BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru
lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan.
Sebab, menurut Badriul Hegar, ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi
dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal (Suririnah, 2008
:10).
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia
berlandaskan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004. Ini juga mengacu kepada
Resolusi World Health Assembly (WHA.2001). Di situ dikatakan, untuk mencapai
pertumbuhan perkembangan dan kesehatan optimal, bayi harus diberi ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama, selanjutnya untuk kecukupan nutrisi bayi harus
mulai diberi makan pendamping ASI cukup dan aman dengan pemberian ASI
dilanjutkan sampai usia 2 tahun atau lebih (Suririnah, 2008 :11).
Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan
menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu,
kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar
rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah
1
menghambat kelancaran produksi ASI (Suririnah, 2008 :10).
Berdasarkan data SDKI bayi usia 4 bulan pada tahun 2002-2003 hanya 55
persen yang memberikan ASI eksklusif, bahkan lebih parahnya bayi usia 6 bulan
hanya 39,5 persen dari keseluruhan bayi. Secara otomatis pemakaian susu
formula meningkat 3 kali lipat antara tahun 1997 – 2002 (Suririnah, 2008 :10).
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, peningkatan pemberian ASI
merupakan kegiatan strategis yang dapat menurunkan subsidi pemerintah daerah
untuk kesehatan bayi dan anak lebih sehat sehingga menurunkan angka kesakitan
dan kematian bayi dengan dampak juga akan meningkatkan kualitas SDM daerah
di masa mendatang (Suririnah, 2008 :10).
Permasalahan dalam pemberian ASI eksklusif adalah masih rendahnya
pemahaman ibu, keluarga dan masyarakat tentang ASI. Kebiasaan memberi
makanan/minuman secara dini dari sebagian masyarakat juga memberi pemicu
dari kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif (Suririnah, 2008 :11).
Kemajuan teknologi dan canggihnya komunikasi serta gencarnya promosi
susu formula pengganti ASI, membuat masyarakat kurang percaya akan
keampuhan ASI dan tergiur untuk memilih susu formula. Padahal, promosi
penambahan AA, DHA, ARA dan sebagainya sudah ada dalam komposisi ASI,
pun zat kekebalan tubuh (antibodi) untuk ketahanan tubuh bayi dan tidak terdapat
dalam susu formula (Suririnah, 2008 :11).
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Neonatus
2
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali. sedangkan
untuk bayi lebih dari 1 bulan dan anak dikatakan diare jika frekuensi lebih dari 3
kali ( Staf pengajar IKA FKUI, 2000:1)
Diare merupakan salah satu penyakit utama pada bayi di Indonesia sampai
saat ini. menurut survey pemberantasan penyakit diare tahun 2000 bahwa angka
kesakitan atau insiden diare terdapat 301 per 1000 penduduk di Indonesia. Angka
kesakitan diare pada balita 1,0 – 1,5 pertahun (DepKes RI, 2000: 3).
Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DepKes RI tahun
2000, bahwa 10% penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik
menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia
dan dua pertiganya adalah bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa
(Widjaya, 2002: 2).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada bayi 0-6 bulan sangat
berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Berdasarkan hasil penelitian
Roesli (2000) dalam Purwanti, 2004 menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi
ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering terkena diare
dibandingkan dengan yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan
karena ASI mengandung nilai gizi yang tinggi, adanya antibodi, sel-sel leukosit,
enzim, hormon dan lain-lain yang dapat melindungi bayi dari berbagai infeksi
(Soetjiningsih, 1997: 12)
Data yang didapatkan dari wilayah kerja Puskesmas Birobuli pada bulan
Januari sampai Mei 2008 yaitu jumlah keseluruhan bayi adalah 597 dan bayi yang
3
mendapat ASI eksklusif adalah 419 bayi (70%) dan yang tidak mendapat ASI
eksklusif adalah 178 bayi (30%) serta angka kejadian diare pada bayi adalah 183
bayi (30,6%). Dengan demikian cukup banyak jumlah bayi yang menderita diare
yang mana belum diketahui apakah bayi-bayi mendapat ASI eksklusif atau tidak.
