PERAN POLISI ISTIMEWA DALAM
PERTEMPURAN SURABAYA TAHUN 1945
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh
Haris Maulana
11140220000019
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2018 M
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil A‟lamin, penulis ucapkan kepada
Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan,
kesabaran, dan ketabahan kepada penulis dalam mengerjakan
skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
dengan tepat waktu. Shalat serta salam, semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita sebagai umat Islam sampai hari akhir,
Penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk penulis
menyelesaikan studi dan mendapatkan gerah Sarjana Strata Satu
(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk menyelesaikan syarat tersebut, penulis menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PERAN POLISI ISTIMEWA DALAM
PERTEMPURAN SURABAYA TAHUN 1945”. Penulis
tertarik mengangkat tema ini karena melihat perjuangan Polisi
Istimewa pada saat mempertahankan kemerdekaan perlu
diapresiasi dan orang-orang yang akan membaca skripsi ini
diharapkan mampu menambah kecintaannya terhadap tanah air.
Jakarta, 1 Oktober 2018
Haris Maulana
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini, ada bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun
materil. Tanpa bantuan dari beberapa pihak tersebut mungkin
sampai saat ini skripsi penulis belum terselesaikan. Sudah
sepatutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penuli
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Asmawi dan Ibunda Saidah yang selalu
memberikan semangat, doa, dan motivasi baik moril
maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kakanda Brigadir Pol. Syaiful Anwar, S.H. yang rela
meluangkan waktunya untuk membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Syukron Kamil, M.A. selaku dekan
Fakultas Adab dan Humaniora. 5. Bapak H. Nurhasan, M.A. selaku ketua Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adan dan
Humanioran, dan sebagai dosen pembimbing skripsi. 6. Ibu Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan
Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan
Humaniora.
vii
7. Bapak Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku dosen
pembimbing akademik. 8. Bapak Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum dan Bapak Dr.
Abd. Wahid Hasyim, M. Ag selaku Dosen Penguji
Skripsi. 9. Seluruh dosen Sejarah dan Peradan Islam (SPI) yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, yang telah mendidik,
memotivasi, dan memberikan pengetahuan baru kepada
penulis selama berada di bangku kuliah. 10. Lembaga-lembaga yang telah membantu penulis dalam
memberikan sumber data, Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab
dan Humaniora, Perpustakaan Nasional Indonesia, Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan
Universitas Indonesia, Museum Polri, Perpustakaan
Mabes Polri, dan Pusat Sejarah Mabes Polri. 11. Seluruh mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam (SPI)
angkatan 2014, seluruh teman-teman Sejarah dan
Peradaban Islam A yang sama-sama berjuang untuk
menjadi Sarjana Strata Satu (S1). 12. Seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terimakasih yang mampu penulis ucapkan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah SWT yang akan membalas semua
kebaikan keluarga dan sahabat-sahabat penulis.
Aamiin Ya Robbal Alamin
viii
KUTIPAN TENTANG POLISI ISTIMEWA
“Pembela Tanah Air (PETA) yang diharapkan memberi
dukungan pada perjuangan rakyat telah dilucuti senjatanya oleh
tentara Jepang. Untung ketika itu M. Jasin tampil memimpin
Pasukan Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer untuk
mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya” –
Sutomo (Bung Tomo).1
“Moh. Jasin dan Pasukan Polisi Istimewa mendahului yang lain
muncul di medan juang Surabaya tahun 1945 dan karena itu
Pasukan Polisi Istimewa ini adalah modal pertama perjuangan”
– Dr. H. Roeslan Abdulghani.2
“Omong kosong jika ada yang mengaku dalam bulan Agustus
1945 memiliki pasukan bersenjata, yang ada hanya Pasukan
Polisi Istimewa dan tanpa pasukan ini tidak akan ada Hari
Pahlawan 10 November 1945” – Brigadir Jenderal TNI/AD
Sudarto.3
“Pasukan Polisi Istimewa bertempur melawan tentara Jepang
dengan gagah berani” – Abdul Radjab, Ex Tentara Republik
Indonesia Pelajar (TRIP).4
1 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan
Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
2010), 4 2 Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai,
(Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007), 12. 3 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, (Jakarta : Godhessa Pura Mas, 1985), 28. 4 Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai, 12.
ix
“Pak Yasin dan Pasukan Polisi Istimewa adalah guru dan pelatih
kami” – Jenderal TNI/AD Sukanto Sayidiman.5
5 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 28.
x
ABSTRAK
Haris Maulana. Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran
Surabaya Tahun 1945.
Skripsi ini berjudul “Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran
Surabaya Tahun 1945”. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui sejarah perjuangan Polisi Istimewa pada saat
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya dalam
pertempuran di Surabaya tahun 1945. Perjuangan Polisi Istimewa
di Surabaya sangat jarang sekali diketahui, karena selama ini
yang selalu dimunculkan dalam setiap pertempuran-pertempuran
yang terjadi di Indonesia adalah tentara. Padahal dalam
pertempuran di Surabaya tahun 1945, Polisi Istimewa merupakan
salah satu kekuatan militer paling lengkap dengan memiliki
persenjataan berat dan kendaraan tempur. Polisi Istimewa bahkan
melatih kemiliteran pejuang-pejuang dan mempersenjatai
pejuang-pejuang di Surabaya. Selain melatih dan mempersenjatai
pejuang-pejuang di Surabaya, Polisi Istimewa pun turut
bertempur melawan Jepang untuk melucuti persenjataannya, serta
bertempur melawan Sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sejarah dan
sosiologi. Teori yang digunakan adalah teori peranan. Menurut
Soerjono (1987), peranan adalah suatu proses dinamis dari
kedudukan (status). Seseorang yang sedang melakukan hak-hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang
tersebut sedang melakukan suatu peranan. Dalam penelitian ini
akan memaparkan peran Polisi Istimewa dari mulai melucuti
persenjataan Jepang hingga bertempur melawan Sekutu. Hasil
temuan dari penelitian ini adalah Polisi Istimewa selalu ikut
dalam setiap pertempuran yang terjadi di Surabaya tahun 1945.
Kata Kunci: Polisi Istimewa, Pelucutan Senjata Jepang,
Pertempuran Surabaya
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH........................................................... vi
KUTIPAN TENTANG POLISI ISTIMEWA .............................. viii
ABSTRAK ...................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................... 12
C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ................ 13
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 13
E. Metode Penelitian ................................................... 14
F. Sistematika Penulisan ............................................. 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................. 18
A. Landasan Teori ....................................................... 18
B. Kajian Pustaka ........................................................ 19
C. Kerangka berpikir ................................................... 22
BAB III TERBENTUKNYA POLISI ISTIMEWA ............... 24
A. Polisi Bersenjata pada Masa Belanda ..................... 24
B. Pembentukkan Tokubetsu Keisatsu Tai ................. 29
C. Terbentuknya Polisi Istimewa ................................ 33
BAB IV PEREBUTAN SENJATA JEPANG OLEH
POLISI ISTIMEWA .................................................. 43
xii
A. Penyerbuan Gudang Senjata Don Bosco ................ 43
B. Penyerbuan Markas Kempetai (Polisi
Militer Jepang) ........................................................ 48
C. Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut
Jepang) .................................................................... 53
D. Perebutan Senjata di Gedung General Electronic ... 61
E. Perebutan Pedang Samurai Jepang ......................... 65
F. Pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan . 66
G. Perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan ...... 69
BAB V POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU .......... 73
A. Kedatangan Sekutu di Surabaya ............................. 73
1. Munculnya Resolusi Jihad ................................ 73
2. Pendaratan Sekutu di Surabaya ........................ 75
3. Perjanjian Sekutu dan Indonesia di Surabaya ... 81
B. Pertempuran Tiga Hari di Surabaya ....................... 85
1. Penyebab Pertempuran Tiga Hari ..................... 85
2. Pertempuran Tiga Hari antara Polisi Istimewa
dengan Sekutu................................................... 87
3. Akhir Pertempuran Tiga Hari ........................... 101
C. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya ........ 107
1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di
Surabaya ........................................................... 107
2. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
antara Polisi Istimewa dengan Sekutu .............. 111
3. Akhir Pertempuran Polisi Istimewa di
Surabaya ........................................................... 125
D. Penyebab Surabaya Dikuasai Sekutu ..................... 126
xiii
1. Persenjataan ...................................................... 126
2. Keahlian Bertempur .......................................... 126
E. Laskar atau Badan Perjuang yang Terlibat dalam
Pertempuran Surabaya 10 November 1945 ............ 127
1. BKR (Badan Keamanan Rakyat) ...................... 128
2. Laskar Hizbullah ............................................... 129
3. Laskar-Laskar dan Badan Perjuangan
Pemerintah ........................................................ 133
F. Tokoh-Tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945 ................................. 134
1. Moehammad Jasin ............................................ 134
2. Soetjipto Danoekusumo .................................... 135
BAB VI PENUTUP ................................................................... 138
A. Kesimpulan ............................................................. 138
B. Implikasi ................................................................. 139
C. Saran-Saran ............................................................. 139
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 141
LAMPIRAN .................................................................................... 147
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 bagi
masyarakat Indonesia bukan hanya secarik kertas tanpa isi, tetapi
sebagai bentuk realisasi masyarakat Indonesia yang selama ini
bercita-cita dalam perjuangannya secara gigih. Setelah
diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia yang diketahui secara
umum, maka masyarakat Indonesia menuntut supaya apa yang
tertulis di dalam proklamasi tersebut bisa lekas terwujud secara
nyata. Di mana-mana dilakukan penurunan bendera Hinomaru
(Jepang) dengan menggantinya menjadi Sang Saka Merah Putih.
Kalau penurunan ini tidak bisa dilakukan secara damai, maka
akan dilakukan dengan cara kekerasan. Pada saat itu masih
berlangsungnya kekuasaan Jepang di Indonesia, dalam hal
tersebut diartikan oleh rakyat sebagai suatu hal yang mengingkari
lahirnya negara baru Republik Indonesia.6
Selama Jepang berkuasa di Indonesia, militer Jepang giat
memobilisasi rakyat agar dapat menyediakan tenaga-tenaga
rakyat untuk mempertahankan kedudukannya dari ancaman
Sekutu. Pada April 1943, militer Jepang mengumpulkan dan
melatih para pemuda untuk menjadi pemuda yang bersifat semi-
militer yang dikenal dengan sebutan Seinendan. Selain itu masih
ada lagi satu organisasi pemuda yang dibentuk oleh militer
6 Memet Tanumidjaja, Sejarah Perkembangan Kepolisian Indonesia,
(Jakarta : Departemen Pertahanan – Keamanan Pusat Sedjarah ABRI, 1971),
25.
2
Jepang pada bulan Oktober 1943 dan memiliki jumlah anggota
terbanyak selain Heiho, yaitu Pembela Tanah Air (PETA).
Pada tahun yang sama, pihak militer Jepang juga
membentuk satu lembaga pendidikan militer yang mendidik
pemuda Indonesia, akan tetapi hampir terlupakan dalam
penulisan sejarah Indonesia, yaitu Sekolah Polisi. Karesidenan
Surabaya pun termasuk karesidenan yang memiliki Sekolah
Polisi. Di sekolah kepolisian ini tidak hanya menyangkut tentang
pengetahuan dan latihan kepolisian, tetapi dilatih juga pendidikan
dan latihan militer.7
Ketika Indonesia sudah merdeka, Jepang sangat berusaha
cukup keras supaya dapat mencegah penyebaran berita tentang
proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut. Akan tetapi, para
wartawan yang mengetahui hal tersebut tidak habis akal. Mereka
menyebarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia
menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Bahasa daerah
tersebut merupakan bahasa yang kurang dipahami oleh Jepang.
Dalam harian Warta Surabaya edisi 17 Agustus 1945 misalnya,
berita yang dikeluarkan pada saat itu ditulis menggunakan bahasa
Jawa.
Selain berita kemerdekaan Indonesia yang ditulis oleh
media cetak menggunakan bahasa daerah, para penyiar radio pun
tidak mau ketinggalan. Mereka menyebarkan berita proklamasi
7Lulusan dari pendidikan ini ditempatkan di Dinas Kepolisian Umum
dan sebagian lainnya di Korps Kepolisian Khusus yang disebut Tokubetsu
Keisatsu Tai (Kesatuan Polisi Istimewa). Lihat, Moehammad Jasin, Memoar
Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 5-6.
3
kemerdekaan Indonesia menggunakan bahasa Madura yang tidak
dimengerti oleh Jepang. Karena Jepang tidak mengerti bahasa
yang disebarkan lewat radio tersebut, akhirnya Jepang tidak
kuasa menahan penyebaran berita tentang proklamasi
kemerdekaan Indonesia di wilayah Jawa Timur.8
Upaya itu dilakukan karena banyak yang belum
mengetahui kemerdekaan Indonesia. Walaupun merdekanya
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi tidak semua
masyarakat yang megetahui tepat pada tanggal tersebut. Setelah
mengetahui Kemerdekaan Indonesia, pasukan Tokubetsu
Keisatsu Tai yang nanti akan berganti namanya menjadi Polisi
Istimewa ini bersama-sama menurunkan bendera Jepang di
Markas Tokubetsu Keisatsu Tai dan menggantinya menjadi
bendera Merah Putih. Markas kesatuan ini menempati gedung
sekolah yang terletak di Coen Boulevard (sekarang jalan Polisi
Istimewa), Surabaya.9
Tokubetsu Keisatsu Tai merupakan satu-satunya pasukan
yang dibentuk oleh Jepang, terdiri atas orang-orang Indonesia
yang pada pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia masih
memiliki persenjataan lengkap. Sangat beruntung bagi kepolisian
(Keisatsu) yang masih dipercaya Jepang dan tidak sampai dilucuti
senjatanya, seperti yang terjadi pelucutan senjata terhadap PETA
8 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
12-13. 9 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan
Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Yogyakarta : Mata Padi Pressindo,
2013), 8.
4
dan Heiho. Sehingga pada saat itu Tokubetsu Keisatsu Tai masih
terorganisir dan memiliki serta memegang persenjataan dalam
mendukung tugas dan fungsi dari kepolisian pada saat itu.10
Memang pasukan inilah salah satu yang diharapkan oleh Jepang
dapat membantu ketika perang melawan Sekutu.
Pada tanggal 19 Agustus 1945, di mana Indonesia baru
saja merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
berdasarkan usul Oto Iskandar Dinata, telah menetapkan status
polisi sebagai berikut :
a. Supaya susunan Kepolisian Pusat dan Daerah segera
dipindahkan ke dalam kekuasaan Pemerintah Indonesia.
b. Polisi dan susunannya yang ada di waktu ini, masih tetap
adanya, ditambah dengan tenaga pimpinan dari bekas-
bekas PETA dan pemimpin rakyat.
c. Supaya diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk sikap
baru terhadap rakyat.
Sejak saat itu pula Kepolisian Indonesia dimasukkan ke
dalam bagian lingkungan Departemen Dalam Negeri, sehingga
status tersebut secara administratif tidak mengalami perubahan
antara Kepolisian Indonesia pada saat itu dengan Dinas Polisi
Umum pada masa penjajahan Belanda.11
Pada awal hari-hari kemerdekaan inilah bahwa peran dari
Polisi Istimewa menjadi tulang punggung masyarakat Surabaya
10
Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai,
(Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007), 11. 11
Awaloedin Djamin, Sejarah Perkembangan Kepolisian di
Indonesia dari Jaman Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bakti,
2007), 117-118.
5
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, hal tersebut
dikarenakan hanya Polisi Isitmewa yang saat itu masih bernama
Tokubetsu Keisatsu Tai yang masih memiliki persenjataan.12
Pada tanggal 21 Agustus 1945, Moehammad Jasin
membacakan Proklamasi Polisi Istimewa sebagai Polisi Indonesia
di Coen Boulevard (sekarang Jalan Dr. Soetomo) Markas Polisi
Istimewa Karesidenan Surabaya. Pernyataan Polisi Istimewa
tersebut segera diketik dan kemudian disebarluaskan berita
tersebut di jalan raya. Menyebarnya berita Polisi Istimewa
tersebut memicu para anggota PETA dan Heiho yang sudah
dibubarkan untuk bergerak melucuti senjata Jepang dan
mengambil alih kekuasaan.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Moehammad Jasin
mendapat pernyataan dukungan dari pemuda Dinoyo. Waktu
Polisi Istimewa diproklamirkan, pada saat itu anggota Polisi
Istimewa berjumlah 150 orang dan anggota Polisi Istimewa
Mojokerto 50 orang. Pasukan tersebut disusun menjadi empat
seksi senapan dan satu senjata berat.13
Meskipun belum memiliki struktur organisasi yang
lengkap sebagaimana lembaga negara pada umumnya, namun
semangat juang untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya
tidak tergantung pada ada atau tidaknya struktur organisasi yang
mapan. Para anggota Polisi Istimewa yang telah menyatakan diri
12
Atim Supomo dan Djumarwan, Pelopor, (Jakarta : Pustaka Pelajar,
1998), 31. 13
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
16-17.
6
sebagai Polisi Republik Indonesia, dengan senjata lebih baik
daripada yang digunakan oleh pejuang lainnya mereka
menyatakan akan membela tanah air, yaitu Indonesia.
Untuk lebih megefektifkan perjuangan kemudian dibentuk
pos-pos tandingan yang dipusatkan di Ngagel dan Wonokromo
yang merupakan urat nadi lalulintas di kota Surabaya. Di setiap
pos-pos tandingan tersebut ditempatkan personil Polisi Istimewa,
yang merupakan satu-satunya pasukan bersenjata reguler paling
lengkap di Surabaya. Sebagai persiapan untuk kedatangan Sekutu
ke Surabaya, Polisi Isitmewa menggunakan tanda (pita) pada
bagian lengan tangannya dan bertulisan CSP (Central Special
Police) yang bertujuan sebagai petunjuk bahwa Polisi Istimewa
yang bertugas sebagai penjaga keamanan dan ketertiban umum,
sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak militer.14
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan wilayah
Surabaya dari kemungkinan penyerangan oleh Sekutu, para
pemuda Surabaya yang dibantu oleh anggota Polisi Istimewa
mulai melakukan pelucutan senjata-senjata yang dimiliki oleh
pihak tentara Jepang. Hal tersebut merupakan upaya dari rakyat
dan Polisi Istimewa agar memiliki persenjataan yang lengkap
untuk bisa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari
serangan-serangan pihak luar maupun pihak Sekutu.
Dalam upaya pelucutan senjata militer Jepang untuk
mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945, Polisi Istimewa merupakan faktor utama yang menambah
14
Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan
Jawa, (Jakarta : Unesa University Press, 2004), 37-38.
7
semangat dan keberanian rakyat Surabaya dalam melakukan
pelucutan senjata militer Jepang. Polisi Istimewa dengan para
rakyat Surabaya mulai mengepung dan menyerang markas-
markas dari militer Jepang untuk mendapatkan persenjataan dari
militer Jepang. Setiap kali dilakukan pemberian senjata oleh
pihak militer Jepang selalu Polisi Istimewalah yang
menandatangani penyerahan senjata-senjata militer Jepang
tersebut. Setelah itu senjata-senjata yang didapat dibagikan
kepada rakyat Surabaya dan badan-badan pejuangan lainnya.
Kemudian, setalah membagi-bagikan senjata, Polisi Istimewa
juga terlibat dalam melakukan pelatihan kemiliteran dan juga
memberi pelatihan menggunakan senjata kepada rakyat dan
pejuang-pejuang untuk mempersiapkan mereka semua dalam
menghadapi Sekutu.15
Bahkan, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Polisi
Republik Indonesia ini membuat para pemimpin dari Hizbullah
untuk ikut menggerakkan massa untuk berjuang bersama. Mereka
memandang bahwa perang mempertahankan tanah air merupakan
suatu perang sabil, yaitu suatu kewajiban yang melekat pada
setiap orang Muslim. Pernyataan itu membuat para kyai dan
murid-muridnya yang berasal dari pesantren-pesantren yang ada
di Jawa Timur ikut serta menurunkan massa ke kota Surabaya
dan mengambil bagian dalam perjuangan mempertahankan tanah
15
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
28-29.
8
air. Hizbullah juga dipersenjatai oleh Polisi Istimewa.16
Ditambah
lagi dengan munculnya resolusi jihad pada 22 Oktober 1945
untuk menyerukan perlawanan fisik untuk mempertahankan
kemerdekaan.17
Pada tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu yang
diangkut dengan menggunakan kapal Wavenley, Malika,
Assidious, Floristen, dan lain-lain, dengan melibatkan juga
pengawal yang menggunakan kapal perang, mulai memasuki
pelabuhan Surabaya. Jumlah tentara Sekutu yang berlabuh di
Surabaya diperkirakan berkekuatan sekitar 6000 tentara yang
kebanyakan dari tentara tersebut berasal dari serdadu India yang
biasa disebut sebagai tentara Gurkha.
Mengetahui kedatangan pasukan Sekutu itu membuat drg.
Moestopo yang merupakan seorang dokter gigi di Surabaya yang
menjabat sebagai Ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jawa
Timur dan dipercaya oleh pemerintah pusat untuk menjabat
sebagai Menteri Pertahanan ad-interim, mengirim pesan morse
kepada pasukan Sekutu dari Pantai Tanjung Perak supaya
pasukan Sekutu tidak mendaratkan pasukannya di Surabaya.
Larangan pesan tersebut dilakukan berulang kali dengan
menambah ancaman bahwa jika Sekutu sampai berani
16
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 26. 17
Abdul Latief Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad
“Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara”, (Jombang :
Pustaka Tebuireng, 2015), 173.
9
mendaratkan pasukannya, pasukan Sekutu harus menerima resiko
berperang melawan pejuang Surabaya.18
Namun oleh Pemerintah Pusat meminta sebaliknya,
pemerintah pusat mengatakan bahwa ketika tentara Sekutu datang
jangan sampai ada rakyat Surabaya yang mengganggunya. Pada
sore harinya, pasukan Sekutu berhasil mendaratkan pasukannya
di Surabaya. Untuk memenuhi permintaan Pemerintah Pusat yang
ingin menyelesaikan setiap permasalahan dengan damai,
kemudian sore itu juga Saudara Sugiri, Bambang Suparto,
Roeslan Abdulgani menuju Tanjung Perak. Ketika utusan dari
Pemerintah Daerah tersebut menemui Wakil Komandan Tentara
Sekutu tersebut yang bertugas di Surabaya di sebuah tempat di
pelabuhan, bertanyalah mereka maksud tujuan serdadu Sekutu
Angkatan Perang Inggris yang pada saat itu sudah bergerak dan
berbaris untuk menuju kota. Kemudian jawaban dari Wakil
Komadan Tentara Sekutu tersebut adalah untuk menduduki
gedung-gedung yang berada di dalam kota. Mereka akan
menduduki gedung-gedung di dalam kota tersebut dengan atau
tanpa persetujuan dari pemerintah Republik Indonesia setempat.
Akhirnya para utusan Pemerintah Daerah terpaksa harus pulang
dengan tanpa hasil.19
Untuk kelanjutan menanggapi kedatangan tentara Sekutu
di Surabaya, diadakan perundingan antara pihak Republik
Indonesia dan pihak dari Sekutu pada tanggal 26 Oktober 1945.
18
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 27. 19
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 107.
10
Perundingan ini diikuti oleh Brigjen Mallaby beserta stafnya dari
pihak Sekutu, sementara dari pihak Indonesia diikuti oleh
Residen Soedirman, Doel Arnowo, Walikota Radjiman dan
Muhammad. Setelah melalui ketegangan-ketegangan, hasil
perundingan tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Inggris (Sekutu) berjanji bahwa di antara tentaranya
yang datang ke Surabaya tidak menyertakan Angkatan
Laut dan Angkatan Udara Belanda.
2. Untuk menjamin keadilan dan ketentraman telah
disetujui oleh kedua belah pihak untuk bekerja sama
antara Indonesia dengan tentara Sekutu.
3. Supaya kerja sama dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya, maka akan segera diselenggarakan kontak
biro.
4. Yang akan dilucuti senjatanya hanya tentara Jepang
saja, kemudian pengawasan terhadap tentara Jepang
dilakukan oleh pihak Sekutu dan selanjutnya tentara
Jepang akan dipindahkan ke luar Pulau Jawa.20
Walaupun sudah diadakan perundingan dan menghasilkan
kesepakatan dari dua belah pihak, tetapi pihak Sekutu tidak
mematuhi hasil perundingan yang telah dibuat tersebut.
Bersamaan dengan itu, terbongkar juga tujuan utama dari
kedatangan Sekutu ke Surabaya. Dalih Sekutu yang pada awalnya
mengatakan bahwa kedatangan mereka di Surabaya adalah dalam
rangka melucuti senjata militer Jepang yang pada saat itu sudah
20
Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara
RI, (Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995), 54-55.
11
kalah dalam Perang Dunia II, segera terbongkar. Rakyat Surabaya
mencium kecurigaan terhadap kedatangan Sekutu yaitu dalam
rangka mengembalikan Surabaya kepada Belanda. Perlakuan dan
sambutan baik yang dilakukan oleh rakyat Surabaya terhadap
Sekutu dibalas dengan tindakan provokatif oleh sekutu. Dengan
semena-mena, tentara Sekutu banyak menangkapi anggota-
anggota BKR dan melucuti senjatanya yang dimiliki rakyat
Surabaya, bukan hanya melucuti senjata-senjata yang dimiliki
oleh tentara Jepang seperti yang tertulis di dalam perjanjian.21
Pada pertempuran pertama melawan Sekutu tanggal 28,
29, dan 30 Oktober 1945, Polisi Istimewa pun ikut bertempur
melawan Sekutu.22
Kemudian pasukan Sekutu menjadi terpecah-
pecah dan terkepung, sehingga mereka hampir kehabisan peluru
dan persediaan makanan. Demikian pula dengan markas Brigadir
Jenderal Mallaby beserta pasukan Sekutu juga diserang. Karena
menghadapi keadaan yang sangat tertekan, Brigjen Mallaby
meminta bantuan Jenderal Hawthorn di Jakarta supaya bisa
dilakukan upaya-upaya penyelamatan pasukan Sekutu di
Surabaya lewat para pimpinan Republik Indonesia Pusat dengan
jalan mengadakan gencatan senjata.23
21
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
51-52. 22
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius
Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer,
2012), 114. 23
Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB),
(Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran RI, 1994), 194.
12
Banyak pertempuran yang dilakukan oleh Polisi Istimewa
beserta pejuang lainnya melawan Sekutu yang akhirnya tercipta
lagi perundingan dan kesepakatan yang dilakukan kedua belah
pihak. Tetapi, pihak Sekutu terus-menerus selalu mengingkari
perjanjian tersebut dengan pihak Indonesia yang kemudian
mengakibatkan terjadinya pertempuran lagi. Puncak pertemuran
tersebut terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang merupakan
perjuangan heroik dan menjadi salah satu pertempuran yang
paling dikenang di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melihat ada
beberapa hal permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini,
di antaranya:
1. Muncul sebagai kekuatan tempur pada saat pertempuran
Surabaya tetapi banyak yang tidak mengenal dari Polisi
Istimewa, hanya mengenal Kepolisian Republik Indonesia
yang dikenal di Indonesia sekarang ini.
2. Memiliki peranan penting dalam peristiwa pertempuran
Surabaya, tetapi sangat jarang buku-buku sejarah yang
mengisahkan tentang perjuangan Polisi Istimewa.
3. Mohammad Jasin sebagai pasukan pertempuran Polisi
Istimewa tetapi perannya tidak banyak yang mengetahui.
4. Banyaknya pejuang yang menjadi tentara setelah berakhirnya
pertempuran tersebut mengakibatkan lebih menonjolnya
peran tentara di dalam buku-buku sejarah dalam pertempuan
Surabaya dibanding dengan Polisi Istimewa.
13
5. Polisi Istimewa merupakan kesatuan tempur yang
mempersenjatai rakyat yang berjuang dan laskar-laskar
pejuang, tetapi banyak yang tidak mengetahuinya.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis
membatasinya pada perjuangan Polisi Istimewa dalam
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia khususnya
pada tahun 1945 di Surabaya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalahan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimana terbentuknya Polisi Istimewa di Surabaya?
2. Bagaimana Peran Polisi Istimewa dalam merebut
persenjataan Jepang?
3. Bagaimana peran Polisi Istimewa dalam pertempuran
Surabaya 10 November 1945?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitan ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui terbentuknya Polisi Istimewa.
2. Untuk mengetahui peran Polisi Istimewa dalam merebut
persenjataan Jepang.
