Praktikum Biokimia: Blood Chemistry
By: Tika Vandasari
A. KOAGULASI DARAH
1. Efek Calsium dan Fibrin dalam Koagulasi Darah
a. Reagen dan Fungsi
- Darah oksalat darah yang udah dikasih antikoagulan kalium oksalat sebagai sample yang diuji
- Darah defibrinasi darah yang sudah tidak mengandung fibrinogen sebagi sample yang diuji
- CaCl2 sebagai donor Ca2+
b. Hasil Reaksi
- Darah oksalat + CaCl2 terjadi koagulasi
- Darah defibrinasi + CaCl2 tidak terjadi koagulasi
c. Pembahasan
Mekanisme antikoagulasi darah oleh kalium oksalat Jadi, di darah itu ada Ca2+
bebas (merupakan faktor
IV dalam cascade koagulasi), lha ketika darah ini ditambah dengan kalium oksalat maka Ca2+
bebas ini akan
berikatan dengan oksalat (afinitas Ca2+
> K+, jadi posisi ikatan kalium dengan oksalat digantikan oleh Ca
2+
tadi). Dengan kadar kalium oksalat yang memadai maka semua Ca2+
bebas akan berikatan dengan oksalat
begitupun sebaliknya semua oksalat sudah berikatan dengan Ca2+
sehingga darah tidak koagulasi karena
hilangnya Ca2+
bebas (darah tidak akan dapat koagulasi jika salah satu saja faktor koagulasinya hilang).
Mekanisme darah oksalat mengalami koagulasi CaCl2 ini sebagai donor Ca2+
bebas dalam darah, karena
semua oksalat telah berikatan dengan semua Ca2+
bebas yang ada di darah sejak awal, maka Ca2+
dari CaCl2
ini merupakan Ca2+
bebas yang dapat menjembatani proses koagulasi.
Mekanisme darah defibrinasi tidak mengalami koagulasi Ca2+
bebas dari CaCl2 tidak akan berpengaruh,
karena faktor koagulasi yang hilang disini adalah fibrinogen (faktor I dalam cascade koagulasi), jadi
pemberian Ca2+
bebas gak akan ngaruh.
B. SERUM DARAH
1. Pengendapan Globulin
a. Reagen dan Fungsi
- Serum encer sebagai sample yang diuji
- Ammonium sulfat jenuh sebagai senyawa hidroscopic (kemampuan menyerap air dari
lingkuangannya)
- Air pelarut
b. Hasil Reaksi
- Serum encer + Ammonium sulfat endapan globulin
- Endapan globulin + sedikit air globulin larut kembali
- Glbulin yang larut + banyak air endapan globulin
c. Pembahasan
- Sifat globulin MENGENDAP di larutan ammonium sulfat ½ jenuh dan di air murni. LARUT di garam
encer.
- Mekanisme globulin mengendap oleh Ammonium sulfat ammonium sulfat bercampur sama serum
encer membuat si ammonium sulfat ini ½ jenuh dan bersifat hidroscopic sehingga ia menyerap air di
sekitarnya dan tinggalah si globulin mengendap.
- Mekanisme endapan globulin larut di sedikit air penambahan sedikit air menyebabkan ammonium
sulfat ½ jenuh menjadi garam encer, sesuai sifat globulin dalam suasana ini dia akan larut kembali
karena gugus proteinnya akan menyerap air dari lingkungannya.
- Mekanisme globulin larut mengendap kembali dalam banyak air lha tadi kan globulin ada di larutan
garam encer, begitu ia ditambah banyak air makan larutannya hampir meyamai air murni (soalnya
garamnya jadi encer cer cer banget jadi bisa diabaikan di sana gak ada garam), sesuai dengan sifat
glbulin dia akan mengendap di air murni.
2. Pengendapan Albumin
a. Reagen dan Fungsi
- Filtrat dari percobaan pengendapan globulin sample yang diuji
- Ammonium sulfat padat sebagai senyawa hidroscopic (kemampuan menyerap air dari
lingkuangannya)
- Air pelarut
b. Hasil Reaksi
- Filtrat dari percobaan pengendapan globulin + ammonium sulfat padat endapan albumin
- Endapan albumin + sedikit air albumin larut kembali
- Albumin yang larut + banyak air albumin tetep larut
c. Pembahasan
- Sifat albumin MENGENDAP di larutan ammonium sulfat jenuh. LARUT di garam encer dan air murni.
- Mekanisme albumin mengendap di ammonium sulfat jenuh sesuai sifatnya, albumin mengendap
dalam larutan ammonium sulfat jenuh. Karena BMnya lebih kecil dia butuh ammoniun sulfat lebih jenuh
daripada yang dibutuhkan globulin untuk mengendap.
- Mekanisme endapan globulin larut di sedikit air sesuai sifatnya lagi deh, hehehe, mekanismenya
hampir sama kaya yang globulin, pada keadaan ini gugus protein dalam albumin menarik kembali
molekul air sehingga larut.
- Mekanisme albumin larut di banyak air sesuai sifatnya ya, dia mudah larut di air murni.
C. SUBSTANSI NON PROTEIN DALAM SERUM
1. Persiapan Serum Bebas Protein
a. Reagen dan Fungsi
- Serum sample yang diuji
- Air pengencer
- Suhu tinggi (ini bukan reagen sih, tapi perlakuan) menguraikan rantai polipeptida
- As. Asetat 2% pemberi suasana asam
- Chlorofenol indikator pH (kuning < 5 < pink)
- NaCO3 2% pengatur pH
b. Hasil Reaksi
- Serum + air jadi encer ---- dipanaskan ---- serum encer + as. Asetat 2% muncul endapan
- Filtrat dari reaksi di atas + chlorofenol + NaCO3 2% larutan pink
c. Pembahasan
- Langkah di atas disebut denaturasi denaturasi adalah pemutusan ikatan-ikatan dalam protein kecuali
ikatan peptidanya.
- Suhu tinggi energi panas meningkatkan energi kinetik hingga melebihi hambatn energi dan merusak
interaksi non kovalen yang mempertahankan struktur tiga dimensinya. Kemudian rantai polipeptidanya
terurai.
- Penambahan As.Asetat 2 % memberi suasana asam lalu mengendapakan protein.
- Tahap Kedua adalah penetralan muatan membuat suasana pada titik isoelektris (dimana protein
maksimal mengendap) yaitu pada pH 5,4 – 5,6. Pada titik ini terjadi keseimbangan COO- dan NH
4+ di
kedua ujung protein sehingga protein mudah mengendap.
2. Deteksi Chlorida dalam Serum
a. Reagen dan Fungsi
- Serum bebas protein sample yang diuji
- HNO3 mengubah Cl organik menjadi Cl anorganik
- AgNO3 donor Ag
b. Hasil Reaksi
- Serum bebas protein + HNO3 + AgNO3 endapan AgCl berwarna putih
c. Pembahasan
- Cl organik dalam serum diubah oleh HNO3 menjadi Cl anorganik yang lebih reaktif, lalu Cl anorganik
akan berikan dengan Ag dari AgNO3 membentuk AgCl.
3. Deteksi Fosfat dalam Serum (Neumann Test)
a. Reagen dan Fungsi
- Serum bebas protein sample yang diuji
- AgNO3 jenuh mengubah fosfat organik menjadi fosfat anorganik
- Ammonium Molybdate membentuk Ammonium fosfomolybdate
- Perlakuan pemanasan mempercepat reaksi
b. Hasil Reaksi
- Serum bebas protein + AgNO3 + Ammonium Molybdate --dipanaskan-- Ammonium Fosfomolybdate
(kuning)
c. Pembahasan
- Fosfat organik dalam serum diubah oleh AgNO3 menjadi Fosfat anorganik yang lebih reaktif, lalu Fosfat
anorganik akan berikan dengan Ammonium molybdate membentuk Ammoium Fosfomolydbdate.
4. Deteksi Calsium dalam Serum
a. Reagen dan Fungsi
- Serum bebas protein sample yang diuji
- Kalium oksalat berikatan dengan Ca membentuk calsium oksalat
b. Hasil Reaks
- Serum bebas protein + kalium oksalat calsium oksalat (keruh)
c. Pembahasan
- Pada deret volta, afinitas Ca > K, sehingga Ca lebih mudah berikatan dengan oksalat dan terbentuklah
calsium oksalat berwarna keruh.
5. Deteksi Glukosa dalam Serum (Benedict Test)
a. Reagen dan Fungsi
- Serum bebas protein sample yang diuji
- Reagen Benedict
CuSO4 donor Cu2+
Na2CO3 memberi suasana basa
Glyserol (sebenernya reagen benedict pake Na-sitrat tapi di percobaan diganti glyserol karena Na-sitrat
mendukung terbentuknya Cu-sitrat dan Cu(OH)2 yang menggangu percobaan) mengikat Cu
sementara
- Pemanasan mempercepat reaksi dan membebaskan hidrogen
b. Hasil Reaksi
- Serum bebas protein + reagen benedict --dipanaskan-- larutan merah bata
c. Pembahasan
Suasana basa oleh Na2CO3 akan mengubah glukosa di serum menjadi enol reaktif. Enol reaktif akan
mereduksi Cu2+
menjadi Cu+ yang berikatan dengan OH
- membentuk Cu(OH)2 ketika dipanaskan ia akan
menjadi Cu2O (merah bata) dan H2. Indikasi positif (hijau – merah bata)
D. PIGMEN DARAH
1. Hemolysis
a. Reagen dan Fungsi
- Darah oksalat sample yang diuji
- Air pengencer
- Pemanasan mempercepat reaksi
b. Hasil Reaksi
- Darah oksalat + aquades –diapanaskan-- warna agak jenrih
c. Pembahasan
Penambahan air membuat suasana menjadi encer dan hipotonis. Sesuai proses osmosis, air pindah dari
hipotonis ke hipertonis lewat membran semipermeable. Lah karena itulah si air pindah ke sel darah merah
yang lebih hipertonis, sel darah merah gak mampu menampung air yang masuk ke selnya, akhirnya di pecah
deh. Lah peristiwa pecahnya sel darah merah ini disebut hemolysis (hemo= darah, lysis=pecah), maka
larutan berubah menjadi lebih muda.
2. Tes Benzidine
a. Reagen dan Fungsi
- Darah smaple yang diuji
- Reagen Touber
Benzidine bereaksi dengan Fe3+
As. Asetat glasial Memecah Hb jadi heme dan globin. Menguraikan H2O dan O-.
- Hidrogen peroksida donor O-
b. Hasil Reaksi
- Darah + reagen Touber + hidrogen perosida –dikocok—hemolysis biru kehijauan
c. Pembahasan
As. Asetat glasial memecah Hb jadi heme dan globin. Dalam heme ada Fe2+
yang nanti akan dioksidasi oleh
O- menjadi Fe
3+. Fe
3+ bereaksi dengan benzidine membentuk senyawa biru kehijauan. Test ini biasanya
untuk mendeteksi adany darah dalam kasus-kasus seperti pada bagian forensik.
3. Hemin Test
a. Reagen dan Fungsi
- CH3COOH mengubah Hb jadi heme dan globin - I dan Br oksidasi Fe
2+
- KCl membentuk hematin klorida
b. Hasil Reaksi
- Hb -- CH3COOH -- Heme (Fe2+
) dan globin
- Fe 2+
-- I dan Br -- Fe3+
- Fe 3+
+ KCl hematin klorida
c. Pembahasan
Dari reaksi di atas sudah cukup jelas ya, jadi ntar hematin klorida akan kita amati di bawah mikroskop,
bentuknya kaya pecahan kaca gitu..
Praktikum Biokimia : MetHemoglobin By: Denna
Prinsip percobaan 1. MerHemoglobin adalah hemoglobin abnormal yang kehlangan kemampuan mengikat O2 karena Fe
2+(fero)nya
teroksidasi menjadi Fe3+
sehingga tidak dapat membawa O2 ke jaringan. 2. Absorbansi MetHb mencapai karakteristik maksimum pada panjang gelombang 630 nm – 635 nm. Oleh karena itu
pada percobaan digunakan panjang gelombang 630 nm. 3. Panjang gelombang akan diperpendek menjadi 540 nm, saat itu, MetHb akan berubah menjadi cyanMetHb. 4. Pengurangan absorbansi sebanding dengan konsentrasi MetHb.
5. Hasil percobaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus : # MetHb % = A2a – A2b x 100% A3a – A3b # Hb = Hb terbaca (pada percobaan yang digunakan 13,06) x 100% Hb standar (yang digunakan 18) # total MetHb = MetHb x 100% Hb # Nilai normal MetHb = 1%
Reagen dan Perlakuan 1. Aquades
Aquades merupakan larutan hipotonis, sedangkan eritrosit merupakan larutan hipertonis, oleh karena iu, susuai prinsip osmosis, larutan hipotonis akan masuk kedalam larutan hipertonis, dan menyebabkan volume palurtan hipertonis menjadi lebis besar daripada luas permukaannya sehingga eritrosit pecah → lisis.
2. K3Fe(CN)6 Merupakan oksidator kuat yang mengubah Hb menjadi MetHb.
3. KCN Mengubah MetHb menjadi cyanMetHb.
4. Buffer Phosphat Larutan penyangga yang berfungsi untuk mempertahankan pH optimal, yaitu pada = 6,6
5. Vertex Prinsipnya = Hemogenitas, mencampur suatu larutan tanpa memperhatikan perbedaan berat molekulnya
6. Sentrifugasi Prinsipnya = memisahkan, memisahkan suatu larutan sehingga cairan penyusunnya terpisah, dan ini didasarkan kepada berat molekulnya (yang memiliki berat molekul paling besar akan berada paling bawa dan sebaliknya).
