PENGUKURAN DAN PEMODELAN KETIDAKJUJURAN
AKADEMIK DI KALANGAN MAHASISWA UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh:
Fayna Faradiena
NIM: 11140700000007
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
PENGUKURAN DAN PEMODELAN KETIDAKJUJURAN
AKADEMIK DI KALANGAN MAHASISWA UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
FAYNA FARADIENA
NIM: 11140700000007
Di bawah bimbingan:
Dosen Pembimbing Skripsi
Jahja Umar, Ph.D
NIP. 19470521 198003 1 002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta, 26 September 2018
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Wakil Dekan/
Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. Dr. Abdul Mujib, Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si
NIP. 19680614 1997 NIP. 19720823 199903 1 002
Anggota:
Solicha, M.Si Drs. Akhmad Baidun, M.Si
NIP. 19720415 199903 2 001 NIP. 19640814 200112 1 001
Skripsi berjudul “PENGUKURAN DAN PEMODELAN KETIDAKJUJURAN
AKADEMIK DI KALANGAN MAHASISWA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 September 2018. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi)
pada Fakultas Psikologi.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Fayna Faradiena
NIM : 11140700000007
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGUKURAN DAN
PEMODELAN KETIDAKJUJURAN AKADEMIK DI KALANGAN
MAHASISWA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA” adalah benar
merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan
merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 26 September 2018
Yang menyatakan,
Fayna Faradiena
NIM : 11140700000007
v
﷽
If Allah has written something to be yours, it will be.
Time might be different.
The journey might be different.
But it will be yours.
“Ilmu hanya akan datang kepada yang mencarinya.
Guru sejati akan datang kepada yang menginginkannya, dan Tuhan
mempertemukan ketiganya” – Ayah terhebat sepanjang masa, Papa.
“Allah akan memberikan kita dari jalan yang tidak kita sangka” –Ibu terhebat sepanjang masa, Mama
“Belajar itu perjuangan, tidak ada kesuksesan yang
dapat diraih tanpa adanya perjuangan.
Begitupun dengan pendidikan,
kualitasnya ditentukan oleh siapa gurunya.” – Guru terhebat sepanjang masa, Bapak Jahja Umar, Ph.D
Persembahan :
Terima kasih kepada Allah SWT atas segala pembelajaran. Aku persembahkan karya
skripsi ini untuk bangsa Indonesia tercinta, Mama, Papa, Lala, seluruh keluarga besar di
Palembang dan Bandung, serta sahabat-sahabat yang selalu ada dalam setiap masa.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) September 2018
C) Fayna Faradiena
D) Pengukuran dan Pemodelan Ketidakjujuran Akademik di Kalangan
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E) xv + 134 halaman + 28 lampiran
F.) Ketidakjujuran akademik (menyontek, plagiasi) banyak terjadi di kalangan
mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk membuat instrumen
ketidakjujuran akademik yang baku dan menguji model terjadinya
ketidakjujuran akademik mahasiswa.
Terdapat tiga bentuk alat ukur ketidakjujuran akademik yang
dibakukan dalam penelitian ini, yaitu bentuk yang valid namun kurang
ideal (20-item), bentuk yang ideal (11-item), dan bentuk ringkas (7-item).
Selanjutnya, penelitian ini menjelaskan model terjadinya perilaku
ketidakjujuran akademik yang diteorikan memengaruhinya adalah sikap,
prokrastinasi, goal orientation, peer influence, dan penerapan kode etik.
Variabel yang diduga berpengaruh tidak langsung dan perlu dikontrol
yaitu jenis kelamin, usia, dan jenis fakultas. Sampel penelitian ini adalah
355 mahasiswa dari berbagai Fakultas di UIN Jakarta.
Melalui metode path analysis, ditemukan bahwa yang paling kuat
pengaruhnya secara langsung adalah peer influence, diikuti oleh sikap,
performance goal orientation, dan prokrastinasi akademik. Tidak adanya
penerapan kode etik akan meningkatkan sikap yang pada gilirannya akan
meningkatkan ketidakjujuran akademik. Prokrastinasi merupakan mediator
penting bagi sikap dan goal oriention dalam memengaruhi ketidakjujuran.
Mahasiswa yang berorientasi performance dan sikap positif terhadap
ketidakjujuran cenderung menunda pekerjaannya. Sedangkan pada
mahasiswa yang berorientasi mastery umumnya tidak melakukan
ketidakjujuran maupun prokrastinasi, serta mereka memiliki sikap negatif
terhadap perilaku tersebut.
Mahasiswa yang tidak mudah terpengaruh teman sebaya,
cenderung berorientasi mastery, sedangkan yang mudah terpengaruh akan
memiliki orientasi performance. Fakultas Kedokteran/Kesehatan lebih
menerapkan kode etik. Selanjutnya, ditemukan sikap yang lebih positif
terhadap ketidakjujuran pada mahasiswa laki-laki dan yang usianya lebih
tua (terlambat menyelesaikan studi). Penelitian mendatang perlu menggali
academic integrity dan mastery learning untuk meningkatkan orientasi ini
pada mahasiswa.
Kata Kunci : Ketidakjujuran akademik, pengukuran, pemodelan, dan path
analysis
G.) Bahan bacaan: 68; buku: 10 + jurnal: 45 + skripsi: 5 + tesis: 1 + artikel: 7
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) September 2018
C) Fayna Faradiena
D) The Measurement and Modeling of Academic Dishonesty among students
of the Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
E) xv + 134 page + 28 attachment
F) Academic dishonesty such as cheating and plagiarisms are not uncommon
among students. This study aimed to create a standardized instrument of
the academic dishonesty and test a model which explain the process of
academic dishonesty among students.
As the results of this study, there are three forms of academic
dishonesty scale were developed and standardized: 1.) less idealistic form
(20 items), 2.) ideal level form (11 items), and 3.) short form (7 items). In
addition, a model regarding direct and indirect effects of factors (such as
attitude, procrastination, goal orientation, peer influence, and code of
ethics) on academic dishonesty was tested. Possible indirect influence of
sex, age and field of study were also studied. Using 355 samples of
university students and path analysis method, it was found that peer
influence has a strongest direct effects on academic dishonesty, followed
by attitude, performance goal orientation, and procrastination. Lack of
impose of ethics code seems to increase the positive attitude toward
academic dishonesty. Here, the health sciences imposed more.
Procrastination also play a role as mediator variable.
A student with performance goal orientation is vulnerable to peer
influence which in turn, either directly or indirectly, lead to academic
dishonesty. For future studies, it is important to explore other factors
affecting academic integrity and a mastery learning approach is found to
be essential in eliciting the mastery goal orientation of students.
Keywords: Academic dishonesty, measurement, modelling, and path
analysis
G) References: 68; book: 10 + journal: 45 + thesist: 5 + dissertation: 1 +
article: 7
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Pengukuran dan Pemodelan
Ketidakjujuran Akademik di Kalangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta”. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kehadirat baginda Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa
ilmu kepada ummat manusia di muka bumi. Dalam menyelesaikan skripsi ini,
peneliti memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu
peneliti hendak memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si.,M.Ag selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Bapak Jahja Umar, Ph.D sebagai dosen pembimbing yang sangat luar biasa
menginspirasi, memotivasi, tak pernah bosan untuk berbagi ilmu, dan sangat
terbuka untuk diajak berdiskusi. Beliau adalah sosok panutan bagi peneliti,
dari beliau peneliti termotivasi untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk
berkontribusi pada negeri dengan memperdalam ilmu Psikometri.
3. Kedua orang tua peneliti Papa, Erik Darmawan, M.H.I dan Mama Dr. Rohana,
M.Si, serta seluruh keluarga besar di Palembang dan Bandung yang tak pernah
berhenti untuk mendo’akan, mencintai serta mendukung peneliti. Mereka
adalah alasan utama untuk tidak berhenti berjuang.
4. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi selaku dosen Pembimbing Akademik Psikologi
kelas A angkatan 2014, atas segala nasihat dan bimbingannya kepada peneliti.
5. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi, Ibu Solicha, M.Si, dan kak Puti Febrayosi,
M.Psi yang atas ilmu, bimbingan, dan kesediaannya menjadi tempat yang
nyaman bagi peneliti untuk bertukar cerita.
6. Seluruh Dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mendidik, berbagi ilmu serta wawasan bagi penulis.
7. Seluruh Staf di Fakultas Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
terutama Mba Ida, Pak Miftah, dan pak Dedi yang sangat ramah, tulus, dan
totalitas dalam pelayanan serta bantuan bagi peneliti dalam proses administrasi.
8. Sahabat-sahabat peneliti Siti Khusnul Chotimah, S.Psi, Glenzi Fizulmi, dan
Maya Nurmayasari yang telah menerima peneliti sebagai sahabatnya,
memahami kekurangan dan kelebihan peneliti, serta selalu mendukung peneliti
dalam setiap situasi dan kondisi. Semoga silaturrahim ini dapat selalu terjaga.
9. PSM UIN Jakarta, tempat pertama kali peneliti belajar mengenai organisasi,
memberikan begitu banyak kepercayaan kepada peneliti untuk berproses
bersama, serta berkesempatan mengikuti perlombaan Internasional di
Colombo, Sri Lanka untuk mengharumkan nama Indonesia.
10. Banten Mengajar, yang dalam prosesnya menjadi seorang relawan pendidikan
di daerah pelosok Banten, tepatnya di SDN 1 Filial Girijagabaya Kampung
Sinarjaya yang telah memberikan banyak sekali pelajaran hidup yang sangat
berharga bagi peneliti. Sehingga peneliti dapat mengerti tentang arti kehidupan
dan rasa syukur.
ix
11. Sahabat-sahabat di PSM UIN Jakarta, Agus Maulana, Indra Jaya, Rosty
Kaafiitri, Jihan Anggi Felisia, yang sangat kontributif untuk organisasi tercinta,
atas perjalanan dan pengalaman selama 4 tahun bersama.
12. Teman-teman kelas peminatan Psikometri 2014, meskipun jumlah kita hanya
bersepuluh, tapi kalian hebat dan tangguh! Terima kasih atas kerja samanya,
Roro, Ijal, Taufan, Vero, Rauf, Iko, Desri, Leli, dan Rahma.
13. Para senior tersayang Nurrahma Sukmaya Kalamsari, S.Psi, Novella Mayrani
Putri, S.Psi, Septian Dwi Cahyo, S.Psi, dan Deri Satria, S.Psi yang selalu
terbuka untuk peneliti untuk bertanya mengenai skripsi, memberikan saran dan
nasihat, serta dukungan untuk peneliti.
14. Seluruh mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berpartisipasi
untuk menjadi responden dalam penelitian skripsi ini.
15. Teman-teman angkatan 2014 di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi kepada peneliti
selama proses penyelesaian skripsi.
16. Sahabat-sahabat XII Akselerasi MAN 3 Palembang; Room-mate 9A-Belakang
(Uni, Ninis, Cung, Teteh, Lia); dan D’Jilbaberz (Anggun, Qisthi, Caca) yang
telah memberikan dukungan kepada peneliti.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah berkontribusi
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penelitian ini tentunya terwujud akan kontribusi dan dukungan dari seluruh
pihak yang peneliti cantumkan di atas. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih
terdapat kekurangan baik dari segi bahasa maupun keilmuan, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat peneliti harapkan untuk menyempurnakan
penelitian skripsi ini. Untuk masa mendatang, peneliti harap agar penelitian ini
dapat dikembangkan dan bermanfaat bagi siapapun yang membaca penelitian ini
khususnya pihak-pihak akademisi di dunia pendidikan dan pengukuran.
Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Jakarta, 26 September 2018
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1-16
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 12
1.2.1 Batasan masalah ........................................................................... 12
1.2.2 Rumusan masalah ......................................................................... 14
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 15
1.3.1 Tujuan penelitian .......................................................................... 15
1.3.2 Manfaat penelitian ........................................................................ 16
1.3.2.1 Manfaat teoritis ................................................................. 16
1.3.2.2 Manfaat praktis ................................................................. 16
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 18-49
2.1 Ketidakjujuran Akademik .................................................................... 18
2.1.1 Definisi ketidakjujuran akademik ................................................. 18
2.1.2 Dimensi ketidakjujuran akademik ................................................ 19
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakjujuran akademik ...... 22
2.1.4 Alat ukur ketidakjujuran akademik .............................................. 25
2.2 Sikap ...................................................................................................... 26
2.2.1 Definisi sikap ................................................................................ 26
2.2.2 Dimensi sikap ............................................................................... 28
2.2.3 Fungsi sikap .................................................................................. 29
2.2.4 Alat ukur sikap.............................................................................. 30
2.3 Goal Orientation.................................................................................... 31
2.3.1 Definisi goal orientation .............................................................. 31
2.3.2 Dimensi goal orientation .............................................................. 32
2.3.3 Alat ukur goal orientation ............................................................ 35
2.4 Prokrastinasi Akademik ......................................................................... 36
2.4.1 Definisi prokrastinasi akademik ................................................... 36
2.4.2 Dimensi prokrastinasi akademik .................................................. 38
2.4.3 Alat ukur prokrastinasi akademik ................................................. 40
xi
2.5 Peer Influence ........................................................................................ 41
2.5.1 Definisi peer influence.................................................................. 41
2.5.2 Dimensi peer influence ................................................................. 43
2.4.3 Alat ukur peer influence ............................................................... 43
2.5 Faculty of enrolment .............................................................................. 44
2.6.1 Definisi faculty of enrolment ........................................................ 44
2.6.2 Jenis-jenis faculty of enrolment .................................................... 44
2.6.3 Penelitian terdahulu tentang faculty of enrolment ........................ 45
2.7 Kerangka Berpikir ................................................................................. 45
2.8 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 51
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 53-77
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 53
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ........................ 53
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................... 56
3.3.1 Instrumen ketidakjujuran akademik ............................................. 57
3.3.2 Instrumen sikap terhadap ketidakjujuran akademik ..................... 58
3.3.3 Instrumen goal orientation ........................................................... 59
3.3.4 Instrumen prokrastinasi akademik ................................................ 60
3.3.5 Instrumen peer influence .............................................................. 60
3.3.6 Instrumen faktor demografi jenis kelamin.................................... 61
3.3.7 Instrumen faculty of enrolment ..................................................... 61
3.3.8 Instrumen honor code ................................................................... 62
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 62
3.4.1 Hasil uji validitas konstruk skala KA ........................................... 66
3.4.2 Hasil uji validitas konstruk skala SKP ......................................... 67
3.4.3 Hasil uji validitas konstruk skala PA ............................................ 68
3.4.4 Hasil uji validitas konstruk skala Goal Orientation ..................... 69
3.4.4.1 Mastery goal orientation .................................................. 69
3.4.4.1 Performance goal orientation .......................................... 71
3.4.5 Hasil uji validitas konstruk skala PI ............................................. 72
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 74
BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 77-121
4.1 Statistik Deskriptif Penelitian ................................................................. 77
4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian .............................................. 77
4.1.2 Statistik deskriptif variabel penelitian .......................................... 80
4.2 Pengukuran Ketidakjujuran Akademik................................................... 81
4.2.1 Hasil uji validitas instrumen pengukuran KA .............................. 82
4.3 Hasil Uji Analisis Regresi .................................................................... 100
4.4 Hasil Uji Path Analysis ......................................................................... 104
4.4.1 Analisis pengaruh antar variabel ................................................ 106
4.4.2 Hasil analisis pengaruh langsung IV terhadap KA ..................... 111
4.4.3 Hasil analisis pengaruh tidak langsung IV terhadap KA ............ 114
xii
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN ...................................... 122-129
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 122
5.2 Diskusi .................................................................................................. 123
5.3 Saran ..................................................................................................... 126
5.3.1 Saran metodologis ...................................................................... 126
5.3.2 Saran praktis ............................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 130-134
LAMPIRAN ................................................................................................ 135-163
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Dimensi goal orientation ............................................................................. 34
Tabel 3.1 Skor pengukuran skala sikap ....................................................................... 56
Tabel 3.2 Skor pengukurna skala frekuensi................................................................. 57
Tabel 3.3 Blue print skala ketidakjujuran akademik ................................................... 58
Tabel 3.4 Blue print skala sikap terhadap ketidakjujuran akademik ........................... 58
Tabel 3.5 Blue print skala goal orientation ................................................................. 58
Tabel 3.6 Blue print skala prokrastinasi akademik...................................................... 60
Tabel 3.7 Blue print skala peer influence .................................................................... 61
Tabel 3.8 Koding variabel faculty of enrolment .......................................................... 61
Tabel 3.9 Koefisien muatan faktor item ketidakjujuran akademik (KA) .................... 66
Tabel 3.10 Koefisien muatan faktor item sikap terhadap KA ..................................... 67
Tabel 3.11 Koefisien muatan faktor item prokrastinasi akademik .............................. 68
Tabel 3.12 Koefisien muatan faktor item mastery goal orientation ............................ 70
Tabel 3.13 Koefisien muatan faktor item performance goal orientation .................... 72
Tabel 3.14 Koefisien muatan faktor item peer influence ............................................ 73
Tabel 4.1 Gambaran umum subjek penelitian ............................................................. 77
Tabel 4.2 Statistik deskriptif variabel penelitian ......................................................... 80
Tabel 4.3 Koefisien muatan faktor standardized 20 item KA ..................................... 86
Tabel 4.4 Koefisien muatan faktor standardized 11 item KA ..................................... 89
Tabel 4.5 Instrumen ketidakjujuran akademik 11 item unidimensional ..................... 91
Tabel 4.6 Instrumen ketidakjujuran akademik 7 item paralel ..................................... 94
Tabel 4.7 Model summary analisis regresi .................................................................. 101
Tabel 4.8 Koefisien regresi IV dalam memprediksi KA ............................................. 101
Tabel 4.9 Indeks hasil uji path analysis ...................................................................... 105
Tabel 4.10 Koefisien dampak langsung antar variabel ................................................ 106
Tabel 4.11 Koefisien dampak langsung IV terhadap KA ............................................ 111
Tabel 4.12 Koefisien dampak tidak langsung IV terhadap KA ................................... 114
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian ................................................................... 50
Gambar 4.1 Gambaran umum usia subjek penelitian .................................................. 78
Gambar 4.2 Gambaran umum jenis kelamin subjek penelitian ................................... 78
Gambar 4.3 Gambaran umum faculty of enrolment subjek penelitian ........................ 79
Gambar 4.4 Gambaran umum honor code subjek penelitian ...................................... 80
Gambar 4.5 Model unidimensional fit disertai korelasi antar residual........................ 84
Gambar 4.6 Diagram skala pengukuran ketidakjujuran akademik 20 item ................ 85
Gambar 4.7 Kurva karakteristik dari pengukuran KA 20 item ................................... 87
Gambar 4.8 Diagram skala pengukuran KA 11 .......................................................... 89
Gambar 4.9 Kurva karakteristik dari pengukuran KA 11 item ................................... 90
Gambar 4.10 Diagram skala pengukuran KA 7 item .................................................. 93
Gambar 4.11 Kurva karakteristik dari pengukuran KA 7 item paralel ....................... 93
Gambar 4.12 Diagram skala pengukuran KA 10 item ................................................ 98
Gambar 4.13 Kurva karakteristik dari pengukuran KA 10 item paralel ..................... 99
Gambar 4.14 Skema hasil uji model fit ....................................................................... 105
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ................................................................................ 139
Lampiran 2 Syntax, Path Diagram, dan ICC ............................................................... 150
Lampiran 3 Output Deskriptif dan Regresi ................................................................. 160
Lampiran 4 Syntax dan Ouput Path Analysis Regresi ................................................ 163
Lampiran 5 Hasil Uji Plagiarism Checker .................................................................. 163
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu investasi terbesar bagi suatu negara, dari
pendidikan lahir generasi-generasi muda yang akan menjadi teladan bangsa.
Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan individu yang berkualitas pula,
hal ini tentu memiliki pengaruh bagi bangsa tersebut. Secara umum, pendidikan
formal menurut Bandura (dalam Woolfolk, 2014) bertujuan untuk membekali
siswa dengan intelektual, kepercayaan diri, serta kemampuan untuk mendidik diri
sendiri sepanjang hidup mereka. Ada pun di Indonesia, tujuan pendidikan telah
diatur secara legal dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 (dalam Sistem Pendidikan Nasional, 2003) yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokrasi serta bertanggung jawab”.
Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat hal-hal yang tidak selaras
dengan tujuan pendidikan, salah satunya adalah perilaku ketidakjujuran dalam
lingkup akademik. Ketidakjujuran akademik atau kecurangan akademik
merupakan perilaku tidak jujur yang disengaja dalam rangka memenuhi atau
mengerjakan tugas akademik (Gitanjali, 2004). Hal ini menurut Iyer dan Eastman
(2008) meliputi perilaku menyontek, bantuan dari luar, plagiarisme, dan
menggunakan elektronik pada saat tes. Setiap institusi khususnya perguruan tinggi
memiliki regulasi sendiri bagi mahasiwa yang terduga melakukan ketidakjujuran
2
akademik, dalam bentuk peringatan, teguran, gagal pada subjek pelajaran yang
terbukti melakukan ketidakjujuran akademik, penangguhan studi untuk sementara
waktu, denda (monetary fine), dan bahkan dikeluarkan dari institusi (Smith,
2008). Di Indonesia, sanksi terhadap pelaku ketidakjujuran akademik telah diatur
di dalam Pasal 70 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa penjiplakan karya orang lain oleh lulusan untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi akan dipidana dengan pidana
penjara maksimal dua tahun dan/atau membayar denda paling banyak Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Meskipun telah diberlakukan kebijakan oleh negara dan di masing-masing
institusi mengenai sanksi dari tindak ketidakjujuran akademik, tidak sedikit kasus-
kasus ketidakjujuran akademik yang masih terjadi pada setiap tingkat pendidikan.
Di Indonesia, ketidakjujuran akademik telah terjadi sejak tingkat kelas 6 Sekolah
Dasar pada level moderat (Fredrika & Prasetyawati, 2008). Pada tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berdasarkan penelitian Kusumastuti (2015) terhadap
siswa menunjukkan bahwa pada situasi mengerjakan tugas, perilaku jujur siswa
(39,8%) lebih rendah daripada perilaku tidak jujur (57%). Bentuk perilaku tidak
jujur yang muncul antara lain bertindak curang, tidak mengerjakan tugas, dan
memanipulasi informasi (Kusumastuti, 2015). Tidak hanya di Indonesia, demikian
pula ketidakjujuran akademik terjadi di Amerika. Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh The Josephson Institute Center for Youth Ethics terhadap 43.000
siswa sekolah negeri dan swasta menunjukkan sebesar 59% siswa mengaku
3
pernah menyontek saat ujian, dan satu dari tiga siswa menyalin materi dari
internet untuk memenuhi tugasnya (Plagiarism.org, 2017).
Selanjutnya pada tahun 2007 berdasarkan Center for Academic Integrity
terdapat sebesar 85% siswa melaporkan bahwa pernah melakukan ketidakjujuran
akademik satu kali atau lebih setiap tahunnya (Geddes, 2011). Selain di tingkat
sekolah dasar dan menengah, ketidakjujuran akademik juga terjadi di tingkat
perguruan tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Soetanto
(2014) terhadap karya tulis mahasiswa, lebih dari 80% mahasiswa jenjang S1, S2,
dan S3 melakukan plagiasi. Penelitian McCabe mengungkapkan sebesar 38% dari
63.700 mahasiswa (undergraduate) di Amerika pernah menyalin kalimat dari
sumber tertulis tanpa mencantumkan sumbernya. Hal ini juga terjadi sebesar 25%
dari 9.250 mahasiswa di tingkat pascasarjana (Plagiarism.org, 2017). Temuan
informasi terkait perilaku ketidakjujuran akademik juga datang dari universitas
ternama di dunia, bahwa terdapat 125 mahasiswa di Harvard University saling
bekerja sama dalam menyelesaikan ujian akhir yang berbentuk take-home.
Akibatnya sekelompok mahasiswa tersebut ditangguhkan masa studinya selama
satu tahun (Perez-Pena & Bidgood, 2012).
Penelitian mengenai ketidakjujuran akademik juga dilakukan pada empat
Sekolah Kedokteran di Kroasia, dari 662 mahasiswa terdapat sebanyak 97%
mengaku pernah melakukan kecurangan, 50% bersikap toleran terhadap
ketidakjujuran akademik, dan hanya 2% mahasiswa yang berani melaporkan
mahasiswa lain yang terbukti melakukan kecurangan (Taradi, Taradi, & Bogas,
2017). Kasus-kasus tersebut menggambarkan bahwa ketidakjujuran akademik
4
merupakan isu global dan dapat terjadi di setiap jenjang pendidikan, baik sekolah
menengah maupun perguruan tinggi, dan semua negara di dunia menghadapi
persoalan ini (Ruto, Kipkoech, & Rambaei, 2011). Hal tersebut juga serupa
dengan yang diungkapkan oleh McCabe dan Trevino (dalam Eastman et al., 2008;
Iyer & Eastman, 2008) bahwa tingkat ketidakjujuran akademik semakin
meningkat.
Perilaku ketidakjujuran akademik tentunya bertentangan dengan tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia, karena dapat menumpulkan kreativitas individu
dan mencoreng nilai-nilai luhur yang menjunjung peradaban, ilmu pengetahuan
serta moral untuk mencerdaskan bangsa (Cahyo, 2017). Individu yang melakukan
kecurangan akademik terbiasa untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang
instan, tanpa melalui proses, usaha, serta tidak melibatkan kognisi untuk berpikir
kritis pada siswa ataupun mahasiswa yang terbiasa mengambil jalan pintas
(shortcut). Selain menumpulkan kemampuan kognitif individu, ketidakjujuran
akademik juga memiliki dampak pada sikap dan perilaku individu yang
melakukannya di masa mendatang, mahasiswa yang sudah terbiasa melakukan
ketidakjujuran akademik di masa lalu cenderung untuk melakukannya kembali
(Jannah & Andriani, 2013).
Selanjutnya McCabe dalam penelitiannya pada Fakultas Manajemen,
Rutgers University, Amerika Serikat membuktikan bahwa sebesar 90%
mahasiswa yang menyontek mengaku pernah menyontek pada saat berada
Sekolah Menengah (Pavela, 1997). Temuan ini selain memberikan informasi
tentang menggejalanya ketidakjujuran akademik juga memberikan informasi
5
bahwa pelaku ketidakjujuran akademik cenderung mengulangi perbuatannya itu.
Swift dan Nonis (1998) mengemukakan bahwa mahasiswa yang menyontek pada
saat kuliah akan cenderung berbuat kecurangan pada saat bekerja (Eastman et al.,
2008). Hal ini dapat disebabkan oleh individu yang melihat ketidakjujuran
akademik perilaku yang normatif, yaitu ketika orang lain melakukan kecurangan
(menyontek) maka individu tersebut juga akan melakukannya, sehingga perilaku
tersebut berdampak untuk memengaruhi dan memperluas perilaku tersebut kepada
individu lain di kelas (Eastman et al., 2008). Selain itu, adanya ketergantungan
pada faktor eksternal di luar dirinya, baik orang lain seperti teman sebaya, orang
tua, dan guru, ataupun teknologi yang dapat membantunya dalam tes dan
melakukan pekerjaan akademik, seperti penggunaan handphone untuk
mendapatkan jawaban pada saat ujian. Ketergantungan ini disebabkan karena
ketidakjujuran akademik dapat membuat pelajar menjadi pribadi yang tidak
percaya diri (Puspita, 2016).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, sikap merupakan salah satu faktor
yang memengaruhi ketidakjujuran akademik, sikap adalah kecenderungan untuk
memberikan penilaian positif atau negatif terhadap objek sikap (Ajzen, 2005;
Oskamp & Schultz, 2005) dalam penelitian ini objek sikap yang dimaksud adalah
ketidakjujuran akademik. Sikap individu terhadap objek sikap dapat memengaruhi
perilaku individu terhadap objek tersebut. Individu yang memiliki sikap positif
terhadap ketidakjujuran akademik memiliki kecenderungan berbuat curang dalam
kegiatan akademik, hal ini dikarenakan individu tersebut memandang bahwa
berperilaku tidak jujur adalah perilaku yang normal (neutralizatition) dan dapat
6
diterima lingkungan, sebaliknya pada individu yang memiliki sikap negatif
terhadap ketidakjujuran akademik akan cenderung menghindar dari perilaku
tersebut (Jurdi, Hage, & Chow, 2011).
