i
PERBEDAAN KUALITAS NUGGET BAHAN DASAR
SINGKONG DAN IKAN BANDENG PRESTO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Tata Boga
Oleh
Khoirunnisaa
NIM.5401415065
PENDIDIKAN TATA BOGA
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang
lain) dan hanya kepada Tuhanlah kamu berharap.” (Q.S. Al Insyiroh, 6-8).
Terbentur, terbentur, terbenur, terbentuk. (Tan Malaka).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Kedua Orang Tua dan Almh. Kakakku
tercinta yang telah memberikan kasih sayang,
doa dan dukungan untukku selama ini.
Seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan dan semangat
Teman-temanku yang selalu ada dimasa sulit
dan memberikan dukungan
Almamater Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.
vi
ABSTRAK
Khoirunnisaa. 2019. Perbedaan Kualitas Nugget bahan Dasar Singkong dan Ikan
Bandeng Presto. Pembimbing : Wahyuningsih. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga, Program Pendidikan Tata Boga S1, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang.
Nugget adalah produk olahan daging ayam, ikan dan sapi yang digiling
kemudian ditambahkan beberapa bahan tambahan pengisi kemudian dikukus dan
dicetak, lalu dilapisi adonan tepung dan panir, kemudian digoreng hingga kuning
kecoklatan. Bahan dasar nugget ayam diinovasikan menjadi campuran singkong
dan ikan bandeng presto untuk menjadikan nugget sebagai cemilan yang
mengenyangkan dan bergizi protein tinggi. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah: (1) Adakah perbedaan kualitas inderawi nugget dengan bahan dasar
campuran singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran yaitu 50%-50%,
60%-40% dan 70%-30%? (2) Adakah tingkat kesukaan masyarakat terhadap
nugget dengan bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng presto dengan
campuran yaitu 50%-50%, 60%-40% dan 70%-30%? (3) Berapakah kandungan
karbohidrat dan protein pada nugget dengan bahan dasar campu ran singkong dan
ikan bandeng presto dengan campuran yaitu 50%-50%, 60%-40% dan 70%-30%?
Dalam penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah nugget
campuran singkong dan ikan bandeng presto. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah campuran singkong dan ikan bandeng presto sebesar 50%-50%. 60%-40%
dan 70%-30%. Variabel terikat kualitas inderawi nugget dan tingkat kesukaan
masyarakat pada nugget bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng presto
dilihat dari aspek warna, rasa, aroma, tekstur luar dan tekstur dalam. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan dokumentasi. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi dan
anava satu arah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) ada perbedaan kualitas inderawi
tiap sampel nugget bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng presto
dilihat dari setiap indikator yaitu warna, rasa ikan, aroma ikan, tekstur luar, dan
tekstur dalam, dengan urutan campuran terendah (50%-50%), (60%-40%), (70%-
30%). Tingkat kesukaan secara umum dari panelis tidak terlatih terhadap nugget
campuran singkong dan ikan bandeng presto adalah sangat menyukai, dengan
presentase tiap sampel sebesar 91%, 89%%, dan 88%. Kandungan karbohidrat
dan protein nugget campuran singkong dan ikan bandeng presto hasil eksperimen
yaitu sebesar 32,60, 34,298 dan 36,388. Kandungan protein komposisi sampel
sebesar 11,23%, 9,608%, dan 7,309%. Saran dalam penelitian ini adalah perlu
adanya penelitian lebih lanjut diantaranya untuk perbedaan komposisi dan
kandungan gizi dan kimiawi untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan teruji,
sehingga nugget bahan dasar singkong dan ikan bandeng presto dapat
dikembangkan pada masyarakat.
Kata kunci: perbedaan, kualitas, nugget, singkong dan ikan bandeng presto.
vii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT.yang telah memberikan rahmat, berkah dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrpsi yang berjudul
“Perbedaan Kualitas Nugget Bahan Dasar Campuran Singkong dan Ikan Bandneg
Presto” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Negeri Semarang. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat dorongan,
saran, kritik, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk
mewujudkan skripsi ini.
2. Dr. Nur Qudus, M.T Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk
mewujudkan skripsi ini.
3. Dra Sri Endah Wahyuningsih, M.Pd, selaku Ketua Jurusan PKK
Konsentrasi Tata Boga yang telah memberi izin dan kesempatan kepada
penulis untuk mewujudkan skripsi ini.
4. Dra, Wahyuningsih M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
ketulusan, kesabaran dan perhatian membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ir. Siti Fathonah. M.Kes dan Ir. Bambang Triatma. M.Si. selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan masukkan demi perbaikan
skripsi ini.
viii
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
Universitas Negeri Semarang yang telah membekali banyak ilmu.
7. Serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai kemajuan
ilmu pengetahuan. Terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu bahasa dan sastra pada umumnya dan dapat dijadikan sebagai
bahan pustaka kepada pembaca.
Semarang, Desember 2019
Penulis
Khoirunnisaa
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................... vi
PRAKATA ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI.......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 6
1.5 Penegasan Istilah ............................................................................... 6
1.6 Sistematika Skripsi ........................................................................... 7
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Nugget.............................................................. 9
2.1.1 Pengertian Nugget …….................................................... 9
2.1.2 Pembuatan Nugget .......................................................... 10
2.1.3 Tahapan Pembuatan Nugget ............................................. 26
2.1.4 Kriteria Nugget yang baik ................................................. 27
2.2 Tinjauan tentang Singkong ............................................................... 30
2.2.1 Pengertian Singkong …….................................................... 30
2.2.2 Kriteria Singkong yang baik ................................................ 27
2.2.3 Kandungan Gizi Singkong ................................................... 33
2.2.4 Singkong sebagai bahan dasar nugget …............................. 34
ix
2.3 Tinjauan tentang Ikan Bandeng Presto .............................................. 35
2.3.1 Pengertian Ikan Bandeng Presto ……................................... 35
2.3.2 Kriteria Ikan Bandeng Presto yang baik ............................... 37
2.3.3 Kandungan Gizi Ikan Bandeng Presto .................................. 38
2.3.4 Perlakuan Ikan Bandneg Presto sebagai bahan dasar nugget 38
2.4 Tinjauan tentang Karbohidrat dan Protein ......................................... 39
2.4.1 Tinjauan Tentang Karbohidrat ……........................................ 39
2.4.2 Tinjauan Tentang Protein …….............................................. 39
2.4 Kerangka Berfikir.............................................................................. 40
2.5 Hipotesis............................................................................................ 45
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Objek .................................................................. 44
3.1.1 Objek Penelitian.................................................................... 44
3.1.2 Variabel Penelitian................................................................ 44
3.2 Pendekatan Penelitian …………………………………................... 47
3.2.1 Desain Eksperimen ............................................................... 48
3.2.2 Pelaksanaan Eksperimen ...................................................... 50
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 54
3.3.1 Metode Penilaian Subjektif .................................................. 55
3.3.2 Metode Penilaian Objektif .................................................... 57
3.4 Instrumen Pengumpul Data .............................................................. 58
3.4.1 Panelis Agak Terlatih ......................................................... 58
3.4.2 Panelis Tidak Terlatih ......................................................... 64
3.5 Metode Analisa Data ........................................................................ 65
3.5.1 Perhitungan Analisis Data.................................................... 66
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ……….................................................................. 92
4.1.1 Data Hasil Uji Inderawi ...................................................... 93
4.1.2 Data Keseluruhan Hasil Uji Inderawi .................................. 102
4.1.3 Hasil Analisis Perbedaan Mutu Inderawi ............................ 103
4.1.4 Hasil Perhitungan Analisis Varian Klasifikasi Tunggal …... 106
x
4.1.5 Hasil Uji Tukey .................................................................... 111
4.1.6 Hasil Analisis Profil Kesukan .............................................. 112
4.1.7 Hasil Uji Laboratorium ........................................................ 115
4.2 Pembahasan ……………………...……………………................... 116
4.2.1 Pembahasan Uji Inderawi ..................................................... 116
4.2.2 Pembahasan Hasil Analisis Uji Kesukaan ............................ 120
4.2.3 Pembahasan Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat dan Protein
…………………………………………………………….. 121
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan …………………………………………………………... 124
5.2 Saran ………………………………………………………………. 125
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 127
LAMPIRAN .......................................................................................... 135
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Tabel Kandungan Gizi Ikan Segar .................................................................... 13
2.2 Tabel Kandungan Gizi Daging Sapi ................................................................. 14
2.3 Tabel Kandungan Gizi Daging Ayam .............................................................. 15
2.4 Tabel Kandungan Gizi Tepung Terigu ........................................................... 16
2.5 Tabel Kandungan Gizi Telusr ........................................................................... 18
2.6 Tabel Kandungan Gizi Roti Tawar Putih ........................................................ 19
2.7 Tabel Kandungan Gizi Bawang Putih ............................................................. 21
2.8 Tabel Kandungan Gizi Garam ........................................................................... 22
2.9 Tabel Kandungan Gizi Gula .............................................................................. 23
2.10 Tabel Kandungan Gizi Merica ........................................................................ 24
2.11 Tabel Kandungan Gizi Tepung Roti ................................................................ 26
2.12 Tabel Syarat Mutu Nugget .............................................................................. 29
2.13 Tabel Kandungan Gizi Singkong ...................................................................... 34
2.14 Tabel Ciri-ciri Ikan Segar ............................................................................... 39
2.15 Tabel Kandungan Gizi Ikan Bandeng Presto ................................................. 38
3.1 Tabel Peralatan Penelitian ................................................................................. 46
3.2 Tabel Alat Pembuatan Nugget .......................................................................... 51
3.3 Tabel Bahan-bahan Pembuatan Nugget ........................................................... 52
3.4 Tabel Kriteria Penilaian Uji Inderawi ............................................................... 55
3.5 Tabel Kisi – kisi Instrument Pedoman Wawancara ......................................... 61
3.6 Tabel Analisis Varian Klasifikasi Tunggal ...................................................... 67
3.7 Tabel Kriteria Nilai Interval Rerata Skor ........................................................ 70
3.8 Tabel Kriteria Nilai Interval Rerata Skor Tingkat Kesukaan ...................... 73
4.1 Tabel Data Hasil Uji Inderawi Indikator Warna .............................................. 93
4.2 Tabel Data Hasil Uji Inderawi Indikator Rasa ................................................. 95
4.3 Tabel Data Hasil Uji Inderawi Indikator Aroma .............................................. 97
4.4 Tabel Data Hasil Uji Inderawi Indikator Tekstur Luar .................................... 99
4.5 Tabel Data Hasil Uji Inderawi Indikator Tekstur Dalam ................................ 100
4.6 Tabel Data Keseluruhan Hasil Uji Inderawi ..................................................... 102
xii
4.7 Tabel Hasil Uji Normalitas Data ...................................................................... 103
4.8 Tabel Hasil Uji Homogenitas Varian Data ...................................................... 104
4.9 Tabel Hasil Analisis Varian Nugget Indikator Warna ................................... 105
4.10 Tabel Hasil Analisis Varian Nugget Indikator Rasa ..................................... 106
4.11 Tabel Hasil Analisis Varian Nugget Indikator Aroma ................................. 107
4.12 Tabel Hasil Analisis Varian Nugget Indikator Tekstur Luar ........................ 108
4.13 Tabel Hasil Analisis Varian Nugget Indikator Tekstur Dalam ..................... 109
4.14 Tabel Hasil Analisis Varian Klasifikasi Tunggal ....................................... 109
4.15 Tabel Data Hasil Uji Tukey Indikator Warna …………………………… 110
4.16 Tabel Data Hasil Uji Tukey Indikator Tekstu Luar ……………….……… 111
4.17 Tabel Hasil Uji Laboratorium …………..………………………………… 115
xiii
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Gambar Nugget ................................................................................................. 9
2.2 Gambar Tepung Terigu ..................................................................................... 16
2.3 Gambar Telur ..................................................................................................... 17
2.4 Gambar Roti Tawar Putih ................................................................................. 19
2.5 Gambar Bawang Putih ...................................................................................... 20
2.6 Gambar Garam ................................................................................................... 22
2.7 Gambar Gula ...................................................................................................... 23
2.8 Gambar Merica ................................................................................................. 24
2.9 Gambar Tepung Panir ...................................................................................... 25
2.10 Gambar Singkong ............................................................................................ 30
2.11 Gambar Ikan Bandeng Presto ....................................................................... 36
2.12 Gamabr Skema Kerangka Berfikir ................................................................. 42
3.1 Gambar Skema Desain One-Shot Case Study............................................ 48
3.2 Gambar Skema Desain Eksperimen .............................................................. 49
3.3 Gambar Bagan Pelaksanaan Eksperimen ........................................................ 54
3.4 Gambar Skema Tahap Seleksi Panelis ............................................................. 64
4.1 Gambar Hasil Tingkat Perbedaan Rerata Indikator Warna ........................ 94
4.2 Gambar Hasil Tingkat Perbedaan Rerata Indikator Rasa ........................... 96
4.3 Gambar Hasil Tingkat Perbedaan Rerata Indikator Aroma ....................... 98
4.4 Gambar Hasil Tingkat Perbedaan Rerata Indikator Tekstur Luar ............. 99
4.5 Gambar Hasil Tingkat Perbedaan Rerata Indikator Tekstur Dalam ......... 101
4.6 Gambar Hasil Tingkat Kesukaan .................................................................... 113
xiv
7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Pegisian Wawancara ......................................................... 135
Lampiran 2 Daftar Nama Calon Panelis ............................................................ 137
Lampiran 3 Hasil Wawancara ............................................................................. 139
Lampiran 4 Daftar Nama Calon Panelis Lolos Tahap Wawancara ................ 142
Lampiran 5 Lembar Penyarigan .......................................................................... 143
Lampiran 6 Hasil Penyaringan Panelis ............................................................... 145
Lampiran 7 Lembar Pelatihan .............................................................................. 153
Lampiran 8 Hasil Penilaian Calon Panelis Pada Tahap Pelatihan .................... 155
Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Penilaian Calon Panelis (Reliabiltas) ............. 164
Lampiran 10 Formulir Inderawi ........................................................................... 167
Lampiran 11 Hasil Uji Inderawi ........................................................................... 171
Lampiran 12 Daftar Nama Panelis Uji Kesukaan ............................................... 172
Lampiran 13 Formulir Uji Kesukaan ................................................................... 173
Lampiran 14 Tabulasi Uji Kesukaan .................................................................... 176
Lampiran 15 Hasil Analisis Laboratorium ........................................................... 178
Lampiran 16 Dokumentasi Produk ....................................................................... 179
xv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009) mendefinisikan snack
sebagai makanan yang sering disantap di luar waktu makanan utama yang
sering juga disebut dengan makanan selingan yang bisa terjadi pada saat antara
sarapan dan makan siang seperti aneka kudapan dan aneka jajanan pasar. Snack
food juga sering disebut sebagai savory snack karena sebagai besar snack
memiliki rasa asin, berbumbu, maupun gurih.