3. Untuk mengetahui peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945.
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi literatur untuk
mahasiswa UIN dalam mengetahui peran dari Kepolisian
14
Indonesia dalam pertempuran Surabaya guna
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang pada saat itu
berasal dari Pasukan Polisi Istimewa.
2. Penelitian ini diharap bisa memberikan masukan kepada
anggota Polisi untuk lebih profesional dalam melaksanakan
tugasnya, khususnya dalam masalah keamanan dan
pertahanan.
3. Bisa menjadi salah satu informasi bagi peneliti yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang sejarah.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan
penelitian sejarah. Menurut Kuntowijoyo, ada lima tahap dalam
melakukan penelitian sejarah, yaitu: pemilihan topik,
pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, dan keabsahan
sumber), interpretasi: analisis dan sintesis, dan penulisan.24
1. Pemilihan Topik
Pemilihan topik merupakan langkah awal dalam
melakukan penelitian untuk menentukan permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian tersebut. Biasanya pemilihan topik
ditentukan dari ketertarikan penulis dalam mengkaji topik
tersebut dan kedekatan emosional. Hal tersebut cukup
diperhatikan oleh para peneliti supaya dapat mendalami
permasalahan yang ada di dalam topik tersebut. Untuk topik
dalam penelitian ini adalah “Peran Polisi Istimewa dalam
Pertempuran Surabaya Tahun 1945”.
24
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta : Tiara
Wacana, 1995), 69.
15
2. Pengumpulan Sumber
Untuk pengumpulan sumber, penulis mencari sumber
yang sifatnya sebagai sumber primer dan sumber sekunder.
Penulis mendapatkan sumber-sumber tersebut berasal dari
berbagai tempat seperti, Perpustakaan Museum Polri,
Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, Perpustakaan Universitas Indonesia, dan koleksi
pribadi penulis baik sumber primer maupun sumber sekunder.
3. Verifikasi
Verifikasi bisa dikatakan juga sebagai kritik sumber.
Setelah sumber terkumpul, perlu dilakukan kritik terhadap
sumber-sumber yang sudah dikumpulkan untuk menilai sumber-
sumber mana saja yang dapat digunakan serta untuk menguji
autentisitas, keakuratan sumber, dan menilai kredibilitas data
dalam sumber-sumber yang digunakan agar memperkuat hasil
penelitian yang menggunakan sumber-sumber tersebut dalam
penelitian ini.
4. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu penafsiran dari hasil kritik
sumber untuk menguaraikan fakta-fakta yang sudah didapat dari
hasil kritik sumber. Setelah fakta yang berhasil dikumpulkan
kemudian disatukan untuk menjadi kisah sejarah yang benar dan
hanya menjabarkan sesuai dengan fakta yang tidak dilebihkan
dan tidak dikurangi.
5. Penulisan
16
Penulisan atau historiografi merupakan tahap akhir dalam
tahap penelitian ini. Penulisan ini hasil dari semua fakta-fakta dan
opini yang dituliskan dalam penelitian ini dan dilakukan dengan
berdasarkan kronologis dan sistematis, sehingga dalam penulisan
skripsi ini menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah. Sebagai
pedoman dalam penulisan skripsi ini menggunakan surat
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507
tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini dibuat untuk membahas peran dari Polisi
Istimewa selama Pertempuran Surabaya Tahun 1945. Supaya
pembahasan berdasarkan urutan waktu atau kejadian, maka
penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I, Dalam bab ini adalah Pendahuluan yang terdiri
dari, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, Dalam bab ini adalah Kajian Pustaka yang
berisikan Landasan Teori, Kajian Pustaka, dan Kerangka
Berpikir.
Bab III, Dalam bab ini menjelaskan tentang terbentuknya
Polisi Istimewa yang dimulai dari kepolisian bersenjata pada
masa penjajahan Belanda, dan masa penjajahan Jepang.
Ditambah dengan sejarah terbentuknya Polisi Istimewa.
Bab IV, Dalam bab ini menjelaskan tentang pelucutan
atau pengambilan senjata Jepang oleh Pasukan Polisi Istimewa di
17
berbagai tempat, seperti gudang senjata Don Bosco, Markas
Kempetai, dan Markas Kaigun..
Bab V, Dalam bab ini menjelaskan pasukan Polisi
Istimewa Surabaya melawan Sekutu.
Bab VI, Bab ini berisikan Penutup yang terdiri dari,
Kesimpulan, Implikasi, dan Saran.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian sejarah
dengan pendekatan sejarah dan sosiologi. Metode yang
digunakan yaitu metode sejarah. Menurut Sartono Kartodirdjo,
pendekatan sosiologi merupakan suatu barang tentu yang akan
meneropong segi-segi sosial suatu peristiwa yang akan dikaji,
misalnya kelompok sosial mana yang berperan, serta nilai-
nilainya, konflik berdasarkan kepentingan, dan lain sebagainya.25
Sementara pendekaan sejarah menurut Basri MS untuk
menjelaskan secara rinci mengapa suatu peristiwa dapat terjadi
atau latar belakang terjadinya suatu peristiwa.26
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teori peranan. Sebenarnya, istilah “peran” berasal dari dunia
teater. Dalam teater, seorang aktor harus memainkan karakter
tokoh yang sudah ditetapkan dalam suatu adegan tertentu dan
dalam posisinya memerankan tokoh tertentu diharapkan dapat
berprilaku seperti tokoh yang sudah ditentukan.27
Menurut Soerjono, peranan adalah suatu proses dinamis
dari kedudukan (status). Seseorang yang sedang melakukan hak-
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang
25
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 4. 26
Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah: (Pendekatan, Teori, dan
Praktik), (Jakarta : Restu Agung, 2006), 35. 27
Marvin E. Shaw dan Philip R. Costanzo, Teori-Teori Psikologi
Sosial, Sarlito Wirawan Sarwono, (Jakarta : CV. Rajawali, 1984), 233.
19
tersebut sedang melakukan suatu peranan. Perbedaan antara
kedudukan dari peranan adalah demi kebutuhan dan kepentingan
ilmu pengetahuan. Kedudukan dan peranan tidak dapat
dipisahkan, karena yang satu tergantung dengan yang lainnya,
maupun sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan, maupun
sebaliknnya tidak ada kedudukan tanpa peranan.28
Dalam hal ini, Polisi Istimewa, sebagai pasukan
bersenjata dan berkekuatan militer, melaksanakan hak dan
kewajibannya dengan melatih kemiliteran masyarakat,
mempersenjatai badan perjuangan lainnya, dan mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia sesuai dengan kedudukannya.
B. Kajian Pustaka
Secara umum tulisan sejarawan tentang Pertempuran
Surabaya 1945 sangat banyak. Akan tetapi yang pembahasannya
lebih fokus kepada peran Polisi Istimewa dalam Pertempurn
Surabaya masih sangat jarang ditemukan. Padahal masyarakat
pejuang di Surabaya pada saat itu sangat berharap terhadap
bantuan Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran-pertempuran
melawan tentara Sekutu. Oleh karena itu penelitian tentang Peran
Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya tahun 1945 sangat
menarik karena pasukan inilah yang sangat diandalkan pada saat
itu.
Mengenai penggambaran permasalahan yang ada di atas,
terdapat beberapa literatur yang membahas tentang peran Polisi
Istimewa dalam Pertempuran Surabaya. Di bawah ini merupakan
28
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali
Press, 1987), 220.
20
kumpulan referensi yang menjadi rujukan dalam penelitian peran
Polisi Isitmewa dalam Pertempuran Surabaya tahun 1945, anatara
lain:
1. Buku “Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan
Sejarah Kelahiran Kepolisian Indonesia” karya
Moehammad Jasin. Buku ini menceritankan tentang penulis
buku tersebut dalam pengalaman Pertempuran Surabaya dan
menceritakan juga bagaimana terbentuknya Polisi Istimewa
tersebut, karena penulis buku ini memang sebagai pelaku
sejarah dalam peristiwa tersebut serta penulis buku ini juga
sebagai komandan Polisi Isitmewa yang memproklamirkan
Kepolisian yang dibentuk oleh Jepang kemudian menjadi
Kepolisian Republik Indonesia yang akan setia kepada
negara Indonesia.29
Buku tersebut menjadi buku rujukan
utama bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
2. Buku karya Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri
yang berjudul “Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa
dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur” buku ini
mengkisahkan peran dari Polisi Istimewa dalam
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang baru
berumur sebentar, buku ini khususnya mengisahkan
perjuangan Polisi Istimewa dalam mempertahankan
29
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2010)
21
Kemerdekaan Indonesa di daerah Jawa Timur.30
Buku ini
sangat membantu penulis dalam mencari perjuangan-
perjuangan Kepolisian dalam Pertempuran Surabaya
sehingga buku ini juga bisa dijadikan sebagai rujukan utama
dalam penulisan karya tulis ini.
3. Buku Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan
Julius Pour, Mallaby dibunuh atau terbunuh?” yang ditulis
oleh anak angkat dari Bung Hatta yang bernama Des Alwi ini
merupakan pelaku sejarah dalam pertempuran Surabaya ini.
Dalam buku tersebut banyak mengkisahkan berbagai macam
peran dari badan perjuangan di Surabaya. Salah satunya
adalah peran dari Polisi Istimewa yang banyak melatih
pejuang-pejuang yang akan bertempur mempertahankan
kemerdekaan di Surabaya. Selain itu, Des Alwi juga
mengkisahkan dirinya pada awal bertemu Bung Hatta dan
Sutan Syahrir dan dijadikan sebagai anak angkat dari kedua
tokoh tersebut, dan bagaimana Des Alwi ikut dalam
pertempuran Surabaya pada tahun 1945.31
Penelitian ini akan menggunakan literatur-literatur
tersebut sebagai referensi untuk penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
30
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
(Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013) 31
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour, Mallaby dibunuh atau terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer,
2012).
22
C. Kerangka Berpikir
Keterangan :
Polisi Istimewa merupakan kesatuan bersenjata yang
dibentuk oleh Jepang pada saat berkuasa di Indonesia dengan
Tokubetsu Keisatsu Tai. Setelah Indonesia merdeka, kesatuan
tersebut memproklamirkan bahwa Polisi Istimewa akan berpihak
kepada Indonesia dan menjadi Polisi Indonesia. Setelah
memproklamirkan terbentuknya Polisi Istimewa, kesatuan ini
menjadi pasukan terdepan dengan laskar-laskar perjuangan
lainnya dalam menjaga dan mepertahankan kemerdekaan
Polisi Istimewa
Teori Peranan
Merebut Senjata
Militer Jepang
Kedatangan Sekutu
ke Surabaya
Pertempuran
Tiga Hari
Pertempuran Polisi
Istimewa dalam 10
November 1945 di
Surabaya
23
Indonesia serta berperan penting dalam setiap pertempuran
mempertahankan kemerdekaan.
Polisi Istimewa ini satu-satunya pasukan yang masih
memiliki persenjataan lengkap pada awal kemerdekaan
Indonesia, karena kesatuan-kesatuan militer lainnya dibubarkan
oleh Jepang. Untuk mempertahankan kemerdekaan pada saat itu,
harus memiliki persenjataan dan harus mempersenjatai pejuang-
pejuang lainnya, sehingga Polisi Istimewa dan masyarakat pada
saat itu bersama-sama merebut persenjataan militer Jepang dan
kemudian membagi-bagikannya kepada pejuang-pejaung lainnya.
Perebutan senjata ini dilakukan sebelum kedatangan Sekutu ke
Surabaya.
Setelah Sekutu sudah datang ke Surabaya, akhirnya
pemerintah daerah dan pihak Sekutu mengadakan peremuan
untuk membuat perjanjian apa saja yang boleh dilakukan dan apa
saja yang tidak boleh dilakukan oleh Sekutu di Surabaya. Tetapi
Sekutu mengingkari perjanjian tersebut sehingga mengakibatkan
pertempuran antara Sekutu dengan pejuang-pejuang Indonesia
termasuk Polisi Istimewa yang berlangsung selama tiga hari.
Pertempuran tiga hari tersebut bukan pertempuran terbesar
yang terjadi di Surabaya pada saat awal kemerdekaa Indonesia.
Pertempuran terbesar terjadi pada tanggal 10 November 1945,
yang mengakibatkan korban jiwa sampai ribuan dari dua belah
pihak. Pada pertemuran ini Polisi Istimewa berperan dalam
pertempuran tersebut dan karena pertempuran hebat tersebut
sehingg pada tanggal 10 November diperingati sebagai Hari
Pahlawan.
24
BAB III
TERBENTUKNYA POLISI ISTIMEWA
A. Polisi Bersenjata pada Masa Hindia Belanda
Pendidikan Polisi pertama kali dibuka oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1911 untuk Agen van Polisi (Politie
Agent) di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Pembukaan
pendidikan polisi ini dimaksudkan untuk menambah jumlah
personil Polisi di tempatnya masing-masing.32
Tetapi, pada tahun
1914 pendidikan polisi dipusatkan di Batavia untuk tingkat Agent
van Politie (Agen Polisi)33
, Inspecteur van Politie (Inspektur
Polisi)34
, dan Aspirante Commissaris van Politie (Komisaris
Polisi)35
. Sekolah kepolisian ini terletak di jalan Jatibaru,
Batavia.36
32
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, (Jakarta : Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1999), 30. 33
Agent van Politie (Agen Polisi) merupakan pangkat terendah dalam
kepolisian pada saat itu. Pada saat ini, pangkat terndah dalam kepolisian adalah
Bhayangkara Dua (Bharada). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful
Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 34
Inspecteur van Politie (Inspektur Polisi) merupakan nama pangkat
yang masih digunakan sampai sekarang di Indonesia dengan nama bahasa
Indonesia yaitu, Inspektur Polisi. Sekarang ini seorang polisi yang sudah
melalui pendidikan perwira akan mendapatkan pangkat Inspektur Polisi Dua
(Ipda). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan,
4 Mei 2018. 35
Aspirante Commissaris van Politie (Komisaris Polisi) merupakan
pangkat tertinggi dari lulusan sekolah polisi yang belaku pada saat kolonial
Belanda. Jika ada seorang yang ingin menjadi polisi dan mendapatkan pangkat
Komisaris Polisi hanya mengikuti pendidikan Aspirante Commissaris van
Politie (Komisaris Polisi). Pada saat ini, pangkat Komisaris Polisi pun masih di
gunakan di Indonesia. Tetapi, setiap anggota polisi yang ingin mendapatkan
pangkat Komisaris Polisi harus lulusan perwira dan mendapatkan pangkat
Inspektur Polisi Dua (Ipda) terlebih dahulu, kemudian harus menunggu
25
Pada tahun 1920, pendidikan polisi ini dipindahkan ke
daerah Buiten Zorg (Bogor) dengan nama Opleinding‟s School
voor Het Personeel der Algemene Politie (Pendidikan Anggota
Polisi). Kemudian pendidikan polisi ini dipindah ke daerah
Sukabumi pada tahun 1925. Pada saat pendidikan polisi di daerah
Sukabumi sampai tahun 1930, ada orang pribumi yang berhasil
lulus pendidikan tingkat Komisaris Polisi berjumlah tiga orang,
salah satu orang tersebut adalah R. Said Soekanto
Tjokrodiatmodjo yang nanti akan menjadi Kepala Kepolisian
Republik Indonesia yang pertama.37
Terpilihnya Raden Said
Soekanto Tjokrodiatmodjo terjadi pada tanggal 29 September
1945, sejak saat itu resmi menjadi Kepala Kepolisian Republik
Indonesia Pusat.38
Pada tanggal 8 Maret 1942, Polisi yang dibentuk oleh
pemerintah Hindia Belanda secara resmi dibubarkan. Kemudian
kenaikan pangkat sesuai waktu yang sudah ditetapkan dan memiliki prestasi
sehingga bisa sampai pangkat Komisaris Polisi. Seorang perwira yang ingin
mendapatkan pangkat Komisaris Polisi harus melalui beberapa pangkat
terlebih dulu, dari Inspektur Polisi Dua (Ipda), Inspektur Polisi Satu (Iptu),
Ajun Komisaris Polisi (AKP), dan Komisaris Polisi (Kompol). Kepolisian
sekarang ini, seorang yang baru lulus pendidikan tidak bisa langsung
mendapatkan pangkat Komisaris Polisi. Wawancara dengan Brigadir Polisi
Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 36
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bhakti, 2007), 63. 37
Wahid Rahmanto dan Yoyok Widoyoko, Setengah Abad
Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996, (Jakarta : Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1996), 49-50. 38
Awaloedin Djamin, Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam
Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok, (Jakarta : PTIK Press, 2007),
10.
26
petugas-petugas kepolisian yang berasal dari Eropa pada akhir
April 1942 berakhir di kamp-kamp sipil Jepang, mereka berada di
kamp-kamp tersebut bersama dengan orang Eropa lainnya. Sejak
saat itulah kepolisian Hindia Belanda berakhir.39
Setelah itu
bergantilah Jepang yang menguasai Indonesia menggantikan
Belanda.
Pada tahun 1912, ketika Belanda masih berkuasa,
dibentuk Polisi Bersenjata yang ditugaskan sebagai alat
kekuataan dari pemerintah Hindia Belanda yang ditempatkan di
daerah-daerah.40
Polisi Bersenjata ini dipercayai oleh pemerintah
Hindia Belanda memiliki tugas pokoknya sebagai berikut: 1.
Mampu menjamin keamanan, ketentraman, dan ketertiban. 2.
Mampu mengendalikan dan mempertahankan wilayah yang
terjadi kekacauan, hingga kemudian tentara mengambil alih
tugas. 3. Untuk memperkuat situasi daerah-daerah yang baru
dikuasai.41
Polisi Bersenjata ini merupakan polisi yang bersifat
militer. Sebagai pimpinan, Polisi Bersenjata dikepalai oleh
seorang Perwira Polisi. Untuk pegawai-pegawainya kebanyakan
diambil dari para tentara. Setiap anggota dari Polisi Bersenjata ini
diasramakan. Korps ini terbagi dalam divisi-divisi, divisi berada
39
Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari
Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana,
Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Soeprapto Mangoensadjito, (Jakarta :
Kompas, 2011), 464. 40
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 28. 41
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 56.
27
di dalam brigade, dan brigade berada di dalam detasemen. Selain
itu, Polisi Bersenjata ini berada di bawah lingkungan Departemen
Binenlans Bestuur (Departemen Dalam Negeri).42
Polisi Bersenjata ini memang memiliki perkembangan
yang cepat, tetapi juga redup dengan cepat. Keredupan dari Polisi
Bersejata ini karena tidak ahli dalam memberantas kejahatan-
kejahatan yang terjadi, selain itu Polisi Bersenjata ini tidak bisa
melakukan penyidikan dan penyelidikan karena tidak memiliki
keahlian tersebut. Polisi Bersenjata juga semakin redup dengan
adanya pertambahan Polisi Umum yang semakin banyak di kota
karena adanya reorganisasi yang mengakibatkan banyaknya
penjahat yang meninggalkan kota karena terdesak sehingga harus
ke luar kota.43
Polisi Bersenjata ini juga seringkali melakukan tindakan-
tindakan indisipliner, akhirnya tindakan-tindakan indisipliner
tersebut diketahui oleh pemerintah kolonial yang mengakibatkan
pemerintah kolonial merasa kehilangan muka karena malu.44
Lama-kelamaan Polisi Bersenjata ini pun berakhir dan pegawai-
pegawainya yang dinilai masih bisa melanjutkan kerjanya dididik
pada Sekolah Polisi untuk dikerjakan pada Polisi Lapangan
42
M. Odang, Perkembangan Kepolisian di Indonesia, (Jakarta :
Markas Besar Kepolisian RI, 1952), 7. 43
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 28. 44
Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari
Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana,
Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Soeprapto Mangoensadjito, 72.
28
(Veldpolitie). Polisi Lapangan ini sebagai penyelenggara dan
mempertahankan keamanan di luar kota.45
Menurut Engelhard, kegagalan dari Polisi Bersenjata
adalah kurangnya pengawasan dari kepemimpinan yang efektif,
hal tersebut dikarenakan beban berat yang dipegang oleh pejabat-
pejabat pemerintah. Selain itu, perekrutan, pendidikan, dan
pelatihan yang buruk yang menyebabkan kinerja dari Polisi
Bersenjata ini semakin memburuk.46
Karena kinerja dari Polisi
Bersenjata semakin buruk, mengakibatkan pemerintah kolonial
merasa kehilangan muka.
Dalam perkembangan kepolisian di masa Hindia Belanda,
Polisi Bersenjata pun digantikan dengan Polisi Lapangan yang
memiliki tugas yang sama dengan Polisi Bersenjata.47
Polisi
Lapanganan ini dibentuk pada tahun 1920.48
Setelah dibentuknya
Polisi Lapangan ini, tugas-tugas Polisi Bersenjata diambil alih
oleh Polisi Lapangan. Polisi Lapangan merupakan pasukan yang
selalu siap ditugaskan dengan keahlian cepat, menjalankan tugas-
tugas kepolisian dengan mahir, mampu melakukan pengsutan
tindak kejahatan, dan diperkenankan menggunakan pukulan
dengan senjatanya. Sebenarnya, tugas utama Polisi Lapangan
adalah melakukan preventif dalam tugas kepolisian, yaitu
melakukan pencegahan pada tindak kejahatan dan gangguan
45
M. Odang, Perkembangan Kepolisian di Indonesia, 8. 46
Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari
Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana,
Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Soeprapto Mangoensadjito, 78. 47
Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan
Jawa Timur, (Jakarta : Unesa University Press, 2004), 29. 48
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 29.
29
keamanan. Untuk melakukan pengusutan sebenarnya hanya
sebatas perluas mandat saja, tugas utama melakukan pengusutan
merupakan tugas Polisi Pangreh Praja49
dan Reserse Desa.50
B. Pembentukan Tokubetsu Keisatsu Tai
Perbedaan pada saat Belanda berkuasa di Indonesia
dengan Jepang berkuasa adalah saat Belanda berkuasa di
Indonesia hanya terdapat satu pemerintahan sipil di Indonesia,
tetapi saat Jepang berkuasa di Indonesia, tentara pendudukan
Jepang membagi Indonesia menjadi tiga pemerintahan militer,
yaitu:
1. Jawa dan Madura berada di bawah kekuasaan Tentara
Keenam Belas (Angkatan Darat) berpusat di Jakarta.
2. Sumatera berada di bawah kekuasaan Tentara Kedua
Puluh Lima (Angkatan Darat) berpusat di Bukittinggi.
3. Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, Nusa Tenggara, dan
Irian Jaya berada di bawah kekuasaan Armada Selatan
Kedua (Angkatan Laut) yang berpusat di Makassar.51
Selain itu, susunan organisasi kepolisian pada saat
pendudukan Jepang terbagi-bagi menjadi regional tidak terpusat
dan masing-masing regional ini memiliki kantor pusat masing-
49
Polisi Pangreh Praja merupakan kesatuan-kesatuan kecil yang
ditugaskan di daerah-daerah yang dipimpin oleh Camat, Wedana, dan Bupati.
Lihat, Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar
Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno
sampai Sekarang, 58. 50
Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan
Jawa Timur, 30. 51
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 79.
30
masing. Untuk anggota polisi pada saat pendudukan Jepang ini,
Jepang mendapat anggota polisi yang pernah bekerja pada saat
Belanda berkuasa di Indonesia. Jumlah anggota polisi yang
diterima oleh Jepang sebanyak 31.620 anggota yang terdiri atas,
10 Hopkomisaris, 117 Komisaris Polisi, 13 Wedana Polisi, 63
Hopinspektur Polisi, 88 Asisten Wedana, 545 Inspektur Polisi,
1.463 Mantri Polisi, 513 Hopagen Polisi, 154 Hopposhuis
Komandan, 2.582 Poshuis Komandan/Reserse dan 26.073 Agen
Polisi.52
Jepang mendapat keuntungan dengan mengambil
anggota-anggota polisi yang pernah bekerja pada masa kolonial
Belanda.53
Pada masa pendudukan Jepang ini kepolisian terdiri dari 4
region, yaitu:
1. Kepolisian di Pulau Jawa dan Madura, yang berkantor
pusat di Jakarta dan di bawah kendali Angkatan Darat
(Rikugun)
2. Kepolisian di Pulau Sumatera, yang berkantor pusat di
Bukittinggi dan di bawah kendali Angkatan Darat
(Rikugun).
52
Hopkomisaris, Komisaris Polisi, Wedana Polisi, Hopinspektur
Polisi, Asisten Wedana, Inspektur Polisi, Mantri Polisi, Hopagen Polisi,
Hopposhuis Komandan, Poshuis Komandan/Reserse, dan Agen Polisi adalah
kepangkatan yang digunakan di masa kolonial Belanda. Struktur kepangkatan
pada saat itu berbeda dengan strukutur kepangkatan kepolisian di Indonesia
sekarang dan nama-nama kepangkatannya pun berbeda, hanya ada beberapa
yang sama seperti, Inspektur Polisi dan Komisaris Polisi. Wawancara dengan
Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 53
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 33-34.
31
3. Kepolisian region Timur Besar yang meliputi Pulau-
pulau Sumatera, Maluku, dan Irian Barat, yang berkantor
pusat di Makassar dan berada di bawah kendali Angkatan
Laut (Kaigun).
4. Kepolisian di Pulau Kalimantan, yang berkantor pusat di
Banjarmasin dan di bawah pimpinan Angkatan Laut
(Kaigun).54
Pada awal tahun 1943, posisi Jepang pada Perang Pasifik
mulai berubah. Jepang mengalami banyak kekalahan terutama
dalam pertempuran laut di sekitar Midway dan Laut Karang. Pada
saat itu Jepang mulai melakukan posisi bertahan karena keadaan
Jepang mulai terdesak. Kemudian Jepang mencari dukungan pada
penduduk Indonesia untuk membantu perang tersebut. Pada
tanggal 9 Maret 1943, Jepang membentuk Seinendan atau barisan
pemuda. Tujuannya adalah untuk mendidik para pemuda
Indonesia supaya bisa menjaga dan mempertahankan tanah airnya
dengan kekuatan sendiri. Sebenarnya maksud Jepang membentuk
Seinendan supaya menjadikan para pemuda sebagai pasukan
cadangan untuk kepentingan perangnya.55
Memasuki tahun 1944, keadaan Jepang semakin tertekan
dalam perang tersebut, bahkan beberapa wilayah kekuasaan
Jepang dapat direbut Sekutu. Selain itu serangan Sekutu juga
54
Wahid Rahmanto dan Yoyok Widoyoko, Setengah Abad
Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996, 35. 55
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 87-88.
32
sudah mulai menyerang negari Jepang sendiri.56
Pada tahun ini
juga Jepang membentuk pasukan yang mobil dan mempunyai
persenjataan yang lebih lengkap di setiap Syu (Karesidenan), dan
Kochi (Kerajaan), di Jawa dan Madura. Pasukan ini dibentuk
dengan maksud sebagai pasukan penggempur di bawah perintah
Syu Chiang Butyo (Bagian Keamanan Karesidenan), dengan
sebutan Tokubetsu keisatsu tai. Di setiap karesidenan pasukan ini
terdiri dari 60 sampai 150 orang.57
Anggota Tokubetsu Keisatsu Tai ini terdiri dari polisi
muda atau pemuda polisi. Pasukan ini memiliki persenjataan
yang lebih lengkap dibanding dengan Polisi Umum. Untuk
memobilisasikan pasukan, maka setiap anggota diasramakan,
mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus, sebagai pasukan
terlatih, berdisiplin tinggi, terorganisir dengan rapih, dan ahli
dalam menggunakan persenjataan. Tujuannya adalah supaya
memiliki peran dalam kamtibmas dan siap diturunakan dalam
front pertempuran.58
Seluruh anggota dari Tokubetsu Keisatsu Tai ini dipilih
dari polisi yang sudah ada pada saat itu, kemudian setiap anggota
yang akan menjadi pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai diberi latihan
tentang kemiliteran yang sangat berat selama 3 bulan. Selain
diberi latihan militer seperti perang, setiap anggota Tokubetsu
56
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 89. 57
Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 43-44. 58
Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan
Jawa Timur, 34.
33
Keisatsu Tai juga diberikan pelatihan disiplin dan semangat juang
yang tinggi.59
Tetapi setahun kemudian Jepang harus rela
meletakan kekuasaan di Indonesia karena kalah perang dan
menyerah terhadap Sekutu.
