i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Ekonomi Basis dan Multiplier
Effect” dengan tepat waktu. Penyusunan makalah Evaluasi II Ekonomi Wilayah ini bertujuan
untuk aplikasi dari teori dan konsep ekonomi wilayah pada suatu kasus.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dosen-dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah:
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg.
2. Vely Kukinul Siswanto
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Melalui makalah ini penulis berharap
dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri serta kepada pembaca mengenai ekonomi
wilayah dan penerapannya dalam studi kasus yang telah dipaparkan. Pada akhirnya penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini menjadi
lebih baik.
Surabaya, 9 Maret 2015
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam otonomi daerah, pemerintah daerah menuntut pemerintah kota atau
kabupaten untuk aktif dan kreatif dalam membangun daerahnya masing-masing.
Pembangunan daerah tersebut sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab pemerintah
Kabupaten dan Kota sesuai dengan potensi, kondisi, masalah, kebutuhan dan
karakteristik masing-masing daerah. Agar pembangunan daerah dapat tercapi dengan
optimal maka sudah menjadi kesepakatan perlunya perencanaan pembangunan daerah.
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan dan
juga untuk meningkatkan pelayanan kesempatan kerja serta kestabilan ekonomi untuk
kemakmuran wilayah maupun masyarakatnya. Pembangunan tersebut dapat berupa
pembangunan fisik maupun pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah
adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber
daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Masalah yang sering terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah pada kebijakan
pemerintah daerah yang sering kali tidak sesuai dengan potensi-potensi sumber daya
yang dimiliki oleh daerah. Suatu daerah memiliki potensi yang berbeda-beda karena
adanya perbedaan karakteristik sumber daya di masing-masing daerah. Perbedaan yang
ada dapat menyebabkan tidak meratanya pembangunan antar daerah pada masing-masing
sektor. Perbedaan ini dapat berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
Sehingga pembangunan daerah yang ada harus sesuai dengan potensi dan karakteristik
sumber daya yang ada pada daerah tersebut.
Untuk mengetahui perkembangan perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui
data dari pendapatan regional daerah. Dari data PDRB tersebut dapat dihitung
menggunakan Metode Location Quotient (LQ) untuk menghitung sektor apa yang
menjadi unggulan di suatu daerah. Teknik LQ ini merupakan salah satu pendekatan yang
umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami
sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Dari analisis LQ tersebut maka
2
nantinya akan diketahui sumber daya yang berpotensi dari suatu daerah untuk dapat
dikembangkan yang nantinya dapat menunjang perkembangan dan pembangunan
ekonomi. Teknik LQ ini merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam
model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang
menjadi pemacu pertumbuhan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui arti dan penjelasan tentang ekonomi basis dan ekonomi non basis beserta
metode-metode penentuannya.
2. Mengidentifikasi studi kasus yang terkait dengan ekonomi basis yang ada di Indonesia
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah:
Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan
makalah
Bab II Pembahasan yang berisi penjelasan tentang teori ekonomi basis beserta model-
model penentuan ekonomi basis dan ekonomi non basis. Dan juga studi kasus terkait
ekonomi basis yang ada di Indonesia
Bab III Penutup yang berisi kesimpulan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dasar
Ekspor adalah menjual produk atau jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam
negara itu maupun ke luar negeri, ekspor termasuk tenaga kerja yang berdomisili di
wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain. Pada dasarnya
kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa
yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan
pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak
tergantung pada permintaan lokal).
Sektor nonbasis (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal yang
permintaannya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh
sebab itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Sektor
ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Sehingga, sektor yang bisa meningkatkan perekonomian
wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis.
Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun
lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis
merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula
penjumlahan pendapataan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis merupakan total
pendapatan wilayah tersebut.
Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang
tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Rasio basis ini dapat dipakai untuk
menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Misalnya, dalam satu wilayah
terdapat 3000 lapangan kerja yang terdiri 1000 lapangan kerja basis dan 2000 lapangan
kerja nonbasis. Dengan demikian, rasio basisnya adalah 1 : 2. Artinya, setiap satu
lapangan kerja basis, tersedia dua lapangan kerja nonbasis.
