Tugas Penelitian
PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA
MAHASISWA PSIKOLOGI UI
Diajukan untuk tugas akhir MetPenStat II Kelas A
Disusun oleh :
Fitri Tasliatul Fuad (0906627820)
Ibadurrahman (0906560651)
Madinatul Munawaroh (0906521000)
Putri Novelia (0906491875)
Reza Lidia Sari (0906560866)
Rindang Ayu (0906553690)
Pembimbing
Dewi Maulina S.Psi., M.Psi.Dr. Anggadewi Moesono
Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Depok, 2010
KATA PENGANTAR
Alhamdullillahirobbil’alamin peneliti ucapkan kepada Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kekuatan kepada kami dalam menyelesaikan tugas Metode Penelitian dan
Statistika II ini dengan baik dan tepat pada waktu yang telah di tentukan. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, mahasiswa senior, anggota kelompok dan
keluarga yang telah memberikan dukungan, motivasi, masukan, saran, dan kritik demi
lancarnya penelitian ini. Kami sadar sebagai pemula, dalam penelitian ini tentu memiliki
banyak kekurangan, untuk itu kami mohon maaf dan kami sangat berterimakasih jika ada
yang ingin memberikan saran dan kritiknya untuk menjadi lebih baik dalam penelitian-
penelitian selanjutnya. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.
Depok, 16 Desember 2010
Tim Peneliti
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………………………..ii
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang……………………………………………………………… 1
I.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………2
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………………2
BAB II Landasan Teori
II.1 Definisi Prososial……………………………………………………………3
II.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial………………………5
II.3 Pendekatan Perkembangan Kognitif……………………………………… 7
II.4 Laki-laki dan Perempuan dala Perilaku Prososial………………………… 8
II.5 Hipotesis……………………………………………………………………. 9
BAB III Metode Penelitian
III.1 Populasi dan Sampel……………………………………………………… 10
III.2 Tipe dan Desain Penelitian………………………………………………… 10
III.3 Teknik Analisis…………………………………………………………… 11
III.4 Varabel Penelitian………………………………………………………… 11
III.5 Alat Ukur…………………………………………………………………… 11
BAB IV Hasil dan Analisis
IV.1 Gambaran Umum Penelitian……………………………………………… 12
IV.2 Hasil Penelitian…………………………………………………………… 12
IV.3 Interpretasi Hasil…………………………………………………………… 18
BAB V Penutup
V.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 20
V.2 Diskusi……………………………………………………………………….20
V.3 Saran…………………………………………………………………………21
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………… 22
Lampiran………………………………………………………………………………….23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri.
Selalu terjadi saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya. Untuk mempertahankan kebersamaan dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup, manusia perlu mengembangkan sikap kooperatif serta sikap untuk
berperilaku menolong terhadap sesamanya atau yang sering disebut sebagai perilaku
prososial.
Pada kenyataannya karakteristik dari individu juga mempengaruhi perilaku
prososial seseorang, diantaranya adalah kematangan kognitif dan jenis kelamin. Asumsi
utama dari kematangan kognitif adalah penalaran moral akan berpengaruh terhadap
perilaku prososial (Staub, 1979 dalam Margus, 2008). Sedangkan pengaruh jenis
kelamin ditemukan dalam beberapa penelitian tentang perilaku prososial yang memiliki
hasil berbeda-beda. Mills dan Grusec (1991 dalam Hans & Bierhoff, 2002) menemukan
bahwa perempuan lebih penolong dibandingkan laki-laki. Tetapi penelitian lain
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara jender (jender diartikan sebagai jenis
kelamin) dan tingkat perilaku menolong (Rushton, 1975 dalam Hans & Bierhoff, 2002).
Penjelasan mengenai perbedaan jenis kelamin dalam perilaku prososial dapat dilihat
dari peran jender yang tentunya juga dipengaruhi peran sosial mereka yang berbeda-
beda. Para psikolog berpendapat bahwa secara umum perempuan lebih empati atau
simpatetik dibandingkan laki-laki (Feshbach, 1982; Hoffman, 1977 dalam Eagly &
Crowley, 1986). Sedangkan jender laki-laki akan menolong dalam situasi yang
berbahaya. Berdasarkan yang menerima penghargaan dari Carnegie Hero Fund
Comission, tercatat lebih banyak laki-laki yang menerima penghargaan karena menolong
sesama manusia, hanya 9% dari hero tersebut adalah perempuan (Hans & Bierhoff,
2002).