C. Terbentuknya Polisi Istimewa
Pada tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah Indonesia
merdeka, Jepang melakukan pelucutan senjata terhadap pasukan
Peta (Pembela Tanah Air), Gyugun (di Sumatera), dan Heiho.60
Kesatuan militer tersebut berhasil dilucuti persenjataannya oleh
Jepang, tetapi hanya (Polisi) Keisatsu termasuk Tokubetsu
Keisatsu Tai kesatuan bersenjata yang tidak dilucuti oleh Jepang
karena masih ditugaskan sebagai pasukan yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat.61
Masih diberikannya
Tokubetsu Keisatsu Tai persenjataan oleh Jepang, karena
Tokubetsu Keisatsu Tai memiliki status yang resmi dan
keberadaannya diakui oleh Sekutu. Hal tersebut memang
dikehendaki oleh pihak Sekutu, agar seluruh pihak aparatur
Jepang beserta Polisi Indonesia sebagai pemegang pengendali
keamanan yang sah dapat membantu Sekutu pada saat pasukan
59
Mabes Polri, Setengah Abad Polri Melayani Masyarakat, (Jakarta :
Dinas Penerangan Polri, 1995), 38. 60
Pelucutan senjata tersebut dilakukan karena Jepang masih merasa
dihantui dengan pemberontakan yang dilakukan oleh Peta di Blitar yang di
bawah pimpinan Cudanco Supriadi pada bulan Februari 1945. Team Kodak X
Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun
1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo, 1982), 28. 61
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 118.
34
Sekutu tiba di Indonesia. pernyataan tersebut tercantum di dalam
Piagam Teluk Tokyo:
“… We hereby command all civil, military, and naval
officials to obey and enforce all proclamations, orders
and directives deemed by the Supreme Commander for the
Allied Powers to be proper to effectuate this surrender
and issued by him or under his authority and we direct all
such officials to remain at their posts and to continue to
perform their non-combatant duties unless specifically
relieved by him or under his authority.
We hereby command the Japanese Imperial Government
and the Japanese Imperial Headquarters at once to
liberate all Allied prisoners of war and civilian internees
now under Japanese control and to provide for their
protection, care, maintenance and immediate
transportation to places as directed.
The Japanese Imperial Headquarters further orders its
commanders in Japan and abroad to disarm completely
all forces or under Japanese control they situated, and to
deliver intact and in safe condition all weapons and
equipment at such time and at such places as many be
prescribed by the Allied Commanders indicated above.
All Japanese and Japanese-controlled military and civil
authorities shall assist the occupation of Japan and
35
Japanese controlled areas by forces of the Allied
Powers…”62
Dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
“… Kami dengan ini memerintahkan semua pejabat sipil,
militer, dan angkatan laut untuk mematuhi dan
menegakkan semua pernyataan, perintah, dan arahan
yang disebut oleh Panglima Tertinggi untuk Sekutu agar
tepat untuk menerapkan penyerahan ini dan dikeluarkan
olehnya atau di bawah otoritasnya dan kami
mengarahkan semua pejabat tersebut untuk tetap berada
di pos mereka dan terus menjalankan tugas non-tempur
mereka kecuali secara khusus dibebaskan olehnya atau di
bawah otoritasnya.
Kami dengan ini memerintahkan Pemerintah Kekaisaran
Jepang dan Markas Besar Kerajaan Jepang sekaligus
untuk membebaskan semua tawanan perang Sekutu dan
tahanan sipil yang kini berada di bawah kendali Jepang
dan untuk menyediakan perlindungan, perawatan,
pemeliharaan, dan transportasi segera ke tempat-tempat
seperti yang diarahkan.
Markas Besar Kekaisaran Jepang lebih lanjut
memerintahkan para komandannya di Jepang dan luar
negeri untuk melucuti semua pasukan secara total atau di
bawah kendali Jepang yang mereka tempati, dan untuk
menyerahkan dengan lengkap dan dalam kondisi aman
62
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, (Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991), 87-88.
36
semua senjata dan peralatan dan pada saat itu dan di
tempat-tempat seperti banyak yang ditentukan oleh
Komandan Sekutu yang ditunjukkan di atas.
Semua orang Jepang dan otoritas militer dan sipil yang
dikendalikan oleh Jepang akan membantu pekerjaan
Jepang dan area yang dikendalikan Jepang oleh
kekuatan-kekuatan Sektutu... ”
Pemerintah Jepang yang ada di Jawa dan Sumatera
melakukan pelucutan senjata dan pembubaran Peta. Gyugun, dan
Heiho yang dilakukan pada tanggal 18 sampai 25 Agustus 1945
yang kebanyakan anggota dari kesatuan militer tersebut belum
mengetahui tentang kemerdekaan Indonesia.63
Pelucutan senjata
tersebut karena kekhawatiran Jepang terhadap kesatuan-kesatuan
militer tersebut akan melakukan pemberontakan ulang. Selagi
Sekutu belum datang, pihak Jepang merasa masih berkuasa di
Indonesia.64
Di Surabaya, setelah mengetahui kemerdekaan Indonesia,
para polisi dan anggota Tokubetsu Keisatsu Tai langsung
bergerak cepat dalam merespon berita kemerdekaan Indonesia.
Pada malam hari kemerdekaan Indonesia, Soeratmin memangil S.
Prawirosoedirdjo rekan sesama anggota Tokubetsu Keisatsu Tai
beserta dengan kawan-kawan yang lainnya untuk membicarakan
63
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, terj: Satrio
Wahono, Bakar Bilfagih, Hasan Huda, Miftah Helmi, Joko Sutrisno, dan Has
Manadi, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), 431. 64
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 118.
37
masa depan dari Tokubetsu Keisatsu Tai. Di dalam pembicaraan
tersebut memutuskan pergantian nama dari Tokubetsu Keisatsu
Tai menjadi Polisi Istimewa, yang disingkat PI.65
Nama Polisi
Istimewa tersebut diambil dari arti kata Tokubetsu Keisatsu Tai
(Tokubetsu = Istimewa, Keisatsu = Polisi, Tai = Kesatuan).66
Perubahan nama Tokubetsu Keisatsu Tai menjadi Polisi Istimewa
ini belum diresmikan.
Setelah sehari diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia.
Seorang anggota Tokubetsu Keisatsu Tai bernama Agen Polisi
III67
Nainggolan baru mengetahui berita kemerdekaan Indonesia,
yang kemudian memberitahukan berita tersebut kepada atasannya
yang bernama Inspektur Polisi I Moehammad Jasin. Nainggolan
mengetahui kabar tersebut berasal dari kantor Domei yang
merupakan kantor berita Jepang yang ada di Surabaya. Pada
tanggal 19 Agustus 1945, Nainggolan bersama rekannya, Soegito
menurunkan bendera Jepang di markas Tokubetsu Keisatsu Tai
dan menggantinya dengan bendera Indonesia (merah putih).
Markas Tokubetsu Keisatsu ini berada di Coen Boulevard
65
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
(Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 24. 66
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2010), 4. 67
Agen Polisi III merupakan pangkat terendah dalam kepolisian pada
saat kolonial Jepang. Jika disamakan dengan pangkat kepolisian di Indonesia
sekarang ini, sebagai pangkat terendah sama dengan Bhayangkara Dua
(Bharada). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang
Selatan, 4 Mei 2018.
38
(sekarang Jalan Dr. Soetomo) dan markas tersebut sebelumnya
merupakan gedung sekolah.68
Ketika pimpinan Jepang yang datang ke kantor tersebut
dan melihat bendera Indonesia berkibar di depan kantor
Tokubetsu Keisatsu Tai, kemudian pimpinan Jepang memanggil
orang yang mengibarkan bendera, setelah bertemu dengan
Nainggolan dan Soegito yang merupakan pengibar bendera
Indonesia di Markas Tokubetsu Keisatsu Tai, kemudian pimpinan
Jepang tersebut menamparnya. Pimpinan Jepang langsung
memerintahkan kembali supaya bendera tersebut diganti lagi
dengan bendera Jepang.69
Setelah peristiwa tersebut, nampak
semakin menambah semangat juang mereka. Setelah menerima
sanksi dan pimpinan Jepang tersebut memasuki kantor,
Nainggolan dan Soegito mendapat dukungan dari anggota
Tokubetsu Keisatsu Tai berkebangsaan Indonesia untuk
menaikkan kembali bendera Indonesia bahkan para pemuda yang
berada di sekitar ikut membantu. Setelah pemasangan bendera
Indonesia kembali, tiang bendera dan sekitarnya dililitkan kawat
supaya pihak Jepang tidak ada yang bisa menurunkan bendera
tersebut.70
Keesokan harinya, di tanggal 20 Agustus. Inspektur Polisi
Moehammad Jasin mengadakan pertemuan khusus dengan
68
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 8. 69
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
14 70
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 9.
39
Inspektur Polisi Soetardjo, Komandan Polisi Abidin, dan
Komandan Polisi Musa. Pertemuan yang di adakan ini
dimaksudkan untuk membicarakan perkembangan keadaan yang
ada di Surabaya dan menyusun rencana perjuangan. Sempat para
peserta pertemuan tersebut merasa sedikit khawatir karena ada
Jepang yang masih merasa berkuasa di Surabaya. Tetapi, karena
demi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
mereka memutuskan untuk membentuk Polisi Republik
Indonesia. Pada pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan
penting, yaitu:
1. Menetapkan Moehammad Jasin sebagai komandan dan
memutuskan untuk menahan pimpinan Jepang.
2. Memutuskan jaringan telepon ke luar.
3. Melakukan pembongkaran senjata yang berada di
belakang markas dan menambah senjata pasukan dengan
banyak senjata berat.
4. Memproklamirkan Polisi Istimewa sebagai Polisi
Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus 1945 dan
poster-poster untuk proklamasi dipersiapkan. Setelah
diproklamirkan resmi menggunakan Polisi Istimewa.
5. Melaksanakan apel pagi pada tanggal 21 Agustus dan
komandan membacakan teks proklamasi di hadapan para
pasukan.
6. Pada pukul 08.00 tanggal 21 Agustus 1945 mulai
melakukan penempelan poster proklamasi di tembok
sepanjang Jalan Tunjungan, Surabaya. Kemudian
pasukan Polisi Istimewa turun ke jalan melakukan
40
pameran diri sebagai kepolisian milik Republik
Indonesia.71
Pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 1945, untuk
mendukung rakyat Surabaya dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia akhirnya Moehammad Jasin atas nama
warga polisi memproklamirkan bahwa sejak saat itu polisi adalah
Polisi Republik Indonesia. Teks proklamasi tersebut seperti
berikut:
Proklamasi
Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perjoeangan
mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini
menyatakan Poelisi sebagai Polisi Republik Indonesia.
Soerabaya, 21 Agustus 1945
Ttd
Mohammad Jasin
Inspektur Poelisi I.72
Setelah pembacaan proklamasi tersebut, Moehammad
Jasin sebagai komandan memerintahkan pasukannya untuk
melakukan pawai siaga sebagai upaya menunjukkan kekuatan
dan kesiapan mengatasi reaksi Jepang. Pada hari itu juga Polisi
Istimewa yang berbobot tempur militer dan sudah menjadi Polisi
Republik Indonesia keluar dengan menggunakan truk dan
71
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
15-16. 72
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, 119.
41
kendaraan lapis baja yang sudah dipasangkan bendera berwarna
merah putih menuju ke Jalan Tunjungan, Surabaya. Sambil
menunjukkan sebagai pasukan kekuatan milik rakyat dan
bersikap patriotik kepada proklamasi Indonesia, pasukan Polisi
Istimewa juga sambil meneriakkan yel-yel “Merdeka” dan “Tetap
Merdeka”. Awalnya masyarakat merasa ragu-ragu untuk
menjawab yel-yel tersebut, tapi karena sikap patriotik Polisi
Istimewa akhirnya masyarakat membalas yel-yel tersebut
bersama-sama.73
Setelah diproklamirkannya Polisi Istimewa sebagai Polisi
Republik Indonesia, kemudian anggota Polisi Istimewa
memasangkan ban (pita) berwarna putih di lengan kirinya dengan
tulisan P.I yang merupakan singkatan dari Polisi Istimewa dengan
warna tulisan merah dan menggunakan ikat kepala dengan
gambar bulatan lonjong yang berwarna merah putih sebagai ganti
dari lambang sakura.74
Di Surabaya terdapat dua Polisi Istimewa, yaitu:
1. Pasukan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya, langsung
berada di bawah Pusat Kepolisian Karesidenan Surabaya,
yang bermarkas di Jalan Dr. Soetomo No. 7 Surabaya.
Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya dipimpin oleh
Moehammad Jasin.
2. Pasukan Polisi Istimewa Kota Surabaya, langsung berada
di bawah Kantor Besar Kota Surabaya, yang bermarkas di
73
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 15. 74
Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan
Jawa Timur, 36.
42
jalan Paradeplein No. 1 Surabaya. Polisi Istimewa Kota
Surabaya dipimpin oleh Soetjipto Danoekusumo.75
Mulai pada saat diproklamirkan, Polisi Istimewa benar-
benar menjadi Polisi Republik Indonesia yang bertekat menjaga
kemerdekaan Indonesia, bersama masyarakat bahu-membahu
supaya Indonesia tetap berada dalam kemerdekaan yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan akan melawan
musuh-musuh yang ingin mengganggu kedaulatan negara
Republik Indonesia.
75
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 150.
43
BAB IV
PEREBUTAN SENJATA JEPANG OLEH POLISI
ISTIMEWA
A. Penyerbuan Gudang Senjata Don Bosco
Gedung Don Bosco merupakan gedung yang digunakan oleh
Jepang sebagai gudang senjata yang dikuasai oleh Dai 10360
Butai Kaisutiro Butai, gedung ini berada di bawah pimpinan
Mayor Hashimoto. Pasukan Mayor Hashimoto ini terdiri atas satu
detasemen tentara serta pegawai sipil yang berjumlah 150 orang.
Gedung ini terletak di perbatasan Surabaya sebelah barat, dekat
perkampungan Sawahan. Gedung ini dulunya sebagai gedung
asrama pendidikan Katolik.
Sejak tanggal 26 September 1945, gudang senjata Don Bosco
sudah mulai didatangi oleh masyarakat. Masyarakat yang datang
ke gudang senjata Don Bosco ini membawa berbagai macam
senjata, ada yang membawa bambu runcing dan ada yang
membawa senjata api yang didapatkan dari perampasan terhadap
tentara Jepang. Masyarakat ini sudah datang ke Don Bosco sejak
pagi dan jumlah mereka pun semakin lama semakin bertambah.
Mereka yang datang ke Don Bosco sambil berteriak dengan
sangat semangat menandakan bahwa mereka sudah tidak sabar
untuk mengambil senjata dari gudang senjata Don Bosco.76
Hal
tersebut karena gudang senjata Don Bosco ini merupakan gudang
senjata milik tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara yang
76
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius
Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer,
2012), 168-169.
44
terletak di Surabaya, sehingga gudang senjata ini menjadi pusat
perhatian untuk pengambilan senjata.77
Pada saat dalam perebutan senjata di Don Bosco ini Polisi
Istimewa menjadi pelopor, karena Polisi Istimewa memiliki
persenjataan yang lengkap dari Jepang.78
Akhirnya pihak dari
Don Bosco yang diwakili oleh seorang perwira berbadan besar
menemui Bung Tomo untuk melakukan perundingan. Dalam
perundingan tersebut pihak Jepang tidak ingin menyerahkan
senjata-senjata tersebut sebelum ada perintah dari Panglima
Tentara Jepang di Jawa Timur, Mayor Jenderal (Mayjen) Iwabe.79
Terjadi perundingan antara Bung Tomo dengan komandan
gudang senjata Don Bosco yaitu Mayor Hashimoto. Mayor
Hashimoto merasa keberatan bila pihak Don Bosco harus
berhadapan langsung dengan rakyat yang berada di luar. Supaya
ada yang bisa bertanggung jawab untuk menjamin keamaan,
akhirnya Mayor Hashimoto meminta agar bisa berhubungan
dengan pembesar Republik Indonesia.80
Permintaan tersebut pun
dituruti, kemudian Bung Tomo menghubungi markas Badan
Keamanan Rakyat (BKR) dan kantor Pemerintah Kota Surabaya.
Tidak lama kemudian datang Soejitno dari Barisan Pencegah
77
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2010), 22. 78
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
(Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 29. 79
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 34 80
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 36.
45
Bahaya Udara (Keibodan) Kota dan H. R. Mohammad (mantan
Daidancho Peta Sidoarjo) untuk melakukan perundingan. Hasil
perundingan tersebut, yaitu:
1. Komandan gudang senjata Don Bosco beserta wakil dari
Kempetai harus berjanji akan menyerahkan senjata-
senjatanya setelah Panglima Tentara Jepang di Jawa
Timur Mayjen Iwabe mengetahui semua peristiwa yang
terjadi.
2. Rakyat yang melakukan pengepungan gudang senjata Don
Bosco diminta untuk membubarkan diri.81
Keesokan harinya, komandan Polisi Istimewa Karesidenan
Surabaya, Moehammad Jasin datang ke gudang senjata Don
Bosco. Moehammad Jasin ini menjadi juru bicara dalam
perundingan pengambilan senjata ini, Mayor Hashimoto
mengatakan bahwa Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur
mendapat perintah dari atasannya kalau mereka harus tetap
menjaga keamanan.
Awalnya Mayor Hashimoto tetap ingin menjalankan perintah
dari Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur Mayjen Iwabe,
tetapi setelah mengetahui alasan kenapa rakyat ingin mengambil
persenjataan di Don Bosco, Mayor Hashimoto pun bertanya
kepada perwakilan Indonesia yang hadir dalam pertemuan
tersebut tentang perwakilan Indonesia bisa menjamin keamanan
dan keselamatan pihak mereka atau tidak. Kemudian
81
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
29.
46
Moehammad Jasin selaku Komanda Polisi Istimewa Karesiden
Surabaya dan sebagai juru bicara menyanggupi hal tersebut,
asalkan persenjataan dan perlengkapan untuk pemerintah dapat
ditambah dengan secukupnya.82
Pihak Don Bosco akhirnya tidak memiliki pilihan lain selain
menyerahkan persenjataan beserta gedungnya, tetapi pemberian
senjata tersebut harus berada di bawah tanggung jawab dari Polisi
Istimewa.83
Setelah itu Mayor Hashimoto meminta Moehammad
Jasin untuk membuat surat penyerahan persenjataan yang akan
diberikan kepadanya. Surat tersebut sebagai barang bukti kepada
tentara Sekutu bahwa persenjataan diberikan kepada pihak
Indonesia untuk menambah perlengkapan senjata untuk menjaga
keamanan.84
Dalam proses penandatangan penyerahan senjata, pihak Don
Bosco berdiam diri, hal tersebut mencerminkan sebenarnya
mereka tidak ingin menyerahkan senjata dan juga khawatir kalau
mereka nanti dituduh sebagai penjahat perang oleh pihak Sekutu
karena telah memberikan persenjataan ke pihak Indonesia.
Kemudian Moehammad Jasin meminta Mayor Hashimoto untuk
cepat melakukan penandatanganan tersebut. Hal tersebut
dikarenakan masyarakat yang berada di luar gedung sudah mulai
berteriak-teriak, masyarakat yang di luar sudah lama menunggu.
82
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 37-38. 83
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius
Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 170. 84
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 39.
47
Selain itu juga Moehammad Jasin khawatir kalau perundingan
tersebut terlalu lama akan menimbulkan penilaian yang keliru
oleh masyarakat di luar terhadap perwakilan yang sedang
berunding.85
Karena adanya desakan dari masyarakat yang berada di luar
gedung, akhirnya Mayor Hashimoto segera melakukan
penandatanganan.86
Kemudian naskah penyerahan senjata
tersebut ditandatangani oleh Mayor Hashimoto dengan
Moehammad Jasin yang didampingi oleh Bung Tomo. Setelah
naskah tersebut ditanda tangani, kemudian naskah tersebut
dibawa keluar oleh Moehammad Jasin untuk ditunjukkan kepada
masyarakat yang berada di luar sebagai bukti bahwa gudang
beserta isinya (persenjataan) sudah menjadi milik Republik
Indonesia. Kemenangan ini disambut dengan teriakan “Merdeka”
oleh masyarakat.87
Setelah penyelesaian tanda tangan naskah tersebut,
penyerahan senjata di gudang senjata Don Bosco ini berjalan
dengan tertib dan suasana tenang.88
Setelah berhasil mendapatkan
senjata yang ada di Don Bosco, kemudian senjata-senjata tersebut
dibagi-bagikan kepada rakyat dan badan-badan perjuangan
85
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 22-23. 86
Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun
1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 925. 87
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 24. 88
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 39.
48
lainnya.89
Karena gudang senjata Don Bosco merupakan gudang
senjata tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara, jumlah senjata
yang didapat dari gudang senjata Don Bosco ini sangat banyak,
bahkan sebanyak empat gerbong kereta berisi senjata dikirim ke
Jakarta.90
Dalam pengambilan senjata di Don Bosco ini Polisi
Istimewa menunjukkan peran pentingnya, apalagi dengan
komandan Polisi Istimewa yaitu Moehammad Jasin sangat bisa
melakukan perundingan dengan pihak Don Bosco sehingga bisa
meyakinkannya untuk memberikan senjata-senjatanya dan
menjamin keselamatan mereka.
B. Penyerbuan Markas Kempetai (Polisi Militer Jepang)
Kempetai merupakan Polisi Militer Jepang yang terkenal
dengan kekejamannya pada masyarakat. Markas Kempetai di
Surabaya yang terletak di daerah Pasar Besar ini oleh masyarakat
Surabaya dianggap sebagai markas yang sangat ditakuti dan
dibenci karena kekejamannya. Di markas inilah beberapa pejuang
kemerdekaan pernah merasakan siksaan yang sangat menyakitkan
seperti, Pramoedji, Rachim, Abdoel Azis, Soekajat, Tjak
Doerasih, Tjak Doel Arnowo, dan Ir. Darmawan. Mereka adalah
pejuang-pejuang kemerdekaan yang pernah merasakan siksaan di
markas Kempetai semasa menjadi tahanan.91
89
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
30. 90
Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan
Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman
Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bhakti, 2007), 120. 91
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius
Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 178-179.
49
Pada tanggal 1 Oktober 1945 pukul 07.00, masyarakat
Surabaya dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Pemuda
Republik Indonesia (PRI), dan Polisi Istimewa sudah mulai
mengepung markas Kempetai. Pengepungan tersebut dilakukan
pada pagi hari, karena pada malam hari prajurit Kempetai diduga
sebagai prajurit yang ahli dalam pertempuran malam hari dan
pada siang hari kemampuan Kempetai tidak sehebat malam hari
dalam bertempur. Pada siang hari pukul 12.00, melalui lubang
dari markas Kempetai, prajurit Kempetai melakukan penembakan
terhadap orang-orang yang berada di luar.92
Walaupun keadaan sudah berubah tidak seperti sebelumnya
Jepang menguasai Indonesia, tetapi prajurit Kempetai tidak ingin
membukakan gerbangnya karena mereka tidak memiliki
tanggung jawab lagi kepada Markas Besar Balatentara Nippon di
Tokyo. Sekarang tanggung jawab itu ada di tangan Pimpinan
Tentara Serikat di Asia Tenggara. Karena memiliki tanggung
jawab tersebut, ketika petinggi Badan Keamanan Rakyat (BKR)
dan Polisi ingin melakukan perundingan kepada Kempetai, tetapi
markas tersebut tetap tidak dibuka. Malahan mereka secara diam-
diam mengunci semua akses masuk ke markas dan memperkuat
pertahanan.93
Keesokan harinya, tanggal 2 Oktober 1945, masyarakat
masih terus mengepung markas Kempetai. Pengepungan markas
ini masih belum jelas kepastian perundingan antara dua belah
92
Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun
1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 923-924. 93
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 43-44.
50
pihak, yaitu pihak Indonesia dengan pihak Kempetai. Pada pukul
12.00 siang, pengepungan yang dilakukan oleh masyarakat sudah
mencapai pintu gerbang markas Kempetai. Walaupun kepungan
yang dilakukan oleh masyarakat dengan jumlah yang tidak
sedikit, pihak Kempetai tetap tidak ingin menyerah. Namun,
masyarakat yang berada di luar pintu gerbang markas mendapat
tembakan dari senapan mesin oleh prajurit Kempetai dari dalam
markas. Masyarakat di luar pun tidak tinggal diam, mereka
membalas tembakan tersebut dengan senjata yang dimilikinya.
Di alun-alun yang menghubungkan antara kantor
Gubernur dan markas Kempetai, Polisi Istimewa bergerak dengan
niat untuk membantu masyarakat yang sudah berhasil masuk ke
markas Kempetai.94
Setelah beberapa jam berlangsung
pertempuran sengit, utusan dari pemerintah Indonesia datang ke
markas Kempetai, utusan tersebut adalah Ketua BKR Soengkono,
Residen Soedirman, dan komandan Polisi Istimewa Karesidenan
Surabaya Inspektur Polisi II Moehammad Jasin.95
Dengan
keberaniannya Moehammad Jasin menerobos kawat besi berduri
dan langsung menuju ke ruang Kempetai.96
Setelah berhasil menerobos masuk markas Kempetai,
Moehammad Jasin tidak sadar ternyata seorang rekannya
94
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
32. 95
Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun
1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 924. 96
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
32.
51
bernama Soeprapto mengikutinya menerobos markas Kempetai.
Ketika ingin memasuki pintu markas, ada dua prajurit yang
menodongkan senjata yang berlaras bayonet kepada Meohammad
Jasin dan Soeprapto. Tapi Moehammad Jasin mencoba untuk
tetap tenang, selain itu Mohammad Jasin mengenal Takahara
bersaudara yang mana Takahara yang adik adalah seorang
anggota Kempetai. Moehammad Jasin mengatakan kepada kedua
prajurit tersebut keinginannya untuk bertemu dengan Takahara.
Kemudian dibawalah mereka menemui Takahara bersaudara.
Takahara yang lebih tua yang bekerja sebagai penerjemah tentara
Jepang menanyakan maksud dari Moehammad Jasin.
Moehammad Jasin meminta agar Kempetai menyerah dan semua
tanggung jawab akan ditanggung semua oleh Moehammad Jasin.
Kemudian Jasin langsung diantarkan untuk bertemu dengan
komandan Kempetai (Kempetai Tyo).97
Takahara yang lebih tua mengenalkan Moehammad Jasin
sebagai Tokubetsu Keisatsu Tayto (komandan Polisi Istimewa)
dan menyampaikan maksud kedatangan dari Moehammad Jasin.
Setelah mendengar penjelasan dari Takahara, komandan
Kempetai tidak memberikan komentar apa-apa, hanya memanggil
stafnya dan mendiskusikan permintaan Moehammad Jasin kepada
stafnya tersebut. Pada saat diskusi sedang berlangsung,
tampaknya Moehammad Jasin mengetahui kalau Kempetai akan
menyerah dan menuruti permintaan dari Moehammad Jasin.
Moehammad Jasin pun langsung mengambil sapu tangannya
97
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 19-20.
52
yang berwarna putih dan langsung mengaitkannya ke tangan
komandan Kempetai tersebut sambil mengayunkannya di depan
jendela untuk menunjukkan kepada masyarakat yang ada di luar.
Pada saat itu terjadi, komandan Kempetai hanya menuruti semua
yang dilakukan oleh Moehammad Jasin, padahal Moehammad
Jasin melakukan semua itu tanpa ada ancaman apapun.98
Tak lama kemudian Takahara yang lebih tua menurunkan
bendera Jepang yang ada di halaman markas Kempetai sebagai
simbol bahwa Kempetai sudah menyerah kepada pada pejuang
Republik Indonesia. melihat penurunan bendera tersebut, rakyat
pun langsung mendekati dan segera menaikan bendera Indonesia
sambil berteriak gembira dan meneriakkan kata “Merdeka”
sebagai tanda kemenangan para pejuang Republik Indonesia
melawan Kempetai yang di kenal sangat kejam dan
mengerikan.99
Dalam pertempuran yang berlangsung di markas Kempetai
menelan korban jiwa sebanyak 40 orang tewas tertembak. Dari 40
orang tersebut, 25 orang Indonesia dan 15 anggota Kempetai.
Selain itu, ada yang mengalami luka-luka sebanyak 81 orang,
orang yang luka-luka sebanyak 60 orang Indonesia, 14 orang
Jepang, 2 China, dan 5 orang warga Belanda.100
98
Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun
1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 926. 99
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 21. 100
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius
Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 182.
53
Perebutan senjata di markas Kempetai dapat dilihat bahwa
Polisi Istimewa turun berperan. Polisi Istimewa dengan badan
perjuangan lain menggempur markas Kempetai yang tidak ingin
menyerah dan memberikan senjara kepada pejuang Indonesia.
