Presentasi Kasus
REHABILITASI MEDIK
SEORANG ANAK PEREMPUAN 16 TAHUN DENGAN GUILLAN BARRE SYNDROME DAN PARESE NERVUS VII DEXTRA ET
SINISTRA E/C ACCUTE DISSAMINATED ENCEPHALO MYELITIS (ADEM)
Oleh:
Yohana Trissya A.
G99141063
Pembimbing:
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : An Y
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Gayam, Sukoharjo, Jawa Tengah
Status : Pelajar
Tanggal Masuk : 25 Juli 2015
Tanggal Periksa : 8 Agustus 2015
No RM : 01308441
B. Keluhan Utama
Kelemahan pada kaki kanan dan kiri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSDM dengan keluhan kedua kaki lemas sampai tidak
bias digunakan untuk berjalan. Keluhan dirasakan sejak 2 hari SMRS namun,
pasien masih dapat berjalan. Keluhan dirasakan memberat sejak 1 jam SMRS
sampai pasien tidak dapat berjalan, kemudian pasien dibawa ke RS. Pasien juga
mengeluh tidak bisa tersenyum dan menutup mata dengan sempurna. Keluhan
dirasakan bersamaan dengan kelemahan pada kaki nya.
Lima hari SMRS pasien mengalami demam, tapi tidak tinggi, muntah (+)
5x, berisi makanan yang dimakan. Batuk (-) pilek (-) kejang (-). Riwayat BAK
dan BAB (+) dalam batas normal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma : (+) 6 tahun yang lalu, terjatuh dari sepeda.
Riwayat Kejang : disangkal
Riwayat Alergi obat/ makanan : disangkal
Riwayat Penyakit serupa : disangkal
2
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Kejang : disangkal
Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Penderita makan tiga kali sehari dengan ½ piring nasi dan lauk pauk berupa tahu,
tempe, dan sayur.
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya. Pasien seorang pelajar
SMA kelas XI. Pasien mondok di RSDM dengan menggunakan fasilitas BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 94x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 18x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,7 0C (per aksiler)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi
(-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam beruban,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-), moonface (+)
E. Mata
Mata menutup sebagian saat terpejam, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
3
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-) membuka mulut terbatas.
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bisng usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
4
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin Petechie
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : wanita, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
4. Pembicaraan : Normal
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
Afek : Appropiate
Mood : Eutimik
Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
- -- -
5
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : Baik
b. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Nervus Cranialis : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
- Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal
- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal
- Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas normal
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis Trofi
5 5 N N +2 +2 - - N N
4 4 N N +2 +2 - - ↓ ↓
Nn. Cranialis
Nervus I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII : dbn
Nervus VII : parese sentral
6
a. Range of Motion
NECKROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70º 0 - 70º
Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º
Ektremitas SuperiorROM Pasif ROM Aktif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Shoulder
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ektensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Abduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º
Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75º
Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Elbow
Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º
Ekstensi 0º 0º 0º 0º
Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Wrist Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º
7
Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100º
MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Trunk
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Right Lateral
Bending
0-35º 0-35º 0-35º 0-35º
Left Lateral
Bending
0-35º 0-35º 0-35º 0-35º
Ektremitas InferiorROM Pasif ROM Aktif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Hip
Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º
Ektensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º
Adduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º
Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
8
KneeFleksi 0-100º 0-90º 0-100º 0-90º
Ekstensi 0º 0º 0º 0º
Ankle
Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º
b. Manual Muscle Testing (MMT)
NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5
TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
EktensorThoracic group 5
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5
Ektremitas SuperiorDekst
ra
Sinistr
a
ShoulderFleksor
M. Deltoideus anterior 5 5
M. Bisepss anterior 5 5
Ekstensor M. Deltoideu 5 5
9
M. Teres Mayor 5 5
AbduktorM. Deltoideus 5 5
M. Biseps 5 5
AdduktorM. Latissimus dorsi 5 5
M. Pectoralis mayor 5 5
Internal RotasiM. Latissimus dorsi 5 5
M. Pectoralis mayor 5 5
Eksternal
Rotasi
M. Teres mayor 5 5
M. Infra supinatus 5 5
Elbow
FleksorM. Biseps 5 5
M. Brachilais 5 5
Eksternsor M. Triseps 5 5
Supinator M. Supinatus 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Wrist
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5
FingerFleksor M. Fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Ektremitas InferiorDekst
ra
Sinistr
a
Hip Fleksor M. Psoas mayor 4 4
10
Ekstensor M. Gluteus maksimus 4 4
Abduktor M. Gluteus medius 4 4
Adduktor M. Adduktor longus 4 4
Knee Fleksor Hamstring muscle 4 4
Ekstensor Quadriceps femoris 4 4
Ankle Fleksor M. Tibialis 4 4
Ekstensor M. Soleus 4 4
Status Ambulasi : moderate dependendent
11
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (25 Juli 2015)
Pemeriksaan 25/7/15 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 15.6 g/dl 10.8 12.8
Hematokrit 46 % 35 – 43
Leukosit 10.0 ribu/ul 5.5 – 17.0
Eritrosit 5.40 juta/ul 3.90 – 5.30
Trombosit 232 ribu/ul 150 - 450
INDEX ERITROSIT
MCV 85 /um 80.0- 96.0
MCH 28.9 pg 28.0 - 33.0
MCHC 34.0 g/dl 33.0 - 36.0
RDW 11.8 % 11.6 - 14.6
MPV 10.1 fl 7.2-11.1
PDW 17 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.40 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.30 % 0.00 – 1.00
Neutrofil 70.50 % 29.00 – 72.00
Limfosit 24.50 % 60.00 – 66.00
Monosit 4.30 % 0.00 – 5.00
Glukosa Darah Sewaktu 89 mg/dl 60-100
Creatinine 0.5 mg/dl 0.5-1.0
Ureum 28 mg/dl <48
Natrium 138 mmol/L 132-145
Kalium 3.2 mmol/L 3.1-5.1
Chlorida 99 mmol/L 98-106
Calsium 1.22 mmol/L 1.17-1.29
12
Simpulan:
- Tak tampak listhesis, kompresi maupun fraktur
- MRI lumbosakral tak terdeteksi kelainan
MRI Brain dengan Kontras ( 30 Juli 2015)
14
Simpulan:
- Lesi focal di ganglia basalia bilateral (nucleus lentiformis bilateral) dan pons
aspek sinistra curiga Accute Dissaminated Encephalo Myelitis dd Multiple
Sclerosis
- Stenosis arteri cerebri anterior kanan
- Hipertrofi conchae nasalis inferior bilateral
15
IV. ASSESSMENT
1. Acute Dissaminated Encephalo Myelitis (ADEM)
2. GBS
3. Parese N. VII e/c ADEM
V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis : Acute Dissaminated Encephalo Myelitis, GBS, Parese N. VII
Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Paraparese inferior, gangguan ambulasi, facial weakness
2. Speech Terapi : Gangguan oromotor
3. Ocupasi Terapi : -
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari
5. Ortesa-protesa : -
6. Psikologi : -
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1. O2 ruangan
2. Diet nasi lauk 1500 kkal/ hari
3. IVFD D1/2 NS 40cc/jam
4. Inj. Methylprednisolon (10 mg/kg/hari) – 500 mg/24 jam stop
5. IVIG (0,4 gr/kg/hari) – 13,4 gr/hari keluarga menolak
6. Prednison (1 mg/kg/hari) – 45 mg (4-3-2) selama 4 minggu
Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
a. Latihan ambulasi jalan
b. Latihan biofeedback untuk otot facial
c. ROM exercise extremitas atas dan bawah
d. Chest expansion exercise
16
2. Terapi wicara : Oromotor exercise
3. Okupasi terapi : -
4. Sosiomedik :
a. Menilai situasi kehidupan pasien
b. Mengembalikan peran sosial pasien
dalam keluarga dan lingkungan
c. Motivasi dan edukasi keluarga untuk
membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha menjalankan
program di RS dan home program
5. Ortesa-Protesa : -
6. Psikologi : Stimulasi kognitif, psikoterapi suportif untuk mengurangi
kecemasan pasien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit pasien.
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Keterbatasan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak bawah
Handicap : Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari, menjalankan
pekerjaan dan kegiatan sosial.