Dasar Teori Hemoglobin terdiri dari :
1. Heme : - Porifrin - Fe
2+(fero) → tidak stabil sehingga berikatan dengan porifrin, fero dapat berikatan dengan O2
2. Globin Untuk memperahankan Hemoglobin ada dua jalur :
1. Jalur Mayor
Fe3+ → Fe 2+ - Lebih cepat prosesnya - Lebih banyak yang dihasilkan - Sering terjadi
2. Jalur minor
a. Prosesnya lebih lambat b.Lebih sedikit yang dihasilkan c.Tidak sering terjadi
Korelasi Klinis Kelebihan kadar MetHb pada tubuh (Methemoglobinemia) akan menyebabkan :
Kadar MetHb dalam darah
Sign and Symptom
<10% Asimptomatik
10% - 20% Diskolorisasi kulit (sianotik)
20% - 30% Anxiety, sakit kepala, takikardi, dispnea
30% - 50% Fatigue, confussion, dizzyness, takipnea, palpitasi
50% - 70% Koma, seizure, aritmia, asidosis→toksisitas serius
>70% Death
- Pada kadar MetHb dalam darah <10% - 30%/35% Methemoglobinemia masih ringan - Pada kadar MetHb dalam darah <10% - >50% tubuh masih dapat mengatasi pada situasi tertentu (2 jam)
Namun ada beberapa macam obat yang memperpanjang kondisi Methemoglobinemia : - Dapsone → obat lepra
Nitroethane (C2H5NO2) → obat antihipertensi
Oke deh, segini aja ya, udah panjang banget ni, semoga gak capek bacanya, hehe, emang banyak percobaanya..
Praktikum Biokimia: Fosforilasi Oksidatif
By: tika vandasari
Fosforilasi Oksidatif (fos-ox) Pembentukan ikatan fosfat energi tinggi melalui fosforilasi ADP menjadi ATP. Tiga
molekul ATP per NADH dan dua molekul ATP perFADH dibentuk sebagai hasil gradien proton yang terjadi di seberamg
membran dalam mitokondria melalui rantai transpor elektron.
Fungsi Reagen
a. TCA: Deproteinisasi.
b. HNO3: Mengetahui ada tidaknya fos-ox serat untuk mengubah fosfat organik menjadi fosfat anorganik.
c. Medium Inkubasi
ATP Sumber energi yang lebih murah daripada ADP.
NAD Suplemen enzim proses fos-ox dan untuk mengantisipasi kehilangan NAD selama isolasi mitokondria.
EDTA Mengeliminasi logam berat yang mungkin muncul pada percobaan sebagai kontaminan.
Bovine Serum Albumin Memindahkan uncoupling agent dari fos-ox seperti asam lemak rantai panjang yang
dapat terakumulasi dalam mitokondria.
Crude Hexokinase Untuk memulai proses glikolisis.
KH2PO4 Sumber fosfat.
d. 2,4-dinitrophenol: uncoupling agent sebagai asam lemak lipofilik yang menangkap proton dari spasium
intramembran dan mendisosiasikan ke dalam matrix. Agen ini membawa proton masuk ke dalam mitokondria tanpa
melalui ATP sintase, sehingga tidak terbentuk ATP. Agen ini menyebabkan maksimum respiratory.
e. Methylen Blue: Bersaing dengan ubiquinon dengan mereduksi equvalent (+) atau menangkap H+, sehingga
memungkinkan adanya 2 jalur aliran elektron dari glutamat.
f. Sodium Hidrogen Glutamat: Sebagai proton dalam fosforilasi oksidatif.
g. Potassium Sianida: Menghambat aliran elektron dengan menghambat cytocrome oksidase.
h. Air: Pelarut
i. Suspensi Mitokondria: Sebagai pabrik fosforilasi oksidatif.
j. Ammonium Molibdate: Membentuk kompleks warna dengan P anorganik menjadi ammonium fosfomolibdat.
k. Liquid Paraffin: Mencegah pertukaran udara dari dalam mitokondria ke udara luar.
Percobaan
1. Tabung I
Pada tabung 1 tidak terdapat inhibitor (K-sianida) maupun uncoupling agent (2,4-DNP) sehingga rantai respirasi
berlanjut ke fos-ox. Hal ini dibuktikan dengan tes Neumann (-), karena fosfat bereaksi dengan ADP membentuk ATP.
2. Tabung II
Pada tabung 2 ditambahkan 2,4-DNP, sehingga H+ diikat dari spasium intermembran dan membawanya masuk ke
matriks tanpa melalui ATP sintase sehingga tidak terbantuk ATP. ATP tidak terbentuk, fosfat menumpuk sehingga
dapat dibuktikan dengan tes Neumann (+)
3. Tabung III
Pada tabung 3 ditambahkan K-sianida dan methylen blue(MB). MB berkompetisi dgn CoQ dalam mereduksi
equivalen. Sianida menghambat sitokrom oksidase sehingga jalur aliran elektron melalui CoQ akan terhambat dan
elektron ini akan ditangkap oleh MB hingga tereduksi menjadi MBH2. Jalur CoQ membutuhkan O2 namun karena
jalur ini terhambat makan O2 masih banyak dan ia mengoksidasi MBH2 menjadi MB kembali sehingga larutan
berwarna biru pucat (dekolorisasi parsial)
4. Tabung IV
Pada tabung 4 ditambhakan 2,4-DNP dan MB. Awalnya, warna larutan hijau (hasil perpaduan biru MB dan
kuning 2,4-DNP). 2,4-DNP menaikkan permeabilitas membran dalam mitokondria terhadap H+, sehingga H+ yang
dipompakan ke ruang intermembran tidak terbentuk tapi pemompaan H+ masih berjalan bagitu juga dengan
pembentukan H2O di kompleks IV. Sementara itu, H+ yang dipompakan keluar sebagian akan berikatan dengan MB
menjadi MBH2 dan MBH2 dioksidasi oleh O2 menjadi MB dan H2O. Jalur oksidasi MBH2 menjadi MB dan H2O
berjalan sangat cepat sehingga jalur MB menjadi MBH2 tidak dapat mengimbangi, dan lama-lama O2 akan habis,
sehingga warna larutan menjadi lebih hijau kebiruan pucat.
5. Tabung V
Pada tabung 5 tidak ditambahkan inhibitor (K-sianida) maupun uncoupling agent (2,4-DNP), hanya MB. Rantai
respirasi dan fos-ox berjalan lanacr sehingga tidak ada perubahan warna. Tapi lambat laun waran semakin memudar,
karena O2 yang digunakan untuk respirasi akhirnya habis dan H+ akan mereduksi MB jadi MBH2, MBH2 tidak dapat
kembali lagi ke MB karena sudah tidak ada O2 yg mengoksidasi, sehingga warna larutan memudar berwaran biru
pucat.
Praktikum Biokimia: Fragilitas Eritrosit
By: Fista
Prinsip percobaan:
Fragilitas eritrosit adalah kemampuan sel darah merah untuk menampung air sebelum sel darah merah itu lisis. Pada
percobaan ini, tujuannya yaitu mengukur presentase hemolisis sel darah merah pada larutan saline dengan
konsentrasi bervariasi.
Percobaan ini dilakukan berdasarkan metode parpart, yaitu dengan mencampurkan sedikit darah dengan larutan
saline pada konsentrasi yang bervariasi.
Fraksi eritrosit yang lisis ditentukan dengan calorimetry, yaitu larutan-larutan tersebut dihitung absorbansi
spectrumnya dengan menggunakan spectrophotometer. Pada umumnya, ini dilakukan pada suhu kamar.
Hasil pengukuran ini nantinya dibandingkan untuk mencari % hemolisis dengan menggunakan rumus:
% hemolisis = 100 x Abx – Ab1
Abw – Ab1
Keterangan: Abx = absorbansi sampel
Ab1 = absorbansi blanko (konsentrasi 0,9 %)
Abw = absorbansi standart (air)
Pada percobaan ini, konsentrasi NaCl yang digunakan adalah 0,9; 0,75; 0,65; 0,6; 0,5; 0,4; 0,3; 0,2; 0,1; 0 (air). Semakin
ke kanan, semakin hipotonis, absorbansi spectrum semakin kuat, sehingga jumlah eritrosit yang lisis semakin banyak,
absorbansi spectrum semakin kuat, sehingga jumlah eritrosit yang lisis semakin banyak.
Reagen dan Fungsinya
1. Darah
Sebagai substrat yang akan diuji dan sebagai sumber eritrosit. Pada percobaan ini, darah yang digunakan adalah darah
segar (kurang dari 2 jam pada suhu ruang atau 6 jam pada suhu 4°C setelah pengambilan) karena setelah jangka
waktu itu akan banyak eritrosit yang mengalami perubahan struktur seperti krenasi eritrosit atau eritrosit yang sudah
lisis akibat teroksidasi udara luar.
2. Heparin
Sebagai anti koagulan untuk mencegah terjadinya penjendalan darah. Dalam percobaan ini tidak digunakan sitrat dan
oksalat sebagai anti koagulan karena dapat membentuk garam tambahan saat berikatan dengan Ca2+
sehingga
mengganggu konsentrasi larutan dan menyebabkan hasil percobaan kurang akurat.
3. NaCl
Sebagai larutan hipotonis, untuk menciptakan tekanan osmotic diluar sel. Pada tabung yang berisi NaCl dengan
konsentrasi 0,9 g/dl dipakai sebagai blanko yang merupakan konsentrasi fisiologis / menyerupai konsentrasi cairan
tubuh, sehingga diharapkan tidak ada eritrosit yang lisis pada konsentrasi tersebut.
4. Aquades
Untuk melisiskan eritrosit lisis 100%. Pada tabung yang berisi air, konsentrasinya sama dengan 0 g/dl (paling
hipotonis) sehingga diharapkan seluruh sel eritrosit akan lisis.
5. Na2HPO4 dan NaH2PO4
Sebagai buffer yang menjaga pH pada kisaran yang sesuai.
Langkah Percobaan
1. Mencampurkan darah dengan berbagai konsentrasi saline dan aquades.
Menempatkan eritrosit pada kondisi osmotic yang berbeda-beda mulai dari isotonis sampai hipotonis hingga
diharapkan terjadi tingkat lisis yang berbeda.
2. Membolak-balikkan tabung dengan perlahan dan hati-hati.
Mencampur larutan hingga merata agar dapat bereaksi sempurna, dilakukan dengan pelan dan hati-hati agar
terjadi lisis karena mekanis. Tabung yang dikocok dengan tidak hati-hati, bisa terjadi hemolisis yang tidak
diinginkan, misalnya eritrosit berbenturan dengan dinding tabung.
3. Inkubasi 30 menit.
Memberikan waktu untuk terjadinya hemolisis.
4. Sentrifugasi 5 menit (bisa juga 10 menit) pada 1200 g.
Mempercepat terjadinya pengendapan. Mengendapkan sel-sel darah baik yang mengalami lisis maupun tidak.
Eritrosit yang lisis akan mengeluarkan Hb dan Hb tercampur dalam larutan. Maka dari itu, pada hasil sentrifugasi
terbentuk presipitat (bagian yang mengendap) dan supernatan (bagian cair) yang berbeda mulai dari bening
hingga merah.
5. Melakukan pengukuran absorbansi dari supernatant masing-masing larutan dengan menggunakan spektrofotometer.
Hal ini dilakukan pada panjang gelombang 540 nm. Dalam langkah ini, akan didapatkan absorbansi tiap tabung, dan
melihat kapan eritrosit mulai lisis. Secara teori, konsentrasi garam yang dapat menyebabkan lisis awal adalah 0,5
g/dl, dan untuk lisis sempurna pada konsentrasi 0,3 g/dl, sedangkan untuk menghasilkan eritrosit lisis 50% (MCF-
median corpuscular fragility-) dibutuhkan konsentrasi 0,4-0,45 g/dl.
Dari hasil pengukuran nilai absorbansi dan perhitungan % hemolisis akan didapatkan nilai hemolisis dari tabung 1
(NaCl 0,9 g/dl) sampai tabung 10 (NaCl 0%) akan meningkat (jadi semakin merah warnanya). Bahkan pada tabung 1
terjadi hemolisis 0% atau tidak terjadi hemolisis. Dan pada tabung 10 dianggap terjadi hemolisis 100%.
Catat nilai absorbansinya, tuangkan dalam bentuk grafik! Biasanya grafiknya berbentuk sigmoid. Dalam
prakteknya, grafik bisa bergeser ke kiri maupun ke kanan.
Grafik bergeser ke kanan jika fragilitas eritrosit bertambah. Hal ini terjadi pada kelainan seperti: spherocytosis
heredity dan elliptocytosis heredity (bentuk elips). Pada epherocytosis heredity, bentuk eritrosit bulat sehingga
rasio luas permukaan dan volume berkurang, mengakibatkan eritrosit mudah lisis.
Grafik bergeser ke kiri jika fragilitas eritrosit berkurang. Hal ini terjadi pada kelainan bentuk eritrosit yang gepeng
(leptocyte) sehingga rasio luas permukaan dan volume bertambah dan membuat eritrosit sulit lisis. Terjadi pada:
liver disease, thalassemia, anemia hemolitik (anemia defisiensi besi), dan sickle cell anemia.