Snack food atau camilan disukai karna sifatnya yang tidak terlalu
mengenyangkan dan dapat menunda lapar, oleh karena itu camilan bisa
dimakan kapan saja, bisa diwaktu senggang maupun diwaktu sibuk. Salah satu
camilan renyah dan gurih yang banyak digemari masyarakat adalah camilan
yang digoreng, contohnya tempe mendoan, kentang goreng, pisang goreng,
pangsit goreng, dan yang sedang kekinian yakni nugget. Nugget yang dulu
dikonsumsi sebagai lauk, kini sudah diinovasikan menjadi cemilan yang
kekinian.
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 01-6683-2014
mendefinisikan nugget sebagai produk olahan ayam yang dihaluskan kemudian
dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
1
2
makanan yang diperbolehkan. Macam-macam daging yang dapat diolah
menjadi nugget diantaranya daging ayam, sapi, ataupun ikan.
Untuk mengkonsumsinya, terlebih dahulu nugget digoreng dalam
minyak yang banyak, kemudian dimakan dalam kedaan panas-panas. Nugget
bisa untuk lauk pauk karena nugget memiliki beberapa nilai yang dianggap
lebih daripada olahan lauk pauk yang lain, yakni mempunyai nilai kepraktisan,
mempunyai daya tahan yang cukup lama dibanding ola han lauk pauk yang
lain, mempunyai kandungan gizi yang cukup baik dan harganya yang masih
terjangkau. Karena mempunyai beberapa nilai lebih tersebut, pembuatan nugget
pun dikembangkan, dari lauk pauk menjadi camilan. Sebagai camilanpun
nugget juga mempunyai nilai lebih yakni menjadi camilan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi, selain itu fungsi lainnya adalah bisa menunda lapar tapi
tidak membuat terlalu kenyang.
Indonesia adalah negara terbesar kedua penghasil singkong setelah
Nigeria dengan rata-rata total penyediaan selama lima tahun sebesar 9,67 juta
ton atau sebesar 10,61% dari total penyediaan singkong dunia, diikuti dengan
Negara Brazil, India dan United Republik of Tanzania masing-masing berkisar
antara 8,67 – 4,96 juta ton atau sebesar 9,52% – 5,44%, selebihnya
menyumbang di bawah 5,30% (Kementan, 2013). Indonesia masih memiliki
banyak ketersediaan lahan pertanian yang kosong, sehingga produksi singkong
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Perkembangan produksi singkong
pada tahun 2008 hingga 2011 menunjukkan tren yang terus meningkat yang
didukung dengan luas panen dan produktivitas singkong (Badan Pusat Statistik,
3
2015). Dalam perkembangannya, singkong tidak hanya digunakan sebagai
bahan pangan yang dikonsumsi langsung namun juga digunakan sebagai bahan
utama, singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, meskipun rendah
akan protein (Prihatman et al, 2000). Dalam penelitian ini, singkong digunakan
sebagai salah satu bahan dasar utama dari pembuatan nugget, singkong dipilih
karena rendahnya tingkat inovasi dan tingkat konsumsi olahan singkong,
padahal jumlah produksinya yang banyak harus diimbangi dengan tingginya
daya konsumsi, inovasi olahan singkong inilah yang ditujukan untuk membuat
menarik singkong sehingga banyak juga yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), produksi
ikan bandeng presto di Indonesia mengalami peningkatan terus setiap tahunnya.
Pada tahun 2012, produksi ikan bandeng presto di Indonesia mencapai 482.803
ton. Menurut Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) BPS tahun 2014,
tingkat konsumsi bandeng presto nasional rata-rata sebesar 1,40 kg/kapita.
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Permintaan bandeng presto setiap
tahun meningkat karena selain lezat juga merupakan sumber protein, rendah
lemah, dan tinggi kalsium. Menurut Saprianto et al. (2006), setiap 100 g
bandeng presto mengandung 202,6 kkal energi, 27,10% protein, 9,98% lemak,
0,22 % kalsium, dan 58,93% kadar air. Namun, komposisi kimia serta
karakteristik bandeng presto yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh alat
pressure cooker yang digunakan serta lama pemasakannya. Dalam penelitian
ini, ikan bandeng presto digunakan sebagai salah satu bahan dasar utama dari
pembuatan nugget.
4
Dalam penelitian (Muhaenah.Y.S et al, 2019), mengembangkan inovasi
nugget dari singkong, yakni nugget singkong jagung manis dan nugget
singkong seledri, olahan singkong dipilih sebagai salah satu usaha
pengembangan olahan pangan lokal dan inovasi pengolahan pangan lokal yang
berkarbohidrat selain nasi. Kemudian dari penelitian (Syamsuar, 2014)
mengembangkan inovasi nugget bandeng sebagai perbandingan dengan nugget
ayam standar SNI 01-6683-2002. Inovasi nugget bandeng berupa penambahan
tepung karaginan rumput laut, tujuannya untuk mengetahui kandungan nilai
gizi.
Penelitian (Safitri, 2012) mengembangkan cookies berbahan dasar
singkong substitusi tepung terigu dengan komposisi 70%, 60%, dan 50% dari
100% tepung terigu, tujuan penelitiannya untuk mengetahui sifat organoleptic
yang meliputi warna, rasa, dan tekstur melalui uji pembeda dan uji hedonic.
Kemudian penelitian (DR Syamilah et al, 2016) mengembangkan olahan nugget
campuran singkong dan tepung tapioka dengan campuran 50%-50%, 60%-40%,
dan 70%-30%, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan jumlah
singkong dan tepung tapioka berdasarkan uji organoleptik dan tingkat
kesukaan.
Sejalan dengan itu, peneliti bermaksud mengaplikasikan singkong dan
ikan bandeng presto sebagai bahan dasar nugget karena nugget merupakan
produk frozen food yang cukup digemari masyarakat. Hal ini ditunjukkan dari
peningkatan konsumsi produk frozen food rata-rata tumbuh sebesar 4,46 persen
per tahun. Produk frozen food seperti nugget, bakso dan sosis merupakan
5
produk olahan yang paling banyak dikonsumsi. (Anggraeni,S, 2014). Penulis
telah melakukan pra eksperimen untuk membuat inovasi nugget bahan dasar
singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran singkong dan ikan
bandeng presto yaitu, (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%). Hasil
eksperimen yang pertama dengan campuran singkong dan ikan bandeng presto
(C:50% 50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%) singkong tidak ada perlakuan
direbus/dikukus melainkan hanya diparut kemudian ikan bandeng presto
dicincang halus dan dicampur menjadi satu kedalam adonan nugget lalu
digiling dengan blender. Hasilnya, dari segi warna nugget sudah cukup baik,
dari segi tekstur nugget kurang kokoh karena terlalu basah dan sulit dibentuk,
dari segi aroma kurang baik karena aroma gurihnya tidak muncul maksimal
karena tertutup aroma langu, dan dari segi rasa cukup enak. Untuk memperbaiki
kekurangan penulis melakukan eksperimen kedua.
Pra eksperimen kedua yang merupakan hasil perbaikan dari eksperimen
sebelumnya dengan campuran singkong dan ikan bandeng presto ((C:50%-
50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%) dengan cara singkong yang direbus dan
dikukus kemudian ikan bandeng presto dicincang halus dan dicampur menjadi
satu kedalam adonan nugget lalu digiling dengan blender. . Hasilnya cukup
banyak perbedaan, dari singkong yang yang direbus memiliki kekurangan pada
tekstur yang terlalu mengandung banyak air, sehingga nugget menjadi agak
lembek. Dan dari singkong yang dikukus memiliki tekstur yang cukup baik
yakni tidak terlalu mengandung banyak air sehingga tidak lembek. Namun dari
segi warna, aroma dan rasa sudah cukup.
6
Pra eksperimen ketiga, hasil eksperimen perbaikan produk dicoba untuk
diperbaiki dengan cara perlakuan singkong yang dikukus dengan campuran
singkong dan ikan bandeng presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-
30%) kemudian ikan bandeng presto dicincang halus dan dicampur menjadi
satu kedalam adonan nugget lalu digiling dengan blender hasilnya meliputi dari
segi warna semakin baik, dari segi tekstur semakin baik, dari segi aroma
ikannya semakin nyata, dari segi bentuk semakin baik dan segi rasa semakin
enak.
Berdasarkan hasil pra eksperimen tersebut penulis ingin mengetahui
perbedaaan kualitas nugget bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng
presto dari aspek inderawi, tingkat kesukaan masyarakat serta kandungan
karbohidrat dan protein. Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat dalam
skripsi dengan judul “PERBEDAAN KUALITAS NUGGET BAHAN
DASAR SINGKONG DAN IKAN BANDENG PRESTO”.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana perbedaan kualitas inderawi nugget dengan bahan dasar
singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran yaitu (C:50%-
50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%) pada aspek warna, rasa, aroma, tekstur
luar dan tekstur dalam?
7
1.2.2 Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nugget dengan bahan
dasar singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran yaitu (C:50%-
50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%)?
1.2.3 Berapakah kandungan karbohidrat dan protein pada nugget dengan bahan
dasar singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran yaitu ((C:50%-
50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%)?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka secara umum
penelitian ini bertujuan untuk :
1.3.1 Mengetahui perbedaan kualitas inderawi nugget dengan bahan dasar
singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran singkong dan ikan
bandeng presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%)pada
aspek warna, rasa, aroma, tekstur luar dan tekstur dalam.
1.3.2 Mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nugget dengan bahan
dasar singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran singkong dan
ikan bandeng presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
1.3.3 Mengetahui kandungan karbohidrat dan protein pada nugget dengan bahan
dasar singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran singkong dan
ikan bandeng presto yaitu (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :
1.4.1 Memberikan alternatif lain olahan singkong dan ikan bandeng presto
menjadi nugget yang dapat dikonsumsi di kalangan masyarakat.
8
1.4.2 Memberikan gambaran/informasi untuk mahasiswa khususnya program
studi Pendidikan Tata Boga bagaimana mengembangkan produk makanan
dari olahan singkong dan ikan bandeng presto menjadi nugget dalam bentk
camilan.