Menurut Rettinger dan Kramer (Geddes, 2011) sikap berkenaan dengan
rasionalisasi seperti “tidak ada yang peduli jika saya menyontek” atau “guru tidak
peduli saya belajar atau tidak”, adanya rasionalisasi ini dapat memengaruhi
pandangan individu terhadap ketidakjujuran akademik. Berdasarkan penelitian
Cahyo (2017) sikap memberikan pengaruh paling besar (40,5%) terhadap
ketidakjujuran akademik dibandingkan dengan variabel independen lainnya.
Semakin positif pandangan individu mengenai ketidakjujuran akademik, maka
semakin positif pula pandangan individu terhadap perilaku tersebut. Sehingga, hal
ini dapat menyebabkan kecenderungan individu untuk melakukan tindak
kecurangan (Cahyo, 2017). Demikian pula menurut Karassavidou dan Glaveli
(dalam Iyer & Eastman, 2008) mengungkapkan bahwa ketidakjujuran akademik
memiliki hubungan yang positif dengan sikap siswa mengenai perilaku tidak etis
(unethical behavior) dalam hal ini ketidakjujuran akademik.
Adapun sikap individu terhadap perilaku tersebut dipengaruhi oleh
individual factors (faktor demografi), dua diantaranya adalah usia dan jenis
kelamin. Mahasiswa yang berusia lebih muda cenderung melakukan
ketidakjujuran akademiknya daripada yang berusia lebih tua (Bourassa, 2011;
Jurdi et al., 2011). Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ditemukan oleh
Pino dan Smith (Bourassa, 2011) bahwa ketidakjujuran akademik justru lebih
tinggi pada mahasiswa yang lebih tua. Pada variabel jenis kelamin ditemukan
7
bahwa laki-laki memiliki kecenderungan menyontek yang lebih tinggi daripada
perempuan (Franklyn-Stokes & Newstead, 1995; Anderman & Midgley, 2004;
Murdock & Anderman, 2006). Sedangkan Jacobson, Berger, dan Millhan (dalam
Miller, Murdock, Anderman, & Poindexter, 2007) yang menemukan bahwa
tingkat perilaku menyontek perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Selain faktor demografi, terdapat variabel yang secara tidak langsung
memengaruhi ketidakjujuran akademik dan dimediatori oleh sikap terhadap
ketidakjujuran akademik. Adapun variabel tersebut adalah honor code (kode etik).
Bahwa mahasiswa yang berada di bawah suatu sistem kode etik akan cenderung
menghindari ketidakjujuran akademik (McCabe & Trevino, 1993). Maka dari itu,
sikap individu apakah posistif atau negatif terhadap ketidakjujuran akademik
bergantung pada kode etik (honor code) yang diterapkan pada masing-masing
fakultas (faculty of enroment). Adanya kode etik yang berlaku dan diterapkan
akan berpengaruh pada iklim kelas dan norma sosial dalam menegakkan integritas
dan menghindari terjadinya ketidakjujuran akademik. Berdasarkan hasil survei
tahun 1998 oleh Who's Who Among American High Students, terdapat 95% pelajar
yang mengaku menyontek namun tidak pernah tertangkap dan diberikan sanksi.
Hal ini berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Ruto et al. (2011) bahwa
ketidakjujuran akademik terjadi akibat kurangnya perhatian (kesadaran) terhadap
kecurangan-kecurangan yang ada di lingkup akademik, seperti tidak jelasnya
suatu aturan (regulasi) dan kurang tegas dalam menegakkan kode etik (Smith,
2008). Hal tersebut dapat membuat mahasiswa lainnya memiliki sikap yang
positif terhadap ketidakjujuran akademik, mengapa ada orang yang jelas-jelas
8
melakukan ketidakjujuran akademik tapi tidak dihukum. Maka dari itu, adanya
kode etik dan penerapan yang diserahkan kepada guru dan administrasi untuk
menindaklanjuti dan memberikan konsekuensi jika seseorang tertangkap berbuat
curang. Guru memegang kekuatan tertinggi untuk menangkap orang-orang yang
secara akademis tidak jujur dan mereka adalah orang-orang yang harus dihukum.
Variabel lainnya yang memengaruhi ketidakjujuran akademik adalah
prokrastinasi akademik, yaitu tindakan menunda pengerjaan tugas yang
disebabkan oleh ketidaknyamanan pribadi terhadap tugas tersebut (Solomon &
Rothblum, 1984). Hasil riset menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik
memengaruhi ketidakjujuran akademik secara signifikan dan positif, dimana
individu dengan skor prokrastinasi akademik yang tinggi memiliki kecenderungan
untuk melakukan kecurangan, daripada individu dengan skor prokrastinasi
akademik yang rendah (Roig & DeTommaso, 1995; Rizki, 2009). Individu yang
memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaannya memiliki waktu
yang terbatas dan kesempatan yang lebih sempit, sehingga jalan tercepat yang
dapat dilakukan adalah dengan mencari jalan pintas, seperti menyontek pada saat
ujian karena belum mempersiapkan materi dengan matang ataupun menyalin
pekerjaan teman karena tidak cukup waktu untuk mencari referensi.
Namun, menurut Voge (2007) prokrastinasi akademik bukan hanya
tentang ketidakmampuan individu dalam mengatur waktunya, melainkan salah
satu strategi bagi siswa untuk mengatasi tekanan-tekanan yang menuntut siswa
untuk memiliki kinerja yang baik, seperti mendapatkan nilai yang tinggi. Maka
dari itu, peneliti menjadikan prokrastinasi akademik sebagai variabel mediator
9
dari goal orientation terhadap ketidakjujuran akademik. Goal orientation
merupakan tujuan atau alasan individu untuk melibatkan diri dalam perilaku
mencapai tujuan (Pinritch, Schunk, & Meece, 2008). Goal orientation terdiri dari
mastery dan performance orientation. Ketidakjujuran akademik dengan
performance orientation memiliki hubungan yang positif, sedangkan negatif pada
mastery orientation (Anderman & Midgley, 2004). Sehingga pada siswa yang
berorientasi performance orientation cenderung melaporkan bahwa mereka lebih
cenderung melakukan ketidakjujuran akademik (Miller, Murdock, Anderman, &
Poindexter, 2007; Iyer & Eastman, 2008). Hal ini dikarenakan individu dengan
mastery orientation akan berfokus pada penguasaan materi terlepas dari kesan
individu lain terhadap dirinya (Pinritch et al., 2008; Santrock, 2009; Woolfolk,
2014). Sedangkan individu dengan performance orientation lebih berfokus
terhadap hasil daripada proses dan tampak kompeten di mata orang lain mengenai
dirinya (Pinritch et al., 2008; Santrock, 2009; Geddes, 2011;Woolfolk, 2014).
Adapun goal orientation dalam memengaruhi ketidakjujuran akademik,
tidak hanya dimediatori oleh prokrastinasi akademik, tetapi juga bergantung pada
pengaruh teman sebaya (peer influence). Anderman dan Midgley (dalam Koul,
Clariana, Jitgarun, & Songsriwittaya, 2009) mengobservasi bahwa siswa yang
berasal dari kelas yang didominasi oleh siswa yang berorientasi tujuan
performance, lalu berpindah menuju kelas dengan iklim mastery goal orientation
memiliki peluang yang besar dalam mengurangi tingkat ketidakjujuran akademik.
Dimana iklim kelas tersebut sangat dipengaruhi oleh pengaruh teman sebaya atau
lebih dikenal sebagai peer influence (Bourassa, 2011; Koss, 2011a). Ketika suatu
10
lingkup sosial (dalam hal ini teman sebaya) mendukung terjadinya ketidakjujuran
akademik, hal ini dapat memicu rekan-rekan lainnya untuk melakukan hal yang
sama (Bourassa, 2011; Ruto et al., 2011). Pelajar akan cenderung menyontek,
ketika ia melihat temannya berhasil menyontek (Shrader, Ravenscroft, Kaufmann,
& West, 2012; McCabe & Trevino, 1993). Menurut Koss (2011) kecenderungan
pelajar menyontek karena pengaruh teman dapat disebabkan karena pelajar yang
berada pada masa remaja selalu membandingkan hasil belajar dan nilai sekolah
mereka dengan hasil belajar dan nilai sekolah saudara-saudara dan teman-teman
mereka, membuat mereka dihantui oleh ketakutan akan kegagalan. Dalam
keadaan seperti ini tindakan ketidakjujuran akademik dianggap sebagai sebuah
pilihan yang perlu dilakukan Adanya kecemasan terhadap kegalalan dan adanya
keinginan yang kuat untuk mendapatkan nilai yang baik untuk mencapai prestasi
yang mereka harapkan erat sekali kaitannya dengan performance goal orientation,
sehingga variabel ini menjadi mediator dari peer influence dalam memengaruhi
ketidakjujuran akademik.
Variabel lainnya yang memengaruhi ketidakjujuran akademik adalah
academic major, yaitu jurusan dimana mahasiswa belajar. Berdasarkan studi
McCabe dan Trevino (dalam Jurdi et al., 2011) bahwa mahasiswa jurusan bisnis
memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam hal ketidakjujuran akademik
dibandingkan jurusan lainnya. Karena penelitian mengenai academic major hanya
terbatas pada jurusan saja, terdapat peneliti lainnya yaitu Jurdi, et. al (2011) yang
melakukan penelitian terhadap ruang lingkup yang lebih luas yaitu faculty of
enrolment yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa kelompok seni, bisnis,
11
pendidikan, sains, sosial, dan lainnya. Dimana hasil penelitiannya yaitu hanya
fakultas sosial saja yang berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang
negatif, artinya mahasiswa pada fakultas sosial lebih cenderung menghindari
perilaku ketidakjujuran akademik. Selain itu penelitian mengenai faculty of
enrolment juga dilakukan oleh (Satria, 2014) yang menyatakan bahwa tingkat
ketidakjujuran akademik yang rendah ada apa kelompok mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Rendahnya tingkat ketidakjujuran
tersebut dikarenakan dosen di FKIK telah menegakkan kebijakan mengenai aturan
mengutip, serta memeriksa tugas-tugas mahasiswa dengan sangat teliti. Variabel
fakultas, yaitu tempat dimana mahasiswa belajar dapat dijadikan sebagai variabel
yang memengaruhi ketidakjujuran akademik.
Berdasarkan fenomena dan dampak yang telah peneliti jabarkan di atas,
bahwa ketidakjujuran akademik merupakan suatu masalah yang sangat penting
untuk ditindaklanjuti guna mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Langkah
pertama yang dapat dilakukan untuk menanggulangi ketidakjujuran akademik,
yaitu dengan mengukur perilaku ketidakjujuran akademik pada mahasiswa.
Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur tingkat tinggi rendahnya individu
melakukan ketidakjujuran akademik dan sebagai dasar landasan pengukuran
variabel-variabel apa saja yang menyebabkan terjadinya ketidakjujuran akademik,
maka diperlukan instrumen yang bersifat unidimensional (hanya mengukur satu
faktor saja). Setelah melakukan pengukuran, selanjutnya melakukan pemodelan
dari variabel yang secara teoritis memengaruhi ketidakjujuran akademik secara
langsung dan tidak langsung. Sehingga diperlukan penelitian untuk mencari
12
model hubungan antar variabel yang paling akurat untuk menjelaskan mengapa
dan bagaimana proses ketidakjujuran akademik itu terjadi.
Dalam menentukan sampel penelitian, didasarkan oleh pengamatan yang
dilakukan peneliti di kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak
sedikit mahasiswa yang masih melakukan kecurangan pada saat ujian
berlangsung, dan mirisnya kecurangan tersebut dilakukan secara berkelompok
(kerja sama) dan telah direncanakan terlebih dahulu dengan cara memilih lokasi
tempat duduk yang sulit diamati oleh penguji (dosen/ asisten dosen). Selain itu
juga masih ada mahasiswa yang tidak hadir namun dilaporkan hadir pada suatu
mata kuliah tersebut atau yang dikenal dengan istilah titip absen. Menyebar
luasnya bocoran soal-soal sebelum ujian, menyalin materi untuk tugas akademik
dari internet tanpa mencantumkan sumbernya juga sering terjadi di kalangan
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maka dari itu sampel penelitian ini
diharapkan dapat merepresentasikan populasi dalam hal ketidakjujuran akademik.
Oleh sebab itu, peneliti mengajukan judul penelitian “Pengukuran dan
Pemodelan Ketidakjujuran Akademik di Kalangan Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, variabel dalam penelitian
ini masih sangat luas, sehingga peneliti melakukan pengerucutan masalah agar
13
penelitian menjadi lebih fokus, terarah, dan tidak melebar pada pembahasan lain.
Adapun batasan masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini adalah bersifat unidimensional
(hanya mengukur satu faktor) yang mencakup perilaku menyontek,
plagiarisme, dan bantuan dari luar (Iyer & Eastman, 2008).
2. Sikap terhadap ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini adalah
kecenderungan untuk merespon ketidakjujuran akademik secara favorable
(positif) maupun unfavorable (negatif).
3. Prokrastinasi akademik adalah tindakan menunda pengerjaan tugas akademik
yang disebabkan oleh ketidaknyamanan terhadap tugas dan menghindari tugas
dengan kesadaran penuh.
4. Goal orientation merupakan tujuan atau alasan individu untuk melibatkan diri
dalam perilaku mencapai tujuan (Pinritch et al., 2008). Menurut Ames dan
Pinritch (dalam Pinritch et al., 2008) terdapat dua dimensi goal orientation,
yaitu mastery orientation yang berfokus pada pembelajaran, menguasai
materi, dan meningkatkan atau mengembangkan kompetensi. Sedangkan
performance orientation lebih berfokus pada hasilnya tanpa harus menguasai.
5. Peer influence dalam penelitian ini adalah pengaruh negatif dari teman sebaya
yang mencakup aspek sikap teman sebaya, pelaporan teman sebaya, dan
perilaku teman sebaya (Nora & Zhang, 2010; Muslimah, 2016).
6. Honor code merupakan ada atau tidaknya kode etik yang berlaku serta
penerapannya pada setiap fakultas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
7. Faktor demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin (perempuan dan laki-
laki), serta faculty of enrolment (fakultas dimana subjek terdaftar) yang dalam
penelitian ini terbagi menjadi empat bidang, yaitu a.) sosial, b.) agama, c.)
sains, dan d.) kesehatan.
8. Subjek yang dijadikan dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.2.2 Rumusan masalah
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan uraian di atas
adalah sebagai berikut:
1. Apakah seluruh butir soal (item) dalam skala pengukuran ketidakjujuran
akademik memang mengukur satu faktor saja (unidimensionalitas) dan
signifikan ?
2. Apakah sikap terhadap ketidakjujuran akademik signifikan memengaruhi
ketidakjujuran akademik secara langsung?
3. Apakah usia, jenis kelamin, dan honor code, memengaruhi ketidakjujuran
akademik melalui sikap terhadap ketidakjujuran akademik?
4. Apakah faculty of enrolment memengaruhi ketidakjujuran akademik melalui
honor code dan sikap terhadap ketidakjujuran akademik?
5. Apakah prokrastinasi akademik signifikan memengaruhi ketidakjujuran
akademik secara langsung?
6. Apakah performance goal orientation signifikan memengaruhi ketidakjujuran
akademik melalui prokrastinasi akademik?
15
7. Apakah mastery goal orientation signifikan memengaruhi ketidakjujuran
akademik melalui prokrastinasi akademik?
8. Apakah peer influence signifikan memengaruhi ketidakjujuran akademik
melalui performance goal orientation, mastery goal orientation, dan
prokrastinasi akademik?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti paparkan di atas, adapun tujuan
dari penelitian ini, adalah untuk:
1. Melakukan uji validitas skala pengukuran ketidakjujuran akademik.
2. Melakukan uji signifikan pada setiap butir soal (item) hanya mengukur satu
faktor (unidimensionalitas), yaitu ketidakjujuran akademik.
3. Membuat suatu model dan menguraikan bagaimana proses terjadinya
ketidakjujuran akademik di kalangan mahasiswa.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun
praktis seperti pada penjelasan berikut ini:
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi,
khususnya dalam hal penelitian mengenai ketidakjujuran akademik. Melalui
penelitian ini ditemukan skala pengukuran ketidakjujuran akademik yang valid
16
dalam mengukur satu faktor (unidimensionalitas), serta diketahui bagaimana
proses terjadinya akademik di kalangan mahasiswa. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti lain yang akan melanjutkan dan
mengembangkan penelitian mengenai pengukuran dan proses terjadinya
(pemodelan) ketidakjujuran akademik.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, dunia pendidikan, para
pendidik, peneliti dan masyarakat luas.
1. Bagi pemerintah, penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran
dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan ketidakjujuran
akademik.
2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini bermanfaat memberikan informasi
mengenai bagaimana mengukur ketidakjujuran akademik menggunakan
instrumen yang telah divalidasi dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menjadi penyebab terjadinya ketidakjujuran akademik. Pemodelan yang
mengenai proses terjadinya ketidakjujuran akademik membantu institusi
(sekolah dan universitas) untuk mempertimbangkan berbagai cara dan
langkah yang efektif untuk mencegah serta menanggulangi terjadinya ketidak
jujuran akademik.
3. Bagi para pendidik, penelitian ini memberikan informasi mengenai berbagai
bentuk ketidakjujuran akademik sehingga para pendidik dapat merumuskan
teknik yang tepat dalam menghadapi para pelaku tindak ketidakjujuran
akademik.
17
4. Bagi para peneliti, penelitian ini bermanfaat memberikan berbagai informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian lebih lanjut mengenai ketidakjujuran
akademik.
5. Bagi masyarakat luas, penelitian ini bermanfaat memberikan informasi
mengenai perilaku tidak etis yang sangat mungkin juga dilakukan oleh anak-
anak mereka di sekolah. Dengan demikian orangtua dapat meningkatkan
peran mereka dalam mendidik anak-anak mereka agar tidak turut menjadi
pelaku tindak ketidakjujuran akademik .
18
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Ketidakjujuran Akademik
2.1.1 Definisi ketidakjujuran akademik
Bowers (dalam Fredrika & Prasetyawati, 2008) mengemukakan bahwa
ketidakjujuran akademik adalah perilaku yang menggunakan cara-cara tidak sah
untuk mendapatkan keberhasilan akademik atau menghindari kegagalan
akademik. Perilaku ini juga merupakan pelanggaran serius pada perguruan tinggi
karena menghancurkan kepercayaan dan kejujuran antara anggota komunitas dan
menipu orang-orang yang terlanjur mengakui keilmuan dan integritasnya (Pavela,
1997). Gitanjali (2004) mendefinisikan ketidakjujuran akademik sebagai perilaku
menyontek yang disengaja dalam rangka memenuhi atau mengerjakan tugas
akademik. Secara singkat, ketidakjujuran akademik merupakan berbagai macam
perilaku tidak jujur atau tidak adil untuk mendapatkan keuntungan dalam bidang
akademik (The University of Sydney, 2017).
Selanjutnya, Koss (2011) mendefinisikan ketidakjujuran akademik sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang siswa berupa: meminjam tugas
siswa lain kemudian menjiplaknya, mencontek ketika ujian, atau menggunakan
tugas dan/atau hasil ujian dari semester sebelumnya, juga termasuk perilaku
menulis contekan pada bagian-bagian tubuhnya, pakaian, meja, atau kertas dengan
maksud untuk mendapatkan nilai yang tinggi ketika menghadapi ujian. Adapun
Iyer dan Eastman (2008) memberikan definisi ketidakjujuran akademik secara
lebih spesifik:
19
“Academic dishonesty is a multi-faceted construct that takes into account a wide range of
unethical behaviors including cheating, plagiarism, outside help, and electronic cheating”.
Dari definisi di atas, Iyer dan Eastman mengemukakan bahwa
ketidakjujuran akademik merupakan konstruk multi-segi yang memperhitungkan
berbagai perilaku tidak etis termasuk kecurangan (cheating), plagiarisme
(plagiarism), bantuan dari luar (outside help), dan menggunakan elektronik pada
saat tes (electronic cheating). Berdasarkan keseluruhan definisi mengenai
ketidakjujuran akademik oleh berbagai peneliti sebelumnya, maka dari itu peneliti
menggunakan pengertian ketidakjujuran akademik Iyer dan Eastman bahwa
ketidakjujuran akademik merupakan pelanggaran-pelanggaran akademik yang
mencakup perilaku menyontek, plagiarisme, dan bantuan dari luar. Adapun
electronic cheating dalam penelitian ini tidak dicantumkan secara eksplisit
melainkan merupakan bagian dari perilaku menyontek yang terdiri dari
menyontek secara manual (melihat jawaban teman, menggunakan catatan kecil,
melihat jawaban dari buku) dan menggunakan bantuan elektronik (handphone).
2.1.2 Dimensi ketidakjujuran akademik
Terdapat perbedaan di antara para ilmuwan dalam memandang ketidakjujuran
akademik. Menurut beberapa tokoh ketidakjujuran akademik merupakan suatu
konstruk multidimensional (McCabe & Trevino, 1993; Roig & DeTommaso,
1995; Pavela, 1997; Eastman, Iyer, & Reisenwitz, 2008; Iyer & Eastman, 2008).
Pavela (1997) mengemukakan terdapat empat dimensi dalam ketidakjujuran
akademik, yaitu :
20
1. Cheating : Usaha menggunakan alat-alat atau bantuan yang tidak
diperbolehkan dalam melakukan kegiatan akademik secara sengaja
2. Fabrication : Pemalsuan informasi atau kutipan dalam kegiatan akademik
dengan sengaja
3. Facilitating academic dishonesty : Secara sengaja membantu orang lain untuk
melanggar honor code yang telah ditetapkan
4. Plagiarism : Menggunakan kalimat atau ide orang lain dan mengakui sebagai
miliknya dalam berbagai kegiatan akademik secara sengaja
Selanjutnya Geddes (2011) berpendapat bahwa yang termasuk tindak
ketidakjujuran akademik adalah plagiarisme, menggunakan ponsel dan catatan
pada saat ujian, serta menyalin pekerjaan orang lain. McCabe dan Trevino (1993)
beserta Roig dan DeTommaso (1995) membagi menjadi dua, yaitu plagiarisme
(plagiarism) dalam tugas yang tertulis dan menyontek (cheating) pada saat tes.
Pendapat lain, yakni Iyer dan Eastman (2008) memaparkan bentuk-bentuk
ketidakjujuran akademik adalah sebagai berikut:
1. Menyontek (cheating)
Melihat jawaban siswa lain dan menggunakan catatan kecil atau buku pada
saat ujian berlangsung.
2. Plagiarisme (plagiarism)
Menjiplak tulisan siswa lain dalam pemenuhan tugas.
3. Mencari bantuan dari luar (outside help)
Meminta bantuan dari pihak lain secara tidak wajar untuk kepentingan
akademik pribadi. Seperti menanyakan materi ujian kepada siswa yang
21
terlebih dahulu mengikuti ujian, bekerja sama dalam tugas individu, dan
menemui guru atau dosen untuk memengaruhi nilai.
4. Menggunakan alat elektronik (electronic cheating)
Menggunakan ponsel atau bentuk teknologi lainnya pada saat ujian.
Sedangkan menurut Rawwas, AI-Khatib dan Vitell (dalam Iyer & Eastman,
2008) ketidakjujuran akademik adalah:
1. Receiving and abetting academic dishonesty
Menerima dan bersekongkol dalam ketidakjujuran akademik, yaitu sesuatu
yang dipersepsikan sebagai hal-hal tidak etis namun dilakukan oleh siswa.
2. Obtaining an unfair advantage
Memperoleh keuntungan secara tidak benar, para siswa memperoleh
keuntungan dari sebuah situasi yang memang telah ada, bukan situasi yang
mereka ciptakan sendiri.
3. Fabricating information
Membuat informasi palsu, sesuatu yang tidak secara tegas diposisikan
sebagai perbuatan tidak etis.
4. Ignoring prevalent practices
Mengabaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, hal yang dianggap
oleh siswa sebagai sesuatu yang sah-sah saja untuk dilakukan atau sesuatu
yang dianggap etis oleh siswa.
Dari berbagai dimensi mengenai ketidakjujuran akademik berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu, dalam penelitian ini peneliti hanya mengukur satu
22
dimensi saja (unidimensional), yaitu ketidakjujuran akademik yang mencakup
perilaku menyontek, plagiasi, dan meminta bantuan orang lain.
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakjujuran akademik
Secara umum terdapat dua faktor yang memengaruhi ketidakjujuran akademik
yaitu faktor individual dan kontekstual (McCabe & Trevino, 1993; Miller et al.,
2007). Selanjutnya Jurdi, Hage, dan Chow (2011) dalam penelitiannya
menemukan tiga faktor, antara lain faktor individual, situasional, dan attitudinal.
2.1.3.1 Faktor individual merupakan faktor yang berkenaan dengan
karakteristik personal dan terdapat dalam diri individu. Adapun faktor-
faktor individual sebagai berikut:
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian usia memiliki korelasi yang negatif terhadap
ketidakjujuran akademik, hal ini mengungkapkan bahwa ketidakjujuran
akademik cenderung terjadi pada siswa yang berusia lebih muda secara
signifikan (Jurdi et al., 2011; Franklyn-Stokes & Newstead, 1995; McCabe &
Trevino, 1993).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah hal yang paling sering ditemukan sebagai faktor signifikan
prediktor ketidakjujuran akademik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
laki-laki lebih cenderung melakukan kecurangan dibandingkan perempuan
(Jurdi et al., 2011; Miller et al., 2007; McCabe & Trevino, 1993).
3. Religiusitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakjujuran akademik dipengaruhi
23
oleh tingkat religiusitas yang rendah, karena adanya korelasi yang negatif
antara religiusitas dengan ketidakjujuran akademik (Jurdi et al., 2011).
4. Self-efficacy
Hasil penelitian menunjukkan individu dengan ketidakjujuran akademik
rendah merupakan individu yang memiliki keyakinan diri yang tinggi. Hal ini
mengungkapkan bahwa individu dengan tingkat self-efficacy yang rendah
memiliki ketidakjujuran akademik yang tinggi (Jurdi et al., 2011; Nora &
Zhang, 2010).
5. Self-control
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat self-control yang rendah
merupakan salah satu faktor utama penyebab ketidakjujuran akademik (Bolin,
2004).
6. Goal orientation
Goal orientation terdiri dari mastery orientation yang berfokus pada
pemahaman materi dan performance orientation yang berfokus pada nilai dan
evaluasi positif dari individu lain. Ketidakjujuran akademik cenderung terjadi
pada individu dengan orientasi tujuan performance (Anderman & Midgley,
2004).
7. Prokrastinasi akademik
Hasil penelitian menunjukkan prokrastinasi akademik mampu memengaruhi
ketidakjujuran akademik (Roig & DeTommaso, 1995).
24
8. Faculty of enrolment
Berdasarkan penelitian terdahulu, faculty of enrolment memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ketidakjujuran akademik (Jurdi et al., 2011).
9. Prestasi akademik
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terdapat hasil yang konsisten bahwa
siswa dengan prestasi akademik yang rendah cenderung melakukan
ketidakjujuran akademik (Jurdi et al., 2011).
2.1.3.2 Faktor situasional merupakan faktor eksternal individu yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor-faktor yang termasuk dalam
faktor situasional, yaitu:
1. Peer influence
Berdasarkan hasil penelitian ketidakjujuran akademik memiliki hubungan
positif dengan sikap teman sebaya akan perilaku kecurangan akademik. Hal ini
dapat memengaruhi siswa lainnya dan membentuk iklim normatif pada
ketidakjujuran akademik (McCabe & Trevino, 1993). Pengaruh lainnya adalah
perilaku teman sebaya terhadap ketidakjujuran akademik (ß = .267, p < .001)
dan permintaan bantuan pada saat ujian oleh teman sebaya (ß = .296, p < .001)
merupakan prediktor dengan signifikansi yang sangat tinggi pada
ketidakjujuran akademik (Jurdi et al., 2011).
