LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
TATALAKSANA CYSTOTOMY SEBAGAI UPAYA PENANGANAN GANGGUAN VESIKA URINARIA PADA ANJING DI KLINIK HEWAN DRH. IMAN
SETYOWATI K. MALANG
Oleh :
FIRDAUS KUSUMAWATI
NIM. 115130101111063
PROGRAM STUDI KEDOKTER HEWAN
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
TATALAKSANA CYSTOTOMY SEBAGAI UPAYA PENANGANAN GANGGUAN VESIKA URINARIA PADA ANJING DI KLINIK HEWAN DRH. IMAN
SETYOWATI K. MALANG
Malang, 30 Juni 2015
Oleh :
FIRDAUS KUSUMAWATI
NIM. 11513010111063
Menyetujui
Komisi Pembimbing PKL
Mengetahui,Ketua Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
Pembimbing I
drh. Dyah Ayu Oktavianie A. P. M. Biotech
NIP. 19841026 200812 2 004
Pembimbing II
drh. Analis Wisnu Wardhana. M. Biotech
NIP. 19800904 200812 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya,
laporan Praktek Kerja Lapang saya yang berjudul “Tatalaksana Cystotomy
Sebagai Upaya Penanganan Gangguan Vesika Urinaria Pada Anjing Di Klinik
Hewan Drh. Iman Setyowati K. Malang” dapat selesai disusun.
Pada penulisan laporan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Keluarga penulis, Bapak Moh. Sucahyono, Ibu Yistutik, dek Arif, dan dek
Yafa tercinta yang senantiasa memberikan kepercayaan, semangat, arahan,
dan doa yang tiada henti.
2. Dr. Agung Pramana Warih M, M. Si, selaku Ketua Program Kedokteran
Hewan dan Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES, selaku ketua program studi
pendidikan dokter hewan yang atas dukungan, bimbingan dan
kesabarannya untuk kemajuan Program Kedokteran Hewan UB.
3. drh. Dyah Ayu Oktavianie A. P. M. Biotech selaku dosen pembimbing I
dan drh. Analis Wisnu Wardhana M.Biomed selaku dosen pembimbing II
atas bimbingan, kesabaran, waktu, koreksi, kritik, dan saran dalam
penulisan laporan Praktik Kerja Lapang ini.
4. drh. I Dewa Putu Anom Adnyana M. Vet selaku penguji atas waktu, dan
koreksi dalam penulisan laporan Praktik Kerja Lapang ini.
5. drh. Iman Setyowati K. selaku pembimbing di tempat Praktek Kerja
Lapang dan sebagai pemilik Klinik Hewan Jl. Maninjau Barat B2/A34
Sawojajar, Malang atas waktu, kesabaran dan bimbingannya yang
iii
menjadikan penulis mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan dalam
dunia klinik hewan kecil.
6. Teman-teman Clever angkatan 2011, terutama teman-teman angkatan
2011C dan kolega Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas
semangat, dukungan, kritik dan sarannya.
7. Teman kos Efektif MT. Haryono No. 81 dan ibu kos atas semangat,
dukungan, kesabarannya yang sudah dengan senang hati menunggu saat
penulis pulang malam, dan membantu merawat pada saat penulis sakit
disela pelaksanakan Praktek Kerja Lapang.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan karya
tulis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan Praktek Kerja Lapang
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala
saran dan kritik yang membangun untuk penulisan selanjutnya.
Malang, 30 Juni 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iiKATA PENGANTAR.............................................................................. iiiDAFTAR ISI........................................................................................... vDAFTAR TABEL.................................................................................. viiDAFTAR GAMBAR............................................................................. viiiDAFTAR LAMPIRAN......................................................................... ixBAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1Latar Belakang........................................................................ 11.2 Rumusan Masalah.................................................................. 21.3 Tujuan.................................................................................... 21.4 Manfaat.................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 32.1 Anjing.................................................................................... 32.2 Sistem Urinaria pada Anjing ................................................ 32.3 Gangguan pada Vesika Urinaria Anjing................................ 42.4 Diagnosa Penentuan Gangguan Vesika Urinaria................... 72.5 Penanganan pada Gangguan Vesika Urinaria Anjing............ 102.6 Cystotomy.............................................................................. 14
BAB 3 METODE KEGIATAN............................................................. 183.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan................................................... 183.2 Metode Pengambilan Data..................................................... 183.3 Rencana Kegiatan.................................................................. 183.4 Biodata Peserta PKL.............................................................. 19
BAB 4 PELAKSANAAN KEGIATAN................................................ 204.1 Tempat dan Waktu................................................................. 204.2 Aktivitas Kerja Lapang.......................................................... 20
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 235.1 Gambaran Umum Tempat Praktek Kerja Lapang.................. 235.2 Temuan Kasus yang Mengarah pada Prosedur Cystotomy.... 25 5.3 Proaedur Penanganan Cystotomy.......................................... 27
BAB 6 PENUTUP.................................................................................. 356.1 Kesimpulan................................................................... ........ 356.2 Saran...................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 37
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3. 1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan PKL Mahasiswa Program Kedokteran Universitas Brawijaya........................................ 19Tabel 4. 1 Tabel Aktivitas Praktek Kerja Lapang................................... 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1 Sistem Urinari Anjing Jantan dan Anjing Brtina............... 4Gambar 2. 1 Vesika Urinaria Anjing...................................................... 4 Gambar 2. 3 Gambaran calculi yang ditemukan pada vesika urinaria
anjing. a). Struvite, b). Cystine, c). Calcium oxalate dhydrate, d). Ammonium urate, e). Calcium oxalate monohydrate, f). Silica....................................................... 5
Gambar 2.4 Tumor pada vesika urinaria................................................ 6Gambar 2.5 Tampak calculi radiopaque(putih) pada vesika urinaria. 9Gambar 2.4 Calculi pada vesika urinaria tampak hyperechoic (putih)
dimana pada bagian distal tampak bayangan gelap dan tampak adanya bayangan gelap pada bagian distal di apex vesika urinaria (Langston, 2008)............................... 10
Gambar 5.1 Denah Klinik drh. Iman Setyowati K................................. 24Gambar 5.2 Hasil rongten menunjukkan adanya Calculi pada anjing
poodle betina ..................................................................... 25Gambar 5.3 Pengambilan calculi pada uretra......................................... 27Gambar 5.4 Gambaran persiapan pasien dalam posisi rebah dorsal
dan dipasangkan drapes..................................................... 29Gambar 5.5 Beberapa gambar pada saat operasi a)Vesika urinaria.
b.)Menampung urin pada nierbeken. c.) Calculi dikeluarkan dari vesika urinaria dengan pinset. d.) Calculi dari anjing poodle betina. e.) vesika urinaria setelah dijahit dengan pola inverting suture. f.) Calculi dari anjing campuran jantan............................................... 30
Gambar 5.6 Anjing dipasangkan perban dan catheter........................... 32Gambar 5.7 Pemasangan dress dan elizabeth colar ............................. 33
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rekam Medis Pasien......................................................... 40Lampiran 2. Perhitungan Dosis Pemberian Tiletamin-Zolazepam........ 41Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Praktek Kerja Lapang.................. 42
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data epidemiologi dari Langston et.al. (2008), menyebutkan
bahwa kasus urolithiasis pada anjing berkisar antara 80% dan 90% dengan
jenis calculi berupa struvite dan calcium oxalate. Pada anjing ditemukan
bahwa jenis kelamin mempengaruhi jenis calculi dimana pada betina lebih
sering ditemukan calculi jenis struvit dan pada jantan dsering ditemukan
adanya calculi jenis oxalate, serta pada anjing muda lebih banyak ditemukan
calculi jenis struvit dibandingkan dengan jenis oxalate.
Pada vesika urinaria dapat terjadi berbagai gangguan yang dapat
menimbulkan adanya obstruksi, berupa kondisi urolithiasis, cystic calculi
dapat berada pada vesika urinaria dengan ukuran atau jumlah yang cukup
untuk menghalangi urin menuju urethra sehingga perlu dilakukan tindakan
pembedahan untuk mengambil batu dengan teknik cystotomy. Selain itu
tindakan cystotomy dapat dilakukan untuk menangani adanya gangguan lain
pada vesika urinaria berupa cystitis, tumor pada vesika urinaria, ruptur pada
vesika urinaria atau trauma dan perbaikan pada kasus ectopic ureter (Brown,
2011; Noviana dkk., 2012). Gangguan vesika urinaria tersebut dapat
disebabkan oleh banyak faktor meliputi manajemen pemberian pakan,
kurangnya exercise, adanya infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi protozoa,
congenital dan trauma (Hill’s Pet Nutrition, 2011; Brown, 2011; Noviana
dkk., 2012 ). Diagnosa pada kasus vesika urinaria selain menggunaakan
pemeriksaan fisik, umumnya dilakukan juga dengan pemeriksaan
laboratorium atau pencitraaan untuk memperkuat diagnosa. Penanganan pada
gangguan vesika urinaria dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi
penggunaan obat atau suplemen, chateterisation, cystotomy, cystectomy, tube
cystotomy, dan diet makanan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, Program Kerja
Lapang akan dilaksanakan untuk mengetahui lebih lanjut tatalaksana
cystotomy atau pembedahan pada vesika urinaria yang dilakukan dengan
1
melakukan pembedahan pada vesika urinaria untuk menangani gangguan
yang terjadi pada vesika urinaria anjing, seperti mengeluarkan calculi,
pengangkatan tumor dan perbaikan vesika urinaria akibat trauma atau
radang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah yang dapat diambil, yaitu bagaimana tatalaksana cystotomy sebagai
upaya penanganan gangguan vesika urinaria pada anjing di Klinik Hewan
drh. Iman Seyowati K., Malang.
