i
Perancangan Video Edukasi Animasi 2D Tentang
Pembinaan Karakter Yang Mencerminkan Vinsensian
Pada Anak Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Kediri
Artikel Ilmiah
Diajukan Kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Desain
Peneliti :
Putri Sedya Narendra – 692012063
Michael Bezaleel Wenas, S.Kom., M.Cs.
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Agustus 2017
ii
iii
iv
v
vi
1
1. Pendahuluan
Pendidikan karakter harus ditanamkan sedini mungkin pada anak. Proses
pemahaman pendidikan karakter paling baik adalah pada usia 5-11 tahun. Di usia
ini, anak cenderung masih memiliki sifat patuh [1]. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hermansyah bahwa berhasil tidaknya penanaman nilai moral pada masa
kanak-kanak akan sangat menentukan baik buruknya perilaku moral seseorang
pada masa selanjutnya [2]. Menanamkan moral melalui pendidikan karakter sedini
mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
Sekolah adalah tempat yang strategis sebagai tempat pendidikan karakter karena
anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah.
Pendidikan pembentukan karakter di Sekolah Dasar merupakan salah satu awal
dari penanaman karakter, karena masih dalam tahap perkembangan di dalam
dirinya. Saat ini, pendidikan karakter sudah banyak disosialisasikan di beberapa
Sekolah Dasar, salah satunya di SDK Santa Maria Kediri melalui mata pelajaran
Bina Vinsensian.
SD Katolik Santa Maria tidak hanya bertumbuh dalam hal pencapaian
akademik, tetapi juga bertumbuh dalam iman dan kebijaksanaan. Pembelajaran
pembiasaan vinsensian yang bersumber pada semangat Santo Vinsensius dan
Santa Louisa sebagai pelindung sekolah ditanamkan kepada anak-anak agar
mereka tidak hanya memiliki intelektual yang tinggi tetapi juga memiliki
kerendahan hati, kesederhanaan dan kasih dalam setiap langkah hidup mereka [3].
Namun di lain hal, berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan selama 90
menit di kelas 4 SD Katolik Santa Maria Kediri terdapat beberapa masalah.
Pertama, sumber belajar mata pelajaran Pembiasaan Vinsensian masih terbatas
menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan materi yang disampaikan oleh
guru. Selain itu, masih menekankan aspek hafalan sehingga belum mengarah
dalam upaya menumbuhkembangkan kebiasaan perilaku. Mereka lebih
mengedepankan menghafal daripada memahami dan mengaplikasikan materi
dalam bentuk perilaku, hal ini disebabkan pola pikir orang tua yang
mengharuskan anak berprestasi di pelajaran akademik sehingga anak menganggap
pendidikan karakter tidak terlalu penting. Tidak jarang, anak didik menjadi lebih
mementingkan pelajaran ini sebagai pengerjaan tugas untuk mendapatkan sebuah
nilai daripada memahami ilmu pengetahuannya. Kedua, situasi pembelajaran yang
kurang inovatif yaitu guru menjelaskan materi pelajaran di kelas, diikuti tanya
jawab, dan diakhiri mengerjakan LKS. Metode ini sering dikenal dengan nama
instruksi langsung. Metode pembelajaran tersebut tidak mampu menyentuh emosi
siswa karena semakin banyak para guru yang hanya berbicara, dan berbicara; dan
berbicara ini menjadi kritik nomor satu para siswa [4]. Serta kurangnya media
pembelajaran untuk menyampaikan informasi juga menyebabkan pembelajaran
yang dilaksanakan monoton. Pada akhirnya, siswa hanya menggantungkan
informasi dari guru saja. Situasi pembelajaran seperti itu bertentangan dengan
pendapat Wina Sanjaya yang menyatakan bahwa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa harus melakukan telaah fakta-fakta atau menelaah
pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan [5].
Menurut pandangan Slavin, dalam proses pembelajaran, guru hanya semata-
mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
2
pengetahuannya sendiri dengan mendayagunakan otaknya untuk berpikir [6].
Maka dari itu peran teknologi pembelajaran berjalan sesuai dengan pendapat
Knezevich dan Eye yang mengatakan bahwa teknologi pembelajaran adalah suatu
usaha memanipulasi lingkungan hidup manusia dengan maupun tanpa mesin, baik
yang tersedia maupun yang dimanfaatkan agar terjadi perubahan pikiran perilaku
atau hasil belajar. Teknologi pembelajaran sebagai teknologi peralatan yang
berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan atau kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan alat bantu audio-
visual [7]. Teknologi pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang
saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan
pendekatan sistem dalam pendidikan [8]. Penggunaan media menjadi salah satu
aspek penting dalam teknologi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Oleh karena beberapa alasan tersebut, muncul sebuah ide untuk membantu
siswa dalam memahami materi melalui media video. Pengaruh media video lebih
cepat masuk ke dalam diri anak-anak daripada media yang lainnya sehingga
mempengaruhi fikiran, emosi, dan psikologi anak didik [9]. Media video
merupakan salah satu jenis media audio-visual, yang berarti media video ini
melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau
kegiatan [10]. Video edukasi yang akan dibuat ini adalah salah satu bagian dari
teknologi pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak didik dalam
memahami materi.
