STATUS PASIEN
Identitas :
Nama : Ny. R
Umur : 36 tahun
Alamat : Semalen, RT 02/ RT 01, Ngadirejo, Secang, Magelang
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Nama Suami : Bp. SM
Umur : 35 tahun
Alamat : Semalen, RT 02/RT 01, Ngadirejo, Secang, Magelang
Pekerjaan : Pelaut
Keluhan Umum :
Tidak ada keluhan hanya kontrol rutin kehamilan
RPS :
Pada saat kontrol rutin kehamilan menjelang 2 minggu persalinan didapatkan
tekanan darahnya meningkat menjadi 140/90 mmHg hingga 160/90 mmHg saat
persalinan. Tidak meminum obat apapun dan melahirkan dengan induksi Caesar
(SC).
Anamnesis sistem:
Dalam batas normal kecuali BAB yang tidak lancar.
Riwayat Perkawinan :
Menikah yang pertama kali dengan suami sekarang pada usia 33 tahun. Melakuan
hubungan seksual uang pertama kali pada saat itu.
Riwayat Menstruasi :
Pertama menarche : 2 SMP
Siklus normal 28 hari, lama haid 7 hari.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pada saat hamil anak pertama juga mengalami hal serupa. Pada kehamilan anak
pertama bahkan dari umur kehamilan 2-3 bulan tekanan darah sudah 130/90 dan
makin hari semakin bertambah hingga puncak mencapai 200/100 mmHg pada
umur kehamilan 7 bulan keatas. Sudah diet garam serta minum obat hipertensi
(Dopamid) namun tidak ada hasil. Saat melahirkan anak pertama (37 minggu)
tekanan mencapai 180. Anak pertama lahir secara caesar dan dengan ketuban
keruh (pengapuran serta berat dibawah normal ( 2,1 kg). pada anak pertama juga
terjadi plasenta yang menutupi jalan lahir dilakukan caesar.
Riwayat Kontrasepsi :
Tidak pernah memakai kontrasepsi jenis apapun
Riwayat Obstretri :
HPL anak pertama : 15 Agustus 2009 namun dilakukan persalinan pada 28 Juli
2009
HPHT anak ke-2 : 19 April 2010
HPL anak kedua : 26 Januari 2011 namun dilakukan persalinan 24 januari 2011
G2P2A0
Jumlah anak lahir kurang bulan : tidak ada
Jarak kehamilan pertama dengan yang kedua : 10 bulan
Riwayat penyakit yang diderita ibu : HP dengan 140/90 mmHg berakhir dengan
melahirkan dengan SC.
Masa nifas : selesai 35 hari tapi masih sedikit ada flek
RPD
Pasien tidak pernah mengeluhkan adanya riwayat hipertensi sebelum kehamilan
ataupun sebelum menikah. Namun pasien hanya pernah mengeluhkan penyakit-
penyakit umum seperti magh dan tipus.
RPK
Ada riwayat hipertensi pada bapak
Lingkungan/kebiasaan
Lingkungan dan tempat tinggal pasien setelah menikah sampai ia melahirkan
2 orang anak dalam kategori lingkungan yang cukup sehat dan bersih. Ventilasi
nya cukup baik, lingkunganya nyaman, serta tidak berada pada lingkungan padat
penduduk ataupun dekat dengan sungai yang tercemar atau suatu industri ataupun
pabrik.
Pasien jarang sekali berolahraga karena aktifitas ditempat kerjanya yang
sangat padat sehingga tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Pasien dalam
keseharianya sering mengkonsumsi makanan yang memenuhi unsur gizi maupun
kesehatanya, seperti lauk pauk,sayuran, buah serta susu dan selama kehamilan
pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan lain selain vitamin yang diberikan oleh
dokter.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Resume Anamnesis
Dalam kunjungan PPK kemaren pasien dalam keadaan umum yang baik
tidak menunjukan tanda-tanda kelainan ataupun sedang menderita penyakit
tertentu, dan pasien tampak kurus tidak seperti pada ibu yang sedang menyusui
pada umumnya dan saat kunjungan pasien dalam keadaan pemulihan setelah
melahirkan bayi keduanya 40 hari yang lalu.
1)RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Saat pasien melakukan kontrol kehamilan tepatnya 2 minggu menjelang
persalinan didapatkan adanya peningkatan tekanan darah sekitar 140/90mmHg
dan ketika dilakukan pemeriksaan kembali saat menjelang persalinannya tekanan
darahnya semakin meningkat yaitu mencapai 160/90mmHg. Selama didiagnosa
hipertensi pasien tidak meminum obat apapun dan menjelang persalinan karena
tekanan darah tidak turun maka pasien disarankan melakukan tindakan operasi
caesar untuk persalinan keduanya ini.
Saat kunjungan Keadaan pasien saat ini memang dalam keadaan
baik, dan penggalian lebih ditekankan terhadap adanya riwayat kehamilan
serta persalinan baik pada bayi yang baru dilahirkan ataupun bayi
pertamanya yang dilahirkan 16 bulan yang lalu yang memiliki kelainan
dalam kehamilanya.
Pada saat pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan 2 minggu
menjelang dan saat persalinan menunjukan angka diatas atau sama dengan
140/90mmHg dan angka tersebut mengindikasikan bahwa pasien
mengalami hipertensi. Gambaran klinik yang khas pada hipertensi dalam
kehamilan (HDK) jika ditemukan adanya tekanan darah yang meningkat,
yaitu:
Terdapat kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg atau
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih.
Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik > 15
mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau
lebih.(william, 2005)
Pengukuran tekanan darah sebaiknya menggunakan tensimeter air
raksa, dengan penderita posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah
penderita beristirahat sedikitnya 10 menit dan diulang sedikitnya 2 kali
pemeriksaan
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung,volum
plasma,resistensi vaskular,dan viskositas darah. Hipertensi yang terjadi
pada kehamilan, tanpa didahului sebab yang jelas ditandai dengan
terjadinya penurunan volume plasma sesuai dengan beratnya penyakit
rata-rata sebesar 30%-40% dari nilai normal atau disebut hipovolemia.
Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi,
bahkan ada beberapa peneliti yang melaporkan terjadinya penurunan
volume plasma jauh sebelum munculnya manifestasi klinik HDK.
(Prawirohardjo,2010)
2)RIWAYAT REPRODUKSI
Siklus haid
Riwayat haid pertama kali pada umur 13 tahun, dengan suklus 28
hari dan lamanya haid 7 hari serta tidak didapatkan adanya kelainan nyeri
haid ataupun pendarahan yang berlebih.
Riwayat perkawinan
Pasien menikah 1 kali dan hubungan seksual pertama saat berusia 33
tahun dengan suami yang sudah dinikahinya selama 3 tahun ini.
Pasien menikah saat berusia 33 tahun, dan hubungan
seksual pertama kali dilakukan pada usia tersebut sehingga
kemungkinan besar kehamilan yang terjadi masuk sebagai faktor
risiko tinggi karena mendekati usia 35 tahun saat persalinan
pertamanya, dan diatas usia 35 tahun untuk persalinan keduanya.
Berdasarkan hasil penelitian, Adi (2003) mendapatkan kejadian
pre-eklampsia yang ditandai peningkatan tekanan darah tinggi
terbanyak pada umur 30-35 tahun mencapai 70,2%.
pada umur lebih dari 35 tahun telah terjadi penurunan curah
jantung yang disebabkan oleh kurangnya kontraksi miokardium,
sedangkan pada saat hamil curah jantung meningkatkan aliran
darah keorgan ginjal dan uterus. Dengan meningkatnya usia,
pembuluh darah sudah mulai melemah dan dinding pembuluh
darah sudah menebal sehingga mengakibatkan tekanan darah
meningkat. Selain itu juga yang timbul pada ginjal yaitu
menurunya fungsi glomerolus yang mengakibatkan proteinuria
serta retensi natrium dan air. Disisilain dengan bertambahnya umur
diatas 35 tahun adalah grup umur dengan hipertensi arterial dan
menghadapi resiko yang lebih besar untuk menderita superimposed
pre-eklampsia. (Winkjosastro, 2000)
Namun pada kasus, pasien belum sampai mengalami
edema kemungkinan besar belum terjadi retensi natrium dan air
yang mengakibatkan timbulnya edema.
Riwayat kontrasepsi
Tidak pernah memakai kontrasepsi jenis apapun karena setelah menikah
yaitu pada saat usia 33 tahun, pasien ingin segera mendapat momongan karena
takut akan risiko yang terjadi jika melahirkan dengan risiko tinggi.sehingga
tidak ada pengaruh apapun tentang jenis kontrasepsi yang berperan terhadap
kejadian hipertensi pada kehamilan ini.
Riwayat obstetrik
Keadaan
kehamilan,persalinan,
dan nifas
Tahun
dan tanggal
lahir
Keadaan
anak
Lokasi
persalinan dan
penolong
-Kehamilan
dengan hipertensi, sc,
-28 juli
2009
BB:21
kg, PB:43cm
RS.
Harapan
normal
-kehamilan
dengan hipertensi, sc,
normal
-24
januari 20011
BB:3,3kg
. PB:48cm
RS.puri
agung husada
HPL anak pertama : 15 Agustus 2009 namun dilakukan
persalinan pada 28 Juli 2009
HPHT anak ke-2 : 19 April 2010
HPL anak kedua : 26 Januari 2011 namun dilakukan
persalinan 24 januari 2011
G2P2A0
Jumlah anak lahir kurang bulan : tidak ada
Jarak kehamilan pertama dengan yang kedua : 10 bulan
Riwayat penyakit yang diderita ibu : HP dengan 140/90
mmHg berakhir dengan melahirkan dengan SC.
Masa nifas : selesai 35 hari tapi masih sedikit ada flek
Riwayat paritas
Menurut kamus kedokteran (2002) paritas adalah keadaan
wanita berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan, dan pasien
termasuk dalam kategori multipara karena telah melahirkan 2
orang anak. Namun dari riwayat kehamilan baik yang pertama
maupun kedua menunjukan bahwa pasien mengalami hipertensi
hanya saja pada kehamilan pertama hipertensi didiagnosa sejak
awal kehamilan sehingga lebih lama dan berat. Hampir seluruh
primipara menderita hipertensi pada kehamilannya, hal ini
dikarenakan pengaturan darah selama kehamilan sangat tergantung
pada hubungan antara curah jantung dan tahanan atau retensi
pembulu darah, yang keduannya berubah selama kehamilan.
Peningkatan tekanan darah yang timbul pertama kali pada saat
kehamilan disebabkan adanya kerusakan yang terjadi pada
pembulu darah pada plasenta. Selain itu jika sampai melibatkan
organ ginjal karena terjadi gangguam pengaliran darah dapat
menurunkan fungsional flitras glomerolus yang mengakibatkan
proteinuria. (Winkjosastro, 2000)
Riwayat kehamilan pertama
Pada kehamilan pertama pasien terdiagnosa mengalami
hipertensi sejak usia kehamilan 2-3 bulan pertama yang semakin
bertambah pada kehamilan aterm yaitu mencapai 200/100 mmHg.