1.3 Tujuan
Program Kerja Lapang ini memiliki tujuan untuk mengetahui tatalaksana
cystotomy sebagai upaya penanganan gangguan vesika urinaria pada anjing di
Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K., Malang.
1.4 Manfaat
Pelaksanaan Program Kerja Lapang ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu :
1. Mahasiwa dapat menambah pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan
terhadap prosedur cystotomy pada penanganan gangguan vesika urinaria
anjing.
2. Pembaca dapat mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang
tatalaksana cystotomy pada anjing, selain itu sebagai informasi tempat
Program Kerja Lapang maupun kerjasama lain dengan klinik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anjing
Anjing merupakan hewan yang didomestikasi sebagai hewan penjaga dan
penggembala pada awalnya, kemudian anjing dikembangkan untuk olahraga,
dan sebagai hewan kesayangan. Dalam perkembangannya saat ini jenis anjing
sudah mencapai 100 jenis lebih dimana anjing dapat dikelompokkan menjadi
tiga bagian yaitu anjing miniatur atau mainan, anjing sedang, dan anjing besar
seperti St. Bernard dan Dalmation. Anjing muda memiliki kisaran suhu 37,53
± 0,29ᵒC dan anjing dewasa 38,23 ± 0,73ᵒC. Pernapasan pada anjing dewasa
28,21 ± 14,34 inspirasi/menit dan pada anjing muda 26,50 ± 7,93
inspirasi/menit. Sedangkan untuk denyut jantung pada anjing dewasa 93,95 ±
23, 70 denyut/menit dan anjing muda 152,50 ± 14,76 denyut/menit.
Perbedaan nilai fisiologis dari anjing dewasa dan anjing muda merupakan
akibat dari adanya perbedaan proses pertumbuhan fisik dan tingkat
metabolisme antar individu (Suprayogi dkk., 2009). Berdasarkan data laporan
milik Interagency Taxonomic Information System (2015), menyebutkan
bahwa anjing domestik memiliki klasifikasi sebagi berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Carnivora
Family : Canidae
Genus : Canis Linneaeus
Spesies : Canislupus familiaris Linneaeus (domestic dog).
2. 2 Sistem Urinaria pada Anjing
Anjing memiliki sistem urinaria yang terdiri dari sepasang ginjal,
sepasang ureter, vesika urinaria, dan uretra. Berikut adalah gambaran sistem
urinaria anjing jantan dan anjing betina.
3
Gambar 2.1 Sistem urinari anjing jantan dan anjing betina (Saragih, 2009).
Berdasarkan darta dari Hill’s Pet Nutrition (2004), anjing memiliki
gambaran vesika urinaria seperti dibawah ini.
Gambar 2.2 Vesika Urinaria Anjing (Hill’s Pet Nutrition, 2004 ).
2.3 Gangguan pada Vesika Urinaria Anjing
2.3.1 Urolithiasis
Urolithiasis adalah adanya cystic calculi pada sistem urinaria yang
dapat terjadi pada hewan kecil. Pada anjing dapat ditemukan beberapa
jenis batu seperti pada gambar berikut.
4
Gambar 2.3 Gambaran calculi yang ditemukan pada vesika urinaria anjing. a). Struvite, b). Cystine, c). Calcium oxalate dhydrate, d). Ammonium urate, e). Calcium oxalate monohydrate, f). Silica (Hill’s Pet Nutrition , 2004).
Batu yang ditemukan pada vesika urinaria dapat didiagnosa
mengguanakan metode diagnostic plan yaitu, anamnesa, pemeriksaan
fisik berupa palpasi pada vesika urinaria, uji laboratorium dan
pencitraan pada saluran urinaria.
Pada anjing, kasus urolithiasis umumnya terdapat pada vesika
urinaria dimana Langston et al., (2009) menyebutkan bahwa pada
anjing betina memiliki kecenderungan calculi yang ditemukan berupa
Struvite dan pada anjing jantan tiga kali cenderung ditemukan jenis
calculi oxalate, serta pada anjing muda lebih sering ditemukan adanya
jenis calculi struvite dibandingkan dengan oxalate.
Struvite calculi merupakan kristal yang terbentuk dari Magnesium,
Ammonium, dan Phosphate. Struvit crysral merupakan benda asing
pada urin dan umumnya terbentuk akibat adanya infeksi bakteri yang
memproduksi enzim urea pada kondisi alkaline. Sedangkan oxalate
stone terbentuk akibat pemberian diet rendah sodium dan potasium dan
pemberian diet pakan yang dapat menyebabkan terjadinya asidifikasi
urin secara maksimal (Goldstein, 2005).
Gejala klinis dari urolithiasis berupa adanya hematuria,
pollikisuria, disuria, strangurian dan cystitis. Urolith kecil dapat
menyebabkan adanya penyumbatan pada urethra yang akan mengarah
pada distensi vesika urinaria, rasa sakit pada abdomen, stranguria dan
a
5
b
c
d
e
f
adanya azotemia postrenal (anoreksia, depresi, vomit), serta dapat
terjadi ruptur vesika urinaria yang menyebabkan terjadinya uroabdomen
(Langston et al., 2008).
2.3.2 Cystitis
Ditandai dengan adanya peradangan yang menunjukkan adanya
akumulasi sel-sel radang dari bentukkan fibrin sampai adanya jarinagn
ikat pada vesika urinaria. Gabungan dari kondisi tersebut dapat
menyebabkan adanya perkejuan. Cystitis dapat terjadi pada kasus feline
lower urinary tract disease terdapat juga gejala berupa adanya
penebalan dinding vesika urinaria.
2.3.3 Tumor vesika urinaria
Merupakan kondisi adanya neoplasma yang tumbuh dan dapat
menyebabkan penebalan dinding vesika urianria juga adanya edema.
Pada kasus tumor yang berada pada vesika urinaria, cystotomy
merupakan tindakan yang sering dilakukan untuk dapat mengekspose
lumen vesika urinaria.
Gambar 2.4 Tumor pada vesika urinaria (Veterinary Specialist of Alaska,-)
2.3.4 Perbaikan pada kasus ectopic ureter
Ectopic ureter merupakan kasus kongenital dimana salah satu
ureter pada masuk pada sistem urinaria dengan lokasi yang tidak
normal. Pada kondisi tersebut perlu dilakukan pemasangan bypass pada
vesika urinaria. Pasien dengan penyakit ini mennjukkan adanya urinary
incontinece karena urin dari ginjal tidak ditampung dalam vesika
urinaria melainkan didistribusikan langsung ke uretra (Veterinary
Specialist of Alaska,-).
6
2.3.5 Ruptur pada vesika urinaria
Ruptur pada vesika urinaria merupakan kejadian yang banyak
terjadi pada anjing dan kucing akibat adanya benda tumpul atau benda
tajam yang menekan abdomen sehingga menyebabkan vesika urinaria
robek dan terjadi uroabdomen (Fossum, 2009).
2.4 Diagnosa Penentuan Gangguan Vesika Urinaria
Diagnosa dalam gangguan vesika urinaria diperoleh dari beberapa
prosedur yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, uji laboraturium, dan pencitraan
berupa radiografi dan ultrasonografi abdomen.
2.4.1 Anamnesa
Menurut Widodo dkk. (2011), anamnesa adalah keterangan
keluhan pemilik hewan terhadap keadaan hewan pada saat dibawa
datang berkonsultasi untuk pertama kali atau berupa sejarah perjalanan
penyakit hewan apabila pemilik telah sering berkonsultasi. Anamnesa
pada gangguan vesika urinaria anjing berupa ketidakmampuan dalam
melakuakan urinasi, sedikitnya volume urin yang keluar, adanya rasa
sakit saat melakukan urinasi, adanya uremiadapat ditemukan pada saat
calculi di vesika urinaria memblokir uretra(Langston, 2011).
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Menurut Widodo dkk. (2011), pemeriksaan fisik dilakukan dengan
inspeksi dibagian hypogastrium ventral. Adanya obstruksi uretra akibat
bladder calculi yang menghalangi keluarnya urin dan adanya
peradangan pada vesika urinaria dapat menimbulkan rasa sakit pada
daerah hypogastrium ventral sehingga anjing akan bergerak lebih hati-
hati dengan kaki dilebarkan untuk menghindari sentuhan antara vesika
urinaria dan dinding abdomen. Selanjutnya dapat ditemukan adanya
tanda punggung kifosis, abdomen membesar pada bagian hipogastrium,
kesakitan seperti rintihan pada saat urinasi dan defekasi, posisi urinasi,
dan jumlah urin yang dikeluarkan.
Pemeriksaan selanjutnya dengan palpation profundal berupa
pemberian penekanan pada daerah abdomen bagian hipogastrium
7
medial sinistra et dextra yang salah satu kompartemennya merupakan
vesika urinaria. Palpasi dilakukan dengan jari untuk mendapatkan
adanya timbunan urin pada vesika urinaria dan reaksi urinasi. Vesika
urinaria yang kosong terletak pada kompartemen hipogastrikus ventral,
tidak dapat teraba dengan mudah karena tersembunyi pada basis depan
dari pelvis, sedangkan pada kondisi penuh oleh urin vesika urinaria
akan teraba pada bagian depan dari pelvis inlet vesika urinaria akan
terasa kencang, berdinding, dan memiliki struktur membulat globuler
(Widodo dkk. 2011).