Dalam penelitian ini, jenis video edukasi yang akan dibuat adalah video
animasi 2D. Video animasimerupakan sebuah media yang pembawaannya ringan
dengan menggunakan ilustrasi sederhana yang mudah diterima oleh semua
kalangan. Melalui video animasi, sangat mudah bagi anak memahami nilai
keutamaan seorang Vinsensian. Mereka akan lebih mudah menyerap pesan dalam
video.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah pembuatan video edukasi
yang dapat menyentuh emosi dan merubah pola pikir anak untuk lebih memahami
materi. Dalam karya ilmiah ini, perancangan video edukasi dibatasi pada teknik
2D menggunakan gaya flat design. Pemilihan flat design bertujuan untuk
memudahkan daya tangkap anak dalam memahami isi video.
Tujuan dari penelitian ini adalah pembuatan video edukasi yang dapat
membantu terjadinya perubahan pola pikir pada anak dan dapat menghindarkan
pembelajaran anak sebatas pemahaman yang didasarkan penghafalan materi.
Kemudian melalui video edukasi ini, diharapkan pengajar tidak lagi bergantung
pada buku pelajaran yang ada serta memudahkan pengajar dalam pencapaian
ranah afektif pada siswa. Video animasi sebagai media pembelajaran bukanlah
pilihan utama bahwa semua permasalahan dalam pembelajaran dapat
terselesaikan, namun melalui video animasi ini adalah upaya untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang digunakan sebagai tolak ukur dan acuan dalam penelitian ini
ada dua. Penelitian terdahulu yang pertama berjudul Pembuatan Film Animasi
Pendek “Dahsyatnya Sedekah” Berbasis Multimedia Menggunakan Teknik 2D
3
Hybrid Animation Dengan Pemanfaatan Graphic, sebuah jurnal publikasioleh
Chabib Syafrudin dan Wahyu Pujiyono pada tahun 2013. Latar belakang dari
penelitian ini adalah banyaknya film animasi populer yang mempromosikan
perilaku negatif seperti adegan kekerasan dalam bentuk fisik (perkelahian) atau
kekerasan non fisik. Belum banyak film yang mengajarkan tentang sesuatu yang
mengandung makna islam, misalnya tentang sedekah. Kesimpulan yang didapat
dari penelitian ini adalah film animasi yang dibuat memberikan pesan pentingnya
menabung atau sedekah dan penanaman karakter baik dari kecil. Sedangkan film
animasi yang dibuat penulis ingin memberikan pesan kreatif dan inovasi akan hal
baru [11].
Penelitian terdahulu yang kedua berjudul Pengembangan Model Media Video
Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Media Video TV Program Studi
Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya,
sebuah karya tesis oleh Andi Kristanto pada tahun 2011. Latar belakang dari
penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang bertujuan untuk merancang
dan membuat model prototype media video pembelajaran. Kesimpulan yang
didapat dari penelitian ini adalah penggunaan media video pembelajaran dalam uji
coba lapangan mampu meningkatkan pemahaman materi dan sudah memenuhi
kategori “sangat baik” dan layak digunakan dalam pembelajaran mata kuliah
produksi media video/TV di Program Studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Surabaya [12].
Dari penelitian yang ada, perbedaan dari penelitian yang dilakukan adalah
media video yang dibuat yaitu video animasi 2D bergaya flat design. Keunggulan
menggunakan media video dalam proses pembelajaran adalah membantu anak
didik untuk menerjemahkan makna dari materi secara emosional dengan cara
yang lebih menyenangkan, dan bukan hanya sekedar mengetahui dan menghafal,
namun juga berpikir kritis dalam menumbuhkembangkan kebiasaan perilaku.
Sedangkan keunggulan menggunakan video animasi 2D adalah memudahkan
dalam penyerapan informasi.
Karakter merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan
tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa
kesadaran diri akan menghancurkan [13]. Thomas Lickona mendefinisikan orang
yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara
bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang
baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, dan karakter mulia
lainnya [14]. Hal ini senada dengan pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa
karakter itu erat hubungannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus
dilakukan.
Pembinaan karakter bukan hanya pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan
nilai moralitas manusia dalam tindakan nyata, namun adalah pembinaan budi
pekerti “plus” yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
dan tindakan (action). Lickona menekankan tiga komponen karakter yang baik,
yang diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-
nilai kebajikan [15]. Jadi definisi pembinaan karakter adalah proses pembentukan
kepribadian, cara berpikir, dan perilaku manusia yang dilakukan secara berulang-
4
ulang sehingga menjadi bentuk kebiasaan dan menjadi dasar moralitas dalam
menjalani hidupnya.
Salah satu tokoh yang dapat diteladani semangat hidupnya adalah Santo
Vincentius. Santo Vincentius A Paulo dilahirkan di kota Pouy, di Perancis pada
tanggal 24 April 1581. Semasa hidupnya, situasi Perancis ditandai dengan
ekonomi yang buruk dan sering terjadi bencana alam. Keadaan gereja sedang
kacau dan menghadapi tantangan yang berat dari aliran-aliran pandangan hidup
yang menyerang iman kristiani. Di dalam situasi yang demikian Vinsensius hidup
dan berkarya. Sebagai anak desa yang sederhana, ia berkarya di tengah kaum
miskin yang de facto membutuhkan pelayanan dalam bidang material dan
spiritual. Karya Vinsensius itu merupakan tonggak sejarah yang menandai era
baru gereja dalam pelayanannya kepada kaum miskin. Semangat hidup dan
keteguhan hati yang dimiliki Vinsensius adalah sosok yang patut kita teladani
dalam kehidupan sekarang [16].