Bahkan peran dari komandan Polisi Istimewa Moehammad Jasin
pun memiliki peran yang sangat besar, karena Moehammad Jasin
sebagai orang yang paling berani menerobos markas Kempetai
dan menemui komandan markas Kempetai untuk melakukan
perundingan supaya Kempetai bersedia memberikan
persenjataannya. Usaha dari Moehammad Jasin ini pun
membuahkan hasil dengan Kempetai bersedia memberikan
persenjataannya kepada pejuang Indonesia.
C. Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut Jepang)
Pada tanggal 2 Oktober 1945, tujuan perebutan senjata
selanjurnya adalah Markas Besar Kaigun di Embongwungu.
Markas Besar Kaigun tersebut sudah dikepung oleh masyarakat
Surabaya sejak pukul 10.00 pagi101
, pengepungan yang dilakukan
oleh masyarakat tersebut dipelopori oleh BKR, PRI, BKR
Pelajar, dan Polisi Istimewa yang selalu ikut berperan di dalam
melakukan perebutan senjata. Pengepungan tersebut
101
Pengepungan yang dilakukan masyarakat ke Markas Besar Kaigun
Embongwungu menurut pernyataan Laksamana Shibata yang tertulis di dalam
buku “Seratus Hari di Surabaya yang Menggemparkan Indonesia” yang ditulis
oleh Roeslan Abdulgani, menyebutkan bahwa pengepungan tersebut dilakukan
dalam jumlah 700 rakyat yang masing-masing memegang senjata. Lihat,
Roeslan Abdulgani, Seratus Hari di Surabaya yang menggemparkan
Indonesia: Kisah Singkat Tentang Kejadian-kejadian di Kota Surabaya antara
Tanggal 17 Agustus s/d Akhir November 1945, (Jakarta : Yayasan Idayu,
1980), 14.
54
menggunakan senjata berat, senjata tangan, dan 1 tank. Seluruh
alat komunikasi ke luar dan ke dalam milik Kaigun diputus.
Setelah alat komunikasi tersebut diputus, pejuang yang tadi
mengepung mulai masuk ke Markas Besar Kaigun untuk
mendapatkan persenjataan milik Kaigun, tetapi tidak ditemukan
persenjataan yang dicari tersebut.
Laksamana Shibata menemui semua pejuang yang datang
ke Markas Besar Kaigun dan menjelaskan bahwa seluruh
persenjataan yang ada di Markas Besar Kaigun sudah diserahkan
kepada Polisi Indonesia102
dan akan diserahkan kepada Residen
Soedirman. Mendengar penjelasan dari Laksamana Shibata yang
sangat jelas membuat masyarakat merasa puas dan memutuskan
untuk meninggalkan Markas Besar Kaigun untuk kembali ke
rumahnya masing-masing.103
Pada sore harinya tujuan pengambilan senjata yang
dilakukan oleh pejuang di Surabaya adalah Markas Kaigun104
102
Penyerahan persenjataan yang terjadi di Markas Besar Kaigun di
Embongwungu ditanda tangani oleh Moehammad Jasin selaku komandan
Polisi Istimewa atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Lihat, Moehammad
Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, (Jakarta : PPKBI, 1998), 37. 103
Aminuddin kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya,
(Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986),
145. 104
Markas Kaigun yang diserang oleh pejuang di Surabaya ini adalah
Markas Marinir dari Angkatan Laut Jepang. Pasukan Marinir Angkatan Laut
Jepang ini terkenal sebagai pasukan terkuat yang berada di Surabaya, terutama
dalam hal persenjataannya dan jumlah anggota dari Marinir ini yang paling
banyak terdapat di asrama Kaigun tersebut. Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto
Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan
Bangsa Indonesia di Surabaya, 145.
55
yang berada di Gubeng.105
Dalam perebutan senjata di markas
Kaigun ini, sebagian besar dari Polisi Istimewa masih berada di
markas Kempetai dalam pengambilan senjata, tetapi Polisi
Istimewa yang tidak ikut melakukan perebutan senjata di markas
Kempetai bergerak untuk melakukan perebutan senjata di markas
Kaigun di Gubeng ini. Polisi Istimewa melakukan penyerangan
dari asrama Kaigun dan bagian lainnya dari markas Kaigun
tersebut yang dibantu dengan laskar pejuang lainnya.106
Polisi Istimewa yang melakukan penyerang ke markas
Kaigun di Gubeng ini berasal dari pasukan Polisi Istimewa Seksi
IV. Pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini berada di bawah
pimpinan Sukarli dan pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini
mendapat bantunan dari pasukan Polisi Istimewa Seksi Senapan.
Keterlibatan Polisi Istimewa dalam melakukan penyerangan
markas Kaigun di Gubeng untuk membantu masyarakat yang
berjuang dalam merebut senjata milik pasukan Kaigun.
Di saat pertempuran yang sangat sengit sedang
berlangsung, Agen Polisi Wirato, Inspektur Polisi Soetarjo, dan
Abdul Hamid berhasil menerobos masuk markas Kaigun. Setelah
berhasil menerobos masuk mereka langsung menemui pimpinan
markas dan langsung melakukan perundingan. Hasil dari
perundingan tersebut pihak Kaigun akan menyerahkan
105
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, (Jakarta : PT
Mutiara Sumber Widya, 1985), 29. 106
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 145.
56
persenjataan yang dimiliki dengan jaminan keselamatan untuk
seluruh anggotanya.107
Hasil dari perundingan tersebut kemudian dilaporkan
kepada markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kota di
Pregolan. Setelah menerima laporan tersebut, Soengkono
langsung berangkat ke markas Kaigun di Gubeng untuk menemui
pimpinan markas Kaigun. Ketika bertemu dengan Soengkono,
pimpinan markas Kaigun bersedia menyerahkan senjata yang ada
di markas Kaigun Gubeng. Tetapi sebagai militer, pimpinan
markas Kaigun akan menyerahkan persenjataan tersebut setelah
mendapat perintah dari atasannya yaitu Laksamana Shibata.108
Kemudian Seongkono yang ditemani Roeslan Wongso
Kusumo mendatangi rumah Laksamana Shibata di Ketabang.
Setelah bertemu dengan Laksamana Shibata, Soengkono
mengatakan bahwa penyerangan yang sedang terjadi di markas
Kaigun Gubeng bukan karena kebencian terhadap Jepang, tapi
untuk mendapatkan senjata yang dimiliki oleh Kaigun untuk
melawan Belanda yang akan menjajah Indonesia kembali.109
Karena masih terjadi pertempuran di markas Kaigun Gubeng,
Soengkono bertanya kepada Laksamana Shibata tentang siapa
yang bisa menghentikan pertempuran tersebut. Laksamana
Shibata mengatakan bisa menyelesaikan pertempuran tersebut
107
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
33. 108
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 147. 109
Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB),
(Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran RI, 1994), 192.
57
dengan mengirim utusan seorang perwira untuk menyatakan
persetujuan penyerahan senjata.110
Abdul Hamid pun menghubungi Moehammad Jasin
selaku komandan Polisi Istimewa pada sore hari itu juga untuk
datang ke markas Kaigun di Gubeng. Setelah dihubungi oleh
Abdul Wahid, Moehammad Jasin pun langsung mendatangi
Markas Kaigun di Gubeng untuk menerima penyerahan senjata
dengan membawa pasukannya sebanyak 1 regu yang membawa
bendera Merah Putih yang besar. Pada saat perjalanan menuju
markas Kaigun, ternyata pertempuran pun sudah berhenti
sehingga tidak menyulitkan perjalanan.111
Setelah selesainya penandatanganan naskah penyerahan
senjata tersebut antara komandan Polisi Istimewa Karesiden
Surabaya Moehammad Jasin112
dengan pihak Jepang, markas
Kaigun tersebut diambil alih dan dikuasai oleh 1 seksi dari Polisi
Istimewa. Seluruh penghuni markas Kaigun tersebut yang
berjumlah sekitar 900 orang diamankan oleh 2 seksi Polisi
110
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 30. 111
Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo,
1982), 59-60. 112
Naskah penyerahan senjata harus ditandatangani oleh
Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa karena pihak Jepang
hanya ingin menyerahkan senjata hanya kepada Polisi sebagai pasukan
bersenjata yang resmi, pihak Jepang tidak ingin menyerahkan senjata kepada
laskar atau Badan Keamanan Rakyat (BKR). Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto
Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan
Bangsa Indonesia di Surabaya, 147.
58
Istimewa, sesuai janji awal untuk seluruh pihak Jepang akan
mendapatkan jaminan keselamatan.113
Hasil persenjataan yang didapat dari markas Kaigun
Gubeng diangkut oleh Polisi Istimewa yaitu Luwito dan Samsi
Muda yang akan dibawa ke Asrama Coen Boelevard (sekarang
Jalan Dr. Soetomo). Senjata yang dibawa sebanyak 4 truk kecil
yang terdapat berbagai macam senjata, seperti senapan, bren,
revolver, pistol sein, klewang, bayonet dan sebagainya. Untuk
pengambilan senjata-senjata berat dilakukan oleh anggota BKR
Kota yang sebelumnya mengatakan kepada pihak Jepang bahwa
anggota BKR Kota yang memakai baju bisa sebagai Polisi
berpakaian preman. Senjata-senjata berat yang didapatkan dari
markas Kaigun Gubeng ini terdiri dari meriam penangkis
serangan udara 3,5 cm, senapan mesin 2 cm, metraliur, dan bom
2 laras ganda. Senjata yang didapat ini dibagikan kepada badan-
badan perjuangan, selain itu akan diberikan kepada anggota Polisi
di luar kota yang meminta tambahan persenjataan.114
Di dalam pertempuran di markas Kaigun Gubeng, ada
seorang pejuang Indonesia yang gugur dalam pertempuran
tersebut yaitu Agen Polisi III Robertus Soebardi. Sebagai seorang
pejuang yang rela mengorbankan nyawanya demi negara, Agen
Polisi III Robertus Soebardi di makamkan di Taman Makam
113
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
33. 114
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.
59
Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa dan acara pemakamannya pun
dilakukan dengan upacara militer.115
Pada saat Polisi Istimewa yang sedang bertugas untuk
membawa persenjataan yang berhasil diambil dari markas
Kaigun, dalam perjalanannya ke Coen Boelevard melewati Polisi
Istimewa melewati Hoogendorplaan (Jalan Kartini). Di
Hoogendorplaan ini terdapat 2 gedung yang cukup besar. Gedung
pertama digunakan sebagai tempat penjualan daging bagi tentara
Jepang dan orang-orang (penduduk) sipil Jepang. Sementara
untuk gedung yang kedua tersebut digunakan sebagai oleh Jepang
asrama.116
Dalam perjalanan ke Coen Boelevard, Polisi Istimewa
yang sedang membawa persenjataan melalui Darmo Boulevard
melihat suatu kerumunan masyarakat yang sedang melakukan
pengepungan di asrama tersebut. Tetapi, pada pengepungan
tersebut masyarakat mengalami kesulitan, kesulitan tersebut
karena Jepang tidak ingin menyerah kepada masyarakat.
Masyarakat yang melakukan pengepungan tersebut hanya
membawa persenjataan senapan beberapa pucuk saja. Melihat hal
tersebut membuat Pasukan Istimewa yang sedang membawa
persenjataan ke Coen Boelevard terhenti untuk membantu
masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa memberikan tambahan
senjata sebanyak 10 pucuk kepada masyarakat. Sebetulnya,
115
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
34. 116
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.
60
semua masyarakat yang sedang melakukan pengepungan tersebut
meminta senjata kepada Polisi Istimewa, tetapi tidak diberikan
oleh Polisi Istimewa. Polisi Istimewa hanya ingin memberi
senjata kepada masyarakat yang bisa menembak karena tidak
semua masyarakat bisa menembak.
Setelah mendapat bantuan senjata dari Polisi Istimewa,
masyarakat pun semakin bersemangat untuk melakukan
penyerangan ke gedung asrama. Kemudian gedung asrama
tersebut ditembaki dengan gencar oleh masyrakat yang dibantu
oleh Polisi Istimewa yang menembaki menggunakan bren dari
atas truk. Tembakan-tembakan tersebut diarahkan ke jendela dan
ke pintu gedung asrama. Karena tembakan yang sangat gencar
dan begitu banyak, akhirnya pihak Jepang pun mengibarkan
bendera putih sebagai tanda menyerah. Kemudian pihak Jepang
yang sudah menyerah pun ditawan. Setelah Jepang sudah
tertawan, akhirnya Polisi Istimewa pun melanjutkan
perjalanannya ke Coen Boulevard.117
Dalam dua hari ini Polisi Istimewa memiliki peran yang
sangat besar dalam mendapatkan persenjataan dari Jepang.
Perebutan senjata pertama di markas Kaigun dengan komandan
Polisi Istimewa Moehammad Jasin yang menjadi orang yang
dipercaya oleh Jepang karena Polisi Istimewalah badan
perjuangan yang diakui oleh Jepang. Perebutan senjata kedua
terjadi di gedung yang terletak Hoogendorplaan yang pada saat
itu dikepung oleh masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa yang
117
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.
61
sedang mengangkut senjata dari markas Kaigun membantu
dengan memberikan senjata kepada masyarakat yang mengepung
dan Polisi Istimewa pun membantu dengan menembaki gedung
tersebut, sehingga pihak Jepang pun menyerah.
D. Perebutan Senjata di Gedung General Electronica
Terjadi juga perebutan senjata di gedung General
Electronica yang terletak di Kaliasin pada 2 Oktober 1945. Pada
saat perebutan senjata di gedung General Electronica, terjadi
pertempuran antara pihak pejuang di Surabaya dengan Jepang
untuk mendapatkan persenjataan di gedung General Electronica.
Karena pertempuran tersebut, komandan Polisi Istimewa Kota
Surabaya Inspektur Polisi Soetjipto Danoekusumo
memerintahkan anggotanya yaitu Pembantu Inspektur Polisi
Soeyapto untuk menghubungi seorang Perwira Penghubung
Jepang.118
Setelah mendapatkan perintah dari Soetjipto
Danoekusumo, Soeyapto langsung menemui Perwira Penghubung
Jepang yang berada di gedung Handels Vereeniging Amsterdam
(HVA) untuk mendatangi kantor Polisi atas perintah Soetjipto
Danoekusumo.119
Ketika Soeyapto tiba di gedung HVA dan berhasil
menemui Perwira Penghubung Jepang, Soeyapto pun memberi
tahu perihal kedatangannya menemui Perwira Penghubung
Jepang. Setelah mengetahui perihal kedatangan Soeyapto atas
118
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1997), 82. 119
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 134.
62
perintah Soetjipto Danoekusumo untuk memintanya mendatangi
kantor Polisi, akhirnya Perwira Penghubung Jepang tersebut pun
menuruti permintaan tersebut dan mendatangi kantor Polisi untuk
bertemu dengan Soetjipto Danoekusumo.
Setelah Perwira Penghubung Jepang dan Soeyapto tiba di
kantor Polisi dan bertemu dengan Soetjipto Danoekusumo.
Ternyata permintaan Soetjipto Danoekusumo untuk
mendatangkan Perwira Penghubung Jepang tersebut untuk pergi
bersama ke Embong Malang untuk menemui Jenderal Iwabe.
Setelah mengetahui untuk apa diminta datang ke kantor Polisi,
akhirnya mereka pun bersama-sama pergi ke Embong Malang
untuk menemui Jenderal Iwabe. Mendatangi Jenderal Iwabe
tersebut untuk meminta surat penghentian pertempuran yang
sedang berlangsung di gedung General Electronica. Kemudian
Jenderal Iwabe pun memberikan surat yang diminta untuk
menghentikan pertempuran di General Electronica.120
Setelah mendapatkan surat dari Jenderal Iwabe, kemudian
tim yang beranggotakan Soetjipto Danoekusumo, Soeyapto, dan
Perwira Penghubung Jepang langsung berangkat ke gedung
General Electronica di Kaliasin. Ketika tiba di gedung General
Electronica tembak-menembak pun masih terus berlangsung.
Rakyat Surabaya pun sudah mengepung gedung tersebut dan
tentara Jepang yang masih beradi di gedung General Electronica
pun masih bertahan dengan memberikan perlawanan yang sangat
120
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
31.
63
sengit. Bahkan tentara Jepang meletakkan senjata-senjata
mitraliyur di atas balkon dan loteng-loteng yang mengakibatkan
rakyat tidak bisa maju.121
Pada saat berada di JL. Kaliasin, tim yang sedang
mendekati gedung General Electronica sambil berteriak meminta
suapaya tembak-menembak tersebut dihentikan. Bahkan Perwira
Penghubung Jepang pun ikut berteriak dengan mengatakan “Utte
ikang! Utte ikang!” supaya tentara Jepang bisa mengerti dan
menghentikan tembak-menembak tersebut. Walaupun pada awal-
awal permintaan tersebut tidak didengar dan masih terus
melakukan tembak-menembak, tapi tim terus berusaha berteriak
dengan suara keras, akhirnya rakyat dan tentara Jepang mulai
mengerti bahwa tim yang datang ini membawa perintah yang
penting dan menghentikan tembak-menembak.122
Ketika tembak-menembak antara pihak rakyat Surabaya
dengan tentara Jepang sudah mereda, Soetjipto Danoekusumo
pun memberikan surat dari Jenderal Iwabe kepada komandan
Jepang yang berada di gedung General Electronica. Dalam surat
tersebut Jenderal Iwabe meminta supaya tentara Jepang untuk
menyerahkan senjatanya kepada pihak Indonesia. Kemudian
komandan Jepang memerintahkan kepada anggotanya supaya
mengumpulkan senjatanya untuk diberikan kepada pihak pejuang
Indonesia. walaupun pihak Jepang sudah bersedia untuk
memberikan senjatanya, ada rakyat yang masih marah kepada
121
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 82-83. 122
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 83.
64
pihak Jepang dan ingin membunuh tentara Jepang. Rakyat yang
ingin membunuh tentara Jepang dapat dicegah oleh Inspektur
Polisi Sotjipto Danoekusumo dengan cara mengarahkan pistolnya
kearah pelipis rakyat tersebut, sehingga rakyat tersebut pun
mengurungkan niatnya untuk membunuh tentara Jepang.123
Kalau saja rakyat tersebut berhasil membunuh tentara
Jepang, kemudian tentara Jepang yang belum menyerahkan
senjatanya pasti akan berontak dan melakukan penyerangan
kepada rakyat yang ada di gedung General Electronica, bahkan
bisa membunuh semua rakyat yang ada di situ.124
Pada saat
pengambilan senjata di gedung Gedung Electronica, persenjataan
yang didapat ada beberapa senjata dan peralatan militer.125
Sotjipto Danoekusumo beserta anggotanya dalam
perebutan senjata di gedung General Electronoica memiliki peran
yang sangat penting, karena Sotjipto Danoekusumo beserta
anggotanya berhasil mendapatkan surat dari Jenderal Iwabe
sehingga bisa memberhentikan pertempuran antara pihak Jepang
dengan pihak Indonesia. Pihak Jepang pun memberikan
persenjataannya karena peran dari Sotjipto Danoekusumo dengan
anggota Polisi Istimewa lainnya.
123
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
31. 124
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 83. 125
Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris
Membom Surabaya?, (Jakarta : Millennium Publisher, 2001), 143.
65
E. Perebutan Pedang Samurai Jepang
Selain persenjataan canggih yang dimiliki oleh Jepang
dilakukan perebutan oleh pihak masyarakat Surabaya beserta
laskar-laskar perjuangan lainnya, perebutan senjata tradisional
milik Jepang pun tak luput dari perebutan untuk digunakan dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu pedang samurai.
Dalam perebutan pedang samurai ini peran Polisi Istimewa yang
sangat penting. Perebutan pedang samurai ini terjadi pada akhir
bulan September 1945. Perebutan pedang samurai ini di sebuah
rumah yang terletak di desa Karangrejo dekat dengan pabrik kopi
dan tidak jauh dari Dam Gunungsari. Rumah di daerah
tersebutlah yang dipergunakan oleh Jepang untuk menyimpan
pedang-pedang samurai yang sangat banyak tersebut.126
Mengetahui ada sebuah rumah yang menyimpan banyak
pedang samurai, kemudian Polisi Istimewa melakukan
penggerebekan rumah yang dijadikan tempat penyimpanan
pedang-pedang samurai.127
Pada saat melakukan penggerebekan
ternyata banyak tentara Jepang yang berhasil melarikan diri dari
penggerebekan yang dilakukan oleh Polisi Istimewa, sehingga
hanya seorang tentara Jepang yang berhasil ditangkap oleh Polisi
Istimewa dalam penggerebekan tersebut. Saat penggerebekan
tersebut berhasil mendapatkan 400 buah pedang samurai yang
126
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 127
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
34.
66
ditinggalkan oleh penjaganya karena banyak yang melarikan diri
dari penggerebekan tersebut.
Berasal dari mana pedang-pedang samurai yang direbut
dari Jepang tersebut tidak ada yang mengetahui. Tetapi, pedang-
pedang samurai dan tentara Jepang yang berhasil ditangkap
dibawa ke markas Pemuda Republik Indonesia (PRI) Tengah di
bengkel Harley Davidson yang terletak di kaliasin untuk
diperiksa, karena Polisi Istimewa yang melakukan penggerebekan
tidak sempat untuk melakukan pemeriksaan.128
Bisa dikatakan
bahwa Polisi Istimewa di dalam perebutan pedang samurai ini
memiliki peran yang sangat penting. Karena Polisi Istimewalah
yang merencanakan dan pelaku yang melakukan penggerebekan
tersebut.
F. Pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan
Polisi Istimewa yang pada saat awal kemeredekaan
Indonesia sebagai pasukan yang berkekuatan militer, banyak
melakukan perebutan-perebutan senjata milik Jepang. Ternyata,
selain melakukan perebutan senjata yang dimiliki Jepang untuk
kebutuhan pertempuran, Polisi Istimewa juga melakukan
perebutan rumah sakit yang dikuasai oleh Jepang.129
Perebutan
rumah sakit yang dilakukan oleh Polisi Istimewa adalah Rumah
Sakit Karangmenjangan. Moehammad Jasin sebagai komandan
Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya sebelum melakukan
128
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 129
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
35.
67
pengambilan Rumah Sakit Karangmenjangan terlebih dahulu
mendatangi Rumah Sakit Simpang untuk menemui pimpinan dari
Rumah Sakit Simpang dengan maksud membicarakan rencana
pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan agar menjadi
milik Indonesia.
Setelah selesai melakukan pertemuan dengan pimpinan
Rumah Sakit Simpang, Moehammad Jasin pun langsung
berangkat ke Rumah Sakit Karangmenjangan. Pada saat
berangkat ke Rumah Sakit Karangmenjangan, sekelompok
perawat laki-laki yang berasal dari Rumah Sakit Simpang dan
sekelompok pemuda mengikuti satu regu Polisi Istimewa ke
Rumah Sakit Karangmenjangan menggunakan beberapa
kendaraan.130
Ketika sudah tiba di Rumah Sakit Karangmenjangan,
Moehammad Jasin langsung melakukan pembicaraan dengan
pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan. Setelah moehammad
Jasin menjelaskan kedatanganya untuk mengambilalih Rumah
Sakit Karangmenjangan menjadi milik Indonesia, ternyata
pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan menolak untuk
memberikannya dan tetap ingin mempertahankan rumah sakit
tersebut dan tidak ingin memberikannya kepada pihak
Indonesia.131
130
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 140. 131
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
35.
68
Mendengar pernyataan dari pimpinan Rumah Sakit
Karangmenjangan tidak ingin memberikan rumah sakit tersebut
kepada pihak Indonesia, pihak Indonesia pun tetap memaksa agar
Rumah Sakit Karangmenjangan harus menjadi milik Indonesia
dengan bagaimana pun. Kemudian Moehammad Jasin
mengancam pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan bila tidak
memberikan rumah sakit tersebut maka akan dilakukan denga
cara kekerasan yaitu penyerbuan kepada Rumah Sakit
Karangmenjangan oleh Polisi Istimewa. Pimpinan Rumah Sakit
Karangmenjangan merasa ketakutan mendengar ancaman dari
Moehammad Jasin dan melihat pasukan Polisi Istimewa serta
para perawat laki-laki yang dari Rumah Sakit Simpang sudah siap
melakukan serangan yang hanya tinggal menunggu komando,
akhirnya pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan pun beserta
dengan stafnya dan isinya memberikan Rumah Sakit
Karangmenjangan kepada pihak Indonesia.132
Ketika berhasil mendapatkan Rumah Sakit
Karangmenjangan, Polisi Istimewa memberikan seluruh urusan
operasional rumah sakit tersebut kepada para dokter dan perawat
yang dibawa dari Rumah Sakit Simpang.133
Berkat Moehammad
Jasin yang memimpin Polisi Istimewa untuk melakukan
pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan ini, akhirnya
pihak Indonesia berhasil mendapatkan Rumah Sakit
132
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 140. 133
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
35.
69
Karangmenjangan tanpa adanya pertempuran dari pihak
Indonesia dan Jepang.
G. Perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan
Selain gudang persenjataan Jepang yang direbut oleh
pejuang di Surabaya, pejuang di Surabaya juga melakukan
perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan. Penyerbuan yang
dilakukan di Pangkalan Udara Morokrebangan ini diserbu oleh
Pemuda Republik Indonesia (PRI) Utara, Badan Keamanan
Rakyat (BKR) Udara, Pemuda Republik Indonesia (PRI)
Sulawesi, dan pasukan dari Polisi pada tanggal 3 Oktober 1945.
Sebelum terjadinya pertempuran antara pejuang Indonesia dengan
pihak Jepang di Pangkalan Udara Morokrembangan, Residen
Soedirman yang didampingi oleh Pembantu Inspektur Polisi
Soeyapto atas perintah dari komandan Polisi Istimewa Kota
Surabaya yaitu Sutjipto Danoekusumo. Selain itu kedatangan
Residen Soedirman dikawal panser dari Polisi Istimewa yang
dikendari oleh Samiko. Pengawalan kepada Residen Soedirman
yang dilakukan oleh Polisi Istimewa untuk memberikan rasa
aman kepada Residen Soedirman.134
Para pejuang di Surabaya yang mendatangi Pangkalan
Udara Morokrembangan ini sudah siap untuk melakukan
pertempuran dengan Jepang kalau cara tersebut diperlukan.
Tetapi, Jepang yang menjaga Pangkalan Udara Morokrembangan
tersebut tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap para
pejuang walaupun senjata selalu berada di tangan dari pasukan
134
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149.
70
Jepang. Kemudian, Residen Soedirman menyerahkan surat
kepada Komandan Jepang di Pangkalan Udara Morokrembangan
untuk meminta seluruh Pangkalan Udara Morokrembangan
beserta isinya. Permintaan pun dituruti dengan baik sehingga
tidak menimbulkan pertempuran dan senjata-senjata yang didapat
dari Pangkalan Udara Morokrembangan langsung dibagikan
kepada pemuda-pemuda Surabaya.135
Persenjataan yang di dapat dari Pangkalan Udara
Morokrembangan terdapat 2 skuadron pesawat Catalia, 3
skuadron pesawat tempur, 40 pesawat pengintai, 1 kapal terbang,
dan 3 dakota. Seluruh peralatan tempur yang berada di Pangkalan
Udara Moroktembangan resmi menjadi milik pemuda-pemuda
Surabaya.136
Selain peralatan tempur, rakyat juga mengambil
semua macam perbekalan yang ada di gudang Pangkalan Udara
Morokrembangan, baik itu adalah perbekalan dari sipil atau
militer.137
Ketika kembalinya Polisi Istimewa ke markasnya setelah
dari Pangkalan Udara Morokrembangan, terdengan suara ledakan
yang sangat besar dari kejauhan. Kemudian terlihat asap yang
sangat tebal berada di atas Pulau Madura, setelah itu ada kabar
yang mengatakan bahwa suara ledakan tersebut berasal dari
135
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 84. 136
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 137
Irna H. N. Hadi Soewito, Rakyat Jawa Timur Mempertahankan
Kemerdekaan 1, (Jakarta : PT Grasindo, 1994), 25.
71
gudang peluru Jepang yang meledak.138
Nampaknya pelucutan
senjata dari Jepang yang dilakukan oleh pejuang-pejuang di
Surabaya diikuti di seluruh Jawa Timur seperti, Karesidenan
Malang, Besuki, Kediri, Madiun, Bojonegoro, dan Madura.139
Polisi Istimewa di dalam perebutan Pangkalan Udara
Morokrembangan dari Jepang melakukan tugas sebagai pengawal
dari Residen Soedirman. Pengawalan yang dilakukan oleh Polisi
Istimewa menggunakan kendaraan panser sebagai pelindung dari
Residen Soedirman. Pengawalan tersebut pun berjalan dengan
baik, karena Residen Soedirman tetap aman dan bahkan berhasil
merebut Pangkalan Udara Morokrembangan.
