
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori : Apnea
Kontraindikasi
a) Hipersensitivitas terhadap N2O
b) Emboli udara
c) Pneumothoraks
d) Iobstruksi intestinal
e) Graft membrane timpani
f) Hipertensi pulmonal
3. PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXANT)
Pelumpuh otot digunakan sebagai fasilitasi tindakan laringoskopi dan intubasi.
28
Pelumpuh otot terdiri atas 2 golongan yakni:
1. Pelumpuh otot depolarisasi (DMR = Depolarisasi Muscle Relaxan)
o Succynilcholine (Sch)
o Dekametonium
2. Pelumpuh otot non-depolarisasi (NDMR = Non Depolarisasi Muscle Relaxan)
o Short-Acting : Mivacurium
o Intermediate-Acting : Atracurium, Cis-atracurium, Vecuronium, dan
Rocuronium
o Long-Acting : Pancuronium, Doxacuronium, dan Pipecuronium
Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak
menembuh sawar otak dan plasenta.
Atracurium
Tujuan
Merelaksasi otot selama pembedahan
Menghilangkan spasme laring dan efek jalan nafas selama anestesi yang
memudahkan nafas kendali selama anestesi.
Dosis
Intubasi : IV (0.3 – 0.5mg/kg)
Maintanance : IV (0.1-0.2mg/kg) (10-50% dari dosis intubasi).
Infus : 2-15g/kg/menit
Prapengobatan / priming : IV (10% dari dosis intubasi) diberikan 3-5 menit
sebelum dosis relaksan
depolarisasi/nondepolarisasi.
Pengenceran untuk infus : 20mg dalam 100ml larutan D5W atau NS
(0.2mg/ml); 50mg dalam 100ml larutan D5W atau
NS (0.5mg/ml).
Farmakologi
29
Metabolit primernya adalah laudanosis, suatu stimulan otak yang terutama
diekskresikan di urin.
Farmakodinamik
Berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik
Menyebabkan terjadinya pelepasan histamin, penurunan tekanan arteri, dan
peningkatan nadi.
Farmakokinetik
Awitan aksi: 2-3 menit
Durasi : 20-35 menit
Metabolism:eliminasi dengan hidrolisis ester dan hofmann (proses nonbiologis).
Dapat terjadi penumpukan (akumulasi pada pemberian berulang) dan akticasi SSP
dari hasil eliminasi Hoffman
Eliminasi : plasma, hati, dan ginjal.
Efek samping
Kardiovaskular : hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus
Pulmoner : hipoventilasi, apnea, bronkospasme, laringospasme,
dispnea.
Musculoskeletal : Blok yang tidak adekuat, blok yang lama.
Dermatologik : Ruam, urtikaria
4. REVERSE
Prostigimin (Neostigmine)
Penggunaan
o Reversi dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravis, ileus, dan
retensi urin pasca bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus atau
supraventrikuler.
30
Dosis :
o Reversi : IV lambat, 0.05mg/kg (dosis maksimum 5mg)
Eliminasi : Hati, esterase plasma
Farmakodinamik
o Menghambat hidrolisis asetilkolin melalui kompetisi dengan asetilkolin untuk
perlekatan dengan asetilkolinesterase dan menimbulkan akumulasi asetilkolin
yang mempermudah transmisi impuls melintasi sambungan neuromuskuler.
o Jika digunakan untuk reversi blokade neuromuskuler, efek kolinergik muskarinik
(salvias, bradikardi) dapat dicegah melalui penggunaan bersama atropin atau
glikopirolat.