Hal-hal yang Mempengaruhi Fragilitas Eritrosit
Hampir seluruh kekuatan membrane eritrosit ditentukan oleh protein.
a. Kondisi percobaan
Volume relative darah dan saline jika volume darah lebih besar daripada saline, secara otomatis darah sukar
lisis.
pH akhir darah dan suspensi saline jika pH turun (kondisi asam), maka makin mudah untuk lisis, karena pada
suasana asam, protein yang menyusun membran eritrosit akan mudah mengalami denaturasi. (berlaku
sebaliknya jika pH naik)
Suhu ruang saat melakukan percobaan jika suhu naik, maka akan sukar lisis, karena peningkatan 5°C akan
mengakibatkan naiknya konsentrasi sebesar 0,1 g/dl, maka bisa saja sampai ke kondisi isotonis dimana tidak ada
eritrosit yang mengalami lisis.
b. Kondisi membrane eritrosit
Perbandingan antara luas permukaan (LP) dan volumenya (V). Jika LP < V, maka mudah lisis, fragilitas eritrosit
meningkat. Ex: spherocytosis dan elliptocytosis herediter. Jika LP > V, maka sukar lisis, fragilitas eritrosit turun.
Ex: leptocytosis, dll.
Selain itu, juga bisa lebih mengarah kepada factor structural yaitu kekuatan membrane eritrosit tersebut, dilihat
dari penyusun membrannya. Membran eritrosit tersusun atas:
- Fosfolipid bilayer (50% lipid, 50% protein)
- Kelas utama lipid phospholipids dan kolesterol
- Lipid bilayer terdiri atas hidrofilik dan lipofilik.
- Membrane yang mengandung ± 10 protein utama dan 100 protein minor.
- Protein-protein structural membrane
Protein membrane diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
Protein integral terdiri atas protein yang berada tepat pada membrane bilayer sehingga
menghubungkan intrasel dan ekstrasel.
Protein penukar ion.
Golongan glikoprotein seperti glikoprotein A,B,C. Glikoprotein jenis A merupakan tempat pelekatan
plasmodium falcifarum dan virus influenza.
Band 3, merupakan tempat pelekatan ankrin dan memfasilitasi pemecahan H2CO3.
Protein perifer protein di tepi yang menunjang kekuatan membrane dan intrasel. Protein perifer
bertanggung jawab untuk mempertahankan fleksibilitas membrane dan mempertahankan bentuk
bikonkaf sehingga rasio LP dan V tetap seimbang. Yang termasuk protein perifer adalah:
Spektrin: protein utama dalam sitoskeleton yang terdiri atas spektrin α dan β yang memberikan
fleksibilitas pada membrane.
Ankrin: protein berbetuk pyramid dan menjadi tempat pelekatan spektrin.
Aktin (S-band): merupakan double helix dari filament aktin yang mengikat ekor dimmer spektrin dan
protein 4-1.
Protein 4-1: kompleks 4-1 – spektrin – aktin yang terikat pada protein integral yaitu glikoprotein A
dan C.
Ada juga yang disebut factor metabolic yaitu (ada 4 tahap):
- Produksi ATP dari glikolisis
Eritrosit merupakan sel yang unik karena tidak memiliki nucleus (agar dapat mengikat O2 dan CO2) dan
organela lain seperti mitokondria (kalau ada mitokondria, O2 yang diangkut justru akan dipakai sendiri untuk
respirasi sel). Hal ini menyebabkan metabolisme pembentukan ATP hanya melalui jalur glikolisis saja.
Metabolisme eritrosit sangat bergantung pada glukosa, maka dari itu membrane eritrosit memiliki afinitas
tinggi terhadap glukosa. ATP ini akan digunakan untuk mempertahankan bentuk eritrosit tetap bikonkaf.
Jalur ATP terbentuk pada: perubahan 1,3 difosfogliserat menjadi 3 fosfogliserat dan pada perubahan
fosfoenol piruvat menjadi enol piruvat.
- Hexose Monophosphate Shunt (HMS)
Jalur ini menghasilkan NADPH sebagai reduktor radikal bebas. Pada jalur ini terdapat enzim glukosa 6 fosfat
dehidrogenase (G6PD).
Jalur ini dimulai dari glukosa 6-fosfat (oleh enzim G6PD) 6 fosfoglukonat ribulosa 5 fosfat
(perubahan NADP+ menjadi NADPH) ribose 5 fosfat.
- Produksi 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG)
Keberadaan 2,3 DPG berguna bagi eritrosit untuk menurunkan afinitas eritrosit terhadap oksigen sehingga
dapat dilepaskan ke dalam jaringan dengan mudah. 2,3 DPG dihasilkan pada lintas Lueberg Rapaport (pada
perubahan 1,3 DPG menjadi 3 DPG) dengan bantuan enzim 2,3 difosfogliserat mutase.
- Radikal Bebas
Radikal bebas dapat menyobek membrane eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Kerja prooksidan ini dapat
ditekan dengan anti oksidan seperti NADPH, GSH (glutation tereduksi), vit.C/asam askorbat, vit.E/tokoferol.
Dalam keadaan normal, antioksidan dan prooksidan berada dalam jumlah yang seimbang. Namun apabila
terkena paparan obat, H2O2 dapat terbentuk sehingga menambah prooksidan. Hal inilah yang menyebabkan
stress oksidatif. NADPH dari HMS (hexose monophosphate shunt) dapat mereduksi GSSG (glutation
teroksidasi) menjadi GSH (glutation tereduksi). GSH ini dapat mengubah H2O2 menjadi H2O dan ½ O2,
sehingga tidak berbahaya lagi. GSH juga bisa mengubah Fe3+
menjadi Fe2+
lagi karena di dalam Hb, hanya Fe2+
yang bisa mengikat O2.
Skema Jalur Glikolisis:
Praktikum Biokimia
Food Digestion By: Denna
# Landasan Teori √ Proses digesti dalam tubuh dapat terjadi melalui dua proses : kimiawi dan mekanik. Proses digesti kimiawi melibatkan enzim-enzim pencernaan dalam tubuh, enzim-enzim akan menghidrolisis : karbohidrat → monosakadirida, protein → asam amino dan lemak → asam lemak bebas dan gliserol. √ Proses digesti dimulai di cavum oris, ketika itu bolus memasuki mulut dan saliva terlibat dalam proses digestinya. Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva, 3 kelenjar saliva utama : tiroid, sublingua dan submandibula. Fungsi saliva yaitu sebagai pelumas saat mengunyah, melunakan makanan, mensekresi obat tertentu (seperti etanol dan morfin) serta ion organik (K, Ca dan bikarbonat), saliva juga mengandung IgA → agen imun yang mencegah terjadinya pertautan antara agen patologi dengan mukosa, lysozime yang merupakan agen anti-bakteri dan enzim α-amilase (ptialin) juga lipase lingua. pH cavum oris = netral (6,8). √ Amilase lingua • Bekerja pada pH 5,8 – 7,4 dan tidak aktif pada pH <4.
• Fungsi : menghidrolisi Amilum/glikogen → maltosa dan oligosakarida lain. √ Digesti dalam lambung Enzim-enzim yang bekerja dalam gaster : Pepsin • Berfungsi menghidrolisis protein yang terdenaturasi. •Diproduksi dalam bentuk tidak aktif : pepsinogen (oleh chief cell) dan akan diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin → HCl menciptakan suasana asam dalam lambung, dengan menurukan pH lambung menjadi <4 sehingga pepsin dapat bekerja. *sintesis HCl membutuhkan enzim karbonik anhidrase melalui mekanisme chloride shift. Renin • Berfungsi untuk menggumpalkan susu • Menggunakan ion Ca mengubah casein → paracasein yang selanjutnya akan dicerna oleh pepsin. Lipase
Glukosa
Glukosa 6-fosfat
Fruktosa 6-fosfat
Fruktosa 1,6-difosfat
Gliseraldehid 3-fosfat
1,3-difosfogliserat
3-fosfogliserat
2-fosfogliserat
Fosfoenol
piruvat
Enolpiruvat
Ketopiruvat
Asam laktat
Gliseraldehid 3-fosfat
1,3-difosfogliserat
3-fosfogliserat
2-fosfogliserat
Fosfoenolpiruvat
Enolpiruvat
Ketopiruvat
Asam laktat
• Berfungsi : memecah lemak asam pendek, dedang dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang menjadi asam lemak dan 1,2 – diasigliserol, namun lipase lambung hanya mencerna 5% lemak tubuh, sebab 95% lemak tubuh dicerna diusus. √Digesti dalam intestinum Pada usus terjadi proses digesti kimiawi yang dilakukan oleh sekresi pankreas dan getah empedu. # Getah pankreas Mengandung air, protein, zat organik dan zat anorganik, terutama Na+, HCO3
-, Cl- dll # Enzim pankreas Tripsin pankreas • Disekresi sebagai zimogen tripsinogen dan akan diaktifkan oleh enterokinase dan tripsin yang sudah aktif (autokatalisis). • Berfungsi untuk menghidrolisis protein, proteosa dan pepton menjadi polipeptida atau peptida dengan cara menyerang ikatan peptida asam amino dasar. Kimotripsin • Berfungsi untuk menggumpalkan susu • Disekresi dalam bentuk kimotripsinogen dan akan diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin. Amilase pankreas • Berfungsi untuk menghidrolisi amilum → matosa, matotriosam oligosakarida bercabang, oligosakarida tidak bercabang dan glukosa. • Bekerja pada pH 7,1 Lipase Pankreas • Berfungsi menghidrolisi lemak → asam lemak, gliserol, monogliserol dan digliserida • Menghidrolisis ikatan eter primer 1 dan 3 trigliserida # Empedu • Terdiri dari air, asam empedu, musin, kolestrol, lemak, asam lemak dan garam anorganik. • Empedu bersifat basa karena Ion Na+ dan K+ akan berikatan dengan asam-asam empedu sehingga membentuk garam empedu. • FUNGSI empedu : √ Emulsi : garam empedu dapat mengemulsi lemak dengan cara menurunkan tegangan permukaan. √ Netralisasi : menetralkan asam lambung yang masuk kedalam usus. √ Ekskresi obat, racun, pigmen empedu dan zat anorganik. Pigmen empedu : bilirubin dan biliverdin berasal dari katabolisme sel darah merah disel-sel retikulo encothelial.
Heme (Fe2+, fero) teroksidasi Heme (Fe3+, feri)
biliverdin bilirubin diangkut oleh albumin dalam plasma biliverdin reductase. Proses metabolisme bilirubin dalam sel hati :
1. Uptake / pengambilan bilirubin oleh sel parenkim hati
2. Konjugasi bilirubin dalam RE halus 3. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam salluran
empedu # Reagen dan Perlakuan • Amilum : bentuk polisakarida protein, dalam percobaan berfungsi sebagai substrat. • HCl : untuk menciptakan suasana asam pada larutan. • Benedict : untuk tes Benedict → mengetahui ada tidaknya disakarida (kecuali sukrosa) atau monosakarida pada suatu larutan. Penyusun Benedict : √ CuSO4 → berfungsi untuk mendonor ion Cu+ √ Na2CO3 → menciptakan suasana basa √ Na-K-Tartrate → mencegah pengendapan CuOH2
• Saliva • Carmin fibrin : sebagai substrat (protein) yang dicerna • Congo red fibrin : memiliki peran yang sama seperti carmin fibrin •Getah pankreas netral : digunakan untuk mengetahui fungsinya dalam sistem pencernaan • (mengandung enzim-enzim pencernaan) dan pada keadaan apa saja dapat bekerja. • Empedu • Red phenol : indikator pH • Pepsin • Inkubasi : 37⁰C merupakan suhu tubuh sehingga diharapkan proses yang terjadi pada percobaan sesuai dengan proses yang terjadi dalam tubuh. # Langkah Percobaan dan Hasilnya
1. Percobaan 1 (Amilum Saliva) Tabung I : 5 ml saliva → didihkan + didinginkan + 5 mL amilum → inkubasi pada suhu 37⁰C Pemanasan pada saliva dapat mengakibatkan denaturasi protein, dalam hal ini yaitu enzim-enzim dalam saliva yang merupakan protein. Ketika amilase saliva rusak, fungsinya sebagai pencerna amilum menjadi tidak dapat dilakukan, sehingga dalam percobaan pada tabung I tidak terjadi hidrolisis amilum → amilum masih terdapat dalam saliva → mengakibatkan jika diberi larutan iod hasilnya akan menunjukan positif dengan warna biru tua-ungu karena masih adanya amilum itu. Tabung II : 5 mL saliva → + HCl 2 mL + 5 mL amilum → inkubasi pada suhu 37⁰C Penambahan HCl akan mengakibatkan pH larutan menjadi <4 sehingga mengakibatkan enzim amilase yang ada didalam saliva terinaktivasi (terdenaturasi). Sehingga sama seperti pada percobaan I, pada percobaan ini tidak terjadi hidrolisis amilum → sehinga ketika diberi larutan iod hasilnya akan menunjukan positif dengan warna biru tua-ungu. Tabung III : 5 mL saliva → + 5 mL amilum → inkubasi pada suhu 37⁰C Pada percobaan ini amilase dapat melakukan fungsinya yaitu mencerna amilum → maltosa + maltotriosa + α-dextrin. Pada saat diberi larutan iod hasil akan menunjukan negatif dengan warna jernih.