Oleh karena itu, banyaknya perbedaan pendapat mengenai perilaku prososial yang
ditinjau dari perbedaan jenis kelamin membuat penulis tertarik untuk kembali
mengangkat permasalahan ini menjadi topik dalam penelitian kami.
i
I.2. Rumusan Masalah
Masalah Penelitian : Apakah terdapat perbedaan perilaku prososial antara
perempuan dan laki-laki pada mahasiswa?
Operasionalisasi masalah : Apakah terdapat perbedaan skor decision model of
helping antara perempuan dan laki-laki pada mahasiswa psikologi UI?
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan skor perilaku prososial antara
perempuan dan laki-laki pada mahasiswa.
Manfaat penelitian :
Manfaat ilmiah, penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber penelitian selanjutnya.
Manfaat praktis, penelitian ini menjadi pengetahuan baru mengenai perilaku prososial
dan jenis kelamin.
ii
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Definisi Prososial
Banyak ahli yang memberikan definisi mengenai tingkah laku prososial atau
perilaku positif. Staub (dalam Margus, 2002) menyatakan perilaku prososial adalah
perilaku yang ditujukan kepada orang lain dan memberikan manfaat. Sedangkan
Brigham (dalam Margus, 2002) mengemukakan perilaku prososial adalah segala bentuk
tingkah laku yang bertujuan menyokong kesejahteraan orang lain atau perilaku yang
menguntungkan penerima tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelaku.
Meskipun berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki pengertian yang sama.
Kesamaannya adalah tingkah laku tersebut mempunyai sifat untuk menyejaterahkan
atau memberikan manfaat bagi orang lain. Persamaan lainnya adalah tingkah laku
tersebut tidak memberikan keuntungan yang jelas kepada orang lain. Akant tetapi,
perilaku prososial tidak selamanya memberikan manfaat bagi orang lain. Menurut
Baron dan Byane (2000), perilaku prososial seringkali menimbulkan resiko atau
konsekuensi negatif bagi orang yang memberikan pertolongan.
Dalam mengistilahkan dan menggolongkan perilaku prososial, ada beberapa
perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Istilah perilaku menolong, perilaku prososial
dan perilaku altruistik sering disalah artikan. Namun, pada dasarnya ketiga istilah
tersebut berbeda dalam tujuan dari tindakannya. Menurut Hans dan Bierhoff (2002) :
“Helping” is the broadest term, including all forms of interpersonal support
“Prosocial behavior” is narrower, in that the action is intended to improve the
situation of help-recipient, the actor is not motivated by the fulfillment of professional
obligations, and the recipient is a person and not an organizations.
“Altruism” refers to prosocial behavior that has an additional constrain, namely that
the helper’s motivation is characterised by perspective taking and empathy.
i
Jika dilihat dari pengertian masing-masing istilah, ketiganya ini saling berhubungan
satu sama lain.
Wrightsman dan Deaux (dalam Margus, 2002), mendefinisikan perilaku prososial
sebagai perilaku yang menguntungkan orang lain, atau konsekuensi sosial yang positif
baik fisik maupun psikologis kepada orang lain, terdiri dari perilaku menolong dan
bekerjasama. Ia juga menyebutkan bahwa istilah prosocial behavior sama dengan
helping behavior yang merupkan kebalikan dari antisocial behavior. Selanjutnya, Baron
dan Byrne (1994) menyatakan istilah prosocial behavior mempunyai arti yang sama
dengan altruistic behavior.
Selain penekanan pada akibat dari tingkah laku yang menguntungkan orang lain,
terdapat juga definisi prososial yang menekankan pada hal lain. Salah satunya adalah
oleh Baron dan Byane (2000) yang menambahkan akan perlunya kesesuaian antara
tindakan yang ditampilkan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Rentang perilaku prososial berada dalam sebuah kontinum yang dimulai dari
tindakan altruisme yang tidak egois/sukarela sampai tindakan menolong yang
dimotivasi oleh kepentingan sendiri (Batson, dalam Margus, 2008). Banyak perilaku
prososial yang dilakukan tidak bersifat sukarela, misalnya bila kita menjadi
sukarelawan untuk membantu para pengungsi hanya untuk membuat orang lain terkesan
kepada kita (Sears et al., dalam Margus, 2008).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan dampak sosial yang positif
atau menguntungkan bagi orang lain yang menerimanya, baik secara fisik maupun
psikologis dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam menjelaskan tingkah laku prososial, Latane dan Darley (dalam Margus,
2008) menggunakan decision model of helping. Dimana ia melibatkan keputusan dari
orang yang berpotensi untuk melakukan pertolongan sebagai faktor yang paling
berperan. Adapun aspek-aspek yang terlibat dalam pengambilan keputusan adalah
notice the emergency, define it as emergencies, take responsibility, decide to help, dan
implement way to help. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku menolong yang dilakukan
oleh seseorang pada sistuasi gawat (emergency) merupakan sebuah proses. Proses ini
ii
terdiri dari lima tahap decision making. Tahapan awal jika dilakukan akan berlanjut ke
tahap berikutnya hingga tahap terkahir agar terjadi perilaku menolong. Jika salah satu
tahap tidak terjadi maka perilaku menolong tidak akan dilakukan.