Dengan melihat hal di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan
ASI eksklusif dan tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli Palu tahun 2008”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Apakah ada perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan ASI eksklusif
dan tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli Palu tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan ASI
eksklusif dan tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli Palu tahun 2008.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya prevalensi penyakit diare pada bayi dengan ASI ekslusif di
Puskesmas Birobuli Palu.
b. Diketahuinya prevalensi penyakit diare pada bayi dengan tidak
eksklusif di Puskesmas Birobuli Palu
c. Diketahuinya perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan
ASI eksklusif dan tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli Palu
4
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Puskesmas Birobuli Palu.
Memberikan gambaran tentang prevalensi penyakit diare pada bayi dengan
ASI eksklusif dan tidak eksklusif sehingga pihak puskesmas bisa memberikan
penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif.
2. Untuk peneliti lainnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
3. Untuk penulis
Merupakan pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian sederhana
dan mengaplikasikan ilmu tentang metodologi penelitian yang didapat di
bangku kuliah serta bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan.
E. Ruang Lingkup penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Birobuli Palu pada bulan Juli tahun
2008.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang ASI Eksklusif
1. Pengertian
a. Pengertian ASI
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi anda. ASI mengandung
nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk
pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada bayi anda bukan
saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga keuntungan untuk ibu
(Suririnah, 2004 : 1).
b. Pengertian ASI Ekslusif
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi sejak
bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan
dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan
tambahan yang sesuai (Kuntari, 2004 : 7-9).
2. Keuntungan memberi ASI
a. Keuntungan untuk bayi (Suririnah, 2004 : 1)
1) ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi anda.
Dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.
2) ASI mudah dicerna oleh bayi.
3) Jarang menyebabkan konstipasi.
6
4) Nutrisi yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi.
5) ASI kaya akan antibody(zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh
bayi untuk melawan infeksi dan penyakit lainnya.
6) ASI dapat mencegah karies karena mengandung mineral selenium.
7) Dari suatu penelitian di Denmark menemukan bahwa bayi yang
diberikan ASI samapi lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang
lebih cerdas. Hal ini diduga karena Asi mengandung DHA/AA.
8) Bayi yang diberikan ASI eksklusif samapi 4 bulan akan menurunkan
resiko sakit jantung bila mereka dewasa.
9) ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian
bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko kematian
bayi mendadak.
10) Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan
bayi.
b. Keuntungan untuk ibu (Suririnah, 2004 : 1-2)
1) Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan
kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
2) Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke
ukuran sebelum hamil.
3) Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga membantu penurunan
berat badan lebih cepat.
7
4) Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada
wanita menyusui sangat rendah.
5) Karena begitu besar manfaat dari ASI maka WHO dan UNICEF
menganjurkan agar para ibu memberikan ASI Eksklusif yaitu hanya
memberikan ASI saja tanpa makanan pendamping hingga bayi berusia
6 bulan.
Begitu banyak keuntungan yang diberikan Air Susu Ibu baik untuk ibu
maupun bayi. Berikanlah Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi anda sebagai hadiah
terindah dalam menyambut kelahirannya. (Suririnah, 2004 : 2)
3. Alasan memberi ASI
Alasan utama adalah karena:
a) ASI secara otomatis akan diproduksi oleh ibu yang melahirkan.
b) Karena itu tidak harus dibeli.
c) Kandungan dan nutrisi ASI ini sangat dibutuhkan oleh bayi pada enam
bulan pertama.
d) ASI mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari infeksi.
Antibodi ini sebenarnya diciptakan oleh si ibu sebagai respons atas kuman
yang muncul di dalam ASI.
e) Karena itu, ASI sekaligus mengurangi risiko bayi terkena alergi seperti
eksema, asma, diabetes anak-anak, serta infeksi telinga.
f) Sementara bagi ibu, meski tidak berarti membebaskan, ASI mengurangi
risiko terkena kanker ovarium maupun payudara.
8
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang
sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun
demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru
pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar.
Kendati prosesnya alami, kemampuan ibu memberi ASI tidak datang
tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang turut memberi andil dalam kelancaran
pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik sampai batin calon ibu. Makin dini
bayi disusui, maka kian cepat dan lancar proses menyusui si kecil.
Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar
perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya antara lain dengan
mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan, cukup
beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang
disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun.