2. Percobaan 2 (Tes Benedict) 5 tetes larutan tabung III percobaan Amilum Saliva + 2 mL Benedict → dipanaskan selama 5 menit Benedict disakarida berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya disakarida / monosakarida (kecuali sukrosa) pada suatu larutan.
Cu2O tersebutlah yang akan mengakibatnya warna pada larutan. Range warna : + hijau ++ kuning
+++ orange ++++ merah bata
3. Percobaan 3 ( Digesti Protein oleh Pepsin) Tabung I : 1 mL pepsin + 1 mL HCl + Carmin Fibrin → letakan pada water bath bersuhu 37⁰C Protein (carmin fibrin) berhasil terdigesti (carmin fibrin terpotong kecil-kecil dan warna larutan memerah). Hal ini terjadi karena penambahan asam yg dapat mengaktifkan pepsin sehingga pepsin dapat melakukan fungsinya. Tabung II : 1 mL pepsin + 1 mL air + Carmin Fibrin → letakan pada water bath bersuhu 37⁰C Protein tidak terdigesti (tidak ada perubahan yang terjadi), sebab pepsin hanya aktif pada pH asam. Tabung III : 1 mL pepsin + dipanaskan-didinginkan + 1 mL HCl + Carmin Fibrin → letakan pada water bath bersuhu 37⁰C Carmin fibrin tidak terdigesti oleh pepsin sebab pepsin telah rusak oleh pemanasan (protein terdenaturasi), tetapi carmin fibrin terlihat mengembang. Hal ini disebabkan oleh penambahan HCl sebelumnya → merusak carmin fibrin sehingga carmin fibrin mengembang/bengkak.
4. Percobaan 4 (Digesti Protein oleh Enzim Pankreas) Tabung I : congo red fibrin + 1 mL getah pankreas netral + 2 tetes Na2CO3 → inkubasi pada suhu 37⁰ Penambahan Na2CO3 memberikan suasana basa pada larutan sehingga tripsin dapat bekerja, sebab basa merupakan kondisi optiman dimana tripsin dapat bekerja. Terjadilah digesti congo red fibrin (protein) oleh tripsin → congo red fibrin mengecil dan larutan memerah. Tabung II : congo red fibrin + 4 tetes empedu → inkubasi pada suhu 37⁰ Pada tabung ini tidak terjadi pencernaan protein sebab getah empedu tidak mempunyai aktivitas proteolitik. Akibatnya congo red fibrin tidak berubah sebab dua syarat pencernaan tidak terpenuhi meski sudah ada substrat : adanya enzim dan kondisi optimal. Tabung III : congo red fibrin + 1 mL air + 2 tetes Na2CO3 → inkubasi pada suhu 37⁰ Tidak ada enzim dalam percoban ini. Meski substrat dan kondisi optimal telah terpenuhi dengan penambahan Na2CO3 agar larutan menjadi basa, namun red congo fibrin tidak mengalami pencernaan tetapi justru semakin mengembang. Hal ini terjadi karena penambahan Na2CO3 telah merusak struktur protein congo red fibrin sehingga air dari larutan daat diserap oleh protein congo red fibrin dan congo red fibrin terlihat mengembang.
5. Percobaan 5 (Digesti Amilum oleh Getah Pankreas) 5 mL amilum + 1 mL pankreas → campur → diletakan pada water bath dengan suhu 37⁰C Getah pankreas mengandung enzim α-amilase yang dapat menghidrolisis amilum menjadi maltosa. Enzim α-amilase ini bekerja pada suasana basa, sesuai dengan keadaan pH usus. Pada
percobaan, pada awalnya ketika diberi larutan iod, hasil akan menunjukan positif, yang mengindikasi bahwa amilum masih terdapat pada larutan dan belum terhidrolisis hingga akhirnya menjadi negatif (hasil tes berwarna bening). Range warna oleh larutan iod :
6. Percobaan 6 (Digesti Lemak oleh Getah Pankreas) Tabung I : 2 mL susu + 1 mL pankreas + 4 tetes red phenol + 1 tetes Na2CO3 Penambahan Na2CO3 dapat menciptakan suasana basa pada larutan, hal ini menyebabkan enzim lipase pankreas menjadi aktif dan dapat menjalankan fungsinya yaitu mencerna lipid menjadi asam lemak dan gliserol. Indikator warna menunjukan : yang semula orange, warna kemudian berubah menjadi kuning. Warna kuning menunjukan larutan mengandung asam lemak, asam lemak bersifat asam → warna kuning. Tabung II : 2 mL susu + 2 tetes empedu + 4 tetes red phenol + 1 Na2CO3 Terdapat substrat dan kondisi optimal pada percobaan ini, namun empedu tidak mengandung enzim lipase yang berfungsi menghidrolisis lemak. Empedu hanya berfungsi menurunkan tegangan permukaan lemak sehingga molekul lemak menjadi berukuran kecil. Oleh karena itu hasil percobaan : larutan berwarna pink dan tetap berada dalam keadaan basa Tabung III : 2 mL susu + 1 mL air + 4 tetes red phenol + 1 tetes Na2CO3 Tidak ada enzim yang dapat mencerna lemak sehingga tidak terjadi proses hidrolisis lemak. Larutan tetap dalam keadaan basa dan berwarna pink.
7. Percobaan 7 (Tes Gmelin) 3 mL HNO3 + 1 mL tetes demi tetes empedu HNO3 : sebagai oksidator kuat yang mengoksidasi garam empedu menjadi pigmen empedu. Pada bidang batas antara kedua lapisan garam empedu dengan lapisan HNO3 pekat terbentuk cincin. Warna cincin yang dapat teramati pada percobaan yaitu hijau,biru, merah dan kuning. Cincin-cincin warna yang terbentuk merupakan pigmen empedu : √ Hijau : biliverdin √ Biru : bilicyanin √ Ungu : mesobilicyanin √ Merah : mesobilirubin √ Kuning : bilixantin √ Coklat : bilirubin
Praktikum Biokimia
Karbohidrat By: Laras
Reagen dan Perlakuan 1. α-naftol
Berfungsi sebagai indikator warna yang nantinya akan berkondensasi dengan furfural membentuk senyawa berwarna ungu >> digunakan pada tes Mollisch.
2. H2SO4 Mereduksi gula menjadi furfural (pentana) atau hidroksimetil furfural (heksosa)
3. CuSO4 Sebagai donor Cu2+
4. Na2CO3 Menciptakan suasana basa/alkali yang nantinya akan membuat gugus karbonil bebas menjadi enol reaktif yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+.
5. Pemanasan Mempercepat reaksi.
6. Resorcinol 0,5% Akan berkondensasi dengan hidroksimetil furfural membentuk senyawa berwarna merah cherry >> digunakan pada tes Selliwanof.
7. HCl Untuk mereduksi fruktosa menjadi hidroksimetil furfural.
8. Asam Asetat Glacial (CH3COOH) Untuk mereduksi pentosa menjadi furfural.
9. Benzidin 4% Sebagai indikator warna, asam aminonya nanti akan berkondensasi dengan furfural membentuk senyawa berwarna merah anggur.
10. Timol biru Indikator pH larutan, dengan range 8,3 – 10 >>
basa biru sedangkan asam pink. 11. Benedict
Fungsinya : untuk mendeteksi gugus karbonil bebas pada monosakarida dan disakarida. Kecual sukrosa, karena pada sukrosa sudah tidak ada gugus karbonilnya. Penyusun reagen Benedict : √ CuSO4 → berfungsi untuk mendonor ion Cu+ √ Na2CO3 → menciptakan suasana basa √ Na-K-Tartrate → mencegah pengendapan CuOH2
12. Iodin Untuk identifikasi tahapan hidrolisis anilum atau berfungsi sebagai indikator warna.
13. Pengambilan cairan setiap 3 menit Mengetahui sampai tahap mana proses hidrolisis terjadi.
14. NaOH Membasakan larutan untuk menghentikan hidrolisis agar tidak berkanjut ke reduksi menjadi furfural.
Langkah Percobaan PERCOBAAN KARBOHIDRAT I
1. Tes Molisch - Prinsip dari percobaan yaitu kondensasi
hidroksimetil furfural (heksosa) atau furfural (pentosa) dengan α-naftol akan membentuk suatu cincin berwarna ungu.
- Tes ini berfungsi untuk mengidentifikasi monosakarida golongan pentosa dan heksosa. Reaksinya positif untuk semua karbohidrat.
>>2 mL glukosa + 0,2 mL α-naftol campur kemudian + 2 mL H2SO4, amati, nantinya akan mucul cincin ungu diantara dua senyawa yang membuktikan adanya monosakarida pada percobaan.
2. Tes Benedict
- Fungsi dari tes ini adalah untuk mengidentifikasi adanya gugus karbonil bebas pada karbohidrat >> pada semua jenis disakarida dan monosakarida kecuali sukrosa yang sudah tidak bergugus karbonil bebas karena sudah digunakan untuk membentuk ikatan. >>5 mL Benedict + 0,5 mL atau 8 tetes larutan
Glukosa diinkubasi pada air bersuhu 100 C Warna spesifik pada Benedict :
Hijau Glukosa
Orange Fruktosa
Kuning Arabinosa
Merah Maltosa
3. Tes Selliwanof - Tes ini berfungsi untuk mengidentifikasi
adanya gugus keton dalam suatu sakarida. - Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya
senyawa berwarna merah ceri. >> 1 mL larutan fruktosa + 5 mL reagen
Selliwanof (0,5% resorcinol dalam 5NHCL)
inkubasi pada suhu 100 C
Frukstosa (Heksosa) + HCl hidroksimetil
furfural + resorcinol senyawa berwarna cherry red
4. Tes Tauber - Fungsi dari tes ini yaitu mengidentifikasi
karbohidrat yang termasuk kedalam golongan pentosa (Arabinosa, RNA, DNA)
- Reaksi positif akan ditunjukkan dengan terbentuknya senyawa berwarna merah anggur. >> 1 tetes larutan pentosa + 0,5 Benzidin 4% + asam asetat glasial (CH3COOH)
Pentosa + asam asetat glasial furfural +
benzidin senyawa berwarna red wine PERCOBAAN KARBOHIDRAT II
5. Tes Benedict >> Dilakukan tes Benedict dengan langkah yang sama pada percobaan karbohidrat I hanya saja kali ini menggunakan maltosa, laktosa dan sukrosa. Hasil :
• Maltosa reaksi positif, ikatan glikosidik antara dua glukosa dalam maltosa terjadi pada atom C1 dengan C4 segingga gugus karbonil bebasnya masih utuh.
• Laktosa reaksi positif
• Sukrosa reaksi negatif, ikatan glikosidik pada fruktosa terjadi pada atom C1 glukosa dengan C2 fruktosa sehingga gugus karbonil bebasnya terpakai untuk membentuk ikatan. Oleh sebab itu sukrosa tidak dapat berubah menjadi enol reakaktif.
6. Tes Selliwanof >> Melakukan tes Selliwanof pada sukrosa dan maltosa. Hasil : • Sukrosa : reaksi positif Sukrosa akan dihidrolisis oleh HCl menjadi
fruktosa dan glukosa, fruktosa + HCl hidroksimetil furfural + H2O dan kemudian Hidroksimetil furfural + resorcinol akan membentuk senyawa berwarna cherry red. • Maltosa : reaksi negatif
Maltosa akan terhidrolisis oleh HCl menjadi glukosa + glukosa, glukosa tidak bereaksi dengan reagen Selliwanof sebab glukosa merupakan dekstrosa dan aldosa.
7. Hidrolisis Sukrosa >> 2 mL sukrosa + setetes timol biru + 5 tetes HCl (untuk memberi warna pink pada larutan), larutan dibagi kedalam dua tabung. Tabung pertama dipanaskan selama 30 menit. Kemudian kepada tabung 1 dan 2 + sodium karbonat 2% (untuk memberi warna biru pada larutan). Dilakukan tes Benedict pada kedua tabung. Hasil : • Tabung 1 : Hasil reaksi positif karena pemanasan yg dilakukan menyebabkan pemutusan ikatan antara fruktosa dan glukosa, dan glukosa bereaksi pada tes Benefict.
• Tabung 2 : Warna larutan tetap biru tidak terjadi hidrolisis sukrosa.
8. Hidrolisis Amilum - Amilum jika dihidrolisis oleh :
• asam, akan berubah menjadi monosakarida
amilum • amilase, akan berubah menjadi disakarida
maltosa - Prinsip reaksi = tes iod yaitu Iodin yang
ditambahkan pada larutan amilum akan terserap dan terikat kedalam rantai helix amilum sehingga memberikan warna biru
tua. Seiring dengan berlangsungnya proses, rantai helix amilum ini akan terpotong-potong sehingga iodin yang terikat dalam rantai helix tadi akan terlepas dan warna yang dimunculkan berubah.
>> 10 mL amilum + 3 mL HCl 3N inkubasi
pada suhu 100 C, setiap 3 menit sekali ambil setetes larutan dan letakkan kedalam gelas lalu tambahkan setetes 0,01 N iodin sampai warna menghilang. Sebagian larutan terhidrolisis kemudian ditambahkan Na2CO3 untuk memberi warna biru pada larutan.