Untuk menjawab penelitian ini, kami menggunakan definisi dari Latane dan Darley
(dalam Margus, 2008) dalam menjelaskan perilaku prososial.
II.2. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku prososial
Ada dua faktor yang memengaruhi perilaku prososial, yaitu faktor situasional dan
faktor dalam diri (Sarwono et al.,2009)
1. Faktor situasional
a. Bystander
Efek bystander terjadi karena pengaruh sosial (sosial influence) yaitu
1) pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan dalam
mengintepretasi situasi dan mengambil keputusan untuk menolong seseorang
jika orang lain juga menolong; 2) hambatan penonton (audience inhibition),
yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang lain (evaluation apprehension) dan
resiko membuat malu diri sendiri karena tindakannya menolong yang kurang
tepat akan menghambat orang untuk menolong; 3) penyebaran tanggung
jawab (diffusion of responsibility) membuat tanggung jawab untuk menolong
menjadi terbagi karena hadirnya orang lain.
b. Daya tarik
Adanya “kesamaan” antara penolong dengan orang yang akan ditolong
juga meningkatkan kemungkinan terjadinya tingkah laku menolong.
Seseorang cenderung akan menolong orang yang dalam beberapa hal mirip
dengan dirinya (Krebs, dalam Sarwono, 2009). Oleh karena itu, pada
umumnya, orang akan menolong anggota kelompoknya terlebih dahulu
(ingroup), baru kemudian orang lain (out-group) karena sebagai suatu
kelompok tentunya ada beberapa kesamaan dalam diri mereka yang mengikat
mereka dalam suatu kelompok.
i
c. Atribusi terhadap korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain
bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah di luar
kendali korban (Weiner, dalam Sarwono, 2009)
d. Ada model
Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat
mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
e. Desakan waktu
Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong,
sedangkan orang yang punya waktu luang yang lebih besar kemungkinannya
untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya (Sarwono, 2009)
f. Sifat kebutuhan korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban
benar-benar membutuhkan pertolongan (clarity of need), korban memang
layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan (legitimate of need), dan
bukanlah tanggung jawab korban sehingga ia memerlukan bantuan dari orang
lain (atribusi eksternal) (Deux et al., dalam Sarwono, 2009).
2. Faktor dalam diri individu
a. Suasana hati (mood)
Emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong
(Baron, dalam Sarwono, 2009). Namun, jika situasinya tidak jelas (ambigu),
maka orang yang sedang bahagia cenderung untuk mengasumsikan bahwa
tidak ada keadaan darurat sehingga tidak menolong. Pada emosi negatif,
seseorang yang sedang sedih mempunyai kemungkinan menolong yang lebih
kecil.
ii
b. Sifat
Orang yang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), ia akan
mempunyai kecenderungan mudah menolong (Karremans et al., dalam
Sarwono,2009). Orang yang memilki pemantauan diri yang tinggi juga
cenderung lebih penolong, karena dengan menjadi penolong, ia akan
memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi (White & Gerstein, dalam
Sarwono, 2009).
c. Jenis kelamin
Peranan jender terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong
sangat dipengaruhi oleh situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan.
Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi
darurat yang membahayakan, misalnya menolong seseorang dalam kebakaran.
Sementara perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat
dukungan emosi, merawat, dan mengasuh (Deux et al., dalam Sarwono, 2009).
d. Tempat tinggal
Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolng
daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan dari
urban-overload hypothesis, yaitu orang-orang yang tinggal di perkotaan
terlalu banyak mendapat stimulasi dari lingkungan. Oleh karenanya, ia harus
selektif dalam menerima paparan informasi yang sangat banyak agar isa tetap
menjalankan peran-perannya dengan baik. Itulah sebabnya, orang di perkotaan
terlalu sibuk dan sering tidak peduli dengan kesulitan orang lain karen ia
sudah overload dengan beban tugasnmya sehari-hari (Deaux et al.,dalam
Sarwono, 2009)
II.3. Pendekatan Perkembangan Kognitif
Menurut Staub (Retnaningsih, 2005) salah satu pendekatan yang digunakan untuk
melihat perkembangan prososial adalah pendekatan perkembangan kognitif. Asumsi
i
utama dari pendekatan kognitif adalah penalaran moral akan berpengaruh terhadap
perilaku prososial.