Kebahagiaan dan kebanggaan tidak terkira dirasakan ibu jika berhasil
menyusui bayinya, khususnya setelah hamil anak pertama. Sebab, air susu ibu
alias ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi. Kunci kesuksesan
menyusui adalah rasa cinta, ketekunan, kesabaran, percaya diri, disertai
penerapan manajemen laktasi yang baik. Tidak ada jadwal khusus yang bisa
diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat
bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja
penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI
eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
9
Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan
susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun
lantaran kelelahan setelah seharian bekerja. Selain itu, banyak di antara
mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui, seperti bayi tidak mau
disusui, saluran ASI tersumbat.
Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja
untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja
bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah
hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI
juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI
perah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan
memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. ASI sebaiknya
diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering
dikeluarkan.
ASI pada dasarnya dapat diperah melalui tiga cara, yakni
menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai alat pompa elektrik.
Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan, memerah ASI dengan
tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa melakukannya
kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk menampung
ASI.
Cara apa pun yang dipilih, faktor kebersihan harus tetap diperhatikan.
Sebelum memerah ASI, cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga
10
bersih dan sediakan wadah tertutup yang bersih dan steril untuk menampung
ASI. Kemudian, perah sedikit ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena
air susu ibu mengandung zat antibakteri.
Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang
diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil
memerah ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya
berlatih memerah ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama
di tempat kerja, ibu dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di
tempat yang tenang.
Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan
yang mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang
terbuat dari plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan
mempunyai mulut lebar agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan
mudah. Bila ASI tidak langsung diberikan, pastikan penyimpanannya aman
dari kontaminasi dan berikan label waktu pemerahan pada setiap wadah ASI
perah.
Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI
tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses
Menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih
dari tiga atau empat jam. ASI perah tahan enam sampai delapan jam di
ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos berisi es batu, 48 jam dalam
lemari es dan tiga bulan dalam freezer. Sebelum diberikan kepada bayi, ASI
11
yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan
suhu kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat
sebelum diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau
sendok agar bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI,
bayi dipegang dalam posisi tegak agar sendawa.
Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan
orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga
bayi tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak
dihabiskan bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi
terhindar dari risiko terserang diare.
Selain penerapan manajemen, laktasi itu juga harus disertai dukungan
semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa
berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama
suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak
kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika
ditinggal bekerja.
Adanya “tempat kerja sayang ibu” yang mendukung proses laktasi di
tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama
enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau
memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui
atau memerah ASI setiap tiga jam (Rien Kuntari, 2004 : 9)
12
6. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (Lmkm)
a. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas;
b. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut;
c. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir
sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui;
d. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat
operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
e. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi
medis;
f. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada
bayi baru lahir;
g. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24
jam sehari
h. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan
terhadap lama dan frekuensi menyusui
i. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
13
5. Manfaat ASI Untuk Diare (Suradi, 2004:3)
Perlu diketahui bahwa pola defekasi pada bayi yang mendapat
kolostrum adalah sering dan cair, sehingga perlu dibedakan dengan diare.
Apabila bayi benar mengalami diare maka tidak ada alasan sama sekali untuk
menghentikan ASI, justru ASI mempunyai manfaat untuk diare:
c. ASI dapat digunakan untuk rehidrasi.
d. ASI mengandung zat gizi untuk memenuhi kecukupan gizi selama diare.
e. ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare.
f. ASI mengandung zat untuk pertumbuhan sel mukosa usus yang rusak oleh
diare.
g. Diare lebih ringan dan lama diare lebih pendek pada bayi yang mendapat.
ASI
B. Tinjauan Tentang Diare
1. Pengertian Diare
Beberapa pengertian diare sebagai berikut:
a. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya (Staf
pengajar IKA FKUI, 2000:1)
b. Diare adalah suatu keadaan dimana tinja kehilangan konsistensi normal
yang lazim disertai kenaikan frekuensi berak (Roger, 1995:145).
c. Diare adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus yang
disebabkan oleh virus dan parasit (Cecily.L, 2002:155)
14
d. Diare adalah keadaan buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak (Ngastiyah, 1997: 143).
2. Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam berbagai faktor antara lain (Ngastiyah,
1997: 143):
a. Faktor infeksi
1) Infeksi Enteral: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, Ecolli, Salmonella, Yersinia Shigella,
Sampylobacter, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (virus Echo, Rotavirus, Adeno
Virus Coxsackie, Poliomyelitis), Astrovirus.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Stroogyloides), Protozoa (Entamoeba, Histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas Hominis), Jamur; (Candida Albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar pencernaan makanan seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis,
Bronchopneumonia, Ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun.
15
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi Karbohidrat, disakarida (intoleransi laktossa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan glukosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar).
e. Diet
Serangan diare dapat terjadi karena terlalu banyak bahan makanan yang
sulit dicerna, seperti kacang, cabai, dan beberapa obat tradisional yang
menyebabkan rangsangan pada usus.
f. Gizi
Mencret dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi seperti pada
kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan.
3. Gambaran Klinis Diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. biasanya warna
tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu,
anus dan daerah sekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
16
makin asam sebagai akibat makin banyak laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak diabsorbsi oleh usus selama diare (Roger, 1995:145).
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan mulai
menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada
bayi) selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah,
1997: 144).
4. Penatalaksanaan Diare (Ngastiyah, 1997: 145)
Prinsip pengobatan diare menggantikan cairan yang hilang melalui
tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit
dan glukosa atau karbohidrat lain. Tindakan pertama yang dilakukan dirumah
yaitu dengan pemberian peroral berupa oralit, larutan gula garam banyaknya
cairan yang diberikan adalah 50 ml/Kg Bb selama 4-6 jam.
Dasar Pengobatan Diare
a. Obat Anti sekresi: Asetosal dosis 25 mg, Klorpramazim dosis 0,5-1
mg/Bb/hr.
b. Obat Spasmolitik seperti papaverin, eksrtak beladona, Opium loperamid.
c. Antibiotik seperti Tetrasiklin 25-50 mg/Kg Bb/hr.
d. Dietetik (cara pemberian makanan).
5. Pencegahan
17
a. Jagalah kebersihan makanan, tubuh dan lingkungan terutama kebersihan
air minum, makan dari lalat dan kotoran. Jagalah agar tidak ada sampah
busuk dan terbuka di lingkungan rumah dan sekolah. Jangan minum air
mentah yang mengandung bibit penyakit. Sebaiknya air minum dimasak
sampai mendidih (Ngastiyah, 1997: 145)
b. Anak diberikan makanan bergizi yang sehat dan seimbang agar daya tahan
anak kuat terhadap penyakit (Ngastiyah, 1997: 145).
c. Bayi yang mendapat tambahan susu formula, susu harus bersih dan
dengan pemberian komposisi yang tepat, dan sebaiknya mengandung
bahan anti infeksi akan melindungi anak terhadap diare (Ngastiyah, 1997:
145).
d. Bayi diberi ASI ekslusif karena ASI dapat melindungi bayi dari penyakit
infeksi, diare dan alergi (Supartini, 2004:109).
6. Komplikasi (Ngastiyah, 1997: 145)
a. Dehidrasi.
b. Renjatan hipovolemia.
c. Hipokalemia.
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactate.
f. Kejang.
g. Malnutrisi energi protein
18
Dari komplikasi di atas yang sering terjadi adalah dehidrasi.
a. Pengertian Dehidrasi (Soebagjo, 1996: 463).
Dehidrasi adalah kekurangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat. Bila berdasarkan
tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonis, isotonik dan
hipertonik. Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan
dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5 %. Pada
dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan
kecil, tekanan darah menurun (apatis, somnolen, kadang soporokomatius)
(Soebagjo, 1996: 149).
Akibat dehidrasi dapat terjadi (oliguria sampai anuria). Bila sudah
terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernafasan
yang cepat dan dalam (pernafasan kusmaul). Asidosis metabolik terjadi
karena :
1) Kehilangan NaHCo3 melalui tinja diare.
2) Ketosis, kelaparan.
3) Produk-produk metabolik yang bersifat asam, tidak dapat dikeluarkan
(karena oliguria/anuria).
4) Berpadunya ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam
intraseluler.
19
5) Penimbunan asam laktat.
b. Keluhan dan tanda klinis dehidrasi (Soebagjo S, 2002: 85-86).