Apabia pada periode berikutnya ekspor bisa ditingkatkan dan menambah lapangan
kerja basis misalnya 150 unit, maka diharapkan tercipta tambahan 300 lapangan kerja
baru di sektor nonbasis. Dengan kata lain, peningkatan ekspor akhirnya menciptakan
tambahan 450 lapangan kerja baru. Sebaliknya apabila produk pengusaha kita kalah
bersaing di pasar global dan menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 50
4
orang, maka secara bertahap sektor nonbasis akan kehilangan lapangan kerja sebanyak
100 unit. Hal ini berarti pengurangan ekspor akan menurunkan lapangan kerja yang
tersedia sebanyak 150 unit.
Dari kasus perubahan lapangan kerja di atas, yang rasio basisnya 1 : 2, untuk setiap
satu perubahan lapangan kerja di sektor basis akan menambah lapangan kerja total
sebanyak 3 unit, satu di sektor basis dan dua di sektor nonbasis. Besarnya perubahan
lapangan kerja total untuk setiap satu perubahan lapangan kerja di sektor basis disebut
pengganda basis (base multiplier).
Pengganda basis= (total lapangan kerja)/(lapangan kerja basis)
Dari contoh di atas, nilai pengganda basisnya adalah 3000 : 1000 = 3. Setiap
penambahan lapangan kerja basis sebanyak 1 unit, mengakibatkan pertambahan lapangan
kerja total sesbesar 3 unit, yaitu 1 unit di sektor basis dan 2 unit di sektor nonbasis. Dari
contoh di atas digunakan data lapangan kerja, sehingga rasio yang diperoleh disebut
pengganda basis lapangan kerja (employment base multiplier).
Hal yang sama juga dapat dilakukan dengan pendapatan. Dalam menggunakan
ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh
masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Dalam hal
pendapatan, nilai pengganda basis yang diperoleh dinamakan pengganda basis
pendapatan (income base multiplier). Dalam penggunaan variabel pendapatan , baik
pembilang maupun penyebut harus menggunakan nilai dengan ukuran yang sama,
misalnya sama-sama menggunakan niali konstan atau sama-sama harga yang berlaku.
Apabila menggunakan harga berlaku maka kedua nilai adalah untuk tahun yang sama.
Sebetulnya menggunakan data pendapatan (nilai tambah) lebih tepat dibandingkan
dengan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini disebebabkan karena lapangan kerja
memiliki bobot yang berbeda antara satu dengan yang lain. Misalnya, lapangan kerja
untuk manajer tidak sama bobotnya dengan lapangan kerja untuk karyawan biasa, baik
dari sudut upah yang diterima maupun kualifikasi SDM untuk dapat menduduki jabatan
tersebut. Namun data pendapatan seringkali sukar diperoleh atau data yang diperoleh
belum tentu benar. Oleh karena itu, data lapangan kerja lebih sering dipakai apabila data
dikumpulkan lewat survei langsung ke unit usaha. Seandainya nilai pengganda basis
sudah diketahui dari pengalaman terdahulu maka apabila pada suatu tahun tertentu
diketahui besarnya perubahan lapangan kerja di sektor basis, bisa diramalkan jumlah
lapangan kerja yang ebrubah untuk keseluruhan wilayah, yaitu dengan rumus:
5
Perubahan total lapangan kerja= nilai pengganda basis x perubahan pada lapangan kerja
basis
Dalam menggunakan nilai pengganda basis sebagai alat peramalan, sering
dipermasalahkan bahwa nilai pengganda basis yang dihitung adalah berdasarkan
perbandingan lapangan kerja yang terlah tersedia (kondisi saat ini). Hal ini mungkin
berbeda dengan keadaan di masa yang akan datang (perubahan yang diramalkan). Oleh
sebab itu, disarankan untuk menggunakan angka perubahan rata-rata per tahun antara
total lapangan kerja terhadap perubahan lapangan kerja di sektor basis. Apabila angka ini
dihitung dalam bentuk tahunan, misalnya perubahan dari tahun sebelumnya terhadap
tahun ini, akan diperoleh angka pengganda basis per tahun yang biasanya berbeda dari
tahun ke tahun.
