POTENSI JAMUR Aspergillus spp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI
Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae) DAN Phytophthora palmivora
(Peronosporales : Pythiaceae)
( Skripsi )
Oleh
Santia Putri
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
POTENSI JAMUR Aspergillus spp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI
Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae) DAN Phytophthora palmivora
(Peronosporales : Pythiaceae)
Oleh
SANTIA PUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan empat isolat jamur
Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung sebagai agensia pengendali hama Helopeltis sp. dan
P. palmivora. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret samai Juni 2017.
Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan. Percobaan pertama yaitu uji pertumbuhan
Aspergillus spp. secara in vitro. Percobaan kedua adalah uji kemampuan jamur
Aspergillus spp. sebagai agensia pengendali Helopeltis sp. Percobaan ketiga
adalah uji kemampuan jamur Aspergillus spp. sebagai antagonis jamur P.
palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Percobaan pertama dan ketiga
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yang diulang
sebanyak 4 kali, sedangkan percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Hasil
pengamatan kerapatan spora, viabilitas spora, uji mortalitas Helopeltis sp. dan uji
antagonis dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila data yang diperoleh
berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
Santia Putri
(DMRT) taraf 5%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keempat isolat jamur
Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung mampu menyebabkan mortalitas terhadap hama
Helopeltis sp. dengan mortalitas tertinggi oleh isolat P2HJ serta mampu menekan
perkembangan P. palmivora di laboratorium dengan penghambatan tertinggi oleh
isolat P2HJ.
Kata kunci: Antagonis, Aspergillus spp., Helopeltis sp., kerapatan spora, spora,
viabilitas
POTENSI JAMUR Aspergillus spp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI
Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae) DAN Phytophthora palmivora
(Peronosporales : Pythiaceae)
Oleh
SANTIA PUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
$i,
$'
fr
h,
$r
fr'
ftu'
fr
ff'
Fp
ftr
fl
fl
il$i
flr
li'
fi
$
II
t,
|:I
ii
Judut Slripsii ','!: ;":' :: :: :
:'poTSN$L tr I+:M{IR Aspergiltns spp s$BAGAI
"AG*NSIAP,ENGENDALI Helapettis sp.,'i(Ilemiptcra :'Miri@ I)Al\[' , , ''''" " i
"ihy-apntt;nnopatmivora ',; , ,, : '|:':
,eeranospo"ales r niaceatl) ,'-, '
Nama Mahasiswa
Nomor PokdkMahasisrva'
-.: .... i.' '' ; : " ' '
Junrsan'':ir ',
Fakultas
''$ontle S, t-t::1214121207, :.
. .,',,,,:.,,|,,",,...t
: Agroteknologi.t
a
: Pertanian
it,
MENYETUJTII
L,Komisi.P-mbinbipg
:.,r1 ...'iiii-'.-,
il lnn*i';'
.:'
'
Yuyun,Fiqiiih$;'s.P., M-P., Ph'r)- ^r t'" Radixbrp rqg tos I szoog tzzoot
S.P.,lt{.Agr., Ph.I).NIP 19810621200501 1003
2 -' Ketuar Jrrlnf Eaq, Agptehlogi
Prof..Ilr.,, Ir' Sri Yusnaini, lll[.Si"NIP 1963050819881 12001
: -:':
r' j: if.....r: : :l.i
t. TimP.enguj-ir'
'..........K€tua ,,-- ''
ir,i'-:::
: Prof. P".6itr'.X Susilo, M.Sc-
ffi::. lrtt.ltr,:r, :: ::li
,rl
t italiaa.,,,at t,Ll1'",
! ra,rii.:
,sukriBannw&iM.Si.1A42"' 'r'i""'r :'
'' ''' :,:l : ,1,. , , . :-1..:: :t
Tanggat Lutm Ujian Sh.ipsi':'lS Fobnrari 2O18
SURAT PER}TYATAAI\I
Sayayang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang
berjudul *POTENSI JAMUR Aspergillus spp SEBAGAI AGENSIA
PENGEF$D tl^Ll Eelapeltis sp (Ilemiptera : Miridae) DAI\[ Phytophthora
palmivora (Peronosporales : Fythiaceae)" merupakan hasil karya saya sendiri
bukan hasil karya orang lain. Semua hasil yang tertuang dalam skripsi ini telah
mengikuti kaidah sesuai Penulisan Karya llmiah Universitas Lampung. Apabila
kemudian hari terbukti batrwa skripsi ini merupakan hasil salinan atau dibuat oleh
orang lain, mat<a Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku
Bandar Lappung, 13 Februari 2018
Penulis,
Santia PutriNPM 12141,21201
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussallam pada
tanggal 24 Desember 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi, Indrapuri,
Aceh Besar pada tahun 2000, SDN 31 Talang Darat, Pagaralam, Sumatera Selatan
pada tahun 2006, SMPN 1 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2009 dan SMAN 1
Natar, Lampung Selatan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis
diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jurusan
Agroteknologi melalui jalur Ujian Mandiri (UM).
Penulis telah melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2015 di PTPN VII Unit
Pagaralam, Sumatera Selatan. Pada tahun 2016 penulis telah melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung
Timur, Kabupaten Tanggamus. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
menjadi asisten mata kuliah Mikrobiologi Pertanian (2014) dan Dasar- dasar
Perlindungan Tanaman (2015). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung (Kopma Unila).
MOTTO
“Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal yaitu,
cerdas, selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu,
bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama”
(Ali bin Abi Thalib)
“Tidak ada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan
sendiri”
(HR. Bukhari)
“Mandiri dalam bekerja, merdeka dalam berkarya”
(Endank Soekamti)
Kupersembahkan karya kecil ini
untuk kedua orang tuaku tercinta
atas limpahan kasih sayang yang tiada hentinya
dan untuk seseorang
yang telah mencurahkan seluruh perhatian, cinta, dan kasih
sayangnya
serta
Almamater tercinta
Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, nikmat, dan karunia yang senantias dicurahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “POTENSI JAMUR Aspergillus spp.
SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae)
DAN Phytophthora palmivora (Peronosporales : Pythiaceae)” Selama
penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Ir. Sugiatno, M.P., selaku dosen Pembimbing Akademik.
4. Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, nasehat, saran, masukan serta
mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran selama penulis melakukan
penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai.
5. Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., selaku dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, masukan, saran, dan ide selama
penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai.
6. Prof. Dr. Ir. FX. Susilo, M.Sc., selaku dosen pembahas yang telah banyak
memberikan semangat, masukan, kritik, dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Kedua orang tuaku, ayah dan bunda yang selalu memberikan kasih sayang,
cinta, nasehat, motivasi dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.