Secara fisiologis ibu yang mengandung sebuah janin
akan mengalami berbagai perubahan fisiologi dari awal
kehamilan, tepatnya segera stelah fertilisasi sebagai
adaptasi maternal untuk menunjang pertumbuhan janin
yang dikandungnya. Dalam keadaan hamil curah jantung
meningkat 40% karena adanya peningkatan isi sekuncup
jantung yaitu mulai pada minggu ke-6 dan mencapai
maksimum pada trimester ke-2. Aktivitas renin plasma,
aldosteron meningkat pada minggu ke-6 dan Aldosteron
akan meningkat terus sampai minggu ke-36 kehamilan,
ANP juga akan meningkat pada minggu ke-24 hingga ke-
36 kehamilan. (Prawirohardjo,2010)
Namun sebaliknya padawanita hamil yang
terdiagnosa mengalami hipertensi atau HDK terjadi
penurunan volume plasma 30 - 40 % dari kehamilan
normal. Penurunan volume ini pada HDK tidak banyak
berbeda dengan hipertensi esensial, hanya saja
hipertensiessensial diluar kehamilan penurunan volume
plasma mencapai 9 %. Penurunan volumeplasma ini akan
menimbulkan hemokonsentrasi dan meningkatnya
viskositas darah.kondisi seperti menimbulkan
hipoperfusi jaringan-jaringan. Organ yang paling
pekaterhadap hipoperfusi ini yaitu unit feto-
plasental.Pada HDK saja oksigenasi janinmenurun
dan akan be rak iba t pe r t umbuhan j an in da l am
r ah im yang t e rhamba t , gawa t janin, dan bahkan
kematian janin dalam rahim.(william, 2005)
Penurunan kada r ang io t ens in I I , Se j ak
40 -50 t ahun yang l a l u t e l ah d ibuk t i kan bahwa
pada h ipe r t ens i da l am kehami l an terjadi
peningkatan tonus pembuluh darah secara
menyeluruh, sehingga terjadivasokonstriksi secara
menyeluruh pulaT e r n y a t a p a d a h i p e r t e n s i
d a l a m k e h a m i l a n t e r j a d i p e n u r u n a n k a d a r
a n g i o t e n s i n I I . P e n u r u n a n k a d a r
a n g i o t e n s i n I I i n i m e n y e b a b k a n p e m b u l u h
d a r a h m e n j a d i s a n g a t p e k a t e r h a d a p
b a h a n - b a h a n v a s o a k t i f . B e r b e d a d e n g a n
k e h a m i l a n n o r m a l d i m a n a kada r ang io t ens in
I I cukup t i ngg i . Maka pembu luh da rah
men j ad i r e f r ak t e r t e rhadap b a h a n - b a h a n
v a s o a k t i f . I n i b e r a r t i b a h w a p a d a
k e h a m i l a n d e n g a n a n g i o t e n s i n I I r endah ,
akan s anga t peka t e rhadap r angsangan bahan -
bahan va soak t i f , s eh inggapember i an va soak t i f
da l am jumlah yang s ed ik i t s a j a sudah dapa t
men imbu lk an vasokonstriksi, dan menimbulkan
hipertensi.(Fischer, 2000)
Penurunan kada r P ros t ag l and i n ,
d ika t akan bahwa t ahanan pe r i f e r maupun
t ekanan da rah pada wan i t a hami l d i a tu r
o l eh k e s e i m b a n g a n a n t a r a b a h a n - b a h a n
v a s o k o n s t r i k t o r d a n v a s o d i l a t o r . S e b a g a i
b a h a n vasokons t r i k to r an t a r a l a i n ka t eko l am in
( ad ren a l i n , no r ad r ena l i n , dopa mi n ) , pep t i d a
(angiotensin I dan II ), mineralo glukokortikoid,
tromboksan, jumlah cairan tubuh, jumlahgaram tubuh, Ca
), serotonin, dan estrogen. Sedangkan vasodilator
yaitu prostasiklin,progesteron, asetilkolin, Mg++ dan
histamin.Prostasiklin merupakan generasi dari
prostaglandin, dimana pada kehamilan
normalkadarnya cukup tinggi, dan dihasilkan oleh
beberapa organ_ Pengaruh prostasiklin _ padakehamilan
normal yaitu sebagai vasodilator yang kuat dan juga
menghambat agregasitrombosit. Sintesis
prostasiklin akan berpengaruh pula terhadap
sintesis angiotensin II.Dengan kata lain prostaglandin
mempunyai peranan terhadap sintesis angiotensin II.Pada
hipertensi dalam kehamilan, terjadi gangguan
keseimbangan antara prostasiklin dantromboksan, sehingga
rasio prostasiklin dan tromboksan menurun. Tromboksan
sebagaivasokonstriktor kuat, bahkan lebih kuat dari
angiotensin II juga merangsang agregasitrombosit.