Tanda-tanda klinis yang timbul apabila penderita jatuh ke dalam dehidrasi
adalah:
1) Rasa haus.
2) Elastisitas kulit menurun.
3) Bibir dan mulut kering
4) Mata cowong
5) Ubun-ubun dasar cekung.
6) Air kencing sedikit.
7) Takikardia.
8) Kesadaran menurun.
9) Klasifikasi Dehidrasi (Soebagjo, 1996: 149).
c. Penentuan derajat dehidrasi menurut defisit berat badan:
1) Dehidrasi ringan (deficit 6-8%Bb).
2) Dehidrasi sedang (deficit 6-9%Bb).
3) Dehidrasi berat (deficit lebih dari 10%Bb).
d. Dehidrasi berdasarkan tonisitas plasma terbagi atas:
1) Dehidrasi Isotonis
20
Memiliki osmolalitas yang sama seperti serum dan cairan tubuh yang
lain. Osmolalitas berada dalam rentang normal untuk serum (280-295
Mosm/L)
2) Dehidrasi Hipotonik
Tubuh mengali kehilangan cairan yang mengandung elektrolit melalui
saluran pencernaan, sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini
menghambat dikeluarkanya hormon anti diuretik sehingga ginjal
mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi cairan ekstra seluler yang
normal. Larutan hipotonik memiliki osmolalitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan osmolalitas serum.
3) Dehidrasi Hipertonik
Dehidrasi hipertonik terjadi karena masuknya air sangat terbatas, pada
orang yang mengeluarkan keringat yang sangat banyak tanpa
mendapat penggantian air/mendapat minum. Pada stadium permulaan
water depletion, ion natrium dan chlor ikut menghilang dengan cairan
tubuh tetapi kemudian terjadi reabsorbsi ion melalui tubulus ginjal
yang berlebihan sehingga cairan ekstra seluler mengandung natrium
dan chlor berlebihan dan terjadi hipertonis. Kematian akan terjadi bila
orang kehilangan ± 15-22% total body water.
4) Dehidrasi berdasarkan manifestasi klinis
a) Dehidrasi Ringan
21
Keadaan umum sadar baik, rasa haus bertambah, sirkulasi
darah/nadi normal, mata agak cekung, turgor/tonus biasa, kencing
biasa.
b) Dehidrasi Sedang
Keadaan umum gelisah, rasa haus +, sirkulasi darah/nadi cepat,
(120-140), pernafasan agak cepat, mata cekung, turgor/tonus
kurang, kencing sedikit, selaput lendir kering, ubun-ubun cekung.
c) Dehidrasi berat
Keadaan umum apatis/koma rasa haus bertambah, sirkulasi
darah/nadi cepat sekali (lebih dari 140). Pernafasan kusmaul (cepat
dan dalam), mata cekung sekali, turgor/tonus kurang sekali,
kencing tidak ada. (Soebagjo, 1996: 70).
5) Dehidrasi berdasarkan kehilangan cairan
Tabel 2.1Kehilangan Cairan Menurut Derajat Dehidrasi
Pada Anak Usia Di bawah 2 Tahun
Derajat dehidrasi PWL NWL CWL JumlahRingan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 200 25 350
Sumber: (Ngastiyah, 1997: 146)
Tabel 2.2Kehilangan Cairan Menurut Derajat Dehidrasi
Pada Anak Usia Di bawah 2-5 Tahun
22
Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185
Sumber: (Ngastiyah, 1997: 146)
Tabel 2.3Kehilangan Cairan Pada Dehidrasi Berat
Menurut Berat Badan Dan Umur
Derajat Dehidrasi
Umur PWL NWL CWL Jumlah
0 – 3 Kg 0 – 2 bln 150 125 25 300
3 – 10 Kg 1 – 2 bln 125 100 25 250
10 – 15 Kg 1 – 5 thn 100 80 25 205
15 – 25 Kg 5 – 10 thn 80 25 25 130
Sumber: (Ngastiyah, 1997: 146)
Keterangan:
PWL : Previus Water Losses (ml/Kg/Bb) cairan yang hilang
karena muntah.
NWL : Normal Water Losses (ml/Kg/Bb) urine, penguapan
kulit, pernafasan.