8. Ketiga adik tercinta M. Ilham Syah Putra, Aqilla Izzati Luyndra dan Afiqah
Izzati Luyndra yang selalu memberi semangat sampai penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat-sahabat terbaik Windari, Rina, Selly, Ulfah, Rezlinda, Yanti, Yeni
dan Ria. Terima kasih untuk kebersamaan, kasih sayang, dukungan dan
semangat yang diberikan untuk penulis.
10. Teman-teman seperjuangan Yuni, Diyan, Berri, Nova, Wulandari, Meri, Puji,
Lita dan Nia atas do’a, dukungan dan kebersamaan yang tak terlupakan.
14. Keluarga Agroteknologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
15. Terkhusus untuk pria yang tak henti-hentinya memberikan semangat pada
penulis selama ini yaitu Rio Elry Ardiansyah, Terimakasih untuk segalanya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 13 Februari 2018
Penulis
Santia Putri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian... ....................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ................................................................. 3
1.4 Hipotesis ................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
2.1 Kakao ................................................................................... 6
2.2 Helopeltis sp. ........................................................................... 6
2.2.1 Biologi Helopeltis sp. . ..................................................... 7
2.2.2 Gejala serangan Helopeltis sp. ........................................ 8
2.3 Phytophthora palmivora ............................................................... 9
2.4 Aspergillus spp. ............................................................................ 10
2.5 Aspergillus spp. sebagai entomopatogen .................................. 11
2.6 Aspergillus spp. sebagai antagonis patogen tanaman .................. 13
III. BAHAN DAN METODE .......................................................... 14
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 14
3.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 15
3.4.1 Isolat Jamur Aspergillus spp. ...... ..................................... 15
3.4.2 Penyiapan Serangga Uji Helopeltis sp. ...... ...................... 16
3.4.3 Penyediaan Jamur Phytophthora palmivora ...... ............... 17
3.4.4 Pembuatan media Water Agar (WA) ...... .......................... 17
3.4.5 Pembuatan Media Potato Sucrose Agar (PSA) ...... ........... 18
3.4.6 Percobaan Pertama : Uji Kemampuan Tumbuh, Kerapatan
dan Viabilitas Spora Jamur Aspergillus spp. ...... ............... 18
3.4.6.1 Kemampuan Tumbuh Aspergillus spp. ............. ........... 18
3.4.6.2 Kerapatan Spora ......................................................... 19
3.4.6.2.1 Pemanenan Spora jamur Aspergillus spp. ....... .... 19
3.4.6.2.2 Penghitungan Kerapatan Spora ............. ............... 19
3.4.6.3 Viabilitas Spora ........................................................... 20
3.4.7 Percobaan Kedua : Uji kemampuan jamur Aspergillus spp. sebagai
agensia pengendali hayati terhadap hama Helopeltis sp. 21
3.4.7.1 Pembuatan Suspensi spora Aspergillus spp. ...... .......... 21
3.4.7.2 Aplikasi suspensi Aspergillus spp. terhadap
Helopeltis sp. instar ke-3 ............................................. 21
3.4.8 Percobaan Ketiga : Uji kemampuan Aspergillus spp.
sebagai antagonis jamur P. palmivora .............................. 22
3.5 Pengamatan ............................................................................... 23
3.6 Analisis Data .............................................................................. 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 24
4.4 Hasil Penelitian ......................................................................... 24
4.4.6 Kemampuan Tumbuh Aspergillus spp. .............................. 24
4.4.7 Kerapatan Spora Jamur Aspergillus spp. .......................... 25
4.4.8 Viabilitas Spora Jamur Aspergillus spp. ........................... 26
4.4.9 Uji kemampuan jamur Aspergillus spp. sebagai agensia
pengendali hayati terhadap hama Helopeltis sp. ................ 27
4.1.5 Kemampuan Aspergillus spp. sebagai antagonis jamur
P. palmivora ...................................................................... 29
4.5 Pembahasan ............................................................................ 30
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 33
5.1 Simpulan ................................................................................... 33
5.2 Saran ...................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 35
LAMPIRAN ............................................................................................ 39
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Isolat jamur Aspergillus spp. koleksi Laboratorium
Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung ...................................................................................... 16
2. Kerapatan spora jamur Aspergillus spp. ......................................... 25
3. Persentase perkecambahan spora Aspergillus spp. setelah 8 jam
inkubasi .......................................................................................... 26
4. Persentase penghambatan Aspergillus spp terhadap
P. palmivora ................................................................................... 29
5 Data kerapatan spora jamur Aspergillus spp. ……………………. 40
6 Rata-rata kerapatan spora jamur Aspergillus spp. * ……………... 40
7. Analisis ragam kerapatan spora Aspergillus spp.............................. 40
8. Rata-rata perkecambahan spora jamur Aspergillus spp. .................. 41
9. Analisis ragam kerapatan spora Aspergillus spp.............................. 41
10. Data mortalitas Helopeltis sp. 3 hsa ................................................. 41
11. Data mortalitas Helopeltis sp. 4 hsa ................................................. 41
12. Data mortalitas Helopeltis sp. 5 hsa ................................................. 42
13. Data mortalitas Helopeltis sp. 6 hsa ................................................. 42
14. Data mortalitas Helopeltis sp. 7 hsa ................................................. 42
15. Data diameter uji antagonis (cm)1 hsa ............................................ 42
16. Analisis ragam antagonis 1 hsa ........................................................ 43
17. Data diameter uji antagonis (cm) 2 hsa ........................................... 43
18. Analisis ragam antagonis 2 hsa ........................................................ 43
19. Data diameter uji antagonis (cm) 3 hsa ........................................... 43
20. Analisis ragam antagonis 3 hsa ........................................................ 44
21. Data diameter uji antagonis (cm) 4 hsa ........................................... 44
22. Analisis ragam antagonis 4 hsa ........................................................ 44
23. Data diameter uji antagonis (cm) 5 hsa ........................................... 44
24. Analisis ragam antagonis 5 hsa ........................................................ 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Imago Helopeltis sp. (a) dan gejala serangan