1.5 PENEGASAN ISTILAH
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam mengartikan judul tersebut
diatas, serta untuk membatasi permasalahan yang ada dalam penelitian ini maka
penulis memberikan penegasan istilah sesuai dengan batasan yang menjadi
masalah adalah sebagai berikut :
1.5.1 Perbedaan Kualitas
Perbedaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu
yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara bahan yang satu dan bahan yang
lainnya. Sedangkan kualitas yang dimaksud adalah kualitas yang mencakup
penilaian dari nugget yang mencakup penialai subjektif dan penilaian objektif.
Jadi yang dimaksud perbedaan kualitas dalam penelitian ini adalah kualitas nugget
bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran
singkong dan ikan bandeng presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-
30%)..
1.5.2 Nugget Singkong Ikan Bandeng Presto
Nugget merupakan produk olahan daging yang biasanya nugget bisa terbuat
dari daging giling yang kemudian dicetak dalam bentuk potongan, berbetuk empat
persegi dan juga dilapisi dengan tepung berbumbu (Maghfiroh, 2000). Dalam
penelitian ini olahan nugget yang biasanya menggunakan daging / ayam diganti
9
dengan singkong dan ikan bandeng presto. Singkong (manihot utilissima) disebut
juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong yang digunakan dalam penelitian ini
dari jenis singkong putih dengan perlakuan dikukus, selanjutnya diblender sampai
teksturnya lembut. Ikan bandeng presto adalah olahan ikan dari ikan bandeng
yang dipresto sampai tulang ikannya menjadi lunak dengan bumbu garam.
Perlakuan ikan bandeng presto dalam penelitian ini adalah ikan yang dicincang
halus dengan pisau lalu dicampur dengan adonan singkong dan digiling bersama
dengan bumbu bumbu nugget yang lainnya.
1.6 SISTEMATIKA SKRIPSI
Sistematika skripsi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : bagian pendahuluan,
bagian isi dan bagian akhir.
1.6.1 Bagian Awal
Bagian awal dari skripsi ini meliputi : halaman judul, abstrak, pengesahan,
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar
lampiran dan daftar gambar. Bagian awal ini memberikan kemudahan kepada
pembaca untuk memahami isi skripsi secara ringkas.
1.6.2 Bagian Isi
Bagian isi skripsi meliputi lima bab, yaitu :
(2) BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang alasan pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi.
(3) BAB II Landasan Teori
10
Bab ini berisi tentang kajian teori yang mendasari dalam penulisan skripsi,
kerangka berfikir dan hipotesis.
(4) BAB III Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang prosedur rancangan penelitian, metode penentuan
objek penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data dan metode
analisis data.
(5) BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini berisi tentang penyajian data hasil penelitian, analisis data
serta pembahasannya sehingga data mempunyai arti.
(6) BAB V Kesimpulan
Bab ini berisi tentang rangkuman hasil penelitian yang ditarik dari hasil
analisis data, hipotesis dan pembahasan, serta saran dari peneliti untuk perbaikan
yang berkaitan dengan penelitian.
1.6.3 Bagian Akhir
Bagian akhir skripsi berisi tentang :
1. Daftar pustaka menyajikan daftar buku dan literatur lain yang digunakan
dalam penelitian.
2. Lampiran berisi tentang kelengkapan skripsi seperti data penelitian secara
lengkap, contoh-contoh perhitungan dalam analisis data serta dan
kelengkapan lain yang mendukung penelitian.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori ini akan diuraikan berbagai hal yang meliputi,
tinjauan tentang nugget, tinjauan tentang singkong dan tinjauan tentang ikan
bandeng presto.
2.1 Tinjauan tentang Nugget
2.1.1 Pengertian Nugget
2.1.1.1 Pengertian Nugget Ayam
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 01-6683-2014
mendefinisikan nugget sebagai produk olahan daging yang dicetak, dimasak,
dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diperbolehkan. Nugget biasanya terbuat dari daging ayam, telur, tepung tapioka,
tepung roti sedangkan bahan tambahan dan bahan penunjang (bumbu) adalah
garam, bawang putih, bawang bombay, lada dan pala. Pemberian bumbu
bertujuan untuk membangkitkan rasa, garam bersama senyawa fosfat akan
membantu pembentukan gel protein ayam dengan baik, sehingga nugget yang
dihasilkan teksturnya padat. Selain itu dengan penambahan telur dan tepung
tapioka dapat menjadi bahan pengikat (Wibowo, 2001).
Berdasarkan pengertian dari beberapa sumber tersebut, nugget adalah
produk olahan daging ayam, ikan dan sapi yang digiling kemudian ditambahkan
beberapa bahan tambahan pengisi kemudian dikukus dan dicetak, lalu dilapisi
adonan tepung dan panir, kemudian digoreng hingga kuning kecoklatan.
11
12
Gambar 2.1 Nugget Ayam
2.1.1.2 Pengertian Nugget Daging Kombinasi
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 01-6683-2014
mendefinisikan nugget kombinasi adalah nugget dengan kandungan daging
ikan/daging sapi/daging ayam minimal 23%.
2.1.2 Pembuatan Nugget
2.1.2.1 Tahapan Pembuatan Nugget
Aswar (2005) menyatakan pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu
penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es, bahan tambahan,
pencetakan dan pengukusan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan.
2.1.2.1.1 Penggilingan dan Pencampuran Bumbu
Penggilingan dilakukan untuk memperkecil ukuran daging ikan. Proses
penggilingan pada pembuatan nugget dilakukan dengan menggunakan alat
penggilingan dan ditambahkan air es untuk mencegah kerusakan pada saat
penghalusan (Alamsyah, 2008). Penggilingan daging diusahakan pada suhu di
bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging.
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh
13
panas. Penggilingan jenis pangan sumber protein dilakukan berfungsi untuk
menghaluskan jenis pangan sumber protein agar mudah tercampur dalam adonan
(Tanoto, 2004). Pencampuran semua bahan dalam pembuatan nugget meliputi
bahan utama yaitu daging ayam/ikan dan bahan tambahan seperti bumbu-bumbu
serta tepung sebagai bahan pengikat, kemudian dilakukan pengadukan hingga
adonan tercampur rata atau homogen.
2.1.2.1.2 Pencetakan dan Pengukusan
Proses pencetakan dimulai setelah adonan nugget siap, kemudian
dipindahkan kedalam loyang yang telah dilapisi plastik sebelumnya guna untuk
mencegah adonan nugget menempel pada loyang. Saat memasukkan adonan
nugget harus ditekan-tekan dengan sendok atau solet untuk menghilangkan udara
yang terperangkap sehingga didapatkan nugget dengan tampilan yang bagus dan
tidak berongga. Pengukusan dilakukan dengan memasukkan adonan kedalam
loyang kotak kemudian dimasukkan kedalam panic pengukus. Pengukusan
bertujuan membuat bahan makanan menjadi masak dengan uap air mendidih. Ada
2 cara pengukusan ialah uap panas langsung terkena bahan makanan atau uap
panas tidak langsung kontak dengan makanan (Maryati, 2000). Pengukusan
adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan
merubah warna, cita rasa dan nilai gizi.
2.1.2.1.3 Pelapisan perekat tepung dan Pelumuran tepung roti
Pada proses ini memiliki dua tahapan yakni yang pertama pelapisan
perekat tepung, prosesnya yakni adonan nugget yang sudah dikukus kemudian
dipotong sesuai ukuran yang diinginkan kemudian nugget dicelupkan pada
14
adonan tepung terigu dan air, fungsi dari adonan ini adalah untuk merekatkan
tepung panir pada proses selanjutnya. Pelumuran tepung roti menjadi tahapan
yang kedua dan merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan
produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Pelumuran tepung roti dapat
membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu
produk yang pembuatannya menggunakan proses pemaniran. Tepung roti yang
digunakan sebaiknya tidak tengik, wadahnya masih dalam keadaan baik, memiliki
bau khas tepung, dan waktu kadaluarsanya masih lama (Yuyun, 2007).
2.1.2.1.4 Penggorengan awal
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang
dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng
mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan (Ketaren, 2006).
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam
proses aplikasi pemaniran. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan
perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan
pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal
akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah
digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi
terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Waktu untuk penggorengan awal adalah
sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk
15
akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan
ukuran produk (Tanoto, 2004).
2.1.2.1.5 Pembekuan
Agar tahan lama produk nugget disimpan pada suhu beku. Produk nugget
apabila dikonsumsi dapat langsung digoreng. Pembekuan yang baik biasanya
dilakukan pada suhu -12˚C sampai -24˚C. pembekuan yang cepat dilakukan pada
suhu -24˚C sampai -40˚C. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung dari bahan pangannya
contohnya bahan pangan yang kandungan airnya tinggi akan lebih cepat rusak.
Penyimpanan produk beku bisa selama sebulan atau kadangkadang beberapa
tahun (Winarno, 2008).
2.1.2.2 Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan mentah yang digunakan sebagai dasar untuk
pembuatan suatu produk, dimana bahan tersebut diolah kembali melalui proses
tertentu untuk menjadi bentuk yang lain (Mulyadi, 2005). Beberapa bahan baku
yang biasanya dibuat bahan baku dalam membuat nugget kombinasi adalah
ikan/daging sapi/daging ayam.
2.1.2.2.1 Ikan
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 2729-2013 tentang Ikan
Segar disebutkan Ikan Segar adalah ikan yang belum mengalami perlakuan
pengawetan kecuali pendinginan (chilling). Jenisnya dari jenis ikan bersirip
16
(pisces) hasil penangkapan atau budidaya. Bahan baku berasal dari perairan yang
tidak tercemar.
Ikan adalah salah satu sumber makanan utama asam lemak tak jenuh
ganda (pufa) seperti omega-3. Asam lemak termasuk asam eikosapentaenoat
(EPA) dan asam docosahexaenoic (DHA). Menurut American Cancer Society
(ACS) dan American Heart Association (AHA), Dianjurkan mengonsumsi ikan
setidaknya dua kali seminggu. Asam lemak omega-3 adalah nutrisi penting, pada
kenyataannya, mengkonsumsi ikan yang cukup memiliki perlindungan terhadap
penyakit kardiovaskular (CVD) dan penyakit mental seperti depresi. Menurut
kelompok penelitian di Finlandia, konsumsi asam lemak tak jenuh ganda (pufa)
yang tidak tepat dapat menimbulkan risiko depresi yang lebih tinggi (Kyung et al,
2020)
Salah satu bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi nugget
kombinasi adalah ikan. Ikan yang digunakan sebaiknya ikan yang masih segar,
tujuannya agar menghasilkan nugget yang berkualitas baik, tidak bau dan setelah
digoreng mempunyai aroma ikan yang khas.
17
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Ikan Segar per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 1205
2. Protein g 26,33
3. Lemak g 19,54
4. Karbohidrat g 0
5. Kalsium mg 315
6. Sodium mg 384
7. Serat g 0
8. Gula g 0
9. Kolesterol mg 87
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.2.2 Daging Sapi
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 3932:2008 tentang Mutu
Karkas dan Daging Sapi, disebutkan bahwa daging sapi segar adalah daging yang
belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun. Daging memiliki
banyak protein dan hidrolisis enzimatik yang menghasilkan berbagai peptide yang
memiliki fungsi sebagai pengubah rasa pahit. Selain itu, protein daging sapi juga
memiliki kemampuan penekan rasa pahit (Chuenlei et al, 2019)
Salah satu bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi nugget
kombinasi adalah daging sapi. Daging sapi yang digunakan sebaiknya daging sapi
segar yang kemudian digiling, tujuannya agar memperoleh kulaitas adonan nugget
yang baik dan mempermudah ketika proses pencampuran atau pemblenderan
sehingga nantinya didapatkan adonan nugget kombinasi yang halus dan rata.
18
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Daging Sapi per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 302
2. Protein g 18,2
3. Lemak g 25
4. Karbohidrat g 0
5. Kalsium mg 14
6. Fosfor mg 200
7. Zat Besi mg 2
8. Vitamin A IU 810
9. Vitamin B1 mg 0.08
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.2.3 Daging Ayam
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 01-3924-2009 tentang
Mutu Karkas dan Daging Ayam, disebutkan karkas ayam pedaging adalah bagian
ayam pedaging setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak
abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara
pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves),
potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau
cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit.
Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar dan
karkas beku. Karkas segar adalah karkas yang segera didinginkan setelah selesai
diproses sehingga suhu daging menjadi antara 4 hingga 5 °C, sedangkan karkas
beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat
dengan suhu penyimpanan antara -12 °C sampai dengan -18 °C.