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi : pasien mondok untuk penatalaksanaan bagian anak dan
rehabilitasi medik
Planning Edukasi :
- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa
terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
Planning Monitoring :
- Evaluasi hasil terapi
17
- Monitoring KUVS TD, BCD/ 8 jam
IX. TUJUAN
1. Mengurangi atau menghilangkan kelemahan pada ekstremitas inferior
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
4. Membantu pemulihan penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
18
TINJAUAN PUSTAKA
I. SEJARAH
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan
oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi
akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan
khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian
jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan
oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk
menegakkan diagnosa SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS, juga
adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa.
Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG. (1)
II. DEFINISI(4)
SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang biasanya
terjadi 1 – 3 minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya
demielinisasi saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
SGB ialah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,
mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi.
III. SINONIM
Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy
Landry Guillain Barre Syndrome
Acute Inflammatory Polyneuropathy
Acute Autoimmune Neuropathy
Inflammatory Polyradiculoneuropathy
19
IV. INSIDENSI
Di Amerika Serikat : insiden SGB per tahun berkisar antara 0,4 – 2,0 per
100.000 orang, tidak diketahui jumlah kasus terbanyak menurut musim yang ada
di Amerika Serikat
Internasional : angka kejadian sama yakni 1 – 3 per 100.000 orang per
tahun di seluruh dunia untuk semua iklim dan sesama suku bangsa, kecuali di
China yang dihubungkan dengan musim dan infeksi Campylobacter memiliki
predileksi pada musim panas.
Dapat mengenai pada semua usia, terutama puncaknya pada usia dewasa muda.
Dapat juga terjadi pada usia tua, yang diyakini disebabkan oleh penurunan
mekanisme imunosupresor.
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,25 : 1
V. KLASIFIKASI
Berikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: (2,4)
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna
C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik
dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis
motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis
simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan
adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’
tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita
selama lebih kurang 1 tahun.
3. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada
20
gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik
biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant
dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.
5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi
dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi
postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan
lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
VI. ETIOLOGI (1,4)
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan
merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini
merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah
penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :
Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
21
VII. PATOLOGI(5)
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf
tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama
berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul
pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa
limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan
pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi
telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.
22
VIII. PATOGENESIS(5)
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler
dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB,
gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh
mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari
serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh
virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun
tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan
gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid
GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada
degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting
antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T
merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk
makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan
hambatan penghantaran impuls saraf.
23
IX. GEJALA KLINIS & KRITERIA DIAGNOSA
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai
atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh,
bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan
sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama
beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai
tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai
yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai
dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel.
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik
serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada
jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar
pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan,
dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan
dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai
sakit atau berdenyut.
24
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah
sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal,
Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung
dan dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea
saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel.
Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada
hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein
CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial; jumlah
sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu
gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan
konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari
normal.
X. TERAPI
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
25
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda
vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk
memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan
yang dapat dilakukan adalah :
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan lebih
ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan
trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun
dibawah 50%.
2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan
pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah penyembuhan
mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.(2)
3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
a. Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi
yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik,
berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit,
dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE
adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali
exchange.
b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi
patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan dengan
gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
26
c. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai
nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
XI. DIAGNOSIS BANDING
Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan
gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal
pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan
kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak
bersifat ascending)
CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya
kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl ) tanpa
diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi
albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak
memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu
pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan
jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).
2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada
minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga
mulai menunjukkan adanya perbaikan.
27
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira pada
hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina
yang bertambah besar.
XIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam
paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisis
permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.
XIV. PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh
sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural
(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guillain-Barré Syndrome. Available from: http://www.medicinenet.com/guillain-
barre_syndrome/article.htm http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/
article.htm. [diakses tanggal 29 Juli 2012].
2. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http:// www.mayoclinic.com /health/ guillain-
barre- syndrome /DS00413/ DSECTION. [diakses tanggal 29 Juli 2012].
3. Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus Abdominalis.
Unit Neurologi RS Husada Jakarta. Available from : URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/14Sindo
rmGuillainBarre93.html. [diakses tanggal 28 Juli 2012].
28
4. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,
http://www.americanfamilyphysician.com. [diakses tanggal 28 Juli 2012].
5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :
URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.
[diakses tanggal 29 Juli 2012].
6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis Dasar,
Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.
LAMPIRAN
Foto klinis pasien
29