Pada anjing jantan dilakukan palpasi rektal untuk melihat adanya
perbesaran pada prostat. Kateterisasi dilakukan untuk melihat adanya
calculi dibelakang os penis uretra yang umum terjadi pada anjing
jantan dengan kasus kesulitan dalam urinasi. Pemeriksaan lanjutan
seperti uji laboraturium dan imaging pada sistem urinaria diperlukan
apabila terdapat keraguan pada pemeriksaan fisik dan ditemukan
adanya penyimpangan terhadap volume urinasi, sikap urinasi, serta
adanya darah pada urin (Langston, 2008; widodo dkk. 2011).
2.4.3 Uji Laboraturium
Pemeriksaan profil biokimia dan pemeriksaan darah lengkap
umumnya menunjukkan hasil yang normal. Beberapa kasus urolithiasis
dengan ditemukan adanya hiperkalsemia menunjukkan adanya calculi
oxalate atau calcium phosphate. Pada kasus obstruksi pada daerah
upper atau lower urinary tract dapat menyebabkan azotemia. Urinalisis
dilakukan untuk melihat adanya kristal yang dipengaruhi oleh pH yaitu
pada kasus struvite urolith urin umumnya dibentuk oleh urin alkalin,
calcium phosphate pada urin alkalin dan netral, calcium oxalate dan
silica pada urin netral ke asam, dan urat, xanthine, dan cystine
dibentuk oleh urin asam. Pemeriksaan sedimen urin dapat ditemukan
adanya pyuria atau bakteriuria (Langston, 2008).
8
2.4.4 Pencitraan
Tidak semua kasus dengan gejala penyakit urinaria memerlukan
pencitraan, seperti pada anjing dengan kasus pollakiuria dalam jangka
waktu yang pendek dapat diberikan antibiotik untuk menyembuhkan
simple infection pada vesika urinaria. Radiografi dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya calculi pada saluran urinaria. Posisi yang umum
digunaan untuk melihat adanya kelainan pada saluran urinaria adalah
lateral recumbency seperti gambar berikut.
Gambar 2.5 Tampak calculi radiopaque (putih) pada vesika urinaria
(Birchard, 2014)
Ultrasonografi dapat digunakan untuk melihat adanya calculi yang
dilakukan dengan posisi dorso recumbency dan ditunjukkan dengan
interpretasi vesika urinaria yang tampak yperechoid (warna putih
terang) yang membentuk bayangan dibawah calculi dan anechoid untuk
menggambarkan adanya urin. Pengamatan ultrasonografi calculi dapat
dilakukan pada saat terjadi dilatasi pada vesika urinaria (Langston,
2008).
9
Gambar 2.6 Calculi pada vesika urinaria tampak hyperechoic (putih)
dimana pada bagian distal tampak bayangan gelap dan
tampak adanya bayangan gelap pada bagian distal di apex
vesika urinaria (Langston, 2008)
2.5 Penanganan pada Gangguan Vesika Urinaria
Pada kasus gangguan vesika urinaria dilakuakan berbagai tindakan
penanganan seperti penggunaan obat, kateterisasi, operasi dan diet.
Pemberian penanganan pada kasus vesica urinaria dapat dipilih berdasarkan
kondisi pasien yang akan dijelaskan berdasarkan jenis tindakan, sebagai
berikut :
2.5.1 Obat
Penelitian Stevenson et.al (2000), menyebutkan bahwa pasien
dengan jenis struvite dan oxalate diberikan suplemen potassium citrate
pada anjing diberikan dengan jumlah 150 mg/kg BB sebanyak dua kali
sehari selama 8 hari dapat meningkatkan pH sebanyak 0,2 pada tiga
pasien miniatur Schnauzers dan tingginya pH urin dapat menyebabkan
adanya calcium oxalate supersaturation. Pemberian suplemen
sebaiknya bersamaan dengan diet pakan. Obat diuterik diberikan untuk
meningkatkan produksi urin. Pemberian obat diuretik seperti kelas
thiazide yang dapat mengurangi calcium pada urine.
2.5.2 Katererisasi
Urinary obstruction merupakan kasus yang umum disebabkan oleh
calculi, diversion dapat dilakukan dengan melakukan dislodging dan
10
melakukan flushing untuk memasukkan calculi ke vesika urinaria
dengan retrograde hidropultion. Apabila flushing tidak dapat dilakukan
maka digunakan kateter urinaria yang digunakan untuk menggeser atau
melewati calculi, dapat masuk hingga vesika urinaria maka dapat
dilakukan cystocentesis hingga pasien dioperasi. Cystocentesis
dilakukan pada saat hewan dianastesi dan pelaksanaannya dengan
menggunakan jarum 18 gauge dan cairan normal saline yang
diinjeksikan dari abdomen menuju vesika urinaria dengan tujuan
mengurangi volume urin pada vesika urinaria. Retrograde hydopulsion
merupakan teknik yang dilakukan dibawah anastesi, sebelum
melakukan teknik ini sebaiknya dilakukan cystocentesis untuk
menghindari over-distention dan kemungkinan ruptur pada vesika
urinaria. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan cairan sterile
saline dan sterile lubricant. Kateter yang digunakanberupa high density
polypropylene urinary catheter yang disambungkan ke syringe 60 cc,
kateter dimasukan ke uretra atau os penis. Kateter dimasukan hingga
menyentuh calculi, kemudian dorong dan tarik kateter perlahan sambil
memasukkan cairan untuk lubrikasi (hati-hati terhadap kemungkinan
uretral rupture). Pada kasus hewan yang memiliki penyebab obstruksi
selain calculi teknik ini dapat dilakukan untuk dislodging calculi dan
memudahkan dilatasi uretra selama operasi pada sistem urinaria
(Hottinger, 2013).
Sumbatan pada saluran urinari, mengurangi timbunan urin pada
vesika urinaria untuk mempercepat kesembuhan pada luka operasi,
membantu pengambilan sampel urin, memperkirakan volume urin dan
mengurangi resiko adanya agen infeksius (leptospirosis) yang dapat
ditemukan pada urin (Kibble, 2012).
2.5.3 Operasi Vesika Urinaria
Operasi umumnya dilakuakan untuk indikasi pemindahan cystic
calculi, neoplasma, trauma berupa ruptur vesika urinaria dan congenital
abnormalities. Tindakan operasi dalam penanganan gangguan vesika
11
urinaria dapat dilakukan dengan berbagai pilihan berdasarkan
jenisangguan untuk memberikan penanganan yang tepat dengan
meminimalkan morbiditas pasien.
2.5.3.1 Cystotomy
Cystotomy dilakukan dengan indikasi paling banyak adalah
untuk mengangkat adanya urinary calculi. Pelaksanaan operasi
dilakukan terlebih dahulu dengan membuka daerah ventral
midline approach, mengidentifikasi vesika urinaria dan
mengisolasinya dari abdomen dengan laparotomy sponges.
Setelah itu dipasangkan jahitan pada bagian apex dan caudal
dari daerah vesika urinaria yang dijadikan daerah operasi untuk
mengurangi adanya urin yang masuk pada rongga abdomen dan
untuk menstabilkan lapangan pandang pada vesika urinaria.
Sebelum melakukan cystotomy, terlebih dahulu vesika urinaria
dikosongkan dengan mengguanakan katerisasi, intraoperativ
cystocentesis dengan syringe 22 gauge dan dengan menginsisi
vesika urinaria (Cornell, 2000).
Insisi diakukan dengan menginsisi daerah dorsal maupun
ventral tergantung dari letak kebocoran urin, trauma dan letak
cystic calculi. Insisi pada vesika urinaria diberikan seminimal
mungkin untuk memindahkan calculi, pindahkan dengan
bantuan forcep atau sendok lalu pasang urinary chateter hingga
vesika urinaria untuk menekan calculi ke vesika urinaria.
Setelah itu pasang urinary normograde chateter sambil
melakukan flushing untuk memastikan tidak adanya calculi.
Pada penutupan vesika urinaria digunakan jahitan two-layer
inverting pattern untuk menghindari adanya kebocoran urin.
Selanjutnya bagian anbdomen diberikan steril saline pada
rongga abdomen dan rongga andomen ditutup (Cornell, 2000).
2.5.3.2 Partial Cystectomy
Pertimbangan partial cystectomy dilakukan dengan adanya
laporan bahwa lebih dari 75% vesika urinaria dapat melebar dan
12
fungsinya dapat pulih mendekati normal. Indikasi adanya
neoplasma pada vesika urinaria yang dapat disebabkan oleh
trauma akibat kateterisasi maupun puncture. Pelaksanaan
operasi dilakukan dengan membuang 2 cm jaringan yang sehat
disekitar neoplasma. Trauma pada vesika urinaria merupakan
kasus yang umum dengan penyebab kecelakaan yang
menyebabkan patahnya tulang pelvis, luka tusuk atau urinary
entrapment akibat hernia (Cornell, 2000).
Cystectomy dilakukan dengan mengisolasi vesika urinaria
sesuai dengan prosedur yang dijelaskan pada cystotomy. Operasi
dilakukan dengan mengisolasi daerah trauma dengan
laparotomy sponges dan stay suture. Kemudian tutup daerah
yang telah diisolasi, selanjutnya daerah vesika urinaria yang
dijahit dijahitkan pada jejunum dengan pola continous dengan
jarak sekitar 5 mm dari daerah jahitan pada vesika urinaria.
Jahitan dilakukan pada daerah submukosa tanpa menembus
lumen vesika urinaria (Cornell, 2000).