Farmakokinetik
a) Aksi Awitan reversi : IV, <3menit
b) Lama aksi reversi : IV, 40-60 menit
Efek samping
a) Kardiovaskular : aritmia, hipotensi, takikardia, AV blok, henti jantung,
sinkop, kemerahan, ritme nodal
b) Sistem saraf pusat : kejang, disatria, disponia, hilang kesadaran, gelisah, sakit
kepala.
c) Dermatologis : kulit kemerahan, thrombophlebitis (I.V.), urtikaria
d) Gastrointestinal : Hiperperistalsis, mual, muntah, hipersalivasi, kram perut,
disfagia, flatulensi
e) Genitourinari : urgensi
f) Neuromuscular : kelemahan, fasikulasi, kram otot, spasme, artralgia
g) Ocular : pupil miosis, lakrimasi
h) Respiratory : sekresi bronchial menignkat, laringospasme,
bronkokonstriksi, depresi napas, bronkospasme
i) Lain-lain : alergi, anafilaksis
Kontraindikasi
31
a) Hipersensitivitas
b) Peritonitis
c) Obstruksi usus
d) Obstruksi urinarius
Sulfas Atropin
Tujuan
Pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi),reverse dari blockade
neuromuskuler (blockade efek muskarinik antikolinesterase), terapi tambahan untuk
bronkospasme dan tukak lambung
Dosis:
Bradikardi sinus:
Dewasa, IV/IM/SK (0.5-1mg, ulangi setiap 3-5 menit sesuai indikasi; dosis
maksimum 40g/kg)
Anak-anak, IV/IM/SK (10-20g/kg; dosis minimum 0.1mg)
Reversi blokade neuromuskuler:
IV (0.015mg/kg) dengan antikolinesterase neostigmin (IV, 0.05mg/kg).
Farmakokinetik
a) Awitan Aksi : 45-60 detik (IV)
b) Waktu puncak : 2 menit (IV)
c) Lama Aksi : blockade vagal 1-2 jam
Eliminasi : Hati dan ginjal.
Farmakologi
Atropin kompetisi mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik.
Meruapakan suatu amin tersier sehingga mampu melewati sawar darah otak.
Farmakodinamik
Menurunkan sekresi saliva, bronkus, lambung dan merelaksasi otot polos
bronkus.
32
Menekan tonus dan motilitas gastrointestinal, sfingter esophagus bagian bawah,
dan menaikkan tekanan intraokuler (karena dilatasi pupil).
Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi
keringat.
Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi.
Penurunan sementara dari nadi pada dosis yang kecil (0.5mg pada orang dewasa)
disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah.
Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian depresi medulla dan pusat otak
yang lebih tinggi.
Farmakokinetik
Aksi Awitan : IV (45-60 detik), Intratekal (10-20 detik), IM (5-40 menit), PO
(30menit – 2jam), inhalasi (3-5 menit).
Lama aksi : IV/IM (Blokade vagal, 1-2 jam), inhalasi (blokade vagal, 3-
6jam).
Efek puncak : IV (2menit), Inhalasi (1-2jam).
Efek samping
Kardiovaskular : takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah),
palpitasi
Pulmoner : Depresi pernapasan
SSP : kebingunga, halusinasi, kegugupan
GI : Refluks gastroesofagus
Mata : midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan
intraokuler.
Dermatologik : urtikaria
Lain : keringat berkurang, reaksi alergi
Kontraindikasi : Glaukoma
5. ANALGETIK
TRAMADOL
33
Tujuan
Dalam mengobati nyeri ringan sampai sedang, efektivitas tramadol setara dengan
morphin. Pada nyeri kronik atau berat efektifitasnya berkurang.
Farmakologi
o Merupakan analog kodein sintetis
Farmadinamik
o Bekerja dengan cara menginhibisi uptake dari norepinefrin dan serotonin.
Dosis :
o Dewasa : 50–100 mg PO setiap 4-6 jam, dosis maksimal 400 mg/hari.
o Anak-anak : 0.5–1 mg/kg
Farmakokinetik
a) Awitan : 1 jam
b) Durasi : 9 jam
c) Absorpsi : cepat (Immediate release) dan lambat (Extended release)
d) Ikatan protein plasma : 20%
e) Metabolisme : melalui hepar dengan cara demetilasi, glucuronidase, and
sulfasi
f) Paruh waktu eliminasi : 6-8 jam
g) Waktu puncak : cepat (Immediate release): 2 jam dan lambat (Extended
release) : 4 jam
h) Ekskresi : Urine
Efek samping : Mual, muntah, pusing, bibir kering, sakit kepala, dan
sedasi. [3]
Kontraindikasi : Sensitif terhadap kodein
34
INTUBASI ENDOTRAKHEA
Intubasi endotrakhea ialah tindakan memasukkan pipa trachea kedalam trachea melaui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trachea antara pita suara dan
bifurkasio trakea.