2. Orang tua
Berdasarkan Kleiner dan Lord (dalam Koss, 2011) orang tua dapat membantu
anak-anak mereka terlibat dalam ketidakjujuran akademik dengan mengerjakan
25
pekerjaan rumah mereka untuk mereka atau menulis esai masuk perguruan
tinggi mereka.
3. Tingkat kelas atau pendidikan (grade level)
Sebuah studi longitudinal oleh Anderman dan Midgley (2004) menemukan
bahwa perilaku menyontek meningkat selama masa transisi dari tingkat middle
school ke high school.
2.1.3.3 Faktor attitudinal merupakan faktor yang berkenaan dengan sikap
individu terhadap ketidakjujuran akademik. Individu yang memiliki
sikap positif terhadap ketidakjujuran akademik cenderung
melakukannya, sedangkan individu dengan sikap negatif terhadap
ketidakjujuran akademik cenderung menghindari perilaku tersebut
(Geddes, 2011).
2.1.4 Alat ukur ketidakjujuran akademik
Dalam mengukur ketidakjujuran akademik, terdapat berbagai macam skala
pengukuran berdasarkan para peneliti terdahulu, antara lain sebagai berikut:
1. McCabe dan Trevino (1993) mengembangkan self-report yang terdiri dari 12
item yang terbagi ke dalam dua dimensi, yaitu cheating dan plagiarism. Skala
ini menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban, yaitu 1 = tidak
pernah hingga 4 = sangat sering. Reliabilitas skala sebesar 0.749.
2. Roig dan DeTommaso (1995) mengembangkan Academic Practices Survey
yang terdiri dari 8 item untuk mengukur dimensi cheating dan 16 item
26
mengukur plagiarism. Skala ini menggunakan skala Likert dengan lima
pilihan jawaban, yaitu 1 = tidak pernah; 2 = jarang; 3 = kadang-kadang; 4 =
sering’ 5 = sangat sering . Reliabilitas skala sebesar 0.87.
3. Iyer dan Eastman (2008) mengembangkan alat ukur yang terdiri dari 17
item yang terbagi ke dalam empat dimensi, yaitu cheating, outside help,
plagiarism, dan electronic cheating. Skala ini menggunakan skala Likert
dengan lima pilihan jawaban frekuensi, yaitu tidak pernah (never), jarang
(once), kadang (few times), sering (several times), dan selalu (many times).
Alat ukur ini memiliki reliabilitas sebesar 0.83.
2.2 Sikap
2.2.1 Definisi sikap
Menurut Allport definisi yang paling mendasar mengenai sikap adalah kesiapan
untuk merespon. Artinya, sikap bukanlah perilaku, bukan pula sesuatu yang
dilakukan oleh seseorang melainkan sumber yang melahirkan perilaku, sebuah
kecenderungan untuk merespon sesuatu dengan sebuah cara tertentu terhadap
objek yang disikapi. Istilah objek yang disikapi (attitude object) digunakan untuk
menunjuk hal-hal, orang, tempat, gagasan, tindakan, atau situasi, baik tunggal atau
jamak. Sikap bersifat tetap, alamiah dan karakter yang bersifat evaluatif,
terbentuk karena pengalaman, yang memberikan arah terhadap pengaruh yang
dinamis pada setiap individu sehingga mampu merespon semua hal dan keadaan
yang berhubungan dengannya (Oskamp & Schultz, 2005).
Secara singkat Bem mendefinisikan “attitudes are likes and dislikes”.
Selanjutnya Fishbein dan Ajzen mengemukakan pengertian sikap berdasarkan
27
penekanan pada pembelajaran sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk
merespon sesuatu secara favourable atau unfavourable dengan konsisten (Oskamp
& Schultz, 2005). Secara umum sikap didefinisikan sebagai disposisi atau
kecenderungan untuk mengevaluasi objek secara favourable atau unfavourable
terhadap objek sikap (Taylor, Peplau, & Sears, 2009; Oskamp & Schultz, 2005;
Ajzen, 2005).
Definisi sikap juga dijelaskan secara rinci oleh Ajzen (2005) bahwa sikap
adalah disposisi untuk merespon secara favorable atau unfavorable terhadap suatu
objek, orang, institusi, atau peristiwa yang terdiri dari tiga dimensi. Pertama
kognitif, yaitu persepsi individu terhadap objek sikap, selanjutnya dimensi afektif
merupakan perasaan-perasaan indvidu terhadap objek sikap, dan terakhir dimensi
konatif yaitu kecenderungan perilaku individu atau tindakan terhadap objek
sikap. Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2003) bahwa sikap sering kali
ambivalen. Ambivalensi sikap merujuk pada fakta bahwa evaluasi individu
terhadap objek, isu, orang atau kejadian tidak selalu secara positif atau negatif,
evaluasi ini sering kali tercampur, terdiri dari dua reaksi, baik positif maupun
negatif (Baron & Byrne, 2003).
Berdasarkan keseluruhan rangkuman di atas maka peneliti menyimpulkan
sikap merupakan kecenderungan untuk merespon secara positif (favorable) atau
negatif (unfavorable) terhadap suatu objek sikap. Adapun objek sikap dalam
penelitian ini adalah ketidakjujuran akademik, sehingga definisi sikap yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kecenderungan individu dalam merespon
secara positif atau negatif terhadap ketidakjujuran akademik.
28
2.2.2 Dimensi sikap
Terdapat dua teori yang mengemukakan dimensi-dimensi sikap, yaitu sikap yang
terdiri dari affective, behavior, dan cognitive (Taylor et al., 2009; Oskamp &
Schultz, 2005), serta sikap yang terdiri dari dimensi afektif (affective), kognitif
(cognitive), dan konatif (conative) (Ajzen, 2005).
Sikap merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari tiga kompenen, teori
ini juga dikenal sebagai ABC’s of attitude (Taylor et al., 2009; Oskamp & Schultz,
2005). Komponen afektif atau emosional merupakan emosi dan perasaan
seseorang terhadap suatu objek, khususnya evaluasi positif atau negatif, seperti
“mengendarai motor sangat menyenangkan”, komponen selanjutnya adalah
behavioral yaitu kecenderungan perilaku individu terhadap suatu objek,
contohnya “jika saya memiliki uang, saya akan membeli sebuah motor”,
sedangkan komponen kognitif merupakan ide-ide dan keyakinan individu
terhadap objek sikap, seperti “motor itu cepat”.
Tidak ada perbedaan secara definisi pada masing-masing komponen di
atas dengan teori yang dikemukakan oleh Ajzen, hanya penamaan komponen
behavioral yang menjadi komponen konatif. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan dimensi sikap Ajzen (2005) karena lebih tepat meggunakan istilah
konatif, adapun dimensi-dimensi tersebut sebagai berikut:
1. Kognitif (Cognitive)
Sikap pada dimensi ini merupakan refleksi dari persepsi atau pemikiran
individu terhadap objek sikap.
29
2. Afektif (Affective)
Sikap pada dimensi afektif merefleksikan evaluasi dan perasaan-perasaan
individu terhadap objek sikap.
3. Konatif (Conative)
Sikap pada dimensi konatif merupakan kecenderungan perilaku individu atau
tindakan terhadap objek sikap.
2.2.3 Fungsi-fungsi sikap
Salah satu teori utama yang menjabarkan tentang fungsi sikap berasal dari Daniel
Katz pada tahun 1960. Katz (dalam Oskamp & Schultz, 2005) mengusulkan
empat fungsi dari sikap sebagai berikut:
1. Understanding
Sikap sangat membantu individu dalam memahami dunia dan memberikan
ketetapan serta kejelasan dalam menginterpretasi sebuah peristiwa
berdasarkan fakta. Maka dari itu sikap merupakan frame of reference
untuk memahami informasi atau kejadian yang akan datang.
2. Need satisfaction
Sikap terbentuk sebagai hasil dari ganjaran berupa reward dan punishment
dari perkataan dan perlakuan terhadap sesuatu di masa lampau. Pada saat
sikap tersebut telah terbentuk, maka sangat membantu individu untuk
memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan.
30
3. Ego defense
Sikap dapat meningkatkan self-esteem dan defense mechanism individu.
Setiap individu menggunakan defense mechanism pada saat merasa tidak
aman, inferior, atau memiliki konflik internal.
4. Value expression
Sikap dapat membantu individu dalam menetapkan identitas dirinya
dengan memberikan gambaran tentang berbagai rupa dan perkataan
individu, serta membantu individu mengutarakan nilai-nilai yang ada pada
dirinya.
2.2.4 Alat ukur sikap
Dalam mengukur sikap terdapat berbagai macam metode yang dikelompokkan
menjadi dua metode, yaitu pengukuran secara eksplisit dan implisit (Ajzen, 2005;
Oskamp & Schultz, 2005) sebagai berikut:
1. Metode eksplisit
Pada metode ini, sikap dipandang sebagai sesuatu yang bersifat eksplisit,
secara sadar, dan dapat disampaikan dengan mudah menggunakan kuesioner
yang berisikan pernyataan mengenai kepercayaan, intensi perilaku, dan
perilaku individu terhadap suatu objek. Metode eksplisit dapat diaplikasikan
sebagai self-report ataupun peer-report yang terdiri dari tiga jenis tes, yaitu
pengukuran secara langsung, pengukuran dengan banyak item, dan
pengukuran tidak langsung (Ajzen, 2005). Secara umum pengukuran sikap
secara eksplisit mencakup skala Likert, Thurstone, dan Semantic Differential.
31
Dalam pelaksanaannya metode eksplisit merupakan prosedur yang sederhana
dan dapat diaplikasikan secara klasikal sehingga lebih efektif dan efesien.
2. Metode implisit
Di sisi lain, sikap dapat bersifat implisit, tidak disengaja, dan tidak disadari.
Metode ini dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan skala sikap, karena
dapat berpotensi terjadinya bias. Telah ditemukan bahwa gambar, kata-kata,
atau rangsangan lainnya, bahkan ketika disajikan hanya sebentar cenderung
mengaktifkan atau menimbulkan reaksi implisit tertentu. Reaksi implisit ini
kemudian dapat memfasilitasi kecepatan atau latensi respons terhadap
rangsangan. Beberapa teknik yang digunakan pada metode ini adalah tes
proyektif, Implicit Association Test (IAT), dan sequential evaluative priming.
2.3 Goal Orientation
2.3.1 Definisi goal orientation
Goal orientation merupakan tujuan atau alasan individu untuk melibatkan diri
dalam perilaku mencapai tujuan (Pinritch et al., 2008). Selanjutnya Ames (dalam
Pinritch, Schunk, & Meece, 2008) menyatakan bahwa goal orientation adalah
pola keyakinan yang mengarahkan pada cara yang berbeda dalam pendekatan,
penggunaan, dan respon terhadap situasi prestasi.
Woolfolk (2014), goal orientation adalah pola kepercayaan tentang tujuan
yang berkaitan dengan prestasi di sekolah, hal ini mencakup alasan mengapa kita
mengejar tujuan dan standar yang kita gunakan untuk mengevaluasi kemajuan
menuju tujuan tersebut. Berdasarkan definisi goal orientation menurut para tokoh
32
terdahulu, secara umum peneliti menyimpulkan bahwa goal orientation
merupakan pola keyakinan serta alasan individu dalam mencapai tujuan. Adapun
dalam penelitian ini tujuan yang dicapai adalah tujuan akademik.
2.3.2 Dimensi goal orientation
Teori mengenai dimensi goal orientation telah dikemukakan oleh beberapa tokoh
pada tahun 1990 sampai 1992. Pada umumnya goal orientation terbagi menjadi
dua dimensi, yaitu mastery (atau task, learning) dan performance (atau ego).
Nichols (dalam Pinritch et al., 2008) membagi goal orientation menjadi task
orientation dan ego orientation. Selanjutnya Midgley et.al (dalam Pinritch et al.,
2008) membagi goal orientation ke dalam tiga dimensi, yaitu task-focused,
performance-approach, dan performance-avoid. Sedangkan menurut Ames dan
Pinritch (dalam Pinritch et al., 2008) goal orientation terdiri dari mastery dan
performance goal orientation. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori
mastery dan performance goal orientation.
Mastery goal orientation berfokus pada pembelajaran, ditandai dengan
keinginan untuk menguasai tugas menurut standar pribadi yang telah dihadapkan,
pengembangan diri pada kemampuan baru, mengembangkan kompetensi, dan
mencoba untuk menyelesaikan sesuatu yang menantang (Koul, Clariana, Jitgarun,
& Songsriwittaya, 2009; Pinritch et al., 2008; Midgley et al., 2000). Individu
dengan mastery orientation cenderung mencari tantangan, memberikan kesan
bahwa mereka menikmati tantangan tersebut atau afek positif, bertahan saat
mereka menghadapi kesulitan, merasa lebih baik tentang pekerjaan mereka,
memusatkan perhatiannya pada pembelajaran dan peningkatan, kualitas
33
keterlibatan mereka dalam tugas lebih tinggi, dan mereka lebih banyak
dipercayakan (Santrock, 2009; Miller et al., 2007; Anderman & Midgley, 2004).
Selanjutnya, individu dengan mastery orientation cenderung mencari
bantuan dengan cara yang wajar, menggunakan proses kognitif yang mendalam,
memakai strategi belajar yang lebih baik, dan percaya diri dalam mengerjakan
tugas akademik (Kaplan & Maehr, 2007). Maka dari itu, individu dengan orientasi
mastery akan lebih memfokuskan konsentrasi diri terhadap pengembangan
keterampilan dan pembelajaran daripada mengkhawatirkan apakah mereka telah
mengalahkan kinerja orang lain dan tidak terganggu dengan bagaimana kinerja
mereka akan dinilai oleh orang lain (Woolfolk, 2014; Santrock, 2009).
Berbeda dengan mastery goal orientation yang berfokus pada peningkatan
dan pengembangan kemampuan. Performance goal orientation memusatkan
perhatiannya pada nilai atau prestasi dan apa yang dapat dilakukan agar bisa
menjadi yang terbaik dibandingkan dengan orang lain (Koul et al., 2009;
Anderman & Midgley, 2004). Individu dengan orientasi performance berfokus
pada bagaimana kompetensi atau kemampuan dievaluasi oleh orang lain secara
positif. (Woolfolk, 2014; Pinritch et al., 2008). Sehingga, individu yang
berorientasi performance ingin tampak kompeten dan dilihat sebagai orang yang
cerdas dengan cara mendapatkan nilai atau prestasi yang baik dibandingkan
dengan orang lain, hal ini dikenal dengan istilah looking good (Pinritch et al.,
2008; Miller et al., 2007).
Adanya ambisi untuk selalu terlihat baik di mata orang lain, individu
dengan orientasi performance tidak yakin akan keberhasilan mereka dalam
34
menghadapi sebuah masalah khusus. Jika mereka berusaha dan gagal, mereka
sering menganggap kegagalan mereka sebagai bukti kemampuan yang rendah.
Dilema ini membawa sejumlah siswa untuk terlibat dalam perilaku yang
melindungi mereka dari citra tidak kompeten dalam jangka pendek, tetapi
mengganggu pembelajaran dan prestasi mereka dalam jangka panjang. Untuk
menghindari atribusi terhadap kemampuan rendah, sejumlah siswa ini tidak
berusaha atau mereka menyontek; yang lainnya mungkin memilih strategi
perlindungan citra yang lebih halus seperti menunda-nunda, mencari-cari alasan,
bekerja dengan setengah hati, atau menetapkan tujuan yang tidak realistis
(Santrock, 2009). Perbedaan antara mastery orientation dengan performance
orientation dirangkum pada tabel 2.1(Pinritch et al., 2008):
Table 2.1
Dimensi goal orientation
Goal orientation Approach focus Avoidance focus
Mastery
Orientation
Fokus: menguasai tugas,
pembelajaran, dan
pemahaman
Fokus: menghindari kesalah
pahaman dan tidak menguasai
tugas
Standar yang digunakan: self-
improvement, kemajuan, dan
pemahaman mendalam
Standar yang digunakan: tidak
ingin membuat kesalahan dan
perfeksionis
Performance
Orientation
Fokus: menjadi yang terbaik,
dan unggul
Fokus: menghindari terlihat
tidak berkompeten dan gagal
Standar yang digunakan:
mendapatkan nilai tertinggi,
dan memenangkan kompetisi
Standar yang digunakan: tidak
ingin terlihat buruk,
mendapatkan nilai rendah, dan
lambat
35
2.3.3 Alat ukur goal orientation
Dalam mengukur goal orientation, terdapat berbagai macam skala pengukuran
berdasarkan para peneliti terdahulu, antara lain sebagai berikut:
1. Skaalvik (1997) merumuskan alat ukur The Goals Orientations Scale (GOS)
yang terbagi ke dalam empat dimensi, yaitu task, self-enhancing, self-
defeating, dan avoidance orientations. Skala ini terdiri dari 27 item dengan
skala empat poin, dengan rentangan jawaban “Sangat Sesuai” sampai dengan
“Sangat Tidak Sesuai”. Konsistensi internal alat ukur ini sebesar 0.81 pada
dimensi task, 0.86 (self-enhancing), 0.89 (self-defeating), dan 0.93 pada
dimensi avoidance orientations (Pipa, Peixoto, Mata, & Monteiro, 2016).
2. Midgley et al. (2000) mengembangkan alat ukur Patterns of Adaptive
Learning Survey (PALS) yang terbagi ke dalam tiga dimensi, yaitu mastery,
performance-approach, dan performance-avoid secara terpisah. Pada dimensi
mastery terdiri dari enam item dengan nilai α sebesar 0.86, selanjutnya
dimensi performance-approach terdiri dari lima item (α= 0.86), dan enam
item untuk dimensi performance-avoid (α= 0.75).
3. Puspita (2016) membuat alat ukur yang didasari oleh teori Ames dan Pinritch
yang terbagi menjadi dua dimensi, yaitu mastery dan performance
orientation. Skala ini terdiri dari 6 item yang mengukur mastery orientation
dan 5 item performance orientation. Skala adalah Likert-4 dengan skala
“Sangat Setuju”, “Setuju”, “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”. Kedua
dimensi goal orientation memiliki model yang fit yaitu P-value > 0.05 dan T-
36
score>1.96 pada setiap itemnya, yang menunjukkan bahwa item valid secara
keseluruhan.
2.4 Prokrastinasi Akademik
2.4.1 Definisi prokrastinasi akademik
Menurut Voge (2007) prokrastinasi tampak endemik di Amerika, terutama pada
kalangan mahasiswa. Solomon dan Rothblum (1984) menambahkan prokrastinasi
akademik sebagai perilaku yang meluas dan berpotensi maladaptif. Prokrastinasi
memengaruhi hampir semua orang. Meskipun banyak siswa yang bersumpah
bahwa mereka tidak pernah menunda-nunda, hal tersebut pasti pernah mereka
lakukan. (Zarick & Stonebraker, 2009).
Prokrastinasi atau penundaan dianggap sebagai kegagalan dalam
pengaturan diri (self-regulatory). Individu melakukan penundaan secara sukarela
meskipun telah memperkirakan akan terdapat dampak buruk karena penundaan
tersebut (Steel dalam Svartdal et al., 2016; Steel & Ferrari, 2012; Grunschel,
Patrzek, & Fries, 2012). Menurut Moore (2008), prokrastinasi bukanlah masalah,
semata-mata, karena memiliki keterampilan manajemen waktu yang buruk, tetapi
bisa dilacak dengan alasan psikologis yang mendasar dan rumit. Dinamika ini
sering diperburuk oleh sekolah-sekolah dimana siswa terus-menerus dievaluasi,
dan terutama di perguruan tinggi dimana terdapat tekanan untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Pada kenyataannya, prokrastinasi sering menjadi strategi
perlindungan diri bagi siswa.
Konsep prokrastinasi menurut Grecco (dalam Balkis, Duru, & Bulus,
2013) diartikan sebagai perilaku individu secara tidak wajar dalam pengerjaan
37
tugas penting pada waktu yang tidak diketahui. Selanjutnya, prokrastinasi
menurut Dewitte dan Schouwenburg (2002) adalah kecenderungan perilaku
dengan konsekuensi yang berpotensi membahayakan bagi individu yang
melakukannya. Hal ini dikarenakan prokrastinasi bukanlah teknik yang efektif
untuk kesuksesan hidup individu (Ferrari dalam Ferrari, 1992).
Menurut Rothblum (dalam Johnson, Green, & Kluever, 2000)
prokrastinasi didefinisikan sebagai kecenderungan di masa mendatang, dimana
penelitian menunjukkan bahwa pengalaman prokrastinasi memiliki konsekuensi
terhadap prokrastinasi akademik, yaitu menunda pengerjaan tugas akademik
(Surijah & Tjundjing, 2007). Salah satu jenis prokrastinasi adalah prokrastinasi
akademik, yang cenderung menunda atau menghindari belajar atau mengerjakan
tugas akademik (Milgram, Batori, & Mowrer, dalam Moore, 2008).
Solomon dan Rothblum (1984) mengungkapkan bahwa prokrastinasi
akademik merupakan tindakan menunda pengerjaan tugas yang disebabkan oleh
ketidaknyamanan pribadi terhadap tugas tersebut. Selanjutnya, Senecal, Julian,
dan Guay (dalam Balkis et al., 2013) mengemukakan bahwa prokrastinasi
akademik merupakan kecenderungan irasional untuk menunda pada awal atau
penyelesaian tugas akademik. Prokrastinasi terjadi ketika seseorang mengabaikan
tanggung jawab yang diperlukan (Tuckman, 1991).
Adapun dari berbagai penjelasan di atas, peneliti melakukan elaborasi dan
menyimpulkan bahwa prokrastinasi akademik merupakan tindakan menunda
pengerjaan tugas akademik yang disebabkan oleh ketidaknyamanan terhadap
tugas dan tidak adanya pengaturan diri yang baik dalam menyelesaikan suatu
38
tugas/aktivitas sehingga memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda atau
menghindari dengan kesadaran penuh.
2.4.2 Dimensi prokrastinasi akademik
Surijah dan Tjundjing (2007) membagi prokrastinasi akademik menjadi empat
dimensi atau aspek yang didasari oleh hasil penelitian dan teori-teori terdahulu,
yaitu perceived time, intention-action, emotional distress, dan perceived ability.
Adapun penjelasan dimensi-dimensi prokrastinasi akademik sebagai berikut:
1. Perceived time
Dimensi pertama prokrastinasi akademik dikemukakan oleh Ferrari, Johnson,
dan McGown (dalam Surijah & Tjundjing, 2007). Pada dimensi ini, individu
yang memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah orang-orang yang gagal
dalam menepati deadline. Orientasi perceived time berada pada masa
sekarang, dan tidak mempertimbangkan masa mendatang. Hal ini membuat
individu tidak tepat waktu karena tidak berhasil memprediksi waktu yang
dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.
2. Intention-action
Adapun yang dimaksud dengan intention-action adalah celah antara
keinginan dan perilaku atau disebut juga dengan istilah intention-action gap
(Svartdal et al., 2016; Steel, 2007). Adanya perbedaan antara keinginan dan
perilaku terwujud dalam bentuk ketidakberhasilan individu dalam
mengerjakan tugas akademik, walaupun sebenarnya individu tersebut
memiliki keinginan yang kuat untuk mengerjakannya. Namun, ketika batas
39
waktu semakin dekat, gap antara keinginan dan perilaku semakin kecil. Hal
ini membuat pelaku prokrastinasi yang pada awalnya menunda pengerjaan
tugas, dapat mengerjakan hal-hal melebihi yang ditarget di awal.
3. Emotinal distress
Dimensi emotional distress tampak dari adanya perasaan cemas saat
melakukan penundaan yang pada dasarnya membawa perasaan tidak nyaman.
Ketidaknyamanan serta konsekuensi negatif menimbulkan kecemasan pada
diri pelaku prokrastinasi (Steel, 2007).
4. Perceived ability
Dimensi perceived ability merupakan keyakinan individu terhadap
kemampuan dirinya (Ellis dan Knaus dalam Steel, 2007). Meskipun
prokrastinasi tidak memiliki hubungan dengan kemampuan diri individu,
adanya keragu-raguan terhadap kemampuan diri yang menyebabkan individu
tersebut melakukan prokrastinasi. Selain itu, adanya perasaan takut gagal
mengakibatkan individu menyalahkan dirinya karena merasa tidak mampu.
Untuk menghindari perasaan-perasaan tersebut, maka individu dapat
menghindari tugas karena takut mengalami kegagalan.
Sedangkan menurut Tuckman (1991) bahwa prokrastinasi akademik terdiri
dua faktor, yaitu a) Delaying yang merupakan gambaran umum tentang
kecenderungan individu dalam melakukan penundaan mengerjakan tugas atau
menyia-nyiakan waktu, b) Avoiding unpleasant tasks adalah menghindari
tugas-tugas yang dirasa sulit atau kurang menyenangkan.
40
2.4.3 Alat ukur prokrastinasi akademik
Dalam mengukur prokrastinasi akademik, terdapat berbagai macam skala
pengukuran berdasarkan para peneliti terdahulu, antara lain sebagai berikut:
1. Solomon dan Rothblum (1984) mengembangkan alat ukur Procrastination
Assessment Scale for Students (PASS) berupa self-report yang ditujukan
kepada pelajar dan mahasiswa. Alat ukur ini terdiri dari dua bagian, pada
bagian pertama berisikan prokrastinasi yang lazim terjadi pada enam area
akademik. Selanjutnya pada bagian kedua, merupakan kemungkinan alasan
yang menyebabkan prokrastinasi dalam pengerjaan tugas. Responden diminta
untuk menilai masing-masing item menggunakan skala Likert 1 – 5 (1 = tidak
pernah prokrastinasi; 5 = selalu prokrastinasi).
2. Lay (1986) mengembangkan alat ukur General Behavioral Procrastination
(GP) Scale yang bersifat unidimensional dengan 20 item. Skala ini memiliki
Cronbach alpha sebesar 0.82 dengan rentang alternative jawaban 1 – 5.
Adapun interpretasi jawaban 1 = rendah, hingga 5 = tinggi. Skor tinggi pada
skala ini merefleksikan perilaku prokrastinasi (Ferrari, 1992).
3. Tuckman (1991) mengembangkan alat ukur Procrastination Scale yang terdiri
dari 35 item dan terbagi kedalam dua faktor, yaitu 1) kecenderungan menunda
sesuatu (delaying), dan 2) kecenderungan menghindari tugas yang sulit dan
tidak menyenangkan (avoiding unpleasant tasks). Reliabilitas alat ukur
prokrastinasi ini sebesar 0.90.
4. Muszynski dan Akamatsu (1991) mengembangkan Procrastination Inventory
yang terbagi menjadi 11 subskala dengan total keseluruhan 43 item. Subskala
41
tersebut didesain untuk mengukur toleransi frustasi rendah (5 item);
perfeksionisme (4 item); pemberotakan (4 item); kesulitan membuat keputusan
(2 item); kebutuhan persetujuan (2 item); tidak dapat mengambil bantuan (2
item); prokrastinasi sebagai gaya kerja (4 item); takut menyelesaikan studi (3
item); denominasi diri (5 item); kurangnya penguatan (6 item); keengganan
tugas (5 item). Seluruh item diukur menggunakan lima skala dengan rentang
angka 1= “Sangat Tidak Sesuai” sampai 5= “Sangat Sesuai” dengan reliabilitas
sebesar 0.86 secara keseluruhan (Johnson et al., 2000).