Sebagai akibat rendahnya prostasiklin, tromboksan akan
meningkat,angiotensin II menurun, pembuluh darah sangat
peka terhadap rangsangan vasoaktif, danakhirnya terjadi
hipertensi.(fischer.2000)
Vasokonstriksi, Keha mi l an no r ma l t ek anan
da r ah dapa t d i a tu r , mesk ip un cu rah j an tung
men ing ka t sebagai akibat penurunan tahanan
perifer. Pada HDK seperti diterangkan diatas
bahwaterjadi peningkatan vasokonstriktor, tentunya akan
terjadi vasokonstriksi secaramenyeluruh pada sistem
pembuluh darah arteriole dan prekapiler. Vasokonstriksi ini
pada hakekatnya merupakan mekanisme kompensasi
terhadap hipovolemik, bila tidak terjadidemikian maka
penderita HDK akan berada dalam syok kronik.(haddad,
2000)
Selain itu, primipara serta umur yang ekstrim pada
kehamilan pertama merupakan faktor resiko terjadinya
hipertensi yang dapat berlanjut menjadi pre-eklampsia.
pada kehamilan pertama pada penderita hipertensi sampai
preeklamsia akan membentuk peran imunologis dan tidak
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
bloking anti bodies terhadap antigen placenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya (Depkes RI,2000).
Riwayat kehamilan kedua
2 minggu sebelum dilakukan persalinan, tekanan
darah 140/90 mmHg, lalu 2 minggu kemudian tepatnya
detik menjelang persalinan tekanan darah naik menjadi
160/90 mmHg.
Pada kehamilan dengan hipertensi tepatnya jika
kurang dari 180/110mmHg tidak diindikasikan untuk
melakukan pemberian antihipertensi, karna efek terapi
dapat melintas secara uteroplasenta sehingga berpengaruh
pada janin yang dikandungnya. Selain itu untuk tindakan
penurunan tekanan darah yang tidak berdasarkan aturan
yang ditetapkan dapat berakibat fatal pada ibu yang
mengandung, karena tekanan darah yang cukup sangat
dibutuhkan untuk memasok nutrisi pada janin, dan untuk
persalinan. (Winkjosastro, 2000)
Riwayat persalinan pertama
Sejak dari awal kehamilan pasien sudah terdiagnosa
hipertensi dan tidak pernah terjadi purunan tekanan darah
hingga menjeang persalinan, oleh karena itu atas indikasi
dokter pasien disarankan melakukan operasi caesar untuk
tindakan persalinannya. Anak pertama lahir secara caesar
dan dengan ketuban keruh (pengapuran serta berat dibawah
normal ( 2,1 kg). pada anak pertama juga terjadi plasenta
yang menutupi jalan lahir dilakukan caesar. Umur 2
minggu anak pertama muntah darah dan diduga terjadi
infeksi pencernaan.
Indikasi secar dilakukan karena menjelang
persalinan tidak terjadi penurunan tekanan darah dan
bahkan tekanan darah semakin meningkat mencapai
200/100mmHg. Selain itu sebelum tepat mencapai usia
kehamilan aterm yaitu antara minggu ke-37 sampai 42,
pada pemeriksaan USG didapkan adanya kekeruhan pada
cairan amnion(air ketuban), selain itu juga terjadi
penutupan jalan lahir oleh plasenta(plasenta previa)
sehingga tidak memungkinkan untuk diterminasi secara
vaginal. Setelah diobservasi sampai memasuki usia
kehamilan aterm yaitu pada minggu ke 37 segera
diterminasi dengan insisi SC karena indikasi tersebut diatas.
Keadaan hipertensi pada kehamilan akan
menyebabkan sirkulasi darah dalam plasenta kurang baik
dan menyebabkan terjadinya pengapuran sehingga nutrisi
ke janin terganggu. Itu juga yang menyebabkan terjadinya
pengapuran pada cairan amnion karena kurangnya sirkulasi
uteroplasenta. dekker. 2000)
Wanita yang mengalami kehamilan pertama kali
berada dalam resiko terbesar terhadap hipertensi dalam
kehamilan, hal ini kemungkinan karena hampir seluruh
primipara menderita hipertensi dalam kehamilan dimana
pengaturan darah selama kehamilan sangat tergantung pada
hubungan antara curah jantung dan tahanan / retensi
pembuluh darah yang keduanya berubah selama kehamilan.
Peningkatan tekanan darah pertama kali timbul pada saat
kehamilan disebabkan oleh adanya kerusakan yang terjadi
pada pembuluh darah pada plasenta. (Bobak dan Jansen,
2000)
Bayi yang dilahirkan menunjukan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) ini juga sebagai komplikasi adanya
hipertensi pada kehamilan, dikarenakan Ibu dengan
hipertensi akan menyebabkan terjadinya insufisiensi
plasenta, hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat
dan sering terjadi kelahiran prematur. Hipertensi pada ibu
hamil merupakan gejala dini dari pre-eklamsi, eklampsia
dan penyebab gangguan pertumbuhan janin sehingga
menghasilkan berat badan lahir rendah. (Winkjosastro,
2000)
3)RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak pernah mengeluhkan adanya riwayat hipertensi sebelum
kehamilan ataupun sebelum menikah. Namun pasien hanya pernah mengeluhkan
penyakit-penyakit umum seperti magh dan tipus, sehingga kejadian hipertensi
kronik yang dapat ditegakkan karena adanya hipertensi sebelum kehamilan dapat
disingkirkan.
4)RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pada penyakit keluarga didapatkan bahwa ayah juga memiliki riwayat
hipertensi yang dapat menjadi faktor risiko. Orang tua atau saudara sedarah yang
memiliki riwayat penyakit hipertensi dapat menurunkan keadaan hipertensi
kepada anak yang dilahirkan, hal ini bukan berarti hipertensinya yang diturunkan,
melainkah pembuluh darahyang kurang elastis yang akan diturunkan sehingga
adanya penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan tahana perifer yang
meningkat sehingga sebagai salah satu faktor yang berperan terhadap timbulnya
hipertensi.