Menurut Kohlberg (dalam Retnaningsih, 2005), perkembangan penalaran moral
meliputi cara berpikir yang self centered kepada cara berpikir yang sesuai dengan nor-
norma sosial dan prinsip-prinsip moral. Penalaran moral akan semakin meningkat
sesuai dengan perkembangan manusia. Hal ini tentu saja berkaitan dengan usia.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih tua umumnya lebih sering berbagi
dan menolong orang lain, dibandingkan anak-anak yang lebih muda. Perbedaan ini akan
semakin jelas jika didasarkan pada perbedaan dalam kemampuan kognitif.
II.4. Laki-laki dan Perempuan dalam Perilaku Prososial
Untuk menjelaskan perilaku menolong yang ditinjau dari perbedaan jenis kelamin
dapat dilihat dari perbedaan peran jender di konteks sosial (Hans & Bierhoff , 2002).
Peran jender merupakan kepercayaan yang dibagi dan diaplikasikan oleh individu
berdasarkan identitas diri mereka secara sosial (Eagly, 1987). Menurut Eagly (2009),
kepercayaan ini melibatkan descriptive dan prescriptive apa yang biasanya dan
seharusnya dilakukan oleh wanita dan laki-laki.
Peran jender perempuan. Menurut peran jendernya perempuan lebih tertarik
pada kehangatan hubungan interpersonal, hubungan sosial, dan sensibilitas hubungan
interpersonal (Bakan et al., dalam Hans & Bierhoff , 2002). Selain itu para psikolog
menyatakan bahwa perempuan lebih empati atau simpati di bandingkan laki-laki
(Feshbach et al., dalam Eagly & Crowley, 1986). Perbedaan ini timbul ketika peran
jender dibutuhkan dalam situasi atau karakteristik yang mengharuskan mereka untuk
berbuat sesuatu (Eisenberg & Lennon, dalam Eagly & Crowley, 1986).
Penelitian tentang stereotip jender menyatakan bahwa caring helpfulness
diasosiasikan sebagai peran jender perempuan, selain itu jender perempuan juga lebih
kindness, compassion dan mencurahkan dirinya secara utuh pada orang lain (Bern et al.,
Hans & Bierhoff , 2002).
Peran jender laki-laki. Peran jender laki-laki lebih fokus pada kebebasan, kontrol
diri dan tertarik pada kesuksesan (Bakan et al., dalam Hans & Bierhoff , 2002).
ii
Biasanya laki-laki terlibat dalam perilaku yang heroik, khususnya untuk
menyelamatkan seseorang dari hal-hal yang membahayakan dirinya sendiri (Eagly,
2009). Hero di definisikan sebagai person admired for bravery or other good qualities
(Oxford, 2003). Berdasarkan Carnegie Hero Fund Comission, tercatat lebih banyak
laki-laki yang menerima penghargaan karena menolong sesama manusia, dan hanya 9%
diantaranya adalah perempuan.
II.5. Hipotesis
Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara skor decision model of helping perempuan
dan laki-laki pada Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia.
Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor decision model of helping
perempuan dan laki-laki pada Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia.
i
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia dan menggunakan sampel yang berusia 19 tahun dengan menggunakan teknik
random sampling. Metode yang digunakan adalah metode accidental sampling. Dalam
metode accidental sampling pemilihan subyek didasarkan atas kemudahan peneliti
dalam mencari kesediaan partisipan mengisi kuesioner dengan cara menanyakan satu
persatu. Peneliti mengambil populasi mahasiswa Fakultas Psikologi karena studi yang
concern pada perilaku manusia, lulusannya di harapkan mampu untuk lebih peka
terhadap lingkungan dan bersikap empati atas apa yang terjadi pada orang lain. Sampel
berusia 19 tahun dipilih karena kematangan kognitif mulai berkembang saat usia 16
tahun (Atwater, 1983) dan untuk menghomogenkan partisipan, peneliti mengambil
sampel pada umur tersebut.