19
Salah satu bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi nugget
ayam adalah daging ayam. Daging yang digunakan sebaiknya daging ayam giling,
tujuannya agar mempermudah ketika proses pencampuran atau pemblenderan
sehingga nantinya didapatkan adonan chicken nugget yang halus dan rata.
Tabel 2.4 Kandungan Gizi Daging Ayam per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 302
2. Protein g 18,2
3. Lemak g 25
4. Karbohidrat g 0
5. Kalsium mg 14
6. Fosfor mg 200
7. Zat Besi mg 2
8. Vitamin A IU 810
9. Vitamin B1 mg 0.08
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.3 Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk
mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan pengikat dalam
makanan adalah tepung. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan
bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi
sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti,2010). Protein dalam bentuk tepung
dipercaya dapat memberikan sumbungan terhadap sifat pengikatan. Menurut
asalnya bahan dari bahan pengikat berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan
20
pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan. Bahan pengikat
nabati antara lain 10 konsentrat dan isolat protein kedelai (Kramlich, 2001).
2.1.2.3.1 Tepung Terigu
Tepung terigu digunakan sebagai bahan pengikat dalam penelitian ini.
Tepung terigu merupakan tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses
penggilingan, yang kemudian dikembangkan menjadi beraneka jenis makanan.
Produk yang biasanya dikonsumsi adalah roti, mie, kue, biskuit dan lainnya.
(Bogasari, 2011)
Tepung terigu mengandung beberapa jenis protein seperti gliadin dan
glutenin yang dikenal sebagai gluten, serta globulin, triticin, dan enzim. Tepung
terigu yang mengandung gluten menunjukkan efek langsung gluten pada sistem
kekebalan dan pada sel beta pancreas (Gorelick, et al, 2017)
Gambar 2.3 Tepung Terigu
Di dalam tepung terigu terdapat glutten yang bersifat kenyal dan elastis,
sifat itu yang akan membuat nugget menjadi lebih kenyal dan teksturnya lebih
bagus. Tepung terigu yang cocok untuk membuat nugget adalah tepung terigu
dengan kategori protein sedang.
21
Tabel 2.5 Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 365
2. Protein G 8,9
3. Lemak G 1,3
4. Karbohidrat G 77,3
5. Kalsium mg 16
6. Fosfor mg 106
7. Zat Besi mg 1
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin B1 mg 0.12
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.3.2 Telur
Menurut Rasyaf (2007), telur merupakan kumpulan makanan yang
disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam
didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas.
Telur tersusun oleh tiga bagian utama: yaitu kulit telur, bagian cairan bening, &
bagian cairan yang bewarna kuning.
Telur mengandung sumber protein, lemak, dan zat gizi mikro yang
berperan penting dalam nutrisi dasar. Namun, telur sering dikaitkan dengan
faktor-faktor buruk dalam kesehatan manusia, terutama karena kandungan
kolesterolnya. Namun, saat ini, diketahui bahwa konsumsi kolesterol makanan
bergantung pada beberapa faktor, seperti etnis, susunan genetik, faktor hormon,
dan status gizi konsumen (Miranda et al, 2015).
22
Gambar 2.4 Telur Ayam
Jenis telur yang dipilih dalam pembuatan nugget adalah telur ayam. Salah
satu sifat telur adalah dapat mengikat adonan sehingga bersama dengan tepung
terigu adonan nugget akan menjadi bentuk yang baik dan memiliki tekstur kenyal.
Tabel 2.6 Kandungan Gizi Telur Ayam per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 165
2. Protein g 12,8
3. Lemak g 11,5
4. Karbohidrat g 0,7
5. Kalsium mg 54
6. Fosfor mg 180
7. Zat Besi mg 3
8. Vitamin A IU 900
9. Vitamin B1 mg 0,1
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
23
2.1.2.4 Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati. Bahan pengisi ditambahkan dalam
produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi
sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan. Fungsi lain dari bahan pengisi
adalah membantu meningkatkan volume produk.
2.1.2.4.1 Roti Tawar
Roti merupakan produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di
fermentasi dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang diolah dengan
cara dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Roti termasuk dalam salah satu
produk bioteknologi konvensional karena adanya proses fermentasi yang
memanfaatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Zat gizi yang terdapat didalam roti yaitu β-karoten, tiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium,
kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu untuk
meningkatkan mutu protein bagi tubuh. Kandungan protein yang terdapat dalam
roti mencapai 9,7%, lebih tinggi dibandingkan nasi yang hanya 7,8% (Jenie,
2003). Hampir semua jenis roti dibuat dengan proses yang sama yaitu
pencampuran (mixing), fermentasi, pembentukan (proofing), pengempesan
(sheeting), pencetakan (molding), pemanggangan (baking), penurunan suhu
(cooling), dan (terkadang) pengirisan (slicing) (Zhou dan Hui, 2004).
24
Gambar 2.5 Roti Tawar Putih
Roti tawar yang akan digunakan dalam pembuatan nugget ini adalah jenis
roti tawar putih, atau yang biasanya dalam masyarakat disebut roti tawar yang
tidak memiliki pinggiran, jenis roti tawar ini biasanya lebih manis dan gurih
karena memiliki kandungan susu yang lebih banyak daripada jenis roti tawar yang
lainnya.
Tabel 2.7 Kandungan Gizi Roti Tawar Putih per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 248
2. Protein g 8
3. Lemak g 1,2
4. Karbohidrat g 50
5. Kalsium mg 10
6. Fosfor mg 95
7. Zat Besi mg 2
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin B1 mg 0,1
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
25
2.1.2.5 Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Winarno et al. 2007).
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,
bawang putih dan merica (Aswar, 2005).
2.1.2.5.1 Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) adalah tanaman herba semusim berumpun
yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Bawang putih banyak ditanam di
ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari.
Bawang putih adalah tanaman dari Allium sekaligus nama dari umbi yang
dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk
bumbu dasar masakan Indonesia (Rahmawati, 2012).
Gambar 2.6 Bawang Putih
Salah satu komponen bumbu dalam nugget ini adalah bawang putih,
bawang putih dipilih karena mempunyai fungsi sebagai penambah aroma dan bisa
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan, selain itu bwang putih juga bisa
meningkatkan daya awet bahan makanan.
26
Tabel 2.8 Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 95
2. Protein g 4,6
3. Lemak g 0,2
4. Karbohidrat g 23,1
5. Kalsium mg 42
6. Fosfor mg 134
7. Zat Besi mg 1
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin B1 mg 0,22
10. Vitamin C mg 15
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.5.2 Garam
Penambahan garam dapur berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat
tekstur, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas pasta, serta mengikat air. Selain
itu, garam dapur juga dapat menghambat aktivitas 8 enzim protease dan amilase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan
(Astawan, 2006).
Kadar garam dalam makanan juga dapat mempengaruhi kesehatan, salah
satunya untuk orang orang yang hipertensi, sebisa mungkin mengurangi garam
dalam makanannya. Sementara masih ada beberapa perdebatan tentang efek
garam pada kesehatan, tinjauan sistematis yang merangkum totalitas data yang
tersedia merupakan indikasi bahaya. Atas dasar ini, WHO merekomendasikan
27
bahwa semua negara anggota berusaha untuk mencapai pengurangan 30% dalam
asupan garam rata-rata populasi pada tahun 2025 (Trevena, 2017)
Gambar 2.7 Garam
Garam merupakan salah satu komponen bahan makanan yang
ditambahkan untuk menegaskan cita rasa makanan terutama pada adonan nugget,
selain menjadi bahan pengawet, fungsi garam juga sebagai penyatu semua bumbu
bumbu yang ada di dalam nugget.
Tabel 2.9 Kandungan Gizi Garam per 1 sdt
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Kalori Kkal 0
2. Protein g 0
3. Lemak g 0
4. Karbohidrat g 0
5. Kalium mg 0
6. Sodium mg 2325
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
28
2.1.2.5.3 Gula
Menurut Wahyudi (2013), gula adalah karbohidrat sederhana yang
menjadi sumber energy dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak
diperdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk
mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula
sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau
hidrolis asam), menyimpan energy yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai
sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren.
Gambar 2.8 Gula
Pemakaian gula dalam pembuatan nugget memiliki fungsi yakni dapat
mempengaruhi cita rasa yaitu dengan menambahkan rasa manis, menambah
kelezatan aroma dan mampu menetralisir garam yang jumlahnya berlebihan.
29
Tabel 2.10 Kandungan Gizi Gula per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 364
2. Protein g 0
3. Lemak g 0
4. Karbohidrat g 94
5. Kalsium mg 5
6. Fosfor mg 1
7. Zat Besi mg 0
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin B1 mg 0
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.4.4 Merica
Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang
sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah
sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat
digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa
pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia
yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar,
2003).
Salah satu bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget ini adalah
merica atau sering disebut lada, lada memiliki rasa yang pedas dan aromanya yang
khas. Rasanya yang pedas disebabkan karena adanya beberapa zat yang
terklandung didalamnya.
30
Gambar 2.9 Merica
Tabel 2.11 Kandungan Gizi Merica per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 359
2. Protein g 11,5
3. Lemak g 6,6
4. Karbohidrat g 64,4
5. Kalsium mg 460
6. Fosfor mg 200
7. Zat Besi mg 17
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin B1 mg 0,2
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.2.5 Breading
2.1.2.5.1 Tepung Panir
Dalam pembuatan nugget tepung digunakan untuk melapisi nugget.
Tepung yang dapat digunakan antara lain tepung terigu, tepung jagung, dan
tepung roti. Tepung yang digunakan sebaikya tidak tengik, wadahnya masih
31
dalam keadaan baik, memiliki bau khas tepung, dan waktu kadaluwarsa yang
masih lama. Tepung roti yang digunakan dapat dipilih dari jenis tepung panko,
karena lebih higenis dan renyah. Di pasaran kadang -kadang banyak beredar
tepung roti berwarna coklat yang kadangkadang terbuat dari remahan roti yang
dikeringkan (Yuyun, 2007).
Tepung panir terbuat dari bahan dasar roti tawar yang dipanggang sampai
kering lalu dihancurkan. Tepung panir ada dua macam yang halus dan yang kasar.
Keduanya bisa dipakai, tergantung selera. Tepung ini bisa digunakan sebagai
bahan pelapis risoles dan kroket. Tepung panir kasar akan menghasilkan nugget
yang lebih renyah dibandingkan dengan nugget yang memakai tepung panir halus
(Tim Dapur Demedia, 2009).
Gambar 2.10 Tepung Panir
Tepung panir digunakan sebagai pelapis luar atau kulit pada nugget,
dengan penambahan tepung panir ini akan diharapkan nugget menjadi lebih
renyah dan memiliki tekstur yang baik.
32
Tabel 2.12 Kandungan Gizi Tepung Roti per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Kalori Kkal 395
2. Protein g 13
3. Lemak g 5
4. Karbohidrat g 72
5. Kalsium mg 183
6. Kalium mg 196
7. Zat Besi mg 4,8
8. Vitamin A IU 0
9. Vitamin D IU 0
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.3 Tahapan Pembuatan Nugget
Dalam pembuatan nugget ini ada beberapa tahapan yakni tahapan pertama
ada penggilingan dan pencampuran, tahapan kedua yakni pengukusan, tahapan
ketiga yakni breading dan tahap keempat yakni frying.
Tahapan pertama pembuatan nugget adalah penggilingan dan
pencampuran. Tujuan penggilingan ini adalah meningkatkan luas permukaan
daging untuk membantu ekstraksi protein. Proses penggilingan sebaiknya
dilakukan pada suhu dibawah 15℃, yaitu dengan menambahkan es pada saat
penggilingan daging. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi
protein aktomiosin oleh panas, karena pada proses penggilingan daging terjadi
gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Selain itu, pada proses
penggilingan daging sebaiknya ditambahkan dengan garam untuk
33
mengekstraksikan aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas
emulsi yang baik (Tanoto, 2004).
Cara yang dapat digunakan selama proses penggilingan agar suhu tetap
dibawah 15℃ adalah dengan menambahkan air dalam bentuk serpihan es ke
adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk adonan yang baik dan untuk
mempertahankan suhu selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase
pendispersi dalam emulsi daging (Afrisanti, 2010). Suhu bahan selama proses
penggilingan juga sangat mempengaruhi protein yang terkandung dalam makanan
tersebut. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi denaturasi protein dan bila suhu
terlalu rendah nugget akan sulit dicetak (Suwoyo, 2006).