5)RIWAYAT KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN
Lingkungan dan tempat tinggal pasien setelah menikah sampai ia
melahirkan 2 orang anak dalam kategori lingkungan yang cukup sehat dan bersih.
Ventilasi nya cukup baik, lingkunganya nyaman, serta tidak berada pada
lingkungan padat penduduk ataupun dekat dengan sungai yang tercemar atau
suatu industri ataupun pabrik. Kebiasaan pasien semenjak sebelum menikah
adalah orang yang memiliki aktifitas yang cukup tinggi, karena ia menempuh
pendidikan hingga s1 dan setelah menikah ia langsung bekerja diperusahaan
swasta yang banyak menyita waktunya dilingkungan kerja sehingga rentan sekali
terkena stres. Begitu juga yang terjadi saat kehamilan pertama maupun keduanya,
ia sering merasa stres karena kegiatan yang sangat padat tempat ia bekerja.
Sehingga kadang kala mempengaruhi keadaan tekanan darahnya yang sering
meningkat terutama saat kehamilan.
Pasien jarang sekali berolahraga karena aktifitas ditempat kerjanya yang
sangat padat sehingga tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Pasien dalam
keseharianya sering mengkonsumsi makanan yang memenuhi unsur gizi maupun
kesehatanya, seperti lauk pauk,sayuran, buah serta susu. Dan ketika kehamilan
pertama maupun keduanya, ia tidak pernah mengurangi asupan gizi sedikitpun
karena ia rajin melakukan konsultasi kedokter setiap bulannya karena memang dia
termasuk memiliki risiko tinggi dalam kehamilanya, sehingga masalah gizi dan
nutrisi sudah dipenuhi secara lengkap. Bahkan pada kehamilan pertamanya ia,
menghentikan aktifitasnya dari kantir sejak kehamilan 7 bulan dengan tujuan
menjaga janin yang sedang ia kandung karena memang sangat rentan terjadinya
keadaan yang bisa membahayakan dirinysa maupun janin yang dikandungnya.
Selama kehamilan pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan lain selain vitamin
yang diberikan oleh dokter.
B. Pembahasan Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital sign :
Tekanan darah : 130/75 mmHg
Suhu : 36,5 ºC
Nadi : 90 kali per menit
Respirasi : 19 kali per menit
4. Kepala : konjuctiva anemis (-), sclera ikterik (-)
5. Leher : JVP meningkat (-)
6. Thorax :
a. Cor
I : iktus cordis tidak tampak
P : ictus kordis tidak kuat angkat
P : redup, batas jantung normal
A : suara jantung I dan II normal, reguler, bising (-)
b. Paru
I : simetris, ketinggalan gerak (-)
P : fremitus normal, nyeri tekan (-)
P : sonor, batas paru normal
A : normal vesikuler, bising (-)
7. Abdomen :
I : simetris, tak ada perbesaran organ, bekas operasi (+)
A : bising a. renalis (-), bunyi peristaltik normal
P : dalam batas normal
P : hepatomegali (-), splenomegali (-)
8. Kulit :
Dalam batas normal: tidak ada perubahan warna, tidak
ada gatal
9. Ektremitas :
Dalam batas normal: edema (-), nyeri otot (-)
Dari pereriksaan fisik yang dilakukan terhadap Ny. R menunjukkan semua
dalam batas normal kecuali tekanan darahnya yang masih tergolong
hipertensi yaitu 130/75 mmHg, itu disebabkan karena pemeriksaan
dilakukan 42 hari setelah persalinan anak kedua. Sebelumnya persalinan itu
tekanan darah Ny. R adalah 160/90 mmHg dan belum bisa turun sempurna.
Selain itu juga disebabkan Ny. R dalam keadaan capek karena kurang tidur
dan sering terbangun di malam hari untuk mengurus anaknya jika rewel.
C. Pembahasan Pemeriksaan Penunjang
Hipertensi selama kehamilan memang masalah yang selalu terjadi sekitar 2-3
% kehamilan diikuti dengan hipertensi.
Hipertensi selama kehamilan dibagi menjadi 4 kategori ( Menurut National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy) :
1. Hipertensi Kronis
2. Preeclampsia-eclamsia
3. Preeclampsia “menumpang” pada kronis hipertensi
4. Gestasional hipertensi ( hipertensi kronis yang baru teridentifikasi saat
kehamilan sudah lebih dari 6 bulan)
Kategori inilah yang lebih disebut dengan Pregnancy-induced hypertension
(PIH).
Ada juga yang membagi menjadi 2 kategori ( The Society of Obestetricians and
Gynecologist of Canada) : preexisting dan gestasional dengan pilihan dapat
ditambahkan “dengan preeklampsia” jika ternyata ditemukan tanda-tanda atau
test yang menunjukkan preeklampsia.
Hipertensi kronis dapat diartikan sebagai tekanan darah yang naik hingga
140/90 sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu. Jika
ditemukan peningkatan pembuluh darah setelah minggu ke-20 dapat di katakan
sebagai preeklampsia. Preeklampsia muncul hingga 5 % dari seluruh kehamilan
10 % pada kehamilan pertama dan 20-25 % pada wanita dengan riwayat
hipertensi kronis.