Menurut pernyataan dari Jenderal Iwabe sebagai bentuk
laporan kepada Pemerinah Republik Indonesia, mengatakan
bahwa senjata dan peralatan perang yang didapatkan oleh pejuang
di Surabaya sebagai berikut:
1. 18.750 pucuk senapan berjenis karabin dan jenis lainnya.
2. 700 pistol colt revolver dan vickers Jepang.
3. 2.500 senapan mesin ringan dan berat.
4. 200 pelembar atau pelontar granat dan granat yang
jumlahnya berpeti-peti.
5. 17 pucuk meriam infanteri howitzer
6. 145 pucuk meriam anti pesawat udara.
7. 20-25 pucuk merian anti tank.
8. 650 mortir beserta dengan amunisinya.
138
Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 84. 139
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149.
72
9. 18 unit kendaraan tempur jenis tank besar termasuk
brencarrier.
10. 62 unit panserwagen.
11. 1.900 kendaraan bermotor, yang terdiri atas truk-truk
pengangkut, kendaraan patroli, sedang, dan pick up kecil dan
sedang.
12. Ditambah dengan persenjataan dan peralatan perang bekas
tentara Belanda, Australia, dan Inggris yang direbut oleh
Jepang yang kemudian dapat diambil pihak pejuang di
Surabaya.140
140
Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris
Membom Surabaya?, 146.
73
BAB V
POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU
A. Kedatangan Sekutu di Surabaya
1. Munculnya Resolusi Jihad
Sebelum kedatangan Sekutu, para kyai di bawah pimpinan
Hasyim Asy‟ari memunculkan Resolusi Jihad untuk menghadapi
kemungkinan peperangan untuk menjajah Indonesia kembali.
Para kyai memiliki peran penting dalam membakar semangat dan
moril para pejuang, terlihat saat berusaha menyampaikan bahwa
perjuangan membela tanah air adalah bagian dari jihad fi
sabilillah (berjuang di jalan Allah). Sebelum munculnya Resolusi
Jihad, terlebih dulu muncul Fatwah Jihad yang dtandadatangani
oleh Hasyim Asy‟ari pada 17 September 1945. Fatwa tersebut
berisi: 1. Hukum memerangi orang kafir yang merintangi
kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardu „ain untuk orang
Islam dan mungkin juga bagi orang kafir. 2. Untuk orang yang
meninggal pada saat berperang melawan NICA dan
komplotannya, maka orang itu mati syahid. 3. Orang-orang yang
memecah persaudaraan kita saat ini makan wajib dibunuh.141
Setelah munculnya Fatwah Jihad, Nahdlatul „Ulama (NU)
sebagai organisasi sosial keagamaan yang anti dengan penjajahan
memanggil seluruh konsulnya se-Jawa dan Madura untuk
menentukan sikap terhadap NICA (Netherlands-Indies Civil
Administratio) dan Sekutu. Pertempuran yang dilakukan para
141
Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad:
Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949), (Tangerang : Pustaka
Compass, 2014), 205.
74
konsul NU dilakukan di kantor PBNU Bubutan Surabaya pada
tanggal 21-22 Oktober 1945 dan pertemuan dipimpin oleh KH.
Wahab Hasbullah. Dari hasil pertemuan tersebut menghasilkan
Resolusi Jihad.142
Adapun isi dari Resolusi Jihad sebagai Berikut:
“Bismillahirrahmanirrahim
Rapat Besar wakil-wakil daerah (konsul-konsul) Perhimpunan
Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober
1945 di Surabaya.
Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap daerah seluruh Jawa-Madura ternyata betapa
besarnya hasrat umat Islam alim dan alim ulama di tempatnya
masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA,
KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.
Menimbang:
a. Bahwa untuk mempertahankan dab menegakkan Negara
Republik Indonesia menurut Hukum Islam, termasuk sebagai
kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam.
b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian
besar terdiri dari umat Islam.
Mengingat:
a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang
dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan kejahatan
dan kekejaman yang mengganggu ketentraman umum.
b. Bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan
maksud melanggar kedaulatan Negara Rebublik Indonesia
dan agama, dan ingin kembali menjajah di sini makan di
beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang
mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah
dilakukan oleh umat Islam yang merasa wajib menurut
agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan
agamanya.
d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu
perlu mendapatkan perintah dan tuntutan yang nyata dari
142
Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara
RI, (Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995), 53.
75
pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-
kejadian tersebut.
Memutuskan:
a. Memohon dengan sangat kepada pemerintah Republik
Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang
nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan
membahayan Kemerdekaan dan Agama dan Negara
Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki
tanganya.
b. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat
„sabilillah‟ untuk tegaknya Negara Republik Indonesia dan
Agama Islam.
Surabaya, 22 -10-1945
HB. Nahdlatul Ulama”143
Isi pokok pada Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 ini
adalah untuk menyerukan perlawan fisik untuk mempertahankan
kemerdekaan. Perlawanan fisik yang dilakukan terhadap Sekutu
dan Belanda yang membonceng terhadap Sekutu yang ingin
menjajah Indonesia kembali hukumnya adalah wajib dilakukan
bagi setiap muslim.144
Munculnya Resolusi Jihad ini semakin
membuat umat Islam dan badan perjuangan semangat dalam
mempertahankan kemerdekaan.
2. Pendaratan Sekutu di Jakarta
Sebelum datangnya Sekutu ke Surabaya, Sekutu
mengutus seorang perwira bernama Kapten Huijer145
ke
143
Kutipan asli diambil dari buku, Zainul Milal Bizawie, Laskar
Ulama – Santri & Resolusi Jihad: Garda Terdepan Menegakkan Indonesia
(1945-1949), 207-208. 144
Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad
“Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara”, (Jombang :
Pustaka Tebuireng, 2015), 173. 145
Kapten Huijer merupakan seorang perwira yang berasal dari
Tentara Angkatan Laut Belanda. Huijer berasal dari kesatuan komando
Angkatan Laut Belanda yang sangat berpengalaman dan memiliki keberanian
76
Surabaya. Datangnya Kapten Huijer ke Surabaya bertujuan untuk
mengurus tahanan Relief of Allied Prisoners of War and
Internees (RAPWI). Ketika sampai di Surabaya, Kapten Huijer
langsung menemui Residen Seodirman untuk meminta supaya
seluruh tawanan Sekutu dibebaskan. Selain itu, Kapten Huijer
juga meminta supaya Pangkalan Udara Morokrembangan
dikosongkan. Permintaan Kapten Huijer pun ditolak, karena
masyarakat mencurigai ada rencana licik yang direncanakan oleh
Belanda untuk berkuasa lagi di Indonesia.146
Melihat sikap dari
Kapten Huijer yang tidak sopan dan untuk memberikan rasa
aman kepada dirinya sendiri, Residen Soedirman pun meminta
supaya Kapten Huijer diamankan.147
Pada tanggal 22 Oktober 1945, Ketua Badan Keamanan
Rakyat (BKR) Kota Surabaya, Kolonel Soengkon meresmikan
terbentuknya BKR-Pelajar. Susunan BKR-Pelajar sebagai
berikut:
1. Staf I berasal dari pelajar SMT Darmo dan SMP II Ketabang.
Ketua dari sekolah-sekolah tersebut bernama Achmad
Wardojo dan Moeljosoedjono. Markas Staf I berada di
yang luar biasa. Kapten Huijer pernah bertugas di Markas Besar Pasukan
Sekutu di Colombo, Sri Langka. Pada saat bertugas di Markas Besar Pasukan
Sekutu di Colombo, Kapten Huijer bersama-sama dengan Kapten Raymond
Westerling. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan
Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : Bhuana Ilmu
Populer, 2012), 217-218. 146
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
(Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 48. 147
G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 I, (Yogyakarta : Kanisius,
1999), 99.
77
Darmo Raja No. 49 dan jumlah anggota staf I sekitar 300
orang.
2. Staf II berasal dari pelajar yang berasal dari sekolah-sekolah
yang berada di sekitar Praban. Markas staf II menempati
gedung SMP 1 Praban, sebagai ketua Aniroen dan wakil
ketua Mohammad Tohor. Jumlah anggota sekitar 200 orang.
3. Staf III berasal dari pelajar SMTT dan STN. Markas dari staf
III menempati gedung Sekolah Teknik Pertama di Sawahan.
Sebagai ketua Abdoel Sjoekoer dan wakil ketua Soenarto.
Jumlah anggota staf III sekitar 800 orang.
4. Staf IV berasal dari pelajar SMT Darmo kelas II dan pelajar
yang berasal dari sekitar Heeren Straat (sekarang Jalan
Rajawali). Sebagai ketua Soetojo Rahardjo dan wakil ketua
Ismail Kartasasmita. Jumlah anggota staf IV sekitar 30
orang.148
Setelah terbentuknya BKR-Pelajar sebanyak IV staf,
kemudian Staf I, II, dan IV, mendapat pelatihan kemiliteran dari
komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya Moehammad
Jasin, Karli, dan para pelatih lainnya yang berasal dari Polisi
Istimewa. Setelah dilatih oleh para pelatih dari Polisi Istimewa,
staf I, II, dan IV disatukan menjadi badan perjuangan sendiri
yang diresmikan pada tanggal 19 Oktober 1945 oleh Ketua BKR
Kota Surabaya, Kolonel Soengkono. Staf I, II, dan IV kemudian
menjadi badan perjuangan sendiri dengan nama resmi “BKR
148
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 127-128.
78
Kota, Darmo 49, Soerabaya”.149
Dibentuknya pasukan ini untuk
memperkuat pertahanan Indonesia.
Pada awalnya ada isu yang menyebutkan bahwa Sekutu
akan datang ke Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1945, sehingga
masyarakat Surabaya mempercepat dalam melakukan konsolidasi
kekuatan mereka.150
Ternyata kabar pasti Sekutu akan tiba di
Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 yang disampaikan oleh
orang-orang yang berasal dari gubernuran yang mendapat
informasi dari Menteri Penerangan Amir Syarifuddin dan
mengatakan bahwa kedatangan Sekutu ke Surabaya untuk
menyelasikan masalah tawanan perang dan kaum interniran
Belanda, melucuti dan memulangkan Tetara Jepang ke
negaranya, dan menjaga serta memelihara ketertiban umum.
Bahkan Amir Syarifuddin meminta supaya masyarakat Surabaya
untuk membantu tugas Sekutu di Surabaya.151
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Sebelum Sekutu
mendaratkan armadanya, drg. Moestopo yang mendapat
kepercayaan dari pemerintah pusat menjadikannya sebagai
Menteri Pertahanan ad-interim dengan didampingi oleh
komandan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya Mohammad
Jasin, mengirimkan morse dari pantai Tanjung Perak kepada
armada Sekutu supaya tidak mendaratkan pasukannya. Larangan
149
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 128. 150
Mestika Zeid, “Perjuangan dan Diplomasi”. Dalam Indonesia
dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, ed. Taufik Abdullah dan A. B.
Lapian (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2009), 205. 151
R. S. Achmad, Surabaya Bergejolak, (Jakarta : CV Haji
Masagung, 1990), 53.
79
pendaratan pasukan itu diulang lagi dengan menambah ancaman,
kalau pasukan Sekutu tetap ingin melakukan pendaratan maka
akan menghadapi resiko berperang. Tetapi balasan dari Sekutu
bahwa mereka tidak menerima perintah dari siapapun kecuali dari
Panglima Sekutu.152
Para pemuda yang sudah memiliki persenjataan yang
didapat dari Jepang siap untuk bertempur menghadapi siapapun
untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.153
Melihat
jawaban yang tidak diharapkan dari Sekutu membuat
Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa
Karesidenan Surabaya langsung mempersiapkan pasukannya
untuk menghadapi pasukan Sekutu di garis demarkasi di pesisir
pantai. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga mempersiapkan
pasukannya yang berjumlah sekitar 20.000 orang. Dari rakyat pun
ikut dalam persiapan melawan Sekutu dengan massa tidak kurang
dari 120.000 yang bersiap di gerbang Surabaya. Bahkan
masyarakat juga tidak ketinggalan ikut andil dengan menebang
pohon-pohon yang kemudian dibentangkan di jalan untuk
menghalangi tank yang dibawa Sekutu tidak bisa memasuki
jantung kota.154
152
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2010), 27. 153
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, (Jakarta : Balai Pustaka,
2010), 187. 154
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 28.
80
Tepat pada tanggal 25 Oktober 1945 ini akhirnya Sekutu
mendaratkan pasukannya di pelabuhan Tanjung Perak dari
Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal (Brigjen)
Mallaby, Brigade ini berada dalam bagian Divisi India ke-23 di
bawah pimpinan Mayor Jenderal (Mayjen) D. C. Hawthorn.155
Kedatangan Sekutu ke Surabaya menggunakan beberapa kapal
seperti, kapal Wapenley, Malika, Assidious, Floristin, dan lain-
lain. Selain itu, kapal-kapal ini didampingi dengan kapal-kapal
perang. Jumlah pasukan yang dibawa dengan kapal-kapal tersebut
berjumlah sekitar 6000 orang.156
Pasukan Sekutu yang datang ke Surabaya merupakan
pasukan yang berkebangsaan Inggris dan kesatuan-kesatuan
tentara Inggris yang berkebangsaan India yang lebih dikenal
dengan Gurkha. Pasukan Inggris yang tergabung dengan Sekutu
yang ditugaskan ke Indonesia dikenal sebagai Allied Force for
Netherlands East Indies (AFNEI).157
Tugas dari AFNEI datang ke
Indonesia sebagai berikut:
155
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 187. 156
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 27. 157
Menurut Des Alwi seorang pelaku sejarah yang ikut berjuang di
Surabaya dan juga sebagai anak anggkat dari Moehammad Hatta mengatakan
pasukan yang tiba berasal dari Punjabi dan Dogra yang didatangkan dari
wilayah India bagian timur, sehingga pasukan tersebut bukan berasal dari
Gurkha. Diketahuinya yang mendarat bukan orang Gurkha karena ada
perbedaan antara orang Gurkha dengan pasukan yang didaratkan di Surabaya.
Orang Gurkha berasal dari Nepal, India bagian utara dan wajah orang Gurkha
memiliki kemiripan dengan orang China. Tentara Gurkha terkenal dengan
keberanian dan kekejamannya di dalam pertempuran satu lawan satu dengan
menggunakan senjata tradisional bernama “kukri” sejenis pisau tajam
81
1. Melucuti persenjataan, mengembalikan tentara Jepang ke
negaranya, dan menerima penyerahan tentara Jepang tanpa
syarat apapun.
2. Untuk membebaskan Allied Prisoners and War Interness
(APWI) dan tugas ini diberi nama sebagai Relief of Allied
Prisoners of War and Internees (RAPWI).
3. Untuk membuat kemungkinan agar pemerintah sipil bisa
berfungsi kembali, maka dari itu AFNEI menjaga keamanan
dan ketertiban.
4. Untuk mencari informasi tentang penjahat perang dan
mengadilinya.158
3. Perjanjian Sekutu dan Indonesia di Surabaya
Pada saat kedatangan pasukan Sekutu, sebenarnya
Pemerintah Daerah Surabaya merasa keberatan dengan
kedatangan Sekutu. Walaupun merasa keberatan, tetapi
Pemerintah Daerah Surabaya tetap menerima pendaratan Sekutu
karena adanya pesan dari Pemerintah Pusat supaya kedatangan
melengkung. Pada saat Perang Dunia II, masyarakat antar negara menyaksikan
keberanian dari pasukan Gurkha ini ketika berhasil melumpuhkan pasukan dari
Jerman dan Jepang.
Karena sejak awal berita yang sudak tersebar bahwa pasukan Sekutu
yang akan mendarat di Surabaya adalah Gurkha, maka setiap pasukan Sekutu
yang berasal dari India disebut sebagai Gurkha. Padahal pada awal kedatangan
Sekutu ke Surabaya atau selama bulan Oktober 1945, pasukan yang berasal
dari Gurkha tidak ada yang ikut datang dan bertempur di Surabaya. Pasukan
Gurkha datang ke Surabaya pada bulan November 1945 setelah pasukan dari
Inggris datang dan langsung ikut bertempur di Surabaya untuk menghukum
rakyat Surabaya. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945:
Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 208-209. 158
G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 I, 97.
82
Sekutu harus diterima di Surabaya.159
Langkah awal Sekutu
ketika tiba Surabaya adalah dengan menemui pimpinan pejuang,
yang pada saat itu pihak Sekutu diwakilkan langsung oleh
Brigjen Mallaby. Kemudian pimpinan pejuang diwakili dengan
drg. Moestopo, Bung Tomo (pimpinan Badan Pemberontakan
Republik Indonesia), dan Moehammad Jasin (komandan Polisi
Istimewa Karesidenan Surabaya). Ketika Brigjen Mallaby sedang
melangsungkan pembicaraan dengan perwakilan Indonesia,
pasukan Sekutu bergerak memasuki pusat kota. Melihat pasukan
Sekutu bergerak memasuki pusat kota, pemuda pejuang sangat
marah dan ingin menyerang pasukan Sekutu. Kemudian Sekutu
memberitahu bahwa kedatangan mereka hanya untuk
membebaskan tahanan orang-orang Belanda dan melucuti
persenjataan Jepang, kedatangan mereka tidak ingin berperang
dengan Indonesia. mendengar alasan tersebut kemudian
meredahkan amarah pemuda pejuang dan tidak menimbulkan
pertempuran.160
Dua orang perwira dari pihak Sekutu yang bernama
Kapten Donald dan Letnan Gordon Smith, menuju ke gubernuran
untuk menemui Gubernur Soeryo atas perintah Brigjen Mallaby.
Kedatangan dua perwira tersebut dengan maksud menyampaikan
pesan dari Brigjen Mallaby kepada Gubernur Soeryo untuk
melakukan pertemuan di kapal perang miliki Sekutu. Tetapi,
Gubernur Soeryo menolak permintaan tersebut, karena Gubernur
159
Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB),
(Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran, 1994), 192. 160
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 28.
83
Soeryo akan menghadiri rapat kerja dengan seluruh residen di
Jawa Timur. Kedua perwira tersebut pun memaksa Gubernur
Soeryo, tetepi Gubernur Soeryo tetap tidak bisa memenuhi
permintaan dua perwira tersebut. Kemudian dua perwira tersebut
meninggalkan ruangan tanpa pamit kepada Gubernur Soeryo.161
Setelah undangan dari Brigjen Mallaby ditolak oleh
Gubernur Soeryo, pada sore harinya Sekutu mendaratkan
pasukannya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada
Pemerintah Daerah Surabaya. Mengetahui hal tersebut Gubernur
Soeryo mengirim delegasi untuk menemui Sekutu, delegasi
tersebut yaitu Roeslan Abdulgani, dr. Soegiri, Bambang
Soeprapto, Kustur, dan drg. Moestopo sebagai Menteri
Pertahanan ad-interim. Delegasi tersebut dikirim untuk
menyampaikan pesan dari Gubernur Soeryo yang mendapat
perintah dari Pemerintah Pusat supaya tidak menghalangi tugas
Sekutu di Surabaya dan harus menyelesaikan segala urusan
dengan Sekutu melalui cara yang damai.
Dari delegasi tersebut ikut juga dua anggota Polisi
Istimewa yaitu Komandan Polisi Prawirosoedirdjo dan
Komandan Polisi Paiman untuk menemui Sekutu. Delegasi ini
juga meminta agar Sekutu tetap berada di pelabuhan untuk
sementara waktu sampai pihak Pemerintah Republik Indonesia
mengatur tempat untuk mereka. Kolonel Pugh dari Sekutu
meminta supaya pasukan Sekutu boleh masuk ke kota dan akan
161
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1997), 108-109.
84
tidur di jalan. Mendapat jawaban tersebut delegasi kembali ke
gubernuran untuk melapor. Setelah itu Kolonel Pugh diantar dr.
Soegiri untuk bertemu dengan drg. Moestopo di bekas gedung
Handels Vereeniging Amsterdam (HVA). Dalam pembicaraan
antara Kolonel Pugh dengan drg. Moestopo menghasilkan
kesepakatan bahwa Sekutu boleh keluar pelabuhan, tetapi tidak
lebih hingga garis 800 meter dari pelabuhan.162
Pada esok harinya, yaitu tanggal 26 Oktober 1945,
diadakan perundingan antara pihak Sekutu dengan pihak
Republik Indonesia di Jalan Kayoon.163
Pihak Indonesia yang
hadir dalam pertemuan tersebut adalah Residen Soedirman, Doel
Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Radjamin Nasution
(Walikota Surabaya), dan Mohammad Mangundiprodjo
(perwakilan TKR). Sementara itu pihak dari Sekutu yang hadir
adalah Brigjen Mallaby yang didampingi dengan beberapa
stafnya.164
Dalam perundingan yang dihadiri oleh dua belah pihak
tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Tidak boleh ada tentara Belanda yang ikut dengan pasukan
Sekutu.
2. Untuk menjamin ketentraman dan keamanan, pihak Sekutu
harus bersedia bekerja sama dengan pihak Indonesia.
162
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
50. 163
Heru Sukadri K, Soewarno, dan Umiati RA, Sejarah Revolusi
Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur, (Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), 109. 164
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 233.
85
3. Untuk memperlancar kerjasama antara pihak Indonesia
dengan Sekutu, maka dibentuk kontak biro.
4. Persenjataan yang dilucuti oleh Sekutu hanya tentara Jepang,
tidak boleh ada pelucutan terhadap pasukan Indonesia.165
Setelah disepakatinya perjanjian tersebut, pada hari itu
juga Sekutu melakukan pendaratan pasukan-pasukannya.
Kemudian pasukan Sekutu menuju ke penjara Kalisosok tempat
ditahannya orang-orang Belanda dan membebaskan tahanan-
tahanan tersebut, bahkan Kapten Huiyer yang sebelum
kedatangan Sekutu ke Surabaya ditangkap pihak Indonesia juga
dibebaskan tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pada keesokan
harinya tanggal 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu mendatangi
tempat-tempat interniran Belanda dan tempat tawanan-tawanan
Jepang. Selain itu Sekutu menempati gedung-gedung strategis
yang berada di Surabaya, seperti gedung Hogere Burger School
(HBS), Badan Penanaman Modal (BPM), Radio Republik
Indonesia (RRI), Internatio, Hotel Brantas, dan lain-lainnya.166
Sekutu sudah boleh membebaskan interniran Belanda dan
menduduki tempat-tempat strategis karena sudah tertulis di dalam
perjanjian.
B. Pertempuran Tiga Hari di Surabaya
1. Penyebab Pertempuran Tiga Hari
Setelah Sekutu merasa sudah kuat keberadaannya di
Surabaya dengan adanya perjanjian-perjanjian yang dilakukan
165
Iskandar Syah, Sejarah Nasional Indonesia, (Yogyakarta : Suluh
Media, 2016), 22. 166
Heru Sukadri K, Soewarno, dan Umiati RA, Sejarah Revolusi
Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur, 110.
86
sebelumnya dengan pihak Indonesia, pada tanggal 27 Oktober
1945 pukul 11.00, datang pesawat dari Jakarta atas utusan
Panglima Divisi ke-23, Mayjen Hawthorn untuk menyebarkan
pamflet-pamflet dari pesawat ke seluruh Jawa. Isi pamflet
tersebut adalah perintah supaya seluruh persenjataan yang
dimiliki oleh masyarkat harus diserahkan kepada pihak Sekutu di
Surabaya dalam batas waktu 2X24 jam setelah pamflet tersebut
disebar.167
Sangat jelas bahwa yang dilakukan Sekutu sangat
bertentangan dengan isi perjanjian dengan pihak Indonesia.
Kemudian drg. Moestopo bersama dengan Residen Soedirman
menemui Brigjen Mallaby untuk menanyakan maksud dari
pamflet-pamflet tersebut. Ternyata Mallaby tidak mengetahui
adanya pamflet-pamflet yang ditandatangani oleh atasannya.
Tetapi, sebagai seorang militer, Mallaby lebih memilih untuk
mematuhi perintah dari atasannya. Walaupun sudah ada
kesepakatan dengan pihak Indonesia, Mallaby akan tetap
melaksanakan perintah yang diberikan oleh atasannya. Sikap
yang ditunjukkan Mallaby membuat drg Moestopo dan
Soedirman sangat kecewa, karena Mallaby dianggap tidak bisa
memegang perjanjian yang sudah disepakati.168
Bahkan tentara
Sekutu melakukan pelucutan senjata para pejuang Indonesia dan
167
Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris
Membom Surabaya?, (Jakarta : Millennium Publisher, 2001), 229. 168
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, (Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991), 363-364.
87
melakukan penembakan mortir ke pos-pos pertahanan
Indonesia.169
Secara terang-terangan Sekutu melakukan pelanggaran
terhadap perjanjian yang sudah disepakati antara dua belah pihak
(Sekutu dan Indonesia). Isi perjanjian tersebut dilanggar oleh
pihak Sekutu yang mengakibatkan kemarahan masyarakat
Surabaya. Kemarahan masyarakat Surabaya pun mengakibatkan
pertempuran selama tiga hari karena menolak perintah untuk
menyerahkan persenjataan kepada Sekutu.
2. Pertempuran 10 November 1945 antara Polisi Istimewa
dengan Sekutu
Pada tanggal 28 Oktober 1945, pasukan Polisi Istimewa
yang dipimpin oleh Moehammad Jasin mendapat tugas untuk
menyerang pasukan Sekutu yang berada di Hotel Internatio dan
pos tentara Sekutu yang terletak di Jembatan Merah. Pergerakan
Polisi Istimewa ini bermodalkan senjata berat dan didukung oleh
mobil lapis baja sehingga penyerangan pun dilakukan dengan
kekuatan yang luar biasa. Walaupun terlihat ada balasan
tembakan dari Sekutu, tetapi tembakan balasan tersebut tidak
menghasilkan apa-apa dan pasukan Sekutu pun pada akhirnya
tidak berdaya.170
Pada saat melakukan penyerangan kedua tempat tersebut,
Moehammad Jasin dan pasukannya mendapat bantuan tenaga dari
Polisi Istimewa Mojokerto, Kediri, Malang, Besuki. Tambahan
169
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 29. 170
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 30-31.
88
pasukan Polisi Istimewa dari daerah lain semakin menambah
kekuatan pasukan Polisi Istimewa yang dipimpin oleh
Moehammad Jasin, sehingga pada saat bertempur dengan Sekutu
di dua tempat tersebut, Moehammad Jasin dan Pasukannya tidak
mendapat kesulitan. Setelah berhasil mengalahkan Sekutu di
Hotel Internatio dan pos tentara Sekutu di Jembatan Merah,
Moehammad Jasin membagi pasukannya untuk melancarkan
serangan selanjutnya. Satu kelompok pasukan Polisi Istimewa
diperintahkan oleh Moehammad Jasin untuk melakukan
penyerangan Sekutu di gedung sekolah HBS (Horege Burger
School), pasukan ini berada di bawah komando Wirato.171
Disaat Moehammad Jasin sedang menyusun strategi,
mendapat berita bahwa pos polisi di Bubutan telah berhasil
dikuasai oleh Sekutu. Mengetahui kabar tersebut Moehammad
Jasin langsung memerintahkan dua anggotanya yaitu Luwito dan
Gontah untuk memimpin satu pasukan Polisi Istimewa yang
dilengkapi dengan mobil lapis baja atau panser untuk menyerang
pos polisi yang dikuasai oleh Sekutu.172
Serangan pun dilakukan
oleh Polisi Istimewa di bawah pimpinan Gontah, penyerangan ini
pun membuat Sekutu yang menduduki pos polisi Bubutan tidak
berdaya sehingga pasukan Sekutu pun berhasil diporak-
porandakan oleh Polisi Istimewa. Jumlah pasukan Sekutu yang
menduduki pos polisi Bubutan berjumlah 350 orang dan
kebanyak dari pasukan Sekutu adalah tentara Gurkha yang
171
Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, (Jakarta :
PPKBI, 1998), 43. 172
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 31.
89
sebagian besar beragama Islam.173
Hal itu diketahui karena pada
saat mereka tertembak, mereka minta diampuni oleh Polisi
Istimewa karena mereka sesama orang muslim.174
Satu pasukan Polisi Istimewa melakukan penyerangan ke
Hotel Liberty (Yamato Hoteru atau Oranje Hotel) di Tunjangan.