5. Irrational Procrastination Scale (IPS) oleh Steel terdiri dari 9 item yang
dengan 5 skala, yaitu 1 = “Sangat Jarang” atau “Sangat Tidak Sesuai”; 5 =
“Sangat Sering” atau “Sangat Sesuai” (disesuaikan dengan kebutuhan
administrasi) dengan konsistensi internal α = 0.91 (Steel & Ferrari, 2012).
6. Aitken Procrastination Inventory (API), skala ini tersusun atas 19 item yang
terkait dengan performa akademik dan kehidupan sehari-hari. Dari
keseluruhan item terdapat item favorable maupun unfavorable. Respon
sampel terhadap item bergerak dari rentang angka 1 = “False” hingga angka
5 = “True”.
2.5 Peer Influence
2.5.1 Definisi peer influence
Menurut Bahasa, peer influence terdiri dua kata, yaitu “peer” dan “influence”.
Arti kata “peer” (dalam Webster Online Dictionary, 2017) adalah orang-orang
dengan usia yang sama, yang kita temui atau sering berhubungan. Sedangkan
42
“influence” memiliki arti semacam kekuatan tak tampak (intangible) yang dapat
memengaruhi cara pandang seseorang dan perilaku, pengaruh bisa positif atau
negatif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa peer influence adalah kekuatan tak
tampak dari teman sebaya yang memengaruhi cara pandang dan perilaku individu,
secara positif dan negatif (Education Bureau, 2017).
Selanjutnya menurut Koss (2011), peer atau teman sebaya adalah
kontributor utama pembentuk ketidakjujuran akademik pada kelompok usia
remaja. Remaja selalu menginginkan agar dirinya dapat diterima oleh teman-
temannya. Untuk tujuan itu mereka sanggup melakukan hal-hal yang mereka tahu
bahwa itu salah. Semua itu dilakukan hanya untuk menyenangkan teman-
temannya. Apapun yang dilakukan teman-temannya mereka akan turut
melakukannnya juga. Mereka tidak ingin dianggap sebagai bukan bagian dari
kelompok teman-temannya itu.
Berbeda dengan penjelasan sebelumnya yang mengatakan bahwa peer
influence dapat bersifat positif ataupun negatif. Nora dan Zhang (2010) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa peer influence merupakan pengaruh negatif
yang didapatkan dari teman sebaya terhadap sikap dan perilaku menyimpang
individu. Definisi peer influence menurut Nora dan Zhang yang digunakan dalam
penelitian karena sesuai dengan konteks ketidakjujuran akademik yang memiliki
pengaruh negatif dan merupakan perilaku yang menyimpang.
43
2.5.2 Dimensi peer influence
Berdasarkan Nora dan Zhang (2010) terdiri dari tiga dimensi, sebagai berikut:
1. Sikap teman sebaya terhadap ketidakjujuran akademik
Sikap teman sebaya adalah sikap yang dimiliki teman sebaya yang terbentuk
melalui hasil evaluasi teman sebaya terhadap semua hal, perilaku, ide, atau
pendapat. Dalam hal ini sikap yang dimaksud adalah sikap teman sebaya
terhadap ketidakjujuran akademik.
2. Pelaporan teman sebaya
Pelaporan teman sebaya adalah pelaporan terhadap pelanggaran yang
dilakukan teman sebaya kepada pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi,
seperti orang tua, guru atau dosen, maupun oknum penegak keadilan.
3. Perilaku teman sebaya
Perilaku teman sebaya adalah tingkah laku yang dilakukan oleh teman sebaya,
baik bersifat positif atau negatif, yang dapat memengaruhi perilaku individu.
2.5.3 Alat ukur peer influence
Dalam mengukur peer influence, terdapat berbagai macam skala pengukuran
berdasarkan para peneliti terdahulu, antara lain sebagai berikut:
1. Nora dan Zhang (2010) dalam penelitiannya menggunakan alat ukur peer
influence berupa kuesioner dengan pertanyaan terbuka-tertutup yang terdiri
dari 7 pertanyaan. Pertanyaan tersebut mencakup tiga dimensi, yaitu peers’
attitude towards academic dishonesty (dalam hal ini perilaku menyontek),
peers’ reporting, dan peers’ behaviour.
44
2. Muslimah (2016) mengembangkan alat ukur peer influence berdasarkan
dimensi oleh Nora dan Zhang (2010), yaitu sikap teman sebaya terhadap
ketidakjujuran akademik (dalam hal ini perilaku menyontek), pelaporan
teman sebaya, dan perilaku teman sebaya. Alat ukur ini terdiri dari 15 butir
pernyataan, dengan 5 item pada setiap dimensinya.
2.6 Faculty of Enrolment
2.6.1 Definisi faculty of enrolment
Kalimat faculty of enrolment secara bahasa diartikan sebagai fakultas dimana
tempat mahasiswa belajar. Pada umumnya, fakultas di suatu universitas (instansi)
terdiri dari fakultas pendidikan, sains, sosial, kesehatan, kedokteran, seni, teknik,
dan ekonomi.
2.6.2 Jenis-jenis faculty of enrolment
Adapun jenis-jenis fakultas sangat bergantung pada universitas (instansi) dan
kebijakan yang berlaku di instansi tersebut, seperti di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta terdapat 12 jenis fakultas yang terdiri dari Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB),
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Fakultas Psikologi (FPsi), Fakultas Adab
dan Humaniora (FAH), Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Fakultas Ushuluddin
(FU), Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDKOM), Fakultas Dirasat
Islamiyah (FDI), Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Fakultas Ilmu Kesehatan
(FIKES), dan Fakultas Kedokteran (FK).
45
2.6.3 Penelitian terdahulu tentang faculty of enrolment
Jurdi et al. (2011) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa mahasiswa pada
kelompok fakultas sosial (social work) cenderung memiliki tingkat yang lebih
rendah dalam melakukan ketidakjujuran akademik dibandingkan dengan
kelompok seni, bisnis, pendidikan, dan sains. Hasil penelitian serupa tentang
rendahnya tingkat ketidakjujuran akademik pada kelompok mahasiswa kedokteran
dan kesehatan ditemukan oleh Satria (2014). Rendahnya tingkat mahasiswa
dalam melakukan perilaku ketidakjujuran akademik ini dikarenakan pengajar
(dosen/asisten dosen) memegang teguh terkait kebijakan dan penerapan kode etik,
serta memeriksa tugas-tugas mahasiswa dengan sangat teliti di fakultas tersebut.
Penemuan yang berbeda berdasarkan hasil penelitian McCabe (dalam Jurdi et al.,
2011) bahwa kelompok mahasiswa jurusan ekonomi cenderung melakukan
kecurangan dibandingkan dengan jurusan marketing dan manajemen. Tingginya
tingkat kecurangan pada kelompok mahasiswa jurusan bisnis dikarenakan adanya
tekanan-tekanan mengenai kesuksesan dan pencapaian.
2.7 Kerangka Berpikir
Ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini bersifat unidimensional (hanya
mengukur satu faktor) dan merupakan pelanggaran-pelanggaran dalam hal
akademik yang mencakup menyontek, plagiasi, dan mendapatkan bantuan dari
luar (orang lain) agar berhasil dalam segi akademik. Skala pengukuran
ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari dua alat
ukur ketidakjujuran akademik oleh McCabe dan Trevino (1993) serta Iyer dan
Eastman (2008), yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan budaya di
46
Indonesia. Untuk menyesuaikan alat ukur tersebut, peneliti mengelaborasi dengan
hasil-hasil pengamatan tentang perilaku ketidakjujuran akademik yang terjadi di
kalangan mahasiswa Indonesia pada umumnya, salah satu contohnya peneliti
menambah item mengenai perilaku titip absen. Perilaku ketidakjujuran akademik
ini terjadi disebabkan oleh beberapa variabel secara langsung dan tidak langsung.
Pada variabel yang memengaruhi ketidakjujuran akademik secara langsung (direct
effects) berarti memiliki pengaruh tanpa harus melewati variabel mediator.
Sedangkan pada variabel yang berpengaruh secara tidak langsung, yaitu variabel
yang memiliki pengaruh terhadap ketidakjujuran akademik, tetapi melalui variabel
mediator.
Di dalam penelitian ini, diteorikan bahwa variabel prokrastinasi akademik,
sikap, goal orientation (mastery dan performance), dan peer influence dapat
secara langsung dan tidak langsung dalam memengaruhi ketidakjujuran akademik.
Sedangkan variabel demografis seperti jenis kelamin, usia, faculty of
enrolment,dan honor code harus melalui variabel mediator dalam memengaruhi
ketidakjujuran akademik. Adapun variabel-variabel yang diteorikan menjadi
mediator dalam penelitian ini adalah prokrastinasi akademik, sikap, goal
orientation (mastery dan performance), dan honor code. Setiap variabel dalam
penelitian ini saling berhubungan antara satu sama lain. Seperti variabel jenis
kelamin dan usia yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap ketidakjujuran
akademik (KA), yaitu dengan melalui variabel sikap terhadap ketidakjujuran
akademik. Menurut Jurdi (2011) antara perempuan dan laki-laki memiliki sikap
yang berbeda dalam memandang ketidakjujuran, terdapat suatu proses yang
47
disebut neutralization, yaitu suatu kondisi dimana individu memandang bahwa
ketidakjujuran akademik adalah hal yang wajar (normatif) memiliki
kecenderungan untuk melakukan perilaku tersebut. Neutralization ini cenderung
terjadi pada perempuan untuk membuat suatu rasionalisasi (Miller, Murdock,
Anderman, & Poindexter, 2007; Jurdi, et al, 2011). Namun di sisi lain, ternyata
laki-laki yang cenderung melakukan ketidakjujuran (McCabe & Trevino, 1993;
Anderman & Midgley, 2004; Miller et al.,2007). Selanjutnya, pada variabel usia,
ketidakjujuran cenderung dilakukan oleh mahasiswa yang berusia lebih tua
(Bourassa, 2011). Mahasiswa yang lebih tua yang dimaksudkan adalah mahasiswa
semester akhir yang memiliki waktu terbatas untuk menyelesaikan studi,
ketidakjujuran dapat terjadi ketika mahasiswa yang lebih tua memiliki sikap yang
positif terhadap ketidakjujuran akademik, apalagi jika individu tersebut memiliki
keterbatasan waktu dalam menyelesaikan studi , maka semakin ia memiliki
kecenderungan untuk melakukan ketidakjujuran dalam hal akademik.
Di sisi lain, yaitu faculty of enrolment yaitu fakultas dimana subjek
terdaftar juga turut berpengaruh terhadap ketidakjujuran akademik melalui
variabel honor code dan sikap terhadap ketidakjujuran akademik. Sikap positif
atau negatif terhadap ketidakjujuran akademik itu tergantung pada sejauh mana
tingkat penerapan kode etik (honor code) pada fakultas tersebut. Karena adanya
kode etik yang berlaku akan berpengaruh pada iklim atau budaya dari integritas
akademik, dan hal inilah yang sangat penting dalam menentukan level dari
ketidakjujuran akademik (Shrader et al., 2012). Dalam penelitian ini diasumsikan,
semakin ketat dan tegas penerapan honor code pada suatu fakultas, maka semakin
48
negatif sikap seseorang terhadap perilaku ketidakjujuran akademik, sehingga
cenderung untuk menghindari. Selanjutnya, menurut Comas-Forgas & Sureda-
Negre (2010) bahwa terdapat salah satu faktor penyebab individu melakukan
ketidakjujuran adalah karena memiliki waktu yang tidak cukup untuk
mengerjakan tugas yang disebabkan oleh buruknya pengaturan diri dan waktu.
Adapun hasil penelitian lainnya bahwa individu dengan skor prokrastinasi
akademik yang tinggi cenderung melalukan kecurangan akademik, dibandingkan
dengan individu yang memiliki skor prokrastinasi akademik rendah (Roig &
DeTommaso, 1995). Dalam penelitian ini juga diasumsikan bahwa semakin
positif sikap seseorang terhadap ketidakjujuran akademik, maka akan semakin
cenderung melakuka prokrastinasi yang pada gilirannya melakukan ketidakjujuran
akademik.
Adapun prokrastinasi ini juga merupakan variabel mediator antara goal
orientation terhadap ketidakjujuran akademik. Ames (dalam Pinritch, Schunk, &
Meece, 2008) membagi goal orientation menjadi mastery dan performance
orientation. Ketidakjujuran akademik lebih tinggi dilakukan pada individu yang
berorientasi performance dibandingkan dengan mastery. Hal ini dikarenakan,
performance orientation berfokus pada nilai yang tinggi dan ingin tampak unggul
dibandingkan dengan individu lain, sedangkan mastery berfokus pada penguasaan
materi (Anderman & Midgley, 2004).Variabel goal orientation ini turut
dipengaruhi oleh pengaruh teman sebaya (peer influence). Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu, bahwa peer influence merupakan salah satu faktor yang
memiliki pengaruh kuat terhadap ketidakjujuran akademik (Jurdi et al., 2011;
49
Koss, 2011b; Nora & Zhang, 2010). Namun, meskipun diprediksikan
memengaruhi ketidakjujuran akademik melalui beberapa variabel mediator,
variabel performance dan mastery dapat berpengaruh secara langsung dengan
memiliki koefisien negatif pada orientasi mastery dan positif pada orientasi
performance.
Selanjutnya, variabel peer influence atau pengaruh teman sebaya dalam
penelitian ini dapat memengaruhi ketidakjujuran akademik secara langsung, dan
juga secara tidak langsung melalui variabel mediator performance dan mastery
goal orientation. Semakin mudah seseorang dipengaruhi temannya dalam
melakukan ketidakjujuran akademik, hal tersebut disebabkan adanya orientasi
tujuan performance yang berfokus pada penilaian, yang mendorong individu yang
pada gilirannya melakukan ketidakjujuran akademik. Namun, jika seseorang tidak
mudah terpengaruh oleh teman sebaya dalam melakukan ketidakjujuran
akademik, maka individu tersebut cenderung berorientasi mastery yang lebih
mengutamakan pemahaman dan penguasaan materi dibandingkan penilaian,
sehingga cenderung untuk menghindari ketidakjujuran akademik.
Dari berbagai uraian yang telah dijabarkan di atas, terdapat enam variabel
endogen (terikat) dalam penelitian ini, yaitu ketidakjujuran akademik, sikap
terhadap ketidakjujuran akademik, prokrastinasi akademik, honor code, goal
orientation (mastery dan performance). Adapun yang menjadi varian eksogen
(sebab) adalah faktor demografi (usia, jenis kelamin, dan faculty of enrolment)
serta peer influence.
50
Untuk lebih lanjut, kerangka berpikir dalam penelitian ini diilustrasikan
seperti yang tertera pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian
Keterangan: KA : Ketidakjujuran akademik JK : Jenis kelamin
PA : Prokrastinasi akademik US : Usia
SKP : Sikap terhadap KA PI : Peer influence
PGO : Performance goal orientation F1 : Faculty of enrolment (kelompok sosial)
MGO : Mastery goal orientation F2 : Faculty of enrolment (kelompok agama)
HC : Honor code F3 : Faculty of enrolment (kelompok sains)
2.8 Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan judulnya, terdapat dua hal yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu
melakukan uji validitas skala pengukuran ketidakjujuran akademik dan
melakukan uji model fit berdasarkan model pada gambar 2.1 di atas. Maka dari itu
hipotesis penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu 1.) hipotesis pengukuran
ketidakjujuran akademik, dan 2.) hipotesis pemodelan ketidakjujuran akademik
sebagai berikut:
51
2.8.1 Hipotesis Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
2.8.1.1 Hipotesis Mayor
Seluruh butir soal (item) yang dibuat dalam skala pengukuran ketidakjujuran
akademik yang dibuat memang mengukur satu faktor saja.
2.8.1.2 Hipotesis Minor
Setiap butir soal (item) signifikan dalam mengukur ketidakjujuran akademik.
2.8.2 Hipotesis Pemodelan Ketidakjujuran Akademik
2.8.2.1 Hipotesis Mayor
Model yang diteorikan (jenis kelamin, usia, faculty of enrolment, peer influence,
honor code, sikap terhadap ketidakjujuran akademik, performance goal
orientation, mastery goal orientation, dan prokrastinasi akademik) fit dengan data
dalam memengaruhi ketidakjujuran akademik.
2.8.2.2 Hipotesis Minor
Ha.1 : Prokrastinasi akademik, sikap terhadap ketidakjujuran akademik,
performance goal orientation, dan peer influence, memiliki pengaruh
langsung yang signifikan dan positif terhadap ketidakjujuran akademik.
Ha.2 : Mastery goal orientation memiliki pengaruh langsung yang signifikan
dan negatif terhadap ketidakjujuran akademik.
Ha.3 : Jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketidakjujuran
akademik secara tidak langsung melalui sikap terhadap ketidakjujuran
akademik.
52
Ha.4 : Usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketidakjujuran
akademik secara tidak langsung melalui sikap terhadap ketidakjujuran
akademik.
Ha.5 : Faculty of enrolment memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
ketidakjujuran akademik secara tidak langsung melalui honor code dan
sikap terhadap ketidakjujuran akademik.
Ha.6 : Honor code memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketidakjujuran
akademik secara tidak langsung melalui sikap terhadap ketidakjujuran
akademik.
Ha.7 : Peer influence memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
ketidakjujuran akademik secara tidak langsung melalui performance goal
orientation, mastery goal orientation, dan prokrastinasi akademik.
Ha.8 : Performance goal orientation memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap ketidakjujuran akademik secara tidak langsung melalui sikap
terhadap ketidakjujuran akademik.
Ha.9 : Mastery goal orientation memiliki pengaruh yang signifikan dan
memiliki koefisien negatif terhadap ketidakjujuran akademik secara tidak
langsung melalui prokrastinasi akademik.
53
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa aktif UIN Syarif Hidayatullah.
Proses pengambilan data dalam melakukan pengambilan sampel penelitian,
peneliti menggunakan teknik snowball sampling dan purposive sampling yang
merupakan jenis dari teknik non-probability sampling, dimana teknik tersebut
tidak memberikan peluang yang sama terhadap anggota populasi untuk terpilih
menjadi sampel (Sugiyono, 2014). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 355
responden yang merupakan mahasiswa aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menyebar kuesioner penelitian secara
online menggunakan Google Form dalam jangka waktu 7 hari, terhitung sejak
tanggal 25 sampai dengan 31 Mei 2018. Minimum sampel dalam ini adalah 200
responden, adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel,
adalah sebagai berikut :
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel endogen (η) yaitu
ketidakjujuran akademik dengan konstruk unidimensional, honor code, sikap
terhadap ketidakjujuran akademik, mastery goal orientation, performance goal
orientation dan prokrastinasi akademik. Sedangkan variabel eksogen (ξ) adalah
Minimum sampel = jumlah variabel x 20
54
usia, jenis kelamin, faculty of enrolment, dan peer influence. Berikut ini
merupakan rinciannya sebagai berikut:
1. Ketidakjujuran akademik (η6)
2. Honor code (η1)
3. Sikap terhadap ketidakjujuran akademik (η2)
4. Mastery goal orientation (η3)
5. Performance goal orientation (η4)
6. Prokrastinasi akademik (η5)
7. Usia (ξ1)
8. Jenis kelamin (ξ2)
9. Faculty of enrolment (ξ3)
10. Peer influence (ξ4)
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini adalah bersifat
unidimensional (hanya mengukur satu faktor) yang dibatasi pada
pelanggaran-pelanggaran akademik yang mencakup perilaku menyontek,
plagiarisme, dan bantuan dari luar (Iyer & Eastman, 2008).
2. Sikap adalah suatu disposisi untuk merespon secara favorable maupun
unfavorable terhadap suatu objek, orang, institusi, atau peristiwa yang
terdiri dari aspek kognitif, afektif, serta konatif (Ajzen, 2005). Karena
variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketidakjujuran akademik, maka
55
objek sikap yang dimaksud dalam penelitian ini ialah sikap terhadap
ketidakjujuran akademik.
3. Prokrastinasi akademik adalah tindakan menunda pengerjaan tugas
akademik yang disebabkan oleh ketidaknyamanan terhadap tugas dan tidak
adanya pengaturan diri yang baik dalam menyelesaikan suatu tugas/aktivitas
sehingga memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda atau menghindari
dengan kesadaran penuh.
4. Goal orientation merupakan tujuan atau alasan individu untuk melibatkan
diri dalam perilaku mencapai tujuan (Pinritch et al., 2008). Menurut Ames
dan Pinritch (dalam Pinritch et al., 2008) terdapat dua dimensi goal
orientation, yaitu mastery orientation yang berfokus pada pembelajaran,
menguasai tugas menurut standar pribadi yang telah dihadapkan atau
pengembangan diri pada kemampuan baru, meningkatkan atau
mengembangkan kompetensi, mencoba untuk menyelesaikan sesuatu yang
menantang, mencoba untuk mengerti atau wawasan, dan performance
orientation orientation memiliki fokus pada kompetensi atau kemampuan
dan bagaimana kemampuan tersebut akan dinilai lebih dari orang lain
dibandingkan dengan yang lainnya.
5. Peer influence adalah pengaruh negatif yang didapatkan dari teman sebaya
terhadap sikap dan perilaku menyimpang individu, yang mencakup aspek
sikap teman sebaya, pelaporan teman sebaya, dan perilaku teman sebaya
(Nora & Zhang, 2010; Muslimah, 2016).
56
6. Honor code merupakan ada atau tidaknya kode etik yang berlaku serta
penerapannya pada setiap fakultas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Faktor demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin (perempuan dan laki-
laki), serta faculty of enrolment (fakultas dimana subjek terdaftar) yang
dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bidang, yaitu a.) sosial, b.)
agama, c.) sains, dan d.) kesehatan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan instrumen pengumpulan data dalam bentuk model skala
Likert dengan dua pengukuran, yaitu pengukuran sikap dan frekuensi. Pada skala
pengukuran sikap maupun frekuensi terdiri dari empat alternatif jawaban.
Responden diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang paling
sesuai dengan diri responden pada Google Form. Item pada penelitian ini
berbentuk pernyataan yang disajikan secara favorable (mendukung) dan
unfavorable (tidak mendukung). Skor pengukuran skala sikap dan frekuensi
pernyataan favorable dan unfavorable tertera pada tabel 3.1 dan 3.2.
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala Sikap
Alternatif Pilihan Jawaban Skala Sikap Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat setuju / Sangat sesuai 4 1
Setuju / Sesuai 3 2
Tidak setuju / Tidak sesuai 2 3
Sangat tidak setuju / Sangat tidak sesuai 1 4
57
Tabel 3.2
Skor Pengukuran Skala Frekuensi
Alternatif Pilihan Jawaban Skala
Frekuensi
Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pernah lebih dari 2x 4 1
Pernah 2x 3 2
Pernah 1x 2 3
Tidak Pernah 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari enam jenis
alat ukur, yaitu alat ukur ketidakjujuran akademik (KA), sikap terhadap
ketidakjujuran akademik (SKP), prokrastinasi akademik (PA), mastery goal
orientation (MGO), performance goal orientation (PGO), dan peer influence (PI).
Alat ukur tersebut disusun oleh peneliti berdasarkan adaptasi dari alat ukur
penelitian sebelumnya yang kemudian dimodifikasi sesuai dengan objek dan
situasi keadaan di Indonesia. Adapun instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu:
3.3.1 Instrumen ketidakjujuran akademik
Dalam pengumpulan data ketidakjujuran akademik, peneliti memodifikasi dua
instrumen Academic Dishonesty Scale oleh McCabe & Trevino (1993) serta Iyer
& Eastman (2008) dengan skala model 4 Likert yang menunjukkan frekuensi
terhadap perilaku. Alat ukur modifikasi ini terdiri dari 20 butir pernyataan yang
bersifat unidimensional. Adapun blueprint skala ketidakjujuran akademik dapat
dilihat pada tabel 3.3 :
58
Tabel 3.3
Blueprint skala ketidakjujuran akademik
No Dimensi Indikator No Item
(Favorable)
Jumlah
1
Ketidakjujuran
akademik
Menyontek secara manual ataupun
bantuan gadget
1, 2, 6, 18, 19
5
Bekerja sama dalam berbuat
ketidakjujuran
3, 5, 7, 10, 11,
14, 15
7
Melakukan pemalsuan (daftar pustaka,
data, dan informasi)
9, 13, 16, 20 4
Menyalin pekerjaan dan/atau
menggunakan pendapat orang lain tanpa
sepengetahuannya
4, 8, 12, 17 4
3.3.2 Instrumen sikap terhadap ketidakjujuran akademik
Dalam pengumpulan data sikap terhadap ketidakjujuran akademik, peneliti
melakukan adaptasi alat ukur oleh Jurdi, Hage, dan Chow (2011) yang berisikan
perilaku-perilaku ketidakjujuran akademik dan bersifat unidimensional. Skala
yang digunakan adalah semantic defferensial dengan interval 1 (sangat tidak
boleh) sampai dengan 4 (sangat boleh) yang menunjukkan sikap terhadap
perilaku. Adapun blueprint skala sikap terhadap ketidakjujuran akademik dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Blueprint skala sikap terhadap ketidakjujuran akademik
No Indikator No Item (Favorable)
Jumlah
1 Sikap terhadap
ketidakjujuran
akademik
Menyalin jawaban teman pada saat ujian
dan/atau pengerjaan tugas
Tidak mencantumkan sumber referensi
Pemalsuan dokumen
2, 4
3
7, 13
2
1
2
59
Table 3.4
Blueprint skala sikap terhadap ketidakjujuran akademik
No Indikator No Item Jumlah
(Favorable)
1 Sikap
terhadap
ketidakjujuran
akademik
Menyontek menggunakan media (catatan,
gadget)
Memalsukan informasi
Mencari bocoran soal dan/atau memberi
jawaban kepada teman pada saat ujian
Meminta bantuan dan/atau membantu
orang lain pada saat ujian dan pengerjaan
tugas.
10, 14
5, 6, 11, 16
12
1, 8, 9, 15
2
4
1
4
3.3.3 Instrumen goal orientation
Dalam pengumpulan data goal orientation, peneliti menggunakan menggunakan
konstruk instrumen yang dikembangkan oleh Puspita (2016) berlandaskan pada
teori Ames (dalam Pinritch, Schunk, dan Meece 2008), adapun alat ukur ini terdiri
dari 6-item mastery goal orientation dan 5-item performance goal orientation,
dengan total 11-item. Skala yang digunakan adalah model Likert 1 – 4 yang
menunjukkan persetujuan terhadap perilaku. Adapun blueprint skala goal
orientation dapat dilihat pada tabel 3.5 :
Tabel 3.5
Blueprint skala goal orientation
No Dimensi Indikator No Item
(Favorable)
Jumlah
1 Mastery goal
orientation
Fokus pada pembelajaran yang efektif
Menguasai tugas atau materi
Mengembangkan kemampuan yang
dimiliki individu
Mencoba menyelesaikan sesuatu yang
menantang
1
2
3,4,5
6
6
2
Performance
goal
orientation
Mengaharapkan nilai atau prestasi
yang baik
Mencari pengakuan publik atas
performa yang dimilikinya
8, 9, 10,11
7
5
60
3.3.4 Instrumen prokrastinasi akademik
Instrumen prokrastinasi akademik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dikembangkan oleh Bruce W. Tuckman (1991).Alat ukur ini terdiri dari 35
pernyataan yang menggambarkan perilaku-perilaku prokrastinasi akademik.
Peneliti melakukan modifikasi alat ukur dengan menyesuaikan kondisi akademik
yang ada di Indonesia, sehingga didapatkan 25 butir pernyataan yang bersifat
unidimensional dengan skala Likert-4 yang mengukur sikap. Adapun blueprint
skala prokrastinasi akademik dapat dilihat pada tabel 3.6 :
Tabel 3.6
Blueprint skala prokrastinasi akademik
No Dimensi Indikator No Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Prokrastinasi
akademik
Menunda-nunda atau
menghindari tugas/pekerjaan
1, 2, 7, 14,
17
5, 15, 19 8
Tidak memanfaatkan waktu
sebaik mungkin (membuang-
buang waktu)
3, 9, 11,
13, 18, 24
4, 16, 21, 22,
23
11
Mengalami kesulitan dan
kecemasan dalam mengerjakan
tugas/pekerjaan
12, 17, 25 - 3
Mencari alasan untuk menunda
tugas/pekerjaan
6, 8, 10, 20 - 4
3.3.5 Instrumen peer influence
Dalam pengumpulan data peer influence, peneliti menggunakan menggunakan
konstruk instrumen yang dikembangkan oleh Muslimah (2016) berlandaskan pada
teori Nora dan Zhang (2010), adapun alat ukur ini terdiri dari 15 butir pernyataan.