2.5.3.3 Tube Cystotomy
Indikasi pelaksanaan tube cystotomy berupa perlunya
pemasangan temporary urine diversion atau permanen urine
diversion. Pemasangan temporary urine diversion dilakukan
dengan kondisi trauma pada uretra, operasi perbaikan uretra dan
adanya penyumbatan urinaria. Sedangkan pada permanen urine
diversion umumnya dilakukan pada pasien dengan neoplasma,
namun pada pemakaiannya tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan resiko infeksi. Tube cystotomy dilakukan dengan
memasukkan tube dari ventral midline celiotomy setelah
memasangkan stay suture pada vesika urinaria. Lubang
diperoleh dari tusukan dari insisi sampai melewati dinding tubuh
sekitar 2 cm dari ventral midline incision. Kemudian pasangkan
mushroom-tip urinary catheter melewati insisi paramedian, lalu
kencangkan dan ikat dengan purse string suture. Ikatkan vesika
13
urinaria pada dinding ventral abdominal dengan benang jahit
nonabsorbable. Tutup ventral midline incision dan ikatkan
urinary chateter dengan kulit menggunakan benang jahit
nonabsorbable (Cornell, 2000).
2.5.4 Diet
Pemberian diet pakan terhadap pasien urolithiasis merupakan
metode terakhir dalam menangani kasus urolithiasis terutama dalah
struvite calculi antibiotik juga diperlukan dalam penanganan kasus
struvite crystals untuk menangani bakteri. Pemberian pakan yang
diberikan berupa diet pakan tinggi protein dan lembeb untuk pasien
dengan jenis calculi calcium oxalat dan untuk pasien dengan jenis
calculi struvite diberikan diet berupa makanan rendah sodium dan
potassium, diet yang menyebabkan asidifikasi urin secara maksimal dan
diet makanan yang tinggi lemak. Penghancuran calculi umumnya
memerlukan waktu sekitar 3-5 bulan dan satu bulan kemudian untuk
memastikan bahwa calculi telah hancur dengan bantuan radiografi serta
dilakukan diet reguler untuk mencegah terbentuknya calculi pada
vesika urinaria (Goldstein, 2005).
2. 6 Cystotomy
2.6.1 Tindakan Pre Operasi
Pertimbangan yang dilakukan sebelum melakukan tindakan operasi
adalah pasien sudah didiagnosa terlebih dahulu dengan pemeriksaan
lanjutan seperti radiografi dan ultrasonografi. Umumnya prosedur
cystotomy dilakukan untuk pengangkatan cystic calculi, neoplasia, dan
reimplantasi pada vesika urinaria (Birchard and Sherding, 1994).
Pasien dipersiapkan dengan memberikan premedikasi berupa
atropine sulphate dengan dosis 0,08-0,16 ml/Kg BB SC. pasien
dipreparsi situs pembedahan dengan mencukur pada daerah abdomen
dari daerah xiphoid ke arah pubis. Setelah 15 menit pasien diberikan
kombinasi 1:1 anestesi umum berupa kombinasi dari Tiletamin-
Zolazepam dengan perbandingan 1:1 memiliki dosis 5-7 mg/kg BB IM.
14
Kombinasi dari Tiletamin-Zolazepam dapat meningkatkan kualitas dari
efek kerja obat seperti Tiletamin yang memiliki efek kataleptik dan
lipofilik sehingga dapat sampai ke organ bervaskularisasi tinggi lebih
cepat terutama otak dan Zolazepam yang merupakan turunan dari
Benzodiazepin yang memiliki efek antikonvulsi dua sampai tiga kali
dibandingkan golongan diazepin. Hal ini menyebabkan (Widyaputri
dkk., 2014; Gorda dkk., 2010).
Kemudian pasien diposisikan pada posisi dorsal recumbency dan
pasien diberikan surgical drapes yang difiksasi dengan towel clamp
pada sisi lateral. Selanjutnya pada bagian yang akan dilakukan
pembedahan diberi alkohol dan povidon iodine untuk keaseptisan
operasi (Al-Asadi and Khwaf, 2013).
2.6.2 Prosedur Operasi
Pelaksanaan dari cystotomy dilakukan dengan menyiapkan terlebih
dahulu peralatan operasi standar, retraktor Balfour, laparotomy spoges.
Dipreparasi bagian ventral abdomen dan area vulva pada pasien betina
untuk keaseptisan operasi. Preputium diirigasi dengan antiseptik dan
apabila dibutuhkan pasien diberikan urinary catheter. Kemudian insisi
kulit dan jaringan subkutan pada bagian ventral abdomen midline dan
jaringan subkutan. Selanjutnya insisi linea alba dari umbilicus ke arah
pubis (jika perlu lakukan abdominal exploration secara penuh).
Selanjutnya posisikan retractor Balfour dan dilakukan eksplorasi
abdomen untuk menemukan vesika urinaria. Isolasi vesika urinaria
dengan meletakkan laparotomy spoges untuk meminimalisir masuknya
urin ke rongga abdomen. Buat jahitan sementara pada kedua ujung
dinding vesika urinaria untuk retraksi dan memudahkan insisi.
Keluarkan urine dari vesika urinaria menggunakan cystocentesis.
Setelah itu lakukan insisi dengan menghindari pembuluh darah besar
(Birchard and Sherding, 1994).
Lakukan insisi vesika urinaria untuk eksplorasi secara optimal
dapat dilakukan pada daerah dorsal atau ventral pada vesika urinaria
15
untuk mengeluarkan cystic calculi. Pada insisi ventral umumnya
dilakukan untuk membuka jalan keluar dari uretra (pada tindakan
ventral cystotomy incision tidak memiliki resiko adanya kebocoran
yang besar daripada dorsal incision. Sebagai tambahan, ureter
sebaiknya ditempatkan jauh dari daerah ventral vesika urinaria untuk
mengurangi resiko yang tidak diinginginkan). Setelah dilakukan insisi,
panjangkan insisi dengan gunting metzenbaum. Usahakan trauma insisi
lurus dan hindari trigone ureter. Keluarkan cystic calculi dengan
gallbladder scoop atau sendok teh steril. Retrogade flushing dapat
digunakan untuk memindahkan calculi yang berukuran kecil dari daerah
proximal uretra. Lewatkan urinary chatheter sampai penis atau vulva,
selanjutnya dapat dilakukan flushing. Jangan tutup vesika urinaria
sampai yakin cystyc calculi sudah habis. Setelah operasi pasien dapat
diberikan urinary catheter untuk monitoring keluarnya urin (Birchard
and Sherding, 1994).
Menurut Khan et. al (2013), pola jahitan yang dapat dilakukan
untuk menutup vesika urinaia pada tindakan cystotomy pada anjing
memiliki banyak pilihan diantaranya one-layer (simple continous
sutures), two-layar (simple continous dan lembert sutures(inverting
suture)) dan three-layer (simple continous sutures dan seromuscular
layer by two layer, cushing sututes pattern overlapped by lambert
suture), teknik penutupan dilakukan berdasarkan tujuan dari operator
utama, misal untuk mempercepat jahitan dapat dilakukan penutupan
dengan pola simple continous suture selain itu juga dapat memposisikan
jaringan lebih rapi dan dapat menyembuhkan luka dari
cystotomy.Sedangkan pola two-layer dan three-layer dapat digunakan
untuk mengurangi perdarahan pada luka cystotomy.
Penutupan vesika urinaria dilakukan dengan menggunakan benang
sintetik absorbabel ukuran 3/0 sampai 4/0 dengan jarum tapper point
untuk mempermudah pada saat penusukkan jaringan. Sebelum
menempatkan vesika urinaria kembali pada rongga abdomen, terlebih
dahulu lepaskan jahitan sementara pada masing-masing jahitan
16
sementara dan laparotomy sponges dari vesika urinaria (Birchard and
Sherding, 1994). Tutup dinding abdomen dengan rapi dengan terlebih
dahulu diberikan antibiotiki berupa Penicilin Propain G (PPG) pada
setiap daerah insisi yang dijahit. Muskulus dijahit dengan catgut
chromic 3/0 dengan pola simple continous memakai jarum bulati. Pada
subcutan dijahit dengan catgut plain 3/0 dengan jarum bulat memakai
pola simple continous. Kemudian kulit dijahit dengan benang silk 2/0
dengan jarum segitiga memakai pola martras silang. Luka diberikan
povidon iodine dan dibandage (Widyaputri dkk., 2014).
2.6.3 Tindakan Post Operasi
Setelah dilakukan Operasi pada leher pasien perlu diberikan
Elizabethan collar untuk menghindari pasien menyentuh luka (Al-
Asadi and Khwaf, 2013). Selain itu pasien diberikan antibiotik ≥4
minggu. Pemberian antibiotik Amoxicillin dengan dosis 20 ml/kg BB
yang diberikan PO dan jahitan dapat dibuka pada hari ke 10 setelah
operasi dengan kondisi luka sudah tertutup (Widyaputri dkk., 2014;
Birchard and Sherding, 1994). Amoxicillin memiliki kelebihan dapat
melawan penisilin, sensitif terhadap gram positif dan gram negatif.
Amoxillin pada gram psitif sensitif terhadap alfa dan beta hemolitik
Streptococcus, beberapa Staphylococcus, Clostridia, dan beberapa
Bacillus antraxis. Sedangkan pada gram negatif, Amoxicillin sensitif
terhadap Escherichia coli, Salmonella dan Pasteurella multocida.
Kelebihan ini dapat membantu mencegah dan mengurangi adanya
infeksi pada daerah sekitar operasi (Pharmacopeial Convention, 2007).