Pasukan Polisi Istimewa yang menyerang Hotel Liberty berada di
bawah pimpinan Prawiro . Dalam Penyerangan ini, Polisi
Istimewa menjadi pelopor karena para pejuang lainnya pun
segera mengikuti penyerangan yang dilakukan oleh Polisi
Istimewa sehingga pertempuran hebat pun terjadi. Penyerangan
ke Hotel Liberty dikarenakan sebagai markas Sekutu yang
menjadi tempat persembunyian NICA (Netherlands-Indies Civil
173
Des Alwi menceritakan kisahnya saat pertempuran sedang
berlangsung, ketika Presiden Soekarno datang ke Surabaya atas permintaan
pihak Sekutu untuk menyelesaikan pertempuran yang sedang terjadi. Des Alwi
mengatakan kepada Soekarno bahwa ada tentara Sekutu yang selalu
meneriakkan Allahu Akbar, tetapi Des Alwi tidak mengetahui apakah mereka
orang Islam. Kemudian Soekarno memperikirakan bahwa Inggris merekrut
orang India bagian timur, kalau hal tersebut benar, kemungkinan mereka yang
dikirim ke Surabaya adalah orang Islam. Soekarno pun memerintahkan Des
Alwi agar memberitahu pejuangan Indonesia di Surabaya bahwa Sekutu
membawa orang-orang Islam dalam pasukannya dan Soekarno meminta agar
sebisa mungkin hindari pertempuran dengan orang-orang Islam tersebut.
Soekarno pun meminta kepada Des Alwi untuk mengajak orang-orang Islam
yang ada di pihak Sekutu agar mendukung kemerdekaan Indonesia, jangan
sampai terpengaruh adu domba dan jangan saling membunuh sesama muslim.
Untuk orang-orang Inggris, Soekarno mengatakan terserah pejuang di
Surabaya ingin melakukan apa pun terhadap orang-orang Inggris. Lihat, Des
Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby
dibunuh atau Terbunuh?, 272. 174
Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, 43.
90
Administratio) yang sangat tidak diterima oleh masyarakat
Surabaya bahkan masyarakat Indonesia.175
Penyerangan juga terjadi di gedung HBS. Gedung HBS
ini dijadikan sebagai tangsi oleh Sekutu. Atas perintah dari
Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa Karesidenan
Surabaya, satu pasukan yang dipimpin oleh Wirato mendapat
tugas untuk melakukan penyerangan di gedung HBS. BKR
(Badan Keamanan Rakyat) Laut di bawah pimpinan Oemar Said
juga sudah bersiap-siap untuk menyerang gedung HBS. Pasukan
yang dipimpin oleh Oemar Said berjumlah 31 orang.176
Polisi
Istimewa dan BKR Laut beserta rakyat pun melakukan
penyerangan ke gedung HBS. Akhir dari penyerangan ke gedung
HBS ini, Polisi Istimewa dan BKR Laut pimpinan Oemar Said
beserta rakyat berhasil melumpuhkan dua peleton pasukan Sekutu
yang mempertahankan gedung HBS tersebut. Malapetaka dalam
pasukan Indonesia dengan tertembaknya Oemar Said di bagian
perutnya, tetapi nyawa Oemar Said masih bisa tertolong.177
Pada sore hari sekitar pukul 16.00, tiga orang anggota
Polisi Istimewa yang bernama Komandan Polisi Sahoed
Prawirodirdjo, Komandan Polisi Soekardi, dan Agen Polisi
Kadam mengadakan koordinasi pasukan menggunakan sepeda
175
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya,
(Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986),
200. 176
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, (Jakarta : PT
Mutiara Sumber Widya, 1985), 54. 177
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 34.
91
motor Zyspan Harley Davidson kebeberapa tempat untuk
berkumpul di Kantor Besar Polisi. Ketika tiga anggota Polisi
Istimewa tersebut menuju Hoofdbureau, mereka dicegat oleh
pasukan Sekutu dan diculik untuk dibawa ke lapangan terbang
Tanjung Perak. Sesampainya di Jalan Rajawali, tentara Sekutu
melakukan penembakan kepada tiga anggota Polisi Istimewa
tersebut. Setelah tertembak, ketiga anggota Polisi Istimewa
tersebut dibawa oleh kawan-kawan yang berasal dari PRI-II
untuk dibawa ke Pos Palang Merah PRI II.178
Pimpinan Palang Merah yang mengetahui ada anggota
Polisi Istimewa yang diserang oleh Sekutu, pimpinan Palang
Merah tersebut pun langsung melaporkannya kepada Bung Tomo
sebagai pimpinan Badan Pemberontak Republik Indonesia
(BPRI). Mengetahui adanya anggota Polisi Istimewa ada yang
tertembak, Bung Tomo langsung menyiarkannya lewat radio dan
menyebutkan nama-nama anggota Polisi Istimewa yang
mendapat serangan dari pihak Sekutu. Dalam pidatonya di radio,
Bung Tomo pun memerintahkan supaya masyarakat mengadakan
penyerangan terhadap Sekutu.179
Penyerangan pun terjadi di penjara Koblen. Di penjara
Koblen terdapat banyak tahanan-tahanan Jepang yang ditawan
oleh pihak Indonesia sewaktu melakukan pelucutan senjatanya.
Kemudian tahanan-tahanan Jepang tersebut dipersenjatai oleh
178
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 112-113. 179
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
53-54.
92
pasukan Sekutu dari tentara Gurkha. Melihat hal tersebut,
membuat masyarakat yang berada di sekitar penjara Koblen
merasa khawatir dan terancam. Masyarakat pun bersiap dan
sudah berjaga-jaga di sekitar penjara Koblen sejak Minggu
malam, penyerangan di penjara Koblen pun akan dilakukan
keesokan harinya pada saat suasana terang.180
Pada pagi harinya, tanggal 29 Oktober 1945, pasukan
Polisi Istimewa melakukan penerobosan ke penjara Koblen untuk
mencegah supaya pasukan Sekutu yang berasal dari tentara
Gurkha dan orang-orang Jepang tidak bisa melarikan diri dari
penjara Koblen untuk mencari tempat perlindungan di tempat
lain.181
Letusan tembakan pertama terjadi sekitar pukul 09.00,
disusul dengan tembak-menembak antar dua belah pihak karena
tentara Gurkha dan Jepang tetap ingin mempertahankan penjara
tersebut.182
Masyarakat sempat ingin melakukan pembakaran
terhadap penjara tersebut, tetapi rencana pun dibatalkan karena
letak dari penjara tersebut berdekatan dengan perumahan. Karena
luas penjara Koblen sangat luas dan terdapat lapangan yang tidak
rata, geranat tangan yang dilempar ke dalam penjara oleh rakyat
Surabaya pun tidak mengenai sasaran dengan tepat. Cara lain pun
dilakukan dengan menobrak pintu belakang penjara dan para
pejuang pun berhasil masuk, tanah yang tidak rata pun menjadi
180
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 400-401. 181
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 53. 182
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 401.
93
menguntungan karena bisa menjadi tempat perlindungan dari
para pejuang. Setelah itu, mobil lapis baja pun masuk ke penjara
Koblen.
Mendapat posisi yang tidak menguntungkan karena
menghadapi Polisi Istimewa dengan masyarakat, akhirnya
pasukan Gurkha dan Jepang yang bertahan pun akhirnya
menyerah. Ada sekitar 300 pasukan Gurkha dan Jepang yang
menyerah kepada pihak pejuang di Surabaya dan ada beberapa
pasukan Gurkha yang meninggal. Pasukan yang menyerah pun
dibawa oleh masyarakat ke kantor seksi polisi. Selain orang-
orang Ghurka dan Jepang, ternyata pasukan yang menyerah
didapati beberapa orang berkulit putih yang diduga berasal dari
orang-orang NICA (Netherlands-Indies Civil Administratio).183
Gedung Radio Surabaya yang dikuasai oleh tentara
Sekutu pun mendapat kepungan dari masyarakat Surabaya.
Masyarakat yang melakukan pengepungan ternyata tidak
menguasai medan pertempuran, sehingga mengakibatkan
banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Musuh yang menguasai
lantai dua dengan mudah menembakan masyarakat yang berada
di bawah. Tentara Sekutu yang menguasai gedung Radio
Surabaya mengira pemancar radio Surabaya ada di gedung
tersebut, ternyata pemancar radio Surabaya terletak di Embong
Malang sehingga membuat pasukan Sekutu melakukan
kekeliruan yang tidak disadari. Bahkan pemancar radio Surabaya
yang terletak di Embong Malang mendapat penjagaan yang
sangat ketat oleh Polisi Istimewa.
183
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 53-54.
94
Pasukan Sekutu yang berada di lantai dua sangat
diuntungkan dengan menembak dan mengawasi masyarakat yang
sedang mengepungnya, karena jendela tempat pasukan Sekutu
melakukan tembakan dan mengawasi masyarakat tertutup dengan
gorden. Sehingga setiap orang yang lewat depan gedung Radio
Surabaya ditembak dan banyak menimbulkan korban jiwa.
Setelah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, akhirnya diutus
seorang kurir untuk meminta pertolongan kepada Polisi Istimewa.
Melihat keadaan di gedung Radio Surabaya nampaknya tidak
cukup jika hanya dibantu dengan pasukan, maka dikirimkan
bantuan dengan panser Polisi Istimewa yang dikendarai oleh
Loewito, Wagimin, dan Soetrisno.184
Setelah panser Polisi Istimewa sampai di gedung Radio
Surabaya, terlihat banyak sekali korban yang berjatuhan namun
tidak ada yang berani menolong dan memindahkannya ke tempat
yang aman. Panser Polisi Istimewa datang dari arah barat dengan
sangat hati-hati. Sebenarnya, ada beberapa orang penyerbu yang
berhasil sampai di bawah gedung Radio Surabaya, tetapi tidak
ada yang berani untuk masuk, dikarenakan khawatir ada pasukan
yang menjaga pintu masuk gedung dari atas. Panser Polisi
Istimewa yang melewati gedung Radio Surabaya pun menjadi
incaran tembakan dari atas gedung oleh pasukan Sekutu. Panser
Polisi Istimewa pun berputar arah sehingga posisinya berada di
depan gedung, kemudian anggota Polisi Istimewa yang ada di
dalam panser melakukan tembakan menggunakan senapan mesin
184
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 388.
95
watermantel 7,7 yang diarahkan ke jendela tempat pasukan
Sekutu mengintai dan melakukan tembakan.
Ketika polisi Istimewa melakukan penembakan, ternyata
masih ada balasan tembakan dari pasukan Sekutu. Tembakan dari
panser tampaknya bisa dihindari oleh pasukan Sekutu. Kemudian
Luwito pun turun dari panser dan meminta para pengepung yang
ada di bawah bagian depan gedung untuk menyingkir ke kiri,
karena Polisi Istimewa bermaksud ingin menghancurkan dinding
kaca di muka ruang tamu dan membakar gedung. Wagimin
langsung mengendarai panser untuk berpindah ke bawah gedung
untuk menghindari lemparan granat musuh. Sementara tugas
Soetrisno melindungi teman-temannya dari incaran sniper
musuh.185
Ketiga anggota Polisi Istimewa kemudian berkumpul lagi
sambil melakukan gerakan mendekati gedung untuk
membakarnya sambil membawa dua gerigen bensin dari
pansernya dan melemparkannya dengan tutup yang sudah
terbuka. Setelah bagian depan gedung sudah dibasahi dengan
bensin, Wagimin langsung mengendarai panser untuk menjauhi
gedung. Pada saat menjauhi gedung ini dilempar sebuah granat
tangan tepat di muka gedung. Dimulai dengan suara yang keras
seketika api pun membakar gedung Radio Surabaya. Panser
Polisi Istimewa segera diamankan supaya tidak terkena api.
Setelah gedung terbakar, pasukan Sekutu yang awalnya
hanya berlindung di dalam gedung segera keluar sebanyak 10
185
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 208.
96
orang dari kepulan api. 10 orang dari Sekutu tersebut keluar
dengan setengah wajahnya hangus dengan menyandang
senjatanya sambil mengangkat tangan sebagai tanda menyerah.
Walaupun musuh sudah menyerah, masyarakat yang sudah sangat
emosional dengan yang dilakukan oleh musuh, kemudian
masyarakat langsung menyerang tanpa belas kasihan. Musuh
dibunuh dengan senjata apa adanya yang dimiliki oleh
masyarakat.186
Setelah selesai melaksanakan tugasnya di gedung Radio
Surabaya, tiga anggota Polisi Istimewa pulang membawa
pansernya ke asramanya di Coen Boulevard (sekarang Jalan
Soetomo) melalui Kaliasin. Setiba di pertigaan Kaliasin-
Keputran-Palmenlaan, anggota Polisi Istimewa yang sedang
dalam perjalanan ke asramanya melihat kepulan asap dan suara
tembakan. Anggota Polisi Istimewa pun mengendarai pansernya
untuk mendekati sumber dari kepulan asap dan suara tembakan.
Ketiga anggota Polisi Istimewa tersebut melihat ada beberapa
kendaraan militer berwarna hijau sedang terbakar. Ternyata yang
membakar adalah masyarakat sekitar Keputraan yang
menghentikan konvoi pasukan Sekutu dan membakar
kendaraannya. Kendaraan yang dibakar sangat banyak yang
terdiri atas truk dan jip. Sebuah jip tidak terbakar, tetapi
radioatornya pecah karena tembakan sehingga tidak bisa berjalan.
Tentara musuh yang kendaraannya terbakar berhamburan
keluar untuk mencari tempat yang aman dengan masuk ke
186
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 389-390.
97
kampung yang ada di sekitarnya, ke Keputraan Pasar Kecil, dan
naik ke atas tumpukan balok yang ada di tepi jalan besar deket
perempatan Tamarindelaan (sekarang sekitar Hotel Olimpic)
untuk berlindung. Musuh yang masuk ke perkampungan tidak
terhitung jumlahnya, tetapi mereka dikejar oleh masyarakat dan
dapat dipastikan mereka semua tewas atau luka parah.187
Pada pertempuran tersebut, panser Polisi Istimewa tidak
membantu apa-apa, karena kalau menggunakan senapan mesin
panser akan mengenai masyarakat sendiri. Akhirnya Soetrisno
turun dari panser untuk mengejar musuh yang lari ke atas
tumpukan balok, Luwito pun mengikuti Soetrisno turun dari
panser untuk mengejar musuh. Tiba-tiba musuh melempar granat
tangan ke arah Soetrisno dan Luwito, tetapi granat tersebut tidak
meledak karena penutup granatnya tidak dibuka. Musuh yang
melempar granat bahkan terjepit di tumpukan balok dan tidak
bisa keluar dari balok-balok tersebut hingga musuh pun sampai
menangis. Masyarakat kemudian mendekatinya dan menyerang
menggunakan senjata hingga terbunuh.188
Pasukan Sekutu yang berhasil sembunyi di balik
tumpukan balok melakukan penembakan ke arah masyarakat.
Luwito pun menyerang menggunakan revolver, sementara
Soetrisno menyerang menggunakan senapan terhadap pasukan
Sekutu yang bersembunyi di balik balok. Pertempuran jarak dekat
pun terjadi karena jaraknya begitu dekat. Beberapa tentara Sekutu
187
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 209. 188
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 391.
98
berhasil melarikan diri dari kepungan masyarakat, bahkan
berhasil menaiki mobil truk yang masih utuh. Tentara Sekutu
tersebut mengendarai mobil truk ke arah selatan dengan terburu-
buru dan panik karena jalanan dipenuhi dengan rintangan seperti
papan, tong sampah, dan bangku. Bahkan tembakan dari anggota
Polisi Istimewa ke arah truk semakin membuat mereka panik.
Tentara Sekutu yang menyelamatkan dirinya membawa truk
memasuki Hoogendorplaan (sekarang Jalan Kartini).
Wagimin yang tetap berada di panser Polisi Istimewa
langsung menghidupkan pansernya, kemudian Luwito dan
Soetrisno pun naik ke panser. Panser Polisi Istimewa mengejar
truk yang dikendarai tentara Sekutu dan menabrak semua
rintangan yang ada di depannya. Panser terpaksa harus memutar
agak jauh melalui Coen Boulevard dan Darmo Boulevard
berbelok ke Reiniersz Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro)
dan terus ke arah utara. Ketika sampai di asrama polisi
Kembangkunig di ujung Jalan Hoogendorplaan, truk yang
dikendarai oleh tentara Sekutu langsung masuk ke halaman dan
menabrak pohon trembesi (kayunya sangat keras) hingga ringsek.
Tentara Sekutu yang berjumlah tiga orang itu pun langsung
diserang dan dibunuh oleh masyarakat.189
Anggota Polisi Istimewa mengendarai pansernya kembali
ke Jalan Keputran tadi. Di sini Polisi Istimewa menemukan satu
orang tentara Gurkha yang masih hidup yang tertangkap, tentara
189
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 209-
210.
99
Gurkha tersebut dibawa oleh Polisi Istimewa di atas panser.
Ketika Polisi Istimewa ingin membawa tentara Gurkha, panser
Polisi Istimewa diberhentikan oleh masyarakat yang meminta
agar tentara Gurkha diberikan kepada mereka. Akhirnya
permintaan masyarakat dikabulkan oleh Polisi Istimewa dengan
memberikan tentara Gurkha kepada masyarakat. Kelanjutan nasib
dari tentara Gurkha tersebut tidak diketahui lagi oleh Polisi
Istimewa. Polisi Istimewa kemudian kembali ke markasnya di
Coen Boulevard dengan menarik jip rampasan menggunkan
panser Polisi Istimewa.190
Sebenarnya dalam pertempuran di Keputraan terdapat
peristiwa yang sangat menyakitkan dari seorang anggota Polisi
Istimewa bernama Luwito. Pada saat pertempuran sedang
berlangsung pasukan Sekutu hanya bisa mendapat bantuan dari
meriam kapal perang di Tanjung Perak. Bantuan tembakan
tersebut tidak bisa dilakukan secara terus-menerus, karena
khawatir bisa terkena teman sendiri. Tembakan meriam jatuh di
dekat panser Polisi Istimewa dan tekanan udara dari tembakan
meriam sangat kuat sehingga pintu panser menutup sendiri.
Menutupnya pintu panser secara tiba-tiba dengan cepat mengenai
mulut dari Luwito, darah pun mengalir dari mulut Luwito dan
merontokkan lima buah giginya.191
Setelah sampai di markas Polisi Istimewa di Coen
Boulevard, ketiga anggota Polisi Istimewa Luwito, Wagimin, dan
190
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 391. 191
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 210.
100
Soetrisno mendapatkan perintah lagi untuk membantu masyarakat
kampung Dinoyo yang sedang melakukan pengepungan di
gedung British-American Tobacco (BAT) di Jalan Ngagel yang
sudah dikuasai oleh tentara Sekutu. Pengepungan yang dilakukan
oleh masyarakat sangat lemah sehingga tentara Sekutu dapat
melarikan diri dengan cepat ke kolong jembatan Ngagel yang
bisa melindungi diri tentara Sekutu. Ternyata di bawah jembatan
tersebut mereka sudah membuat lubang sebesar satu pasukan
Sekutu. Masyarakat tidak ada yang berani mendekati, karena
setiap saat tentara Sekutu bisa melakukan tembakan.
Masyarakat yang tidak melakukan apa-apa khawatir pada
malam hari mereka bisa lolos dari kepungan. Polisi Istimewa pun
datang menggunakan pansernya untuk membantu masyarakat
Dinoyo. Polisi Istimewa yang tiba tidak mampu membantu
banyak, karena tembakan dari samping jembatan tidak ada hasil
apapun. Tiga anggota Polisi Istimewa memberikan saran supaya
jembatan dilubangi menggunakan alat ganco dan lainnya. Lubang
tersebut harus dibuat tepat di atas tempat musuh berlindung
supaya dapat membuang bensin dari atas dan masuk ke dalam
tempat persembunyian musuh. Masyarakat pun menyetujui ide
tersebut dan melakukan yang disarankan oleh Polisi Istimewa.192
Setelah jembatan dilubangi, masyarakat pun langsung
menuangkan bensin ke lubang dan jatuh ke tempat
persembunyian tentara Sekutu. Ketika bensin sudah merembes ke
bawah, kemudian disulutkan api sehingga tempat persembunyian
192
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 394.
101
tentara Sekutu pun terbakar. Tentara Sekutu seketika keluar dari
tempat persembunyiannya untuk menyelamatkan diri dari
bakaran api.193
Masyarakat yang sudah siap menunggu tentara
Sekutu keluar langsung menembaki menggunakan senapan dan
ada yang melempari menggunakan batu. Tentara Sekutu pun
tidak bisa berbuat apa-apa, karena kesulitan bergerak di air
sehingga menjadi bulan-bulanan masyarakat. Semua tentara
Sekutu pun langsung tewas.
Ketika semua tentara Sekutu tewas, masyarakat langsung
turun ke sungai untuk mengambil senjata-senjata miliki tentara
Sekutu. Tiga anggota Polisi Istimewa hanya melihat dan tidak
bisa berbuat apa-apa, bahkan ketiga anggota Polisi Istimewa baru
menyaksikan cara penumpasan musuh semacam itu yang sangat
jarang terjadi. Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, Polisi
Istimewa pun kembali ke asramanya. Saat dalam perjalanan ban
panser Polisi Istimewa kempes dan tidak membawa peralatan
untuk menggantinya, mengetahui ban panser Polisi Istimewa
kempes masyarakat pun membantu mengganti ban sehingga
panser Polisi Istimewa bisa bergerak lagi menuju asramanya.194
3. Akhir Pertempuran Tiga Hari
Pada hari pertama pertempuran, pihak Sekutu ternyata
menyadari bahwa mereka tidak akan bisa menahan gempuran
yang dilakukan oleh pejuang Indonesia di Surabaya terhadap pos-
193
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 210. 194
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 395.
102
pos pertahanan tentara Sekutu.195
Perkiraan tersebut pun ternyata
benar, tentara-tentara Sekutu pun terpecah-pecah dan bahkan ada
terkepung oleh pejuang Indonesia. tentara Sekutu sudah
kehabisan amunisi dan bahan makanan. Markas Brigjen Mallaby
dengan stafnya pun sudah mulai diserang.196
Keadaan yang
semakin kritis membuat Mallaby meminta bantuan dengan
mengirim pesan kepada pimpinan pasukan Inggris di Jakarta
yaitu Mayjen Hawthorn. Setelah menerima pesan tersebut,
Hawthorn menghubungin pimpinan Indonesia yang dianggap bisa
menenangkan kemarahan pejuang di Surabaya yaitu Presiden
Soekarno untuk datang ke Surabaya.197
Tanggal 29 Oktober 1945, sekitar pukul 11.30, mendarat
pesawat Royal Air Force (RAF) dan mendarat di Pangkalan
Udara Morokrembangan, yang keluar dari pesawat tersebut
ternyata benar-benar Presiden Indonesia. Selain Soekarno yang
datang, Wakil Presiden Bung Hatta dan Menteri Penerangan
Amir Syarifuddin pun menemani Soekarno ke Surabaya.198
Pada
saat rombongan Pesiden tiba disambut dengan tembakan-
tembakan yang sangat hebat. Tembakan-tembakan yang
diarahkan ke pesawat yang ditumpangin Soekarno karena
masyarakat ada yang belum mengetahui kedatangan Soekarno ke
195
Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris
Membom Surabaya?, 239. 196
Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB),
194. 197
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 58. 198
Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 265.
103
Surabaya. Walaupun yang menjaga rombongan Soekarno hanya
sedikit dari Sekutu, tetapi Soekarno tiba merasa takut199
Soekarno dan rombongannya langsung dibawa menuju
kantor Gubernur untuk bertemu dengan Mallaby membicarakan
tentang keadaan yang ada di Surabaya. Pertemuan antara
Soekarno dengan Mallaby pada hakikatnya untuk memenuhi
permintaan dari pihak Sekutu untuk segera diadakan gencatan
senjata. Pertemuan ini pun berlangsung hingga malam hari.200
Hasil pertemuan tersebut sebagai berikut:
1. Perjanjian yang dibuat untuk menjaga ketentraman kota
Surabaya.
2. Supaya tercipta ketentraman dan keamanan, maka kontak
tembak harus dihentikan.
3. Untuk keselamatan semua orang termasuk orang-orang
interniran akan dijamin oleh kedua belah pihak (Sekutu
dan Indonesia).
4. Persyaratan-persyaratan di famlet yang disebarkan melalu
pesawat akan diperundingkan antara Presiden Soekarno
dengan Panglima Tentara Pendudukan Jawa (Mayor
Jenderal Hawthorn) pada tanggal 30 Oktober 1945.
5. Semua orang bebas keluar pada malam hari, termasuk
orang Indonesia dan Sekutu.
6. Semua pasukan harus kembali ke tangsinya masing-
masing dan yang luka-luka dibawa ke rumah sakit.201
199
Merdeka, edisi 31 Oktober 1945. 200
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 59-60. 201
Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945.
104
Keesokan harinya, pada tanggal 30 Oktober 1945, Mayjen
Hawthorn sebagai Panglima Divisi ke-23 Inggris dan Panglima
Tentara Pendudukan Jawa datang ke Surabaya, mendarat di
Pangkalan Udara Morokrembangan sekitar pukul 09.15. Brigjen
Mallaby yang datang menjemput menyampaikan laporan tentang
situasi di Surabaya yang disampaikan di ruang darurat pinggir
landasan. Dua jam kemudian, Mayjen Hawthorn dan Brigjen
Mallaby yang didampingi oleh Kolonel Pugh mendatangi kantor
Gubernur untuk melakukan perundingan dengan Presiden
Soekarno.202
Dipihak Indonesia yang hadir dalam perundingan
tersebut antara lain: Soekarno, Moh. Hatta, Amir Syarifuddin,
Atmadji, Mohammad Mangoenprodjo, Soengkono, Gubernur
Soeryo, Residen Soedirman, Doel Arnowo, Soemarsono (Ketua
PRI), Bung Tomo (Ketua BPRI), Roeslan Abdulghani, Kundan
(penerjemah), Koesnandar, Inspektur Polisi Soejono
Prawirabisma. Komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya
Moehammad Jasin tidak diikutsertakan Soekarno karena
Moehammad Jasin orang yang paling dibenci Sekutu, sehingga
harus dihindarkan oleh Soekarno.203
Ketika sedang berlangsungnya perundingan, para pejuang
dari TKR dan Polisi Istimewa selalu bersiaga. Siaga yang
dilakukan oleh TKR dan Polisi Istimewa karena kapal perang
Sekutu masih menembakkan dengan suara yang begitu keras,
walaupun tidak ada yang mengetahui ke arah mana tembakan itu
202
Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 285. 203
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 380.
105
diarahkan. Suara tembakan dari kapal perang Sekutu dianggap
sebagai gertakan kepada pihak Indonesia, akhirnya Komandan
TKR dan Polisi Istimewa pun memerintahkan supaya gedung
Gubernuran dikepung dengan tank dan panser. Kendaran tempur
tersebut pun berputar-putar mengelilingi gedung untuk
menjaganya.204
Dalam perundingan tersebut, pihak Indonesia memberikan
konsepsi kepada pihak Sekutu, yaitu:
1. Surat-surat (pamflet) yang disebarluaskan di kota
Surabaya tidak berlaku, sehingga TKR dan para
pejuang tidak boleh dilucuti senjatanya.
2. Tentara Sekutu tidak boleh menjaga seluruh kota
Surabaya, hanya ditempatkan dekat Darmo untuk
menjaga para tawanan dan pejuang Indonesia pun ikut
menjaga.
3. Pelabuhan Tanjung Perak harus dijaga bersama antara
tentara Sekutu dan TKR.205
Selain itu dibentuk kontak biro untuk memudahkan
komunikasi antara Sekutu dan Indonesia. Anggota kontak biro
antara lain, Brigjen Mallaby, Kapten Shaw, Mayor Husson,
Kolonel Pugh, Wing Atmaji, Mochamad, Sungkono, Suyono,
Kusnandar, Kundan, dan Roeslan Abdulghani.206
204
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 118. 205
Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945. 206
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 123.
106
Perundingan antara pihak Indonesia dan pihak Sekutu
ternyata tercatat sebagai sejarah yang sangat penting, hal tersebut
karena: Pertama, keberadaan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
diakui secara de facto207
oleh Sekutu sebagai angkatan bersenjata
Republik Indonesia. Kedua, uniform tentara Indonesia di
Surabaya menjadi identifikasi dari pihak Sekutu sebagai angkatan
perang Indonesia, supaya dapat diketahui dan tidak dilucuti.