9. Hidrolisis Gummi Arabicum - Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
membuktikan bahwa gummi arabicum merupakan bentuk polimer pentosa (arabinosa). Reaksi : Gummi Arabicum (dipanaskan, ditambah HCl)
arabinosa (didinginkan) + NaOH dilakukan tes Tauber dan tes Benedict. Hasil : • Tes Tauber : terjadi senyawa berwarna merah anggur yang berarti reaksi positif karena arabinosa merupakan pentosa. • Tes Benedict : terjadi senyawa berwarna merah bata yang berarti bawa reaksi positif karena arabinosa merupakan monosakarida.
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PROTEIN By: Tika
A. Reaksi Warna untuk Protein
1. Test Biuret Tujuan: mendeteksi adanya ikatan
peptida pada suatu zat (jadi akan + untuk semua protein dan hasil hidrolisisnya kecuali as. amino tapi untuk as. amino histidin menunjukkan hasil +)
Hasil + jika: terbentuk kompleks senyawa berwarna pink muda-ungu
Reagen: -NaOH: penyedia suasanan basa, katalisator, donor OH-
-CuSO4: donor Cu 2+ Dasar Reaksi:
2NaOH + CuSO4 Cu (OH)2 + Na2SO4
Cu (OH)2 + ik.peptida kompleks senyawa pink muda – ungu
Pembahasan: Jadi waran ungu muncul ketika zat tersebut memiliki ik.peptida yang panjang sedangkan yang pendek akan berwarna pink muda.
proteinproteanmetaproteanproteasepeptonpeptida Reaksi Millon-Nasse
Tujuan: Untuk mengidentifikasi adanya tyrosin atau gugus hidroksi fenil.
Hasil + jika: terbentuk endapan merah setelah pemanasan.
Reagen: -H2SO4: penyedia suasan asam sehingga Hg2+ terlepas -NaNO2: mereduksi Hg2+ menjadi Hg+ -HgSO4: donor Hg2+
Dasar Reaksi: Tyrosin + reagen Millon Nasse (H2SO4 dan HgSO4) endapan kuning Endapan kuning + NaNO2 endapan merah +Na2SO4
Pembahasan: Proses diatas dengan pemanasan semua. Jadi yang pertama tujuannya untuk membebaskan Hg bebas dalam bentuk Hg2+, kemudian ditambah NaNO2 yang bertujuan untuk mereduksi Hg2+ menjadi Hg+, Hg+ berikatan dengan tyrosin membetuk endapan merah.
2. Reaksi Hopkins-Cole Tujuan: untuk mendeteksi adanya
triptofan. Hasil + jika: terbentuk cincin ungu pada
bidang batas. Reagen:
-Formaldehid: donor aldehid yang akan berikatan dengan indol, penyedia asam - H2SO4: memutus ikatan Hg dari indol, denaturasi protein, mereduksi Hg2+ menjadi Hg+ -HgSO4: donor hg, memacu ikatan 2 inti indol
Dasar Reaksi: Formaldehid+ tryptofan+ H2SO4 dan HgSO4 kompleks senyawa cincin ungu
Pembahasan: Cincin ungu yang terbentuk merupakan kondensasi 2 inti indol dari tryptofan dengan aldehid.
3. Reaksi Xanthoprotein
Tujuan: untuk mengidentifikasi adanya gugus fenil (tyrosin dan triptofan), cincin
aromatis/ inti benzene Hasil + jika: muncul warna kuning setelah
ditambah HNO3 dan dipanaskan. Lalu akan menjadi oranye setelah ditambah NH4OH/NaOH dan berbau urin.
Reagen: -HNO3: denaturasi protein dan donor NO3, denaturasi berguna untuk memudahkan ion nitrat berikatan dengan inti benzene. -NaOH/NH4OH: meningkatkan intensitas warna.
Dasar Reaksi: gugus fenil/ gugus aromatis+ HNO3 kompleks senyawa kuning + H2O kompleks senyawa kuning + NaOH/NH4OH senyawa lebih pekat jadi oranye
4. Test Sulfur Tujuan: untuk mendeteksi as.amino
dengan gugus sulfur (sistein&methionin) Hasil + jika: terbentuk larutan berwarna
cokla-hitam Reagen:
-Pb asetat: donor Pb2+ -NaOH: mengubah S organik menjadi S anorganik yang lebih reaktif
Dasar Reaksi: NaOH + S2- Na2S Na2S + Pb (CH3COO)2 2 CH3COONa + PbS (warnanya coklat-hitam)
5. Reaksi Ninhydrin Tujuan: untuk mendeteksi adanya gugus
α amino dan karbonil bebas (as.amino) Hasil + jika: terbenyuk kompleks
senyawa biru keunguan Dasar Reaksi:
Ninhydrin + As.amino hydrindantin (niynhidrin tereduksi) Ninhydrin + NH3 + hydridantin senyawa biru keunguan
Pembahasan: Ninhydrin adalah oksidator yang menyebabkan dekarboksilasi oksidatif dari senyawa α amino sehingga menghasilakn CO2, NH3, dan aldehid yang rantainya memiliki 1 atom C atau lebih pendek daripada asalnya.
B. Reaksi Pengendapan dan Koagulasi Protein 1. Pengendapan oleh Garam Logam Prinsip reaksi : penetralan muatan Dasar reaksi:
Protein basa (larut) + garam logam protein netral (mengendap) Protein netral (mengendap) + garam berlebih protein asam (larut)
Pembahasan: Pada air, protein dalam pH basa daripada pH isoelektrisnya (7,4) sehingga bermuatan (–) lalu garam logam mendonorkan ion (+), sehingg protein ternetralkan dan mengendap. Penambahan garam berlebih menyebabkan protein menjadi asam sehingga pengendapan reversible (larut lagi)
2. Pengendapan oleh Reagen Alkaloid Prinsip reaksi: penetralan muatan Pembahasan:
-Tabung 1: As. sulfosalisilat menyebabkan protein asam dan bermuatan (+) tapi ion dari as. sulfosalisilat juga menyumbangkan ion (-) sehingga protein netral dan mengendap -Tabung 2: Reagen Esbach terdiri dari H2SO4 dan as.pikrat (reagen alkaloid), seperti di atas H2SO4 menyebabkan muatan (+) dan alkaloid menyumbang ion (-) sehingga protein netral dan mengendap. -Tabung3 : Seperti di atas juga, as.asetat menyebabkan muatan (+) dan dinetralkan oleh K3Fe(CN)6 sebagai alkaloid , protein neral dan mengendap.
3. Pengendapan oleh Garam dan Alkohol Pekat Prinsip reaksi: Penarikan air dari gugus
hidrofil dalam protein ( -CO, -NH, -NH2, -OH) sehingga kelarutan menurun dan mengendap.
Pembahasan: Protein dalam air berupa
larutan koloid hidrofil yang molekulnya dikelilingi oleh mantel air dan mantel muatan. Baik alkohol maupun amm.sulfat akan mengikat mantel air tersebut, sehingga protein mengendap dengan. Pada alkohol protein akan mengendap dengan berat molekul tinggi sedang pada amm.sulfat berat molekul proteinnya rendah. Pengendapan ini bersifat reversible karena struktur kimia protein tidak rusak. Endapan oleh alkohol membutuhkan lebih banyak air daripada endapan oleh amm.sulfat untuk kembali larut, mengingat berat molekul yang berbeda.
4. Pengendapan Globulin dan Albumin Prinsip Reaksi: Denaturasi protein
(perubahan sifat fisik dan fisiologik dari protein)
Pembahasan: -Tabung 1: protein dalam as.sulfosalisilat, lait pembahasan Pengendapan oleh Reagen Alkaloid tabung 1. -Tabung2: penambahan as.asetat bertujuan agar albumin mencapai titik isoeletris(5,4) dengan indikator redphenol berwarna pink. Lalu didenaturasi dengan pemanasan sehingga ikatannya rusak. Protein yang rusak akibat denaturasi sifatnya irreversible, tetap menggumpal.
5. Efek Asam Kuat Tujuan: membedakan efek as.kuat
dengan efek as.lemah Pembahasan:
Pada penambahan as.kuat (HNO3 pekat, HCl pekat, H2SO4 pekat) protein akan mengendap, karena terjadi denaturasi. Sedangakn pada as.lemah (as.asetat) dan basa kuat (NaOH) tidak terjadi endapan.
Tapi jika protein ditambah as.lemah lalu dipanaskan maka akan terbentuk endapan. Untuk mendenaturasi protein dengan as.lemah perlu dipanaskan agar energi untuk disosiasi ik.protein dapat bertambah.
Endapan ini lalu diuji dengan tes Millon-Nasse untuk memastikan bahwa endapan tersebut adalah protein, jika percobaaan berhasil test ini akan (+) ditunjukkan dengan warna merah.
6. Efek Formaldehid terhadap Asam Amino Pembahasan:
-Tabung1: as.amino + pp + NaOH pink *pp (indikator pH trayek 8,3 –
10, kalau asam jernih dan basa merah) -Tabung2: formaldehid + pp + NaOH pink -Campuran:
tabung 1 dan 2 dicampur, maka akan terbentuk metil glisena derivat dari as.amino dimetilol yang tidak berwarna
(asam). Hal ini terjadi karena formaldehid merusak gugus NH pada as.amino sehingga as.amino kehilangan sifat basanya.
7. Penampakan Gas Nitrogen Tujuan : menunjukkan adanya gugus NH2
pada as.amino. Hasil + jika: menunjukkan keluarnya
gelembung gas N2 di akhir reaksi. Pembahasan:
NaBro akan menyebabkan terlepasnya gugus NH2 dar as.amino dan digantikan oleh Na. Gugus NH2 yang lemah bersifat tidak stabil sehingga menghasilkan gas N2.
PRAKTIKUM BIOKIMIA
LIPID By: Laras
Lemak merupakan zat yang larut dalam larutan non
polar seperti eter, kloroform, xylena, alkohol, benzena, dsb.
Lemak dapat dihidrolisis sehingga menghasilkan asam
lemak + alkohol. Fungsinya dalam diet antara lain :
1. Sebagai sumber energi
2. Penyusun membaran sel (lipid bilayer)
3. Mengandung asam lemak esensial
4. Pelarut vitamin A, D, E, dan K.
5. Melindungi organ vital, dll.
Klasifikasi lemak menurul Bloor :
1. Lipid sederhana
Merupakan ester dari asam lemak
dengan berbagai alkohol.
Contohnya lemak (dalam bentuk cair
disebut minyak) yaitu ester asam
lemak + gliserol ; malam/wax yaitu
ester asam lemak dengan alkohol
monohidrat berbobot molekul lebih
tinggi atau alkohol alifatik rantai
panjang.
2. Lipid kompleks
Ester asam lemak yang mengandung
gugus-gugus lain di samping alkohol
dan gliserol.
Contohnya fosfolipid yang
mengandung asam lemak, alkohol
dan residu asam fosfat. Lipid ini
sering mempunyai basa yang
mengandung nitrogen dan substituen
lain. Misalnya pada gliserofosfolipid,
alkohol yang dimiliki adalah gliserol.
Pada sfingofosfolipid, alkoholnya
adalah sfingosin.
3. Prekursor dan derivat lemak
Hidrolisis dari lipid sederhana atau
kompleks yang masih memiliki sifat
sama dengan komponen asalnya.
Contohnya asam lemak, gliserol,
steroid, senyawa alkohol selain
gliserol serta sterol, aldehid lemak &
badan keton, hidrokarbon, vitamin
larut lemak serta berbagai hormon.
Sifat-sifat lemak :
1. Titik didih semakin panjang rantai,
titik didih makin tinggi. Semakin tdk
jenuh, titik didih makin rendah.
2. Kelarutan makin banyak gugus OH,
makin mudah larut.
3. Hidrolisis oleh lipase
4. Penyabunan (saponifikasi : lemak +
alkali garam alkali (orang awam
bilangnya sabun) + gliserol.
Analisis lemak :
1. Angka penyabunan : banyaknya mg
alkali yang digunakan untuk
menyabunkan lemak.
2. Angka asam : jumlah mg KOH (alkali)
yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak yang berasal dari 1 gr
lemak.
3. Angka Iod : jumlah gr Iod yang diikat
oleh 100gr lemak.
4. Angka polenske : jumlah ml KOH 0,1
N yang digunakan untuk menetralkan
asam lemak yang tidak larut dari 5 gr
lemak.
>> pembahasan percobaan <<
1. Larutan lemak dan emulsi
Percobaan ini, menguji dengan siapa “si lipid”
dapat dilarutkan. Dan ternyataaa....
klorofom + minyak kelapa = larut
eter + minyak kelapa = larut
air + minyak kelapa = tdk larut
(terbentuk membran diantara
keduanya)
Na2CO3 + minyak kelapa =
saponifikasi/penyabunan
Bile + minyak kelapa = emulsi.
2. Tes absorbsi Iodine
Percobaan ini mengidentifikasi asam lemak tak
jenuh maupun yang jenuh.
Reagen :
Kloroform : sebagai pelarut lemak
Reagen Hubble Iod, yang terdiri dari:
Larutan iod : sumber iod bebas yang
akan berikatan dengan ikatan rangkap
pada lipid.
HgCl2 : sebagai katalisator reaksi.
Nah, dalam pecobaan ini tiap tabung telah diisi
dengan kloroform dan larutan Hubl Iod, trus
pada masing-masing tabung ditetesi dengan
minyak kacang ; minyak kelapa ; lemak hewani ;
minyak wijen.
Makin tidak jenuh lipid, berarti makin banyak
ikatan rangkap lipid tersebut.. sehingga makin
sedikit jumlah tetes minyak yang diperlukan
untuk mengikat semua iod bebas yang ada.