Helopeltis sp. (b) ..................................................................... 8
2. Buah kakao terserang penyakit busuk BBK (a) dan koloni
P. palmivora (b) ............................................................................ 10
3. Aspergillus spp. secara mikroskopis Konidiofor (A);
Vesikel (B); Konidia (C). (perbesaran 400x) ................................. 11
4. Koloni Aspergilllus spp. .................................................................. 11
5. Gambar kotak besar, sedang, dan kecil pada Haemocytometer ..... 20
6. Penetesan suspensi pada media PSA ............................................. 21
7. Posisi jamur Aspergillus spp. dan P. palmivora ............................. 22
8. Sebaran koloni Aspergillus spp. pada media PSA (3 hsa) .............. 24
9. Viabilitas spora jamur Aspergillus spp. setelah diinkubasi selama
8 jam pada media PSA; spora berkecambah (a), spora tidak
berkecambah (b). .......................................................................... 27
10. Helopeltis sp. yang terinfeksi jamur Aspergillus spp. 4 hari
setelah kematian. ............................................................................ 27
11. Rata-rata mortalitas Helopeltis sp. pada 3-7 hari setelah
aplikasi ........................................................................................... 28
12. Spora Aspergillus spp. isolat SDHJ pada kotak haemocytometer (perbesaran 400x) ............................................................................. 45
13. Spora Aspergillus spp. isolat SKHJ pada kotak haemocytometer
(perbesaran 400x) ............................................................................. 45
14. Spora Aspergillus spp. isolat P3HJ pada kotak haemocytometer
(perbesaran 400x) ............................................................................. 46
15. Spora Aspergillus spp. isolat P2HJ pada kotak haemocytometer
(perbesaran 400x) ............................................................................. 46
16. Isolat jamur P. palmivora sebagai perlakuan kontrol ..................... 46
17. Uji antagonis Aspergillus spp. isolat P2HJ terhadap P. palmivora
Aspergillus spp (A), P. palmivora (B) ............................................. 47
18. Uji antagonis Aspergillus spp. isolat SDHJ terhadap P. palmivora
Aspergillus spp (A), P. palmivora (B) ............................................. 47
19. Uji antagonis Aspergillus spp. isolat P3HJ terhadap P. palmivora
Aspergillus spp (A), P. palmivora (B) ............................................. 47
20. Uji antagonis Aspergillus spp. isolat SKHJ terhadap P. palmivora
Aspergillus spp (A), P. palmivora (B) ............................................ 48
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010,
Indonesia menjadi negara pengekspor biji kakao terbesar ketiga dunia setelah
Negara Pantai Gading dan Ghana. Luas areal tanaman kakao Indonesia pada
tahun 2009 tercatat 1,4 juta hektar dengan produksi kurang lebih 500 ribu ton per
tahun. Luas tersebut terus mengalami peningkatan, namun produktivitasnya terus
mengalami penurunan (Zakiya & Pramesti, 2012). Penurunan produktivitas
kakao ini antara lain disebabkan oleh adanya permasalahan hama dan penyakit
tanaman (Rubiyo & Siswanto, 2012).
Hama pencucuk buah Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae) dan penyakit busuk
buah kakao (Phytophthora palmivora) merupakan dua permasalahan yang hingga
kini masih sulit diatasi. Helopeltis sp. merupakan hama utama pada tanaman
kakao yang dapat mengurangi produksi kakao sebesar 50-70% (Pasaru dkk.,
2014). Wood & Lass (1985) menyebutkan bahwa kehilangan hasil yang
diakibatkan oleh penyakit busuk buah kakao dapat mencapai 20-30%. Pada tahun
1997, infeksi busuk buah menyebabkan penurunan produksi kakao dunia hingga
44% per tahun (Vossen, 1997).
2
Berbagai teknik pengendalian telah dilakukan untuk mengatasi serangan
Helopeltis sp. dan penyakit busuk buah kakao. Namun begitu, cara-cara tersebut
ternyata kurang benar-benar efektif menekan kerugian. Penggunaan insektisida
dan fungisida sintetik merupakan cara yang dilaporkan efektif, namun apabila
tidak digunakan secara bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan seperti matinya organisme yang berguna, misalnya musuh alami,
serangga yang membantu penyerbukan dan satwa liar yang mendukung fungsi
kelestarian alam (Wilson & Tisdell, 2001).
Sulistyowati dkk. (2014) menyebutkan bahwa apabila digunakan secara terus
menerus, insektisida kimia akan dapat meningkatkan kemungkinan resurjensi dan
resistensi hama. Harga pestisida yang cukup mahal menjadi masalah tersendiri
bagi petani. Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida sintetik
serta menekan biaya yang dikeluarkan, maka perlu dicari alternatif pengendalian
yang murah, aman dan ramah lingkungan, salah satunya adalah pengendalian
dengan memanfaatkan agensia pengendali hayati.
Aspergillus spp. merupakan salah satu jenis agensia pengendali hayati yang telah
dilaporkan mampu bersifat antagonis dan dapat mematikan serangga hama.
Aspergillus spp. dilaporkan mampu bersifat patogen terhadap beberapa hama
salah satunya adalah Helopeltis sp. (Pasaru dkk., 2014) dan juga dilaporkan
bersifat antagonis terhadap beberapa penyebab penyakit tanaman termasuk
P. palmivora (Sukamto dkk., 1997).
3
Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
memiliki empat isolat Aspergillus spp. yang hingga saat ini belum diketahui
kemampuannya dalam menginfeksi hama Helopeltis sp. dan sebagai antagonis
jamur P. palmivora.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan empat isolat jamur
Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung sebagai agensia pengendali Helopeltis sp. dan
P. palmivora.
1.3 Kerangka Pemikiran
Hama penghisap buah kakao Helopeltis sp. dan P. palmivora penyebab penyakit
busuk buah kakao merupakan kendala utama dalam usaha budidaya kakao di
Indonesia. Hama Helopeltis sp. menyerang tanaman dengan cara merusak dan
menghisap cairan buah muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut.
Akibat serangan hama ini, daya hasil dan mutu kakao menurun (Siswanto &
Karmawati, 2012). Dengan penurunan produksi kakao dunia yang mencapai 44%
per tahun P. palmivora merupakan patogen yang menyerang semua fase
perkembangan buah kakao sehingga selain menyebabkan busuk buah, juga
menyebabkan layu yang dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 90%
terutama pada musim hujan (Yanelis dkk., 2012).
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan
dan kelestarian lingkungan, saat ini banyak dikembangkan agensia pengendali
4
hayati untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman (Koul dkk., 2008).
Agensia hayati yang sekarang sedang banyak diteliti adalah Aspergillus spp.
Aspergillus merupakan jenis jamur tanah yang mudah ditemukan diberbagai
habitat. Jamur ini telah banyak dilaporkan dapat digunakan untuk mengendalikan
berbagai jenis hamadan penyakit seperti Tribolium molitor (Reflinaldon dkk.,
2014), Hyalomma anatolicum (Elham & Yassir, 2012), Olygonychus coffeae
(Mazid dkk., 2015), Bactrocera cucurbitae (Yang dkk., 2015) dan patogen
penyakit tanaman seperti Fusarium moniliforme dan F. oxysporum (Dolar, 2001).