Berikut beberapa karakter yang mencerminkan vinsensian, yaitu kerendahan
hati, kesederhanaan, cinta kasih, matiraga, dan menyelamatkan [17]. Dengan
beberapa karakter tersebut ditambah dengan rasa persaudaraan sejati, diharapkan
peserta didik dapat menerima perbedaan-perbedaan yang ada sehingga terjadi
saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai, saling menolong,
saling memberikan semangat, saling mencintai dan kerjasama. Beberapa karakter
Vinsensian tersebut menjadi materi dalam pembuatan media pembelajaran ini.
Menurut Arsyad, media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik
digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran [18]. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpukan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan
(materi pembelajaran) dari guru (komunikator) ke siswa (komunikan) sehingga
dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan adanya media pembelajaran, guru
dapat menciptakan berbagai situasi kelas, menentukan metode pengajaran yang
akan dipakai dalam situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional
yang sehat diantara anak didik. Bahkan media pembelajaran ini dapat membantu
guru membawa dunia luar ke dalam kelas. Dengan demikian, ide yang abstrak dan
asing sifatnya menjadi konkrit dan mudah dimengerti oleh anak didik [19].
Salah satu media pembelajaran yang sangat berpengaruh kepada minat anak
didik adalah media video. Video berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum yang
artinya melihat (mempunyai daya penglihatan); dapat melihat [20]. Kemampuan
video melukiskan gambar hidup dan suara memberikan daya tarik tersendiri.
Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-
konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang
waktu, dan mempengaruhi sikap [21], sehingga dengan menggunakan media
video dalam proses pembelajaran dapat menstimulasi proses perkembangan
peserta didik melalui alat indera dan pendengaran. Pengaruh media video akan
lebih cepat masuk ke dalam diri manusia karena penayangannya berupa cahaya
titik fokus, sehingga dapat mempengaruhi fikiran dan emosi manusia [22].
Menurut Cheppy Riyana, media video edukasi adalah media yang menyajikan
audio dan visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep,
5
prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantu pemahaman
terhadap suatu materi pembelajaran [23].Ada banyak kelebihan video ketika
digunakan sebagai media pembelajaran di antaranya menurut Nugent, video
merupakan media yang cocok untuk berbagai ilmu pembelajaran, seperti di kelas,
kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun [24].
Animasi berasal dari kata dasar to animate dalam kamus umum Inggris -
Indonesia berarti menghidupkan (Wojowasito, 1997). Secara umum, animasi
adalah suatu kegiatan menghidupkan, menggerakkan benda mati. Suatu benda
mati diberikan dorongan kekuatan, semangat, dan emosi untuk menjadi hidup dan
bergerak atau hanya berkesan hidup [25]. Animasi bisa diartikan sebagai gambar
yang membuat objek seolah-olah hidup, disebabkan oleh kumpulan gambar itu
berubah beraturan dan bergantian ditampilkan. Objek dalam gambar bisa berupa
tulisan, bentuk benda, warna atau special effect [26].
Animasi 2D adalah animasi yang menggunakan sketsa gambar, lalu sketsa
gambar ini digerakkan satu persatu sehingga nampak seperti nyata dan bergerak.
Disebut animasi dua dimensi karena memanfaatkan dua titik vektor yaitu x dan y.
Vektor x digunakan sebagai ukuran panjang objek gambar, sementara vektor y
dipakai sebagai ukuran lebar objek gambar. Realisasi nyata dalam perkembangan
dua dimensi yang cukup revolusioner yakni film kartun. Animasi 2D hanya bisa
dilihat dari depan saja [27].
Video animasi 2D yang akan dirancang dalam penelitian ini menggunakan
gaya flat design. Flat design adalah desain yang mengusung bentuk simple
dengan membuang segala bentuk efek gradasi, bayangan, glossy. Sehingga yang
tampil adalah bentuk flat, simple, dan perpaduan warna yang enak dilihat [28].
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif karena penelitian ini
bertumpu pada penerapan pengetahuan yang tersirat. Proses penelitian ini melalui
observasi dan beberapa wawancara yang mendalam kepada pihak-pihak yang
terkait. Tahapan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada linear strategy
atau strategi linear garis lurus yang menetapkan urutan logis pada tahapan yang
sederhana dan relatif mudah dipahami komponennya [29]. Tahapan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Tahapan Penelitian
Pada tahap pengumpulan data dilakukan wawancara kepada narasumber,
yaitu Kepala Sekolah Dasar Santa Maria Kediri dan guru mata pelajaran
Pembiasaan Vinsensian yang bertujuan untuk memperoleh data-data yang
dibutuhkan dalam pembuatan video edukasi. Data primer didapat melalui proses
wawancara yang dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan guru.
Selama proses wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan
dan jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-
hal yang diungkapkan.
6
Hasil yang didapat dari wawancara terhadap Ibu Margareta Aries selaku
Kepala Sekolah SD Katolik Santa Maria Kediri adalah di sekolah tersebut sudah
melakukan aksi secara langsung kepada peserta didik untuk ikut serta dalam
kegiatan amal dan kunjungan ke beberapa tempat, seperti panti asuhan, peserta
didik yang kurang mampu, tukang becak, tukang sampah, atau orang yang
membantu menyeberang jalan. Serta memberikan informasi tentang sejarah Santo
Vincentius dan semua kepribadiannya untuk diteladani [30].
Kemudian selanjutnya wawancara kepada Bapak Hariyadi selaku salah satu
guru mata pelajaran Pembiasaan Vinsensian tentang metode mengajar di kelas dan
beberapa kesulitan dalam membentuk karakter anak di kelas. Dalam wawancara
ini, mula-mula peneliti menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur.
Kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Data
yang didapat dari wawancara adalah kesulitan dari pengajar dalam
mengungkapkan bahasa dari materi yang disampaikan. Peserta didik belum
mampu menangkap konteks materi yang terlalu tinggi [31].
Selain itu, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, yaitu
mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran di SD Katolik Santa Maria
Kediri. Peneliti menggunakan kelas 4C sebagai sampel untuk melakukan uji coba.
Data observasi yang didapat adalah sumber materi Pembiasaan Vinsensian
terbatas menggunakan buku LKS dan penjelasan yang diberikan oleh guru.
Kemudian situasi pembelajaran yang dimulai dari guru menjelaskan materi,
diikuti tanya jawab, dan diakhiri mengerjakan LKS. Peneliti juga mengamati
beberapa tanggapan siswa di kelas saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
indikator dalam mengetahui minat belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikator minat belajar siswa
Indikator Sub Indikator
Aspek perhatian Tidak melakukan pekerjaan lain diluar pembelajaran, tidak
mengobrol dengan teman, fokus dalam materi
Aspek ketertarikan Merasa senang/tertarik dengan materi
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas 4C pada tanggal 9 Februari
2017, dari keseluruhan siswa yang berjumlah 39 orang, hasilnya untuk aspek
perhatian terdapat 20 orang yang memperhatikan pelajaran, dapat dilihat dari
fokus siswa saat guru menjelaskan dan mencatat apa yang dijelaskan oleh guru.
Sisanya yaitu 19 orang lainnya tidak memperhatikan di kelas, dapat dilihat dari
perilaku siswa seperti saling mengobrol, bermain-main sendiri (menggambar di
buku, bermain dengan alat tulisnya), dan melamun di kelas. Sedangkan untuk
aspek ketertarikan pada materi terdapat 15 orang yang tertarik pada materi yang
sedang dibahas oleh guru di kelas, dapat dilihat dari respon positif siswa saat
tanya jawab yang dilakukan oleh guru, dan keaktifan siswa dalam bertanya
tentang materi. Sisanya yaitu 24 orang lainnya kurang tertarik dengan materi,
dapat dilihat dari tingkah laku siswa yang tidak memperhatikan seperti saling
mengobrol, bermain-main sendiri, melamun, dan ekspresi wajah siswa yang
menunjukkan kebosanan.
Setelah melakukan observasi pada kelas 4C, peneliti melakukan wawancara
kepada Ibu Fransiska Sustiani selaku PJ Vinsensian tentang model video animasi
7
seperti apa yang dibutuhkan oleh sekolah. Proses wawancara ini dilakukan
melalui telepon. Hasil dari wawancara tersebut yaitu sekolah membutuhkan video
animasi dengan pembawaan ringan dan berisi materi singkat namun sudah
mewakili keseluruhan karakter vinsensian. Cerita yang ada pada video bukanlah
cerita yang imajinatif, namun lebih difokuskan pada contoh kehidupan nyata
sehari-hari pada anak, ditambah dengan menggunakan narasi dan background
musik. Karena menceritakan tentang karakter vinsensian maka suasana yang ada
dalam video dibawakan secara serius namun menyenangkan [32].
Untuk memperkuat data, selain dilakukan pengumpulan data primer, maka
dilakukan juga pengumpulan data sekunder. Data sekunder didapat melalui
pencarian referensi baik melalui internet, maupun mencari buku-buku dan jurnal
yang membahas tentang video edukasi dan animasi 2D, dan lain-lain.
Tahap selanjutnya yaitu pengolahan dan analisis data, melakukan suatu
analisa pada data yang telah didapatkan pada tahapan pertama. Pada tahap ini
data-data diubah menjadi informasi untuk menjadi dasar dalam perancangan video
edukasi ini.
Berdasarkan data yang didapat, hampir 50% siswa tidak memperhatikan di
kelas. Ini menjadi tanda bahwa situasi di kelas terasa membosankan. Ditambah
lagi lebih dari 50% siswa tidak tertarik dengan materi yang disampaikan. Hal ini
semakin membuat turunnya minat belajar siswa. Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Lickona, tiga komponen yang dibutuhkan untuk membina
karakter yang baik adalah pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Keseluruhan aspek ini diperlukan agar anak mampu
memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Pada SD Katolik
Santa Maria, aspek pengetahuan (cognitive) sudah diterapkan melalui
pembelajaran di kelas oleh guru dan buku LKS. Kemudian aspek tindakan
(action) juga sudah diterapkan melalui upaya ajakan kepada anak didik untuk ikut
serta dalam kegiatan amal dan aksi sosial. Sedangkan aspek perasaan (feeling)
belum ada penerapannya. Penjelasan dapat dilihat pada Gambar 2. Oleh sebab itu
dalam pembuatan media video edukasi ini, peneliti berupaya untuk membuat
video edukasi yang benar-benar mencapai kondisi untuk menyentuh emosi dan
perasaan anak-anak dalam memahami materi.
Gambar 2. Komponen dalam pembinaan karakter
8
Tahapan ketiga adalah perancangan media video animasi. Tahapan ini dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Tahapan
pembuatan pada proses perancangan media dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tahapan pembuatan pada proses perancangan media
Pra produksi dimulai dengan pembuatan konsep dan ide cerita berdasarkan
data yang telah didapat dan dianalisis, kemudian akan dituliskan dalam sebuah
script. Terdapat modifikasi pada isi materi yang tadinya berupa penjabaran
tentang beberapa sifat Santo Vincentius, dikembangkan menjadi lebih ringkas,
menarik dan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak, karena contoh yang
diberikan nyata dan langsung sesuai dengan kehidupan sehari-hari anak tersebut.