Pemeriksaan Penunjang pada Gestasional Hypertension
- Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan lab untuk mengevaluasi kembali hipertensi kronis beserta
untuk memeriksa apakah terjadi kerusakan organ, dampak sekunder dari
hipertensi dan faktor resiko lainnya
Urinalisis bisa untuk menunjukkan adanya proteinuria
CBC untuk menujukkan diagnosis ke arah adanya preeclampsia
Creatinin spot urine speciment dikatakan lebih akurat dalam
menemukan proteinuria yang abnormal bahkan daripada
urinalisis menggunakan urin tampung 24 jam
Serum Creatin biasanya kurang dari 0,8 mg/dL selama
kehamilan ; jika terjadi kelebihan kemngkinan dampak dari
preeclampsia
- Pemeriksaan Penunjang
Echocardiography untuk mengevaluasi adanyanya
kemungkinan hipertropi ventrikel kiri pada hipertensi kronis dan
untuk menyingkirkan cardiomyopathy atau kelainan pembuluh
darah pada wanita hamil
D. Pembahasan Diagnosis
Hipertensi pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang pada umumnya terdapat pada
saat kehamilan, yaitu:
1. Preeklamsia-eklamsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang
diakibatkan kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi (140/90 mmHg) dan
proteinuria (>300 mg/24 jam urin) yang terjadi setelah kehamilan 20
minggu pada perempuan yang sebelumnya normotensi.
2. Hipertensi kronik (preexisting hypertension), hipertensi jenis ini
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90
mmHg yang telah ada sebelum kehamilan, pada saat kehamilan 20 minggu
yang bertahan sampai lebih dari 20 minggu pasca partus.
3. Preeklamsia pada (superimposed) hipertensi kronik, adalah hipertensi pada
perempuan hamil yang kemudian mengalami proteinuria, atau pada yang
sebelumnya sudah ada hipertensi dan proteinuria, adanya kenaikan
mendadak tekanan darah atau proteinuria, trombositopenia, atau
peningkatan enzim hati.
4. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat (de-novo), dapat terjadi
pada saat kehamilan 20 minggu tetapi tanpa proteinuria. Pada
perkembangannya dapat terjadi proteinuria sehingga dianggap sebagai
preeklamsia. Kemudian dapat juga berlanjut menjadi hipertensi kronik.
(Sudoyo, 2007)
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau
lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff umtuk menentukan tekanan
diastolik. Edema tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostic karena kelainan
ini terjadi pada banyak wanita hamil normal. Dahulu direkomendasikan bahwa
yang digunakan sebagai kriteria diagnostic adalah peningkatan tekanan darah
sistolik sebesar 30 mmHg atau diastolic 15 mmHg, bahkan apabila angka absolute
di bawah 140/90 mmHg. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti
memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya
mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan. Namun wanita yang
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolic 15mmHg
perlu diawasi dengan ketat. (William, 2005)
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas. (Prawirohardjo, 2009)
Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskular
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi. (Prawirohardjo, 2009)
Teori Kelainan Vaskularisasai Plasenta
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spinalis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi
yang akan memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya,
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini yang disebut
“remodeling arteri spiralis”. (Prawirohardjo, 2009)
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis tetap kaku dan keras sehingga lumen tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi, tetapi sebaliknya arteri ini mengalami vasokontriksi dan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta yang selanjutnya akan
menimbulkan patogenesis hipertensi pada kehamilan selanjutnya. (Prawirohardjo,
2009)
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi
dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. (Prawirohardjo, 2009)
Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Iskemia plasenta dan pembukaan oksidan/radikal bebas
Sebagian dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau
atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan.
(Prawirohardjo, 2009)
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
dalah suatu proses normal, karena oksidan dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidrosil dalam darah mungkin dulu dianggap
sebagai toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam
kehamilan disebut “toxaemia”. (Prawirohardjo, 2009)
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel
endotel. (Prawirohardjo, 2009)
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan. (Prawirohardjo, 2009)
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.
(Prawirohardjo, 2009)
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini
akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak
membrane sel endotel. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan
dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.
Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peoksida lemak. (Prawirohardjo, 2009)
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut “disfungsi endotel”. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di
lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan
lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada
preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin
sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan
darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis)
- Peningkatan permeabilitas kapilar
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi. (Prawirohardjo, 2009)
Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta bahwa primigravida mempunyai risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
multigravida. (Prawirohardjo, 2009)
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan karena adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam respons imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,
adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spinalis. HLA-
G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklamsia.
(Prawirohardjo, 2009)
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklamsia, ternyata mempunyai kecenderungan terjadi
preeklamsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah
disbanding pada normotensif. (Prawirohardjo, 2009)
Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor sehingga tidak menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan
normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh
darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan
hilang jika diberi prostaglandin sintesa inhibitor. Prostaglandin ini dikemudian
hari ternyata adalah prostasiklin. (Prawirohardjo, 2009)
Pada hipertansi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi
pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan. (Prawirohardjo, 2009)
Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami peeklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia
pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklamsia. (Prawirohardjo,
2009)
Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting
yang pernah dilakukan dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet
pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana
serba sulit mendapat gizi cukup sehingga menimbulkan kenaikan insiden
hipertensi dalam kehamilan. (Prawirohardjo, 2009)
Penelitia terakhir membuktikan bahwa mengkonsumsi minyak ikan dapat
mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. (Prawirohardjo, 2009)
Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
(Prawirohardjo, 2009)
Pada kehamilan mormal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris masih dalam tahap wajar,
sehingga reaksi inflamasi dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis
pada preeklamsia, dimana pada preeklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik tropoblas juga meningkat. Makin
bnyak sel trofoblas plasenta, missal pada kehamilan ganda maka reaksi stres
oksidatif akan semakin meningkat, sehingga jumlah sisa debris tropoblas juga
akan makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan
normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. (Prawirohardjo,
2009)
Kriteria Diagnosis
Table 1. Diagnosis Gangguan Hipertensi yang Menjadi Penyulit Kehamilan.