Jadi, urutan dari yang tidak jenuh : minyak
kacang minyak wijen minyak kelapa
lemak hewani.
3. Pembentukan akrolein
Tujuannya untuk mengidentifikasi adanya
gliserol.
Reagen :
Gliserol : komponen pokok pembentuk
acrolein. Acrolein mempunyai bau
spesifik yang menyengat/tengik
(Ranciditas)
Minyak : sebagai kontrol negatif, kareng
minyak tdk membentuk akrolein dengan
penambahan KHSO4
KHSO4 : sebagai dehidrator, oksidator
dan katalisator.
Reaksi :
H2C-OH HC=O
HC-OH KHSO4 CH + 2H2O
H2C-OH CH2
(gliserol) (akrolein)
4. Grease Spot Test
Tujuannya utnuk mengetahui adanya lemak pada
bahan yang diuji.
reagen yang digunakan yaitu eter sebagai pelarut
non polar yang dapat melarutkan material lemak.
Eter yang mudah menguap digunakan sebagai
mediator dalam proses penguapan bahan-bahan
yang dapat menggangu proses reaksi.
Kertas yang diusapkan pada mangkok bekas zat +
eter yang sudah menguap akan tampak
transparan karena adanya peregangan selulosa
kertas.
Hal ini dapat terjadi karena adhesi antara lemak
dengan selulosa lebih besar dibanding kohesi
antara selulosa-selulosa.
5. Kristal Kolesterol.
Percobaan dilakukan dengan mengamati bentu
kristal kolesterol dengan mikroskop.
Reagen :
Kolesterol : sumber sterol jenuh
Alkohol : pelarut kolesterol.
Bentuk kristal kolesterol menyerupai anak
tangga dengan ujung yang tajam. Asam lemak
penyusun kolesterol : LDL (Low Density
Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein).
6. Tes Salkowski.
Tujannya untuk mendeteksi adanya sterol pada
gugus kolesterol.
Reagen :
Kolesterol : sumber sterol jenuh
Kloroform : pelarut lemak agar mudah
bereaksi
H2SO4 : sebagai oksidator.
Jadi, ketika kolesterol dilarutkan dengan
kloroform dan ditambahkan asam sulfat, maka
akan terbentuk bbrapa lapisan warna, yaitu :
Bening : kloroform yang belum/tidak
bereaksi
Merah-ungu : kloroform + kolesterol
kolestadiena
Fluoresensi hijau : H2SO4 + kolestadiena
as. Sulfonat
Kuning : sisa H2SO4 atau kolestadiena
yang tidak ikut beraksi.
Praktikum Biokimia
Nutrisi ( Vitamin C) By: Wiwid
Vitamin C merupakan istilah umum untuk senyawa-
senyawa yang menunjukkan sifat biologik sama dengan
asam askorbat. Contoh: asam askorbat (AA) dan asam
dehidroaskorbat.
L-Ascorbic Acid merupakan derivat glukosa, dengan
bentuk enol 2-oxo-gulofuranolactone (C6H8O6) dan
berupa kristal putih padat yang larut air.
AA esensial untuk manusia karena mengalami
defisiensi enzim L-gulonolactone oksidase. Bahan dasar
Vit C adalah glukosa, galaktosa yang diproses lewat jalur
lactone dari D-glucoronat dan L-gulonic acid.
Dalam makanan, ada 2 bentuk vitamin C, 80-90%
berbentuk asam askorbat dan sisanya berbentuk asam
dehidroaskorbat
SUMBER VITAMIN C TINGGI:
- Buah : Oranges, lemon, peach, strawberries, pisang, papaya, cherry, anggur, kiwi, melon
- Sayur : Cabbage, broccoli, cauliflower, leaf lettuce, tomatoes, potatoes, and beans
SIFAT VITAMIN C :
1. Larut Air 2. Tidak Berbau 3. Relatif stabil dalam bentuk padat, namun mudah
rusak bila dalam bentuk terlarut. 4. Kestabilan dalam asam lebih baik dibandingkan
dalam larutan alkali. 5. Pada pH <3, punya absorbansi maks pada 245 nm,
sedangkan pada pH >5 absorbansi maks pada 265 nm.
6. Sangat Labil (mudah rusak)
FUNGSI
1. Sebagai Antioksidan yang dapat menangkal berbagai radikal bebas.
2. Membantu absorbsi n transport Fe
Mengubah ferri jadi ferro
Menghambat pembentukan hemosiderin
Membantu pemindahan besi dari ferritin ke transferin
3. Membantu penyerapan kalsium 4. Stabilisasi folat dalam darah dan makanan 5. Metabolisme tyrosine dan obat pada sistem
micosomal di liver.
6. Memicu pelepasan nitric oxide dan sebagai koenzim untuk aspartat β-hidroksilase untuk modifikasi protein C.
7. Sintesis kolagen Vitamin C berperan sebagai koenzim untuk prolin
hidroksilase dan lysin hidroksilase. Shg
memungkinkan ikatan silang antara 3 molekul
procollagen. Prolin hidroksilase juga berperan dalam
pembentukan osteocalcin dan C1q komplemen.
8. Sintesis Karnitin Vitamin C diperlukan untuk pembentukan carnitin
yaitu sebagai koenzim untuk trimethyllysine dan γ-
butyrobetaine hidroksilase.
9. Sintesis dan dinamika neurotransmiter Sebagai kofaktor untuk dopamine β-hidroksilase
yang berperan dalam sintesis epinefrin, norepinefrin
dan cathecolamin di adrenal medula dan CNS
(Cental Nervous System).
10. Membantu sekresi estrogen di corpus luteum pada ovarium (dia sebagai kafaktor)
METABOLISME
1. Absorpsi Absorpsi vitamin C bersifat dose dependent dan
dapat terjadi secara difusi dan transport aktif
(utama).
AA dioksidasi menjadi DHAA agar lebih mudah dan
cepat diabsorpsi. Dalam jaringan, DHAA diubah lagi
menjadi AA.
Absorpsi dihambat oleh zinc, pektin dan besi dalam
konsentrasi tinggi.
Keterangan :
GLUT2 = Glucosa Transporter
SUCT1 = Sodium Dependent Vit C transporter.
Cu2+ = diperoleh dari asupan makanan.
Reductan = oleh zat antioksidan tubuh
2. Transport dan Storage Vitamin C dapat beredar di darah dalam bentuk
bebas maupun terikat albumin.
Distribusi vit C kedalam sel terutama lewat transport
aktif (platelet, adrenal, retina) namun bisa lewat
difusi (leukosit dan eritrosit).
Vitamin C disimpan di seluruh jaringan, namun lebih
tinggi kadarnya pada jaringan glandular seperti
pituitari, adrenal cortex, corpus luteum, thymus dan
retina.
3. Ekskresi Waktu paruh vitamin C sekitar 16-20 hari dan
berbanding terbalik dengan intakenya.
Metabolite dari vitamin C berupa asam oxalat,
DHAA, 2-O-methyl ascorbate, ascorbat-2-sulfat, dan
2-ketoascorbitol yang diekskresikan lewat urin.
Kadang jg ditemukan 2,3-diketo-L-gulonate, L-
threonate, xylonite, dan lyxonate.
LUMEN INTESTINE CELL PLASMA
As. Ascorbat (vit
C)
Cu2
+ Dehidroksi As.
Ascorbat
GLUT2
Dehidroksi As.
Ascorbat
Vit C GLUT2
Vit C + air +
Na+
Jaringan
reductan
SUCT1
DHAA dan AA dapat direabsorpsi dari urin asalkan
cadangan vitamin C tubuh ≤ 1500 mg.
KEBUTUHAN HARIAN RDA VERSI BUKU PRAKTIKUM
2010
Pria Dewasa : 60 mg/hari
Wanita Hamil : 80 mg/hari
Wanita Laktasi : 100 mg/hari
Bayi yang minum ASI : 35 mg/hari
Anak-anak : 45 mg/hari
Bayi premature : >100 mg/hari
Minimal : 10 mg/hari
DEFISIENSI VIT C
Muncul bila cadangan vit C <300 mg. 1. Scorbutum (Sariawan)
Gingiva bengkak, livid dan kadang muncul scurvy
bud. Rasa sakit pada ekstremitas manifestasi
perdarahan. Diikuti edema, ulcerasi dan kematian.
Karena gagal jantung. Lesi skeletal dan vascular
karena kegagalan formasi osteoid.
2. Infantile Scorbutum (Barlow’s Disease) o Bayonet rib sindrome o Pseudoparalisis ekstremitas o Perdarahan pada area erupsi gigi
EXCESS/TOXICITY VIT C
Minoritas dirasakan oleh setiap orang, karena vit C
berlebih langsung dibuang oleh tubuh. Toksisitas
berupa:
o Gastrointestinal symptoms o Destruksi Vit B12 yang dikonsumsi o Absorbsi Fe berlebih o Dependency o Peningkatan deposisi kristal Oxalat
PRAKTIKUM KITA (2010)
Prinsip
Penentuan kadar asam askorbat secara kolorimetri, dengan
oksidasi asam askorbat plasma oleh Cu2+ menjadi asam
dehidro askorbat yang dalam asam kuat akan bereaksi
dengan 2,4dinitrophenylhidrazine membentuk bis
hydrazone yang berwarna merah, dan diukur
absorbansinya pada 520 nm.(penting difahami nih…)
Analisis Vit C
1. Spektrofotometri ∂ Metode Roe-Keuther ∂ Metode Barakat et.al ∂ Metode Iqbal-Yakoub ∂ Metode Wilson-Guillan
2. Acidi-Alkalimetri 3. Fluorometric 4. Photometric Fungsi Reagen :
҉ Serum : Sebagai sampel yang akan dihitung.
҉ Asam metafosforat : Denaturasi protein dalam serum, stabilisasi vitamin C dan mengikat ion logam pengganggu.
҉ Cupri Sulfat : Oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidro askorbat.
҉ Thiourea : sebagai agen pereduksi ringan, yang mencegah oksidasi reagen DNPH oleh senyawa pengganggu
҉ Asam sulfat : Memberikan suasana asam kuat dan mengubah bis-2,4 dinitrophenylhidrazone-askorbat menjadi senyawa kompleks warna merah.
҉ 2,4-DNPH : bereaksi dengan DHAA membentuk senyawa osazon (indikator warna)
҉ Standar solution : sebagai pembanding dan kuantifikasi vit C sampel.
Interpretasi
Metode diatas merupakan metode Roe-Keuther,
dan cukup presisi dalam estimasi vitamin C ( 95%)
Kadar sampel yang diperoleh dari kurva standar,
perlu dikali 5, untuk menentukan kadar vit C serum.
Grafiknya linier :
Untuk mencari kadar vit C, Gunakan persamaan ini :
Nilai-nilai normal :
҉ Normal plasma level : 0.6-2,0 mg/dl ҉ Plasma fluid :
a. >0.3 mg/dl : acceptable b. 0,2-0,29 mg/dl : population at risk c. <0,2 mg/dl : deficiency
҉ Leukocyte : a. 0-7 mg/dl : deficiency b. 7-15 mg/dl : population at risk c. >15 mg/dl : satisfactory
Praktikum Biokimia
Urine Qualitative
By: Wiwid Referensi :
Guyton, hall . 2010 . Buju Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11 . Jakarta : EGC Buku Praktikum
Bismillahirrohmanirrohim……… A. EKSPERIMEN 1
DEKOMPOSISI UREA DENGAN UREASE Urea ialah hasil akhir utama metabolism protein pada mamalia termasuk manusia. Urin manusia tersusun
atas 80-90% nitrogen. Pada kondisi fisiologis normal, dalam 24 jam ekskresi pada uin sebanyak 30 gram. Kadar Urea dalam serum normalnya : 15-40 mgr/dl. Tujuan : Mendeteksi adanya Urea di urine dengan melihat warna pada kertas Lakmus yang
ditimbulkan oleh gas NH3 Reagen
Urine : sebagai sumber Urea
Serbuk Kedelai : sebagai sumber urease (suatu enzim pengurai Urea)
Kertas Lakmus : Indikator pH, pada kondisi basa kertas lakmus merah akan berwarna biru Pembahasan
Seperti yang telh kita ketahui bersama bahwsanya pada bubuk kacang-kacangan terutama pada kedelai, ditemukan urease. Urease ialah suatu enzim yang bekerjauntuk memecah urea, dalam praktikum ini yang dipecah ialah urea dalam urin.
CO(NH2)2 + urease (NH4)2CO3 (NH4)2CO3 + 2H2O H2CO3 + 2NH4OH H2CO3 + NH4OH + pemanasan CO2 + NH3 + 2H2O Gini ceritanya, Urea dalam Urine( CO(NH2)2 ) dengan Urease akan berubah menjadi ammonium carbonat
(NH4)2CO3, ammonium carbonat ini oleh air akan dihidolisis menjadi H2CO3 + 2NH4OH, terus bila kedua zat tersebut dipanaskan akan terbentuk 3 macam gas, yaitu CO2, NH3, dan 2H2O(uap).
Konsentrasi larutan
Ab
sorb
ansi
Terus Gas NH3 yang dihasilkan pada akhir reaks ini akan menguap menuju atas tabung yang sebelumnya ditutup kertas lakmus merah. Kita tahu bahwasanya NH3 merupakan alah satu zat yang bersifat basa, maka ia akan membirukan kertas lakmus merah.