Ide cerita dalam video ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama
Dafa. Dafa akan memberikan masing-masing contoh sifat vinsensian yang dia
lakukan dalam kehidupan sehari-harinya di sekolah. Mulai dari dia berangkat
sekolah menggunakan sepeda dan peralatan sekolah yang biasa saja
mencerminkan sebuah kesederhanaan. Saat tiba di sekolah, Dafa memberikan sifat
kerendahan hati dengan menyapa semua teman-temannya yang berbeda kalangan,
ada yang gendut, kutu buku, kurang mampu, kaya raya, dan berkulit hitam.
Kemudian cerita berlanjut saat jam istirahat sekolah, Dafa melihat tas dan sepatu
keren milik teman-temannya, namun Dafa menahan semua hasrat keinginannya
yang merupakan cerminan dari sifat mati raga. Selanjutnya Dafa tiba-tiba melihat
temannya sedang dibully oleh anak nakal di sekolahnya karena dia adalah anak
kurang mampu, Dafa menolongnya, mengajaknya bermain, dan berbagi bekalnya
untuk temannya. Dafa sedang memberikan contoh sifat kasih terhadap sesamanya.
Dan contoh dari menyelamatkan jiwa yaitu ketika Dafa sampai rumah pulang dari
sekolah, dia menyapa dan mencium tangan ibunya, kemudian berdoa dan
mengucap syukur untuk hari itu.
Pra Produksi
Penentuan konsep video
Penulisan script
Penyusunan storyboard
Produksi
Pembuatan konten grafis (desain karakter, aset,
dan lingkungan)
Pengambilan audio narasi / dubbing
Proses penganimasian
Mixing audio dan video
Rendering
Membuat ide cerita
Pasca Produksi
9
Setelah ide cerita selesai dibuat, selanjutnya dikembangkan menjadi
storyboard. Storyboard berfungsi sebagai acuan untuk memudahkan dalam
penganimasian pada proses produksi. Storyboard dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Storyboard
1. Durasi : 17 detik 2. Durasi : 4 detik
Keterangan : Keterangan :
Pengenalan tokoh Muncul tipografi
Dafa "Vinsensian"
3. Durasi : 10 detik 4. Durasi : 20 detik
Keterangan : Keterangan :
Penjelasan singkat Muncul bubble
tentang Vinsensian berisi beberapa sifat
5. Durasi : 20 detik 6. Durasi : 13 detik
Keterangan : Keterangan :
Menunjukkan contoh Penjelasan kata
sederhana, yaitu sederhana bukan
tokoh Dafa sedang berarti miskin dan
bersepeda tidak punya apa-apa
7. Durasi : 10 detik 8. Durasi : 17 detik
Keterangan : Keterangan :
Penjelasan arti Memperlihatkan
sederhana, membuat suasana sekolah dan
tidak mudah sombong teman-teman Dafa
dan berfoya-foya
9. Durasi : 3 detik 10. Durasi : 11 detik
Keterangan : Keterangan :
Muncul motion hati Memperlihatkan ayat
bertuliskan "Rendah bacaan menggunakan
Hati" kinetic typography
11. Durasi : 3 detik 12. Durasi : 11 detik
Keterangan : Keterangan :
Permainan motion Penjelasan kata dari
beberapa keinginan mati raga
Dafa sekarang
13. Durasi : 23 detik 14. Durasi : 12 detik
Keterangan : Keterangan :
Penjelasan lanjutan Memperkenalkan
dari mati raga dan teman Dafa,
pantang disertai Thomas,yang selalu
permainan motion diejek oleh teman-temannya
10
15. Durasi : 2 detik 16. Durasi : 11detik
Keterangan : Keterangan :
Dafa mengulurkan Memperlihatkan
tangannya ayat bacaan
menggandeng tangan menggunakan kinetic
Thomas typography
17. Durasi :15detik 18. Durasi : 4detik
Keterangan : Keterangan :
Dafa mencium tangan Menampilkan
ayah dan ibunya motion kata "Menyelamatkan
Jiwa"
19. Durasi :12 detik 20. Durasi : 20detik
Keterangan : Keterangan :
Visualisasi Tuhan Ending video, Dafa
sebagai satu-satunya menyebutkan
jalan keselamatan kembali 5 karakter
Vinsensian
Penentuan jenis font yang digunakan adalah tipe sans serif. Jenis huruf sans
serif adalah jenis huruf yang tidak memiliki garis-garis kecil dan bersifat solid.
Font sans serif berfungsi untuk mempertegas setiap kata,lebih menonjol sehingga
mudah terbaca walau dalam jarak jauh dan timing kemunculan yang cepat, serta
nyaman untuk dibaca. Font sans serif cenderung digunakan untuk hal-hal yang
santai dan sederhana. Nama font sans serif yang digunakan yaitu "Futura Md BT",
“Dialoegue” dan "Anak Anak”. Font dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5, dan
Gambar 6.
Gambar 4. Font Futura Md BT
Gambar 5. Font Dialoegue
Gambar 6. Font Anak-Anak
Style yang digunakan dalam video edukasi ini menggunakan gaya flat design,
dikarenakan selain pembuatannya lebih mudah, cepat dan efisien ruang tata letak,
anak-anak akan lebih mudah menangkap dan memahami suatu objek jika objek
tersebut berbentuk tidak terlalu rumit. Flat design semakin populer dan cocok
11
Fabian Paul Agnes
Ayah Dafa Ibu Dafa St.Vincentius
dengan perkembangan teknologi karena tidak mengandung banyak elemen
gambar, sederhana, dan informatif. Untuk warna, pemanfaatan penggunaan warna
disesuaikan dengan situasi emosi dalam cerita dengan tujuan sebagai point of
interest. Lalu background music yang digunakan adalah musik dengan suasana
yang ceria sehingga dapat membawa suasana yang menyenangkan dalam
pembelajaran di kelas. Untuk sound effect juga merupakan komponen audio yang
penting agar pergerakan sebuah objek terlihat semakin nyata.