Dari penelitian yang telah dilakukan, jamur Aspergillus spp. mampu menghambat
pertumbuhan P. palmivora sebesar 54% (Adebola & Amadi, 2010). Hussain
dkk.(2012) menyebutkan bahwa jamur Aspergillus spp. mampu menekan
perkembangan P. palmivora sebesar 99%. Pasaru dkk. (2014) melaporkan bahwa
mortalitas Helopeltis sp. akibat aplikasi Aspergillus spp. di laboratorium terjadi
dari hari kedua sampai ketujuh setelah inokulasi, masing-masing persentase
kematian adalah 99% untuk aplikasi dengan Aspergillus spp. dan 80% dengan
Aspergillus flavus.
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Empat isolat jamur Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mampu menginfeksi dan
menyebabkan kematian Helopeltis sp. di laboratorium.
5
2. Empat isolat jamur Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mampu menekan perkembangan
P. palmivora di laboratorium.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia. Sebagai
penghasil devisa negara dan sumber penghasilan bagi petani maupun masyarakat
lainnya. Indonesia merupakan salah satu produsen kakao utama di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Karmawati (2010) menyebutkan bahwa Indonesia
mempunyai pertanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar 1.462.000 ha.
yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya merupakan perkebunan
swasta dan negara dengan produksi mencapai 1.315.800 ton per tahun.
2.2 Helopeltis sp.
Hama penghisap buah (Helopeltis sp.) termasuk kedalam ordo Hemiptera, famili
Miridae dan merupakan salah satu kendala utama pada budidaya kakao di
Indonesia. Hama ini menyerang dengan cara menusuk dan menghisap cairan
buah muda yang menyebabkan matinya buah tersebut. Sedangkan serangan pada
buah berumur sedang dapat mengakibatkan terbentuknya buah yang abnormal
(Wardoyo, 1983 dalam Atmadja, 2003).
7
2.2.1 Biologi Helopeltis sp.
Telur Helopeltis sp. berwarna putih berbentuk lonjong. Telur diletakkan secara
berkelompok 2-3 butir dalam jaringan tanaman lunak seperti bakal buah, ranting
muda, sisi bagian bawah tulang daun dan buah yang masih muda. Telur dicirikan
dengan adanya dua helai benang berwarna putih dan panjangnya tidak sama.
Stadia telur berlangsung selama 5-6 hari. Setiap ekor serangga betina meletakkan
telur rata-rata 18 butir (Kilin & Atmadja, 2000).
Periode nimfa berkisar antara 11-15 hari. Nimfa mempunyai 5 instar. Lama
pergantian kulit instar ke-1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 2 - 3 hari, sedangkan
instar ke-5 adalah 3 - 4 hari. Nimfa tidak bersayap dan tubuhnya berwarna coklat,
memiliki antena yang panjangnnya hampir 2 kali panjang tubuhnya. Bentuk
imago sama seperti nimfa, tetapi pada stadia ini serangga sudah memiliki sayap
dan tubuhnya berwarna kehitaman (Gambar 1a), sedangkan bagian permukaan
abdomennya berwarna putih keperakan. Rata-rata lamanya hidup serangga
dewasa jantan dan betina pada jambu mete berkisar 24 hari. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pada buah kakao, dari setiap 30 ekor nimfa yang menetas
dapat diperoleh 24-29 ekor serangga dewasa, dengan perbandingan betina :
jantan adalah 1,3 : 1. Lama hidup serangga betina berkisar antara 10-42 hari dan
serangga jantan 8-52 hari (Wardoyo, 1983 dalam Atmadja, 2003).
8
Gambar 1. Imago Helopeltis sp. (a) dan gejala serangan Helopeltis sp. (b)
2.2.2 Gejala serangan Helopeltis sp.
Helopeltis sp. merupakan salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai
hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerang
tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan
H. claviver (Karmawati, 2010).
Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan
imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara menusukkan
alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di dalamnya. Saat
mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun
yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain buah,
hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda (Karmawati, 2010).
Serangan pada buah muda akan menyebabkan terjadinya bercak (Gambar 1b)
yang akan bersatu sehingga kulit buah menjadi retak, buah menjadi kurang
berkembang dan menghambat pekembangan biji. Serangan pada buah tua
menyebabkan terjadinya bercak-bercak cekung berwarna coklat muda, yang
a b
9
selanjutnya akan berubah menjadi kehitaman. Serangan pada daun menyebabkan
daun timbul bercak-bercak berwarna coklat atau kehitaman. Sedangkan serangan
pada pucuk menyebabkan terjadinya layu, kering dan kemudian mati (Karmawati,
2010).
2.3 Phytophthora palmivora
Phytophthora palmivora adalah jamur patogen yang menyebabkan penyakit
busuk buah kakao yang dapat menimbulkan kerugian pada produksi kakao.
Patogen ini menyerang jaringan internal buah dan menyebabkan biji kakao
berkerut dan berubah warna, buah-buah yang sakit akhirnya menjadi hitam.
Patogen dapat masuk ke dalam buah dan menyebabkan biji menjadi busuk dan
menurunkan kualitasnya. Di Indonesia, penyakit busuk buah kakao yang
disebabkan oleh P. palmivora menyebabkan kerugian yang cukup berarti terutama
di daerah yang beriklim basah (Fulton, 1989). Penyakit Busuk Buah Kakao
(BBK) dapat menimbulkan kerugian hasil sampai mencapai 40 %. (Susanto,
1994).
Buah kakao yang terserang mengalami perubahan warna menjadi coklat
kehitaman mulai dari ujung buah atau pangkal buah dekat tangkai (Gambar 2a),
namun ada pula yang dimulai dari tengah buah yang disebabkan oleh adanya
pembusukan jaringan pada buah yang diserang oleh jamur. Bila keadaan
lingkungan mendukung, maka jamur akan cepat menyebar ke seluruh bagian buah
sehingga buah menjadi berwarna hitam. Pada permukaan buah yang sakit dan
menjadi hitam tadi timbul lapisan yang berwarna putih bertepung terdiri atas
jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora (Semangun, 1996).
10
Gejala tersebut dapat dijumpai pada buah muda maupun buah yang sudah masak.
Penyebaran penyakit dibantu oleh percikan air dari tanah ke buah bagian bawah,
dari buah yang sakit ke buah yang sehat dengan perantaraan serangga seperti
semut, bekicot, tupai, tikus dan akibat gesekan antar buah yang sakit dengan buah
yang sehat (Susanto, 1994).
Gambar 2. Buah kakao terserang penyakit busuk BBK (a) dan koloni
P. palmivora (b)
2.4 Aspergillus spp.
Aspergillus spp. adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur dan
termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergillus spp. secara mikroskopis
dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang, konidiofora muncul dari foot cell
(miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa stigmata dan akan
tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau atau hitam (Gambar 3).