Skala yang digunakan adalah model Likert-4 yang menunjukkan persetujuan
terhadap perilaku. Alat ukur ini memenuhi asumsi unidimensionalitas. Adapun
blueprint skala peer influence dapat dilihat pada tabel 3.7:
61
Tabel 3.7
Blueprint skala peer influence
No Indikator No Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Sikap teman
sebaya
Sikap positif teman
sebaya terhadap
ketidakjujuran akademik
2, 5 1, 3, 4 5
2 Pelaporan
teman
Tidak melaporkan
perilaku kecurangan yang
ditemukan (negatif
terhadap pelaporan)
6, 7,
8, 10
9 5
3 Perilaku teman
sebaya
Ketidakjujuran akademik
teman sebaya
11, 12
13, 14
15 5
3.3.6 Instrumen faktor demografi jenis kelamin
Jenis kelamin diukur menggunakan coding tertentu, yaitu untuk jenis kelamin,
laki-laki diberi kode “1”, sedangkan perempuan diberi kode “0”.
3.3.7 Instrumen faculty of enrolment
Faculty of enrolment merupakan variabel kategorik dan diukur menggunakan
coding tertentu yang terlampir pada tabel 3.8 :
Tabel 3.8
Koding variabel faculty of enrolment
Kode
Fakultas
Bidang Fakultas Coding
F1 F2 F3
1 Sosial FITK, FEB, FISIP, FPSI, FAH 1 0 0
2 Agama FSH, FU, FIDKOM, FDI 0 1 0
3 Sains FST 0 0 1
4 Kesehatan FIKES, FK 0 0 0
Keterangan :
FITK : Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
FU : Ushuluddin
FEB : Ekonomi dan Bisnis FIDKOM : Ilmu Dakwah dan Komunikasi
FISIP : Ilmu Sosial dan Politik FDI : Dirasat Islamiyah
FPSI : Psikologi FST : Sains dan Teknologi
FAH : Adab dan Humaniora FIKES : Ilmu Kesehatan
FSH : Syariah dan Hukum FK : Kedokteran
62
3.3.8 Instrumen honor code
Honor code merupakan variabel kontinum yang diukur dengan satu item
menggunakan skala 1 sampai dengan 3, dengan pilihan jawaban “Tidak” skor = 1,
“Ada, tapi tidak diterapkan” skor = 2, dan “Ada, diterapkan” skor = 3.
3.4 Uji Validitas Konstruk
Setelah melakukan pengambilan data, peneliti melakukan uji validitas konstruk
untuk memastikan instrumen tersebut benar mengukur konstruk yang akan diukur.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA)
menggunakan software Mplus 8.0 (Muthen&Muthen, 2017) untuk menguji
validitas alat ukur. Adapun logika CFA menurut Umar (2015) sebagai berikut :
1. Terdapat sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional, sehingga dapat di susun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukur kemampuan tersebut, kemampuan ini disebut faktor. Untuk
melakukan pengukuran pada setiap faktor harus dilakukan analisis terlebih
dahulu terhadap respon atas item-itemnya.
2. Dalam hal ini diteorikan bahwa semua item mengukur hanya satu faktor yang
sama (unidimensional).
3. Selain itu, juga diteorikan bahwa masing-masing item hanya mengukur satu
faktor saja. Ini berarti bahwa setiap item bersifat unidimensional pada dirinya
sendiri (tidak mengandung bias).
4. Jika data sudah tersedia, maka data tersebut digunakan untuk mengestimasi
parameter dari model unidimensional yang diteorikan. Dalam hal ini
63
parameternya adalah koefisien muatan faktor (λ) dan varians kesalahan
pengukuran (ϴ). Karena model bersifat unidimensional, parameter yang
berupa varians dari konstruk yang diukur (faktor) tidak perlu diestimasi,
karena ditetapkan (fixed = 1). Hal ini diperlukan untuk menentukan skala
ukuran bagi faktor yang hendak diukur, yang disini berupa skala baku.
5. Nilai hasil estimasi parameter digunakan untuk memprediksi korelasi yang
seharusnya diperoleh menurut teori, korelasi ini disebut sigma (σ).
6. Matriks nilai korelasi hasil prediksi (Σ) kemudian dibandingkan dengan
matriks korelasi yang diperoleh dari data (S). Jika model teoritis yang diuji
(unidimensional) sesuai dengan model teori tersebut memang benar adanya
karena didukung oleh data. Dalam hal ini, yang dilakukan secara statistik
“H0= S-Σ= 0”. Artinya, tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang
diharapkan oleh teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari data.
7. Ada terdapat banyak indeks statistik yang bisa digunakan untuk menguji
hipotesis nihil (H0 = S-Σ= 0) diantaranya yang paling utama adalah chi-
square dan RMSEA. Untuk nilai chi-square, model dikatakan fit jika
memiliki probability yang lebih besar dari 5% (p > 0.05). Sedangkan untuk
RMSEA, biasanya software yang digunakan (Mplus) menyajikan tiga kriteria,
model dikatakan fit jika dua dari tiga hasil RMSEA , yaitu: a.) RMSEA
estimate < 0.05, b.) Confident interval (CI) < 0.05, dan c.) probability bahwa
RMSEA < 0.05 adalah > 0.05 ( P RMSEA < 0.05 adalah > 0.05). Jika nilai
chi-square dan/atau RMSEA tidak signifikan, maka disimpulkan bahwa
hipotesis nihil tidak ditolak. Artinya model teori bahwa seluruh item memang
64
hanya menguji satu dimensi (unidimensional) adalah benar dan dapat
diterima. Hal ini disebut bahwa model fit dengan data dan kegiatannya
dinamakan “uji model fit”.
8. Jika model unidimensional dinyatakan fit dengan data, maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen (alat ukur) yang terdiri dari himpunan item
tersebut adalah valid untuk mengukur konstruk yang didefinisikan (validitas
konstruk terbukti).
9. Jika model unidimensional tidak fit, maka biasanya diperlukan modifikasi
model dengan cara menambah parameternya yang dalam hal ini terutama
adalah korelasi antar kesalahan pengukuran (residual).
10. Apabila model unidimensional fit dengan data, tetapi disertai dengan korelasi
antar residual, maka dapat ditafsirkan bahwa item-item tersebut bersifat
multidimensional pada dirinya masing-masing. Misalnya, dua buah item yang
selain mengukur kemampuan matematika ternyata juga mengukur
kemampuan berbahasa (karena kedua item berbentuk soal cerita). Item yang
bersifat multidimensional seperti ini disebut mengandung bias.
11. Jika model fit telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah melihat apakah
setiap item secara signifikan mengukur konstruk yang hendak diukur. Dalam
hal ini terdapat dua kriteria utama dalam menentukan validitas item, yaitu: a.)
Apakah koefisien muatan faktor (factor loading) bernilai positif, dan b.)
Apakah koefisien muatan faktor signifikan secara statistik (T-value > 1,96
atau P-value < 0.05). Jika koefisien muatan faktor bernilai negative, maka
item harus di-drop (tidak dapat digunakan) meskipun secara statistik
65
sigifikan. Jika koefisien muatan faktor bernilai positif dan signifikan, berarti
item valid dan dapat digunakan. Apabila item bernilai positif tetapi tidak
signifikan, dapat diserahkan kepada peneliti apakah akan digunakan atau
tidak. Namun demikian, untuk pengembangan tes psikologi yang baku
sebaiknya tidak digunakan.
Sebagai informasi tambahan yang penting dalam uji validitas alat ukur
psikologi dengan menggunakan CFA, perlu dicatat bahwa seringkali suatu item
berisi pernyataan atau pertanyaan yang bersifat negatif (unfavourable). Adapun
skor item tersebut harus dibalik (reversed) terlebih dahulu sebelum perhitungan
korelasi dan CFA dilakukan. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan item
yang sudah terbukti valid, peneliti menghitung skor faktor (true score) pada setiap
variabel yang diuji validitas konstruknya, yaitu ketidakjujuran akademik (KA),
sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), prokrastinasi akademik (PA),
performance goal orientation (PGO), mastery goal orientation (MGO), dan peer
influence (PI).
Skor faktor (true score) inilah yang akan dijadikan data dalam rangka
menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Namun demikian, karena true score
bersifat standardized sehingga nilainya ada yang positif dan negatif, maka peneliti
mentransformasikan faktor tersebut menjadi T-score dengan rumusnya yaitu:
Dalam hal ini, T-score akan memiliki mean = 50 dan standard deviasi
(SD) = 15 dan diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif dengan
rentang antara 0 sampai dengan 100. Setelah didapatkan factor score yang telah
T-Score = 50 + (15 x factor score)
66
diubah menjadi T-score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam regresi dan
path analysis (analisis jalur).
3.4.1 Hasil Uji Validitas Konstruk Skala Ketidakjujuran Akademik
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis faktor dari 20 item yang mengukur
ketidakjujuran akademik menggunakan pendekatan bi-factor, karena terdapat
beberapa item yang multidimensional. Skala pengukuran ketidakjujuran akademik
dalam penelitian ini fit setelah dilakukan iterasi sebanyak 30000 kali, dengan
RMSEA estimate = 0.058 (p <0.05), 90 percent C.I= 0.050 sampai 0.066 (p
<0.05), dan RMSEA probability <0.05 = 0.053 (p >0.05). Koefisien muatan faktor
untuk item pengukuran ketidakjujuran akademik disajikan dalam tabel 3.9 :
Tabel 3.9
Koefiesien Muatan Faktor Item Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
1 0.730 0.032 22.788 0.000
2 0.769 0.030 25.770 0.000
3 0.650 0.037 17.336 0.000
4 0.559 0.067 8.392 0.000
5 0.698 0.036 19.236 0.000
6 0.742 0.036 20.348 0.000
7 0.724 0.039 18.583 0.000
8 0.477 0.061 7.763 0.000
9 0.440 0.053 8.339 0.000
10 0.398 0.071 5.605 0.000
11 0.461 0.049 9.316 0.000
12 0.375 0.055 6.796 0.000
13 0.376 0.079 4.788 0.000
14 0.432 0.052 8.317 0.000
15 0.613 0.041 14.895 0.000
16 0.229 0.087 2.636 0.008
17 0.415 0.070 5.975 0.000
18 0.762 0.033 22.769 0.000
19 0.618 0.052 11.950 0.000
20 0.557 0.046 12.200 0.000
Keterangan:
S.E : Standard error dari factor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
67
Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang didrop
pada skala ketidakjujuran akademik, karena seluruh item memiliki T-value > 1.96
(signifikan) dan bermuatan positif . Semua item pada variabel ini telah memenuhi
kriteria model fit, sehingga dapat diikutsertakan pada analisis berikutnya.
3.4.2 Hasil Uji Validitas Konstruk Skala Sikap terhadap Ketidakjujuran
Akademik
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis faktor dari 16 item yang mengukur sikap
terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) menggunakan pendekatan bi-factor,
karena terdapat beberapa item yang multidimensionalitas. Skala pengukuran SKP
dalam penelitian ini fit setelah dilakukan iterasi sebanyak 10000 kali, dengan
RMSEA estimate = 0.061 (p <0.05), 90 percent C.I= 0.050 sampai 0.072 (p
<0.05), dan probability <0.05 = 0.050 (p >0.05). Koefisien muatan faktor untuk
item pengukuran ketidakjujuran akademik disajikan dalam tabel 3.10 :
Tabel 3.10
Koefisien Muatan Faktor Item Sikap terhadap Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
21 0.419 0.051 8.247 0.000
22 0.657 0.043 15.438 0.000
23 0.697 0.049 14.120 0.000
24 0.499 0.048 10.443 0.000
25 0.498 0.044 11.220 0.000
26 0.748 0.040 18.735 0.000
27 0.698 0.076 9.158 0.000
28 0.616 0.042 14.514 0.000
29 0.552 0.043 12.694 0.000
30 0.729 0.036 20.512 0.000
31 0.533 0.063 8.480 0.000
32 0.720 0.033 21.756 0.000
33 0.599 0.043 13.923 0.000
34 0.766 0.035 21.935 0.000
35 0.420 0.054 7.835 0.000
36 0.629 0.041 15.397 0.000
68
Keterangan:
S.E : Standard error dari faktor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang didrop
pada skala sikap terhadap ketidakjujuran akademik, karena seluruh item
bermuatan positif dan memiliki t-value > 1.96 (signifikan). Semua item pada
variabel ini telah memenuhi kriteria model fit, sehingga dapat diikutsertakan pada
analisis berikutnya.
3.4.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Skala Prokrastinasi Akademik
Prokrastinasi akademik dalam penelitian ini terdiri dari 25 item menggunakan
pendekatan bi-factor, karena terdapat beberapa item yang multidimensionalitas.
Skala pengukuran prokrastinasi akademik dalam penelitian ini fit setelah
dilakukan iterasi sebanyak 20000 kali, dengan RMSEA estimate = 0.060 (p
<0.05), 90 percent C.I= 0.048 sampai 0.073 (p <0.05), dan RMSEA probability =
0.075 (p >0.05). Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran ketidakjujuran
akademik disajikan dalam tabel 3.11:
Tabel 3.11
Koefisien Muatan Faktor Item Prokrastinasi Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
39 0.682 0.031 22.350 0.000
40 0.622 0.036 17.146 0.000
41 0.726 0.031 23.605 0.000
42 -0.471 0.044 -10.741 0.000 X
43 -0.508 0.038 -13.227 0.000 X
44 0.590 0.037 16.005 0.000
45 0.373 0.052 7.153 0.000
46 0.336 0.052 6.434 0.000
47 0.793 0.026 30.202 0.000
48 0.146 0.055 2.677 0.007
49 0.250 0.044 5.682 0.000
69
Tabel 3.11
Koefisien Muatan Faktor Item Prokrastinasi Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
50 0.791 0.024 32.954 0.000
51 -0.158 0.047 -3.374 0.001 X
52 0.839 0.021 39.779 0.000
53 -0.716 0.029 -24.538 0.000 X
54 -0.433 0.043 -10.026 0.000 X
55 0.229 0.050 4.532 0.000
56 0.765 0.028 27.399 0.000
57 -0.542 0.039 -13.729 0.000 x
58 0.422 0.047 9.000 0.000
59 -0.128 0.054 -2.350 0.019 x
60 -0.234 0.048 -4.913 0.000 x
61 -0.262 0.050 -5.221 0.000 x
62 0.662 0.035 18.936 0.000
63 -0.314 0.047 -6.720 0.000 x
Keterangan:
S.E : Standard error dari faktor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa terdapat 10 item yang di-
drop pada skala prokrastinasi akademik, yaitu item nomor 42, 43, 51, 53, 54, 57,
59, 60, 61, dan 63, karena item-item tersebut bermuatan negatif dan memiliki T-
value < 1.96 (tidak signifikan), sehingga hanya terdapat 15 item yang memenuhi
kriteria model fit dan dapat diikutsertakan pada analisis selanjutnya.
3.4.4 Hasil Uji Validitas Konstruk Skala Goal Orientation
3.4.4.1 Mastery Goal Orientation
Konstruk variabel mastery goal orientation dalam penelitian ini adalah
unidimensional. Diperoleh skor perhitungan awal RMSEA estimate = 0.133,
RMSEA 90 percent C.I. = 0.104, Probability RMSEA = 0.000, CFI (Cumulative
Fit Index) = 0.898 yang artinya model ini belum fit. Setelah dilakukan satu kali
modifikasi, diperoleh nilai RMSEA estimate = 0.074, RMSEA 90 percent C.I. =
70
0.040 sampai 0.109, Probability RMSEA <0.05 = 0.113, CFI (Cumulative Fit
Index) = 0.972 (p > 0.90). Jika melihat dua diantara tiga nilai RMSEA estimate
yang signifikan, RMSEA estimate dan 90 percent C.I < 0.05, Probability
RMSEA <0.05 lebih besar dari 0.05, dan CFI (Cumulative Fit Index) = 1.000 atau
mendekati, artinya model ini sudah fit dengan data. Selain menggunakan metode
CFA first order, peneliti juga menggunakan estimator Bayesian sebanyak 10000
iterasi dan diperoleh nilai 1.050, jika diperoleh nilai =1.0 maka model tersebut fit
dengan data.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, serta menentukan apakah terdapat item yang
perlu di-drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat muatan pada
setiap item, jika item memiliki muatan positif artinya item tersebut signifikan,
namun jika item tersebut bermuatan negatif maka harus di-drop. Nilai estimasi
untuk item pengukuran mastery goal orientation disajikan dalam tabel 3.12:
Tabel 3.12
Koefisien Muatan Faktor Item Mastery Goal Orientation
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
64 0.590 0.044 13.500 0.000
65 0.382 0.067 5.727 0.000
66 0.521 0.053 9.922 0.000
67 0.594 0.043 13.688 0.000
68 0.789 0.045 17.707 0.000
69 0.441 0.052 8.548 0.000
Keterangan:
S.E : Standard error dari faktor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability/ signifikan
Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa semua item pada variabel
mastery goal orientation bermuatan positif dan signifikan, sehingga semua item
71
pada variabel ini telah memenuhi kriteria model fit untuk melanjutkan analisis ke
tahap berikutnya.
3.4.4.2 Performance Goal Orientation
Dalam penelitian ini, konstruk variabel performance goal orientation adalah
unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari perhitungan ini
diperoleh skor perhitungan awal RMSEA estimate = 0.047, RMSEA 90 percent
C.I. = 0.000 sampai 0.096, probability RMSEA <0.05 = 0.474, CFI (Cumulative
Fit Index) = 0.991 yang artinya model ini sudah fit dengan data tanpa perlu
adanya modifikasi. Model dikatakan fit, jika melihat dua diantara tiga nilai
RMSEA estimate yang signifikan, RMSEA estimate dan RMSEA 90 percent C.I
< 0.05, probability RMSEA > 0.05, dan CFI (Cumulative Fit Index) = 1.000 atau
mendekati. Selain menggunakan metode CFA first order, peneliti juga
menggunakan estimator Bayesian sebanyak 10000 iterasi dan diperoleh nilai
1.031, jika diperoleh nilai =1.0 maka model tersebut fit dengan data. Langkah
selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur apa
yang hendak diukur, serta menentukan apakah terdapat item yang perlu di-drop
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat muatan pada setiap item, jika
item memiliki muatan positif artinya item tersebut signifikan, namun jika item
tersebut bermuatan negatif maka harus di-drop. Nilai estimasi untuk item
pengukuran performance goal orientation disajikan dalam tabel 3.13 :
72
Tabel 3.13
Koefisien Muatan Faktor Item Performance Goal Orientation
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
70 0.258 0.057 4.492 0.000
71 0.598 0.046 12.870 0.000
72 0.529 0.048 10.913 0.000
73 0.797 0.041 19.261 0.000
74 0.582 0.046 12.546 0.000
Keterangan:
S.E : Standard error dari faktor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan
positif dan signifikan, sehingga semua item pada variabel ini telah memenuhi
kriteria model fit untuk melanjutkan analisis ke tahap berikutnya.
3.4.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Skala Peer Influence
Pada skala peer influence, peneliti menggunakan pendekatan bi-factor untuk
dilakukan analisis faktor dari 15 item, karena terdapat beberapa item yang
multidimensionalitas. Pada uji validitas konstruk ini dilakukan sebanyak tiga kali
modifikasi sehingga diperoleh RMSEA estimate = 0.061, RMSEA 90 percent C.I.
= 0.041 sampai 0.08 , Probability RMSEA = 0.171, CFI (Cumulative Fit Index) =
0.991 yang artinya model ini sudah fit dengan data.. Model dikatakan fit, jika
melihat dua diantara tiga nilai RMSEA estimate yang signifikan, RMSEA
estimate dan RMSEA 90 percent C.I < 0.05, Probability RMSEA > 0.05, dan
CFI (Cumulative Fit Index) = 1.000 atau mendekati. Selain menggunakan
pendekatan bi-factor, peneliti juga menggunakan estimator Bayesian sebanyak
10000 iterasi dan diperoleh nilai 1.026, jika diperoleh nilai =1.0 maka model
73
tersebut fit dengan data. Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau
tidaknya item dalam mengukur apa yang hendak diukur, serta menentukan apakah
terdapat item yang perlu di-drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat muatan pada setiap item, jika item memiliki muatan positif artinya item
tersebut signifikan, namun jika item tersebut bermuatan negatif atau jika T-value
<1.96 dan P-value >0.05 maka item harus di-drop. Nilai estimasi untuk item
pengukuran peer influence disajikan dalam tabel 3.14 :
Tabel 3.14
Koefisien Muatan Faktor Item Peer Influence
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value Signifikan
75 -0.113 0.062 -1.830 0.067 X
76 0.406 0.048 8.502 0.000
77 0.172 0.053 3.266 0.001
78 0.019 0.056 0.334 0.738 X
79 0.423 0.044 9.509 0.000
80 0.673 0.037 18.115 0.000
81 0.724 0.028 25.527 0.000
82 0.922 0.017 53.218 0.000
83 0.806 0.024 34.038 0.000
84 -0.272 0.053 -5.189 0.000 X
85 0.542 0.038 14.194 0.000
86 0.503 0.040 12.443 0.000
87 -0.376 0.049 -7.729 0.000 X
88 0.488 0.040 12.317 0.000
89 -0.187 0.056 -3.317 0.001 X
Keterangan:
S.E : Standard error dari faktor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
Berdasarkan tabel 3.14 dapat diketahui bahwa terdapat 5 item yang didrop
pada skala peer influence, yaitu item nomor 75, 78, 84, 87, dan 89 karena item-
item tersebut bermuatan negatif dan memiliki T-value < 1.96 (tidak signifikan).
Sehingga, hanya terdapat 10 item yang memenuhi kriteria model fit dan dapat
74
diikutsertakan pada analisis selanjutnya., yaitu item nomor 76, 77, 79, 80, 82, 83,
85, 86, dan 88.
3.5 Teknik Analisis Data
Metode analisisa statistika dalam penelitian ini adalah path analysis menggunakan
software Mplus versi 8.0 oleh Muthen & Muthen (2017). Path analysis
merupakan variasi dari analisis regresi berganda (multiple regression analysis)
yang ditujukan untuk menganalisa persoalan-persoalan dalam analisis kausal dan
dapat mengetahui pengaruh langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) secara
bersamaan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen (Stage,
Carter, & Nora, 2004). Penggunaan metode path analysis dilakukan karena
peneliti hendak meneliti pengaruh langsung (direct effect) dan tidak langsung
(indirect effect) terhadap variabel terikat, yaitu ketidakjujuran akademik. Berikut
merupakan prosedur pada path analysis :
3.5.1 Menetapkan spesifikasi model
Langkah pertama yang peneliti lakukan adalah dengan membuat model
atau path diagram secara konseptual berdasarkan kajian literatur dalam
penelitian. Adapun path diagram terdiri dari 10 variabel yang digunakan
dalam penelitian.
3.5.2 Mengidentifikasi parameter model
Selanjutnya, peneliti melakukan identifikasi parameter pada model dengan
menentukan variabel endogen (η) dan eksogen (ξ) dalam penelitian.
75
3.5.3 Mengestimasi parameter model.
Pada metode CFA estimasi dilakukan dengan menggunakan estimator
Maximum Likelihood. Untuk mengestimasi parameter model path analysis
peneliti juga menggunakan estimator Maximum Likelihood. Sedangkan
dalam hal skoring, menggunakan estimator Bayesian. Adapun estimasi
parameter tersebut dilakukan menggunakan software Mplus 8.0 (Muthen
& Muthen, 2017).
3.5.4 Menguji model fit berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh
Uji model fit (test of goodness of fit) merupakan tahap untuk menguji
apakah data yang diperoleh dari lapangan sesuai dengan model yang
dibuat. Penelitian ini menggunakan indeks dari root mean square error of
approximation (RMSEA) dalam menentukan fit atau tidaknya suatu
model. Adapun model dapat dikatakan fit apabila dua diantara tiga output
dari RMSEA berikut ini adalah signifikan, yaitu RMSEA Estimate < 0.05,
RMSEA 90 percent C.I < 0.05, dan probability RMSEA > 0.05. Apabila
kriteria tersebut terpenuhi maka model fit.
3.5.5 Model Modification
Tahap modifikasi dilakukan jika model yang dibuat tidak fit dengan data.
Adapun langkah pertama dalam tahap ini, yaitu dengan melihat muatan
terbesar pada output on statements pada Mplus, lalu memodifikasi syntax
Mplus berdasarkan dengan output tersebut, langkah ini dapat diulang
sampai mendapatkan model fit.
76
3.5.6 Menguji hipotesis penelitian yang dalam hal ini adalah melakukan uji
signifikan terhadap parameter dari model path analysis, yaitu:
1. Koefisien dampak langsung dari satu variabel ke variabel lain, yaitu Beta (β)
dan Gamma (γ).
2. Koefisien dampak tidak langsung dari satu variabel ke variabel dependen yang
dalam hal ini ketidakjujuran akademik (KA) pada setiap jalurnya. Adapun
terdapat 20 jalur yang tersedia dalam Mplus, yaitu: a.) Jenis kelamin (JK)
terhadap ketidakjujuran akademik (KA) melalui variabel mediator sikap
terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), b.) JK terhadap KA melalui variabel
mediator SKP dan prokrastinasi akademik (PA), c.) Usia (US) terhadap KA
melalui SKP, d.) US terhadap KA melalui variabel mediator SKP dan PA, e.)
Faculty of enrolment kelompok agama (F2) terhadap KA melalui honor code
(HC) dan SKP, f.) Faculty of enrolment kelompok sains (F3) terhadap KA
melalui honor code (HC), SKP, dan PA, g.) Peer influence (PI) terhadap KA
melalui SKP, h.) PI terhadap KA melalui SKP dan PA, i.) PI terhadap KA
melalui PGO, j.) PI terhadap KA melalui PGO dan PA, k.) HC terhadap KA
melalui SKP, l.) HC terhadap KA melalui SKP dan PA, m.) Mastery goal
orientation (MGO) terhadap KA melalui SKP, n.) MGO terhadap KA melalui
SKP dan PA, o.) Performance goal orientation (PGO) terhadap KA melalui
PA, dan p.) SKP terhadap KA melalui PA.
77
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Statistik Deskriptif Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 355 mahasiswa/i aktif UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dari semua fakultas. Gambaran umum berdasarkan faktor
demografi dari subjek penelitian ini, yang terdiri dari usia, jenis kelamin, faculty
of enrolment (fakultas dimana subjek terdaftar), dan honor code (kode etik
fakultas) dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.4
berikut ini:
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Variabel Sampel N=355 / (%)
Usia 18 tahun 18 (5.1%)
19 tahun 56 (15.8%)
20 tahun 91 (25.6%)
21 tahun 114 (32.1%)
22 tahun 59 (16.6%)
23 tahun 13 (3.7%)
24 tahun 1 (3%)
25 tahun 1 (3%)
26 tahun 1 (3%)
27 tahun 1 (3%)
Jenis Kelamin Perempuan 250 (70.4%)
Laki-laki 105 (29.6%)
Faculty of Enrolment Sosial 181 (51%)
Agama 82 (23.1%)
Sains 36 (10.1%)
Kesehatan 56 (15.8%)
Honor code Tidak ada 6 (1.7%)
Ada, tidak diterapkan 160 (45.1%)
Ada, diterapkan 189 (53.2%)
78
Gambar 4.1 Gambaran Umum Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa subjek penelitian
memiliki rentang usia dari 18 sampai dengan 27 tahun. Total sampel penelitian ini
sebanyak 355 orang yang didominasi oleh respon usia 21 tahun, yaitu sebanyak
114 orang (32.1%). Adapun rentang usia subjek penelitian dengan jumlah
responden yang paling sedikit adalah rentang usia 24 sampai dengan 27 tahun.