Dalam hal ini bisa dipakai angka rata-rata beberapa tahun atau kalau terlihat ada
kecenderungan, misalnya nilai pengganda basis cenderung naik atau cenderung turun
maka dipakai angka proyeksi berdasarkan kecenderungan tersebut. Hal ini terutama lebih
penting diperhatikan apabila nilai pengganda basis didasarkan atas perbandingan
pendapatan dan bukan lapangan kerja. Analisis basis, menggunakan rumus yang sangat
sederhana padahal analisis ini cukup ampuh untuk mengkaji dan memproyeksi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Akan tetapi, permasalahan yang berat dalam
menggunakan analisis ini adalah ketepatan dalam pemilahan antara kegiatan basis dan
nonbasis dan berapa sebenarnya porsi masing-masing dalam perekonomian wilayah.
Teori basis ekonomi ini di kemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad,
1999). Pertumbuhan industri-industri yang mengunakan sumber daya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan peluang kerja. Asumsi inimemberikan pengertian bahwa suatu darah akan
memiliki sektor basis yang unggul ketika daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga menghasilkan ekspor
(Suyatno, 2000).
Inti dari model ekonomi basis adalah arah pertumbuhan wilayah ditentukan oleh
ekspor wilayah tersebut. Ekspor yang dimaksud dapat berupa barang, jasa atau tenaga
kerja/sumber daya manusia. Barang dan tenaga kerja merupakan fungsi permintaan dari
luar yang menyebabkan adanya ekspor.
6
Hipotesis yang dapat ditarik dari model ekonomi basis ini adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah berhubungan positif dengan peningkatan
kegiatan sektor basis wilayah yang bersangkutan. Karena ekspor suatu daerah
umumnya dihasilkan oleh sektor basis wilayah bersangkutan. Pengertian ekspor
dalam hal ini dapat berbentuk perdagangan dengan luar negeri atau perdagangan
antarwilayah dalam suatu negara (Sjafrizal, 2012).
Menurut Harry W Richardson (1977), model ekonomi basis ini mengandung
kelemahan karena: (1) Karakteristik ekonomi nasional dan regional atau daerah
sangatlah berbeda. Ekonomi nasional misalnya bisa ditutup atau menutup diri dari
hubungan ekonomi Negara lain. Akan tetapi ekonomi daerah tidak bisa berbuat
demikian. Jadi ekonomi daerah bersifat lebih terbuka daripada ekonomi nasional. (2)
biasanya ketersediaan data ekonomi daerah lebih terbatas dan kurang sempurna
disbanding data ekonomi nasional. Akibatnya kebutuhan data dalam model ekonomi
makro nasional seringkali gagal dipenuhi bila model tersebut diadopsi untuk
ekonomi daerah atau regional., (3) ekonomi daerah atau regional mengandung
banyak variabel di luar kontrol pemerintah daerah (variabel eksogen). Hal ini
disebabkan oleh tingkat keterbukaan daerah yang tinggi dan keterbatasan wewenang
pemerintah daerah dibanding pemerintah nasional. Meskipun memiliki banyak
keterbatasan tetapi adopsi model basis ekonomi untuk perencanaan pembangunan
daerah dari model pertumbuhan ekonomi makro nasional tetap berguna
2.2 Metode dalam Ekonomi Basis
Menurut Tarigan (2007), metode untuk memilah kegiatan basis dan kegiatan non
basis adalah sebagai berikut :
2.2.1 Metode Langsung
Metode Langsung dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana
mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-
bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. Dari jawaban yang diberikan,
dapat ditentukan berapa persen produk yang dijual ke luar wilayah dan berapa persen
yang dipasarkan di dalam wilayah. Hal yang sama juga dilakukan untuk bahan baku
7
yang mereka gunakan. Untuk kepentingan analisis, diketahui jumlah orang yang
bekerja tersebut dan berapa nilai tambah yang diciptakan oleh kegiatan usaha tersebut.