Aspergillus spp. secara makroskopis mempunyai hifa fertil yang muncul
dipermukaan dan hifa vegetatif terdapat dibawah permukaan. Jamur tumbuh
membentuk koloni mold berserabut, smoth, cembung serta koloni yang kompak
berwarna hijau kelabu, hijau coklat, hitam, putih (Gambar 4). Warna koloni
b
a
11
dipengaruhi oleh warna spora misalnya spora berwarna hijau yang semula
berwarna putih tidak tampak lagi (Srikandi, 1992).
Gambar 3. Aspergillus spp. secara mikroskopis Konidiofor (A);
Vesikel (B); Konidia (C). (perbesaran 400x)
Gambar 4. Koloni Aspergilllus spp.
2.5 Aspergillus spp. sebagai entomopatogen
Jamur dari genus Aspergillus telah banyak dilaporkan berperan sebagai patogen
pada beberapa serangga. Jamur entomopatogen dari genus Aspergillus merupakan
jamur saprofit yang dapat menginfeksi serangga pada rentangan jenis yang luas,
terdiri atas banyak spesies seperti A. flavus, A. parasiticus, A. tamari,
A. ochraceus, A. fumigatus, A. repens dan A. vesicolor (Tanada & Kaya, 1993).
Indria dkk. (2013) melaporkan bahwa 2 spesies jamur dari genus Aspergillus
berhasil diisolasi dari usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus (Isoptera:
Rhinotermitidae), yaitu A. fumigatus dan A. niger. Selain itu, A. fumigatus juga
B
A
C
12
dilaporkan bersifat patogen terhadap Dysdercus similis (Heteroptera :
Pyrhocoridae) (Singh & Pathak, 2010).
Pemanfaatan jamur Aspergillus sebagai jamur entomopatogen telah banyak
dilakukan, bahkan dapat dikombinasikan dengan pengendalian lainnya. Hasil
penelitian Bhan dkk. (2013), menunjukkan bahwa A. flavus, salah satu spesies
Aspergillus yang sudah banyak diteliti, dapat dikombinasikan dengan insektisida
kimia untuk mengendalikan larva nyamuk Anopheles stephensi yang merupakan
vektor penyakit malaria. Kombinasi toksin A. flavus dan Temephos (larvasida
kimia) dengan perbandingan 1:1 ternyata meningkatkan mortalitas larva
A. stephensi sekaligus menurunkan nilai LC50 Temephos dan A. flavus jika
digunakan tanpa kombinasi. Hal ini berarti penggunaan A. flavus dapat
mengurangi kebutuhan larvasida kimia untuk mengendalikan larva nyamuk
A. stephensi
Di Indonesia, Aspergillus spp. telah berhasil diisolasi dari tanah sekitar perakaran
kacang tanah di Sumatera Barat dan dapat menginfeksi Tribolium molitor
(Coleoptera : Tenebrionidae) (Reflinaldon dkk., 2014). Aspergillus juga berhasil
diisolasi dari Dolycoris baccarum L. (Hemiptera : Pentatomidae), Eurygoster
integriceps put. (Hemiptera : Scutelleridae), Acrotylus insubricus Scop.
(Orthoptera : Acrididae) dan Aelia acuminata L. (Hemiptera : Pentatomidae) di
Duhok, Iraq dan bersifat entomopatogen (Assaf dkk., 2011). Hal ini
menunjukkan bahwa genus Aspergillus memiliki kisaran inang yang luas dan
dapat menginfeksi serangga dari berbagai ordo.
13
2.6 Aspergillus spp. sebagai antagonis patogen tanaman
Jamur Aspergillus spp. memiliki sifat antagonis lebih baik dibanding jamur
Trichoderma sp. terhadap P. palmivora pada uji laboratorium (Sukamto dkk.,
1997) sehingga berpotensi untuk dikembangkan, meskipun selama ini
Trichoderma sp. merupakan jamur antagonis yang paling banyak digunakan
sebagai agen biokontrol. Jamur Aspergillus spp. diketahui dapat menghasilkan
senyawa Aspergillin dan memproduksi zat yang dapat menghambat
perkembangan jamur patogen (Venkatasubbaiah & Safeeulla, 1984). Selain
sebagai antagonis jamur P. palmivora, Aspergillus telah banyak dilaporkan dapat
digunakan untuk mengendalikan berbagai patogen tanaman seperti Fusarium
moniliforme, F. oxysporum, F. sambucinum dan Macrophomia phaseolina (Dolar,
2001).
14
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Juni 2017. Dilaksanakan di
Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 isolat jamur
Aspergillus spp., Helopeltis sp. instar ke-3, P. palmivora, media PSA (Potato
Sucrose Agar), media WA (Water Agar), asam laktat, tween 80 dan akuades.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, autoklaf, cawan
petri, Laminar Air Flow, haemocytometer, jarum ose, shaker, spatula, drigalsky,
borgabus, mikropipet, tabung reaksi, erlenmeyer, timbangan, stoples, panci,
sprayer (alat semprot), kompor, sendok, kertas label, penggaris, alumunium foil,
plastik warp, kain kasa, karet, pisau, tisu, dan nampan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan. Percobaan pertama yaitu uji pertumbuhan
Aspergillus spp. secara in vitro. Percobaan kedua adalah uji kemampuan jamur
Aspergillus spp. sebagai agensia pengendali hayati terhadap hama Helopeltis sp.
15
Percobaan ketiga adalah uji kemampuan jamur Aspergillus spp. sebagai antagonis
jamur P. palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Percobaan pertama
dan ketiga menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan
yang diulang sebanyak 4 kali, sedangkan percobaan kedua menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yang diulang sebanyak 4
kali.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Isolat Jamur Aspergillus spp.
EmpatIsolat jamur Aspergillus spp. yang digunakan merupakan koleksi dari
Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Empat isolat tersebut adalah P2HJ, P3HJ, SDHJ dan SKHJ (Tabel 1). Keempat
isolat tersebut kemudian diremajakan pada media PSA untuk pengujian lebih
lanjut.