Gambar 4.2 Gambaran Umum Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa dari 355 subjek
penelitian ini, 250 orang atau 70.4% berjenis kelamin perempuan dan 105 orang
79
atau 29.6% berjenis kelamin laki-laki. Mayoritas sampel penelitian adalah jenis
kelamin perempuan.
Gambar 4.3 Gambaran Faculty of Enrolment Subjek Penelitian
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa dari 355 subjek yang menjadi
sampel dalam penelitian ini, terdapat 181 responden (51%) berasal dari bidang
Sosial, 82 responden (23.1) berasal dari bidang Agama, 56 responden (15.8%)
berasal dari bidang Kesehatan, dan 36 responden (10.1%) dari bidang Sains.
Responden dalam penelitian ini didominasi oleh mahasiswa pada bidang Sosial,
yang terdiri dari 5 Fakultas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB),
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Adab dan Humaniora
(FAH), dan Fakultas Psikologi (FPSI).
80
Gambar 4.4 Gambaran Umum Honor Code Subjek Penelitian
Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui bahwa dari 355 subjek yang menjadi
sampel dalam penelitian ini, terdapat 189 responden (53.2%) berasal dari Fakultas
yang memiliki dan menerapkan kode etik (honor code), 160 responden (45.1%)
memiliki kode etik (honor code) tetapi tidak diterapkan, dan 6 responden yang
tidak memiliki kode etik (honor code) di Fakultasnya. berasal dari bidang Sosial,
82 responden (23.1) berasal dari bidang Agama, 56 responden. Subjek dalam
penelitian ini didominasi oleh mahasiswa yang memiliki kode etik (honor code)
dan diterapkan di Fakultas.
4.1.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Ketidakjujuran akademik 355 20 80 42.52 11.546
Sikap terhadap ketidakjujuran
akademik
355 16 56 27.48 6.879
Prokrastinasi akademik 355 32 89 61.18 9.135
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Mastery goal orientation 355 13 24 19.50 2.231
Performance goal orientation 355 5 20 10.75 2.589
Peer influence 355 16 51 35.84 5.359
81
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hasil penelitian ini hanya memiliki
satu mean yang melebihi 50, yaitu pada variabel prokrastinasi akademik, selain
itu semua standar deviasi memiliki nilai di bawah 15. Skor terendah dari
ketidakjujuran akademik adalah 20 dan skor tertinggi 80. Skor terendah dari sikap
terhadap ketidakjujuran akademik adalah 16 dan skor tertinggi 56, kemudian skor
terendah prokrastinasi akademik 32 dan skor tertinggi 89. Skor terendah untuk
mastery goal orientation adalah 13 dan skor tertinggi 24, sedangkan pada
performance goal orientation skor terendahnya 5 dan skor tertinggi 20. Skor
terendah untuk peer influence adalah 16 dan skor tertingginya adalah 51.
4.2 Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
Sesuai dengan judul, penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu 1.) pengukuran
variabel ketidakjujuran akademik dan 2.) pemodelan mengenai terjadinya proses
ketidakjujuran akademik. Dalam bagian ini peneliti akan menyampaikan hasil
analisis yang berkenaan dengan uji validitas pengukuran variabel ketidakjujuran
akademik. Seperti yang telah dikemukakan pada bab 3, langkah pertama yang
dilakukan adalah menguji model fit terhadap konsep (teori) yang menyatakan
bahwa seluruh item yang disusun (terdapat 20 item) memang mengukur
ketidakjujuran akademik (menguji model unidimensional). Setelah hal tersebut
terbukti, langkah berikutnya adalah melakukan uji statistik (tes signifikan)
terhadap parameter dari model yaitu koefisien muatan faktor dari setiap butir soal.
82
4.2.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
Hasil analisis konstruk ketidakjujuran akademik (KA) menunjukkan model yang
tidak fit (ꭕ2 = 508.945, df = 170, p < 0.000, RMSEA estimate = 0.075, 90% C.I =
0.068 sampai 0.082, probability RMSEA <0.05 = 0.000, CFI = 0.889, dan TLI =
0.876). Karena baik chi-square (ꭕ2) maupun RMSEA adalah signifikan, maka
berarti bahwa model unidimensional (satu faktor) tidak fit dengan data. Ini berarti
bahwa sekurangnya ada beberapa item yang mengukur konstruk lain selain
ketidakjujuran akademik. Namun demikian, tidak fitnya model ini bisa juga
berarti bahwa seluruh butir soal sebenarnya valid mengukur KA (satu dimensi
yang hendak diukur, tetapi ada beberapa butir soal yang bersifat multidimensi).
Artinya, terdapat butir soal yang selain mengukur KA juga mengukur
faktor lain yang dalam hal ini belum diketahui. Hal ini dikenal juga sebagai bias
pada butir soal. Sebagai contoh, suatu butir soal pada tes matematika yang berupa
cerita adalah valid mengukur pengetahuan matematika tetapi juga pada saat yang
sama butir tersebut mengukur pengetahuan bahasa. Dengan demikian, benar
salahnya jawaban tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan matematika tetapi juga
oleh pengetahuan bahasa. Demikian pula halnya dalam kasus ini. Mungkin
terdapat beberapa butir soal yang “error of measurement”-nya saling berkorelasi
karena butir-butir tersebut selain mengukur KA juga mengukur hal lain yang
belum diketahui.
Oleh sebab itu, langkah berikutnya yang penulis lakukan adalah
melakukan modifikasi terhadap model unidimensional yang diuji dengan cara
membiarkan korelasi antar kesalahan pengukuran tersebut menjadi parameter
83
bebas. Hal ini dilakukan satu per satu sampai diperoleh model fit. Adapun cara
untuk mengetahui butir mana yang bersifat multidimensional adalah dengan
melihat besarnya residual pada butir tersebut. Namun, perangkat lunak Mplus
telah menyediakan cara yang lebih mudah dan efesien untuk mendeteksi butir soal
yang bersifat multidimensional ini, yaitu dengan memberikan indeks yang disebut
“modification index”. Korelasi antar residual pada butir soal yang memiliki
koefisien modification index paling besar adalah petunjuk terhadap korelasi antar
residual yang harus dibebaskan.
Sebagai hasil modifikasi dengan menggunakan CFA, diperoleh model
unidimensional yang fit dengan data (ꭕ2 = 344.981, df = 161, p < 0.000, RMSEA
estimate = 0.057, 90% C.I = 0.048 sampai 0.065, probability RMSEA <0.005 =
0.088). Jika hanya melihat chi-square, model memang belum fit, tetapi jika
melihat RMSEA dan koefisien lain seperti CFI dan TLI (p > 0.90) maka model
sudah fit dengan data (CFI = 0.940, TLI= 0.929). Seperti yang telah banyak
dikemukakan, misalnya Jöreskog dan Sörbom (2004) disebutkan bahwa
penggunaan chi-square untuk menguji model fit kurang tepat jika sampel cukup
besar karena nilai chi-square adalah hasil perkalian langsung antara besarnya
sampel dengan log likelihood yang dihasilkan. Dengan demikian, jika
menggunakan ukuran chi-square sebagai kriteria, maka model yang sebetulnya
sangat baik serta fit dengan data menjadi dianggap tidak fit hanya karena
sampelnya besar. Namun, di sisi lain jika sampel tidak besar maka estimasi
terhadap parameter dengan menggunakan metode maximum likelihood menjadi
84
kurang bisa dipercaya. Oleh sebab itu,dalam penelitian ini, penulis lebih
menggunakan RMSEA sebagai kriterianya.
Adapun model yang fit dengan data disini adalah model unidimensional
yang disertai dengan sembilan buah korelasi antar residual seperti pada diagram
berikut:
Gambar 4.5 Model Unidimensional yang Fit dengan Data namun disertai dengan
Sembilan Korelasi antar Residual
Untuk mengetahui faktor apa yang diukur oleh kesembilan item yang
mengandung bias tersebut, peneliti melakukan analisis CFA dengan model bi-
factor. Dalam hal ini, seluruh item diteorikan (dimodel) tetap mengukur kosntruk
yang hendak diukur yaitu KA. Namun, ada sembilan item diantaranya yang pada
saat bersamaan juga mengukur konstruk lain yang tidak berkorelasi dengan KA.
Peneliti mencoba dengan model dimana konstruk yang lain itu hanya satu buah
(sembilan item yang mengandung bias hanya mengukur satu faktor saja). Artinya,
hanya ada satu jenis bias. Namun, hasilnya tetap menghasilkan model yang tidak
85
fit dengan data. Kemudian, dengan mengelompokkan sembilan item yang
mengandung bias tersebut menjadi dua kelompok, yang berarti bahwa ada dua
konstruk lain yang diukur selain mengukur KA, maka akhirnya peneliti
mendapatkan model bi-factor yang fit dengan data seperti terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 4.6 Diagram Skala Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
20 Item Menggunakan Pendekatan Bi-factor
Model ini memiliki (ꭕ2 = 353.528, df = 161, p < 0.000, RMSEA estimate
= 0.058, 90% C.I = 0.50 sampai 0.066, probability RMSEA <0.005 = 0.053, CFI
= 0.937, dan TLI = 0.925). Dari gambar di atas terlihat bahwa ada dua faktor
(konstruk) lain yang diukur oleh sembilan item yang mengandung bias di atas.
86
Konstruk yang pertama diukur oleh item nomor 4, 8, 10, 16, dan 17. Setelah
peneliti menganalisis isi dari kelima butir tersebut, ternyata semua pernyataan
berkaitan dengan suatu konstruk yang menurut peneliti adalah keinginan untuk
diakui (need for recognition). Sebagai contoh satu diantaranya berbunyi “meminta
dicantumkan nama pada tugas kelompok, padahal tidak ikut mengerjakan”.
Sedangkan konstruk yang kedua diukur oleh item nomor 9, 11, 12, dan 13
yang setelah dianalisis ternyata isinya adalah berkenaan dengan kemampuan
melakukan manipulasi. Artinya, mereka yang dapat skor tinggi pada butir-butir ini
selain menunjukkan ketidakjujuran akademik juga menunjukkan kemampuan
yang tinggi dalam melakukan manipulasi. Sebagai ilustrasi, salah satu itemnya
berbunyi “memasukkan daftar bacaan pada daftar pustaka meskipun tidak
membacanya”. Untuk model bi-factor yang telah fit ini, dilakukan uji signifikan
terhadap koefisien muatan faktor dari setiap butir yang ada. Tujuannya adalah
untuk menguji hipotesis apakah setiap butir soal secara statistik signifikan dalam
mengukur suatu konstruk yang diukur, yaitu ketidakjujuran akademik. Ternyata,
seluruh item signifikan (p < 0.01) sehingga tidak ada item yang di-drop. Adapun
koefisien muatan faktor untuk masing-masing item disertai dengan uji statistika
dapat dilihat pada tabel 4.3, sedangkan kurva karakteristik soal (ICC) untuk setiap
butir disajikan pada gambar 4.7 :
Tabel 4.3
Koefisien Muatan Faktor Standardized 20 Item Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien
Muatan
S.E. T-value P-value Koefisien
Bias
1 0.730 0.032 22.788 0.000* 0.000
2 0.769 0.030 25.770 0.000* 0.000
3 0.650 0.037 17.336 0.000* 0.000
4 0.559 0.067 8.392 0.000* 0.512
5 0.698 0.036 19.236 0.000* 0.000
6 0.742 0.036 20.348 0.000* 0.000
87
Tabel 4.3
Koefisien Muatan Faktor Standardized 20 Item Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien
Muatan
S.E. T-value P-value Koefisien
Bias
7 0.724 0.039 18.583 0.000* 0.000
8 0.477 0.061 7.763 0.000* 0.557
9 0.440 0.053 8.339 0.000* 0.575
10 0.398 0.071 5.605 0.000* 0.618
11 0.461 0.049 9.316 0.000* 0.205
12 0.375 0.055 6.796 0.000* 0.481
13 0.376 0.079 4.788 0.000* 0.219
14 0.432 0.052 8.317 0.000* 0.000
15 0.613 0.041 14.895 0.000* 0.000
16 0.229 0.087 2.636 0.008* 0.678
17 0.415 0.070 5.975 0.000* 0.448
18 0.762 0.033 22.769 0.000* 0.000
19 0.618 0.052 11.950 0.000* 0.000
20 0.557 0.046 12.200 0.000* 0.000
Keterangan:
S.E : Standard error factor loading P-Value : Nilai probability
T-Value : Nilai t-test *) : Signifikan pada level 0.05
Gambar 4.7 Kurva Karakteristik dari Pengukuran
Ketidakjujuran Akademik 20 item
Pada kolom paling kanan tabel 4.3 disampaikan pula koefisien muatan
faktor yang spesifik untuk menunjukkan bias dimana selain mengukur
ketidakjujuran akademik, butir tersebut mengukur konstruk lain yang lima
diantaranya mengukur “need for recognition” dan empat diantaranya mengukur
88
“kemampuan memanipulasi”. Jika bias ini tidak diperhitungkan di dalam skoring,
maka akan terjadi over estimasi terhadap skor ketidakjujuran akademik yang
dihasilkan. Misalnya, skor menjadi lebih tinggi hanya karena subjek memiliki
need for recognition yang tinggi. Begitu pula halnya dengan faktor kemampuan
memanipulasi.
Sebagai ringkasan dari model bi-factor ini, dapat disimpulkan adanya
temuan sebagai berikut:
1. Tidak ada item yang perlu di-drop karena semuanya signifikan mengukur
ketidakjujuran akademik, asalakan cara skoringnya menggunakan
perhitungan true score dengan model bi-factor seperti pada gambar 4.5 di
atas.
2. Ditemukan dua jenis bias pada instrumen ini. Bias yang pertama adalah
adanya lima butir soal yang selain mengukur ketidakjujuran akademik
ternyata juga mengukur need for recognition, yaitu item nomor 4, 8, 10, 16,
dan 17. Selanjutna, terdapat empat butir soal (item nomor 9, 11, 12, dan 3)
mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan manipulasi pada
umumnya (tidak terbatas pada konteks ketidakjujuran akademik).
Meskipun tidak ada item yang dieliminasi, namun untuk mendapatkan true
score pada model bi-factor seperti di atas, hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak yang canggih seperti misalnya Mplus dan tidak
dapat dilakukan dengan software di bidang Item Response Theory (IRT) dimana
asumsi unidimensionalitas tanpa bias harus terpenuhi. Jika hanya software
setingkat IRT (Bilog, Winstep, dsb) yang tersedia, maka sembilan item yang
89
mengalami bias harus di-drop terlebih dahulu, barulah dapat diestimasi true score
untuk setiap orang. Adapun model unidimensional tanpa bias yang dalam hal ini
terdiri dari 11 item menghasilkan model fit (ꭕ2 = 95.010, df = 44, p < 0.000,
RMSEA estimate = 0.057, 90% C.I = 0.041 sampai 0.073, probability RMSEA
<0.005 = 0.215, CFI = 0.979, dan TLI = 0.973). Model unidimensional yang lebih
sempurna ini dapat disajikan dengan diagram pada gambar 4.7 sedangkan
koefisien muatan faktor (daya pembeda) dari setiap item dapat disajikan pada
tabel 4.6, sedangkan kurva karakteristik soal (ICC) untuk setiap butir disajikan
pada gambar 4.8 :
Gambar 4.8 Diagram Skala Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
11 Item Unidimensional Menggunakan Pendekatan IRT
Tabel 4.4
Koefisien Muatan Faktor Standardized 11 Item Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value
1 0.743 0.032 22.997 0.000*
2 0.785 0.030 25.917 0.000*
3 0.649 0.039 16.776 0.000*
5 0.689 0.038 17.968 0.000*
6 0.741 0.036 20.359 0.000*
7 0.756 0.040 18.792 0.000*
14 0.405 0.055 7.343 0.000*
15 0.623 0.042 14.843 0.000*
90
Tabel 4.4
Koefisien Muatan Faktor Standardized 11 Item Ketidakjujuran Akademik
Nomor Item Koefisien S.E. T-value P-value
18 0.781 0.033 23.395 0.000*
19 0.581 0.053 11.067 0.000*
20 0.553 0.047 11.752 0.000*
Keterangan:
S.E : Standard error dari factor loading
T-Value : Nilai t-test
P-Value : Nilai probability
*) : Signifikan pada level 0.05
Gambar 4.9 Kurva Karakteristik dari Pengukuran
Ketidakjujuran Akademik 11 item
Seperti terlihat pada gambar 4.8 tidak terdapat lagi korelasi antar
kesalahan pengukuran, sehingga asumsi unidimensionalitas dan asumsi
independensi lokal yang disyaratkan oleh IRT telah terpenuhi dengan baik. Selain
itu, pada tabel 4.6 juga terlihat bahwa seluruh koefisien muatan faktor signifikan
mengukur ketidakjujuran akademik dan tidak ada koefisien yang nilainya di
bawah 0.4 (semuanya memiliki daya pembeda yang cukup tinggi). Dengan
91
demikian, true score untuk instrumen yang terdiri dari 11 item ini dapat dengan
mudah diperoleh jika menggunakan perangkat lunak IRT.
Namun demikian, karena daya pembeda dari 11 item tersebut masih
bervariasi, maka penggunaan software IRT yang berbasis model satu parameter
(rasch model) seperti misalnya Winstep tidak dianjurkan untuk digunakan dalam
skoring. Apalagi jika hanya menggunakan teori tes klasik, dimana skoring
dilakukan hanya dengan menjumlahkan skor setiap item. Adapun kesebelas butir
item tersebut sebagai berikut:
Tabel 4.5
Instrumen Ketidakjujuran Akademik 11-item Unidimensional
Nomor
Item
Pernyataan
1 Ketika ujian saya menggunakan contekan berupa catatan kecil
2 Saat ujian saya mencoba untuk menyontek pekerjaan teman yang duduknya
berdekatan
3 Mencoba mencari bocoran soal sebelum ujian dilaksanakan
5 Mencoba menyalin pekerjaan teman dengan seizinnya
6 Mencari contekan jawaban apapun caranya
7 Membantu teman dalam menjawab ujian
14 Meminta bantuan orang lain yang lebih pandai untuk memeriksa tugas/tulisan saya
15 Mencari informasi tentang soal ujian kepada mahasiswa lain yang sudah
menempuhnya
18 Mencari jawaban ujian melalui bantuan smartphone
19 Mengambil gambar (memotret) soal ujian secara sembunyi-sembunyi
20 Menitipkan absen pada teman yang masuk
Jika pengguna instrumen ketidakjujuran akademik ini tidak memiliki akses
terhadap perangkat lunak Mplus ataupun IRT. Sehingga tidak dapat diperoleh true
score untuk setiap subjek yang diukur, maka diperlukan model yang bersifat
lebih restriktif. Yaitu, model dimana selain asumsi unidimensionalitas dan asumsi
independensi lokal telah terpenuhi, juga harus ditambah dengan asumsi bahwa
seluruh butir soalnya paralel. Adapun yang dimaksud dengan paralel adalah jika
92
semua soal memiliki daya pembeda (koefisien muatan faktor) yang sama dan
tingkat threshold (tingkat kesukaran) yang sama, serta varian kesalahan
pengukuran yang sama pula. Jika seluruh asumsi ini terpenuhi, maka berlakulah
teori tes klasik, dimana dapat diperoleh skor komposit (raw score) dengan cara
menjumlahkan skor pada setiap butir soal.
Namun demikian, menurut Lord (1980) sebuah alat ukur dapat dianggap
memiliki butir yang paralel (disebut Tau equivalance) dan pada instrumen seperti
ini boleh dilakukan penggunaan raw score sebagai estimasi dari true score dengan
catatan harus melampirkan/melaporkan tingkat reliabilitas dari raw score yang
dihasilkan (misalnya koefisien alpha dari Cronbach). Jika situasi ini terpenuhi,
maka skoring dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa bantuan perangkat lunak
apapun karena cukup dengan cara menjumlahkan skor pada butir-butir soalnya
saja. Setelah peneliti melakukan uji paralelitas yang dalam hal ini adalah kondisi
“Tau equivalence” (dimana seluruh item harus sama koefisien muatan faktornya
dan paralel kurva karakteristik soalnya). Penelitian ini menghasilkan model fit (ꭕ2
= 51.148, df = 20, p < 0.000, RMSEA estimate = 0.066, 90% C.I = 0.044 sampai
0.089, probability RMSEA <0.005 = 0.108, CFI = 0.982, dan TLI = 0.981).
Artinya, model yang paralel dengan item terbukti fit dengan data dan boleh
dipakai. Adapun diagram hasil CFA pada 7 butir soal tersebut disajikan pada
gambar 4.10 dan kurva karakteristik soal yang paralel dapat dilihat pada gambar
4.11 sebagai berikut:
93
Gambar 4.10 Diagram Skala Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
7 item paralel menggunakan pendekatan Maximum Likelihood
Gambar 4.11 Kurva Karakteristik dari Pengukuran
Ketidakjujuran Akademik 7 item paralel
Sedangkan koefisien untuk 7 item adalah 0.740 yang semuanya signifikan.
Alat ukur ketidakjujuran akademik dengan 7 item yang paralel ini, dapat
dikatakan sebagai bentuk short-form dari alat ukur yang semula terdiri 20 butir
soal, dimana seluruh asumsi teori tes klasik telah terbukti terpenuhi. Oleh sebab
itu, penggunanya dapat melakukan skoring cukup dengan menjumlahkan skor
94
pada setiap butir soalnya. Instrumen dalam bentuk short-form ini terdiri dari 7
butir yang pernyataannya disajikan pada tabel 4.6:
Tabel 4.6
Instrumen Ketidakjujuran Akademik 7 Item Paralel
Nomor
Item
Pernyataan
1 Ketika ujian saya menggunakan contekan berupa catatan kecil
2 Saat ujian saya mencoba untuk menyontek pekerjaan teman yang duduknya
berdekatan
3 Mencoba mencari bocoran soal sebelum ujian dilaksanakan
5 Mencoba menyalin pekerjaan teman dengan seizinnya
6 Mencari contekan jawaban apapun caranya
7 Membantu teman dalam menjawab ujian
18 Mencari jawaban ujian melalui bantuan smartphone
Untuk alat ukur yang terdiri dari 20 item (bi-factor) peneliti menyebutnya
sebagai bentuk tingkat rendah dari instrumen pengukuran KA, karena
memerlukan software yang canggih untuk skoringnya. Sedangkan yang terdiri
dari 11 item, peneliti menyebutnya sebagai bentuk yang ideal namun tetap
memerlukan software IRT untuk skoringnya. Adapun yang terdiri dari 7 butir
dengan cara skoring yang sangat sederhana dan dapat digunakan tanpa software
peneliti sebut sebagai short-form. Karena penggunaan alat ukur short-form
menggunakan raw score dan mensyaratkan indeks reliabilitas, maka perlu
dilaporkan disini bahwa perhitungan indeks reliabilitas terhadap raw score
tersebut dengan cara yang lazim adalah dengan menghitung koefisien alpha.
Adapun reliabilitas dari raw score pada versi short-form ini dapat dihitung dengan
cara yang lebih akurat daripada misalnya Cronbach Alpha, seperti diketahui
koefisien alpha dari Cronbach hanyalah merupakan lower bound (batas bawah)
dari koefisien reliabilitas. Untuk mendapatkan koefisien yang lebih akurat, dapat
95
digunakan rumus berikut (Raykov, 1997; Umar, 2012) dengan syarat tersedia
informasi mengenai koefisen muatan faktor dan varians residual dari setiap item :
Keterangan:
RKA = Reliabilitas skor ketidakjujuran akademik λi = Koefisien muatan faktor item “i” yang standardized
ϴii = Varians residual untuk item i yang diperoleh dari rumus ϴii = (1 – λi2)
Berikut di bawah ini adalah perhitungan reliabilitas dari alat short- form alat
ukur ketidakjujuran akademik yang terdiri dari 7 item paralel seperti yang
disebutkan sebelumnya pada tabel 4.8:
Jadi, bagi pengguna awam yang tidak memiliki akses untuk menghitung
true score maka dapat menggunakan raw score yang memiliki tingkat reliabilitas
96
= 0.89. Alat ukur ini disebut juga sebagai alat ukur pada tingkat yang lebih
praktis, karena skoring yang dilakukan hanya dengan menjumlah setiap skor item.
Selanjutnya, setelah mendapatkan reliabilitas maka standard error of
measurement (SEM) dapat dihitung dengan rumus:
√
Keterangan:
SD = Standar deviasi
Ω = Reliabilitas
Berikut di bawah ini merupakan perhitungan SEM alat ukur ketidakjujuran
akademik bentuk singkat (short-form) :
√
√
Jika sudah didapat SEM, maka bisa didapatkan tingkat kepercayaan
(confident interval) sebesar 95% pada setiap skor menggunakan rumus:
Keterangan:
C.I = Tingkat kepercayaan
X = Skor
SEM = Standard error of measurement
97
Pada alat ukur bentuk singkat ini, skor terendah adalah 4 dan skor tertinggi
adalah 28. Dengan tingkat kepercayaan 95% pada individu yang memiliki skor 17,
maka individu tersebut akan memiliki true score yang berkisar dari 13.08 sampai
dengan 20.92. Adapun rentang skor tersebut didapat dari perhitungan berikut ini:
Sebagai pembanding, peneliti melakukan uji validitas konstruk untuk
mendapatkan alat ukur dengan himpunan item yang bersifat paralel menggunakan
estimator MLR. Setelah melakukan uji model fit, diperoleh p-value = 1.000, nilai
tersebut menunjukkan bahwa model 10 item paralel fit dengan data. Adapun 10
item ini memiliki koefisien muatan faktor (λ) sebesar 0.662 dan signifikan secara
statistik. Sehingga dapat menjadi instrumen alternatif jika dirasa pengukuran
ketidakjujuran akademik short-form memiliki butir pernyataan yang lebih sedikit.
Dalam hal skoring, alat ukur versi 10 item ini memiliki cara yang sama dengan
short-form, yaitu dengan cara menjumlahkan masing-masing raw score dari
kesepuluh item. Reliabilitas alat ukur versi 10 item sebesar 0.88 yang diperoleh
dari perhitungan sebagai berikut:
𝐂 𝐈 𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐜𝐨𝐫𝐞 𝟏𝟕 𝟏 𝟗𝟔 𝐱 𝐒𝐄𝐌
98
Selanjutnya, diagram yang menggambarkan bahwa himpunan 10 item
paralel ini tidak mengandung bias dan bersifat unidimensional terdapat pada
gambar 4.12 beserta kurva karakteristik item (ICC) pada gambar 4.13:
Gambar 4.12 Diagram Skala Pengukuran Ketidakjujuran Akademik
10 item paralel menggunakan pendekatan MLR
99
Gambar 4.13 Kurva Karakteristik dari Pengukuran
Ketidakjujuran Akademik 10 item paralel
Berdasarkan hasil uji validitas skala ketidakjujuran akademik yang telah
peneliti jabarkan di atas. Hipotesis mayor penelitian pengukuran ketidakjujuran
akademik yang berbunyi “seluruh butir soal (item) yang dibuat dalam skala
pengukuran ketidakjujuran akademik yang dibuat memang mengukur satu faktor
saja” dapat diterima. Hal ini dilihat dari nilai ꭕ2 = 95.010, df = 44, p < 0.000,
RMSEA estimate = 0.057 (p < 0.05), 90% C.I = 0.041 sampai 0.073 (p<0.05),
probability RMSEA <0.005 = 0.215 (p>0.05), CFI = 0.979 (p>0.90), dan TLI =
0.973 (>0.90) yang dihasilkan pada skala pengukuran ketidakjujuran akademik
(11 item) menggunakan pendekatan IRT. Dapat dilihat pada gambar 4.8 di atas
bahwa tidak ada item yang memiliki korelasi antar residual, sehingga pengukuran
ini telah memenuhi asumsi unidimensionalitas. Sehingga, memang benar alat ukur
tersebut hanya mengukur satu faktor saja, yaitu ketidakjujuran akademik.