Foto rongten disarankan untuk melihat ada tidaknya cystic calculi
yang tersisa. Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi seperti
terjadinya inflamasi pada area insisi (Al-Asadi and Khwaf, 2013).
Hematuria dapat terjadi 12-36 jam pasca operasi merupakan kejadian
umum dan dapat terjadi kebocoran urin dari vesika urinaria ke rongga
abdomen umumnya juga terjadi sehingga harus dilakukan pengamatan
terhadap urinasi pasien (Birchard and Sherding, 1994).
17
BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan
Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Klinik Hewan drh. Iman
Setyowati K., Jl. Danau Maninjau Barat B2/A34 Sawojajar, Malang.
Pelaksanaan PKL dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada 13 Januari 2015
hingga 18 Februari 2015.
3.2 Metode Praktek Kerja Lapang dan Pengambilan Data
Pengumpulan bahan kajian dilakukan dengan mengumpulkan data
primer dan sekunder, yaitu :
3.2.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan ikut serta membantu kegiatan klinik
dan melakukan observasi pada pasien yang mendapatkan penanganan
Cystotomy pada saat Praktek Kerja Lapang sehingga diperoleh data.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari jurnal, buku dan pemanfaatan
teknologi internet.
3.3. Rencana Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapang Program Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya dilaksanakan seperti yang tertera pada tabel di bawah
ini :
v
ix
18
Tabel 3. 1 Jadwal pelaksanaan kegiatan PKL mahasiswa Program Kedokteran
Universitas Brawijaya
No. Kegiatan
Bulan
Nov Des Jan Feb Mar
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.Penulisan
Proposal PKL
2.Pengesahan
Proposal PKL
3.Pelaksanaan
PKL
4.Penyusunan
Laporan PKL
5.Presentasi Hasil
PKL
3.4 Biodata peserta PKL
Berikut adalah data peserta yang telah melaksanakan kegiatan PKL di
Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K. Jl. Danau Maninjau Barat B2/A34
Sawojajar, Malang:
Nama : Firdaus Kusumawati
NIM : 115130101111063
Program Studi : Kedokteran Hewan
Universitas : Universitas Brawijaya
Alamat Kos : Jl. MT. Haryono No. 81, Malang
No. HP : 087 752 168 353
Email : [email protected]
19
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Klinik Hewan Dokter Hewan drh.
Iman Setyowati K., Jl. Danau Maninjau Barat B2/A34 Sawojajar, Malang.
Pelaksanaan dilakukan pada 13 Jaunari 2015 hingga 18 Februari 2015.
4.2 Aktifitas Praktek Kerja Lapang
Tabel 4.1 Tabel Aktivitas Praktek Kerja Lapang
No. Waktu Kegiatan Petugas
1. Minggu I Briefing
Membantu menerima klien dan pasien
Membantu pengamatan dan pemberian
obat pasien rawat inap
Membantu pelaksanaan Rongten
Asistensi pelaksanaan Operasi :
1. Ovariohisterectomy pada
kucing
2. Enterotomy pada anjing Chow-
chow konstipasi
3. Cystotomy pada Anjing Poodle
Betina
4. Ovariohisterectomy pada anjing
kintamani
5. Operasi pada Hernia Inguinalis
anjing
6. Sectio caesar pada Anjing
Chorgi
Membantu Grooming
drh. Iman
Setyowati K. dan
Asisten paramedis
2. Minggu II Membantu menerima klien dan pasien
Membantu pengamatan dan pemberian
obat pasien rawat inap
drh. Iman Setyowati K. dan Asisten paramedis
20
Membantu pelaksanaan Rongten
Asistensi pelaksanaan Operasi :
1. Pemasangan Catheter pada
kucing persia urolith
2. Ovariohisterectomy pada
kucing
Membantu Grooming
3. Minggu III Membantu menerima klien dan pasien
Membantu pengamatan dan pemberian
obat pasien rawat inap
Membantu pelaksanaan Rongten
Asistensi pelaksanaan Operasi :
1. Jahit pada luka Laserasi anjing
Chorgi
2. Penanganan kasus Prolaps
rektum pada Kucing
Membantu Grooming
drh. Iman Setyowati K. dan Asisten paramedis
4. Minggu IV Membantu menerima klien dan pasien
Membantu pengamatan dan pemberian
obat pasien rawat inap
Membantu pelaksanaan Rongten
Asistensi pelaksanaan Operasi :
1. Orchiectomy pada kucing
2. Sectio Caesar pada anjing
3. Uretrhostomy dan Cystotomy
pada Anjing Campuran (Golden
dan Rottweiler) Jantan
4. Pemasangan Catheter pada
kucing persia urolith
5. Ovariohisterectomy pada
kucing pyometra
6. Sectio caesar pada anjing Pom
drh. Iman Setyowati K. dan Asisten paramedis
21
7. Extirpatio bulbi pada anjing
Shih Tzu
8. Pengangkatan tumor pada
abdomen Anjing Rottweiler
Membantu Grooming
BAB V
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Praktek Kerja Lapang
5.1.1 Nama dan Lokasi Instansi
Lokasi Praktek Kerja Lapang dengan judul “Tatalaksana
Cystotomy sebagai Upaya Penanganan Gangguan Vesika Urinaria pada
Anjing di Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K. Malang” dilakukan di
Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K., klinik ini terletak di Jl. Danau
Maninjau Barat B2/A34 yang berjarak sekitar 30 meter dari jalan raya
Sawojajar, Malang.
5.1.2 Deskripsi Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K.
Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K. didirikan pada tahun 1990 an
di jalan Danau Maninjau Barat B2/A34. Klinik ini memberikan
pelayanan berupa unit usaha klinik, house call, penitipan hewan sehat
dan grooming dengan tenaga dokter hewan satu orang yaitu drh. Iman
Setyowati K. dan 2 orang asisten paramedis yang membantu pada saat
operasi, handling¸ grooming, menjaga kebersihan klinik, membantu
perawatan hewan rawat inap dan hewan yang dititipkan.
Waktu operasional dari Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K.
yaitu pada hari senin sampai sabtu pada pukul 08.00-12.00 dan 17.00-
20.00, hari minggu/libur/sesuai perjanjian. Fasilitas yang dimiliki
berupa ruang tunggu klien, ruang periksa, ruang rawat inap sehat dan
sakit, ruang isolasi bagi hewan yang belum divaksin dan menderita
penyakit menular, ruang rongten, ruang gelap, ruang operasi, ruang
grooming, dapur, halaman untuk mencuci kandang, toilet, dan ruang
obat serta ruang untuk pakan hewan. Berikut denah klinik drh. Iman
Setyowati K.
22
23
Keterangan : a. Ruang tunggu klienb. Ruang periksa hewan c. Ruang rongtend. Ruang gelape. Ruang rawat inap
1. Ruang rawat inap kucing2. Ruang rawat inap anjing dan kucing3. Ruang rawat inap : isolasi pasien non vaksin4. Ruang rawat inap anjing besar 5. Ruang rawat inap anjing kucing dengan penyakit menular 6. Ruang rawat inap : isolasi pasien non vaksin7. Ruang penitipan anjing dan kucing sehat
f. Ruang operasig. Toileth. Ruang obat dan pakani. Tempat cuci kandang dan menjemurj. Dapur
Gambar 5.1 Denah Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K.
Prosedur yang dilakukan apabila pasien datang adalah dengan
melakukan pendataan dari klien berupa nama, alamat, nomer telepon
dan data pasien berupa jenis hewan, jenis kelamin, spesies, dan umur.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan mengukur suhu, berat badan dan
24
menanyakan anamnesa atau keluhan klien terhadap kondisi pasien,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik oleh drh. Iman Seyowati K.
Setelah melakukan pemeriksaan, pasien yang mendapat pengobatan
rawat jalan diberikan obat maupun resep obat. Bagi pasien yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut seperti rongten, rawat inap
maupun operasi dilakukan dengan persetujuan personal dari pemilik
hewan dengan drh. Iman Setyowati K.
5.2 Temuan Kasus yang Mengarah pada Prosedur Cystotomy
5.2.1 Kasus I
Kasus I yang ditemukan pada anjing betina poodle usia 9 tahun
bernama Desy berwarna putih dengan berat 3,4 kg. Oleh pemilik
ditemukan gejala berupa anuria sekitar satu minggu. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik berupa palpasi pada daerah hypogastrium ventral
ditemukan adanya pembesaran pada vesika urinaria. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa rongten untuk mengetahui
adanya kelainan pada sistem urinaria. Menurut Barrett (2014), rongten
atau radiografi yang ditujukan pada bagian abdominal dilakukan dengan
nilai kVp sedang antara 75-80 kVp agar dapat menunjukkan adanya
perbedaan antara organ dan jaringan lunak serta lemak pada abdomen
dengan nilai mAs lebih tinggi untuk menghindari adanya atenuasi yang
disebabkan oleh adanya organ abdominal.
Gambar 5.2 Hasil rongten menunjukkan adanya calculi pada anjing poodle betina
25
Hasil rongten pada Gambar 5.2 dengan posisi lateral recumbency
diperoleh dengn menggunakan nilai mAs sebanyak 7,5 dan kVp antara
75-80 yang menunjukkan adanya calculi pada vesika urinaria sehingga
perlu dilakukan pengangkatan calculi dengan cystotomy. Kasus
urolithiasis umumnya memiliki tanda stranguria dan anjing tampak
ingin terus menerus urinasi serta adanya rasa sakit saat urinasi serta
dapat ditemukan adanya uremia. Calculi dapat ditemukan pada uretra
yang dapat menyebabkan blockage. Obstruksi tersebut dapat
menyebabkan urin tidak keluar dan menyebabkan abdominal pain
(Cornell, 2000; Hottinger, 2013). Kasus cystotomy akibat kasus urolith
pada betina umumnya ditemukan struvite calculi (Langston, 2008).