III.2. Tipe dan Desain Penelitian
Menurut Kumar (2005) tipe penelitian dibagi ke dalam tiga sudut pandang, yaitu
berdasarkan application, objective dan inquiry mode. Berdasarkan application,
penelitian ini termasuk ke dalam jenis applied research karena teknik, prosedur dan
metode yang digunakan di aplikasikan dalam mengumpulkan informasi dari beberapa
aspek sehingga informasi yang dikumpulkan dapat digunakan dalam kehidupan.
Berdasarkan objective atau tujuan penelitian, penelitian ini bersifat komparatif, yaitu
membandingkan skor atau nilai antara dua variabel yang ingin diteliti. Sedangkan
menurut inquiry mode atau metode pengumpulan data, penelitian ini bersifat quantitatif
karena skor di dapatkan dari kuesioner dan merupakan bilangan bulat.
Kumar (2005) juga membagi desain penelitian ke dalam tiga klasifikasi, yaitu
berdasarkan number of contacts, reference period, dan nature of the investigation. Jika
dilihat berdasarkan number of contacts, penelitian ini termasuk ke dalam cross-sectional
studies karena pengumpulan data hanya dilakukan satu kali. Selain itu penelitian ini
berangkat dari phenomena atau isu-isu yang telah terjadi di masa lalu sehingga termasuk
ii
ke dalam jenis retrospective study design. Sedangkan berdasarkan nature of
investigation, penelitian termasuk ke dalam penelitian non-ekperimental karena tidak
menggunakan teknik randomisasi di dalamnya.
Penelitian ini menggunakan desain dua kelompok between subject design karena
subjek di bagi ke dalam dua kelompok yang berbeda lalu hasilnya di bandingkan.
III.3. Teknik Analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis independent sample t-test karena tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan skor antara dua kelompok dan akan di
ukur dalam skala rasio.
III.4 Variabel penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin sebagai varibel
satu (variabel dikotomi murni), yaitu perempuan dan laki-laki.
Variabel kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku prososial
(variabel kontinus) yang dilihat dari proses pengambilan keputusan seseorang untuk
menolong dimana meliputi 5 aspek, yaitu notice the emergency, define it as emergencies,
take responsibility, decide to help, dan implement way to help.
Varibel kontrol dalam penelitian ini adalah perkembangan kognitif yang di tinjau
dari usia. Menurut Atwater (1983) perkembangan kognitif sudah matang pada usia 16
tahun. Dikarenakan fakta dan kondisi mahasiswa di Fakultas Psikologi sedikti sekali
yang berusia 16 tahun, peneliti mengambil sampel yang berusia 19 sesuai dengan usia
terbanyak dan interpretas peneliti. Usia 19 tahun dirasa cukup representatif untuk
menggambarkan populasi mahasiswa.
III.5 Alat Ukur
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah self-report berupa
kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai perilaku prososial. Alat tes ini
kami sadur dari skripsi Margus (2002) tentang Perilaku Prososial pada Anggota Yanmas
POLRES Jakarta Selatan dan telah disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada
mahasiswa.
i
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
IV.1 Gambaran Umum Penelitian
Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 60 mahasiswa yang berusia
19 tahun. Namun, dari 60 kuesioner yang dibagikan hanya 57 kuesioner yang dapat
dinyatakan valid karena 3 lainnya tidak mengisi data kontrol. Subjek laki-laki sebanyak
23 orang (40.4 %) yang berasal dari angkatan 2008 (2 orang), angkatan 2009 (15 orang)
dan angkatan 2010 (6 orang), sedangkan subjek perempuan sebanyak 34 orang (59.6 %)
yang berasal dari angkatan 2008 (3 orang) dan angkatan 2009 (31 orang). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini.
Tabel I Gambaran umum subyek penelitian
IV.2 Hasil Penelitian
Tabel II. Perbedaan Mean Perilaku Prososial Perempuan dan Laki-laki
ii
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 34 59.6 59.6 59.6
Laki-laki 23 40.4 40.4 100.0
Total 57 100.0 100.0
Group Statistics
sex N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Prosocial Perempuan 34 98.26 5.395 .925
Laki-laki 23 95.48 7.204 1.502
Tabel III. Perbedaan Skor Prososial Perempuan dan Laki-laki dengan
menggunakan teknik Independent Sample t-Test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Prosocial Equal
variances
assumed
1.974 .166 1.669 55 .101 2.786 1.669 -.559 6.132
Equal
variances
not
assumed
1.579 38.197 .122 2.786 1.764 -.784 6.357
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa signifikansi perbedaan skor perilaku
prososial perempuan dan laki-laki pada mahasiswa psikologi UI menunjukkan angka
sebesar 0.166.