100
Selanjutnya, hipotesis minor penelitian pengukuran ketidakjujuran
akademik yang berbunyi “setiap butir soal (item) signifikan dalam mengukur
ketidakjujuran akademik” dapat diterima. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4
sebelumnya yang memuat informasi mengenai koefisien muatan faktor
(standardized) dari 11 item ketidakjujuran akademik yang bersifat
unidimensional. Dari tabel 4.4 tersebut seluruh koefisien muatan faktor item tdak
ada item yang memiliki nilai di bawah 0.40, artinya semua item memiliki daya
pembeda yang cukup tinggi. Selain itu, T-value pada setiap item adalah signifikan
(p > 1.96), dan P-value memenuhi taraf signifikan 0.05 (p<0.00).
4.3. Hasil Uji Analisis Regresi
Setelah menetapkan pengukuran baku skala ketidakjujuran akademik dalam
penelitian ini dan sebelum menganalisis pemodelan lebih lanjut. Peneliti
melakukan uji analisis regresi untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang
signifikan terhadap ketidakjujuran akademik.
Pada dasarnya, dalam regresi terdapat tiga hal yang dilihat, pertama
melihat R-square (R2) yang bertujuan untuk melihat persentase (%) varians
dependent variable, yaitu ketidakjujuran akademik yang dijelaskan oleh
independent variable secara keseluruhan. Kedua, melihat signifikansi keseluruhan
independent variable terhadap dependent variable. seperti yang sudah dijelaskan
pada sebelumnya. Langkah terakhir yaitu melihat sumbangan masing-masing
independent variable (R2-change) serta signifikan atau tidaknya terhadap
dependent variable. Berikut di bawah ini tabel yang menunjukkan R2 :
101
Tabel 4.7
Model Summary Analisis Regresi
Dependent Variable R R2 Adjusted
R2
S.E
Estimate
Ketidakjujuran akademik 0.640 0.409 0.390 0.70440
Keterangan:
R : Regresi
R2 : Koefisien determinasi
Adjusted R2 : Nilai R
2 yang telah disesuaikan
S.E Estimate : Standar eror
Berdasarkan tabel 4.7, dapat dilihat bahwa nilai R2 adalah 0.409 atau
40.9% , artinya 40.9% dari tinggi rendahnya ketidakjujuran akademik dipengaruhi
oleh independent variabel, yaitu US, JK, FAK (F1, F2, F3), SKP, HC, PA, MGO,
PGO, dan PI. Berikut informasi mengenai koefisien regresi IV disajikan pada
tabel 4.8 :
Tabel 4.8
Koefisien Regresi (standardized) dari 9 IV dalam memprediksi Ketidakjujuran Akademik
β S.E T-value P-value
Ketidakjujuran akademik
Sikap terhadap ketidakjujuran akademik 0.235 0.73 4.877 0.000*
Prokrastinasi akademik 0.151 0.044 3.361 0.001*
Mastery goal orientation -0.020 0.049 -0.450 0.653
Performance goal orientation 0.216 0.050 4.682 0.000*
Peer influence 0.302 0.047 6.363 0.000*
Usia -0.043 0.030 -1.001 0.318
Jenis kelamin 0.036 0.085 0.843 0.400
Faculty of enrolment
F1
F2
F3
-
0.068
-0.058
-
0.092
0.137
-
1.576
-1.252
-
0.116
0.211
Honor code -0.21 0.073 -0.492 0.623
Keterangan
*) : Signifikan (p<0.05)
Berdasarkan persamaan regresi pada tabel di atas, hanya terdapat 4 dari 9
independent variable yang signifikan memengaruhi ketidakjujuran akademik,
yaitu sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), prokrastinasi akademik
102
(PA), performance goal orientation (PGO), dan peer influence (PI). Adapun
penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing
independent variable yang signifikan adalah sebagai berikut:
1. Variabel sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) memiliki koefisien
regresi = 0.235 dan P-value= 0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
variabel SKP memiliki pengaruh terhadap KA sebesar 23.5% dan siginfikan
(T-value =4.877, p > 1.96). Nilai koefisien yang positif menunjukkan arah
hubungan, artinya semakin positif sikap terhadap ketidakjujuran akademik
seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat ketidakjujuran
akademiknya, dan sebaliknya pada arah yang negatif.
2. Variabel prokrastinasi akademik (PA) memiliki koefisien regresi = 0.151 dan
P-value= 0.0001 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel PA
memiliki pengaruh yang terhadap KA sebesar 15.1% dan siginifikan (T-value
= 3.361, p > 1.96) Nilai koefisien yang positif menunjukkan arah hubungan,
artinya semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademik seseorang maka akan
semakin tinggi pula tingkat ketidakjujuran akademiknya., dan sebaliknya
pada arah yang negatif.
3. Variabel performance goal orientation (PGO) memiliki koefisien regresi =
0.216 dan P-value= 0.0000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
PGO memiliki pengaruh yang terhadap KA sebesar 21.6% dan siginifikan (T-
value = 4.682, p > 1.96) Nilai koefisien yang positif menunjukkan arah
hubungan, artinya semakin tinggi tingkat performance goal orientation
103
seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat ketidakjujuran
akademiknya, dan sebaliknya pada arah yang negatif.
4. Variabel peer influence (PI) memiliki koefisien regresi = 0.302 dan P-value=
0.0000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel PI memiliki pengaruh
yang terhadap KA sebesar 30.2% dan siginifikan (T-value = 6.363, p > 1.96)
Nilai koefisien yang positif menunjukkan arah hubungan, artinya semakin
kuat pengaruh teman (peer influence) maka akan semakin tinggi pula tingkat
ketidakjujuran akademiknya, dan sebaliknya pada arah yang negatif.
Adapun lima variabel lainnya, yaitu mastery goal orientation (MGO),
usia, jenis kelamin, faculty of enrolment (F1= kelompok sosial, F2= kelompok
agama, F3= kelompok sains), dan honor code (HC) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ketidakjujuran akademik (KA). Hal ini dikarenakan variabel-
variabel tersebut tidak memenuhi kriteria signifikan ( T-Value > 1.96 dan P-Value
< 0.05). Metode analisis regresi ini terdapat kelemahan, yaitu tidak dapat melihat
pengaruh tidak langsung (indirect effect) dan hanya bisa melihat hubungan antara
IV dan DV secara langsung, sedangkan terdapat banyak faktor lainnya yang
memengaruhi DV di luar IV. Maka dari itu peneliti menggunakan metode path
analysis untuk mengetahui pengaruh tidak langsung (indirect effect) terhadap
ketidakjujuran akademik.
104
4.4. Hasil Uji Path Analysis
Terdapat empat jalur yang menggambarkan pengaruh langsung (direct) terhadap
ketidakjujuran akademik dan 19 pengaruh yang bersifat tidak langsung (indirect)
yang diperoleh melalui metode analisis jalur (path analysis). Dalam path analysis
terdapat tiga hal yang dilihat, pada tahap pertama memastikan model fit dengan
melihat indeks RMSEA. Ada tiga kriteria yang berkaitan dengan hal ini, yaitu
koefisien RMSEA < 0.050, batas bawah 90 per cent C.I. < 0.050, dan probability
RMSEA (<0.05) adalah lebih besar dari 0.050. Peneliti akan menyimpulkan
model fit dengan data, jika sekurang-kurangnya dua dari tiga kriteria di atas
terpenuhi. Selanjutnya tahap kedua, menentukan model pengaruh langsung
(direct) dan pengaruh langsung (indirect) dengan melihat diagram pada model fit.
Dalam menguji model fit, peneliti tidak menggunakan indeks chi-square (ꭕ2)
sebagai indikator, dikarenakan indeks tersebut sangat sensitif terhadap besar
sampel. Maka dari itu, dalam penelitian ini digunakan indeks RMSEA. Hal ini
dikarenakan penelitian dengan sampel yang cukup besar kemungkinan model fit
menggunakan ꭕ2 sangat kecil. Tahap ketiga, yaitu dengan menguji apakah masing-
masing jalur direct dan indirect signifikan dengan data, melalui uji signifikan
jalur dengan nilai T (p >1.96) dan P-value (p < 0.05).
Pada uji model ini diperoleh koefisien RMSEA = 0.045 (p <0.05), 90%
C.I= 0.025 sampai 0.064 (p batas bawah <0.05), dan probability RMSEA <0.05 =
0.630 (p >0.05), adapun nilai tersebut menunjukkan bahwa model fit karena
ketiga indeks RMSEA telah memenuhi taraf signifikan. Berikut tabel 4.9 bawah
105
ini dapat dilihat bahwa model seperti pada gambar 4.14 telah memenuhi kriteria
fit sehingga dapat diterima.
Tabel 4.9
Berbagai indeks yang dapat digunakan ntuk menguji model fit
Indeks Indeks Kesesuaian Indeks Model Evaluasi Model
Koefisien
RMSEA
< 0.05 0.045 Memenuhi kritera fit
90% C.I < 0.05 0.024 Memenuhi kriteria fit
0.064
Probability
RMSEA
> 0.05 0.630 Memenuhi kriteria fit
CFI 1 0.936 Memenuhi kriteria fit
TLI
1 0.904 Memenuhi kriteria fit
Keterangan:
RMSEA : Root mean square error of approximation
C.I : Confident interval
CFI : Comparative fit index
TLI : Tucker lewis index
Gambar 4.14 Skema Hasil Uji Model Fit
Keterangan: KA : Ketidakjujuran akademik JK : Jenis kelamin
PA : Prokrastinasi akademik US : Usia
SKP : Sikap terhadap KA PI : Peer influence
PGO : Performance goal orientation F1 : Faculty of enrolment (kelompok sosial)
MGO : Mastery goal orientation F2 : Faculty of enrolment (kelompok agama)
HC : Honor code F3 : Faculty of enrolment (kelompok sains)
106
Karena model telah terbukti fit dengan data maka ini berarti bahwa hipotesis
mayor dalam pemodelan KA yang berbunyi “model yang diteorikan (jenis
kelamin, usia, faculty of enrolment, peer influence, honor code, sikap terhadap
ketidakjujuran akademik, performance goal orientation, mastery goal orientation,
dan prokrastinasi akademik) fit dengan data dalam memengaruhi ketidakjujuran
akademik” dapat diterima.
4.4.1 Analisis Pengaruh Antar Variabel Penelitian
Setelah semua kriteria model fit dapat terpenuhi, tahap selanjutnya peneliti
melihat masing-masing koefisien dampak langsung antar variabel. Berikut di
bawah ini koefisien standardized yang dirangkum pada tabel 4.10 :
Tabel 4.10
Koefisien Dampak Langsung Antar Variabel
Dampak Koefisien S.E T-value P-value
SKP → KA 0.281 0.041 6.888 0.000
PA → KA 0.128 0.047 2.716 0.007
PGO → KA 0.243 0.045 5.450 0.000
PI → KA 0.290 0.045 6.402 0.000
JK → SKP 0.139 0.053 2.615 0.009
US → SKP 0.114 0.053 2.139 0.032
HC→ SKP -0.207 0.059 -3.478 0.001
PI→ SKP 0.313 0.040 7.891 0.000
MGO → SKP -0.218 0.043 -5.098 0.000
PGO → PA 0.140 0.041 3.405 0.001
MGO → PA -0.059 0.042 -1.395 0.163
SKP → PA 0.298 0.048 6.203 0.000
F1 → HC -0.162 0.096 -1.694 0.090
F2 → HC -0.178 0.088 -2.007 0.045
F3 → HC -0.209 0.074 -2.830 0.005
PI → PGO 0.393 0.037 -10.688 0.000
PI → MGO -0.115 0.047 -2.440 0.015
Keterangan:
KA = Ketidakjujuran akademik
SKP = Sikap terhadap ketidakjujuran akademik
PA = Prokrastinasi akademik
PGO = Performance goal orientation
MGO = Mastery goal orientation
PI = Peer influence
107
JK = Jenis kelamin
US = Usia
HC = Honor code
F1 = Faculty of enrolment (kelompok Sosial)
F2 = Faculty of enrolment (kelompok Agama)
F3 = Faculty of enrolment (kelompok Sains)
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa:
1. Variabel sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) memiliki arah
hubungan yang positif (0.281) dan signifikan terhadap ketidakjujuran
akademik (KA), hal ini dapat dilihat dari T-Value = 6.888 (p > 1.96) dan P-
value = 0.000 (p < 0.05). Artinya, SKP secara langsung memengaruhi KA
tanpa melalui variabel mediator.
2. Variabel prokrastinasi akademik (PA) memiliki arah hubungan yang positif
(0.128) dan signifikan terhadap ketidakjujuran akademik (KA), karena T-
Value = 2.716 (p > 1.96) dan P-Value = 0.007 (p < 0.05). Prokrastinasi
akademik (PA) secara langsung memengaruhi ketidakjujuran akademik (KA)
tanpa melalui variabel mediator.
3. Variabel performance goal orientation (PGO) memiliki arah hubungan yang
positif (0.243) dan signifikan terhadap ketidakjujuran akademik (KA), dapat
dilihat dari T-Value = 5.450 (p > 1.96) dan P-Value = 0.000 (p < 0.05).
Performance goal orientation (PGO) secara langsung memengaruhi
ketidakjujuran akademik (KA) tanpa melalui variabel mediator.
4. Variabel peer influence (PI) memiliki arah hubungan yang positif (0.290) dan
signifikan terhadap ketidakjujuran akademik (KA), karena T-Value = 6.402
(p > 1.96) dan P-Value = 0.000 (p < 0.05). Peer influence (PI) secara
108
langsung memengaruhi ketidakjujuran akademik (KA) tanpa melalui variabel
mediator.
5. Variabel jenis kelamin (JK) memiliki arah hubungan yang positif (0.139) dan
signifikan dengan sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), karena T-
Value = 2.615 (p > 1.96) dan P-Value = 0.009 (p < 0.05). Koefisien yang
positif memiliki interpretasi bahwa jenis kelamin laki-laki cenderung
melakukan ketidakjujuran akademik dibandingkan perempuan.
6. Variabel usia (US) memiliki arah hubungan yang positif (0.114) dan
signifikan dengan sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), karena T-
Value = 2.139 (p > 1.96) dan P-Value = 0.032 (p < 0.05). Artinya,
ketidakjujuran akademik lebih tinggi dilakukan oleh mahasiswa yang berusia
lebih tua daripada yang lebih muda.
7. Variabel honor code (HC) memiliki arah hubungan yang negatif (-0.207)
dengan sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) namun tetap
signifikan, hal ini dikarenakan T-Value = -3.478 (p > 1.96) dan P-Value =
0.001 (p < 0.05). Artinya, semakin kuat penerapan honor code (HC) pada
suatu fakultas, maka sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) akan
semakin negatif.
8. Variabel peer influence (PI) memiliki arah hubungan yang positif (0.313) dan
signifikan dengan sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP), karena T-
Value = 7.891 (p > 1.96) dan P-Value = 0.000 (p < 0.05). Hal ini berarti
teman sebaya yang melakukan ketidakjujuran akademik akan memengaruhi
sikap untuk cenderung positif terhadap perilaku tersebut.
109
9. Variabel mastery goal orientation (MGO) memiliki arah hubungan yang
negatif (-0.218) dan signifikan dengan sikap terhadap ketidakjujuran
akademik (SKP), karena T-Value = -5.098 (p > 1.96) dan P-Value = 0.000 (p
< 0.05). Hal ini berarti individu yang berorientasi mastery cenderung
memiliki sikap yang negatif terhadap ketidakjujuran akademik.
10. Variabel performance goal orientation (PGO) memiliki arah hubungan yang
positif (0.140) dan signifikan terhadap prokrastinasi akademik (PA), karena
T-Value = 3.405 (p > 1.96) dan P-Value = 0.001 (p < 0.05). Artinya,
mahasiswa yang memiliki orientasi tujuan performance akan memiliki
kecenderungan yang tinggi pada prokrastinasi.
11. Variabel mastery goal orientation (MGO) memiliki arah hubungan yang
negatif (-0.059) dan tidak signifikan terhadap prokrastinasi akademik (PA),
hal ini dapat dilihat dari T-Value = -1.395 (p > 1.96) dan P-Value = 0.163 (p
< 0.05).
12. Variabel sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) memiliki arah
hubungan yang positif (0.298) dan signifikan terhadap prokrastinasi akademik
(PA), karena T-Value = 6.203 (p > 1.96) dan P-Value = 0.000 (p < 0.05).
Artinya, semakin positif sikap individu terhadap ketidakjujuran akademik,
maka tingkat prokrastinasi akademiknya akan semakin tinggi.
13. Variabel faculty of enrolment kelompok sosial (F1) memiliki arah hubungan
yang negatif (-0.162) dan tidak signifikan terhadap honor code (HC), karena
T-Value = -1.694 (p > 1.96) dan P-Value = 0.090 (p < 0.05). Artinya,
penerapan kode etik di kelompok sosial (F1) dibandingkan dengan kelompok
110
kesehatan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam memengaruhi
ketidakjujuran akademik.
14. Variabel faculty of enrolment kelompok agama (F2) memiliki arah hubungan
yang negatif (-0.178) dan signifikan secara statistika (T-Value = -2.007, P-
Value = 0.045). Artinya penerapan kode etik di kelompok agama lebih rendah
daripada kelompok kontrol, yaitu kelompok kesehatan.
15. Variabel faculty of enrolment kelompok sains (F3) memiliki arah hubungan
yang negatif (-0.209) dan secara statistika signifikan (T-Value = -2.830, P-
Value = 0.005). Artinya penerapan kode etik di kelompok sains lebih rendah
daripada kelompok kesehatan.
16. Variabel peer influence (PI) memiliki arah hubungan yang positif (0.393) dan
berpengaruh secara signifikan terhadap performance goal orientation (PGO),
hal ini ditentukan oleh indikator T-Value = 10.688 (p > 1.96) dan P-Value =
0.000 (p < 0.05). Artinya, semakin kuat pengaruh teman dalam hal
ketidakjujuran akademik akan meningkatkan orientasi tujuan performance
seseorang.
17. Variabel peer influence (PI) memiliki arah hubungan yang negatif (-0.115)
namun tetap berpengaruh secara signifikan terhadap mastery goal orientation
(MGO), hal ini ditentukan oleh indikator T-Value = -2.440 (p > 1.96) dan P-
Value = 0.015 (p < 0.05). Koefisien yang negatif tersebut berarti semakin
rendah pengaruh teman sebaya dalam ketidakjujuran akademik, maka
semakin tinggi orientasi tujuan mastery seseorang.
111
4.4.2 Hasil Analisis Pengaruh Langsung IV terhadap KA
Berdasarkan penjelasan analisis regresi sebelumnya, dapat diketahui bahwa
terdapat empat variabel yang memengaruhi ketidakjujuran akademik secara
langsung tanpa melalui variabel mediator, yaitu variabel sikap terhadap
ketidakjujuran akademik (SKP), prokrastinasi akademik (PA), peer influence (PI),
dan performance goal orientation (PGO).
Dari keempat variabel tersebut peer influence (PI) paling memengaruhi
ketidakjujuran akademik (KA) yaitu sebesar 0.29 atau 29%, diikuti oleh variabel
sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP) yang memengaruhi ketidakjujuran
akademik (KA) sebesar 0.28 (28%).Variabel performance goal orientation (PGO)
memengaruhi ketidakjujuran akademik (KA) sebanyak 0.24 (24%), dan
prokrastinasi akademik yaitu 0.13 (13%). Adapun koefisien dampak langsung IV
terhadap ketidakjujuran akademik (KA) terangkum dalam tabel 4.11 :
Tabel 4.11
Koefisien Dampak Langsung IV terhadap KA
Dampak Koefisien S.E T-value P-value
SKP → KA 0.281 0.041 6.888* 0.000
PA → KA 0.128 0.047 2.716* 0.007
PGO → KA 0.243 0.045 5.450* 0.000
PI → KA 0.290 0.045 6.402* 0.000
Keterangan:
KA = Ketidakjujuran akademik
SKP = Sikap terhadap ketidakjujuran akademik
PA = Prokrastinasi akademik
PGO = Performance goal orientation
PI = Peer influence
*) = signifikan (T-value > 1.96)
Secara langsung, peer influence memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap ketidakjujuran akademik karena sikap teman sebaya terhadap perilaku
ketidakjujuran akademik dan perilaku teman sebaya itu sendiri dalam melakukan
112
ketidakjujuran akademik dapat membentuk iklim normatif (normative climate),
yaitu internalisasi dan rasionalisasi bahwa perilaku tersebut adalah hal yang wajar
dilakukan (Jurdi et al., 2011). Semakin kuat pengaruh teman sebaya dalam hal
ketidakjujuran akademik, baik dalam bentuk persepsi dan perilaku, maka akan
turut memengaruhi individu tersebut untuk melakukan hal yang seperti apa yang
teman-temannya lakukan.
Selanjutnya, sesuai hipotesis (Ha.1) pada bab 2 sebelumnya bahwa
prokrastinasi akademik (PA), sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP),
performance goal orientation (PGO), dan peer influence (PI), diprediksi memiliki
pengaruh langsung yang signifikan dan positif terhadap ketidakjujuran akademik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik T-value maupun P-value pada variabel
PA, SKP, PGO, dan PI memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap
KA (lihat tabel 4.11). Sehingga Ha.1 dalam penelitian ini dapat diterima. Selain
dampak PA terhadap KA memenuhi kriteria signifikan, berdasarkan hasil
penelitian Balkis et al (2013) bahwa prokrastinasi akademik berkorelasi positif
dengan preferensi waktu belajar menjelang ujian, dan berkorelasi negatif pada
individu yang mempersiapkan materi satu bulan sebelum ujian. Hal ini
dikarenakan, prokrastinasi akademik salah satunya dipicu oleh time management
yang buruk pada individu tersebut, sehingga melakukan ketidakjujuran akademik
dalam menghadapi ujian ataupun pemenuhan tugas, karena tidak memiliki waktu
dan persiapan yang cukup.
Selanjutnya pada variabel sikap, hal ini sesuai dengan teori planned
behavior (Ajzen, 2005) bahwa apakah sikap individu positif atau negatif terhadap
113
ketidakjujuran akademik didasari oleh norma subjektif dan persepsi individu
tentang ketidakjujuran akademik. Individu yang memiliki sikap positif atau
memiliki persepsi bahwa melakukan kecurangan dalam hal akademik adalah
normal, maka akan ada kecenderungan untuk melakukan ketidakjujuran
akademik. Di sisi lain, individu dengan performance goal orientation (PGO)
berpengaruh terhadap ketidakjujuran akademik, hal ini dikarenakan individu
tersebut hanya fokus pada bagaimana kemampuannya dinilai oleh orang lain,
menghindari dianggap bodoh, bekerja keras untuk menjadi yang terbaik dan
mencari penghargaan dari orang lain. Sehingga individu tersebut hanya berfokus
untuk mendapatkan nilai yang tinggi, bukan bagaimana cara dan proses untuk
menguasai materi (Koul et al., 2009). Maka dari itu, individu yang berorientasi
pada performance cenderung melakukan ketidakjujuran akademik. Berikutnya
pada variabel peer influence, bahwa individu yang berada di lingkungan teman
sebaya yang melakukan ketidakjujuran akademik cenderung mudah terpengaruh
dan untuk melakukan hal yang sama.
Pada hipotesis Ha.2 yang berbunyi bahwa mastery goal orientation (MGO)
memiliki pengaruh langsung yang signifikan dan negatif terhadap ketidakjujuran
akademik. Jika dilihat pada tabel 4.11, tidak ada hasil yang menunjukkan
pengaruh langsung dari MGO terhadap KA. Hal tersebut juga sesuai dengan
skema model fit (gambar 4.14) bahwa tidak ada panah yang menuju KA dari
MGO, maka dari itu Ha.2 dalam penelitian ini ditolak. Terlepas dari tidak adanya
pengaruh langsung, hal ini dapat dimengerti karena mahasiswa yang berorientasi
tujuan mastery atau penguasaan ilmu tentu tidak tertarik untuk melakukan
114
ketidakjujuran akademik hanya demi mencapai nilai yang tinggi. Sehingga,
orientasi tujuan yang bersifat mastery tidak memiliki pengaruh langsung,
melaikan berpengaruh secara tidak langsung yang signifikan dan negatif terhadap
ketidakjujuran akademik yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.
4.4.3 Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung IV terhadap KA
Selanjutnya, peneliti melihat pengaruh secara tidak langsung dari variabel usia
(US), jenis kelamin (JK) melalui sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP)
terhadap ketidakjujuran akademik (KA), variabel faculty of enrolment (F1, F2, F3)
melalui honor code (HC), SKP, dan prokratinasi akademik (PA) terhadap KA,
variabel peer influence (PI) melalui mastery goal orientation (MGO),
performance goal orientation (PGO), SKP, dan PA terhadap KA. Adapun hasil
pengaruh tidak langsung (indirect effect) secara ringkas dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.12
Koefisien Dampak Tidak Langsung IV terhadap KA
Dampak Koefisien S.E T-Value P-Value Sig
Effects from PI to KA
Sum of Indirect 0.210 0.027 7.936 0.000
Specific Indirect Effects
PI → SKP → KA 0.088 0.017 5.318 0.000
PI → SKP → PA → KA 0.012 0.005 2.383 0.017
PI → PGO → PA → KA 0.007 0.003 2.038 0.042
PI → PGO → KA 0.096 0.019 4.916 0.000
PI → MGO → SKP → KA 0.007 0.003 2.101 0.036
PI→ MGO→ SKP → PA
→ KA
0.001 0.001 1.613 0.107 x
Effects from F3 to KA
Sum of Indirect 0.014 0.007 2.024 0.043
Specific Indirect Effects
F3→ HC → SKP→PA→ KA 0.002 0.001 1.556 0.120 x
F3→ HC → SKP→ KA 0.012 0.006 2.009 0.044
115
Tabel 4.12
Koefisien Dampak Tidak Langsung IV terhadap KA
Dampak Koefisien S.E T-Value P-Value Sig
Effects from F2 to KA
Sum of Indirect 0.012 0.007 1.638 0.101
Specific Indirect Effects
F2→ HC → SKP→PA→ KA 0.001 0.001 1.376 0.169 x
F2→ HC → SKP → KA 0.010 0.006 1.626 0.104 x
Effects from HC to KA
Sum of Indirect -0.066 0.021 -3.098 0.002
Specific Indirect Effects
HC→SKP→PA→KA -0.008 0.004 -1.943 0.052 x
HC→SKP→KA -0.058 0.019 -3.033 0.002
Effects from MGO to KA
Sum of Indirect -0.077 0.018 -4.222 0.000
Specific Indirect Effects
MGO→SKP→KA -0.061 0.015 -3.998 0.000
MGO → SKP →PA→KA -0.008 0.004 -2.125 0.034
MGO →PA→KA -0.008 0.006 -1.227 0.220 x
Effects from JK to KA
Sum of Indirect 0.044 0.018 2.461 0.014
Specific Indirect Effects
JK → SKP→ KA 0.039 0.016 2.409 0.016
JK → SKP → PA → KA 0.005 0.003 1.806 0.071 x
Effects from US to KA
Sum of Indirect 0.036 0.018 2.060 0.039
Specific Indirect Effects
US → SKP →KA 0.032 0.016 2.034 0.042
US →SKP →PA →KA 0.004 0.003 1.613 0.107 x
Keterangan:
KA = Ketidakjujuran akademik
SKP = Sikap terhadap ketidakjujuran akademik
PA = Prokrastinasi akademik
PGO = Performance goal orientation
MGO = Mastery goal orientation
PI = Peer influence
JK = Jenis kelamin
US = Usia
HC = Honor code
F1 = Faculty of enrolment (kelompok Sosial)
F2 = Faculty of enrolment (kelompok Agama)
F3 = Faculty of enrolment (kelompok Sains)
= Signifikan (T-value > 1.96 dan P- value < 0.05)
x = Tidak signifikan
Berdasarkan tabel 4.12 tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 19 jalur
tidak langsung yang memengaruhi ketidakjujuran akademik (KA), dari 19 jalur
tersebut hanya terdapat 11 jalur yang signifikan memengaruhi ketidakjuran
116
akademik (KA) secara tidak langsung (indirect effect). Selanjutnya untuk
menjawab berbagai hipotesis pada jalur tidak langsung dalam penelitian ini dan
berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.11, dan 4.12 diuraikan
sebagai berikut:
1. Variabel jenis kelamin (JK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
terhadap ketidakjujuran akademik (KA) secara tidak langsung melalui variabel
sikap terhadap ketidakjujuran akademik atau SKP (T-value = 2.409 dan P-
value = 0.016). Selain jalur tersebut, terdapat satu jalur lainnya yang
diprediksi memengaruhi KA, yaitu jenis kelamin (JK) yang dapat
memengaruhi KA melalui dua variabel mediator yaitu SKP dan prokrastinasi
akademik (PA). Namun setelah melakukan uji signifikan, jalur
JK→SKP→PA→ KA tidak signifikan (T-value = 1.806 dan P-value = 0.071).