CWL : Concomitant Water Losses (ml/Kg/Bb) karena diare
dan muntah.
6) Penatalaksanaan
Cara memberikan cairan dengan jenis cairan serta perbandingannya.
1) Belum terjadi Dehidrasi
23
Per oral, sebanyak anak mau minum atau 1 gelas larutan gula
garam/oralit tiap defekasi.
2) Dehidrasi Ringan
a) 1 jam pertama : 25-50 ml/Kg/Bb per oral
b) Selanjutnya : 125 ml/Kg/Bb/hari.
Cairan isotonic 0,9 % NaCI, yang sering digunakan adalah
konsentrasi Dektrose 5%
3) Dehidrasi Sedang
a) 1 jam pertama : 50-100 ml/Kg/Bb per oral
b) Selanjutnya : 125 ml/Kg/Bb/hari.
Cairan Ringer Lactat 1 jam pertama 10 tetes/Kg/Bb/menit
7 jam berikutnya 3 tetes/Kg/Bb/menit
4) Dehidrasi Berat (Ngastiyah, 1997: 147-148)
a) Untuk usia 1 bulan – 2 tahun Bb 3 Kg.
1 jam pertama : 40/Kg/Bb/jam = 10 tetes/Kg/Bb/menit
(set infus berukuran 1 ml = 15 tetes).
b) 7 jam berikutnya : 12 ml/Kg/Bb/jam = 3 tetes/Kg/Bb/menit
(set infus berukuran 1 ml = 15 tetes).
c) 16 jam berikutnya : 125 ml/Kg/Bb oralit per oral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum teruskan dengan intravena = 2
tetes/Kg/menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes).
Cairan 4:1 (4 bagian glukosa + 1 bagian NaHCO3 11/2 %).
24
d) Untuk anak usia lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
Kg.
(1) 1 jam pertama : 30 ml/Kg Bb/jam atau 8 tetes/Kg Bb/menit (1
ml = 15 tetes).
(2) 7 jam berikutnya : 10 ml/Kg/Bb/jam atau 3 tetes/Kg Bb/menit
(1 ml = 15 tetes).
(3) 16 jam berikutnya : 125 ml/Kg Bb/jam atau 8 tetes/Kg
Bb/menit (1 ml = 15 tetes). Cairan isotonic, 0,9 % NaCI.
e) Untuk anak usia lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 12-15
Kg.
(1) 1 jam pertama : 20 ml/Kg Bb/jam atau 5 tetes/Kg/Bb/menit (1
ml = 15 tetes).
(2) 7 jam berikutnya : 10 ml/Kg/Bb/jam atau 21/2
tetes/Kg/Bb/menit (1 ml = 15 tetes).
c) 16 jam berikutnya : 105 ml/Kg/Bb oralit per oral.
Bila anak tidak mau minum dapat diberi melalui intravena 1
tetes/Kg/Bb/menit (1 ml = 15 tetes).
Cairan Ringer Lactat (Larutan Hartmann).
f) Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan Bb 2-3 Kg.
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/Kg Bb/24
jam.
25
(1) Kecepatan 4 jam pertama: 25 ml/Kg Bb/ 20 jam atau 2 tetes/Kg
Bb/menit (1 ml : 20 tetes)
(2) Jenis cairan : 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3
11/2%)
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
26
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, variabel yang akan diteliti
yaitu perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan ASI eksklusif dan
tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli. Secara sistematis dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 3.1Kerangka Konsep
Independen Dependen
B. Hipotesis
Ada Perbedaan prevalensi penyakit diare pada bayi dengan ASI eksklusif dan
tidak eksklusif di Puskesmas Birobuli
C. Definisi Operasional
1. Pemberian ASI
Definisi : Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada bayi
sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur : 0 = ASI tidak eksklusif (bayi diberi ASI dan susu formula)
27
Penyakit Diare
Pemberian ASI
Eksklusif Tidak Eksklusif
1 = ASI eksklusif (bayi hanya diberi ASI sampai umur 6
bulan)
Skala ukur : Ordinal
2. Penyakit Diare
Definisi : Diare diartikan sebagai buang air besar pada bayi yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih
banyak dari biasanya.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur : 0 = Pernah diare
1 = Tidak pernah diare
Skala ukur : Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
28
A. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian
analitik, dengan pendekatan Cross Sectional study penelitian yang dilakukan pada
saat yang bersamaan antara variabel independen dan variabel dependen (Alimul
Azis, 2002:28).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti
(Riduwan, 2006: 8). Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang
memiliki bayi umur 7-12 bulan di Puskesmas Birobuli tahun 2008 yang
berjumlah 222 bayi.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan tehnik
‘sampling’ tertentu dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel
yang benar-benar mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya (Riduwan,2006: 8). Pada penelitian ini, sampel diambil dari
sebagian ibu yang memiliki bayi umur 7-12 bulan di Puskesmas Birobuli.