Tabel IV. Perbedaan Mean Perempuan dan Laki-laki pada masing-masing
dimensi Perilaku Prososial.
i
a. Notice the emergency
Group Statistics
Sex N MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
Notice Perempuan 34 18.18 1.914 .328
Laki-laki 24 19.00 3.822 .780
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Notice Equal variances assumed
6.107 .017-
1.08156 .284 -.824 .762 -2.349 .702
Equal variances not assumed
-.973 31.186 .338 -.824 .846 -2.549 .902
b. Define it as Emergencies
ii
Group Statistics
Sex N MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
Define Perempuan 34 16.71 1.978 .339
Laki-laki 24 18.21 4.520 .923
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differenc
e
Std. Error Differenc
e
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper
Define Equal variances assumed
7.122 .010-
1.72356 .090 -1.502 .872 -3.249 .244
Equal variances not assumed
-1.528
29.262 .137 -1.502 .983 -3.512 .507
c. Take Responsibility
i
Group Statistics
Sex N MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
Responsibility Perempuan 34 12.47 2.585 .443
Laki-laki 24 13.00 3.244 .662
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t dfSig. (2-tailed)
Mean Differe
nce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Responsibility Equal variances assumed
.255 .616 -.691 56 .492 -.529 .766 -2.064 1.005
Equal variances not assumed
-.66442.31
4.510 -.529 .797 -2.137 1.078
ii
d. Decide to help
Group Statistics
Sex N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Decide Perempuan 34 25.71 2.823 .484
Laki-laki 24 22.17 4.594 .938
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Decide Equal
variances
assumed
8.047 .006 3.631 56 .001 3.539 .975 1.587 5.492
Equal
variances not
assumed
3.35435.15
9.002 3.539 1.055 1.397 5.681
i
e. Implement way to help
Group Statistics
Sex N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Action Perempuan 34 24.88 2.306 .396
Laki-laki 24 23.08 3.717 .759
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Acti
on
Equal variances
assumed4.635 .036 2.273 56 .027 1.799 .791 .214 3.384
Equal variances
not assumed2.102
35.37
6.043 1.799 .856 .063 3.536
IV. 3 Interpretasi Hasil
Dari tabel III, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan level of significance
(LOS) 0.05, didapatkan probabilitas sebesar 0.166. Hasil yang diperoleh peneliti tidak
signifikan, karena persyaratan agar hasil penelitian dapat dikatakan signifikan adalah jika
nilai korelasi yang didapatkan lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Ho diterima dan hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan oleh peneliti yaitu bahwa
terdapat perbedaan perilaku prososial pada perempuan dan laki-laki tidak terbukti.
Jika dilihat dari Mean Differences masing-masing dimensi, mean skor
perempuan dalam dimensi decide dan action lebih tinggi di bandingkan laki-laki.
Sementara mean skor pada dimensi notice, define, dan responsibility lebih tinggi laki-
laki dibandingkan perempuan. Secara keseuruhan dapat disimpulkan bahwa perempuan
lebih cenderung untuk memutuskan menolong dan memberikan pertolongan
ii
dibandingkan laki-laki. Sementara itu laki-laki lebih cenderung untuk menyadari,
mendefenisikan dan tahu akan tanggung jawabnya harus menolong kepada yang
membutuhkan.
i
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara perilaku prososial perempuan dan laki-laki pada
mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
V.2 Diskusi
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perilaku
prososial perempuan dan laki-laki. Hal ini terjadi mungkin saja disebabkan oleh teknik
sampling yang digunakan oleh peneliti yaitu accidental sampling kurang dapat
merepresentasikan karakteristik populasi penelitian dalam hal ini adalah Mahasiswa
Fakultas Psikologi. selain itu, usia sampel yang ditetapkan hanya berdasarkan
interpretasi subyektif tim peneliti bukan karena alasan teoritis.
Item-item yang digunakan dalam kuesioner kurang bisa dijadikan sebagai alat
ukur yang valid dan reliabel. Meskipun kuesioner di peroleh dari skripsi yang juga
bertopikkan perilaku prososial, namun subjek yang digunakan sangatlah jauh berbeda
dengan subyek yang diinginkan dalam penelitian ini. peneliti telah berusaha untuk
menyesuaikan kuesioner yang telah ada dengan topic yang ingin diteliti, tetapi peneliti
kurang memiliki waktu dan kemampuan untuk menguji validitas dan realibilitas alat
ukur yang digunakan. Selain itu, item-item tersebut dirasa terlalu umum dan kurang
menjangkau kondisi pastisipan. Masalah lain yang terkait dengan kuesioner penelitian
kelompok kami yaitu jumlah kuesioner yang valid hanya 57 dari 60 kuesioner yang
dibagikan kepada partisipan, 3 yang tidak valid tersebut karena faktor tidak lengkapnya
data kontrol. Hal tersebut juga dikarenakan kecerobohan dari pihak peneliti.