5.2.1 Kasus II
Kasus II ditemukan pada anjing jantan campuran (Golden dan
Rottweler), usia 5 bulan bernama Rockie berwarna hitam dengan berat
20 kg. Oleh pemilik ditemukan gejala berupa hewan tidak mau makan,
muntah warna kuning, hematuria, dan diare. Dibawa keklinik dalam
keadaan lemas dan tidak dapat berdiri. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik berupa palpasi pada daerah hypogastrium medial, vesika urinaria
terasa kencang, berdinding dan berbentuk bulat. Pada saat palpasi
ditemukan adanya hematuria dan stranguria disertai adanya respon
sakit, hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo dkk. (2011).
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan pencitraan dengan rongten
dan gambaran hasil tidak ditemukan adanya calculi pada vesika urinaria
serta tidak ada pembesaran pada prostat (dapat dilihat gambar pada
lampiran 2). Pemasangan catheter dilakukan untuk merasakan adanya
sumbatan pada uretra dan melancarkan aliran urin dari vesika urinaria.
Pada saat pemasangan catheter terasa calculi pada uretra. Setelah
melakukan usaha kateterisasi, calculi tidak dapat dilakukan disloging
dan dilakukan bypassed kearah vesika urinaria, maka perlu dilakukan
tindakan lanjutan berupa uretrostomy untuk mengeluarkan calculi.
Setelah mendapat persetujuan dari pemilik uretrostomy merupakan
tindakan pembuka uretra untuk mengeluarkan calculi (Fletcher, 2012).
26
Setelah dilakukan uretrostomy ditemukan beberapa calculi calcium
oxalate seperti yang ditunjukan gambar pada lampiran, catheter masih
belum bisa masuk ke vesika urinaria sehingga dilaksanakan cystotomy.
Kasus urolithiasis pada anjing muda umumnya ditemukan jenis
calculi struvit daripada oxalat. Urolith dapat menyumbat uretra
sehingga menyebabkan obstruksi vesika urinaria, obstruksi tersebut
dapat menyebabkan abdominal pain, stranguria dan gejala azotemia
(anorexia, vomit, dan depresi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan
adanya ruptur pada vesika urinaria yang mencemari pada uroabdomen
(Widodo dkk., 2011; Langston, 2008). Setelah dibandingkan dengan
literatur jenis batu yang ditemukan berupa calcium oxalate.
Gambar 5.3 Pengambilan calculi pada uretra
5.3 Prosedur Penanganan Cystotomy
5.3.1 Diagnosa Penentuan Tindakan Cystotomy
Sebelum melakukan tindakan Cystotomy dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan dengan
foto rongten untuk memperjelas diagnosa yang timbul dari anamnesa
berupa keluhan klien berupa gejala anuria. Pemeriksaan fisik dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan palpasi pada daerah vesika urinaria
untuk melihat adanya distensi atau perbesaran pada vesika urinaria,
selanjutnya dilakukan pemasangan kateter untuk mengatahui ada
tidaknya sumbatan dan letak dari sumbatan pada uretra. Seperti yang
disebutkan oleh Langston (2011), bahwa rongten merupakan
pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk melihat adanya kelainan
27
seperti melihat posisi dan memperkirakan jumlah calculi pada vesika
urinaria. Kasus urolith yang menyebabkan obstruksi urinaria
merupakan kasus emergency dan perlu dilakukan tindakan secepatnya
untuk mengurangi rasa sakit pada bagian abdomen pasien.
Pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Klinik Hewan drh. Iman
Setyowati gangguan vesika urinaria yang terjadi pada anjing dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa pencitraan rongten sedangkan untuk
pemeriksaan laboraturium dan pencitraan ultrasonografi tidak dilakukan
dengan pertimbangan tidak adanya alat pada klinik. Akurasi diagnosa
menggunakan rongten lebih baik daripada menggunakan ultrasonografi.
Hal ini didasarkan dengan hasil pencitraan rongten terhadap calculi
lebih jelas.
5.3.2 Manajemen Pre Operasi
Pelaksanaan operasi pada anjing dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan premedikasi berupa atropin sulfat sediaan cair dengan dosis
0,1 mg/Kg SC, IM dan IV. Atropin sulfat memiliki kegunaan dalam
premedikasi yang dapat mengurangi sekresi saliva dan bronkial,
melindungi jantung dari efek vagal inhibition dan mencegah efek
muskarinik anticholinesterase seperti neostigmin, menurunkan
peristaltik intestinal dan menyebabkan dilatasi pupil (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Atropin sulfat dipilih berdasarkan adanya
kegunaannya dalam mengurangi salivasi akibat penggunaan kombinasi
obat anesthesi tiletamin dan zolazepam. Setelah 15 menit pasien
diberikan obat anestesi berupa Tiletamin-Zolazepam dengan dosis 5
mg/Kg BB IM. Tiletamin dapat menyebabkan efek kataleptik dan
zolazepam menyebabkan efek antikonvulsi dimana gabungan dari
keduanya dapat menimbulkan efek ardiostimulator (Gorda dkk., 2010).
Pemilihan obat anestesi kombinasi dari Tiletamin-Zolazepam
berdasarkan kelebihannya dalam waktu induksi yang relatif pendek,
dosis rendah, tingkat keamanan tinggi, waktu immobilisasi yang cukup
konstan dan pemulihannya yang baik.
28
Setelah anjing sudah berkurang kesadarannya, anjing dipreparasi
bagian abdomen hingga daerah pubis. Hewan yang sudah diberikan
anastesi ditempatkan diruang operasi dengan posisi rebah dorsal pada
meja operasi yang telah disiapkan. Daerah abdomen dan vulva (penis
untuk jantan) diberikan antiseptik (povidon iodine) yang diratakan
secara sirkuler dan tempatkan drapes.
Pada pasien cystotomy jantan preputium difiksasi menggunakan
stay suture atau artery clamp untuk kemudian penis diposisikan
kesamping untuk mempermudah pelaksanaan operasi (Houston, 2013;
Hottinger, 2013; Cornell, 2000). Sedangkan pada pelaksanaan Praktek
Kerja Lapang pada teknik yang dilakukan untuk handling penis pada
pasien Rockie dilakukan dengan tangan untuk efisiensi.
Gambar 5.4 Gambar persiapan pasien dalam posisi rebah dorsal dan dipasangkan drapes
Pelaksanaan cystotomy di Klinik Hewan dilakukan tanpa
menggunakan tahapan stay suture pada preoutium pasien jantan
dikarenakan pertimbangan efisiensi dan gaya operasi pada setiap dokter
hewan berbeda.
5.3.3 Operasi
Cystotomy dilakukan pada anjing dengan kasus I dan II dengan
terlebih dahulu dilakukan laparotomy pada daerah medial midline
caudal abdomen ke arah pubis yang dilanjutkan dengan subcutan dan
linea alba. Setelah abdomen terbuka, vesika urinaria dikeluarkan dari
rongga abdomen melalui rongga laparotomy. Selanjutnya tempatkan
handuk steril yang berfungsi sepertii laparotomy sponges. Hal tersebut
sesuai dengan Al-Asadi (2014) bahwa laparotomy sponges digunakan
29
untuk meminimalisir kontaminasi dan mengurangi urine yang tumpah
kedalam abdomen.
Gambar 5.5 Gambar pada saat operasi a) Vesika urinaria. b.)pasang nierbeken c.) Calculi dikeluarkan dari vesika urinaria dengan pinset. d.) calculi dari anjing poodle betina. e.) calculi dari anjing campuran jantan. f.) vesika urinaria setelah dijahit dengan pola inverting suture.
Nierbeken ditempatkan pada sisi insisi sebagai tempat untuk
menampung urin pada saat vesika urinaria diincis. Insisi dilakukan pada
daerah dorsal vesika urinaria dengan scalpel, sebelum menginsisi perlu
dipastikan untuk menghindari daerah yang memiliki pembuluh darah
besar, agar posisi daerah yang akan diinsisisi tidak bergeser, vesika
dihandling dengan telunjuk dan ibu jari. Dalam pelaksanaan cystotomy
tidak dilakukan jahitan stay suture pada vesika urinaria sebagai bentuk
dari metode operasi dari drh. Iman Setyowati K. dengan menggunakan
tangan sebagai handler agar pelaksanaan operasi lebih mudah. Pada
pelaksanaan operasi cystotomy umumnya menggunakan jahitan stay
suture untuk menghandling vesika urinaria sehingga dapat terkuak dan
memperluas lapangan pandang. Setelah urin dikeluarkan dilakukan
eksplorasi lumen vesika urinaria dengan pinset anatomis untuk
a b c
d e f
30
membantu mengambil calculi. Calculi yang diperoleh seperti pada
Gambar 5.5 d dan e yang diketahui merupakan jenis struvite dan
calcium oxakate. Pada calculi yang memiliki ukuran yang lebih kecil
atau tidak dapat diambil dengan pinset maka pembersihan calculi dapat
dilakukan dengan flushing. Flushing dilakukan dengan catheter yang
dipasang dari uretra menuju vesika urinaria. Flushing yang dilakukan
menggunakan cairan normal saline atau biasa disebut dengan Sodium
chloride 0,9% yang memiliki kemampuan untuk mencegah blood clot
formation sehingga tidak menyebabkan adanya clot retention catheter
blockage) pada lower urinary tract, sedangkan air tidak digunakan
untuk flushing karana dapat diserap dalam proses osmosis jaringan dan
sinus vena yang terbuka dimana hal tersebut dapat menyebabkan dilusi
dari elektrolit pada sistem sirkulasi (McLeod and McDonald, 2012).