Setelah konsep selesai dirancang, kemudian akan dilanjutkan pada proses
produksi. Proses produksi dimulai dengan pembuatan desain konten, meliputi
desain karakter, lingkungan, dan aset. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7,
Gambar 8, dan Gambar 9.
Gambar 7. Desain Karakter
Gambar 8. Desain Lingkungan
Gambar 9. Desain Aset
Dafa Thomas
12
Desain karakter tokoh utama yang bernama Dafa digambarkan sebagai orang
mampu namun tetap mempunyai gaya hidup yang sederhana. Hal tersebut
terepresentasi dari raut wajah Dafa yang menyiratkan kesederhanaan dan
keramahan. Tokoh lain yaitu Thomas, sahabat Dafa, anak kecil yang berkulit
coklat, kurus dan berambut keriting, menyiratkan bahwa Thomas kurang terawat
dan kurang mampu. Fabian, yaitu sahabat Dafa yang suka makan, terepresentasi
dari tubuhnya yang besar dan gendut. Paul, yaitu sahabat Dafa, anak gaul yang
selalu mengikuti trend perkembangan jaman, terepresentasi dari rambut Paul yang
dibentuk jabrik. Dan teman Dafa yang terakhir, yaitu Agnes, anak perempuan
kutu buku dan berkacamata. Semua karakter anak kecil menggunakan seragam
sekolah karena keseluruhan adegan yang diambil berada di sekolah. Pengambilan
karakter pada teman-teman Dafa dibuat berbeda untuk merepresentasikan sifat
Dafa yang rendah hati, berteman dengan semua anak dan memandang semuanya
sama, walaupun dengan sifat dan latar belakang yang berbeda.
Sedangkan karakter St. Vincentius menggambarkan sosok Santo sebagai rasul
pelindung kaum kecil, yang berusia lanjut serta menggunakan jubah hitam dan di
dadanya menggunakan kalung berbentuk salib. Karakter ayah Dafa yang
menggunakan kacamata dan berpenampilan biasa saja, merepresentasikan orang
yang bijaksana dan sederhana. Dan untuk karakter ibu Dafa yang menggunakan
daster dan konde, merepresentasikan seorang ibu-ibu yang berpenampilan
sederhana dan masih menggunakan style orang jaman dulu. Kedua orang tua Dafa
mewakili sebagai orang tua yang penuh kesabaran, dapat digambarkan melalui
raut wajahnya.
Setelah mendesain karakter, selanjutnya adalah melakukan pengambilan
audio narasi atau dubbing. Audio pada dubbing akan sedikit diubah dengan tujuan
supaya audionya terdengar lebih matang, lebih jernih, dan menghilangkan suara
bising atau biasa disebut noise. Setelah itu, proses menganimasikan konten grafis
yang telah dibuat sebelumnya sesuai storyboard, serta memberikan rigging pada
objek agar terlihat halus pergerakannya. Proses penganimasian dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Proses penganimasian
Proses terakhir pada tahap perancangan media yaitu pasca produksi, dengan
melakukan mixing, yaitu penggabungan dan penyelarasan antara audio dan video.
13
Setelah itu dilakukan proses rendering untuk menggabungkan keseluruhan elemen
audio visual menjadi satu kesatuan video yang utuh.
Tahapan terakhir adalah tahapan pengujian. Pada tahap ini akan dilakukan
pengujian video animasi yang telah selesai dirancang kepada siswa kelas 4 SD
Katolik Santa Maria Kediri dan menyebarkan kuisioner guna mendapatkan
feedback dari siswa. Selain itu melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran
Pembiasaan Vinsensian tentang hasil video ini.
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil video edukasi animasi 2Dini terdiri dari 7 scene yang berisi tentang
lima keutamaan vinsensian yang dirangkum dan diringkas dengan memberikan
contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari anak, dengan melibatkan semua aspek
dalam dunia grafis berupa pemilihan warna, tipografi menggunakan jenis font
sant serif, dan menggunakan gaya flat design.
Pada scene pertama memperkenalkan karakter utama yang bernama Dafa,
serta lingkungan sekolah yang mengajarkan pribadi vinsensian kepada anak-anak.
Scene ini juga berisi penjelasan singkat tentang vinsensian. Scene 1 dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Tampilan scene pertama
Scene selanjutnya adalah menjelaskan tentang arti kata dari salah satu sifat
vinsensian, yaitu “sederhana”. Digambarkan oleh tokoh Dafa yang berangkat
sekolah sehari-hari menggunakan sepeda. Scene dua dapat dilihat pada Gambar
12.