Hasil penelitian ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi partisipan pada saat
pengambilan data. Terkadang peneliti langsung meminta kesediaan partisipan untuk
mengisi kuesioner tanpa memperhatikan keadaannya. Misalnya, iklim fakultas psikologi
sendiri yang di setiap akhir semester di penuhi dengan berbagai macam penelitian
sehingga tidak jarang satu orang mengisi kuesioner lebih dari satu dalam satu hari.
Intensnya pengisian kuesioner dapat menimbulkan kejenuhan sehingga membuat mereka
ii
tidak fokus dan terkesan mengisi dengan terburu-buru agar cepat selesai dan
melaksanakan aktivitas lainnya. Meskipun begitu, kondisi seperti ini tidak terjadi pada
semua partisipan.
V.3 Saran
Sebaiknya penelitian selanjutnya mempertimbangkan kembali mengenai kejelasan
karakteristik partisipan dan teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan data
penelitian sehingga hasil penelitian dapat merepresentasikan karakteristik populasi
penelitian. Dalam penelitian ini seharusnya peneliti menggunakan teknik sampling
stratified karena mahasiswa S1 terutama regular terdiri dari angkatan 2005, 2006, 2007,
2008, 2010 sehingga hasil penelitian dapat menggambarkan karakteristik mahasiswa
sebenarnya. Menurut kelompok kami, usia partisipan merupakan faktor yang perlu di
kontrol dalam penelitian, peneliti perlu studi literature yang mendalam agar dapat
menentukan range usia yang jelas untuk merepresentasikan hasil penelitiannya. Untuk
masalah ketidakjelasan item-item kuesioner yang dirasa tidak dapat disamakan terhadap
seluruh partisipan penelitian karena berbeda kondisi. Sebaiknya item-item yang akan
dicantumkan dalam kuesioner diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya sehingga
dapat disamaratakan kepada semua partisipan.
Faktor ketelitian seringkali menjadi kendala utama bagi peneliti, terutama karena
hal tersebut disebabkan oleh hal lain misalnya waktu, kondisi, dan situasi baik dari pihak
peneliti maupun dari pihak partisipan. Kelompok kami mengajukan saran untuk
penelitian selanjutnya agar peneliti lebih teliti lagi dalam hal penyebaran dan pengisian
kuesioner penelitian, misalnya dengan pemberitahuan kepada partisipan agar mengecek
kembali jika ada pernyataan yang terlewat.
i
DAFTAR PUSTAKA
Atwater, E. (1983). Adolescence. Ney Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Baron, R.A & Byane, D.(2000). Social Psychology (9th ed.). USA : A Pearson Education
Company.
Eagly, Alice. H & Crowley, Maureen (1986). Gender and Helping Behavior: A Meta
Analytic Review of the Social Psychological Literature. Psychological Bulletin 1986,
No. 1. 100, No. 3,283-308
Hans & Werner Bierhoff. 2002. Prosocial Behavior. New York: Psychology Press.
Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology. A Step-by-step Guide for Beginners (2nd ed.).
London : SAGE Publications Ltd.
Margus. 2002. Perilaku Prososial Pada Anggota Yanmas Polres Jakarta Selatan. Depok:
Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Sarwono, Sarlito W. dkk. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Retnaningsih. (2005). Peranan Kualitas Attachment, Usia, dan Jender pada Perilaku
Prososial. Depok: Tesis, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
ii
LAMPIRAN
Kami mahasiswa dari mata kuliah Metpenstat II sedang mengadakan penelitian
tentang Perbedaan Perilaku Prososial pada Perempuan dan Laki-laki di Tingkat
Mahasiswa Fakultas Psikologi UI. Untuk itu, kami meminta kesediaan Anda untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Isilah sesuai
dengan kondisi Anda saat ini. Informasi yang Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan
hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini. Sebelum Anda mengumpulkan
kuesioner ini, periksalah kembali jawaban Anda dan pastikan tidak ada pernyataan yang
terlewatkan. Terima kasih kami ucapkan atas kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Petunjuk pengisian kuesioner :
Berilah tanda checklist ( ) pada kolom sesuai dengan yang Anda alami atau rasakan !