Akan tetapi, apabila melakukan survei langsusng ke pelaku ekonomi, perusahaan atau
perorangan yang melakukan kegiatan usaha, variabel yang lebih mudah diperoleh
adalah lapangan kerja. Menggunakan variabel nilai tambah/pendapatan sangat sulit
karena di dalamnya terdapat unsur laba pengusaha yang biasanya sensitif untuk
ditanyakan dan ada kemungkinan jawaban yang diberikan bukan yang sebenarnya
selain upah dan gaji. Dalam unsur nilai tambah terdapat unsur laba perusahaan yang
sering kali tidak mudah diketahui terutama untuk perusahaan perorangan. Dengan
demikian, cukup sulit mendapatkan data yang akurat dengan menggunakan variabel
pendapatan dalam survei langsung. Dalam kegiatan usaha sering tercampur kegiatan
basis dan non basis.
2.2.2 Metode Tidak Langsung
Metode ini dipakai karena rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut
waktu dan biaya. Metode ini menggunakan asumsi. Dalam metode asumsi, berdasarkan
kondisi di wilayah tersebut (berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang
diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan nonbasis.
Kegiatan yang mayoritas produknya dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang
amsuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap basis. Sedangkan yang
mayoritasnya dipasarkan okal dianggap nonbasis.
2.2.3 Metode Campuran
Metode ini dipakai pada suatu wilayah yang sudah berkembang, dan cukup banyak
usaha yang tercampur antara kegiatan basis dan kegiatan non basis. Apabila dipakai
metode asumsi murni maka akan memberikan kesalahan yang besar, jika dipakai
metode langsung yang murni maka akan cukup berat. Oleh karena itu orang melakukan
gabungan antara metode langsung dan metode tidak langsung yang disebut metode
campuran. Pelaksanaan metode campuran dengan melakukan survei pendahuluan yaitu
pengumpulan data sekunder, kemudian dianalisis mana kegiatan basis dan non basis.
Asumsinya apabila 70 persen atau lebih produknya diperkirakan dijual ke luar wilayah
maka maka kegiatan itu langsung dianggap basis. Sebaliknya apabila 70 persen atau
lebih produknya dipasarkan ditingkat lokal maka langsung dianggap non basis. Apabila
porsi basis dan non basis tidak begitu kontras maka porsi itu harus ditaksir. Untuk
menentukan porsi tersebut harus dilakukan survei lagi dan harus ditentukan sektor
8
mana yang surveinya cukup dengan pengumpulan data sekunder dan sektor mana yang
membutuhkan sampling pengumpulan data langsung dari pelaku usaha.
2.2.4 Metode Location Quotient (LQ)
Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model
ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi
pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi
kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. (Hood, 1998). LQ ialah suatu
metode yang didasarkan pada teori basis ekonomi untuk menghitung perbandingan
relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu region (kabupaten/Kota)
terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan secara propinsi/nasional
atau menghitung perbandingan antara share output sektor i di kabupaten terhadap share
output sektor i di propinsi. (Rusastra dkk, 2000)
Asumsi dalam LQ:
1. Penduduk di wilayah bersangkutan memiliki pola permintaan wilayah yang sama
dengan pola permintaan nasional
2. Permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi
wilayah, sedangkan kekurangannya diimpor dari wilayah lain
3. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Apabila LQ ≥ maka sektor tersebut merupakan sektor basis
Apabila LQ ≤ maka sektor tersebut adalah sektor non basis
Kelemahan LQ adalah sebagai berikut:
1. Tidak dapat menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional
secara menyeluruh
LQ= Ri /Rt¿/ Nt
Ri = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah
Rt = Pendapatan (tenaga kerja) total wilayah
Ni = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional
Nt = Pendapatan (tenaga kerja) total nasional
9
2. Tidak memperhitungkan ada sebagian produksi nasional adalah untuk orang asing
yang tinggal di wilayah tersebut.