16
Tabel 1. Isolat jamur Aspergillus spp.koleksi Laboratorium Bioteknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
No. Kode Isolat Isolat Asal Isolat Tahun Isolasi
1 P2HJ
Risosfer
pertanaman
jagung
Rejo Agung,
Pesawaran
2016
2 P3HJ
Risosfer
pertanaman
jagung
Negeri Katon,
Pesawaran
3 SDHJ
Risosfer
pertanaman
jagung
Sidosari,
Lampung Selatan
2016
4 SKHJ
Risosfer
pertanaman
jagung
Sukaraja,
Lampung Selatan
3.4.2 Penyiapan Serangga Uji Helopeltis sp.
Imago hama Helopeltis sp. diambil dari lapangan Politeknik Negeri Lampung dan
dibawa ke Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung untuk dikembangbiakkan. Pengembangbiakan Helopeltis sp. dilakukan
dengan cara memberikan pakan alternatif buah mentimun. Buah mentimun
dimasukkan ke dalam stoples yang berisi imago Helopeltis sp. dan ditutup
menggunakan kain kasa yang diikat menggunakan karet gelang agar
Helopeltis sp. tidak keluar dari stoples. Setiap stoples diisi ± 20 ekor
17
Helopeltis sp. dan 2 buah mentimun. Pakan diganti setiap 2 hari sekali. Setelah
imago Helopeltis sp. bertelur, maka mentimun yang digunakan sebagai media
bertelur dipisahkan dari stoples lama kedalam stoples yang baru dan diganti
dengan buah mentimun yang masih segar. Stoples ditutup dan diberi label tanggal
bertelur. Setelah telur menetas, nimfa dipindahkan ke dalam stoples yang baru
dan diberi mentimun yang masih segar serta diberi label tanggal penetasan.
Begitu seterusnya sampai nimfa mencapai instar ke-3 dan sampai diperoleh
jumlah yang dibutuhkan.
3.4.3 Penyediaan Jamur Phytophthora palmivora
Jamur P. palmivora diisolasi dari buah kakao yang terinfeksi P. palmivora.
Isolasi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung (Gambar 2b). Isolat tersebut kemudian diremajakan pada
media Water Agar (WA) dan Potato Sucrose Agar (PSA) untuk pengujian lebih
lanjut.
3.4.4 Pembuatan media Water Agar (WA)
Pembuatan media ini dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang
terdiri dari 20 gr agar, dan 1000 ml akuades. Bahan yang telah tercampur tersebut
dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium
foil, dikencangkan dengan karet gelang. Media tersebut kemudian direbus hingga
mendidih dan homogen, setelah itu diautoklaf selama 15 menit pada tekanan 1
atm dan suhu 121oC. Kemudian media tersebut diangkat dan didinginkan sampai
50oC sebelum dituangkan ke cawan petri.
18
3.4.5 Pembuatan Media Potato Sucrose Agar (PSA)
Pembuatan media ini dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang
terdiri dari 20 gr agar, 20 gr gula, 200 gr kentang, dan 1000 ml akuades.Bahan-
bahan yang telah tercampur tersebut dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer
kemudian ditutup dengan alumunium foil, dikencangkan dengan karet gelang.
Kemudian media tersebut direbus hingga mendidih dan homogen, setelah itu
diautoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121oC. Media tersebut
kemudian diangkat dan didinginkan sampai 50oC kemudian media ditambahkan
dengan 1,4 ml asam laktat sebelum dituangkan ke cawan petri.
3.4.6 Percobaan Pertama : Uji Kemampuan Tumbuh, Kerapatan dan
Viabilitas Spora Jamur Aspergillus spp.
3.4.6.1 Kemampuan Tumbuh Aspergillus spp.
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan tumbuh masing- masing isolat
yang diuji. Masing-masing isolat diremajakan pada media WA. Satu bor gabus
biakan murni masing masing isolat jamur Aspergillus spp. yang berumur 4 hari
diletakkan di tengah cawan petri yang berisi media PSA. Pengamatan dilakukan
setiap hari terhadap diameter koloni jamur. Pengamatan pertumbuhan jamur
dilakukan dengan cara mengukur diameter jamur secara vertikal dan horizontal
lalu dijumlahkan dan dibagi dengan dua. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah
inokulasi sampai hari ke-7.
19
3.4.6.2 Kerapatan Spora
3.4.6.2.1 Pemanenan Spora jamur Aspergillus spp.
Pemanenan spora Aspergillus spp. dilakukan dengan menambahkan 10 ml Tween
80 0,1% kedalam cawan petri yang berisi koloni Aspergillus spp. berumur 7 hari.
Spora dipanen dengan mengeruk secara perlahan permukaan spora menggunakan
drigalsky agar media tidak terikut, kemudian suspensi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan di rotamixer agar suspensi tersebut homogen.
3.4.6.2.2 Penghitungan Kerapatan Spora
Kerapatan spora diamati menggunakan haemocytometer dengan pengenceran 10-1
.
Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml suspensi stok spora yang telah
dipanen dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, setelah itu diisi dengan 0,1%
Tween 80 hingga mencapai 10 ml dan dihomogenkan menggunakan rotamixer,
kemudian suspensi yang telah homogendiambil 1 ml dan diteteskan pada
haemocytometer dan ditutup dengan kaca obyek hingga suspensi mengalir ke
bawah kaca obyek dan mengisi ruang hitung, selanjutnya diamati di bawah
mikroskop. Perhitungan kerapatan spora dilakukan dengan cara memilih kotak
sedang yang terdapat pada haemocytometer sebanyak 5 kotak (Gambar 5) tiap
kotak tersebut dihitung dan dirata-rata nilainya.
20
Gambar 5. Gambar kotak besar, sedang, dan kecil pada Haemocytometer
(Katherine, 2015).
Kerapatan spora yang terbentuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus
menurut Syahnen dkk. (2014) :
S= R x K x F
Keterangan:
S = Jumlah spora/ml
R = Jumlah rata-rata spora pada 5 kotak sedang haemocytometer
K = Konstanta koefisien alat (2,5 x 105)
F = Faktor pengenceran yang digunakan
3.4.6.3 Viabilitas Spora
Uji viabilitas spora dilakukan dengan mengambil suspensi jamur Aspergillus spp.
(suspensi yang sama dengan yang digunakan untuk pengukuran kerapatan spora).
Suspensi tersebut (masing-masing isolat) diteteskan menggunakan mikropipet
pada media PSA di 3 titik yang berbeda masing masing 0,2 ml untuk tiap titik
(Gambar 6) dan diinkubasikan selama 8 jam. Selanjutnya suspensi diamati di
bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran total 400X.
21
Gambar 6. Penetesan suspensi pada media PSA
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah spora yang berkecambah dan yang tidak
berkecambah. Persentase daya kecambah jamur dihitung menggunakan rumus :
Spora yang berkecambah
P = -------------------------------- x 100 %
Spora seluruhnya
3.4.7 Percobaan Kedua : Uji kemampuan jamur Aspergillus spp. sebagai
agensia pengendali hayati terhadap hama Helopeltis sp.
3.4.7.1 Pembuatan Suspensi spora Aspergillus spp.
Pembuatan suspensi Aspergillusspp. dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml
suspensi 0,1 % Tween 80 ke dalam cawan petri berisi koloni jamur
Aspergillus spp. P2HJ, P3HJ, SDHJ dan SKHJ berumur 7 hari. Konidia dipanen
menggunakan drigalsky secara perlahan, kemudian suspensi dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan di rotamixer agar suspensi tersebut homogen.