Perundingan pun berakhir sekitar pukul 13.00, setelah
perundingan berakhir pimpinan dari kedua pihak yaitu Soekarno
dan Mayjen Hawthorn pun kembali ke Jakarta.208
Setelah perjanjian disepakati, wartawan luar negeri dari
Amerika, Australia, dan India yang berjumlah 11 orang yang
ditangkap di Hotel Liberty, awalnya ditahan bersama tentara-
tentara Sekutu, kemudian dibebaskan dan diizinkan
meninggalkan Surabaya ke Jakarta karena tugas mereka bukan
sebagai tentara. Mereka diizinkan meninggalkan Surabaya pada
tanggal 31 Oktober 1945. Pada saat wartawan-wartawan tersebut
kembali ke Jakarta, mereka mendapat perlindungan dari Polisi
Istimewa dan TKR.209
207
De facto adalah pengakuan yang didasari atas fakta-fakta adanya
negara. Pengakuan tersebut karena memenuhi tiga unsur utama negara yaitu,
adanya wilayah, rakyat, dan pemeritahan yang berdaulat. Lihat, A. Ubaedillah
dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education):
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : Indonesia
Center For Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014),
122. 208
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 385. 209
Kedaulatan Rakyat, edisi 2 November 1945.
107
C. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Sudah disepakatinya gencatan senjata antara pihak
Indonesia dan Sekutu tampaknya belum diketahui oleh semua
orang sehingga pertempuran pun masih tetap terjadi dibeberapa
tempat, seperti di Hotel Internatio. Para anggota kontak biro dari
kedua belah pihak pun mendatangi Hotel Internatio di Jembatan
Merah. Hotel Internatio ternyata masih diduduki oleh Sekutu,
sehingga para pejuang masih mengepung hotel tersebut.210
Ketika
mobil anggota kontak biro mendekati Hotel Internatio, mobil
dihentikan para pejuang yang sedang mengepung hotel. Para
pejuang meminta supaya orang-orang Belanda dan tentara Sekutu
yang ada di dalam hotel untuk menyerah.
Tuntutan dan permintaan para pejuang dihiraukan,
malahan mereka mendapat tembakan dari dalam hotel dan terjadi
kontak tembak karena para pejuang membalas termakan tersebut.
Adanya tembakan dari dalam hotel membuat anggota kontak biro
berlari menyelamatkan dirinya masing-masing. Malang untuk
Brigjen Mallaby yang tidak sempat menyelamatkan diri sehingga
menjadi sasaran dari kontak tembak yang terjadi dan menjadi
korban dari kontak tembak tersebut. Tiba-tiba sebuah granat jatuh
di dekat mobil dan meledak sehingga korban yang berada di
210
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 192.
108
dalam mobil yaitu Brigjen Mallaby tidak bisa dikenali setelah
terjadinya ledakan.211
Tewasnya Brigjen Mallaby tidak ada yang mengetahui
siapa yang membunuh dan melemparkan granat ke mobil yang
ditumpangi olehnya. Bahkan anggota kontak biro pun tidak ada
yang mengetahuinya karena sibuk menyelamatkan dirinya
masing-masing pada saat pertempuran terjadi.212
Menurut
Moekari seorang mantan anggota Polisi Istimewa, menuturkan
bahwa, yang membunuh Brigjen Mallaby adalah tentara Belanda
yang membonceng pada Sekutu. Kalau tentara Inggris yang
membunuh sangat tidak mungkin karena mereka tidak mempunya
kepentingan di Indonesia. Bahkan orang Indonesia pun mustahil
untuk melakukan lemparan granat, karena hanya tentara yang
terlatih yang mampu melempar granat. Jadi Belanda ingin
mengadu domba Indonesia dengan Inggris untuk dapat
menguasai Indonesia lagi.213
Setelah tewasnya Brigjen Mallaby, dua perwira staf
Mallaby yaitu, Kapten Smith dan Langland yang mendampingi
Brigjen Mallaby pada saat mendatangi Hotel Intrenatio langsung
mengirim pesan kepada Panglima AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies, pasukan Sekutu untuk kawasa Hindia
Timur Belanda) yaitu, Letnan Jenderal (Letjen) Philip Christison
211
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 38. 212
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 125. 213
Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka,
(Malang : An-Nuha Publishing, Tanpa Tahun), 37.
109
yang bermarkas di Singapura.214
Smith dan Langland pun
menjelaskan semua yang terjadi di Surabaya termasuk tewasnya
Brigjen Mallaby kepada Letjen Philip Christison.
Pada tanggal 8 November 1945, Gubernur Soeryo
menerima sebuah surat yang isinya adalah ancaman dan surat
yang satunya lagi adalah undangan pertemuan yang dijadwalkan
pada tanggal 9 November 1945 jam 11.00 di kantornya.215
Surat
yang ditujukan itu bernada sangat angkuh dan berada di luar batas
kesopanan sehingga Gubernur Soeryo pun menolak surat dari
Mayjen Mansergh. Menolak untuk menghadiri pertemuan
tersebut, akhirnya Gubernur Soeryo mengirim surat kepada
Mayjen Mansergh yang berisi tentang ketidak sopanan Mansergh
dalam bertutur kata, pihak Indonesia di Surabaya sedang
melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian,
pernyataan keadaan Surabaya dalam versi Mayjen Mansergh
tidak benar, dan meminta supaya Mayjen Mansergh mengganti
istilah Hindia Belanda dalam suratnya dengan kata Jawa, Madura,
Bali dan Lombok.216
Setelah membaca surat balasan dari Gubernur Soeryo,
Mayjen Mansergh tampaknya kesal. Mayjen Mansergh pun
memberi dua buah surat. Surat pertama berisi ultimatum yang
ditujukan untuk All Indonesian of Surabaya dan harus dipatuhi.
214
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 302. 215
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
73. 216
Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 141-142.
110
Surat kedua berisi tentang penjelasan dari ultimatum tersebut dan
surat ditujukan kepada Gubernur Soeryo.217
Ultimatum tersebut
berisi tentang tuntutan agar semua pimpinan Indonesia, pimpinan
pemuda, kepala polisi, dan kepala pemerintah, harus melakukan
laporan sesuai waktu dan tempat yang sudah ditentukan dengan
mengangkat tangan di kepala serta menandatangani dokumen
sebagai tanda menyerah kepada Sekutu. Isi ultimatum tersebut
sangat sudah merendahkan martabat bangsa Indonesia.218
Akhirnya Mayjen Mansergh menyebarkan pamflet
melalui udara yang berisi ultimatum kepada masyarakat
Surabaya, terutama kepada polisi dan masyarakat yang memiliki
senjata supaya menyerahkan senjatanya di tempat yang sudah
ditentukan dan mengangkat tangan sebagai tanda menyerah.
Penyerahan senjata dari tanggal 9 November 1945 pukul 18.00
sampai pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika ultimatum
tidak ditaati maka Surabaya akan digempur dan dihancurkan dari
laut, udara, dan darat.219
Senjata yang diminta bukan hanya
senapan, pistol, meriam, tank, mortir, granat dan senjata canggih
lainnya, tetapi senjata tradisonal pun harus diserahkan juga
seperti tombak, pedang, keris, bambu, dan sumpit beracun.220
Pamflet yang disebar melalui udara oleh pesawat Sekutu
ternyata tidak membuat rakyat Surabaya takut dan menyerah.
217
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 344. 218
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 193. 219
Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 39. 220
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 348-349.
111
Setelah adanya pamflet tersebut semakin membuat masyarakat
semangat mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan
mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi Sekutu. Walaupun
Sekutu beranggapan kematian Brigjen Mallaby adalah aib yang
hanya dengan kekuatan senjata untuk menyelesaikannya,
tampaknya masyarakat tidak peduli dengan ancaman Sekutu.
Sikap masyarakat Surabaya tetap yaitu, lebih baik mati daripada
dijajah kembali.221
2. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya antara
Polisi Istimewa dengan Sekutu
Setelah ditolaknya ultimatum yang diberikan oleh Sekutu,
Polisi Istimewa langsung menyiapkan diri untuk menghadapi
pertempuran seperti yang tertulis di dalam isi ultimatum tersebut.
Polisi Istimewa membagi pasukannya pada garis pertahanan
Surabaya, pembagiannya sebagai berikut:
1. Seksi I dan Seksi II di garis pertahanan utara, pasukan
Polisi Istimewa dipimpin oleh Komandan Polisi Musa.
2. Seksi III di garis pertahanan timur, pasukan Polisi
Istimewa dipimpin oleh Agen Polisi I Lasiono.
3. Seksi IV pasukan Polisi Istimewa yang menggunakan
senjata berat dipimpin oleh Agen Polisi I Soekarja
yang ditempatkan di Keputran untuk menguasai
221
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 41.
112
wilayah Kaliasin dan Palmenlaan (sekarang Jalan
Panglima Soedirman).222
Sesuai dengan janjinya, tepat pada pukul 06.00, tanggal
10 November 1945, Sekutu mulai menyerang Surabaya Utara
dari laut menggunakan armada kapal perang yang berasal dari
The 5-th Cruiser Squadron di bawah komando Laksamana Muda
Laut W.R. Patterson.223
Selain melakukan serangan dari laut,
Sekutu juga melakukan serangan dari udara dan melakukan
bombardemen (pemboman) dari pesawat-pesawat tempur
berjumlah 12 pesawat tempur jenis Mosquito dan 2 pesawat
tempur jenis SCP. Penyerangan ini dilakukan secara membabi
buta selama kurang lebih tiga jam. Sasaran yang terkena
tembakan tersebut pun hancur dan mengakibatkan korban jiwa.
224
Pangkalan Udara Morokrembangan yang sejak awal
sangat ingin dikuasai oleh Sekutu pun mendapat serangan.
Pejuang Indonesia yang ada di Pangkalan Udara
Morokrembangan pun berusaha supaya pangkalan udara tersebut
tidak jatuh ke tangan Sekutu, sehingga terjadi pertempuran antara
pihak Sekutu dengan pejuang Indonesia. Setelah pertempuran
222
Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo,
1982), h. 72-73 ; Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
84. 223
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 387. 224
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 485.
113
berlangsung selama dua jam, akhirnya tentara Sekutu berhasil
merebut Pangkalan Udara Morokrembangan. Sekitar pukul 09.00,
Pangkalan Udara Morokrembangan yang berhasil direbut sudah
bisa digunakan oleh Sekutu untuk mendaratkan serta melepas
landaskan pesawat miliknya dengan aman.225
Melihat gerakan yang dilakukan Sekutu sudah semakin
menjadi-menjadi, akhirnya dikeluarkan surat perintah resmi oleh
Komando Pertempuran Surabaya yaitu Soekono untuk melakukan
serangan balasan kepada Sekutu. Pada pukul 09.30, Bung Tomo
melalui Radio Pemberontakan memberikan kepada para pejuang
untuk melakukan perlawanan terhadap serangan-serangan yang
dilakukan oleh Sekutu. Dalam siaran melalui radio
pemberontakan, Bung Tomo mengucapkan semboyannya yang
sangat terkenal yaitu “Selama banteng-banteng Indonesia masih
berdarah merah, yang dapat membikin secarik kain putih
menjadi merah dan putih, selama itu tidak akan suka kita
membawa bendera putih untuk menyerah kepada siapapun
juga”.226
Sebelum Polisi Istimewa bertempur melawan Sekutu,
pasukan Polisi Istimewa mendapat dukungan dan doa dari para
ulama-ulama yang datang ke Surabaya yang berasal dari Tebu
Ireng, Jombang, Pasuruan, dan Probolinggo. Para ulama yang
datang dari daerah yang berbeda-beda setelah di Surabaya
berkumpul di Keputran. Para ulama tersebut menyiapkan air
225
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 387. 226
Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 144.
114
putih yang sudah didoakan oleh mereka dan meminta pasukan
Polisi Istimewa untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum
berangkat perang. Setelah pasukan Polisi Istimewa berkumpul,
para ulama memberikan kepada setiap anggota Polisi Istimewa
air putih yang sudah dibacakan doa. Hal itu dilakukan supaya
selama dalam pertempuran setiap anggota Polisi Istimewa
selamat dan mendapat perlindungan dari Allah SWT.227
Untuk menghadapi serangan balasan terhadap Sekutu,
Inspektur Polisi Soetjipto Danoekusumo sebagai komandan Polisi
Istimewa Kota Surabaya melakukan pemeriksaan kesiapan
pasukan di pertahanan Indonesia dengan menaiki panser yang
dikendarai oleh Agen Polisi II Eman. Soetjipto Danoekusumo
berkeliling untuk menempatkan regu dan peleton Polisi Istimewa
di setiap pertahanan kota dalam membantu pejuang lainnya. Di
setiap pos pertahanan kota, Soetjipto melakukan briefing dengan
memperkirakan Sekutu akan menyerang menggunakan pasukan
Infanteri228
seperti pertempuran sebelumnya.229
Pada pukul 10.00, Soetjipto dan Eman mendatangi markas
Hoofdbureau (sekarang Polrestabes Surabaya). Pesawat Inggris
berputar-putar di langit Surabaya untuk menjatuhkan bom-bom
untuk menyerang kota Surabaya. Ketika Soetjipto dan Eman
keluar dari panser, tiba-tiba bom milik Inggris jatuh tepat
227
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
85. 228
Infanteri adalah nama kesatuan atau kecabangan dalam pasukan
militer. 229
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145.
115
mengenai kedua kaki Eman, sehingga kedua kaki Eman pun
putus. Meskipun kedua kaki Eman putus, Eman masih bertahan
hidup dengan merasakan rasa sakit yang dialaminya sambil
berteriak meminta pertolongan. Mengetahui anggotanya luka
sangat parah, Soetjipto secara spontan langsung mendekati dan
membantu Eman dengan memindahkan tubuhnya ke tempat yang
aman yaitu di bawah pohon.230
Setelah Soetjipto mengevakuasi Eman, Soetjipto berteriak
memerintahkan agar Polisi Istimewa yang ada di markas
Hoofdbureau untuk mengarahkan tembakannya ke pesawat
musuh yang sedang melintas di atas markas. Tetapi usaha
tersebut tidak membuahkan hasil, malahan pesawat Inggris terus
melakukan bombardemen (pemboman) dengan menghujani kota
Surabaya ditambah dengan tembakan meriam. Bom pun jatuh di
depan markas Hoofdbureau sehingga menimbulkan korban jiwa.
Tubuh korban pun banyak yang berserakan, ada potongan daging
korban pengeboman yang tersangkut di pohon beringin. Bahkan
pengungsi yang sedang lewat dekat markas Hoofdbureau
menggunakan kereta pun terkena bom, sehingga korban jiwa pun
berkisar kurang lebih seratus orang.231
Semua anggota Polisi Istimewa Kota Surabaya diberi
kesempatan untuk mengevakuasi dan menyelamatkan
keluarganya untuk dipindahkan ke tempat yang aman supaya
230
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
86. 231
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145-146.
116
tidak menjadi korban atas serangan Sekutu. Setelah
mengevakuasi keluarganya ke tempat yang aman, anggota Polisi
Istimewa pun berkumpul kembali dan ditempatkan di sepanjang
Jalan Kereta Api dari pasar Turi hingga daerah Sidotopo. Markas
Polisi Istimewa Kota Surabaya pun dipindahkan ke Gubeng dekat
dengan markas Soengkono di Pregolan Bunder supaya
mempermudah menjalin komunikasi satu sama lain.232
Pada siang harinya dilakukan rapat di markas Pregolan
Bunder untuk membahas keadaan Surabaya dan menyusun
strategi penyerangan terhadap Sekutu.233
Yang datang dalam
rapat tersebut adalah Soengkono, Soetjipto Danoekusumo sebagai
komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya, Prangko sebagai
petugas sekretaris, Kolonel Ruslan Wongsokusumo, Setyono dari
KNI (Komite Nasional Indonesia), dan Pembantu Inspektur Polisi
Bany Notosubiyoso.234
Pada saat rapat sedang berlangsung, tanpa
diketahui ternyata ada sebuah granat musuh yang mengincar rapat
yang sedang berlangsung. Akibat ledakan dari granat tersebut
mengakibatkan tewasnya Setyono dan melukai Kolonel Ruslan
Wongsokusumo.235
232
Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 151. 233
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 149. 234
Irna H. N. Hadi Soewito, Rakyat Jawa Timur Mempertahankan
Kemerdekaan 1, (Jakarta : PT Grasindo, 1994), 84. 235
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
86.
117
Memindahkan markas Polisi Istimewa Kota Surabaya ke
Gubeng ternyata bukan tempat yang tepat, karena di sekitar
daerah tersebut tentara Inggris melakukan penekanan dengan
melakukan serangan-serangan yang sangat gencar. Akibat dari
serangan-serangan yang sangat menekan Polisi Istimewa,
akhirnya markas Polisi Istimewa Kota Surabaya pun dipindahkan
lagi ke Jalan Markus (sekarang Jalan Musi). Di markas baru ini,
diadakan rencana untuk menyelamatkan pasukan dengan
memindahkannya untuk mundur ke luar kota. Untuk
mempermudah pergerakan mundur, pasukan pun dibagi menjadi
dua yaitu, pasukan induk yang berjumlah 250 orang yang
dipimpin langsung oleh komandan Polisi Istimewa Kota
Surabaya mundur ke barat. Pasukan kedua yang berjumah 75
orang mundur ke kuburan Cina Pasar Kembang sampai ke
Tandes.236
Inggris melakukan pengebomam melalui pesawat-
pesawatnya dan tembakan-tembakan meriamnya hampir ke
seluruh penjuru Kota Surabaya dengan membabi-buta. Akibat
dari tembakan-tembakan yang dilakukan Inggris ke Kota
Surabaya mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang
berjatuhan. Korban jiwa dari tembakan-tembakan pesawat-
pesawat dan meriam Inggris dari kalangan masyarakat dan para
anggota Polisi Istimewa. Walaupun mendapat serangan yang
gencar, para pemuda Surabaya tidak tinggal diam, mereka
membalas dengan melakukan tembakan-tembakan ke arah
236
Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 152.
118
pesawat Inggris. Bahkan mereka berhasil menjatuhkan dua buah
pesawat Inggris dan menewaskan seorang perwira tinggi Inggris
bernama Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds, seorang
Komandan Detasemen Artileri Inggris.237
Pasukan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya di bawah
pmimpinan Moehammad Jasin pun setelah meletusnya
pertempuran 10 November langsung memindahkan pasukannya
ke Tembok meninggalkan Gaduh, tapi sebagian tetap bertahan di
Gaduh. Pada sore harinya mereka kembali lagi ke tempat
pertahanan di Gaduh. Pada saat di Gaduh, pasukan Polisi
Istimewa ini mendapat serangan dari Sekutu sehingga
mengharuskan mereka untuk mundur ke Kresek. Pada keesokan
harinya, tanggal 11 November pukul 10.00, tentara Sekutu
mendatangi Kresek untuk menguasai wilayah tersebut dan tentara
Sekutu mengira wilayah tersebut tidak dipertahankan pihak
Indonesia. Pasukan Polisi Istimewa pimpinan Moehammad Jasin
membiarkan tentara Sekutu memasuki wilyah tersebut dan secara
diam-diam mengatur strategi untuk menyerang tentara Sekutu.
Ketika musuh lengah pasukan Polisi Istimewa melakukan
penyerangan sehingga musuh bisa dihancurkan.238
Sekutu pun melakukan penyerangan di daerah kantor
Gubernur dan sekitar jembatan merah. Mereka melakukan
pemboman menggunakan pesawat-pesawatnya dan
menggerakkan tank-tanknya. Selanjutnya melakukan
237
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
86. 238
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 178-179.
119
penyerangan ke Sawahkurung, Jatipurwo, Sidotopo, dan di
daerah sekitar Nyamplungan. Tapi di daerah tersebut terjadi
pertempuran yang begitu sengit antara pihak Sekutu dan pihak
Indonesia. pihak Indonesia diperkuat oleh Polisi Istimewa dan
badan perjuangan lainnya seperti Pemuda Republik Indonesia
(PRI), Hizbullah, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan lain-
lain. Pertempuran terjadi hingga sore hari dan dari pihak
Indonesia korban para pemuda 20 orang dan puluhan lainnya
luka-luka.
Polisi Istimewa yang menghadapi Sekutu berhasil
menghambat gerakan tentara Sekutu beserta tanknya yang
melakukan gerakan melalui Jalan Jakarta dan berhasil
menghambat pergerakannya. Sekutu hanya maju beberapa ratus
meter disekitar Jalan Kereta Api, Viaduct, Jalan Juliana, Jalan
Kantor Pos Surabaya, Seksi Polisi Kebalen, Hoofdbureau, dan
Jalan Societeit. Terhambatnya gerakan tentara Sekutu karena
terjadinya pertempuran yang terjadi oleh Sekutu dan Polisi
Istimewa beserta pejuang-pejuang lainnya dari Pemuda Republik
Indonesia (PRI) Maluku, Badan Pemberontak Republik Indonesia
(BPRI), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan Tentara Republik
Indonesia Pelajar (TRIP), ditambah dengan pasukan dari luar
Kota Surabaya seperti Malang, Bali, Jombang, solo, dan lain-lain.
Pertempuran yang sangat sengit terjadi sampai malam hari,
bahkan pada pukul 23.00 terjadi pertempuran jarak dekat yang
120
mengakibatkan korban jiwa dari kedua belah pihak dengan
jumlah yang sangat banyak sampai tidak terhitung.239
Pertempuran pun terus berlangsung setiap hari. Pada
tanggal 18 Oktober, Moehammad Jasin selaku komandan Polisi
Istimewa Karesiden Surabaya menyampaikan pesannya melalui
radio bahwa semua anggota Polisi Istimewa harus mengambil
bagian dalam setiap pertempuran mempertahankan kemerdekaan
Indonesia karena Polisi Istimewa merupakan pasukan militer.240
Keterlibatan Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran memang
terlihat pada saat terjadi pertempuran disetiap tempat, bahkan
Polisi Istimewa pun mengikut sertakan kendaran pansernya
dalam pertempuran melawan Sekutu.241
Sampai pada hari kesepuluh, pertahanan di sekitar Jalan
Kereta Api sekitar daerah Kandang Sapi yang dipertahankan oleh
Polisi Istimewa di bawah pimpinan Komandan Polisi Musa
beserta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan badan-badan
perjuangan lainnya masih bisa mempertahankan wilyah tersebut.
Pada hari kesebelas, tanggal 21 November 1945, Inggris
menggerakkan pesawat Angkatan Udaranya untuk menggempur
pasukan Indonesia dan berhasil mematahkan pertahanan tersebut.
Polisi Istimewa bersama pasukan lainnya melakukan perlawan
sambil mundur untuk membentuk pertahanan baru di sekitar
Tembok-Dukuh Sawahan.
239
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 487. 240
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 265. 241
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195.
121
Pasukan Polisi Istimewa berniat untuk menarik mundur
pasukannya dan pasukan yang lain ke markasnya di Coen
Boulevard, untuk ke markasnya tersebut mereka harus melalui
Kedungdoro yang ternyata sudah menjadi pertahanan Sekutu
sehingga terjadi pertempuran sengit. Pada pertempuran inilah
Komandan Polisi Musa gugur setelah terkena pecahan mortir
musuh.242
Mantan anak buah Musa di Polisi Istimewa pada saat
pertempuran sedang berlangsung yaitu, Agen Polisi III Moekari
mengkisahkan bahwa, Moekari bergerak mendahuli Musa sambil
melindunginya tapi, Musa berteriak dan memarahi Moekari,
Musa sebagai komandan harus berada di depan dan anak buahnya
berada di belakangnya.
Moekari menggambarkan Musa sebagai seorang pejuang
sejati dan berjuang dengan ikhlas tanpa pamrih demi tegaknya
Republik Indonesia. pada saat Musa gugur, ditemukan secarik
kertas di dalam saku bajunya yang berisi tentang pesan meminta
kepada rekan-rekannya untuk terus melanjutkan perjuangannya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan meminta supaya
kalau dia meninggal ingin dimakamkan di Lawang karena
isterinya tinggal di daerah tersebut.243
Setelah gugurnya Musa,
kemudian pasukan dibagi menjadi dua yaitu, sebagian ada yang
membawa jenazah Musa ke markas dan sebagiannya lagi
mengungsikan orang yang luka-luka ke pos Palang Merah di
Kembang Kuning. Untuk jenazah Musa akhirnya dimakamkan di
242
Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 153. 243
Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 43.
122
Lawang sesuai permintaannya dan upacara pemakannya sangat
mengharukan.244
Pada tanggal 23 Novemeber, Moehammad Jasin
memindahkan markas Polisi Istimewa Karesiden Surabaya di
Coen Boulevard tidak lagi di Kota Surabaya tetapi
memindahkannya di Sidoarjo. Hal tersebut dilakukan untuk
mencari tempat yang aman dari serangan musuh. Walaupun
markas Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya dipindah ke
Sidoarjo, anggota Polisi Istimewa tetap berada di Kota Surabaya
dengan jumlah sekitar 150 orang dan terbagi di dalam sektor-
sektor pertempuran karena harus selalu mengambil bagian dalam
setiap pertempuran.245
Tugas selanjutnya yaitu memperkuat Seksi IV di bawah
pimpinan Agen Polisi I Soekarja. Pada seksi IV ini, Polisi
Istimewa menggunakan senjata beratnya untuk mempertahankan
Keputran. Khawatir Keputran akan direbut oleh Sekutu, anggota
lainnya diperintahkan untuk siap mengevakuasi perbelakan ke
Ngoro, Jombang, sementara untuk mesiu dan peluru dipindahkan
ke Pandaan, Pasuruan jika pertahanan direbut oleh Sekutu.246
Sementara itu pertahanan di Jalan Kembang Kuning dan beberapa
pertahanan daerah Darmo sudah berhasil dikuasai oleh Inggris,
bahkan Rumah Sakit Darmo pun dikuasai. Hal tersebut
mengakibatkan Polisi Istimewa yang berada di Keputran harus
244
Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 74. 245
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195. 246
Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 74.
123
berada di belakang kedudukan Sekutu. Karena keadaan tidak
memungkinkan terus bertahan, akhirnya pasukan Polisi Istimewa
pun harus mengundurkan diri ke Wonokromo melalu Dinoyo dan
markas komandonya pun harus dipindah ke Sepanjang.247
Perempuran di Surabaya pun terus berlanjut dan semakin
sengit, karena para pejuang harus mempertahankan supaya
seluruh Surabaya tidak dikuasai oleh Sekutu. Pada tanggal 27
Novemeber 1945, Inspektur Polisi Soenarjo menghadap Soetjipto
Danoekusumo untuk meminta bantuan agar keluarganya dapat
dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Soetjipto pun menerima
permintaan tersebut. Sementara itu, tentara Inggris terus-terusan
mendesak para pejuang Indonesia dan hampir menguasai seluruh
Surabaya.248
Tembat pertahanan terakhir pejuang Indonesia ada
di Gunung Sari. Pasukan Indonesia yang bertahan di Gunung Sari
untuk menahan agar daerah tersebut tidak dikuasi oleh tentara
Inggris hanya pasukan L-1 dan pansernya, pasukan Polisi
Istimewa, Tentara Keamanan Rakyat Bermotor (TKR-PBM),
Batalyon TKR Bambang Juwono, stelling artileri di Jalan
Joyoboyo dan Kesatrian di bawah pimpinan Minggu, dan
pasukan Pelajar.249
Untuk menguasai seluruh Surabaya, akhirnya Sekutu
melakukan penyerangan ke Gunung Sari dari arah barat laut dan
247
Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950, 153. 248
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
88. 249
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 215.
124
timur pada tanggal 28 November 1945. Dengan sisa kekuatan
yang ada, Polisi Istimewa dengan pasukan lainnya melakukan
serang balik ke Sekutu. Tampaknya serangan yang dilakukan
oleh pejuang Indonesia tidak membuahkan hasil dan mendapat
tekanan dari Sekutu sehingga mereka harus menyingkir ke
pinggiran Surabaya.250
Jatuhnya Gunung Sari ke tangan Sekutu
pada tanggal 28 November 1945, membuat seluruh Surabaya
dikuasai oleh musuh. Walaupun masih memiliki kekuatan
pasukan dan persenjataan, Inggris tidak terlihat usahanya untuk
memperluas kedudukannya di luar Surabaya. Hal tersebut
ternyata sesuai dengan target Sekutu yang hanya menguasai
Surabaya hanya sampai sungai Surabaya.
Sebetulnya, Sekutu berencana sudah menguasai Surabaya
pada tanggal 26 November 1945, karena perlawanan yang sangat
sengit dari para pejuang akhirnya Sekutu baru bisa menguasai
Surabaya pada tanggal 28 November 1945, dua hari terlambat
dari rencana. Para pejuang Indonesia mampu mempertahankan
Surabaya selama kurang lebih tiga minggu, namun perjuangan
mereka harus kandas setelah Surabaya berhasil direbut oleh
Sekutu. Kurangnya logistik, kekuatan fisik yang sudah menurun,
pengalaman tempur yang kurang, dan tidak adanya pasukan
cadangan untuk menggantikan pasukan yang sudah kelelahan di
front terdepat merupakan penyebab Surabaya dapat dikuasai oleh
Sekutu. Jalan terakhir yang harus dilakukan oleh para pejuang
250
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
88.