Minimum Requirements
Asumsi :
1. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sector ekstraktif dan industri adalah sektor
basis
2. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sumber ‘khusus’ seperti pendidikan,
kelembagaan, hiburan dipertimbangkan sebagai sektor basis.
3. Melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang ‘sama’ dengan wilayah yang diteliti,
dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja regional, bukan distribusi
rata-rata
4. Setiap wilayah dihitung presentase angkatan kerja yang dipekerjakan dalam setiap
industri
5. Presentase tersebut dibandingkan dan persentase terkecil dipergunakan sebagai
ukuran kebutuhan minimum bagi industri tersebut
6. Presentase minimum ini digunakan sebagai batas dan semua tenaga kerja di wilayah
lain yang lebih tinggi dari persentase ini dianggap sebagai tenaga kerja basis
Perhitungan :
Rasio terendah (m) = Ri / R
Keterangan :
Ri= Sektor i pada suatu wilayah
R = Jumlah Semua Sektor
Dari rumus tersebut diambil nilai terkecil untuk dijadikan sebagai rasio terendah (m).
kemudian digunakan rumus ;
Ei = Ri – mRt
Keterangan :
Ei = Jumlah yang diekspor
m = Kebutuhan minimum produk untuk memenuhi kebutuhan lokal
Rt = PDRB total suatu wilayah
10
Rumus ini digunakan untuk melihat jumlah ekspor sektor I yang dianggap sektor
basis (sektor primer dan industri) pada suatu wilayah tertentu.
2.3 Model Basis Ekonomi Menurut Tiebout
Dalam makalahnya yang berjudul The Community Economic Base Study (1962)
untuk Committee for Economic Development, Charles M. Tiebout menggunakan
perbandingan dalam bentuk pendapatan (income) dan membuat rincian yang lebih
mendalam tentang faktor-faktor yang terkait dalam pengganda basis. Dalam bentuk
pendapatan, hubungan antara perubahan pendapatan basis dengan perubahan total
pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut.
Perubahan pendapatan total=penggandabasis x perubahan pendapatanbasis
Dalam uraian berikut, Tiebout menggunakan simbol-simbol dasar sebagai berikut.
Yt = Pendapatan total (total income)
Yb = Pendapatan basis (basic income)
Yn = Pendapatan nonbasis (service)
K = Pengganda basis (multiplier base)
∆ = Perubahan pada .....
Dengan menggunakan simbol-simbol di atas, apa yang telah dirumuskan dengan kata-
kata di atas dapat dirumuskan ulang menjadi seprti berikut.
∆ Yt=K . ∆ Yb
Atau dalam bentuk lainnya adalah K= YtYb
Karena pendapatan total setara dengan pendapatan basis ditambah dengan
pendapatan nonbasis, maka rumus pengganda basis tersebut dapat di modifikasi menjadi
seperti berikut.
K= YtYb
= 1YbYt
= 1Yt−Yn
Yt
= 1YtYt
−YnYt
= 1
1−YnYt
Pengganda Basis yang dikemukakan diatas disebut sebagai pengganda basis jangka
pendek (Ks), sehingga:
Ks= 1
1−YnYt
11
Dengan rumus KS tersebut diatas, maka diperoleh persamaan baru sebagai berikut.
∆ Yt=( 1
1−YnYt )∆ Yb
Menurut Tiebout perekonomian terdiri atas tiga sektor, yaitu sektor ekspor (X),
sektor investasi (I) dan sektor konsumsi (C). Total pendapatan wilayah adalah
penjumlahan dari ketiga sektor tersebut dengan catatan apabila seluruh kegiatan
menggunakan bahan baku lokal, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut.