SS = sangat sesuai dengan yang anda alamiS = sesuai dengan yang anda alamiTS = tidak sesuai dengan yang anda alamiSTS = sangat tidak sesuai dengan yang anda alami
NO PERNYATAAN SS S TS STS1 Keselamatan saya lebih penting daripada menolong
orang yang belum saya kenal.
2 Saya tidak suka mendengar curhat teman tentang permasalahan dalam keluarganya karena kesannya mencampuri urusan keluarga orang lain.
3 Saya mencoba merasakan menjadi orang yang mendapatkan masalah
4 Saya tidak mau menolong teman yang kebingungan dalam mengerjakan tugas Metpenstat II karena saya sedang mengerjakan tugas Essay Psikologi Sosial
5 Saya tidak memberikan bantuan kepada teman yang tidak bertanya kepada saya meskipun saya tahu dia sedang membutuhkan bantuan
6 Apabila ada yang membutuhkan uang, saya akan meminjamkan uang yang saya miliki walaupun saya masih membutuhkan
7 Teman yang kelihatan sangat membutuhkan bantuan akan langsung saya tanggapi
i
8 Saya memberikan perhatian lebih kepada teman yang saya ketahui memiliki nilai kurang baik
9 Saya tidak mau menanggapi pertanyaan teman tentang pelajaran ketika saya sedang sibuk bermain facebook
10 Saya tahu tindakan yang saya lakukan itu tidak banyak membatu tapi yang penting saya sudah melakukan sesuatu
11 Saya hanya memberikan bantuan jika saya merasa mampu melakukannya
12 Saya belajar dari pengalaman masa lalu dimana saya pernah berada dalam situasi yang sama
13 Teman yang meminta bahan kuliah melalui SMS bukan merupakan prioritas saya
14 Saya lebih memperhatikan ketika teman satu peer meminta bantuan saya dari pada teman di luar peer
15 Saya menolak membantu teman mengerjakan tugas apabila tugas saya masih belum selesai
16 Saya memikirkan solusi yang dapat dilakukan setelah teman saya menceritakan masalahnya
17 Menolong teman yang mengalami kesulitan dalam membuat tugas pasti akan membuat tugas saya sendiri jadi terbengkalai
18 Saya menolak membantu orang asing yang membutuhkan pertolongan bila sekiranya bisa merugikan saya
19 Saya membantu menyelesaikan tugas kepanitiaan dengan memilih tugas yang paling tidak merepotkan saya
20 Jika orang yang meminta tolong adalah orang yang tidak saya sukai maka saya akan pura-pura tidak melihatnya
21 Saya meminjamkan catatan saya kepada teman meskipun saya sudah membuatnya dengan bersusah payah
22 Jika sedang lelah, saya menolak untuk mengajari teman saya karena hasilnya tidak akan maksimal
23 Jika perlu saya akan meminjamkan buku-buku yang saya miliki kepada teman untuk memudahkannya dalam belajar
24 Saya tidak akan menolong teman yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran jika menurut saya ada kemungkinan tidak berhasil
25 Saya akan membantu merawat teman yang sedang sakit meskipun tugas kuliah saya banyak yang belum saya kerjakan
26 Saya sering merasa bosan dengan curhatan teman
ii
yang isinya hanya begitu-begitu saja27 Saya benci dengan teman yang suka menceritakan
semua masalahnya kepada saya28 Saya berpikir berulang kali tentang untung ruginya
sebelum mengembalikan buku teman yang ketinggalan di ruang kelas
29 Perselisihan yang terjadi di kantin bukanlah wewenang saya tetapi urusan satpam yang bertugas
30 Saya akan menyelesaikan tugas kelompok meskipun hanya saya yang datang pada janji kumpul kelompok tersebut
31 Saya akan menolong pacar saya yang meminta bantuan meskipun ada tugas penting dari dosen
32 Saya berusaha untuk tidak tergesa-gesa dalam memberikan pertolongan tetapi mengenali terlebih dahulu situasinya (darurat/tidak).
33 Dengan bersedia untuk mendengar keluhan teman tentang banyaknya tugas kuliah sudah sangat membantunya
34 Walaupun tugas Essay Psikologi Sosial belum selesai, saya tetap menolong teman yang kebingungan dalam mengerjakan tugas MetpenStat II.
35 Saya memberikan solusi terhadap keluhan teman mengenai masalahnya dalam perkuliahan
i
Top Related