Dengan hasil warna biru ini yang disebabkan gas NH3 menunjukkan di urine ada Urea. B. EKSPERIMEN 2
TES MUROXIDE (UJI ASAM URAT) Asam Urat merupakan hasil metabolism dari asam nukleat (guyton, 2010). Normalnya dalam darah pada
laki-laki 3-9 mg/dl, sedangkan pada perempuan 2,5-7,5 mg/dl. Untuk kadarnya pada ekskresi urin sendiri sekitar 0,5-1 g/hari. Asam urat merupakan metabolism dari purin yang mampu membentuk tophi dan tofus yang sukar larut dan menyebabkan inflamasi pada sendi. Ia terbentuk oleh mukosa pada organ Gastrocintestinal track. Pada manusia biasanya asam urat oleh urease akan diubah menjadi allantoin. Pada orang yang diet Purin akan menghasilkan pengeluaran lebih banyak. Basa Purin merupakan hasil degradasi leukosit. Biasanya Asam urat dalam urin di ekskresikan dalam bentuk Kristal (solid). Tujuan : untuk mngetahui adanya asam urat dengan terbentuknya ammonium muxoride(ungu) Reagen
Asam Urat Murni : sebagai substrat uji
HNO3 pekat : mengubh asam urat menjadi aloxan dan asam dialuronat
NH4OH : sebagai donor NH4+ untuk membentuk ammonium muxoride
Pembahasan Asam Urat dalam percobaan ini kita tidak menggunakan angsung dari urin, melainkan berasal dari asam urat
murni. Tujuannya agar didapat hasil maksimal karena kita tahu kalau kadar asam urat dalam urine sangatlah sedikit.
Awalnya asam urat oleh HNO3 pekat akan diubah menjadi aloxan dan asam dialuronat. Kedua zat ini bila dipanaskan akan menjadi zat berwarna merah kecoklatan yang disebut aloxanthin. Kemudian alixanthin oleh NH4OH akandibentuk 2 struktur. Pertama berupa endapan aloxanthin yang berwarna hitam-coklat dan yang kedua berupa ammonium muxoride yang berwarna ungu.
Asam urat + HNO3 aloxan + asm dialuronat Aloxan + asam dialuronat + dianaskan aloxanthin Aloxanthin + NH4OH endapan aloxanthin (coklat) + ammonium muroxide (ungu)
C. EKSPERIMEN 3
TES SCHIFF (REAKSI REDUKSI PERAK) Tujuan : untuk mengetahui asam urat dari terbentuknya Ag2O. Reagen ҉ Asam urat : substrat uji ҉ Na2CO3 : membuat suasana basa dan mengubah asam urat menjadi enol reaktif. ҉ AgNO3 : donor Ag
+
҉ Kertas Saring : media yang di amati Pembahasan
Asam urat merupakan senyawa yang memounyai ugus karbonil bebas. Oleh sebab itu bila ia berada dalam suasana basa, gugus karbonilnya akan menjadi enol reaktif. Enol reaktif ialah suatu zat yang dapat mereduksi senyawa/unsur lain. Dalam hal ini ialah Ag
+, sehingga Ag
+ akan diubah menjadi Ag(s) dimana mempunyai sifat
mudah mengendap. Ag+ diperoleh dari ionisasi AgNO3 yang terpecah menjadi Ag
+ dan NO3
-. Kemudian Ag akan
bereaksi dengan O yang berasal dari air dan lingkungan sekitar termasuk juga dari udara membentuk Ag2O yang berwarna hitam pada kertas saring.
Dalam percobaan sebenarnya ada zat yang mengganggu yaitu Cl-. Cl
- ini memiliki afinitas terhadap Ag+ lebih
tinggi disbanding dengan O. oleh sebab itu bila ada Cl-, Ag
+ justru akan lebih mudah terikat dengan Cl- menjadi
AgCl. Terus dimungkinkan juga dalam praktikum akan terbentuk Ag-urat. Tetapi karan tidak stabil, posisi urate akan
diganti oleh O menjadi Ag2O. Asam urat + Na2CO3 enol reaktif -|||- AgNO3 (ionisasi) Ag
+ + NO3
-
Enol reaktif + Ag+ Ag(s) mudah mengendap Ag (s) + O Ag2O (coklat tua kehitaman)
D. EKSPERIMEN 4
TES JAFFE’S( UJI KREATININ) Kreatinin merupakan hasil metabolism dari keratin dalam otot (guyton, 2010). Dia berupa anhibrida dan
merupakan suatu konstituen konstan urin manusia. Normalnya ia akan di ekskresikan 1-1,8 g/day pada orang dewasa. Pada ginjl kreatinini akan difiltrasi tetapi tidak mengalami reabsorbsi. Dengan melihat kreatinin ini kita dapat mengetahui tingkat fungsional ginjal.
Tujuan : pendeteksian kreatinin pada urin dengan melihat zat kreatinin-pikrat. Reagen
Urine : sumber kreatinin
Air : pengencer dan blanko
Asam pikrat : membentuk kreatinin pikrat
NaOH 40% : mengionisasi asam pikrat. Pembahasan
Pada percobaan ini awalnya asam pikrat oleh NaOH akan diionisasi menjadi H+ dan picrat yang berwarna
orange. Kemudian picrat ini oleh kreatinin akan diikat membentuk kreatinin pikrat yang berwarna orange tua-merah.
Apabila ditambah air (pengencer) warna campuran akan menjadi kuning. Karena gradasi warna yang sangat tipis percobaan ini rawan yang terlihat positif (betul) tetapi malah salah karena ketidak telitian kita membaca warna dan kesalahan procedural.
Asam pikrat + NaOH H
+ + pikrat
Pikrat + kratinin kreatinin-pikrat (orange tua-merah) E. EKSPERIMEN 5
PEMBEBASAN GAS AMONIA Amonia merupakan hasil utama kedua pemecahan protein yang mengandung Nitrogen. Dia berfungsi sebagai
pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Amonia dalam urin dari 2,5-4,5 % nitrogen dan rata-rata produksinya 0,7 g/day. Dalam urin selain terkandung urea juga terdapat garam ammonium pemecahangaram ammonium nantinya akan melepas gas NH3. Amonia ini dihasilkan oleh aktivitas bakteri sehingga pada urine baru tidak diketemukan ammonia. Tujuan : untuk mengetahui urin itu mengandung ammonium yang dilihat dari
pembebasan gas NH3. Reagen © Urine : sumber ammonium © Na2CO3 : memberikan suasana basa dan memecah gaam ammonium © Indicator phenolftalien ( PP) : indicator pH (8,3 – 10) pink-merah Pembahasan
Reaksi ini merupakan reaksi yang berurutan. Dimulai dari garam ammonium oleh Na2CO3 akan dibentuk Amonium Carbonat (NH4)2CO3 dan senyawa pengikat Na. kemudian ammonium cabonat akan diionisasi menjadi NH4
+ dan CO3
2-. Oleh air NH4
+ akan di bentuk NH4OH dan ion H
+. Kemudian NH4OH akan dipecah menjadi NH3
yang berupa gas dan air. NH3 merupakan suatu gas yang bersifat basa. Lalu dilakukan pencelupan tongkat pengaduk ke tabung yang sebelumnya telah direndam di indicator PP.
pada akhirnya tercipta gradasi warna pink hingga merah (menunjukkan pHnya Basa) akibat dari uap NH3. NH4-X + Na2CO3 (NH4)2CO3 + Na-X (NH4)2CO3 (ionisasi) 2NH4+ + CO3
2-
2NH4+ + H2O NH4OH + H+
NH4OH NH3(g) + H2O F. EKSPERIMEN 6
DETEKSI PHOSPHAT DALAM URIN Tujuan : untuk mengetahui Posphat dalam urin dengan melihat endapan ammonium-
fosfomolibdate Reagen © Urin : substrat uji © MgSO4 : membantu pengendapan phosphate dalam urin © NH4OH : memberi suasana basa sehingga phosphate mudah mengendap © Aquadest : sebagai penegncer dan pembilas © CH3COOH panas : mempercepat penguraian garam posphat © HNO3 pekat : mengubah phosphate organic menjadi phosphate inorganic. © Ammonium Molibdate : mengikat Posphat anorganik membentuk ammonium-phosfomolibdate Pembahasan
Pada prinsipnya phosfat organic akan mudah diendapkan dengan Ca dan Mg. Awalnya urin ditambahkan dengan MgSO4 membuat posphatnya lepas dan berikatan dengan Mg membentuk Mg-phosphat yang mengendap. Endapan itu lalu disaring untuk spesifikasi percobaan selanjutnya. Lalu Mg-phosfat akan ditambahkan asam acetat panas (CH3COOH) dan tebentuk Mg-Acetat dan phosfat organic lepas. Dengan penambahan HNO3 posphat organik akan di ubah menjadi phosfat inorganic. Kemudian phosfat inorganic ini oleh
ammonium molibdate akan dibentuk endapan berwarna kuning yang disebut ammonium fosfomolibdate. Adanya zat ini menunjukkan di substrat uji mengandung fosfat.
Phosfat pada urin manusia dihasilkan sekitar 1,2 g/day. Urin + MgSO4 Mg-fosfat Mg-fosfat + CH3COOH (panas) Mg(CH3COO)2 + P org P org + HNO3 P inorg P inorg + ammonium molibdate Amonium fosfomolibdate (endapan kuning)
G. EKSPERIMEN 7
DEKETSI SULFAT DALAM URIN Tujuan : untuk mendeteksi adanya sufat dalam urin ditunjukkan dengan terbentuknya
BaSO4 Reagen © Urin : Sumber sulfat organic © CH3COOH : menguraikan sulfat organic sehingga menjadi sulfat anorganic yang mudah
bereaksi dengan reagen lain. © BaCl2 : donor Ba
2+
Pembahasan Selama ini kalau membaca banyak referensi disebutkan bahwasanya di urin terdapat sulfat. Dan sekitar 80%
nya ialah sulfat anorganic. Dalam percobaan ini dimulai dari urin yangbereaksi dengan asam acetat membuat sulfat mudah bereaksi dan terurai dari ikatannya. Bersama dengan Ba
2+ yang diperoleh dari ionisasi BaCl2
dibentuklah BaSO4 dimana akan menimbulkan keruh. BaSO4 yang dihasilkan merupakan senyawa yang sukar larut air sehingga ia menjadi keruh. Kekeruhan ini
menunjukkan dalam urin terkandung sulfat. Normalnya sulfat terkandung dalam urin sekitar 1 gram/day.
Urin + CH3COOH Sulfat lepas -|||- BaCl2 (ionisasi) Ba
2+ + 2Cl
-
Ba2+
+ sulfat BaSO4 (Keruh)
Praktikum Biokimia
Urine Quantitative (Nitrogen Urine)
By : Laras Referensi : principles of biochemistry (Lehninger)
Tujuan : mengetahui kadar Nitrogen dalam urin
>>kenapa sih musti ngukur kadar nitrogennya..?? ternyata total nitrogen yang dihitung dapat menunjukkan nitrogen
equilibrium alias keseimbangan nitrogen. Nah karena nitrogen itu sendiri merupakan hasil katabolisme protein, maka
dari sini kita bisa tau perbandingan diet protein dan ekskresinya dlm bentuk nitrogen<<
Prinsip percobaan :
a. Senyawa-senyawa Nitrogen dalam urin akan diubah menjadi ammonium sulfat dengan pemanasan bersama
H2SO4 pekat.
b. Ammonium sulfat yang terbentuk dipanaskan dengan penambahan NaOH sehingga terbentuk gas NH3 yang
tertangkap oleh H2SO4 pada labu elenmeyer.
c. Penentuan jumlah H2SO4 yang bereaksi dengan NH3 dilakukan dengan proses titrasi bersama NaOH 0,1 N.
Fungsi reagen dan perlakuan :
Digesti
a. Urin : substansi yang diperiksa N nya
b. H2SO4 : mengubah N organik N anorganik
c. K2SO4 : menaikkan titik didih
d. CuSO4 : katalisator
e. Porselen : meratakan panas agar tabung tidak mudah meledak.
f. Di lemari asam : agar uap (berbahaya) tidak menyebar dan terhirup.
g. Pemanasan : pemercepat reaksi
h. Pendinginan : menghentikan reaksi
Distilasi
a. NaOH : mengubah ammonium sulfat ammonium hidroksida (yang lebih larut air)
b. Aquades : sebagai pengencer
c. Alkohol pekat : mempermudah penguapan NH3, shg proses distalasi menjadi lebih mudah.
d. Methyl red : indikator pH berdasarkan perubahan warna. Pink = Asam (pH < 4,2) dan kuning = basa (pH>6,3)
e. Pemanasan : menguapkan gas NH3
Titrasi
NaOH : pentiter
Pembahasan praktikum
DIGESTI
Reagen yang telah disebutkan tadi dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl. Warna hitam kecoklatan yang
terbentuk disebabkan reaksi antara Nitrogen pada urin dengan H2SO4. Setelah tabung dipanaskan di dalam
lemari asam selama beberapa menit, campuran akan berubah warna menjadi biru kehijauan (atau hijau
kebiruan..? haa pokoknya gitu lah warnanya) sebagai penanda telah terbentuknya (NH4)2H2SO4. Setelah itu,
tabung didinginkan dan siap untuk masuk ke tahap selanjutnya.
DISTILASI
Jeng..jeng.!! tabung yang sudah dingin tadi lalu ditambahkan aquades, alkohol pekat dan NaOH 40%. Sementara
siapkan juga labu Erlenmeyer, lalu masukkan aquades, H2SO4 0,1 N dan methyl red.