a. Besar sampel
Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut:
29
N n = 1 + N (d2)
222 1 + 222 (0,1)2
222 1 + 222 (0,01) 222 1 + 2,22
222 3,22
Keterangan
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Dimana :
N = 222
d = 10% (0,1)
n =
n =
n =
n =
n = 69 sampel
jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 69 responden.
b. Tehnik Pengambilan Sampel.
30
69222
69222
69222
Dalam penelitian ini, tehnik pengambilan sampel yang digunakan
adalah simple random sampling dengan cara door to door, yaitu ibu
memiliki bayi didatangi dan dijadikan responden.
Proporsi sampel tiap kelurahan:
Kelurahan Birobuli Utara : x 109 = 34
Kelurahan Lolu Utara : x 54 = 17
Kelurahan Lolu Selatan : x 59 = 18
C. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah :
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden dengan jalan mendatangi ibu
yang memiliki bayi di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu pada bulan Juli
tahun 2008.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas Birobuli Palu berupa data tentang jumlah
ibu yang memiliki bayi.
D. Pengolahan Data
31
Pada penelitian ini penulis menggunakan tahap-tahap pengolahan data
sebagai berikut :
1. Editing : Memeriksa kembali data dan menyelesaikannya dengan
rencana semula seperti yang diinginkan, apakah tidak ada
yang salah.
2. Coding : Pemberian nomor kode atau bobot pada jawaban yang bersifat
kategori
3. Entry : Memasukkan data ke program komputer untuk kebutuhan
analisis.
4. Cleaning : Membersihkan data dengan melihat variabel yang
digunakan apakah datanya sudah benar atau belum.
E. Analisa Data
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan bantuan komputer melalui
program SPSS. Analisa data akan dilakukan dalam dua tahap, meliputi :
1. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekwensi dan proporsi masing-masing
variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
2. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Uji yang digunakan adalah uji Chi-Square (X2)
dengan derajat kemaknaan 95%. Bila nilai p ≤ 0,05, berarti hasil perhitungan
32
statistik bermakna (signifikan) dan nilai p > 0,05, berarti hasil perhitungan
statistik tidak bermakna.
F. Etika Penelitian
1. Informed Consent
Sebelum melakukan penelitian maka akan diedarkan lembar
persetujuan untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subyek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek
bersedia, maka responden harus menanda tangani lembar persetujuan dan jika
responden bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Anonimity (tanpa nama)
Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu mencantumkan nama
pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
33
DAFTAR PUSTAKA
Alimul H, Aziz, 2003. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Betz, Cecily, 2002, Keperawatan Pedietri, EGC, Jakarta.
Sjaefoellah Noer, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Notoadmojo Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar, PT. Rineka Cipta, EGC, Jakarta.
Riduwan,2006. Dasar-Dasar Statistika. Cetakan ke V, Bandung
Rien Kuntari, 2004. Tentang ASI Eksklusif
Roger Maret Barkin, 1995, Diagnosis Pediatri Yang Berorientasi Pada Masalah, EGC, Jakarta
Rulina Suradi, 2004. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi
Soegijanto, Soegeng, 2002, Ilmu Penyakit Anak, Diagnos dan Penatalaksanaan, Salemba Medika, Jakarta
Supartini Yupi, 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta
Suririnah, 2004. Air Susu Ibu (ASI) Memberi Keuntungan Ganda Untuk Ibu dan Bayi. www.InfoIbu.com. Jumat, 05-Nopember-2004, 08:57:43
Suririnah, 2008. Penting, Beri ASI Eksklusif pada Bayi
34
Top Related