Tahap kedua adalah pengukusan. Pengukusan bertujuan untuk
menginaktifkan enzim yang bisa menyebabkan perubahan warna, cita rasa, dan
nilai gizi yang tidak dikehendaki serta mengurangi kadar air sehingga tekstur
produk menjadi kompak (Haris dan Karmas, 2009). Pengukusan dilakukan
dengan menggunakan suhu air lebih besar dari 66℃ dan lebih rendah dari 82℃
(Laily, 2010).
Tahap ketiga adalah proses pelumuran tepung roti. Perekat tepung (batter)
merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang
digunakan untuk mencelupkan produk sebelum proses breading. Pelumuran
tepung roti (breading) merupakan pelapisan produk-produk makanan dengan
menggunakan tepung roti.
29
34
Tahapan ke empat adalah penggorengan, adalah langkah yang terpenting
dalam proses pembuatan nugget. Penggorengan dilakukan dengan menggunakan
minyak mendidih (suhu 150–180℃) sampai matang. Jika suhu terlalu tinggi,
pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Jika suhu terlalu rendah maka
pelapis produk akan menjadi kurang matang. (Tanoto, 2004; Yuyun dan Delli,
2011).
2.1.4 Kriteria Nugget yang baik
Kriteria bahan atau produk pangan bersifat tampak secara fisik dan dapat
dengan mudah dikenali, namun demikian ada beberapa sifat lain yang
tersembunyi. Kriteria fisik meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Sedangkan
kriteria yang tersembunyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, dan cemaran
logam. (Kartika, et al. 1988 : 1 ).
Berdasarkan kedua jenis kriteria tersebut diatas, kriteria nugget yang baik
yang ada dipasaran menurut Yuyun. A dan syarat mutu nugget yang terdapat
dalam SNI 01-6683-2002 adalah sebagai berikut :
2.1.4.1 Kriteria Fisik
2.1.4.1.1 Warna
Warna nugget dapat diketahui dari dua hal yaitu :
(1). Warna bagian dalam, warna bagian dalam yang baik pada nugget sesuai
dengan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nugget. Apabila daging
putih seperti daging ayam atau daging ikan baik ikan air darat maupun ikan air
laut berarti warna bagian dalam putih, tetapi apabila daging yang digunakan
35
termasuk daging merah seperti daging sapi berarti warna bagian dalam
kecoklatan.
(2). Warna permukaan atau bagian luar, warna permukaan atau bagian luar
nugget mentah yang baik adalah kuning bersih atau putih bersih, sesuai dengan
warna tepung roti yang digunakan. Sedangkan warna permukaan nugget matang
yang baik adalah coklat kekuningan.
2.1.4.1.2 Rasa
Rasa nugget yang baik adalah gurih dan lezat dengan rasa yang khas dari
bahan yang digunakan.
2.1.4.1.3 Aroma
Aroma nugget yang baik adalah harum bumbu dan khas bahan dasarnya
yang digunakan, misalnya pada nugget ayam, aroma yang baik adalah wangi khas
bumbu tercampur dengan khas ayam.
2.1.4.1.4 Tekstur Luar
Tekstur bagian luar, tekstur bagian luar nugget yang baik adalah keras
karena adanya tepung panir atau tepung panir yang melekat pada permukaan
nugget.
2.1.4.1.5 Tekstur Dalam
Tekstur bagian dalam, tekstur bagian dalam nugget yang baik adalah lunak
kenyal, maksudnya nugget yang sudah matang apabila digigit tidak keras tetapi
tidak juga lembek dan adonan kompak.
2.1.4.2 Kriteria Tersembunyi
Kriteria tersembunyi suatu produk makanan dapat diketahui dengan melak
36
ukan penelitian di laboratorium, kriteria tersebut meliputi nilai gizi, cemaran loga
m, keamanan mikroba.
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia No. 01-6683-2014 tentang
syarat mutu nugget yang baik dapat dilihat pada Tabel 2.1.4 berikut:
Tabel 2.1.4 Syarat mutu nugget
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
Nugget Daging
Ayam
Nugget Daging
Ayam Kombinasi
a. Aroma - Normal
Normal
b. Rasa - Normal Normal
c. Tekstur - Normal Normal
Benda Asing - Tidak boleh ada Tidak boleh ada
Air % b/b Maks 50 Maks 60
Protein (N x 6,25) % b/b Min 12 Min 9
Lemak % b/b Maks 20 Maks 20
Karbohidrat % b/b Maks 25 Maks 25
Kalsium (Ca) mg/100 gr Maks 30 Maks 50
Bahan Tambahan
Makanan
a. Pewarna
b. Pengawet
Cemaran Logam
a. Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
b. Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0 Maks 0,1
c. Timah (Sn) mg/kg Maks 40 Maks 40
d. Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,03 Maks 0,03
Cemaran Arsen mg/kg Maks 0,5 Maks 0,5
Cemaran mikroba :
37
a. Angka Total Lempeng Koloni/gr Maks 1 x 10⁵
Maks 1 x 10⁵
b. Bakteri Bentuk Koli APM/gr Maks 10
Maks 10
c. Eccherichia coli APM/gr <3 <3
d. Salmonella sp. - Negative/ 25 g Negative/ 25 g
e. Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks/ 1 x 10²
Maks/ 1 x 10²
f. Clostridium perfringers
Koloni/gr
Maks/ 1 x 10²
Maks/ 1 x 10²
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2014)
2.2 Tinjauan tentang Singkong
2.2.1 Pengertian Singkong
Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas karena ubinya terus
membesar (Rubatzky and Yamaguchi, 2008). Akibatnya, periode panen dapat
beragam sehingga dihasilkan ubi kayu yang memiliki sifat fisik dan kimia yang
berbeda – beda. Sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran granula,
kandungan amilosa dan kandungan komponen non pati sangat dipengaruhi oleh
faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman (Moorthy, 2002).
Apabila dilihat dari kandungan gizinya, ketela pohon/singkong
mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh.
Tabel berikut memberikan informasi tentang komposisi kandungan gizi pada
ketela pohon/singkong maupun berbagai olahannya (Handayani dan Sundari,
2015).
38
Gambar 2.11 Singkong
Dalam penelitian ini, singkong yang akan digunakan adalah jenis singkong
putih, tekstur sebelum diolah cenderung keras. Pengolahan yang cocok digunakan
untuk jenis singkong ini adalah dikukus dan direbus.
2.2.2.1 Kriteria Singkong yang baik
Singkong yang baik memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Umbi singkong tidak berkayu pada bagian pangkalnya dan mulus (tidak
cacat).
2. Warna kulit singkong yang baik adalah kecokelatan, cokelat kemerahan atau
merah maron.
3. Singkong masih basah saat dipotong dan mudah patah.
4. Ciri singkong yang beracun adalah kulit luarnya berwarna putih tipis, daging
umbi berwarna kebiruan dan kadar airnya tinggi. (Resep Masakan Indonesia;
Heinz ABC, 2010)
2.2.2.1.1 Jenis Jenis Singkong
Menurut Prabawati (2011), jenis-jenis singkong ada beberapa macam,
berikut macam-macam singkong dilihat dari segi tempat asalnya :
39
2.2.2.1.1.1 Singkong Manggu
Ubi kayu genotipe lokal Manggu berasal dari Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat. Tinggi tanaman genotipe ini mencapai 300-400 cm, mempunyai batang
tua berwarna coklat muda sedangkan warna batang mudanya berwarna hijau.
Genotipe manggu ini memiliki bentuk batang berdiameter 3.0–4.5 cm. Ujung
daun genotipe ini runcing, memiliki warna tangkai daun merah dengan panjang
tangkai daun 30-40 cm. Bunga genotipe manggu memiliki mahkota berwarna
kuning dan memiliki warna kelopak berwarna kuning. Umbi akar kulit terluar
memiliki warna coklat sedangkan warna kulit dalam ber warna krem dengan
panjang umbi akar 30-40 cm, diameter umbi akar 5-8 cm serta memiliki potensi
hasil sebanyak 70-80 ton/ha (Taufik,2018).
Pada penelitian ini, singkong jenis manggu tidak digunakan karena
spesifikasinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong yang
dibutuhkan adalah sigkong yang dagingnya berwarna putih dan bertekstur keras
untuk membuat tekstur nugget menjadi baik.
2.2.2.1.1.2 Singkong Gajah
Ubi kayu varietas Gajah adalah salah satu ubi kayu varietas paling baik.
Ubi kayu ini memiliki sumber gizi yang cukup lengkap, dan memiliki potensi
hasil 100 sampai dengan 150 ton per hektar sehinga berpotensi untuk dapat
diolah menjadi bahan pangan jadi (kue) atau setengah jadi (tepung kanji dll),
sebagai bahan baku energy (bioetanol), berpotensi untuk mengurangi bahkan
menggantikan bahan pangan dari beras. (Mardika, 2017).
40
Pada penelitian ini, singkong jenis gajah tidak digunakan karena
spesifikasinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong yang
dibutuhkan adalah sigkong yang dagingnya berwarna putih dan bertekstur keras
untuk membuat tekstur nugget menjadi baik.
2.2.2.1.1.3 Singkong Mentega
Varietas mentega memiliki rasa yang enak, manis, kadar HCN sedang dan
kandungan patinya yang relatif tinggi. Sementara itu produksi ubi kayu varietas
mentega hanya mencapai 20 ton, dari rata – rata 117 – 155 ton produksi ubi kayu
(Wahyudi, 2009)
Pada penelitian ini, singkong jenis mentega tidak digunakan karena
spesifikasinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong yang
dibutuhkan adalah sigkong yang dagingnya berwarna putih dan bertekstur keras
untuk membuat tekstur nugget menjadi baik.
2.2.2.1.1.4 Singkong Putih
Singkong putih merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi., umbinya mengandung air
sekitar 60%, pati (25-35%), protein, mineral, serat, kalsium, dam fosfat. Ubi kayu
jenis ini di golongkan dalam ubi kayu manis yang memiliki kadar sianida sangat
rendah, hanya sebesar 0,04% atau 40 mg HCN/kg ubi kayu (Ririanty, 2015).
Pada penelitian ini, singkong jenis ini yang digunakan, karena
spesifikasinya yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong putih memiliki
tekstur yang lebih keras dibandingkan varietas singkong yang lain serta dan warna
41
yang baik untuk dijadikan bahan dasar pembuatan nugget yang dikombinasikan
dengan ikan bandeng presto.
2.2.2.1.1.5 Singkong Mukibat
Singkong varietas mukibat merupakan okulasi antara singkong biasa atau
singkong tapioca dibagian bawah dan bagian atas batang dari singkong karet. Jika
ingin dikonsumsi maka harus dicuci secara berulang-ulang karena rasa singkong
ini pahit (Asngad dan Suparti, 2009).
Pada penelitian ini, singkong jenis mukibat tidak digunakan karena
spesifikasinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong yang
dibutuhkan adalah sigkong yang dagingnya berwarna putih dan bertekstur keras
untuk membuat tekstur nugget menjadi baik.
2.2.2.1.1.6 Singkong Emas
Tanaman ini merupakan rekayasa bibit singkong dari Thailand yang
dikawinkan dengan singkong karet lokal. Umbi ini pertama kali diperkenalkan di
Bengkulu dan ditanam oleh petani Bengkulu. Bila ditanam pada 1 hektar lahan
maka umbi ini dapat menghasilkan lebih dari 150 ton sampai 300 ton ubi. Masa
panen Singkong Emas ini yakni pada umur 7 bulan. Ubi singkong emas ini dapat
diolah pabrikasi menjadi berbagai produk jadi seperti Tepung Terigu, Alkohol,
Minyak Kompor, Spirtus, Bahan Pembuat Jamu hingga Pakan Ternak (Prabawati,
2011).
Pada penelitian ini, singkong jenis mukibat tidak digunakan karena
spesifikasinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian. Singkong yang
42
dibutuhkan adalah sigkong yang dagingnya berwarna putih dan bertekstur keras
untuk membuat tekstur nugget menjadi baik.
2.2.3 Kandungan Gizi Singkong
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun
sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun
singkong karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong
banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis,
ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat
membentuk asam sianida (Sadjad, 2009).
Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning –
kuningan, untuk singkong yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg
HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada
umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan
sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya (Roja, 2009).
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari
keripik, kudapa, sayuran hingga tape. Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong
yaitu tepung tapioca yang dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum.