Diasaptasi dari Nationan High Blood Pressure Education Program Working
Group Report on High Blood Pressure in Precnancy (2000)
Hipertensi Gestasional
TD ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
Tidak ada proteinuria
TD kembali ke normal <12 minggu postpartum
Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum
Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsia, misalnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia.
Preeklamsia
Kriteria minimum
TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada dipstick
Peningkatan kepastian preeklamsia
TD ≥ 160/100 mmHg
Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ +2 pada dipstick
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
Trombosit < 100.000/mm³
Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
SGPT (ALT) atau SGPT (AST) meningkat
Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya
Nyeri epigastrium menetap
Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preeklamsia
Preeklamsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia on chronic
hypertension)
Proteinuria awitan-baru ≥ 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi
tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu.
Terjadi peningkatan roteinuria dan tekanan darah atau hitung trombosit
<100.000mm³ secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan
proteinuria sebelum gestasi 20 minggu.
Hipertensi kronik
TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi
20 minggu atau hipertensi yang oertama kali didiagnosis setelah gestasi 20
mningu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.
Hipertensi yang terjadi pada kasus ini masuk dalam jenis hipertensi
gestasional. Seperti diperlihatkan di tabel 1, diagnosis hipertensi gestasional
ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHG atau
lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengenal proteinuria .
Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi preeklamsia
dan tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam
klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita bersangkutan tidak mengidap
preeklamsia hanya dapat dibuat post partum. Dengan demikian, hipertensi
gestasional merupakan diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui bahwa wanita
dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda yang berkaitan
dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau
trombositopenia, yang mempengaruhi penatalaksanaan. (William, 2005)
Pada Ny. R tekanan darahnya pada saat hamil hingga persalinan mencapai
160/90 mmHg tetapi belum dilakukan tes urin untuk mengetahui ada atau
tidaknya proteinuria dan tekanan darah berangsur-angsur turun setelah melahirkan
dan sekarang tekanan darahnya tinggal 130/75 mmHg setelah 42 hari melahirkan,
selain itu juga tidak didapatkan tanda-tanda yang berkaitan dengan preeklamsia
seperti nyeri kepala ataupun nyeri epigastrium, sehingga kita tidak memasukkan
kasus tersebut pada preeklamsia, sementara ini hanya mendiagnosis pasien
mengalami hipertensi gestasional. Tetapi bisa mengarah pada preeklamsi, hanya
saja memerlukan pemeriksaan urin untuk mengetahui ada atau tidaknya
proteinuria, jadi jika dilakukan pemeriksaan tersebut dan pasien terbukti positif
proteinuria maka diagnosis bisa berkembang pada preeklamsia.
E. Pembahasan Terapi
Farmakologi :
- TT : suntik tetanus toksoid wajib diberikan untuk orang hamil minimal 2x
(sebagai vaksinasi)
- Kalk : untuk kalsium karena pada saat ibu hamil itu mengalami penurunan
kalsium yang disebabkan adanya pembentukan organ-organ ekstremitas
(tulang) dan otot-otot si janin untuk melakukan gerakan-gerakan dalam
rahim ibu, sehingga bisa diberikan kalsium supaya tercukupi kebutuhan
kalsium untuk si ibu dan janinnya. Apabila si ibu kekurangan kalsium
maka dapat menimbulkan kelemahan pada otot jantung yang bisa
menyebabkan penurunan stroke volume jantung, selain itu juga bisa
menyebabkan lemahnya otot pembuluh darah yang dapat menimbulkan
vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi dalam kehamilan. Pada dasarnya
kalsium disini fungsinya untuk membangkitkan proses kontraksi jantung
buat ibu maupun bayinya.
- Tidak mutlak diberikan obat antihipertensi, diuretik, dan sedativum.
Karena pada dasarnya pengobatan hipertensi pada kehamilan harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Menurunkan tekanan darah tidak boleh lebih dari 20% dalam satu
jam
2. Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg
3. Memilih obat antihipertensi sebaiknya konsultasi dengan ahli
penyakit dalam dan jantung
4. Pemberian antihipertensi adalah bila tensi 180/110mmHg
Pada kasus ini belum digunakan obat antihipertensi, karena
tekanan darah pasien 160/90 mmHg. Sedangkan indikasi
pemberian obat antihipertensi adalah jika tekanan darahnya
180/110 mmHg.