Yt=X+ I +C
Namun diketahui bahwa pengeluaran untuk konsumsi dan pengeluaran untuk
investasi tidak seluruhnya menggunakan bahan baku lokal. Yang menjadi pendapatan
daerah adalah total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk impor kedua kegiatan
tersebut. Pengeluaran konsumsi yang digunakan untuk membeli produk lokal dan
menjadi pendapatan daerah diberi simbol Cr dan untuk investasi diberi simbol Ir.
Sehingga didapatkan persamaan seperti berikut.
∆ Yt=∆ X+∆ Ir+∆ Cr
Penambahan simbol r (regional) di belakang I dan C menggambarkan bahwa yang
dihitung hanyalah yang menjadi pendapatan lokal. Sebagian pengeluaran untuk investasi
dan konsumsi tidak akan menjadi pendapatan lokal karena baik karena pajak yang ditarik
pemerintah maupun karena barang tersebut berasal dari impor. Pendapatan dari Cr adalah
pendapatan nonbasis karena besarnya ditentukan oleh tingkat pendapatan masyarakat di
wilayah tersebut. Pendapatan dari X adalah pendapatan basis karena bersifat exogenous.
Begitupula pendapatan dari kegiatan investasi (Ir). Besarnya investasi bukan ditentukan
oleh pendapatan masyarakat saat ini, melainkan berdasarkan keputusan di masa lalu dan
harapan dimasa yang akan datang, atau dana investasi datang dari luar wilayah sehingga
dianggap exogenous. Jadi pendapatan basis terdiri atas penjumlahan dari pendapatan
kegiatan ekspor dan kegiatan investasi tetapi dari bagian yang menjadi pendapatan lokal.
Sehingga dapat dirumuskan bahwa
Yb=X+ Ir
∆ Yb=(∆ X+∆ Ir )=∆( X+ Ir)
12
Dalam rangka penyederhanaan rumus, akan digunakan konsep propensity yaitu
hasrat untuk membelajakan pendapatan. Misalnya propensity to consume adalah hasrat
untuk membelajakan pendapatan untuk membeli barang barang konsumsi. Propensity
biasanya dinyatakan dalam bentuk proporsi yaitu berupa hasil bagi yang dipersentasekan
(%). Propensity biasanya dinyatakan dalam bentuk:
C = propensity to consume
Cr = proporsi konsumsi yang menggunakan produk lokal
Sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut
Yn=Cr=Yt . ( c ) .(cr)
Artinya penerimaan sektor nonbasis sama dengan pengeluaran konsumsi untuk
barang barang lokal sama dengan penerimaan total dikalikan proporsi yang dijadikan
konsumsi dikalikan proporsi konsumsi yang menjadi penerimaan lokal. Apabila
digabungkan antara persamaan jumlah pendapatan nonbasis dengan persamaan
pengganda basis, maka diperoleh persamaan baru seperti berikut.
K= 11−Yt . (c ) .(cr )
Yt
= 11−( c ) .(cr)
Sekarang persamaan tiga sektor dapat dilengkapi dan mendapatkan persamaan
perubahan pendapatan total sebagai berikut.
∆ Yt= 11−(c ) .(cr )
∆(X+ Ir)
Tiebout kemudian merinci sektor-sektornya secara lebih detail. Sektor ekspor
dibagi menjadi dua dan sektor investasi dibagi menjadi empat. Perinciannya dengan
menggunakan simbol yang lebih sederhana adalah sebagai berikut.
Xp = penerimaan dari ekspor kepada pihak swasta/luar negeri
Xg= penerimaan dari ekspor kepada pemerintah pusat, yaitu barang/jasa yangdibeli
pemerintah pusat diwilayah analisis
Irb= penerimaan dari investasi di bidang usaha
Irh= penerimaan dari investasi perumahan
Irg= penerimaan dari investasi pemerintah di wilayah analisis
13
Org = penerimaan dari kegiatan rutin pemerintahan di wilayah perencanaan
Dari asumsi yang diutarakan Tiebout tersebut, maka dapat dibuat persamaan
pengganda jangka pendek (short run multiplier).