Adapun unsur gizi yang terdapat dalam tiap 100 singkong terdapat dalam Tabel
2.2.3
43
Tabel 2.2.3 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Singkong
No. Unsur Gizi Banyaknya (per 100 g)
Singkong
Putih Singkong Kuning
1. Kalori (kal) 146.00 157.00
2. Protein (g) 1.20 0.80
3. Lemak (g) 0.30 0.30
4. Karbohidrat (g) 34.70 37.90
5. Kalsium (mg) 33.00 33.00
6. Fosfor (mg) 40.00 40.00
7. Zat Besi (mg) 0.70 0.70
8. Vitamin A (SI) 0 385.00
9. Vitamin B (mg) 0.06 0.06
10. Vitamin C (mg) 30.00 30.00
11. Air (g) 62.50 60.00
12. Bagian yang dapat dimakan (%) 75.00 75.00
.Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018
2.2.4 Singkong sebagai bahan dasar nugget
Singkong merupakan sumber karbohidrat, sebagian besar digunakan
sebagai bahan pangan (langsung atau melalui proses pengolahan), pakan dan
bahan baku berbagai industri. Hingga tahun 2009, hasil singkong rata-rata
nasional baru sekitar 19 t/ha (BPS 2009), masih jauh dari potensi hasil beberapa
varietas unggul singkong yang dapat mencapai 40-50 t/ha (Nasir Saleh 2012).
Keunggulan singkong sebagai pangan fungsional dapat dilihat dari : (1)
kadar gizi makro (kecuali protein) dan mikro tinggi, sehingga jumlah penderita
anemia dan kekurangan vitamin A dan C di tengah masyarakat yang pangan
pokoknya singkong relative sedikit; (2) daun mudanya sebagai bahan sayuran
44
berkadar gizi mikro paling tinggi dan lebih proporsional dibandingkan dengan
bahan sayuran lainnya; (3) kadar glikemik dalam darah rendah; 4) kadar serat
pangan larut tinggi; (5) dalam usus dan lambung berpotensi menjadi probiotik,
dan (6) secara agronomi mampu beradaptasi terhadap lingkungan marginal
sehingga merupakan sumber kalori potensial di wilayah yang didominasi oleh
lahan marjinal dan iklim kering.
Kelemahan singkong adalah : (1) kadar protein ubi rendah namun dapat
dikonpensasi dengan penggunaan daun muda sebagai sayuran, (2) proses
pengolahan menjadi produk siap olah dan siap saji tidak secepat padi dan (3)
termasuk pangan inferior berkonotasi strata sosial rendah. Perhatian masyarakat
terhadap singkong meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai
pangan fungsional yang memberi dampak positif terhadap kesehatan. Bahan
pangan dan produk olahan singkong sebagai sumber energi dan zat gizi, terdapat
komponen atau sifat tertentu yang mempunyai efek fisiologis atau sifat fungsional
dan berpengaruh terhadap kesehatan. Keunggulan sifat fungsional singkong
sebagai sumber Karbohidrat terletak pada serat pangan, daya cerna pati dan indeks
glikemik (Wargiono 2009).
Karbohidrat yang terkandung di dalam singkong menjadikannya
mempunyai sifat yang mengenyangkan, olahan makanannya pun biasanya hanya
berupa makanan pokok atau makanan berat yang cenderung membosankan. Untuk
mengoptimalkan inovasi potensi pangan fungsional, singkong yang mengandung
karbohidrat ini akan diolah menjadi bahan dasar nugget, olahan ini akan menjadi
45
camilan yang sehat dan mengenyangkan selain bisa menjadi camilan penunda
lapar.
2.3 Tinjauan Tentang Ikan Bandeng Presto
2.3.1 Pengertian Ikan Bandeng Presto
Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah produk
olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan
sebagai berikut: penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian,
perendaman, pembungkusan, pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan,
penandaan, dan penyimpanan.
Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan
hasil perikanan terutama sebagai modifikasi pemindangan yang memiliki
kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor sampai kepala lunak sehingga dapat
dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 2008).
Dalam pengolahan bandeng duri lunak dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu secara tradisional dan modern. Pada pengolahan bandeng duri lunak secara
tradisional, wadah yang digunakan untuk memasak biasanya berupa drum yang
dimodifikasi atau dandang berukuran besar. Pengolahan bandeng duri lunak secara
tradisional menggunakan prinsip pengolahan ikan pindang. Pengolahan bandeng
duri lunak secara tradisional dilakukan dengan menggunakan prinsip
pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus
atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan
tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas
enzim (Afrianto dan Liviawaty, 2009).
46
Secara modern, pengolahan bandeng duri lunak menggunakan autoclave
untuk memasak. Prinsip penggunaan autoclave pada pemasakan bandeng duri
lunak adalah dengan cara menggunakan tekanan tinggi, sekitar 1 atmosfer.
Dengan tekanan yang tinggi proses pemasakan bandeng duri lunak dengan
autoclave akan lebih cepat matang dengan lama sekitar 2 jam dan tulang ikan
dapat segera lunak daripada menggunakan drum atau dandang.
Gambar 2.12 Bandeng Presto
Proses pengolahan bandeng duri lunak dengan uap air panas bertekanan
tinggi menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air panas yang
bertekanan tinggi ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas mikroorganisme
pembusuk ikan, kerasnya tulang ikan disebabkan adanya bahan organik dan
anorganik pada tulang. Bahan anorganik meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor,
magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik adalah serabut-serabut
kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik yang
terkandung di dalamnya larut (Susanto, 2010).
2.3.2 Kriteria Ikan Bandeng Presto yang baik
Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bandeng duri lunak
harus memiliki tingkat kesegaran yang tinggi sehingga produk bandeng duri lunak
47
yang dihasilkan memiliki mutu yang lebih baik. Mutu produk yang dihasilkan
tergantung dari bahan baku maupun proses pengolahan yang dilakukan. Berikut
adalah ciri-ciri ikan segar yang bermutu tinggi maupun yang bermutu rendah pada
Tabel 2.3.2.
Tabel 2.3.2 Ciri – ciri ikan segar bermutu tinggi maupun bermutu rendah
Parameter Ikan segar bermutu tinggi Ikan segar bermutu
rendah
Mata Cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih
Bola mata cekung, pupil
putih susu, kornea keruh
Insang Warna merah cemerlang,
tanpa lender
Warna kusam, dan berlendir
Lendir Lapisan lender jernih,
transparan, mengkilat cerah,
belum ada perubahan warna
Lendir berwarna kekuningan
sampai coklat tebal, warna
cerah hilang, pemutihan
nyata
Daging dan Perut Sayatan daging sangat
cemerlang, berwarna asli,
tidak ada pemerahan
sepanjang tulang belakang,
perut utuh, ginjal merah
terang, dinding perut
dagingnya utuh, bau isi
perut segar
Sayatan daging kusam,
warna merah jelas sepanjang
tulang belakang, dinding
perut membubar, bau busuk
Bau Segar, bau rumput laut, bau
spesifik menurut jenis
Bau busuk
Konsistensi Padat, elastis bila ditekan
dengan jari, sulit menyobek
daging dari tulang belakang
Sangat busuk, bekas jari
tidak mau hilang bila
ditekan, mudah sekali
menyobek daging dari tulang
belakang
Sumber: SNI No.01-2729.1-2006
48
2.3.3 Kandungan Gizi Ikan Bandeng Presto
Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference
(2009), ikan bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat,
mineral lemak dan asam amino yang bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia
(Tabel 2.3.3)
Tabel 2.3.3. Kandungan Gizi Ikan Bandeng Presto per 100 gram
No Nutrisi Satuan Nilai/100 g
1. Energi Kkal 296
2. Protein g 17,1
3. Lemak g 20,3
4. Karbohidrat g 11,3
5. Kalsium mg 1422
6. Fosfor mg 659
7. Zat Besi mg 1,9
8. Vitamin A IU 19
9. Vitamin B1 mg 0,14
10. Vitamin C mg 0
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.3.4 Perlakuan Ikan Bandeng Presto sebagai bahan dasar nugget
Perlakuan Ikan Bandeng Presto sebagai bahan dasar nugget pada
penelitian ini adalah sebagai bahan utama yang dicampurkan dengan singkong,
presentase campuran ikan bandeng presto yang digunakan dalam penelitian ini
adalah (C:50%-50%), (C:60%-40%), (C:70%-70%). Sehingga kandungan gizi
yang dihasilkan nugget singkong ikan bandeng ini akan seimbang dengan adanya
karbohidrat dan protein yang cukup tinggi.
49
2.4 Tinjauan Tentang Karbohidrat dan Protein
2.4.1 Tinjauan Tentang Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena
merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relative
murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Produk yang
dihasilkan terutama bentuk gula sederhana yang mudah larut dalam air dan
mudah diangkut ke seluruh sel-sel guna penyediaan energy. Sebagian dari
gula sederhana ini kemudia mengelamai polimerisasi dan membentuk
polisakarida. (Wahyudi, 2008)
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul
karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi
utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram
karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan
energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan
digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya
seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan
berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau bekerja (Irawan,2007).
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa karbohidrat
merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Oleh karena itu
konsumsi karbohidrat per orang per hari harus mencukupi kebutuhan.
Salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat yaitu singkong.
50
2.4.2 Tinjauan Tentang Protein
Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino
yang tersusun dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan
nitrogen (N) yang tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Natsir dan
Asrullah, 2012).
Protein dapat diperoleh dari bahan pangan nabati maupun bahan
pangan hewani (Oktaviani, 2018). Bahan makanan sumber protein hewani
yaitu daging, susu, telur, ikan, dan ayam. Sedangkan bahan makanan
sumber protein nabati seperti tempe, tahu, susu kedelai, kacang-kacangan,
dan kelapa (Sutomo dan Anggraini, 2010).
Protein merupakan komponen penting dari makanan yang
berfungsi untuk mengganti jaringan, menambah pasokan energi, dan
makromolekul serbaguna di sistem kehidupan yang mempunyai fungsi
penting dalam semua proses biologi seperti sebagai katalis, transportasi
berbagai molekul lain seperti oksigen, menjaga kekebalan tubuh, dan
menghantarkan impuls saraf (Fredrick, et al., 2013). Penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa asupan energi dan protein yang rendah
dapat berdampak pada meningkatnya resiko masalah gizi seperti
kekurangan energi kronis, kekurangan energi protein, dan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan kognitif pada balita (Almatsier, 2010).
Menurut Bashir, (2015), kekurangan protein dapat menyebabkan retardasi
pertumbuhan, pengecilan otot, edema, dan penumpukan cairan dalam
tubuh anak-anak.
51
`` Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa protein merupakan
salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Oleh karena itu konsumsi protein per
orang per hari harus mencukupi kebutuhan. Salah satu bahan pangan yang
mengandung protein yaitu ikan bandeng presto.
2.5 Kerangka Berfikir
Nugget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produk
yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian
dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan
selama satu menit pada suhu 150℃. Ketika digoreng nugget beku setengah matang
akan berubah menjadi kekuningan dan kering. Tekstur nugget tergantung dari
bahan dasarnya. Nugget pertama kali dipopulerkan di Amerika Serikat dan cocok
sekali dengan kondisi masyarakat yang sangat sibuk, sehingga jenis makanan ini
banyak diminati (Nurzainah, 2005).
Untuk membuat nugget, bahan dasar yang digunakan bisa dari selain
daging, salah satu syarat bahan makanan bisa menjadi bahan dasar nugget adalah
bahan tersebut tidak terlalu mengandung banyak air, agar tekstur nugget tidak
terlalu basah dan bisa dibentuk dengan bentuk yang sesuai.
Dalam perkembangannya, nugget yang dulu hanya dikonsumsi menjadi
lauk pauk kini sudah menjadi camilan, nugget yang menjadi camilan biasanya
berbahan dasar buah, sayur dan ubi. Salah satu ubi yang bisa menjadi bahan dasar
nugget adalah singkong.
52
Penggantian daging dengan singkong dimungkinkan dapat dilakukan
mengingat tekstur pada singkong cukup padat sehingga bisa menjadikannya
sebagai pengganti daging pada nugget, selain itu singkong juga tinggi akan
karbohidrat sehingga cukup untuk menambah kandungan gizi pada nugget.
Namun mengingat singkong sangat rendah akan protein, pada penelitian kali ini
bahan dasar nugget akan ditambakan dengan ikan bandeng presto yang diyakinin
memiliki kandungan protein cukup tinggi.
Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah produk
olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan
sebagai berikut: penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian,
perendaman, pembungkusan, pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan,
penandaan, dan penyimpanan. Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis
diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi
pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor sampai
kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada
mulut (Arifudin, 2008).