3.4.7.2 Aplikasi suspensi Aspergillus spp. terhadap Helopeltis sp. instar ke-3
Suspensi jamur yang telah diperoleh, dimasukkan ke dalam hand sprayer volume
15 ml sebanyak 5 ml/perlakuan. Perlakuan yang digunakan adalah 4 jamur
Aspergillus spp., yaitu isolat P2HJ, P3HJ, SDHJ dan SKHJ dengan 4 ulangan
ditambah 1 kontrol, kontrol hanya menggunakan 0,1% Tween 80. Lalu
22
disemprotkan ke Helopeltis sp. yang ada di dalam stoples. Penyemprotan
dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume 0,7 ml/penyemprotan. Setiap stoples
berisi 10 ekor Helopeltis sp. per perlakuan, penggantian pakan dilakukan setiap 2
hari sekali tanpa perlakuan suspensi kembali.
3.4.8 Percobaan Ketiga : Uji kemampuan Aspergillus spp. sebagai
antagonis jamur P. palmivora
Satu bor isolat jamur Aspergillus spp. dan P. palmivora yang telah berumur 7 hari
diletakkan di dalam satu cawan petri dengan diameter 9 cm berisi media PSA
dengan posisi berlawanan (Gambar 7) masing 3 cm dari pinggir cawan. Sebagai
kontrol satu bor isolat P. palmivora diletakkan di tengah cawan petri berisi media
tanpa jamur Aspergillus spp.
Gambar 7. Posisi jamur Aspergillus spp. dan P. palmivora
Keterangan :
Pp : Phytophthora palmivora
A : Aspergillus spp.
Pengamatan dilakukan terhadap jamur Aspergillus spp. dalam menghambat
pertumbuhan P. palmivora selama 7 hari setelah isolasi.
3cm
3cm
Pp
A
23
Persentase penghambatan dihitung menggunakan rumus Soenartiningsih dkk.
(2014) :
D1-D2
PP = X 100%
D1
Keterangan :
PP : Persentase Penghambat (%)
D1 : Diameter P. palmivora tanpa adanya jamur antagonis
D2 : Diameter P. palmivora yang dilawan dengan jamur antagonis
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang mati setelah diaplikasikan
jamur Aspergillus spp. untuk memastikan bahwa jamur yang Aspergillus spp.
yang diaplikasikan merupakan penyebab kematian Helopeltis sp., serangga yang
telah mati kemudian diletakkan di dalam cawan petri yang berisi kertas saring
yang telah dilembapkan. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap kemunculan
jamur Aspergillus spp. pada serangga tersebut.
Persentase mortalitas Helopeltis sp. setelah diaplikasi jamur Aspergillus spp.
dihitung menggunakan rumus berikut:
jumlah Helopeltis mati
% Mortalitas = x 100%
Total Helopeltis
3.6 Analisis Data
Data kerapatan spora, viabilitas spora, uji mortalitas Helopeltis sp. dan uji
antagonis pada penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila data
yang diperoleh berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) taraf 5%.
33
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Hasil yang didapat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Keempat isolat jamur Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mampu menyebabkan mortalitas
terhadap hama Helopeltis sp. dengan mortalitas tertinggi oleh isolat P2HJ.
2. Keempat isolat jamur Aspergillus spp. koleksi Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mampu menekan perkembangan
P. palmivora di laboratorium dengan penghambatan tertinggi oleh isolat
P2HJ.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui identitas (spesies)
keempat jamur Aspergillus spp. yang digunakan pada penelitian ini
2. Perlu dicari cara untuk meningkatkan kemampuan Aspergillus spp. sebagai
entomopatogen Helopeltis sp. dan antagonis jamur P. palmivora.
3. Perlu adanya studi lanjutan tentang uji daya racun (toksisitas)
Aspergillus spp. agar diketahui bahwa isolat yang digunakan bersifat
entomopatogen atau karsinogen.
34
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari konsentrasi tingkat
pengenceran dari masing-masing isolat yang digunakan sehingga
menyebabkan mortalitas berbeda agar dapat dihitung nilai LC50, LT50 dan
sebagainya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adebola, M.O. & Amadi, J.E. 2010. Screening three Aspergillus species for
antagonistic activities against the cocoa black pod organism (Phytophthora
palmivora). Department of Plant Biology, University of Ilorin. Nigeria.
Agriculture and Biology Journal of North America (3) : 362-365.
Assaf, L.H., Haleem, R.A. & Abdullah, S.K. 2011. Association of
entomopathogenic and other opportunistic fungi with insect in dormant
locatios. Jordan journal of biological sciences 4(2) : 87-92.
Atmadja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai hama pada beberapa
tanaman perkebunan dan pengandaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 22(2)
: 57-63
Bhan, S., Shrankhla, Mohan, L. & Srivastava, C.N. 2013. Larvicidal toxicity
ofTemephos and entomopathogenic fungus, Aspergillus flavus and their
synergistic activity against malaria vector, Anopheles stephensi. Journal of
Entomology and Zoology Studies 1(6) : 55–60.
Budi, S.A., Afandhi, A. & Puspitarini, R.D. 2013. Patogenesitas jamur
Beauveria bassiana Balsamo (Deutromycetes : Moniliales) pada larva
Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). Jurnal HPT 1(1) :
57-65.
Chikwenhere, G.P. & Vestergardt, S. 2001. Potential Effects of Beauveria
bassiana (Balsmo) Vuillemin on Neochetina bruchi Hustache (Coleoptera:
Curculionidae), a Biological Control Agent of Water Hyacinth. Biol.
Control (21) : 105-110.
Dolar, F.S. 2001. Antagonis Effect of Aspergillus yukawa on Soilborne Pathogens
of Chikpea. Tarim Bilimleri Dergisi 8(2) : 167-170.
Elham, A.S. & Yassir, O.M. 2012. The activity of Aspergillus terreus as
Entomopathogenic Fungi on different Stages of Hyalomma anatolicum
anatolicum under Experimental Conditions. Journal of Entomology 9(6) :
343-351.
Fulton, R.H. 1989. The cacao disease trilogy: Black pod, monilia pod rot, and
witches broom. Plant Disease 73(7) : 601-603.
36
Herlinda, S., Utama, M.D., Pujiastuti, Y. & Suwandi. 2006. Kerapatan dan
viabilitas spora Beauveria bassiana (Bals.) Vuill akibat subkultur dan
pengayaan media, serta virulensinya terhadap larva Plutella xylostella
(Linn.). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 6(2) : 70-78.