∆ Yt=( 11−(c ) .(cr )) . ∆ ( Xp+Xg+ Irb+ Irh+ Irg+Org )
Menurut Tiebout dalam jangka panjang (long run), hanya sektor ekspor yang dapat
mendorong pertumbuhan, sedangkan sektor investasi sebnarnya tumbuh karena ada
pertumbuhan ekonomi. Apabila ekonomi menjadi statis (tidak ada pertumbuhan) maka
investasi baru akan sama dengan nol, kecuali hanya untuk mengganti barang-barang
yang sudah aus. Jadi dalam jangka panjang yang mendorong pertumbuhan pendapatan
basis dan non basis adalah sebagai berikut.
∆ Yb=∆ ( Xp+ Xg )∆ Yn=∆ (Cr+ Irb+ Irh+ Irg+Org )
Dalam menggunakan pengganda basis jangka panjang, setiap komponen dari
sektor nonbasis harus dipelakukan sama dengan konsumsi. Dengan menggunakan
propensity terminology, rumus untuk menghitung perubahan pendapatan wilayah dengan
tujuh sektor untuk kondisi jangka panjang dapat ditulis sebagai berikut.
∆ Yt= 11−[ (c ) . (cr )+( ib ) . (irb )+( ih ) . ( irh )+ ( ig) . ( irg )+(og ) . ( org ) ]
∆( Xp+Xg)
Persamaan ini disebut sebagai persamaan pengganda jangka panjang (long run
multiplier).
2.4 Evaluasi Atas Tingkat Kebasisan Suatu Produk
Untuk mendorong pertumbuhan suatu wilayah, perlu didorong pertumbuhan sektor
basis karena akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, yaitu sektor nonbasis. Dalam
suatu wilayah, sektor basis adalah sektor yang menjual produknya ke luar wilayah atau
ada kegiatan yang emndatangan uang dari luar wilayah. Namun, apabila suatu kegiatan
basis ingin dikembangkan secara besar-besaran, perlu dilihat apakah pasar di luar
wilayah (luar negeri) masih mampu menampung perluasan dari produk basis tersebut.
Untuk melihat apakah pasar produk yang dihasilkan tidak cepat jenuh, perlu dilihat
tingkat kebasisan suatu produk, yang pada dasarnya melihat seberapa laus pasar yang
14
dapat dijangkau oleh produk tersebut. Tingkat kebasisan suatu produk, misalnya dapat
dijenjangkan sebagai berikut:
1. Jangkauan pemasarannya hanya pada beberapa desa tetangga
2. Jangkauan pemasarannya hanya pada beberapa wilayah kecamatan
3. Jangkauan pemasarannya hanya pada wilayah satu provinsi
4. Jangkauan pemasarannya mencakup beberapa wilayah provinsi
5. Jangkauan pemasarannya mencakup sebagian besar wilayah ekonomi nasional dan
ekspor
6. Jangkauan pemasarannyanya pada hampir seluruh wilayah ekonomi nasional dan
merupakan ekspor tradisional
Sebetulnya penjenjangan di atas tidaklah mutlak. Yang sulit adalah memberi bobot
antara pemasaran di dalam negeri dengan ekspor. Ada komoditi yang wilayah
pemasarannya di dalam negeri tidak begitu luas tetapi sudah dipasarkan ke luar negeri.
Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah komoditi itu sudah lama sebagai komoditi
ekspor atau belum dan berapa volumenya. Selain itu perlu diperhatikan apakah ekspor itu
hanya ke satu negara atau beberapa negara. Apabila sudah lama sebagai komoditi ekspor,
volumenya juga cukup besar dipasarkan ke berbagai negara dan ekspor itu berkelanjutan,
maka komoditi itu harus dianggap memiliki tingkat kebasisan yang tinggi. Makin luas
wilayah pemasaran suatu produk, pasarnya makin tidak mudah jenuh, yang berarti
tingkat kebasisannya makin tinggi. Produk dengan tingkat kebasisan yang lebih tinggi,
harus diprioritaskan untuk dikembangkan karena pasarnya tidak mudah jenuh.