Setelah vesika urinaria telah dipastikan bersih dari calculi,
selanjutnya diberikan antibiotik. Antibiotik dipilih berdasarkan
kemampuan dalam melawan bakteri gram positif dan gram negatif yaitu
penicillin procaine G yang merupakan antibiotik yang dapat melawan
bakteri aerobik dan anaerobik gram-positif serta pada bakteri yang
memiliki resistensi oleh mekanisme lain dan dapat melawan
staphylococci dan bakteri gram-negatif. Penicillin G yang dapat
diberikan pada daerah superfisial dari luka. Antibiotik ini bekerja
dengan menghasislkan efek bakterisidal dan masuk dalam bakteri
melalui dinding sel yang kemudian akan mengikat protein spesifik pada
membran dalam bakteri sehingga mengganggu produksi peptidoglikan
dan sekuensi lisis sel sehingga menghambat pertumbuhan sel. Penicillin
procaine G bersifat long acting (Nurs et al., 2009). Sediaan Penicillin
procaine G berupa serbuk yang diberikan topikal pada daerah insisi
pada vesika urinaria dan pada situs laparotomi. Pemberian hanya
dilakukan satu kali yaitu pada saat penutupan situs insisi.
Vesika urinaria ditutup menggunakan jarum dengan ujung round
dan benang absorbable catgut dengan pola inverting suture yaitu pola
lembert yang dilanjutkan dengan cushing dengan benang yang
31
digunakan adalah absorbable ukuran 3/0 hal ini sesuai dengan Al-Asadi
dan Cornell (2014 dan 2000). Vesika urinaria merupakan organ yang
memiliki tingkat penyembuhan luka hingga100% selama 14-21 hari
paska operasi dan membutuhkan waktu 30 hari untuk waktu
reepitelisasi. Benang jahit yang digunakan saat ini adalh benang
absorbable alami dan sintetis. Benang alami seperti catgut chromic
memiliki resiko terjadinya inflamasi daripada produk benang sintetis
(seperti polydioxane, polyglactin-910, dan polyglactin acid). Namun
kekurangan benang alami tersebut dibantu oleh penggunaan pola
jahitan inverting suture dan lembert suture yang bertujuan untuk
merapatkan jaringan incisi dan merapatkan jahitan pertama sehingga
tidak terjadi kebocoran (Khan et al, 2013; Abbas et al, 2011).
Setelah selesai menjahit bagian vesika urinaria daerah jahitan
dilakukan flushing untuk memastikan vesika urinaria bersih dari calculi
dan darah serta dicuci abdomen dengan normal saline untuk
menghindari cloting darah didalamnya. Selanjutnya ditutup bagian
laparotomy dan dipasang bandage dan catheter. Catheter difiksasi
dengan benang nonabsorbable silk 3/0 jarum triangle pada vulva atau
preputium (pada anjing jantan), chatheter selanjutnya dipotong hingga
panjangnya sekitar 2 cm dari vulva atau preputium, pemotongan
dilakukan untuk menghindari hewan menggigit dan menarik catheter.
Menurut Cornell (2000), luka pada vesika urinaria umumnya dapat
sembuh pada hari ke 5 dan kekuatan dinding vesika urinaria dapat
kembali normal pada hari ke 14 hingga 21 hari.
Gambar 5.6 Anjing dipasangkan perban dan catheter
32
5.3.4 Post Operasi
Pasien dipasangkan dress dan colar. Pasien cystotomy umumnya
dilakukan rawat inap, selama perawatan pasien diberikan minum dan
pakan halus. Selama dilakukan rawat inap dilakukan Pasien yang
menjalani rawat inap diberikan pengobatan berupa pemberian antibiotik
berupa enrofluxacin. Enrofluxacin bekerja sebagai antibiotik broad
spectrum untuk bakteri gram positif, gram negatif dan mikoplasma.
Enrofluxacin pada anjing dan kucing digunakan sebagai penanganan
pada kasus infeksi bakteri organ pencernaan, pernafasan, dan saluran
urogenital. Dosis pemberian 1 mg/5kg BB SC yang diulang setiap 3-5
hari dan dihentikan setelah pasien lepas jahitan (Bayer, 2015).
Pengulangan dilakukan untuk mencegah agar bakteri tidak resisten.
Selanjutnya hewan dikontrol baik kondisi maupun jahitan sampai hari
ke 7-10 (Al-Asadi, 2014). Kontrol secara umum dilakukan dengan
melihat nafsu makan dan minum, serta perilaku pasien. Jahitan
dikontrol setiap hari untuk melihat ada tidaknya komplikasi pada luka
yang dijahit, kontrol jahitan dapat dilakukan dengan melihat adanya
pembengkakan ataupun erithrema pada daerah jahitan.
Gambar 5.7 Pemasangan dress dan colar
Sebagai upaya penurunan resiko terjadinya urolithiasis, dilakukan
pemberian diet pasca operasi, pada kasus sruvite diberikan diet rendah
sodium dan potasium, diet pakan yang dapat meningkatkan asidifikasi
urin maksimal serta diet pakan tnggi lemak. Sedangkan untuk kasus
33
pasien oxalate calculi diberikan diet pemberian pakan tinggi protein
dan lembab (Goldstein, 2005)
Pada saat perawatan Desy tidak ditemukan adanya komplikasi yang
berarti sedangkan pada Rockie terjadi hematuria dalam kurun waktu 12
jam yang diduga terjadi akibat kondisi fisik dari kondisi tubuh yang
kurang stabil akibat diare dan muntah yang sebelumnya yang sudah
diderita oleh pasien menjadi penyebab kematian. Menurut Al-Asadi dan
Cornell (2014, 2000), komplikasi dapat terjadi pada daerah jahitan
berupa adanya hematuria yang disebabkan oleh trauma pasca operasi.
Hematuria akan berhenti kira-kira pada hari ke 2 tanpa diberikan
penanganan. Bengkak juga ditemukan pada daerah tepi jahitan setelah
efek anastesi hilang yang mengarah pada terjadainya inflamasi.
Inflamasi terjadi pada saat peningkatan permiabilitas vaskular yang
dapat melepaskan vasodilatator seperti prostaglandin, bradikidin, dan
histamin, yang dapat menyebabkan adanya reaksi inflamasi pasca
operasi. Umumnya bengkak akan sembuh pada hari keempat secara
spontan tanpa pemberian penanganan.
34
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada pelaksanaan tatalaksana dari cystotomy di Klinik Hewan drh. Iman
Setyowati diperoleh kesimpulan laporan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan diagnosa pasien dengan penanganan Cystotomy di Klinik
Hewan drh. Iman Setyowati K, Malang dilakukan dengan melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan berupa rongten
sehingga dapat diperoleh diagnosa yang mengarah pada tindakan
Cystotomy.
b. Cystotomy di Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K. dilakukan
berdasarkan adanya obstruksi uretra akibat bladder calculi dan temuan
adanya calculi pada vesika urinaria setelah dilakukan rongten serta
adanya kesulitan dalam membuka aliran uretra dengan cathereter.
c. Tatalaksana Cystotomy di Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K.
dilakukan dengan memberi anasthesi umum dan dilakukan laparotom,
selanjutnya vesika urinaria dikeluarkan dan diisolasi dengan laprotomy
sponges, vesika urinaria diinsisi pada daerah dorsal vesika urinaria.
Penutupan vesika urinaria dilakukan dengan menggunakan pola jahitan
inverting suture, selanjutnya abdomen diligasi dan diberikan antibiotik
serta penutupan daerah laparotomy. Post operasi dilakukan dengan
memasang kateter, pemberian antibiotik enrofloksasin dan pemberian
gurita.
d. Kasus penyakit yang ditemukan di Klinik drh. Iman Setyowati K. yang
memerlukan tindakan Cystotomy adalah urolithiasis pada satu anjing
jantan dan satu anjing betina.
35
6.2 Saran
Saran yang diberikan di Klinik Hewan drh. Iman Setyowati K. Malang
sebagai rekomendasi guna meningkatkan kualitas pelayanan untuk
melaksanakan prosedur Cystotomy adalah :
a. Temuan perlakuan yang berbeda dengan teori pada tatalaksana cystotomy
adalah tidak digunakannya stay suture pada preputium penis pada saat
dilakukan cystotomy pada anjing jantan pertimbangan dari ukuran penis
yang kecil sehingga lebih mudah dihandling dengan tangan. Penggunaan
tangan sebagai handling vesika urinaria juga dilakukan berdasarkan
pertimbangan kemudahan dalam menghandling. Pengguanaan scope untuk
mengambil calculi tidak dilakukan dengan alasan calculi dapat diambil
dengan menggunakan pinset, jari tangan dan melakukan
flussing.Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan cystotomy selanjutnya
sebaiknya perlu dilakukan tahapan berupa penggunaan stay suture untuk
mempermudah operasi yaitu tidak menghalangi lapangan pandang operasi
(dignakan untuk stay suture di preputium) dan untuk handling pada saat
menginsisi dan menjahit vesika urinaria. Penggunaan scope dapat
membantu dalam menggambil calculi yang memiliki ukuran yang lebih
kecil dimana ukuran tersebut sulit diambil dengan pinset.
b. Perlu dilakukan edukasi pada pasien berupa pemberian gambaran
perawatan paska operasi melalui manajemen pakan, pemberian air minum
dan pelatihan fisik untuk exercise hewan serta edukasi terkait kapan hewan
harus diperiksakan ke dokter hewan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, B. T, D. M. T. M. Amin, and A. H. Hassan. 2011. Cystotomy Closure Using a Single-Layer Simple Continous Versus Continous Cushing Suture Pattern in Dogs. Al-Anbar J. Vet. Sci., Vol.: 4 No.(2)
Al-Asadi, R. N. dan N. B. Khwaf. 2014. Comparative Study Between Inverting and Appositional Suture Patterns for Cystotomy Closure in Dog. The Iraqi Journal of Veterinary Medicine, 38(1): 40-47.