Sebelumnya telah dilakukan percobaan pendahuluan pembuatan nugget
dengan bahan dasar singkong dan ikan bandeng presto dengan komposisi ikan
bandeng presto dan singkong yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
Hasil yang didapatkan dari percobaan tersebut belum sepenuhnya maksimal karna
belum meliputi percobaan penelitian karbohidrat dan protein dari kedua bahan
dasarnya. Oleh karena itu pada penelitian ini ingin dicoba peneitian lebih lanjut
tentang kandungan karbohidrat dan protein yang ada didalam nugget bahan dasar
53
campuran singkong dan ikan bandeng presto dengan campuran singkong dan ikan
bandeng presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
Pada eksperimen ini menggunakan penilaian secara subjektif dan objektif.
Pada proses penilaian subjektif dilakukan uji inderawi yang menyangkut aspek
warna, rasa, aroma, tekstur luar, tekstur dalam dan uji kesukaan yang dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan nugget campuran singkong dan ikan
bandeng presto pada masyarakat. Pada penelitian objektif dilakukan dengan uji
kimiawi yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Katolik
Soegijapranata untuk mengetahui berapa kandungan karbohidrat dan protein yang
ada pada nugget campuran singkong dan ikan bandeng presto hasil eksperimen.
54
Gambar 2.13 Skema Kerangka Berfikir
Variabel Kontrol
Komposisi Bahan,
Singkong, Ikan Bandeng
Presto, Telur, Bawang Putih,
Tepung Terigu, Tepung
Panir, Garam, Gula, Merica
Penilaian Objektif:
1.Uji Kandungan Karbohidrat
2.Uji Kandungan Protein
Penilaian Subjektif:
1. Uji Inderawi
2. Uji Kesukaan
Variabel Bebas
Campuran singkong dan ikan bandeng
presto yakni (C:50%-50%),(C:60%-
40%),(C:70%-30%)
Analisis Data
Nugget Hasil Eksperimen
Nugget Bahan Dasar Singkong dan Ikan
Bandeng Presto
55
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi
Arikunto, 2010 :110). Berdasarkan teori diatas, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut.
2.5.1.1 Hipotesis Kerja
Ada perbedaan kualitas nugget dengan bahan dasar singkong dan ikan bandeng
presto dengan perbandingan campuran keduanya yaitu singkong dan ikan bandeng
presto (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
2.5.1.2 Hipotesis Nol
Tidak ada perbedaan pada kualitas nugget dengan bahan dasar singkong dan
ikan bandeng presto dengan perbandingan campuran keduanya yaitu singkong dan
ikan bandeng presto (C:50%-50%),(C:60%-40%),(C:70%-30%).
123
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam perbedaan
nugget bahan dasar campuran singkong dan ikan bandeng presto yang telah
diuraikan dalam bab IV, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
5.1. Simpulan
5.1.1 Ada perbedaan mutu inderawi nugget bahan dasar singkong dan ikan
banden presto sampel (C:50-50%), (C:60%-40%) dan (C:70%-30%) pada
indikator warna. Sedangkan pada indikator aroma, rasa, tekstur luar dan
tekstur dalam menunjukkan tidak ada perbedaan.
5.1.2 Mutu inderawi terbaik nugget bahan dasar singkong dan ikan bandeng
presto terdapat pada sampel (C:70%-30%) dengan rerata tertinggi yaitu
6,3.
5.1.3 Tingkat kesukaan secara umum dari panelis tidak terlatih terhadap
nugget campuran singkong dan ikan bandeng presto adalah sangat
menyukai, dengan presentase sampel (C:50%-50%) mendapat rerata 6,36
yaitu sangat suka, sampel (C:60%-40%) mendapat rerata 6,26 yaitu sangat
suka, dan sampel (C:70%-30%) mendapat rerata 6,30 yaitu sangat suka.
5.1.4 Sampel dengan tingkat kesukaan paling tinggi adalah sampel (C:70%-
30%) dengan rerata tertinggi yaitu 6,30 yang artinya sangat suka.
123
124
5.1.5 Kandungan karbohidrat dan protein nugget bahan dasar singkong dan
ikan bandeng presto hasil eksperimen yaitu kandungan karbohidrat dalam
nugget sampel (C:50%:50%) sebesar 32,60%, sampel (C:60%:40%)
sebesar 34,298% dan (C:70%:30%) sebesar 36,388%. Kandungan protein
nugget sampel (C:50%:50%) sebesar 11,23%, sampel (C:60%:40%)
sebesar 9,608%, dan sampel (C:70%:30%) sebesar 7,309%.
5.1.6 Sampel nugget dengan kandungan karbohidrat paling tinggi adalah sampel
(C:70%-30%) sebesar 36,388% dan sampel nugget dengan kandungan
protein paling tinggi adalah sampel (C:50%-50%) sebesar 11,23%.
5.2. Saran.
Adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan hasil penelitian
dan pembahasan sebagai berikut :
5.2.1 Singkong cenderung memiliki rasa plain sehingga semakin banyak
campuran singkong maka juga semakin sedikit campuran ikan bandeng
presto, yang berarti rasa plain dari sigkong semakin mendominasi. Oleh
karena itu perlu adanya perbaikan dalam proses pencampuran nugget dan
ikan bandeng presto, campuran singkong yang dalam eksperimen ini mulai
dari 50%,60% hingga 70% bisa dikurangi menjadi 30%,40%,50% atau
10%,15%,20%.
5.2.2 Hasil uji laboratorium nugget bahan dasar singkong dan ikan bandeng
presto menunjukkan kadar karbohidrat maksimal (C:70%-30%) sebesar
36,388% melebihi SNI nugget kombinasi yaitu maksimum 20%.
Sedangkan kadar protein pada sampel (C:70%-30%) sebesar 7,309% lebih
125
rendah dari SNI nugget kombinasi yaitu minimum 9%. Sebagai upaya
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi
campuran singkong agar kandungan karbohidrat tidak melebihi batas SNI,
sedangkan untuk meningkatkan kandungan protein dapat dilakukan
dengan menambah penggunaan telur agar kandungan protein bisa sesuai
dengan SNI.
5.2.3 Nugget bahan dasar singkong dan ikan bandeng presto ini ditujukan untuk
camilan penunda lapar, jadi disarankan untuk menjadi snack tidak untuk
dikonsumsi lauk.
126
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E, Liviawaty E. 2009. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta:Kanisius.
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging
Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi
Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
AKG. 2013. Angka Kecukupan Gizi Energi, Protein, Lemak, Mineral dan
Vitamin yang di Anjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2013.
Alamsyah, Y. 2008. Nugget. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Amartiwi I, S, Fathonah, Rosidah. 2014. Pengaruh Penggunaan Jenis
Sumber Protein dan Jenis Filler yang Berbeda dalam Pembuatan
Nugget Ampas Tahu. Jurnal Tataboga. ISSN 2252-6587
Anggoro, M. Toha. 2011. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka.
Anggraeni, S. 2014. Analisis Persepsi dan Preferensi Konsumen Terhadap
Produk Daging Ayam Olahan Beku (Chicken Frozen Food Product)
di Kota Bogor. Thesis. Program Studi Manajemen dan Bisnis IPB,
Bogor.
Aninomous. 2009. Milkfish List Nutrition. USDA National Nutrient
Database for Standart Reference.
Arifudin, R. 2008. Bandeng Presto Dalam Kumpulan Hasil Penelitian
Teknologi Pasca Panen Perikanan. BPTP. Jakarta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Asngad, A, Suparti. 2009. Lama Fermentasi dan Dosis Ragi yang Berbeda
pada Fermentasi Gaplek Ketela Pohon (Manihot Utilissima, Pohl)
Varietas Mukibat Terhadap Kadar Glukosa dan Bioetanol. Jurnal
Sains dan Teknologi. Vol. 10 No. 1.
Asrullah, M. 2012. Denaturasi dan Daya Cerna Protein pada Proses
Pengolahan Lawa Bale (Makanan Tradisional Sulawesi
Selatan). Jurnal Media Gizi Masyarakat Indonesia Vol.1, No.2
Astawan, M, S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik
Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan
Penelitian RUSNAS. Bogor
Aswar. 2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis
sp.). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan, IPB, Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 2014. Standar Nasional Indonesia No. 01-
6683-2014. Pengertian dan Syarat Mutu Nugget. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. No. 4106-
1-2009. Pengertian Bandeng Presto. Jakarta.
127
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. No. 01-
2729.1-2006. Ciri – ciri Ikan Segar. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. No. 01-3924-
2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia. No. 2729-2013
tentang Ikan Segar.Jakarta
Badan Standar Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia. No. 3932-2008
tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi.Jakarta
Basir, Muhammad. 2015. Effect of Service Quality, Orientation Services and
Pricing on Loyalty and Customer Satisfaction in Marine
Transportation Services International Journal of Humanities and
Social Science Invention ISSN (Online): 2319 – 7722, ISSN (Print):
2319 – 7714
Bogasari. 2011. Referensi Terigu. Jakarta.
(http://www.bogasari.com/ref_flour.htm)
BPS. 2015. Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi. Jakarta: Badan Pusat
Statistik (http://www.bps.go.id)
Christopher, A. et,al. 2018. Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Eliminasi
Mikroorganisme dan Perubahan Kadar Protein pada Ikan Bandeng
(Chanos chanos). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 14
No.2. Departemen Kesehatan RI. 2009. DKBM (Daftar Komposisi Bahan
Makanan). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1981. Kandungan Gizi Singkong. Direktorat
Gizi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Desrosier, W, Norman. (2008). The Technology of Food preservation, Third
Edition (Teknologi Pengawetan Pangan, Edisi Ketiga). Penerjemah:
Muchji Mulijohardjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Dirayati, A, Gani, Erlidawati. 2017. Pengaruh Jenis Singkong dan Ragi
terhadap Kadar Etanol Tape Singkong. Jurnal IPA dan Pembelajaran
IPA. ISSN: 2614-0500
Erawaty, W.R. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan, dan
Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Prodak Nugget
Ikan Sapu-sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Bogor: Jurusan
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and
Practise.2nd ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England.
Ferawati, Y. 2005. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Metode Pengeringan
Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Belimbing Wuluh
Kering. Skripsi. Jurusan THP UMM. Malang.
Fitri, A. et,al. 2016. Penggunaan Daging Dan Tulang Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Pada Stik Ikan Sebagai Makanan Ringan Berkalsium Dan
Berprotein Tinggi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Vol. IX. No.2.
128
Fredrick, W. S., V, Kuma, S, Ravichandran. 2013. Protein analysis of the
Crab Haemolymph Collected from the trash. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science.
Gorelick, J, L. Yarmolinsky, A. Budovsky, B. Khalfin, J. Klein, Y.
Pinchasov, M. Bushuev, T. Rudchenko, S.Shabat, 2017. The Impact
of Diet Wheat Source on the Onset of Type 1 Diabetes Mellitus—
Lessons Learned from the Non-Obese Diabetic (NOD) Mouse
Model. Journal Nutrients.Vol. 9. No. 482.
Gumilar, J, O. Rachmawan, W, Nurdyanti. 2011. Kualitas Fisikokimia Naget
Ayam yang Menggunakan Filer Tepung Suweg (Amorphophallus
Campanulatus B1). Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 11 No. 1.
Gustiarni U, R, Marsuci, N, Yusuf. 2013. Karakteristik Kimia dan
Organoleptik Nugget Ikan Layang (Decapterus sp.) yang Disubtitusi
dengan Tepung Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L). Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. Vol. 1, No. 3
Hafiludin. 2015. Analisis Kandungan Gizi Pada Ikan Bandeng Yang Berasal
Dari Habitat Yang Berbeda. Jurnal Kelautan. Vol.8. No. 1.
Handayani, Sugiharti Mulya dan Sundari, Mei Tri. 2015. Pemberdayaan
Wanita Tani Melalui Pembuatan Keripik Belut Daun Singkong di
Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar. Jurnal DIANMAS.
Universitas Negeri Surakarta. Solo.
Harris, R, R, Karmas. 2009. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Bandung: Penerbit ITB
Heinz ABC Indonesia. 2010. Resep Masakan Indonesia. Jakarta: PT. Heinz
ABC Indonesia.
Indra, B. J. et,al. 2016. Nugget Pisang Warna Warni. Skripsi. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Sari Mulia.
Irawan, M. 2007. Karbohidrat Sebagai Sumber Energi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.
Kartika, B, P. Hastuti, dan W. Suartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Yogyakarta: UGM.
Kemenkes. 2018. Data Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (http://www.panganku.org).
Kementan, 2013. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi
Kayu. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia
(http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id)
Kemp, S. E., T. Hollowood, dan J. Hort. 2009. Sensory Evaluation: A
Practical Handbook. United Kingdom: Wiley Blackwell.