Hussain, F., Umrah & Alwi, M. 2012. Skrining Aspergillus antagonis terhadap
Phytophthora palmivora. Jurnal Biocelebes 6(2) : 56-65.
Indria, S. P., Khotimah, S., & Rizalinda. 2013. Jenis-jenis jamur entomopatogen
dalam usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren. Protobiont
2(3) : 141–145.
Karmawati, E. 2010. Pengendalian hama Helopeltis spp. pada jambu mete
berdasarkan ekologi: Strategi dan implementasi. Pengembangan Inovasi
Pertanian 3(2) : 102-119.
Katherine, G. 2015. Laboratory Analysis. ttps://documents/hemocytometry.html.
Diakses 10 Januari 2018.
Kilin, D. & Atmadja, W.R. 2000. Perbanyakan serangga Helopeltis antonii
Signoret pada buah ketimun dan pucuk jambu mete. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri 5(4) : 199-122.
Knogge, W. 1996. Fungal Infection of Plants. The Plant Cell. 8 : 1711-1722.
Koul, O., Walia, S. & Dhaliwal, G.S. 2008. Essential oils as green pesticides:
potential and constraints. Biopestic 4(1) : 63-84.
Mazid, S., Rajkhowa, R.C. & Kalita, J.C. 2015. Pathogenicity of Aspergillus
niger and Aspergillus flavus on red spider mite (Oligonychus coffeae
Nietner), aserious pest of tea. Journal of Entomology and Zoology Studies
3(3) : 11-13.
Ortiz-Urquiza, A. & Keyhani, N.O. 2013. Action on the Surface:
Entomopathogenic Fungi versus the Insect Cuticle. Journal Insect 4(3) :
357-374
Pasaru, F., Alam, A., Kuswinanti, T., Mahfudz & Shahabuddin. 2014.
Prospective of entomopathogenic fungi associated with Helopeltis spp.
(Hemipter: Miridae) on cacao Plantation. International Journal of Current
Research and Academic Review 2(11) : 227-234.
Reflinaldon, Trizelia, Hasmiandy & Ganeshi, J. 2014. Pod borer of peanut and
potential entomopathogenic fungi for its control in west Sumatra.
International Journal on Advanced Science Engineering Information
Technology 4(4) : 59-63.
37
Rubiyo & Siswanto. 2012. Peningkatan produksi dan pengembangan kakao
(Theobroma cacao L.) di Indonesia. Buletin RISTRI 3(1) : 33-48.
Sanjaya, Y., Ocampo, V.R. & Caoli, B. L. 2015. Infection process of
entomopathogenic fungi Beauveria bassiana in the Tetrancyhus kanzawai
(Kishida) (Tetranychidae: Acarina). Arthropods 4(3) : 90-97.
Semangun, H. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Singh, K. & Pathak, S.C. 2010. Effect of Aspergillus fumigatus infection on
cellular and humoral immune responses in red cotton stainer, Dysdercus
similis (Heteroptera: Pyrrhocoridae). Biological Forum — an International
Journal 2(1) : 9–11.
Siswanto & Karmawati, E. 2012. Control of Cocoa main pest (Conomorpoha
cramerella and Helopeltis spp.) Using Botanical Pesticide and Biological
Agents. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Indonesian
Center for Estate Crops Research and Development 11(2) : 103–99.
Soenartiningsih, Djaenuddin, N., & Saenong, M.S. 2014. Efektifitas
Tricoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati penyakit
busuk pelepah daun pada jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
33(2) : 129-135.
Srikandi, F. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Suharto, Trisusilowati, E.B. & Purnomo, H. 1998. Kajian Aspek Fisiologik
Beauvaria bassiana dan Virulensinya terhadap Helicoperva armigera.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 4(2) : 112-119.
Sukamto, S., Semangun, H., & Harsayo, A. 1997. Identifikasi Beberapa Isolat
Jamur dan Sifat Antagonisnya terhadap Phytophthora palmivora pada
Kakao. Pelita Perkebunan 13(3) : 148-160.
Sulistyowati, E., Ghorir, M., Wardani, S. & Purwoko, S. 2014. Keefektifan serai,
bawang putih, dan bunga paitan sebagai insektisida nabati terhadap
pengisap buah kakao, Helopeltis antonii. Pelita Perkebunan 30(1) : 35-46.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil.
http://books.google.co.id/books?id.gejala serangan Phytophthora palmivora
pada kakao. Diakses tanggal 17 Juni 2016.
Syahnen, Desianty, N.S., Sri, E. & Pinem. 2014. Teknik Uji Mutu Agens
Pengendali Hayati (APH) di Laboratorium. Laboratorium Lapangan Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP).
Medan.http://docplayer.info/183095-Teknik-uji-mutu-agens-pengendali-
hayati-aph-di-laboratorium.html. Diakses tanggal 13 April 2017.
38
Tanada, Y. & Kaya, H.K. 1993. Insect pathology. Academic Press, inc.
California.https://books.google.co.id/Tanada+Y.+%26+Kaya+H.K.+1993.+
Insect+pathology.+Academic+Press,+inc.+California. Diakses tanggal 13
April 2017
Venkatasubbaiah, P. & Safeeulla, K. M. 1984. Aspergillus niger for biological
control of Rhizoctonia solani on coffee seedling. Trop. Pest Management
30(4) : 401-406.
Vossen, V. 1997. Strategies of Variety Improvement on Cacao with Emphasison
Durable Disease Resistance. Ingenic, 64
hal.https://books.google.co.id/books/about/Strategies_of_Variety_Improve
ment_in_Cocoa.html. Diakses 3 Maret 2017.
Wilson, C. & Tisdell, C. 2001. Why farmers continue to use pesticides despite
environmental, health and sustainability costs. Ecological Economics 39(1) :
449–462.
Wood, G.A.R & Lass, R.A. 1985. Cocoa. Longman, London. Pp. 119-165.
Yanelis, A.G., Annia, H.R., Perez, H.M., Jaziri, M.E. & Ana, N.H. 2012.
Management of black pod rot in cacao (Theobroma cacao L.) : a review.
Fruits 67(1) : 41–48.
Yang, Y., Zhang, Y., Wang, M., Li Shan, Xiao,Y.M. & Zhan, H.X. 2015.
Bioefficacy of entomopathogenic Aspergillus strains against then melon fly,
Bactrocera cucurbitae (Diptera: Tephritidae). The Japanese Society of
Applied Entomology and Zoology 50(4) : 443-449.
Zakiya, Z. & Pramesti, O.L. 2012. Indonesia Targetkan jadi Penghasil Kakao
Terbesar di Dunia. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/2014-
indonesia-targetkan-jadi-penghasil-kakao-terbesar-di-dunia diakses 15 juli
2016.
Top Related