Barrett, E. 2014. Abdominal Radiology Mini Series: Session 1 : Getting The Best Out of Your Abdominal Radiographs and Evaluating the Abdominal Space, Liver and Spleen. RCVS and European Specialist in Veterinary Diagnostic Imaging.
Bayer. 2015. Baytril 2,5% solution for Injection. Bayer plc. Berkshire
Birchard, S. J. 2014. Cystotomy Removal of Cystic and Urethral Calculi in Dogs: Are you getting them ALL out? <http://drstephenbirchard.blogspot.com/2014/10/cystotomy-for-removal-of-cystic-and.html> [Diakses tanggal 17 April 2014]
Birchard, S. J. and R. G. Sherding. 1994. Saunders Manual of Small Animal Practice Volume 2, 2nd Edition. WB. Saunders comp. Philadelphia. Pp 959, 960, 961.
Brown, C. (2011). Urolithiasis and Cystotomy in the Rabbit. Lab Animal (NY). 40(3): 73-74.
Cornell, K. K. 2000. Cystotomy, Partial Cystectomy and Tube Cytotomy. Chnical Techniques in Small Animal Pracbce, Vol 15, No 1 (February), pp 11-16
Fletcher, T. F. 2012. Applied Anatomy and Physiology of Dog-Cat Lower Urinary Tract. University of Minnesota.
Fossum, T. W. 2009. Surgery of The Urinary System. Proceeding of the 34th World Small Animal Veterinary Congress (WSAVA 2009). Brazil.
Goldstein, R. E. 2005. Struvite Versus Calcium Oxalate-The Dilema. Proceeding of The NAVC. North American Veterinary Confrence
Gorda, I. W., G. J. Wardhita, A. A. G. O. Dharmayudha. 2010. Perbandingan Efek Pemberian Anestesi Xylazin-Ketamin Hidroklorida dengan Anestesi Tiletamin-Zolazepam terhadap Capilary Refill Time(CRT) dan Warna Selaput Lendir Pada Anjing. Buletin Veteriner Udayana. Vol. 2 No. 1. :21-27
Hill’s Pet Nutrition. 2004. Feline Lower Urinary Tract Disease. Division of Cogate-Palmovile Company. Veterinary Publishing Company, Inc. USA. Pp 66-68
Hottinger, H. 2013. Basics of Bladder Surgery and Techniques to Remove all the Stones. Western Veterinary. Houston-USA.
37
ITIS (Interagency Taxonomic Information System). 2015. Cannis lupus familiaris Lineaeus, 1758. TSN 726821. <http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=726821> [Diakses tanggal 2 Maret 2015]
Khan, I. U, M. A. Khan, A. S. Chaudhary, M. M. Ali, M. Imran, M. Ijaz and H. Saleem. 2013. Evaluation of Different Sutring Techniques for Cystotomy Closure in Canines. The Journal of Animal and Plant Sciences, 23(4) : page 981-985.
Kibble. 2012. Urinary Catheters. Blue Pearl Veterinary Partners. Lexington KY.
Page 1-2
Langston, C. E. 2011. Bladdder Stones in Dogs. Mc Farlan Animal Hospital. Saunders, an imprint of Elsevier
Langston, C., K. Gisselman, D. Palma and J. McCue. 2008. Diagnosis of Urolithiasis. Animal Medical Center. Compendium. New York
McLeod, P and. C, McDonald. 2012. Bladder Irrigation Guidlines. ACI(formerly GMCT) Urology Nursing Members.
Noviana, D., S. H. Aliambar, M. F. Ulum dan R. Siswandi. 2012. Diagnosis Ultrasonografi pada Hewan Kecil. IPB Press. Bandung. hlm 61, 65-68
Nurs R. B. B., LLB, DipLegPrac. 2009. Review The Efficacy of Procaine Benzylpenicillin in Neonates. Report of 17th Expert Committee on Selection and Use of Essential Medicines. New South Wales-Australia.
Pharmacopeial Convention. 2007. Amoxicillin and Clavunalate(Veterinary-
Sistemic). The United States Pharmacopeial Convention. Page 1
Saragih, C. 2009. DOKTER HEWAN: Anatomi Anjing. <http://vetandsociety.blogspot.com/2009_04_01_archive.html> [Diakses tanggal 2 Maret 2015]
Sardjana, I. K. dan Kusumawati, D. 2004. Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Hal 11 dan 93.
Stevenson, A. E, D. J. Wringglessworth and P. J. Marwell. 2000. Effect of Dietary Potassium Citrate Supplementation on Urine pH and Urinary Relative Supersaturation of Calcium Oxalate and Struvite in Healthy Dogs. Am J Vet Res: 61(4):430-5.
Suprayogi, A., H. S. Darusman, dan I. Ngabdusani. 2009. Perbandingan Nilai Fisiologis Kardiorespirasi dan Suhu Rektal Anjing Kampung Dewasa dan Anak. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 14 No. 3. Hlm 141-148
Veterinary Specialist of Alaska. Urinary Bladder Surgery. Alaska
Widodo, S., D. Sajuthi, C. Choliq, A. Wijaya, R. Wulansari, dan Rp. A. Lelana. 2011. Diagnostik Klinik: Hewan Kecil. IPB Press. Bogor. Hal 13, 29, 168, 170, 186-189
38
Widyaputri, T., A. Fauzi, A. Aeka N., D. Prasetyo & M. A. Lesamana. 2014. Penuntun Praktikum Ilmu Bedah Khusus. Bagian Bedah dan radiologi Program Kedokteran Hewan Unibersitas Brawijaya. Malang. Hlm. 14-18
2639
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekam Medis Pasien
1. Pasien Cystotomy 1
Tanggal : 15 Januari 2015
Nama Hewan : Desy
Jenis : Anjing
Sinyalmen : Poodle, betina, white, 9 tahun
BB : 3,4 Kg
Anamnesa : tidak urinasi kurang lebih 1 minggu
Pemeriksaan Fisik : Palpasi Vesika Urinaria : Distensi
Pemeriksaan Lanjutan : Foto rongten : terdapat batu sekitar 5 atau 6
Diagnosa : Urolithiasis
Tindakan : Operasi Cystotomy
Pasca Operasi
tanggal terapi jalur dosis ket
15 Jan 2015 Enrofluxacin IM 2,5 mg/kg BB IM Hematuria
16 Jan 2015
17 Jan 2015 Enrofluxacin IM 2,5 mg/kg BB IM
18 Jan 2015
19 Jan 2015 Enrofluxacin IM 2,5 mg/kg BB IM
19 Jan 2015
19 Jan 2015 Luka sudah
menutup
2. Pasien Cystotomy 2
Tanggal : 6 Februari 2015
Nama Hewan : Rockie
Jenis : Anjing
Sinyalmen : Campuran(Rottweiler dan Golden), Jantan,
Black, 5 bulan
BB/Suhu : 20 kg/39,10C
40
Anamnesa : Tidak mau makan, Hematuria, Vomit, diare
Pemeriksaan Fisik : Palpasi Vesika Urinaria : Distensi. Setelah
dirongten dilakukan pemeriksaan uretra
dengan kateter, ditemukan adanya sumbatan.
Pemeriksaan Lanjutan : Foto rongten : tidak tampak batu pada vesika
urinaria
Diagnosa : Urolithiasis, uremia
Tindakan : Operasi Urethrostomy Operasi Cystotomy
Pasca Operasi
tanggal terapi Jalur dosis ket
6 Feb 2015 Enrofluxacin IM 2,5 mg/kg BB IM Hematuria
7 Feb 2015 - - - Mati,
Diagnosa :
Uremia
Lampiran 2. Perhitungan Dosis Pemberian Tiletamin-Zolazepam
Dosis Tiletamin-Zolazepam : 5-7 mg/Kg BBBB Pasien 1 : 3,4 KgSediaan : dalam 1 ml terdapat 50 mg Tiletamin-ZolazepamJika dalam 1 ml terdapat 50 mg Tiletamin-Zolazepam maka apabila dosis yang dipakai adalah 5 mg, jumlah sediaan Tiletamin-Zolazepam yang dipakai berapa ml?
50 : 1 = 5 : X 50X = 5 X = 5 : 50 X = 0,1
Jadi dalam 0,1 ml sediaan terdapat Tiletamin-Zolazepam sebanyak 5 mg
Dosis Pemberian = (BB x Dosis) x 0,1 = (3,4 x 5)x 0,1 = 1,7 ml
41
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Praktek Kerja Lapang
Tidak adanya batu pada VU RockieVesika urinaria
Flushing pada vesika urinaria Pola inverting suture
Pemeriksaan pasien Salah satu ruang Rawat inap
Grooming Menimbang pasien
42
Mengukur suhu pasien Catheterisasi pasien FUS
Diskusi dengan drh. Iman Setyowati K.
43