Ketaren, S. 2006. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta,
UIPress.
Khatimah, N. et,al. 2018. Studi Pembuatan Nugget Berbahan Dasar Tahu
Dengan Tambahan Sayuran. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian.
Vol. 4.
Khoirun, T. N. 2013. Pengaruh Substitusi Nangka Muda ( Artocarpus
Heterophyllus Lmk ) Terhadap Kualitas Organoleptik Nugget Ayam.
Journal Food Science. Vol. 2.88No. 1.
129
Kramlich WE. 2001. Sausage Product. In: Price JF dan Schweigert BS
(Eds.). The Science of Meat and Meat Product. 2nd ed. San
Fransisco: Freeman WH an Co.
Kurniasih, R.A, Sumardianto, F. Swastawati, L. Rianingsih. 2017.
Karakteristik Kimia, Fisik, dan Sensori Ikan Bandeng Presto dengan
Lama Pemasakan yang Berbeda. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil
Pertanian. Vol. 1 No. 2
Kyung, K, S, Sreeja, M, Kwon, L, Yu, K, Kyung. 2020. Association og
Blood Mercury Level with Risk of Depression According to Fish
Intake Level in the General Korean Population Findings from the
Korean National Health and Nutrition Examination Survey 2008-
2013.
Ladamay, N. A dan S. S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal dalam
Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau
dan Proporsi CMC). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2 No. 1 :
67-78.
Laela, N. W. M. et,al. 2016. Respon Tanaman Lada (Piper Nigrum L.)
Varietas Ciinten Terhadap Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Littri. Vol.
22. No. 22.
Laily. 2010. Olahan dari Kentang. Yogyakarta: Kanisius.
Latif ,S. B, Aprianti. 2006. Pengaruh Komposisi Tepung Tapioka dan
Daging Serpih Marlin Hitam terhadap Karakteristik Tingkat
Kesukaan Fish Nugget. Jurnal Perikanan. 8 (2): 273-281
Lea, P; Naes, T; and Rodbotten. 2008. Analysis of Variance for Sensory
Data. Chichester, New York: John Wiley and Sons
Liu, D. et,al. 2017. Agronomic Approach of Zinc Biofortification Can
Increase Zinc Bioavailability in Wheat Flour and thereby Reduce
Zinc Deficiency in Humans. Journal Nutrients. Vol. 9. No. 456.
Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat terhadap
karakteristik Nugget Ikan Patin (Pangasius hipothalmus). Skripsi.
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mardika. 2017. Analisis Usahatani Ubi Kayu Varietas Gajah Studi Kasus di
Kelompok Tani-Ternak Kerti Winangun Desa Bukti Kecamatan
Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Jurnal Agribisnis dan
Agrowisata. Vol. 6 No. 2.
Marpuah, T. et,al. 2014. Nugget Jagung Rasa-rasa ”Gejar” Inovasi
Wirausaha Kuliner Untuk Mencegah Kanker. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret.
Martinez, L. et,al. 2018. Fe, Zn and Se Bioavailability in Chicken Meat
Emulsions Enriched with Minerals, Hydroxytyrosol and Extra Virgin
Olive Oil as Measured by Caco-2 Cell Model. Journal Nutrients.
Vol. 10. No. 969.
Maryati, H. S. 2000. Tata Laksana Makanan. Rineka Cipta. Jakarta.
130
Miranda, M. J. et,al. 2015. Egg and Egg-Derived Foods: Effects on Human
Health and Use as Functional Foods. Journal Nutrients. No. 7. 706-
729.
Moorthy, S.N. 2002. Physicochemical and Functional Properties of Tropical
Tuber Starches : A Review. Starch – Starke 54 (12): 559-592.
Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar
Swadaya.Jakarta.
Muhaenah, Y.S, S Sachriani, Y Yulianti. 2019. Pelatihan Pembuatan Nugget
Singkong Pada Masyarakat Wilayah Kelurahan Benda Baru,
Pamulang, Tangerang Selatan. Jurnal Pengabdian Masyarakat.
Mulyadi. 2005. Akutansi Biaya. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Munawaroh, P, W, Rukmi, L, Hapsari. 2018. Karakteristik Fries Uwi Putih
(dioscorea alata) dengan Kajian Konsentrasi Kalsium Klorida dan
Lama Blanching. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 19 No. 1.
Muntoha. et,al. 2015. Pelatihan Pemanfaatan Dan Pengolahan Singkong
Menjadi Makanan Ringan Tela Rasa. Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan. Vo. 4 No. 3.
Murdianingsih, Y. 2016. Sistem Penentuan Kualitas Singkong Untuk Bahan
Baku Keripik Dengan Metode Fuzzy Tsukamoto. Jurnal Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Nurhayati, E. Lasmanawati, C. Yulia. 2012. Pengaruh Mata Kuliah Berbasis
Gizi Pada Pemilihan Makanan Jajanan Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Tata Boga. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 1.
Universitas Pendidikan Indonesia
Nurzainah, G, Namida, 2005. Penggunaan Bahan Pengisi Pada Nugget Itik
Air. Jurnal Pangan. Vol. 11 No. 165
Nusantari, E. et,al. 2016. Ikan Bandeng Tanpa Duri (Chanos chanos) sebagai
Peluang Bisnis Masyarakat Desa Mootinelo, Kabupaten Gorontalo
Utara, Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada
Masyarakat. Vol 3 (1).
Oktavia, A, C, Anam, E, Widowati. 2014. Pengaruh Perlakuan Penambahan
Ekstrak dan Puree Wortel (Daucus cCarota l.) pada Teknologi
Produksi Chili Cream Cheese: Kajian Rendemen, ph, Lemak,
Betakaroten, Aktivitas Antioksidan dan Sensori. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian. Vol. 7 No. 2
Oktaviani. 2018. Uji Protein dan Kualitas Pakan Ikan dari Tepung Ampas
Kelapa dan Tepung Azolla (Azolla Microphylla). Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Prabawati, Sulusi. 2011. Manfaat Singkong. Bogor: Badan Litbang
Pertanian.
131
Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot Utilissima Pohl).
http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 20 Juli 2019.
Putri, D.S 2009. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Nila. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Universitas
Padjadjaran. Bandung
Qing, P., A. Lobo, L. Chongguang. 2012. The Impact of Lifestyle and
Ethnocentrism on Consumers’ Purchase Intentions of Fresh Fruit in
China. Journal of Consumer Marketing : 43-51.
Rahmawati, R. 2012. Keampuhan Bawang Putih Tunggal (Bawang Lanang).
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Rinihapsari, E. 2000. Potensi Resiko Pemanfaatan Bawang Putih (Allium
Sativum) Terkontaminasi Yang Beredar Di Pasaran. Jurnal
Teknologi Oangan dan Gizi. Vol. 1. No.2.
Rismunandar, 2003, Lada Budi Daya dan Tata Niaga, cet.13, Edisi revisi, 1-
2, 16-19, Penebar Swadaya, Jakarta.
Ririanty. 2015. Ubi Kayu Sebagai Bahan Pangan Sumber Karbohidrat.
Jurnal Pangan. Vol. 5. No. 45
Rohaya, S. et,al. 2013. Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Nugget
Vegetarian Berbahan Dasar Tahu Dan Tempe. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian. Vol. 5 No. 1
Roja, Atman. 2009. Ubi Kayu: Varietas dan Teknologi Budidaya. Sumatera
Barat: Peneliti Madya pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Sumatera Barat.
Rubatzky dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi, dan
Gizi. Penerbit: ITB Bandung, Bandung. 313 hlm
Sadjad, S. 2009. Bahan Pangan Sumber Karbohidrat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Saito, S. et,al. 2019. Wheat Albumin Increases the Ratio of Fat to
Carbohydrate Oxidation during the Night in Healthy Participants: A
Randomized Controlled Trial. Journal Nutrients. Vol. 11. No. 197.
Saleh, N, A. Munip. 2012. Penyediaan Ubikayu Sebagai Bahan Baku
Industri Melalui Pengaturan Waktu Tanam dan Umur Panen.
Prosiding Seminar Nasional Tanaman Pangan Inovasi Teknologi
Berbasis Ketahanan Pangan Berkelanjutan Buku 3. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal : 714-721.
Saprianto, C., Ida, P., dan Diana, H. 2006. Bandeng Duri Lunak.
Yogyakarta: Kanisius. Sediaoetama, A. D. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Cetakan ke-22. Bandung: Alfabeta.
Sulistyawati. 2011. Analisis Mutu Pangan: Universitas Negeri Semarang.
Susilawati. et,al. 2008. Karakteristik Sifat Fisik Dan Kimia Ubi Kayu
(Manihot Esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman Dan Umur
132
Panen Berbeda. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol.
13. No. 2.
Susanto, E. 2010. Pengolahan Bandeng (Channos Channos Forsk) Duri
Lunak. Jurnal Perikanan.
Sutaryo. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan dan Tingkat Kesukaan
Chicken Nugget Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler. Jurnal
Protein. Vol. 13. No. 1.
Sutomo, B, Anggraini, DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita.
Jakarta : PT. Agromedia Pustaka
Syakir, M. et,al. 2017. Karakteristik Mutu Lada Putih Butiran Dan Bubuk
Yang Dihasilkan Melalui Pengolahan Semi Mekanis Di Tingkat
Petani. Jurnal Pertanian. Vol. 14. No. 3.
Syamilah, D,R, N Novidahlia, L Amalia. 2016. Formulasi Keripik Simulasi
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.). Jurnal Pertanian. Vol. 7 No. 1.
ISSN 2087-4936
Syamsuar. 2014. Kajian Mutu Proksimat Nugget Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Dengan Penambahan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma
Cottonii ). Jurnal Galung Tropika Vol. 3 No. 1
Syarifah, A. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor
(M oringa oleifera. Jurnal Pertanian. Vol. 5 No. 2.
Tanoto, E. 2004. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tarwendah. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek
Produk Pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.5 No.2
Taufik, M. 2018. Pertumbuhan dan fisiologi pengumbian ubi kayu (manihot
esculenta crantz) genotipe lokal manggu. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Tim Dapur Demedia. 2010. Kudapan Enak dari Singkong, Ubi, Kentang,
dan Talas.Demedia, Jakarta.
Trevena, H. et,al. 2017. Effects of an Advocacy Trial on Food Industry Salt
Reduction Efforts—An Interim Process Evaluation. Journal
Nutrients. Vol. 9. No. 1128.
Wargiono. 2009. Dinamika Budidaya Ubikayu. Puslitbangtan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Wahyudi. 2009. Karakterisasi Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz)
Varietas Mentega untuk Pembuatan Edible Film dengan
Penambahan Sodium Tripolyphosphate (STPP)1. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret.
Wahyudi. 2013. Pemanfaatan Kulit Pisang (Musa Paradisiaca) sebagai
Bahan Dasar Nata De Banana Pale dengan Penambahan Gula Aren
Dan Gula Pasir. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wahyudi, I. 2008. Analisis Perbandingan Kandungan Karbohidrat, Protein, Zat
Besi Dan Sifat Organoleptik Pada Beras Organik Dan Beras Non
Organik. Skripsi.Universitas Muhammadiah Surakarta.
133
Wijayanti, D. A. 2013. Kadar Protein 91Dan Keempukan Nugget Ayam
Dengan Berbagai Level Substitusi Hati Ayam Broiler. Jurnal
Peternakan. Vol. 2 No. 1.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wulan, S. A. P. et,al. 2012. Kajian kadar protein, serat, hcn, dan sifat
organoleptik prol tape singkong dengan substitusi tape kulit
singkong. Jurnal Pangan dan Gizi. Vol. 03. No. 06.
Yayuk. 2012. Resep Rumahan Terfavorit. Yogyakarta: Media Pressindo.
Yuliana, N. et,al. 2013. Kadar Lemak, Kekenyalan Dan Cita Rasa Nugget
Aya m Yang Disubstitusi Dengan Hati Ayam Broiler. Jurnal
Peternakan. Vol. 2. No. 1
Yuyun. 2007. Panduan Wirausaha Membuat Aneka Nugget ikan. Agromedia
: Jakarta.
Zhang, C, A, Alashi, N, Singh, F, Chelikani, R, Aluko. 2019. Glycated Beef
Protein Hydrolysates as Sources of Bitter Taste Modifiers. Journal
Nutrients
Zhou, W, Hui Y, H. 2006. Comparison Study of the Effect of Green Tea
Extract (GTE) on the Quality of Bread by Instrumental Analysis and
Sensory Evaluation. Food Research International. Vol. 07 No. 007
Top Related