2.5 Studi Kasus
Perkembangan perekonomian suatu daerah dapat kita lihat melalui data dari
pendapatan regional daerah. PDRB di Indonesia pada dasarnya terdiri dari 9 sektor yaitu
sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor
listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan dan konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan
restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan
yang terakhir sektor jasa-jasa (BPS jawa timur:2012).
Menurut data PDRB yang didapat dari BPS Provinsi Jawa Timur di Kabupaten
Lamongan saat ini penyumbang PDRB terbesar dari tahun 2007-2011 masih di sumbang
oleh sektor pertanian dengan nilai rata-rata 45 persen dari total PDRB Kabupaten
15
Lamongan. jika dirinci lagi dapat diketahui bahwa sub sektor yang memiliki kontribusi
besar pada sektor pertanian adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor
perikanan. Selanjutnya penyumbang PDRB terbesar kedua setelah sektor pertanian
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. penyumbang PDRB terbesar ketiga
ditempati oleh sektor jasa-jasa.
Tabel 1. Analisis LQ tahun 2007-2011 di Kabupaten Lamongan
Dari hasil perhitungan analisis LQ didapatkan bahwa hanya terdapat satu sektor
basis yakni sektor pertanian dan sisanya adalah sektor non basis. Sektor pertanian di
Kabupaten Lamongan memiliki nilai LQ yang jauh lebih tinggi dari pada sektor-sektor
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian ini memiliki potensi yang bagus
untuk dikembangkan. Sehingga dengan bertambah banyaknya kegiatan ekonomi dari
sektor pertanian ini akan ikut berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi sektor-sektor lain.
Tingginya nilai LQ pada sektor pertanian ini tidak lepas dari peranan dari dua sub sektor
utama dari sektor pertanian yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
sektor pertanian ini. Dua sub sektor tersebut adalah sub sektor tanaman bahan makanan
yang merupakan kontributor tertinggi dan sub sektor perikanan sebagai kontributor
terbesar kedua setelah sub sektor tanaman bahan makanan.
Tingginya kontribusi dari sub sektor tanaman bahan makanan ini didukung dengan
adanya pemanfaatan lahan yang ada di Kabupaten Lamongan. Menurut data yang didapat
dari BPS, pembagian lahan menurut jenisnya di Kabupaten Lamongan terdiri dari yang
pertama adalah lahan pertanian sawah dengan persentase 52 persen dari total lahan yang
ada di Kabupaten Lamongan. Kedua adalah lahan pertanian non sawah dengan
persentase 23 persen dari total lahan. Ketiga adalah lahan non pertanian dengan
16
persentase 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah luas lahan di
Kabupaten Lamongan dimanfaatkan untuk sektor pertanian.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya teori ekonomi basis terjadi karena industri basis menghasilkan
barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yang
bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah
tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya
kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan
pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru.
Sedangkan base multiplier merupakan besarnya perubahan kerja total untuk setiap
satu perubahan lapangan kerja disektor basis. Jadi base multiplier sama dengan total
lapangan kerja dibagi lapangan kerja basis.
Adapun 4 metode yang digunakan antara lain metode langsung, tidak langsung,
campuran dan LQ. Dari keempat metode tersebut, metode yang paling sering digunakan
yakni metode LQ, dimana metode ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan merumuskan
komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/13968/1/
Model_Ekonomi_Basis_Untuk_Perencanaan....by_Nugroho_SBM_(OK).pdf
http://fitriskasim.blogspot.com/2013/05/ekonomi-regional.html
https://alviansaf.wordpress.com/2013/03/14/aplikasi-metode-location-quotient-lq-dalam-
penentuan-komoditas-palawija-unggulan-pada-provinsi-termuda-nkri-sulawesi-barat/
Top Related