Tabung Kjeldahl tadi kemudian dipanaskan teruuuus sampe bumping menghilang. Nah selama pemanasan tadi,
terbentuklah gas NH3 yang melewati aparatus distalasi hingga kemudian ‘ditangkap’ oleh H2SO4 yang ada di
labu Erlenmeyer. Hap.!
Oya satu hal penting yang ga boleh dilewati, pastikan aparatus distalasi terendam dalam larutan pada labu
Erlenmeyer yaah. Biar bener-bener gas NH3 nya ketangkap semua dan hasil akhirnya valid. Oce oce..?
TITRASI
Dari proses distalasi tadi kan ada H2SO4 yang tidak berikatan dengan NH3 tuuh. Nah mereka ini kemudian
dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Warna tabung yang awalnya pink, karna H2SO4 excess, kemudian akan menjadi
jernih jingga ketika ditambahkan NaOH. Tandanya, H2SO4 excess tadi sudah bereaksi dengan NaOH. Volume
NaOH 0,1 N yang digunakan tadi dicatet dan dimasukkan ke dalam rumus.
Reaksi dan Perhitungan
Digesti : N pada urin + H2SO4 (NH4)2SO4
Distilasi : (NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH4OH + Na2SO4
2NH4OH 2NH3 + H2O
2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2SO4 (excess)
Titrasi : H2SO4 (excess) + 2NaOH Na2SO4 + H2O
Untuk mengetahui kadar Nitrogen dalam urin :
N2 = V (V1.N1) – (V2.N2) X 0,014 gr
a
kalau ditanya kadar proteinnya = N2 x 6,25 ; 1 gr nitrogen = 6,25 gr potein
ket :
V = volume urin yang dieksresi per hari (±1500 – 2000 mL per hari)
a = volume urin yang digunakan dalam percobaan
V1 = volume H2SO4 sebelum titrasi
N1 = normalitas H2SO4
V2 = volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
N2 = normalitas NaOH
Nitrogen equlibrium :
a. Positif
sintesis > katabolisme ; dijumpai pada kondisi hamil, menyusui atw ketika masa pertumbuhan
b. Negatif
Sintesis < katabolisme ; dijumpai pada malnutrisi, kwashiorkor, ketika ada kerusakan jaringan dsb
c. Netral
Sintesis = katabolisme
Pada orang dewasa yang sehat.
Maaf ya kalau kurang lengkap, smg tambah semangat baca text booknya ^0^/
Biokimia: “17-Ketosteroid”
By: Fista
TEORI (sekilas tentang steroid dan 17-ketosteroid)
Steroid merupakan suatu senyawa yang memiliki inti steroid berupa cincin siklopentana-perhidrofenantren.
Steroid ini juga banyak mengalami modifikasi, misalnya saat bersifat asam, akan berubah menjadi steron.
Selain itu, saat berikatan dengan keton, akan menjadi ketosteroid.
Derivat steroid lain adalah kolesterol, yang jadi bahan baku sintesis hormon steroid, baik di gonad maupun
korteks adrenal.
Hormon steroid ini dikelompokkan menjadi: gugus estron (C18) estradiol; gugus androstan (C19)
testosteron; gugus pregnan (C21) kortisol dan progesteron.
Sifat-sifat steroid:
- Bersifat non polar larut dalam non polar (misalnya: larut pada lemak)
- Semakin banyak gugus OH maka semakin larut
- Semakin banyak atom C maka makin tidak larut
Nah, hormon steroid (lipid-soluble) ini akan ditransport melalui darah (ingat, plasma darah dominan air)
dengan cara berikatan dengan steroid binding protein (SBG).
Steroid akan dieksresikan dalam bentuk ketosteroid yang terkonjugasi oleh sulfat dan glukoronat. Nah,
steroid yang akan jadi 17-ketosteroid adalah dari gugus androstan (C19).
17-ketosteroid adalah metabolit utama dari androgen dan merupakan steroid dengan oksigen keton pada
C17 yang bersifat netral.
Yang termasuk anggota utama 17-ketosteroid:
- Androsterone
- Etiocholanolone
- Dehidroisoandrosterone (DHIA) / DHEA
- Isoandrosterone
Sintesis dari hormon steroid terjadi di gonad (testis) dan korteks adrenal, maka kadar normal 17-ketosteroid
pada:
- Pria 20-40 tahun : 10-24 mg/hari, rata-rata 15 mg/hari
(berasal dari korteks adrenal maupun testis dengan perbandingan 2:1, yaitu 10 mg dr korteks adrenal
dan 5 mg dr testis)
- Wanita 20-40 thn : 6-14 mg/hari, rata-rata 10 mg/hari
(jumlah ini 100% berasal dari korteks adrenal, karena wanita tidak punya testis yang bisa menghasilkan
androgen/testosteron)
- Anak-anak <8th : < 1 mg/hari
(seiring bertambahnya umur makin puber hormon yang diproduksi melonjak kadar 17-
ketosteroid bertahap meningkat)
Gangguan pada testis dan/atau korteks adrenal eksresi 17-ketosteroid berubah.
Abnormalitas yang menyebabkan penurunan kadar 17-ketosteroid:
- Gonadectomi : turun sebanyak 5 mg. Pada pria dari 15 mg menjadi 10 mg, karena diasumsikan testis
menyumbangkan 5 mg. Sedangkan, pada wanita tidak terpengaruh, karena sumbernya cuma dari
korteks adrenal.
- Eunuchoidism : kadarnya berkisar dari normal sampai 10 mg, karena testis yang tidak berfungsi, seperti
dikastrasi.
- Addison’s disease : kadarnya tinggal 1,2 - 6,4 mg/hari, karena adanya destruksi di korteks adrenal (90%
rusak). Bisa terjadi karena inflamasi, idiopathik, atau sistem imun.
- Panhypopituitarism : kadarnya hanya 0 - 3 mg/hari, karena kelainan di hipofisis. Bisa karena
hipothalamus tidak menghasilkan CRH, atau tidak menghasilkan ACTH, akibatnya terjadilah
underproduksi semua hormon adenohipofisis.
Abnormalitas yang menyebabkan peningkatan kadar 17-ketosteroid:
- Masculinizing tumor: kadarnya mencapai 800 mg/hari, karena sel-sel penghasil makin banyak akibat
tumor testis.
- Cushing’s syndrome : kelebihan kortisol, karena produksi ACTH berlebih, bisa juga karena konsumsi
kortikosteron berlebih.
Cushing’s syndrome yang berkaitan dengan carcinoma korteks adrenal 40-288 mg
Cushing’s syndrome yang tidak berkaitan dengan carcinoma korteks adrenal 10-36 mg
- Sindrom adrenogenital : kadarnya mencapai 100 mg/hari, karena terjadi hiperplasia korteks adrenal.
- Carcinoma korteks adrenal : kadarnya 100-250 mg/hari, karena adanya carcinoma di korteks adrenal.
Ada juga obat-obatan yang bisa mengubah kadar 17-ketosteroid dalam urin secara signifikan, yaitu:
- Menaikkan Chlorpromazine, Etinamate, Metrobamate, Asam Nalidisat, Penisilin
- Menurunkan Chlordiazepozine, Reserpine
PRINSIP PERCOBAAN
1. Hidrolisis 17-ketosteroid yang terkonjugasi dengan glukoronat dan sulfat menggunakan HCl & pemanasan
(dididihkan)
2. Mengekstraksi dengan larutan organik
3. M-dinitrobenzen akan berikatan dengan 17-ketosteroid dan dengan penambahan basa/suasana basa, akan
menimbulkan warna merah.
4. Dichloromethane berikatan spesifik dengan 17-ketosteroid untuk meningkatkan sensitifitas, untuk kemudian
dibaca pada absorbansi 520 nm.
(Penambahan dichloromethane dimaksudkan agar warna merah spesifik untuk 17-ketosteroid, dan
mengalahkan sensitifitas 3, 10, 11, 13, 20-ketosteroid yang juga terwarna pada penambahan M-
dinitrobenzen, sehingga tidak ikut terbaca bersama 17-ketosteroid yang bisa diukur maksimal pada panjang
gelombang 520 nm)
FUNGSI REAGEN
Urin : sumber 17-ketosteroid
PE-Benzene : melarutkan 17-ketosteroid dengan mengikat gugus OH
HCl pekat : hidrolisis steroid terkonjugasi menjadi steroid bebas
Kelereng : sumbat, memberi tekanan di bawah, agar tidak terjadi penguapan
KOH 5% : menetralkan suasana asam, dan meningkatkan kelarutan (dengan menyumbangkan gugus
OH ingat, makin banyak OH, makin larut)
Aquadest : mencuci, melarutkan zat polar di larutan yang tersisa adalah zat polar.
Dihidroepiandrosteron : sebagai larutan standart, pembanding sampel
Ethanol / alkohol : pelarut non-polar, membersihkan kerak di dinding tabung
M-dinitrobenzene 1% : berikatan dengan ketosteroid kompleks warna merah
NaOH 40% : suasana basa reaksi cuma bisa berlangsung dalam suasana basa
Dichloromethane : menspesifikasi derajad warna sehingga hanya 17-ketosteroid yang dapat dibaca
pada panjang gelombang 520 nm.
PERLAKUAN
1. Awalnya urin sampel diberi HCl pekat, akan menghidrolisis steroid yang terkonjugasi oleh sulfat dan
glukoronat menjadi steroid bebas. Pemanasan 100oC pada boiling waterbath dapat mempercepat reaksi
hidrolisis.
2. PE-benzene dicampurkan setelah larutan didinginkan karena PE benzene mudah terbakar. PE benzene
adalah larutan non polar yang bisa melarutkan steroid bebas yang sama-sama non polar. Lalu, tampaklah 2
lapisan, lapisan atas (bening) adalah steroid terlarut, sedangkan lapisan bawah (kuning kecoklatan) adalah
sisa hidrolisis dan substansi urin lain yang akan dibuang.
3. Penambahan KOH bertujuan untuk mendestruksi 17-ketosteroid yang bersifat asam dengan menggunakan
sifat basa KOH sehingga tidak mengganggu perhitungan 17-ketosteroid netral.
4. Aquadest ditambahkan untuk mencuci dan melarutkan substansi yang tak berguna yang larut air, sehingga
tidak mengganggu pembacaan nanti. Agar lebih efektif, pencucian dilakukan 2 kali.
5. Setelah itu, terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adalah larutan eter dan steroid, sedangkan lapisan bawah
adalah kotoran yang dibuang.
6. Perlakuan pemanasan pada suhu 40-45oC dengan waterbath bertujuan untuk menguapkan benzene dan
menyisakan steroid saja.
7. Penambahan M-dinitrobenzene akan berikatan dengan C-16 steroid dan menghasilkan kompleks warna
merah hingga ungu. Warna itu ditegaskan dengan penambahan basa NaOH 40%.
8. Penambahan ethanol bertujuan untuk menarik gugus air yang ada dan membantu pelarutan steroid.
9. Dikloromethane berfungsi untuk menghilangkan pengaruh warna steroid lain seperti 3,10,11,13,20,22-
ketosteroid yang juga terwarna oleh m-dinitrobenzene.
10. Perlakuan di ruang gelap dilakukan untuk mempercepat reaksi. Lalu dihasilkan 2 lapisan, kali ini yang
digunakan adalah lapisan bawah yang mengandung 17-ketosteroid, sedangkan lapisan atas berarti sisa
etanol dan pelarut yang sudah tidak digunakan lagi.
11. Absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 520 nm, spesifik untuk 17-ketosteroid. Tetapi, dengan
penambahan KOH pada langkah-langkah sebelumnya, yang bisa terbaca hanyalah 17-ketosteroid yang netral
saja.
PEMBAHASAN
Perhitungan jumlah ketosteroid yang di eksresikan tiap hari dapat digunakan rumus:
Blanko (aquadest+reagen)
- aquadest, dichloromethane, NaOH, dan M-dinitrobenzene sebagai faktor pengoreksi, untuk
menghitung absorbansi semua reagen yang digunakan dalam percobaan
Standart (dihidroepiandrosteron/DHIA + reagen)
- Dihidroepiandrosteron 1mg/10ml, dichloromethane, NaOH, dan M-dinitrobenzene sebagai faktor
pembanding, untuk standart perhitungan kadar 17-ketosteroid sampel
Sampel (urin yang sudah mendapat berbagai perlakuan dan reagen sebelumnya)
- Sebagai larutan yang akan dicari kadar 17-ketosteroidnya.
Dalam percobaan kita ini, digunakan 2 sampel, maka kadar nya adalah hasil rata-rata dari kadar dua sampel
tersebut. Misal, hasil perhitungan kadar sampel 1 yang didapat dari rumus adalah 17 mg/hari dan hasil
perhitungan kadar sampel 2 (dari rumus) adalah 20 mg/hari maka kadar akhir nya adalah 18,5 mg/hari.
Interpretasi hasil:
- Berdasarkan hasil perhitungan, cek apakah kadarnya masih dalam range normal! (kadar normal sudah
disebutkan di depan yaa!)
- Kalau terjadi kenaikan atau penurunan, korelasikan kadar itu dengan kondisi klinis! Mungkin bisa
menjadi tanda-tanda bahwa probandus mengalami salah satu abnormalitas pada testis atau korteks
adrenalnya penyakit tertentu. (sudah disebutkan diatas)
Top Related