Indikasi:
Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. (Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah
posisi khusus, pembersihan secret jalan napas, dan lain-lainnya).
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi (misalnya pada saat resusitasi,
memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang).
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Kesulitan Intubasi:
Leher pendek berotot
Mandibula menonjol
Maksila/ gigi depan menonjol
Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4)
Gerak sendi tempo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikalis terbatas.
Komplikasi intubasi:
1. selama intubasi
o trauma gigi-geligi
o laserasi bibir, gusi, laring
o merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
o intubasi bronkus
o intubasi esophagus
o aspirasi
o spasme bronkus
35
2. setelah ekstubasi
spasme laring
aspirasi gangguan fonasi
edema glottis-subglotis
infeksi laring, faring, trakea.
36
DISKUSI
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal napas
terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan anestesia tersebut.
Keuntungan dari tindakan tersebut antara lain:
Jalan napas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT
Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur
Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi
Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan
Akan tetapi alasan yang lebih utama dipilihnya teknik anestesi ini karena jenis operasi yang
hendak dilakukan adalah histerektomi salfingooofarektomi. Histerektomi salfingooofarektomi
dapat dilakukan secara abdominal, vaginal, atau laparoskopi. Histerektomi secara vaginal atau
laparoskopi dilaporkan lebih sedikit komplikasinya dibandingkan dengan abdominal
histerektomi. Tetapi histerektomi berhubungan dengan komplikasi perioperatif ataupun
postoperative. Histerektomi memerlukan anestesi umum, waktu operasi yang lama dan masa
penyembuhan di rumah sakit sampai beberapa hari.
Setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL sebagai loading mulai dimasukkan obat-obat
premedikasi, midazolam 2,5 mg bertujuan untuk memberikan efek sedasi dan amnesia retrograd,
fentanyl 75 mcg sebagai analgetik opioid, propofol 80 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle
relaxant dengan golongan non depolarisasi jenis intermediate acting yaitu atracurium dosis 30
mg, sebagai obat anestesi diberikan isofluran 1,4 % vol dengan tambahan O2 dan N2O dengan
perbandingan 2:2.
37
KESIMPULAN
Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada
dalamkeaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu
tetapisebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.
Pasien tergolongASA I I be r da sa rkan s t a t u s f i s i k .
Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan ETT nafas
terkendalisup aya memas t i kan bah wa j a l an na f a s yan g s e l a lu be r ada da l am
kon d i s i t e r buk a dan mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah
terjadinya aspirasi atau r eg u rg i t a s i yan g dapa t men j ad i pen yu l i t s em asa ope ra s i .
Teh n ik ane s t e s i i n i dap a t j uga digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan
pada kondisi-kondisi yang sulit untuk mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup muka.
Se j ak i n s i s i pe r t ama ka l i d i l akukan h inggg a j ah i t an t e r akh i r t e l ah
t e r c apa i t r i a s ane s t e s i a den gan pem be r i an oba t -o ba t an anes t e s i s ep e r t i :
f en t any l s eb aga i ana lge s ik , atracurium sebagai relaksan, propofol sebagai
induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai maintenance
anestesia bekerja dengan baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.
Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut
mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi.
Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Hasil
tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat
dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan
38
obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi
dan tindakan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.2.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
kedua.Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3 rd ed. Appleton & LangeStamford
2002; 110-125
4. Miller RD. Anesthesia 5 th ed Churchill Livingstone Philadelphia.2000; 1585-1610
39