Non farmakologi atau edukasi :
- Istirahat yang cukup
- Bersihkan puting susu, karena nanti setelah proses persalinan ibu akan
menyusui bayinya, dan tetap terjaga kebersihannya
- Kontrol 1 minggu sekali untuk ANC-nya dan tidak lupa untuk mengetahui
tekanan darahnya
- Olah raga yang ringan saja seperti ngepel
- Diet rendah garam
- Diet protein (saifuddin, 2004)
Proses persalinannya dengan menggunakan tindakan SC (sectio sesaria)
Indikasi :
1. Tidak memungkinkan persalinan pervaginam
2. Induksi persalinan gagal
3. Maternal distress atau fetal distress
Persiapan :
1. Periksa ulang DJJ dan presentasi janin
2. Tindakan pencegahan infeksi
3. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operasi
4. Pasang infus
5. Anestesia : dapat anastesi lokal, ketamin, anastesi spinal, atau anastesi
umum
6. Insisi mediana (vertikal/klasik) dianjurkan pada :
- Perlekatan SBR pada bekas SC
- Letak lintang
- Kembar siam
- Tumor (mioma uteri) di SBR
- Hipervaskularisasi SBR (pada plasenta previa)
- Karsinoma seriks
7. Jika kepala bayi telah masuk panggul, lakukan tindakan antisepsis pada
vagina
Insisi SC sedapat mungkin pada SBR, tepat pada bekas insisi yang lama (untuk
menghindari avaskularitas dan penyembuhan yang buruk karena persilangan
jaringan parut), kecuali jika tidak memungkinkan, misalnya pada :
- Perlengketan SBR
- SBR belum terbentuk
- Gawat janin
- Plasenta previa
- Akan dilakukan sterilisasi (Hardjasaputra, 2002)
Tindakan :
1. Membuka perut
- Insisi perut dapat secara mediana dari kulit sampai faasia
- Setelah fasia diinsisi 2-3 cm, insisi diperluas dengan gunting
- Pisahkan muskulus rektus abdominalis dengan jari atau gunting
- Buka peritoneum dekat umbilikus dengan jari
- Retraktor dipasang diatas tulang pubis
- Pakailah pinset untuk memegang plika vesica uterina dan buatlah insisi
dengan gunting ke lateral
- Pisahkan vesica urinaria dan dorong ke bawah secara tumpul dengan
jari-jari
2. Membuka uterus
- SBR diinsisi melintang + 1 cm dibawah plika vesico uterina sepanjang
+3 cm
- Insisi diperlebar ke lateral secara tumpul dengan jari tangan
- Jika SBR masih tebal, insisi diperlebar secara tajam dengan gunting
atau pisau
- Insisi dibuat cukup besar untuk melahirkan kepala dan badan bayi
3. Melahirkan bayi dan plasenta
- Selaput ketuban dipecahkan
- Untuk melahirkan bayi, masuk 1 tangan kedalam kavum uteri antara
uterus dan kepala bayi
- Kemudian kepala bayi ditarik keluar secara hati-hati agar uterus tidak
robek
- Dengan tangan yang lain, sekaligus menekan hati-hati abdomen ibu di
atas uterus untuk membantu kelahiran kepala
- Jika kepala bayi telah masuk panggul, mintalah seorang asisten untuk
mendorongnya ke atas secara hati-hati
- Sedot cairan di mulut dan di hidung bayi, kemudian lahirkan badan
dan seluruh tubuh
- Berikan oksitosin 10 U dalam 500 ml cairan IV (NaCl atau RL) 60
tetes per menit selama 1-2 jam
- Jepit dan potong tali pusat, selanjutnya bayi diserahkan kepada asisten
- Berikan antibiotik profilaksis tunggal intraoperatif, setelah tali pusat
dipotong : ampisilin 2 gram IV atau sefazolin 1 gram IV
- Plasenta dan selaput dilahirkan dengan tarikan hati-hati pada tali pusat.
Eksplorasi ke dalam kavum uteri untuk memastikan tidak ada bagian
plasenta yang tertinggal
4. Menutup insisi uterus
- Jepit tepi luka insisi pada SBR dengan klem fenster, terutama pada
kedua ujung luka. Perhatikan adanya robekan atau cedera pada vesika
urinaria
- Lakukan jahitan hemostasis secara jelujur dengan catgut chromic
nomer nol atau poliglikolik
- Jika masih ada perdarahan dari tempat insisi, lakukan jahitan simpul 8,
tidak diperlukan jahitan lapis kedua
- Juga tidak perlu menutup plika vesiko uterina
5. Menutup insisi perut
- Yakinkan tidak ada perdarahan lagi dari insisi uterus dan kontraksi
uterus baik
- Fasia abdominalis dijahit jelujur dengan cargut chromic nomer nol
- Apabila tidak ada tanda-tanda infeksi, kulit dijahit dengan nilon atau
catgut chromic secara subkutikuler (depkes RI, 2002)
Perawatan pasca tindakan :
1. Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
2. Jika masih terdapat perdarahan
3. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam : ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam dan
gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam dan metronidazole 500 mg IV
setiap 8 jam
4. Beri analgetik jika perlu (saifuddin, 2004)
Pada kasus ini dilakukan SC karena pasien memiliki riwayat hipertensi
pada kehamilan sehingga dikhawatirkan terjadi perdarahan postpartum.
Selain itu, pasien belum memungkinkan dilakukannya persalinan
pervaginam dikarenakan adanya riwayat persalinan SC 1,5 tahun yang
lalu.
F. Pembahasan Prognosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya
mencapai 140/90 mmHg atau lebih saat pertama kali selama kehamilan,
tetapi belum mengalami proteinuria. Pada pasien, tekanan darahnya
kembali normal dalam kurun waktu 12 bulan dan tidak terjadinya
preeklamsia, biasanya di sebut hipertensi transien (hipertensi gestasional).
Apabila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama masa akhir
kehamilan, akan berbahaya pada ibu dan janin, terutama untuk janin jika
tidak segera dilakukan terminasi kehamilan (syaratnya usia kehamilan >36
minggu atau terbukti adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin).
Hipertensi yg diartikan sebagai tekanan diastol >90 berkaitan dengan
terjadinya peningkatan angka kematian janin sebesar tiga kali lipat dan
angka kematian ibu sekitar 3%. Pada penderita HT ringan atau sedang,
outcome kehamilan baik dengan perinatal survival sekitar 95 – 97%.
(william,2005)
Prognosis buruk bila :
HT berat terjadi pada trimester I.
Preeklamsia pada kehamilan < 28 minggu.
Insufisiensi ginjal sebelum kehamilan.
Penyakit kardiovaskular hipertensi.
Kardiomiopati kongesti.
G. Pembahasan Komplikasi