125
adalah dengan meninggalkan Surabaya untuk menyusun kekuatan
baru.251
3. Akhir Pertempuran Polisi Istimewa di Surabaya
Ketika Surabaya sudah dikuasai oleh Sekutu, semua
pasukan termasuk Polisi Istimewa keluar dari Surabaya. Keluar
dari Surabaya bukan karena kekurangan pasukan, tetapi karena
kalah kuat. Kalau Sekutu menyerang menggunakan tank dan
pesawat tidak ada yang bisa menahannya. Polisi Istimewa yang
berada di bawah pimpinan Moehammad Jasin meninggalkan
Surabaya menuju ke Sidoarjo kemudian ke Malang. Polisi
Istimewa yang berada di bawah komando Soetjipto
Danoekusumo meninggalkan Surabaya menuju ke Mojokerto.
Polisi Istimewa ketika meninggalkan Surabaya tidak langsung
mundur, tetapi setiap wilayah dipertahankan dulu, kalau tidak
bisa dipertahankan maka Polisi Istimewa mundur.252
Moehammad Jasin memerintahkan Polisi Istimewa untuk
mundur menuju Sidoarjo dan memutuskan akan bertahan di sana.
Pada tanggal 7 Desember 1945, tentara Sekutu melakukan patroli
yang kemudian bertemu dengan Polisi Istimewa sehingga kontak
tembak tidak bisa dihindarkan. Akibat kontak tembak ini
menewaskan seorang anggota Polisi Istimewa bernama Agen
Polisi Soewarno.253
251
Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 274. 252
Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 48 253
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
90.
126
D. Penyebab Surabaya Dikuasai Sekutu
1. Persenjataan
Polisi Istimewa dan pejuang-pejuang di Surabaya kalah
dalam hal persenjataan dengan Sekutu. Sebagai pemenang perang
dunia 2, sangat jelas jika Sekutu dapat memenangkan perang
karena memiliki persenjataan yang canggih dan modern. Pada
saat bertempur dengan pejuang di Indonesia, Moekari sebagai
mantan anggota Polisi Istimewa yang pada saat itu ikut berperang
mengisahkan bahwa pejuang-pejuang di Surabaya tidak bisa
menandingi persenjataan tank-tank dan pesawat milik Sekutu dan
lebih memilih mundur.254
Selain menggunakan tank dan pesawat,
Sekutu pun menggunakan meriam kapal perangnya untuk
melakukan tembakan-tembakan menghadapi pertahanan pejuang-
pejuang di Surabaya.255
persenjataan-persenjataan yang
digunakan Sekutu jelas tidak seimbang dengan persenjataan yang
dimiliki oleh Polisi Istimewa.
2. Keahlian Bertempur
Keahlian bertempur Polisi Istimewa sebenarnya bisa
menandingi kehebatan dari tentara-tentara Sekutu bahkan
melebihinya. Tidak sedikit tentara Sekutu yang berhasil
ditewaskan oleh Polisi Istimewa. Des Alwi sebagai pelaku
sejarah yang ikut bertempur mengisahkan kehebatan Polisi
Istimewa di bawah pimpinan Moehammad Jasin ketika bertempur
melawan Sekutu. Saat bertempur, pergerakan Polisi Istimewa
254
Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 48. 255
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 118.
127
sangat cepat dan terampil disaat melakukan serangan kepada
Sekutu. Tentara Sekutu yang terpencar dari induk pasukan bisa
dapat dipastikan akan kalah satu persatu.256
Walaupun tentara-
tentara Sekutu memiliki pengalaman tempur yang banyak
dibandingkan dengan Polisi Isitimewa, kemampuan Polisi
Istimewa dalam bertempur sudah dilatih pada saat pendudukan
Jepang dan menjadi andalan pasukan Jepang. Des Alwi
mengetahui itu karena asrama Polisi Istimewa dekat dengan
tempat tinggalnya.257
Walaupun keahlian bertempur Polisi Istimewa bisa
menandingi tentara Sekutu, tetapi banyak pejuang-pejuang di
Surabaya yang tidak memiliki keahlian bertempur yang
sebanding dan bertempur hanya bermodalkan nekat saja.
Ditambah dengan pengalam tempur tentara-tentara Sekutu tentu
hal tersebut menjadikan kekalahan dalam pertempuran di
Surabaya, sehingga Surabaya dapat dikuasai oleh Sekutu.
E. Laskar atau Badan Perjuang yang Terlibat dalam
Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pada saat terjadinya perang pada 10 November 1945 di
Surabaya, Polisi Istimewa bersama-sama dengan laskar atau
badang perjuangan lainnya dalam mempertahankan kemerdekaan
di Surabaya. Berikut adalah laskar atau badan perjuangan yang
terlibat dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945:
256
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 262-263. 257
Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius
Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 283-284.
128
1. BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan TKR (Tentara
Keamanan Rakyat)
Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dalam rapatnya memutuskan
membentuk BKR. BKR merupakan bagian dari Badan Penolong
Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang ditugaskan untuk
menjaga keselamatan masyarakat. Di Surabaya BKR baru
terbentuk pada tanggal 2 September 1945, karena Surabaya masih
disibukkan dengan pembentukkan KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat), pembentukkan KNI Daerah Surabaya, dan aksi
pengibaran bendera merah putih.258
Pada tanggal 4 September 1945, diadakan pertemuan lagi
dan menghasilkan BKR terdiri dari 3 eselon yaitu:
BKR Jawa Timur:
Kepala : drg. Moestopo
Wakil : Katamhadi
Penulis : Mohammad Mangoendiprodjo
BKR Karesidenan Surabaya:
Kepala : Abdoelwahab
Wakil : Jonosewojo
Penulis : Soesilo
BKR Kota Surabaya:
Kepala : Soengkono
Wakil : Soerachman
258
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
18.
129
Penulis : Dawoed259
Pada akhir bulan Oktober 1945, drg Moestopo digantikan
Jonosewojo atas persetujuan Soekarno. Soekarno pun
mengeluarkan maklumat pada tanggal 5 Oktober 1945 yang
berisikan bahwa BKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan
Rakyat).260
Setelah keluarnya maklumat tersebut, BKR Jawa
Timur, BKR Karesidenan Surabaya, BKR Kota Surabaya
mengganti nama BKR menjadi TKR.
2. Laskar Hizbullah
Untuk mencari tambahan pasukan untuk dikirim ke
Burma dan kepulauan pasifik, Jepang melakukan pendekaan
kepada tokoh-tokoh di Jawa. Selain itu jepang juga melakukan
pendekatan dengan para ulama serta tokoh-tokoh Islam melalu
seoang berkebangsaan Jepang beragama Islam yaitu Abdul
Hamid Ono. Abdul Hamid Ono atas nama pemerintah Jepang
meminta kepada KH. A. Wachid Hasyim untuk memerintahkan
para santri untuk bergabung dengan Heiho. Wachid Hasyim pun
menolak dan meminta agar para santri diberikan pelatihan
kemiliteran hanya untuk pertahanan di dalam negeri bukan untuk
dikirim bertempur jauh dari tanah air.
Permintaan Abdul Hamid Ono menjadi pencetus Wachid
Hasyim dan tokoh-tokoh masyumi untuk melatih santri-santri
kemiliteran yang diberi nama Hizbullah (Tentara Allah). Faktor
259
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 155. 260
Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur,
19.
130
lain untuk membentuk Hizbullah adalah bahwa berperang untuk
membela dan mempertahankan agama Allah hukumnya wajib.
Untuk keinginan tersebut tercapai, atas nama Masyumi, Wachid
Hasyim menyampaikan keinginan tokoh-tokoh Islam kepada
Abdul Hamid Ono. Abdul Hamid Ono pun menyampaikan
kepada pemerintah Jepang dan diterima oleh pemerintah
Jepang.261
Pada tanggal 14 Oktober 1944, pemerintah Jepang secara
resmi menyetujui dibentuknya Laskar Hizbullah di Jakarta.
Anggota-anggota Hizbullah berasal dari pemuda-pemuda Islam
se-Jawa dan Madura. Tiga bulan setelah dibentuknya Hizbullah,
tepatnya pada bulan Januari 1945, Masyumi mengumumkan
susunan Dewan Pengurus Pusat Hizbullah, susunannya sebagai
berikut:
Ketua : H. Zainul Arifin
Wakil Ketua : Mohammad Roem
Angota-Anggota :
1. Urusan Umum : - S. Soerowiyonoto
- Soedjon
2. Bagian Propaganda : - Anwar Tjokroaminoto
- KH. Zarkasy
- Masyhudi
3. Urusan Perencanaan : - Mr. Jusuf Wibisono
- Sunaryo Mangun
- Djunaidi
261
Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara
RI, 16-17.
131
4. Urusan Keuangan : - R.M.O Djunaidi
- Prawoto Mangku Sasmito262
Pada pelatihan Hizbullah pertama di Cisarua Bogor,
diikuti oleh 500 orang pemuda muslim yang berasal dari Jawa
dan Madura. Sejumlah nama kyai dari pondok pesantren pun ikut
dalam pelatihan tersebut seperti, KH. Mustofa Kamil (Banten),
KH. Mawardi (Solo), KH. Zarkasi (Ponorogo), KH. Mursyid
(Pacitan), KH. Syahid (Kediri), KH. Abdul Halim (Majalengka),
KH. Thohir Dasuki (Surakarta), KH. Roji‟un (Jakarta), KH.
Munasir Ali (Mojokerto), KH. Abdullah, KH. Wahib Wahab
(Jombang), KH. Hasyim Latif (Surabaya), KH. Zaiunuddin
(Besuki), Sulthan Fajar (Jember), KH. Abdullah Abbas
(Cirebon), dsb.263
Di Surabaya, ketika diumumkannya pembukaan
pendaftaran Hizbullah mendapat antusisas yang luar biasa oleh
para pemuda. Ketika pertama kali dibuka, kantor Masyumi yang
terletak di Jalan Bubutan langsung didatangi oleh pemuda Islam
untuk mendaftar. Latihan pun segera dilaksanakan dan dilakukan
di halaman Masjid Kemayoran pada tanggal 3 Februari 1945
yang dihadiri oleh para ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan para
pembesar Jepang. Pada tanggal 25 September 1945 di Markas
Jalan Kepanjen, disusunlah struktur organisasi Laskar Hizbullah
Surabaya, susunannya sebagai berikut:
Ketua umum : KH. Abdunnafik
262
Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur,
(Jombang, Pustaka Tebuireng, 2015), 34. 263
Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad:
Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949), 139.
132
Ketua I : KH. Thohir Bakri
Ketua II : KH. Anwar Zain
Sekretaris : Moch. Rofiie
Bagian Keuangan : Ja‟far
Bagian Perlengkapan : Abd. Mutolib
Bagian Perbekalan : Sariyan
Kepala Barisan : Abdul Majid Asmara
Wakil Kepala Barisan : Mustakim Zen
Kepala Seksi I : Abdul Manan Nahrawi
Kepala Seksi II : Sidik Said
Kepala Seksi III : Umar Chaban Wirtak
Kepala Seksi IV : Achiyat
Kepala Seksi V : Achiyar
Kepala Seksi VI : Syamsul Anam
Kepala Seksi VII : Abu Bakar Alwi264
Untuk memperluas gerak Laskar Hizbullah Surabaya,
pada awal Oktober setelah perobekan bendera di Hotel Yamato
dan pertempuran di markas Kempetai, dibentuklah cabang-
cabang:
1. Hizbullah Surabaya, dipimpin oleh KH. Abdunnafik,
bermarkas di Jalan Nyamplungan.
2. Hizbullah Surabaya Tengah, dipimpin oleh Husaini
Tiway dan Moh. Moehadjir, bermarkas di Madrasah NU
Kawatan.
264
Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur,
(Jombang, Pustaka Tebuireng, 2015), 63-65.
133
3. Hizbullah Surabaya Barat, dipimpin oleh Damiri Ichsan
dan A. Hamid Has, Bermarkas di KembangKuning
4. Hizbullah Surabaya Selatan, dipimpin oleh Mas Ahmad,
Syafi‟I dan Abid Saleh, bermarkas di pondok Sidoresmo.
5. Hizbullah Surabaya Timur, dipimpin oleh Mustakin Zain,
Abdul Manan dan Achyat bermarkas di Sidokapasan.
Setelah Achyat pindah ke BKR, Hizbullah Surabaya
Timur dipimpin oleh Mustakim Zen dan Syaban
Abbas.265
3. Laskar-Laskar dan Badan Perjuangan Pemerintah
Selain Polisi Istimewa, BKR dan TKR, dan Laskar
Hizbullah, laskar-laskar dan badan perjuangan pemerintah yang
ikut turut dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945
adalah, Komite Nasional dan Pemerintahan, Polisi Tentara
Keamanan Rakyat (PTKR), Angkatan Muda Surabaya (AMS),
Pemuda Republik Indonesia (PRI), Pemuda RI Maluku, PRI
Sulawesi (Perisai), PRI Kalimantan, Pemuda Puteri Republik
Indonesia (PPRI), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan
Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), Marine Keamanan Rakya
(MKR) dan Pasukan L, Pelajar Surabaya (TKR Pelajar/TRIP dan
TGP), dan lain-lain.266
265
Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara
RI, 28. 266
Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia, 9-10.
134
F. Tokoh-Tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945
Selama perjuangan Polisi Istimewa di Surabaya, ada
beberapa tokoh penting dalam perjuangan Polisi Istimewa di
Surabaya. Tokoh ini menjadi pimpinan yang sangat berperan
dalam memimpin anggota-anggotanya. Berikut adalah beberapa
tokoh-tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya 10
November 1945:
1. Moehammad Jasin
Sebagai Komandan Polisi Istimewa Karesidenan
Surabaya, Moehammad Jasin menyampaikan kepada seluruh
pasukannnya supaya selalu mengambil bagian dalam setiap
pertemp uran yang terjadi di Surabaya untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia karena Polisi
Istimewa sudah menjadi pasukan militer.267
Moehammad
Jasin juga yang memproklamasikan bahwa Polisi Istimewa
menjadi Polisi Republik Indonesia bukan lagi menjadi polisi
yang berada di bawah kendali Jepang. Diproklamasikannya
Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia ini di saat
Jepang masih berada di Indonesia, tetapi Moehammad Jasin
dengan keberaniannya tetap memproklamasikan Polisi
Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia.268
Moehammad Jasin lahir pada tanggal 9 Juni 1920 di
Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara. Ayahnya bernama Haji
267
Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195. 268
Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 29.
135
Mekkah kelahiran Bone yang bermigrasi ke Buton yang
bekerja sebagai pedang kelontong dan Ibunya bernama Siti
Rugayah yang berasal dari Maros. Siti Rugayah merupakan
istiri kedua dari Haji Mekkah setelah istri pertamanya
meninggal dunia.269
Penghargaan tertinggi yang didapatkan Moehammad
Jasin adalah gelar Pahlawan Nasional. Setelah melewati
berbagai macam pengusulan, akhirnya gelar Pahlawan
Nasional diberikan kepada Moehammad Jasin berdasarkan
dengan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015
pada tanggal 4 November 2015. Selain diberikan kepada
Moehammad Jasin, Keputusan Presiden Nomor
116/TK/Tahun 2015 memberikan gelar Pahlawan Nasional
kepada Bernard Wilhem Lapian, Mas Isman, I Gusti Ngurah
Made Agung, Ki Bagus Hadikusumo. Moehammad Jasin
merupakan Polisi Republik Indonesia pertama yang
mendapat gelar Pahlawan Nasional berkat jasanya kepada
Indonesia.270
2. Soetjipto Danoekusumo
Soetjipto Danoekusumo merupakan Komandan Polisi
Istimewa Kota Surabaya. Pasukan Polisi Istimewa di bawah
pimpinan Soetjipto Danoekusumo melebur bersama dengan
Polisi Karesidenan Surabaya dan badan perjaungan lainnya
269
Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 47-48. 270
http://tribratanews.ntb.polri.go.id/2015/11/16/perjalanan-sejarah-
komjen-pol-m-yasin-sang-pahlawan/ diakses pada 3 Oktober 2018, pukul
22.07.
136
di Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Soetjipto juga ikut berperan dalam pelucutan senjata Jepang
seperti di gedung General Electronica. Pada pertempuran 10
November 1945, Soetjipto melakukan pemeriksaan terhadap
pos-pos pertahanan yang diduduki oleh anggotanya secara
langsung di lapangan.271
Soetjipto Danoekusumo lahir pada tanggal 28
Februari 1922 di Campurdarat, sebuah kecamatan kecil dekat
Kabupaten ibu kota Tulungagung. Ayahnya bernama Danoe
Wirjodihardjo dan ibunya bernama Siti Kopah, dan Soetjipto
merupakan anak ketiga dari pasangan tersebut.272
Jabatan tertinggi yang pernah didapatkan Soetjipto di
kepolisian yaitu saat ia secara resmi dilanting menjadi
Menteri Panglima Angkatan Kepolisian RI (sekarang
Kapolri) pada tanggal 4 Januari 1964 di Istana Bogor.
Soekarno memberi amanat saat pelantikan bahwa ada
usaha0usaha dari luar untuk meruntuhkan Indonesia. Maka
dari itu Soekarno menghimbau bahwa tugas untuk
mempertahankan negara dan menjaga keamanan dalam
negeri adalah tugas dan tanggung jawab Kepolisian Negara
RI bersama dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara. Pada tanggal 8 Januari 1964, diadakan
upacara serah terima jabatan Mentri Panglima Angkatan
271
Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145. 272
Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri:
Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, (Jakarta : Panitia Penulisan
Ensiklopedia Kapolri, 2007), 15.
137
Kepolisian RI di Lapangan Olahraga Departemen Angkatan
Kepolisian dan yang bertugas sebagai inspektur upacaranya
adalah Menko/Kasab Jenderal A.H. Nasution.273
273
Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri:
Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, 78.
138
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini, antara lain:
1. Sebelum munculnya Pertempuran Surabaya pada 10
November 1945, Polisi Istimewa dan pejuang lainnya
melakukan pelucutan senjata milik Jepang sebagai modal
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945
merupakan pertempuran pertama yang terjadi di Indonesia
pada awal kemerdekaan sebagai upaya untuk
mempertahankan kemerdekaan.
3. Polisi Istimewa sebagai pasukan yang masih memiliki
persenjataan pada awal kemerdekaan, memberikan
pelatihan dan mempersenjatai masyarakat di Surabaya.
4. Polisi Istimewa merupakan badan perjuangan yang diakui
oleh Jepang dan internasional. Bahkan ketika terjadi
pelucutan senjata yang dimiliki oleh tentara Jepang, para
tentara Jepang hanya ingin menyerahkannya kepada Polisi
Istimewa.
5. Pada Pertempuran Surabaya 10 November 1945, Polisi
Istimewa pun memiliki peran karena Polisi Istimewa
selalu mengambil bagian dalam setiap pertempuran di
Surabaya dan bertempur bersama pasukan Indonesia
lainnya.
139
B. Implikasi
Sebagai suatu jawaban dari pertanyaan di dalam rumusan
masalah skripsi ini, dapat dikatakan bahwa Polisi Istimewa
menjawab semua tantangan yang dilakukan Sekutu yang ingin
menguasai Indonesia sebagai tempat jajahan Belanda dengan
melakukan perlawanan-perlawanan bersenjata. Hal tersebutlah
yang membuat semua masyarakat Indonesia sekarang ini bisa
hidup dengan negara merdeka dan rasa aman. Peranan yang
diambil oleh Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran
mempertahankan kemerdekaan berimplikasi luas terhadap
eksistensi negara Indonesia ini.
Dalam konteks inilah penulis melihat perjuangan Polisi
Istimewa sejak awal kemerdekaan sampai sekarang ini untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan mampu
dipandang oleh negara-negara lain. Perjuangan Polisi Istimewa
pun dilakukan dengan tulus dan ikhlas hanya demi tegaknya
negara Indonesia. perjuangan-perjuangan Polisi Istimewa dengan
pejuang lainnyalah yang mampu membuat Indonesia dikatakan
sebagai negara pejuang. Hal tersebut semakin membuat penulis
bangga dengan mereka yang merelakan jiwa dan raganya untuk
Indonesia dan semakin membuat penulis cinta terhadap tanah air.
Demikianlah, sangat luas implikasi dalam skripsi ini
untuk membangun negara yang damai, tidak ada penjajahan, dan
hidup merdeka.
C. Saran
Dalam Skripsi ini, penulis memiliki beberapa saran,
antara lain:
140
1. Pada saat pertempuran Surabaya, Polisi Istimewa
memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap
pertempuran, seharusnya peranan dari Polisi Istimewa ini
bisa lebih diekspose. Pada setiap peringatan pertempuran
Surabaya yang lebih dikenal sebagai Hari Pahlawan,
keterlibatan Polisi Istimewa di dalam pertempuran
Surabaya selalu jarang dimunculkan. Kepada Kepolisian
Republik Indonesia seharus bisa lebih memperhatian
sejarahnya.
2. Setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia
seharusnya lebih mampu memahami sejarahnya, karena
para pendahulu mereka adalah para pejuang yang rela
mengorbankan jiwa dan raganya demi tegaknya Republik
Indonesia.
3. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karena banyak keterbatasan dari diri penulis
pribadi maupun keterbatasan sumber yang didapat oleh
penulis. Penulis berharap akan ada penelitian-penelitian
lanjutan yang mengambil tema ini sehingga akan banyak
lagi sejarah-sejarah perjuangan dari badan perjuangan
yang berperan dapat terekspos dan diketahui oleh orang
banyak.
141
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Primer:
Abdulgani, Roeslan. Seratus Hari di Surabaya yang
menggemparkan Indonesia: Kisah Singkat Tentang
Kejadian-kejadian di Kota Surabaya antara Tanggal 17
Agustus s/d Akhir November 1945. Jakarta : Yayasan
Idayu, 1980.
Achmad, R. S. Surabaya Bergejolak. Jakarta : CV Haji
Masagung, 1990.
Alwi, Des. Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan
Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2012.
Danoekusumo, Sutjipto. Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat:
Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1997.
Jasin, Moehammad. Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Istimewa. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2010.
____________. Singa Pejuang Republik Indonesia. Jakarta :
PPKBI, 1998.
Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945.
Kedaulatan Rakyat, edisi 2 November 1945.
Latief, Hasyim. Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara
RI. Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995
Merdeka, edisi 31 Oktober.
Moekari, Tari. 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka.
Malang : An-Nuha Publishing, Tanpa Tahun.
142
Sutomo. Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan
Pengalaman Seorang Aktor Sejarah. Jakarta : Visimedia,
2008.
Sumber Sekunder:
Bizawie, Zainul Milal. Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad:
Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949).
Tangerang : Pustaka Compass, 2014
Bustami, Abdul Latif dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad
“Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga
Negara”, Jombang : Pustaka Tebuireng, 2015.
Bloembergen, Marieke. Polisi Zaman Hindia Belanda: dari
Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P.
Moeliono, Anna Whardana, Nicolette P. R. Moeliono dan
Tita Soeprapto Mangoensadjito. Jakarta : Kompas, 2011.
Chuseinsaputra, Jusuf. Peran Polri dalam Trikora dan Dwikora.
Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007.
Djamin, Awaloedin. Kedudukan Kepolisian Negara RI
dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok.
Jakarta : PTIK Press, 2007.
Djamin, Awaloedin. Ratta, I Ketut. Gunawan, I Gede Putu dan
Wulan, Ambar.. Sejarah Perkembangan Kepolisian di
Indonesia : dari Zaman Kuno Sampai Sekarang. Jakarta :
Yayasan Brata Bakti, 2007.
El-Kayyis, Isno. Laskar Hizbullah di Jawa Timur. Jombang :
Pustaka Tebuireng, 2015.
143
Hutagalung, Batara R. 10 November ‟45: Mengapa Inggris
Membom Surabaya?. Jakarta : Millennium Publisher,
2001.
K, Heru Sukadri. Soewarno dan RA, Umiati. Sejarah Revolusi
Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur. Jakarta
: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991.
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Kasdi, Aminuddin. 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek
Pasuruan Jawa Timur. Jakarta : Unesa University Press,
2004.
Kasdi, Aminuddin. Brata, Suparto dan Soedjijo. Pertempuran 10
November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia
di Surabaya. Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai
nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Tiara
wacana, 1995.
Mabes Polri. Sejarah Kepolisian di Indonesia. Jakarta : Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1999.
____________. Setengah Abad Polri Melayani Masyarakat.
Jakarta : Dinas Penerangan Polri, 1995.
Moedjanto, G. Indonesia Abad Ke-20 I. Yogyakarta :
Kanisius, 1994.
MS, Basri, Metodologi Penelitian Sejarah: (Pendekatanan, Teori,
dan Praktik). Jakarta : Restu Agung, 2006.
Notosusanto, Nugroho. Pertempuran Surabaya. Jakarta : PT
Mutiara Sumber Widya, 1985.
144
Odang, M. Perkembangan Kepolisian di Indonesia. Jakarta :
Markas Besar Kepolisian RI, 1952.
Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri:
Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, Jakarta :
Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, 2007
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho. Sejarah Nasional
Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik.
Jakarta : Balai Pustaka, 2010.
Rahmanto, Wahid dan Widoyoko, Yoyok. Setengah Abad
Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996.
Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia, 1996.
Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. terj: Satrio
Wahono, Bakar Bilfagih, Hasan Huda, Miftah Helmi,
Joko Sutrisno, dan Has Manadi. Jakarta : PT Serambi
Ilmu Semesta, 2007.
Setiadijaya, Barlan. 10 November ‟45: Gelora Kepahlawanan
Indonesia. Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Penganter. Jakarta :
Rajawali Press, 1987.
Soewito, Irna H. N. Hadi. Rakyat Jawa Timur Mempertahankan
Kemerdekaan 1. Jakarta : PT Grasindo, 1994.
Suparmin, Hadiman. Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak
Proklamasi – 1950. Jakarta : Godhessa Pura Mas, 1985.
Supomo, Atim. Pelopor. Jakarta : Pustaka Pelajar, 1998.
Syah, Iskandar. Sejarah Nasional Indonesia. Yogyakarta : Suluh
Media, 2016.
145
Tahir, Achmad. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Jakarta : Korps sarjana Veteran RI, 1994.
Tanumidjaja, Memet. Sejarah Perkembangan Kepolisian
Indonesia. Jakarta : Departemen Pertahanan – Keamanan
Pusat Sedjarah ABRI, 1971.
Team Kodak X Jatim. Peranan Polri dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949. Surabaya
: Grafika Dinoyo, 1982.
Ubaedillah, A dan Rozak, Abdul.Pendidikan Kewarga[negara]an
(Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta : Indonesia Center For Civic
Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Yauwerissa, Lorenzo dan Pusat Sejarah Polri. Pasukan Polisi
Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan
Kemerdekaan di Jawa Timur. Yogyakarta : Mata Padi
Pressindo, 2013.
Zeid, Mestika. “Perjuangan dan Diplomasi”. Dalam Indonesia
dalam Arus Sejarah, ed. Taufik Abdullah dan A.B.
Lapian. Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2009.
Jurnal:
Yulista, Fadma. “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun
1945”. AVATAR: e-Journal Pendidikan Sejarah 5, No. 3
(2017): 918-928.
Internet:
https://pesonakotasurabaya.wordpress.com/tag/monumenperjuang
an-polri/#jp-carousel-1511 diakses pada 19 September
2018, pukul 23.30 WIB.
146
https://pesonakotasurabaya.files.wordpress.com/2014/08/monper-
polri.jpg diakses pada 19 September 2018, pukul 23.35
WIB.
http://tribratanews.ntb.polri.go.id/2015/11/16/perjalanan-sejarah-
komjen-pol-m-yasin-sang-pahlawan/ diakses pada 3
Oktober 2018, pukul 22.07.
Wawancara
Wawancara dengan Bapak Brigadir Pol Syaiful Anwar, S.H.
Anggota Kepolisian Republik Indonesia, pada tanggal 4
Mei 2018 jam 20.00
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Prasasti Proklamasi Polisi Republik Indonesia.274
274
https://pesonakotasurabaya.wordpress.com/tag/monumenperjuanga
n-polri/#jp-carousel-1511 diakses pada 19 September 2018, pukul 23.30 WIB.
Monumen Perjuangan Polri di Surabaya.275
275
https://pesonakotasurabaya.files.wordpress.com/2014/08/mon-per-
polri.jpg diakses pada 19 September 2018, pukul 23.35 WIB.
Top Related