Gambar 12. Tampilan scene kedua
14
Scene tiga menjelaskan tentang arti sifat “rendah hati” yang digambarkan
oleh tokoh Dafa yang berteman dengan semua orang tanpa perlu membeda-
bedakan. Scene tiga dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tampilan scene ketiga
Pada scene selanjutnya yaitu penjelasan tentang sifat “mati raga”. Tokoh Dafa
memberikan contoh yaitu walaupun dia mempunyai banyak keinginan sekarang,
namun dia harus menahan segala sesuatu yang dia inginkan. Scene empat dapat
dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tampilan scene keempat
Pada scene kelima menampilkan karakter teman Dafa yang bernama Thomas,
anak yang berkekurangan dan sering diejek oleh teman-teman lainnnya, namun
tidak oleh Dafa. Dafa selalu menolong dan menemaninya. Hal tersebut menjadi
contoh sifat dari “cinta kasih”. Scene kelima dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Tampilan scene kelima
15
Scene keenam menjelaskan tentang salah satu contoh dari sifat
“menyelamatkan jiwa”, yaitu memberi salam kepada kedua orang tua. Dan
penjelasan singkat mengenai makna dari menyelamatkan jiwa. Scene enam dapat
dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Tampilan scene keenam
Scene terakhir yaitu adegan penutup pada video, yang berisi pesan dari Dafa
untuk audience agar selalu menanamkan kelima sifat karakter yang
mencerminkan Vinsensian dari kecil supaya dapat menjadi suatu kebiasaan baik
untuk ke depannya. Scene ketujuh dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Tampilan scene ketujuh
Setelah video edukasi animasi 2D siap untuk disajikan, peneliti mulai
menggunakan video ini dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas 4C
Sekolah Dasar Santa Maria Kediri. Selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung, peneliti melakukan observasi dari aspek perhatian dan aspek
ketertarikan pada materi selama video ditayangkan. Dari observasi ini, diperoleh
beberapa hasil analisa data. Dengan responden yang sama pada observasi
sebelumnya, observasi setelah video ditayangkan mengalami peningkatan yaitu
pada aspek perhatian yang sebelumnya 20 orang meningkat menjadi 25 orang.
Sedangkan untuk aspek ketertarikan pada materi yang sebelumnya 15 orang,
meningkat menjadi 30 orang setelah dilakukan penayangan video di kelas.
Selanjutnya untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap video edukasi
animasi 2D adalah dengan menggunakan angket yang diberikan pada kelas 4C,
yaitu sebanyak 39 responden dan terdapat 4 pertanyaan yang harus dijawab. Hasil
angket dapat dilihat pada Tabel 3.
16
Tabel 3. Hasil angket siswa
Indikator Pertanyaan Jawaban
Tingkat
kemenarikan
media
Apakah kalian tertarik
dengan video ini ?
Tertarik Cukup
tertarik Tidak
tertarik
50% 42% 8%
Tingkat
kesenangan
siswa pada
media
Apakah kalian merasa
senang dan terhibur
saat menonton video
ini ?
Sangat
terhibur
Biasa saja
Tidak
terhibur
63% 31% 6%
Tingkat
pemahaman
materi pada
siswa
Setelah menonton
video ini, apakah
kalian lebih
memahami materi
daripada sebelumnya ?
Paham Cukup
paham Tidak paham
41% 49% 10%
Tingkat
kejenuhan siswa
dalam proses
kegiatan belajar
mengajar
Apakah kalian merasa
bosan dan jenuh ketika
menonton video ini
dari awal sampai
selesai ?
Tidak
bosan
Biasa saja
Bosan
51% 40% 9%
Hasil yang didapat dari penyebaran angket adalah pada indikator tingkat
kemenarikan media menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas 4C berasumsi
bahwa media video animasi 2D ini sangat menarik. Pada indikator tingkat
kesenangan siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berasumsi bahwa
media ini sangat menyenangkan untuk digunakan sebagai media belajar. Pada
indikator tingkat pemahaman materi pada siswa menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa berasumsi materi dalam video animasi ini cukup mudah untuk
dipahami. Sedangkan pada indikator tingkat kejenuhan siswa menunjukkan bahwa
menggunakan video animasi dalam kegiatan belajar mengajar tidak membuat
siswa merasa bosan.
Dari hasil analisa keseluruhan angket siswa ini menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa kelas 4C SD Katolik Santa Maria Kediri mempunyai tanggapan
positif terhadap penerapan video edukasi yang dirancang dalam pembelajaran
Pembiasaan Vinsensian. Hal ini terjadi karena video edukasi ini lebih menarik
perhatian dan minat siswa dibanding dengan media-media yang sudah dipakai
sebelumnya (buku LKS).
Kemudian dilakukan hasil uji coba kepada Bapak Hariyadi, selaku guru mata
pelajaran Pembiasaan Vinsensian melalui wawancara yang mencakup aspek
kemudahan media, kemenarikan media, dan kesesuaian kebutuhan materi. Hasil
wawancara oleh Bapak Hariyadi adalah media video edukasi ini mampu menarik
perhatian siswa pada proses pembelajaran dikarenakan anak-anak jaman sekarang
lebih menyukai media audio visual dibandingkan tulisan. Serta materi yang
diberikan juga sesuai dengan kebutuhan, dan yang paling utama adalah anak-anak
dapat menangkap materi dengan mudah sehingga guru tidak banyak mengalami
kesusahan dalam memvisualisasikan maksud dari materi Pembiasaan Vinsensian.
Namun, guru sedikit kesusahan dalam teknisi dan cara menayangkan video
melalui proyektor, ditambah speaker di dalam kelas yang kurang memadai.
17
5. Simpulan
Dari keseluruhan data hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa dengan penerapan media video edukasi animasi 2Ddi SD
Katolik Santa Maria Kediri dapat meningkatkan minat belajar siswa. Selain itu,
para siswa merasa terhibur dan tidak jenuh dalam menghadapi pelajaran di kelas.
Media video ini juga memudahkan guru dalam menyampaikan pesan yang
dibutuhkan oleh anak-anak dan dapat menjadi salah satu media inovasi baru
sebagai alat bantu guru dalam memudahkan siswa mendalami dan menangkap
materi, sehingga bukan hanya menghafalnya saja.
Melihat potensi bahwa dunia pendidikan mulai berinovasi pada media
pembelajaran, alangkah baiknya peneliti selanjutnya terus melakukan
pengembangan pada mata pelajaran lainnya. Serta dapat menyajikan materi
pelajaran dengan visual yang lebih padat dan menarik.
Daftar Pustaka
[1] 2014. Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar. Diakses di
http://www.informasi-pendidikan.com/2014/11/pendidikan-karakter-di-
sekolah-dasar.html pada tanggal 22 November 2016
[2] Hermansyah. 2001. Pengembangan Moral. Jakarta: Depdiknas
[3] 2013. Sejarah Singkat SD Katolik Santa Maria. Diakses di
http://www.sdksmarta.sch.id/ pada tanggal 22 November
[4] Schrum, Lynne. 2013. Educational Technology for School Leaders.
Terjemahan: Frida Dwiyanti Widjaya. Jakarta: PT Indeks
[5] Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
[6] Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Boston: Allin and
Bacon
[7] Rountree, D. 1979. Conceptions of educational technology. Apaper pre sented
at 1979 Conference of European educational Technology (p. 1-12)
[8] Seels, Barbara B., &Richey, Rita C. 2000. Instructional Technology, The
Definition and Domains of The Field.Terjemahan: Dewi S Prawiradilaga, R.
Rahardjo, Yusufhadi Miarso. Jakarta: Penerbit IPTPI & LPTK
[9] Rosyid, Ali. 2015. Media Pembelajaran Berbasis Video. Diakses di
http://blog.unnes.ac.id/mediapembelajaran/ pada tanggal 23 November 2016
[10] Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran.
Jakarta: Gaung Persada (GP) Press
[11] Syafrudin, Chabib, & Pujiyono, Wahyu. 2013. Pembuatan Film Animasi
Pendek “Dahsyatnya Sedekah” Berbasis Multimedia Menggunakan Teknik
Hybrid Animation Dengan Pemanfaatan Graphic. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dalan
[12] Kristanto, Andi. 2011. Pengembangan Model Media Video Pembelajaran
Mata Kuliah Pengembangan Media Video TV Program Studi Teknologi
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
[13] Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI)
18
[14] Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character: How Our School Can
Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books
[15] Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character: How Our School Can
Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books
[16] 2008. Bapak Pelindung SDK St. Vincentius. Diakses di http://sdk-
vincentsby.blogspot.co.id/2008/04/bapak-pelindung-sdk-st-vincentius-
je.html/ pada tanggal 23 November 2016
[17] Sedyanti, Margareta Aries. 24 Oktober 2016. Wawancara “Pembiasaan
Vinsensian pada Anak SDK Santa Maria Kediri” di SDK Santa Maria III,
Jl. Brawijaya No.63
[18] Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[19] 2011. Pentingnya Media dalam Pembelajaran. Diakses di
http://belajarpsikologi.com/pentingnya-media-dalam-pembelajaran/ pada
tanggal 24 Februari 2017
[20] Prent, K., Adisubrata, J., Poerwadarminta, W. J. S., & Kramers, Jacob. 1969.
Kamus Latin-Indonesia.Jakarta: Jajaran Kanisius
[21] Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[22] Rosyid, Ali. 2015. Media Pembelajaran Berbasis Video #8. Diakses di
http://blog.unnes.ac.id/mediapembelajaran/2015/11/28/media-pembelajaran-
berbasis-video-8/ pada tanggal 22 Februari 2017
[23] Riyana, Cheppy. 2007. Pedoman Pengembangan Media Video. Jakarta:
P3AI UPI
[24] Smaldino, Sharon E., Lowther, Deborah L., & Russell, James D. 2011.
Instructional Technology and Media for Learning. Terjemahan: Arif
Rahman. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
[25] Syahfitri, Yunita. 2011. Teknik Film Animasi Dalam Dunia Komputer.
Medan: STMIK Triguna Dharma
[26] Munir. 2012. Multimedia Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung:
Alfabeta
[27] Hulfah, Siti Maria. 2016. Animasi 2 Dimensi. Diakses di
http://sitimariahulfah.ilearning.me/2016/04/20/animasi-2-dimensi-
pengertian-animasi-teknik-animasi/ pada tanggal 10 Agustus 2017
[28] Fajri, A. Setiawan. 2014. Flat Design dan Tren Desain Grafis Saat Ini.
Diakses di http://hmva-ui.com/flat-design-dan-tren-desain-grafis-saat-ini/
pada tanggal 23 Februari 2017
[29] Sarwono, Jonathan & Lubis, Hari. 2007. Metode Riset untuk Desain
Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi
[30] Sedyanti, Margareta Aries. 9 Februari 2017. Wawancara “Pembiasaan
Vinsensian pada Anak SDK Santa Maria Kediri” di SDK Santa Maria III,
Jl. Brawijaya No.63
[31] Hariyadi. 9 Februari 2017. Wawancara “Pembiasaan Vinsensian pada Anak
SDK Santa Maria Kediri” di SDK Santa Maria III, Jl. Brawijaya No.63
[32] Sustiani, Fransiska. 1 Maret 2017. Wawancara “Pembiasaan Vinsensian
pada Anak SDK Santa Maria Kediri” melalui telepon
Top Related