Jika dikaitkan dengan teori, pengaruh jenis kelamin terhadap KA bergantung
pada bagaimana sikap individu tersebut mengenai ketidakjujuran akademik,
hal ini berkaitan dengan neutralization, yaitu membenarkan (rationalize)
perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang dipercayakan. Antara wanita dan
laki-laki memiliki perbedaan dalam sikapnya terhadap KA, hal ini juga dapat
dikarenakan oleh proses sosialisasi pada masa anak-anak yang telah
terinternalisasi dan memengaruhi behavioral belifes (Jurdi et al., 2011).
Adapun hasil dari uji kelayakan jalur (path) sesuai dengan Ha.3 sehingga
hipotesis (Ha.3) dapat terima.
2. Variabel usia (US) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
ketidakjujuran akademik (KA) secara tidak langsung melalui variabel SKP (T-
117
value = 2.034 dan P-value = 0.042). Selain jalur tersebut, terdapat satu jalur
lainnya yang diprediksi memengaruhi KA, yaitu US dapat memengaruhi KA
melalui dua variabel mediator yaitu SKP dan prokrastinasi akademik (PA).
Namun setelah melakukan uji signifikan, jalur US→SKP→PA→KA tidak
signifikan (T-value = 1.613 dan P-value = 0.107). Menurut Jurdi, et.al (2011)
bahwa sikap terhadap ketidakjujuran akademik salah satunya ditentukan oleh
usia. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menemukan bahwa mahasiswa yang
berusia lebih tua secara signifikan cenderung melakukan ketidakjujuran,
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Mahasiswa yang berusia lebih tua
dalam hal ini terlambat menyelesaikan studi cenderung memiliki sikap positif
terhadap ketidakjujuran akademik dan melakukan prokrastinasi. Adapun hasil
dari uji kelayakan jalur (path) sesuai dengan Ha.4 sehingga hipotesis (Ha.4)
dapat terima.
3. Jenis fakultas secara keseluruhan dapat memprediksi pengaruh yang signifikan
terhadap ketidakjujuran akademik secara tidak langsung (indirect effect)
melalui honor code (HC) dan sikap terhadap ketidakjujuran akademik (SKP),
karena memiliki T-value = -3.478 dan P-value = 0.001 (lihat tabel 4.11).
Adapun dalam penelitian ini jenis fakultas terbagi menjadi tiga kelompok,
yaitu F1 (sosial), F2 (agama), dan F3 (sains) yang dibandingkan dengan
kelompok kontrol (kesehatan). Pada gambar 4.14 tidak terdapat jalur dari F1
menuju HC, hal ini menunjukkan bahwa kelompok sosial (F1) tidak signifikan
dalam hal honor code daripada kelompok kesehatan. Sedangkan pada
kelompok agama (F2) dan sains (F3) terdapat perbedaan yang signifikan
118
dengan kelompok kesehatan. Koefisien yang negatif pada kelompok agama
dan sosial menunjukkan bahwa secara statistik, penerapan kode etik (honor
code) pada kelompok agama dan sains lebih rendah daripada kelompok
kesehatan atau dapat disimpulkan bahwa mahasiswa di bidang kesehatan lebih
taat dan patuh terhadap kode etik yang berlaku, dibandingkan mahasiswa di
fakultas agama dan sains. Adapun jalur yang didapat dari penelitian ini
terdiri dari empat jalur, yaitu F2→HC→SKP→PA→KA;
F2→HC→SKP→KA; F3→HC→SKP→PA→KA dan F3→HC→SKP→KA.
Namun, dari keempat jalur tersebut hanya terdapat satu jalur yang signifikan
memengaruhi ketidakjujuran akademik (KA) yaitu F3→HC→SKP→KA (T-
value = 2.009 dan P-value = 0.044), sedangkan ketiga jalur lainnya tidak
memenuhi kriteria signifikan. Pada fakultas sains penerapan kode etik (honor
code) akan memengaruhi sikap mahasiswa terhadap ketidakjujuran akademik,
apabila peraturan diberlakukan dan ditegakkan secara tegas maka dapat
meminimalisir mahasiswa dalam melakukan ketidakjujuran akademik, namun
jika kode etik tidak diterapkan mahasiswa fakultas sains akan cenderung
melakukan ketidakjujuran akademik. Adapun hasil penelitian ini sesuai
dengan Ha.5 dan dapat diterima.
4. Variabel honor code (HC) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap ketidakjujuran akademik (KA) secara tidak langsung melalui variabel
mediator SKP ( T-value = -3.033, dan P-value = 0.002). Selain jalur tersebut,
terdapat satu jalur lainnya yang diprediksi memengaruhi KA, yaitu HC
melalui variabel SKP dan prokrastinasi akademik (PA). Namun setelah
119
dilakukan uji signifikan, jalur HC→SKP→PA→KA tidak signifikan (T-value =
-1.943 dan P-value = 0.052). Dalam hal ini, ketidakjujuran akademik
seseorang ditentukan oleh seberapa kuat honor code diterapkan dan
bagaimana sikap individu terhadap ketidakjujuran akademik itu sendiri.
Berdasarkan penelitian McCabe dan Trevino (1993), bahwa adanya
perilaku-perilaku ketidakjujuran akademik beserta sanksinya yang telah diatur
di dalam kode etik secara eksplisit, akan memperkecil kemungkinan
mahasiswa untuk melanggar aturan tersebut, karena sistem honor code yang
berlaku merupakan tanggung jawab fakultas dan mahasiswa. Sehingga fungsi
pengawasan di bawah sistem honor code lebih terkontrol dan mengurangi
terjadinya perilaku kecurangan dalam hak akademik. Adapun hasil dari uji
kelayakan jalur (path) sesuai dengan Ha.6 sehingga hipotesis (Ha.6) dapat
terima.
5. Selain memiliki dampak langsung terhadap dependent variable, variabel peer
influence (PI) dapat memprediksi pengaruh yang signifikan terhadap
ketidakjujuran akademik secara tidak langsung (indirect effect) melalui
performance goal orientation (PGO), mastery goal orientation (MGO), dan
prokrastinasi akademik (PA). Secara tidak langsung, terdapat enam jalur PI
yang memengaruhi KA (berdasarkan tabel 4.12) dan hanya terdapat satu jalur
yang tidak signfikan yaitu PI→MGO→SKP→PA→KA karena tidak
signifikan (T-value = 1.613 dan P-value = 0.107). Adapun kelima jalur yang
signfikan melalui variabel mediator performance goal orientation (PGO),
mastery goal orientation (MGO), dan prokrastinasi akademik (PA). Secara
120
keseluruhan, variabel-variabel tersebut memiliki koefisien yang positif, serta
T-value = 7.936 dan P-value = 0.000. Ketidakjujuran akademik yang
dipengaruhi oleh peer influence ditentukan dari bagaimana sikap individu
tersebut terhadap ketidakjujuran akademik, hal ini sesuai dengan teori Social
Learning bahwa individu belajar dari pengamatannya terhadap perilaku dan
konsekuensinya dari orang lain. Adapun perilaku-perilaku kecurangan dalam
akademik ini dianggap biasa dan diterima (rationalize) oleh kelompok
mahasiswa, sehingga dianggap normatif. Maka dari itu Ha.7 dalam penelitian
ini dapat diterima.
6. Tidak adanya koefisien yang menunjukkan pengaruh dari performance goal
orientation (PGO) terhadap sikap kepada ketidakjujuran akademik.
Mengingat secara teoritis seharusnya ada dampak dari orientasi tujuan yang
bersifat performance kepada sikap terhadap ketidakjujuran akademik, hasil
yang tidak signifikan disini mungkin disebabkan oleh kurang besarnya
sampel. Maka dari itu hipotesis minor (Ha.8) bahwa performance goal
orientation dapat memprediksi pengaruh yang signifikan terhadap
ketidakjujuran akademik secara tidak langsung (indirect effect) melalui sikap
terhadap ketidakjujuran akademik tidak diterima.
7. Variabel mastery goal orientation (MGO) secara tidak langsung memiliki
pengaruh yang tidak signifikan dan negatif terhadap ketidakjujuran akademik
(KA) melalui variabel mediator prokrastinasi akademik (PA). Hal ini dilihat
dari T-value = -1.227 (p > 1.96) dan P-value = 0.220 (p < 0.05). Sehingga
hipotesis (Ha.9) yaitu MGO dapat memprediksi pengaruh yang signifikan
121
terhadap ketidakjujuran akademik secara tidak langsung (indirect effect)
melalui prokrastinasi akademik ditolak. Namun, terdapat jalur indirect MGO
terhadap KA lainnya yang signifikan, yaitu MGO→SKP→KA dan
MGO→SKP→PA→KA. Hasil tersebut menunjukkan bahwa MGO dapat
memengaruhi KA melalui PA namun harus melalui variabel mediator lainnya,
yaitu SKP. Hal tersebut dikarenaka individu dengan mastery goal orientation
Individu dengan orientasi tujuan mastery memiliki sikap yang negatif terhadap
ketidakjujuran akademik, karena lebih berfokus pada bagaimana cara
meningkatkan kompetensi diri, mengembangkan skill baru, menghadapi suatu
tantangan, daripada membandingkan diri dengan orang lain dalam hal prestasi.
Maka dari itu, ketidakjujuran akademik dipengaruhi oleh MGO melalui SKP.
122
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji validitas konstruk alat ukur, penelitian ini menghasilkan
konstruk alat ukur ketidakjujuran akademik yang baku (standardized). Adapun
skala pengukuran ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini terbagi menjadi
tiga tingkat, yaitu rendah atau kurang ideal (20-item), ideal (11-item), dan praktis
atau short-form (7-item). Selain menghasilkan skala pengukuran ketidakjujuran
akademik, penelitian ini juga menghasilkan model fit antara teoritis dengan data
lapangan. Sebelum melakukan uji model fit, peneliti melakukan uji hipotesis
menggunakan multiple regression yang dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan (p<0.005) pada variabel sikap terhadap ketidakjujuran
akademik, prokrastinasi akademik, performance goal orientation, dan peer
influence terhadap ketidakjujuran akademik.
Namun, uji analisis regresi ini terbatas hanya melihat pengaruh langsung
IV terhadap DV, sedangkan dalam model penelitian ini terdapat variabel-variabel
mediator. Maka dari itu, untuk tahap selanjutnya peneliti menggunakan path
analysis agar dapat melihat pengaruh langsung (direct effects) dan tidak langsung
(indirect effects) dari setiap independent variable terhadap ketidakjujuran
akademik. Adapun uji model menggunakan path analysis menghasilkan model fit
dengan empat variabel yang memiliki dampak langsung (direct effects). Pada
model direct variabel yang paling berpengaruh terhadap ketidakjujuran akademik
adalah peer influence, sikap terhadap ketidakjujuran akademik, performance goal
123
orientation, dan prokrastinasi akademik. Sedangkan pada dampak tidak langsung
(indirect effects) terdapat memengaruhi ketidakjujuran akademik melalui variabel
mediator, serta 11 jalur yang signifikan dalam memengaruhi ketidakjujuran
akademik melalui variabel mediator.
5.2 Diskusi
Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji
validitas skala pengukuran ketidakjujuran akademik, serta melihat apakah model
path analysis ketidakjujuran akademik yang diteorikan sesuai dengan hasil data
penelitian. Beberapa variabel yang diprediksi memengaruhi ketidakjujuran
akademik adalah sikap terhadap ketidakjujuran akademik; honor code;
prokrastinasi akademik; goal orientation yang terdiri dari dimensi mastery dan
performance; peer influence; serta faktor demografi yang terdiri dari usia, jenis
kelamin, dan faculty of enrolment.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, variabel yang paling
kuat pengaruhnya terhadap ketidakjujuran akademik adalah pengaruh teman
sebaya (peer influence) sebesar 29% yang memengaruhi secara langsung dan juga
secara tidak langsung melalui sikap. Hal ini sesuai dengan penelitian McCabe dan
Trevino (dalam Jurdi et al., 2011) beserta Shrader et al. (2012) bahwa perilaku
ketidakjujuran sangat bergantung pada sikap dan perilaku teman sebaya, yang
pada akhirnya membentuk suatu iklim normatif terhadap ketidakjujuran
akademik. Sehingga, perspektif mengenai bahwa ketidakjujuran akademik adalah
hal yang wajar terinternalisasi dalam diri siswa. Rasionalisasi yang diperoleh dari
124
teman sebaya tersebut yang dapat memengaruhi iklim kelas untuk melakukan
ketidakjujuran akademik. Selain berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
melalui sikap, peer influence juga berpengaruh terhadap ketidakjujuran akademik
melalui variabel mediator goal orientation. Menurut Koul et al. (2009) individu
yang melakukan ketidakjujuran akademik dapat dipengaruhi oleh iklim kelas serta
pengaruh teman-temannya yang memiliki orientasi performance karena lebih
berfokus terhadap hasil daripada proses dan tampak kompeten di mata orang lain
mengenai dirinya (Pinritch et al., 2008; Santrock, 2009; Geddes, 2011;Woolfolk,
2014). Pada mahasiswa yang berorientasi mastery (penguasaan materi) memiliki
tingkat ketidakjujuran akademik yang lebih rendah pada mahasiswa yang
beriorientasi mastery karena memiliki sikap yang negatif terhadap ketidakjujuran
akademik, sedangkan sikap yang positif terhadap ketidakjujuran akademik pada
mahasiswa dengan orientasi performance. Selain memengaruhi ketidakjujuran
akademik melalui variabel sikap, performance goal orientation memiliki
pengaruh langsung sebesar 24% dan signifikan terhadap ketidakjujuran akademik.
Selanjutnya, terdapat variabel sikap juga dapat memengaruhi
ketidakjujuran akademik secara langsung yaitu sebesar 28%. Adapun sikap
tersebut dipengaruhi oleh faktor individual (demografi) yaitu usia dan jenis
kelamin. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan bahwa mahasiswa yang
berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih tua cenderung melakukan
ketidakjujuran akademik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya
bahwa laki-laki memiliki kecenderungan menyontek yang lebih tinggi daripada
perempuan (Anderman & Midgley, 2004; Murdock & Anderman, 2006). Adapun
125
alasan mengapa laki-laki cenderung melakukan ketidakjujuran akademik,
dikarenakan adanya perbedaan dalam penalaran moral (moral reasoning) dimana
laki-laki lebih cenderung memliki sikap yang positif terhadap ketidakjujuran
akademik (Koul et al., 2009). Selanjutnya, Pino dan Smith (dalam Bourassa,
2011) mengungkapkan bahwa siswa yang berusia lebih tua cenderung melakukan
ketidakjujuran akademik. Hal ini dikarenakan mahasiswa yang berusia lebih tua
dalam hal ini terlambat menyelesaikan studi cenderung memiliki sikap positif
terhadap ketidakjujuran akademik karena memiliki waktu yang sangat terbatas,
sehingga melakukan prokrastinasi.
Dalam penelitian ini juga ditemukan, bahwa penerapan kode etik (honor
code) di bidang kesehatan lebih kuat dibanding dengan fakultas-fakultas di bidang
sosial, agama, dan sains. Penerapan kode etik fakultas dapat memengaruhi sikap
mahasiswa terhadap ketidakjujuran akademik. Mahasiswa fakultas
kesehatan/kedokteran cenderung menghindari perilaku ketidakjujuran akademik.
Hal ini dikarenakan kode etik yang diterapkan di fakultas dapat mmperkuat iklim
atau budaya dalam menerapkan integritas akademik (Shrader et al., 2012).
Temuan ini sesuai dengan penelitian Satria (2014) bahwa mahasiswa di bidang
kesehatan cenderung menghindari ketidakjujuran akademik karena adanya
penerapan kebijakan yang ketat mengenai aturan mengutip dan memeriksa tugas-
tugas dengan sangat teliti. Selanjutnya, variabel prokrastinasi akademik juga
memiliki dampak langsung terhadap ketidakjujuran akademik sebesar 13%.
Adapun variabel ini turut dipengaruhi oleh sikap dan performance goal
orientation. Voge (2007) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik tidak
126
hanya tentang ketidakmampuan individu dalam mengatur waktunya, melainkan
salah satu strategi bagi siswa untuk mengatasi tekanan-tekanan yang menuntut
siswa untuk memiliki kinerja yang baik, seperti mendapatkan nilai yang tinggi
yang menuntut mahasiswa untuk berorientasi performance. Pada individu yang
memiliki sikap negatif terhadap ketidakjujuran akademik, maka akan menghindari
perilaku tersebut dan tentunya menghindari prokrastinasi akademik, begitu pun
sebaliknya pada sikap yang positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Roig
dan DeTommaso (1995) bahwa ketidakjujuran akademik lebih banyak dilakukan
pada individu yang memiliki skor tinggi dibandingkan individu dengan skor
rendah pada prokrastinasi akademik.
Berdasarkan diskusi yang telah peneliti uraikan di atas, adanya suatu
model yang menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel memiliki pengaruh
terhadap ketidakjujuran akademik, baik secara langsung dan tidak langsung
menggunakan metode path analysis menjadi suatu nilai tambah dalam penelitian
ini. Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah adanya sampling error yang
disebabkan oleh ketidakmerataan dalam mengambil sampel penelitian pada
masing-masing fakultas di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti beberapa memberikan saran
yang terbagi menjadi saran teoritis dan praktis.
5.3.1 Saran teoritis
Untuk pengembangan pada penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran-
saran sebagai berikut:
127
1. Dalam penelitian ini, variabel performance goal orientation yang pada awalnya
diteorikan memengaruhi variabel sikap namun tidak signifikan. Hal ini
dikarenakan membutuhkan sampel dalam jumlah yang besar. Maka dari itu,
untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan jumlah sampel penelitian di
atas 355 responden.
2. Pada saat pengambilan sample terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara responden di bidang sosial, agama, sains, dan kesehatan. Adapun
responden di bidang sosial lebih dominan dibandingkan bidang lainnya. Maka
dari itu, untuk penelitian selanjutnya jika akan menggunakan variabel faculty of
enrolment sebaiknya menggunakan sampel dengan jumlah yang sama pada
setiap fakultasnya. Hal ini bertujuan agar dapat merepresentasikan data secara
merata sehingga mendapatkan perbedaan yang signfikan antara fakultas satu
dengan yang lain.
3. Apabila ingin menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM)
untuk mengukur ketidakjujuran akademik, maka disarankan menggunakan
skala pengukuran tingkat rendah (20 item) agar model fit.
4. Bila hendak menggunakan alat ukur ketidakjujuran akademik dan memiliki
akses serta dapat menggunakan software IRT, maka peneliti menyarankan
untuk menggunakan instrumen tingkat yang lebih ideal (11 item). Apabila
tidak memiliki akses skoring, dapat menggunakan tingkat yang lebih praktis (7
item), tetapi untuk tingkat ini wajib melaporkan tingkat reliabilitas.
128
5.3.2 Saran praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai variabel-variabel yang telah terbukti
memengaruhi ketidakjujuran akademik. Peneliti menyarakan beberapa intervensi
di bawah ini untuk meminimalisir perilaku ketidakjujuran akademik di kalangan
mahasiswa :
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa peer influence memiliki pengaruh
yang sangat kuat terhadap ketidakjujuran akademik. Artinya semakin mudah
seseorang dipengaruhi oleh temannya, maka semakin besar kecenderungan
untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Pengaruh negatif teman sebaya
ini salah satunya dapat disebabkan oleh lemahnya pelaporan teman yang
melakukan kecurang terhadap pihak fakultas (Nora & Zhang, 2010). Untuk
mengatasi hal ini, pihak fakultas dapat memberikan sosialisasi kode etik
secara rinci kepada mahasiswa, serta menegakkan kode etik yang berlaku
secara tegas. Selain itu juga perlu adanya aturan yang jelas mengenai sistem
penilaian bagi mahasiswa yang melakukan ketidakjujuran akademik.
2. Selanjutnya untuk mengatasi sikap yang positif terhadap ketidakjujuran
akademik, pihak fakultas dapat mempromosikan dan memelihara integritas
akademik yang memerlukan keseimbangan dan pendekatan yang berfokus
pada upaya pencegahan (prevention), pelacakan (detection), dan hukuman
(penalty) yang tentunya melibatkan administrator, pihak fakultas, dan
mahasiswa. Menurut Roberts dan Rabinowitz (dalam Seirup & Schmelkin,
2003) bahwa kemampuan untuk mengubah kondisi ketidakjujuran akademik
ditentukan oleh pemahaman dari pihak fakultas dan mahasiswa mengenai
129
persepsi atau sikap terhadap ketidakjujuran akademik bahwa perilaku tersebut
adalah hal yang serius.
3. Untuk meminimalisir performance goal orientation dan meningkatkan
mastery goal orientation. Menginternalisasikan orientasi mastery pada
mahasiswa adalah salah satu solusi yang dapat dilakukan, dengan cara
mengarahkan mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan dalam menulis,
belajar, dan mengatur waktu dengan baik. Sehingga dapat mendorong
mahasiswa untuk memiliki kompetensi yang baik. Hal tersebut juga dampat
diimbangi dengan pemberian evaluasi oleh dosen, bahwa penilaian itu tidak
hanya didasarkan pada hasil (nilai) akhir mahasiswa, namun juga pada proses
di dalamnya, pada Taksonomi Bloom evaluasi terhadap mahasiswa harus
ditekankan pada tahap analisis (C4), evaluasi atau sintesis (C5), dan mencipta
(C6). Sehingga, mahasiswa memang dapat menguasai materi yang telah
dipelajari dan tidak dilihat dari satu sisi saja, yaitu nilai akhir.
4. Selanjutnya untuk meminimalisir prokrastinasi akademik di kalangan
mahasiswa dapat diberikan batas waktu pengumpulan tugas yang jelas oleh
dosen/asisten dosen serta sistem penilaian yang jelas mengenai pemberian
nilai jika melakukan pengumpulan tugas sebelum waktu yang ditentukan, jika
tepat waktu mengumpulkan, dan jika melewati batas pengumpulan tugas.
Adanya sistem penilaian tersebut dapat memberikan dorongan kepada
mahasiswa untuk lebih awal dan sesegera mungkin dalam menyelesaikan
tugas dan dapat sebaik-baiknya meluangkan waktu untuk belajar.
130
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality, and Behavior (2nd ed.). New York: Open
University Press.
Anderman, E. M., & Midgley, C. (2004). Changes in self-reported academic
cheating across the transition from middle school to high school.
Contemporary Educational Psychology, 29(4), 499–517.
Balkis, M., Duru, E., & Bulus, M. (2013). Analysis of the relation between
academic procrastination , academic rational / irrational beliefs , time
preferences to study for exams , and academic achievement : a structural
model. European Journal of Psychology of Education, 28(3), 825–839.
Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Bolin, A. U. (2004). Self-Control, Perceived Opportunity, and Attitudes as
Predictors of Academic Dishonesty. The Journal of Psychology, 138(2),
101–114.
Bourassa, M. J. (2011). Academic dishonesty : behaviors and attitudes of students
at church-related colleges and universities. Dissertation: The University of
Toledo.
Cahyo, S. D. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek pada
pelajar dan mahasiswa di Jakarta. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Comas-Forgas, R., & Sureda-Negre, J. (2010). Academic Plagiarism: Explanatory
Factors from Students’ Perspective. Journal of Academic Ethics, 8(3), 217–
232.
Dewitte, S., & Schouwenburg, H. C. (2002). Procrastination, Temptations, and
Incentives: The Struggle between the Present and the Future in
Procrastinators and the Punctual. European Journal of Personality, 16(6),
469–489. https://doi.org/10.1002/per.461
Eastman, J., Iyer, R., & Reisenwitz, T. H. (2008). The Impact of Unethical
Reasoning on Different Types of Academic Dishonesty: An Exploratory
Study. Journal of College Teaching & Learning, 5(12), 7–16.
Education Bureau. (2017). What are peer influences? Retrieved January 1, 2017,
from
www.edb.gov.hk/attachment/en/curriculum.../kla/.../peer_influence_eng.pdf
Ferrari, J. R. (1992). Psychometric validation of two Procrastination inventories
for adults: Arousal and avoidance measures. Journal of Psychopathology and
Behavioral Assessment, 14(2), 97–110.
131
Franklyn-Stokes, A., & Newstead, S. E. (1995). Undergraduate Cheating: Who
does what and why? Studies in Higher Education, 20(2), 159–172.
Fredrika, M. E., & Prasetyawati, W. (2008). Gambaran kecurangan akademik
pada siswa kelas 6 Sekolah Dasar.
Geddes, K. A. (2011). Academic dishonesty among gifted and high-achieving
students. International Journal of Testing, 34(2), 51–57.
Gitanjali, B. (2004). Academic dishonesty in Indian medical colleges. Journal of
Postgraduate Medicine, 50(4), 281–4.
Grunschel, C., Patrzek, J., & Fries, S. (2012). Exploring reasons and
consequences of academic procrastination : an interview study. European
Journal of Psychology of Education, 28(3), 841–861.
Iyer, R., & Eastman, J. K. (2008). The Impact of Unethical Reasoning on
Academic Dishonesty: Exploring The Moderating Effect of Social
Desirability on Academic Dishonesty. Marketing Education Review, 18(2),
21–33.
Jannah, K. Z., & Andriani, F. (2013). Pengaruh Sikap , Norma Subyektif , dan
PBC Mahasiswa terhadap Intensi Plagiat dalam Tugas Akademik. Jurnal
Psikologi Kepribadian Dan Sosial, 2(3), 114–119.
Johnson, E. M., Green, K. E., & Kluever, R. C. (2000). Psychometric
characteristics of the revised procrastination inventory. Research in Higher
Education, 41(2), 269–279.
Jurdi, R., Hage, H. S., & Chow, H. P. H. (2011). Academic Dishonesty in the
Canadian Classroom : Behaviours of a Sample of University Students.
Canadian Journal of Higher Education, 41(3), 1–35.
Kaplan, A., & Maehr, M. L. (2007). The contributions and prospects of goal
orientation theory. Educational Psychology Review, 19(2), 141–184.
Koss, J. (2011a). Academic dishonesty among adolescents. Research paper: The
Universitu of Wisconsin-Stout.
Koul, R., Clariana, R. B., Jitgarun, K., & Songsriwittaya, A. (2009). The influence
of achievement goal orientation on plagiarism. Learning and Individual
Differences, 19(4), 506–512.
Kusumastuti, L. (2015). Kejujuran akademik pada siswa Sekolah Menengah
Pertama. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lord, F.M. (1980). Applications of item response theory to practical testing
problems. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
132
McCabe, D. L., & Trevino, L. K. (1993). Academic Dishonesty : Honor Codes
and Other Contextual Influences. The Journal of Higher Education, 64(5),
522–538.
Midgley, C., Maehr, M. L., Hruda, L. Z., Anderman, E., Anderman, L., Freeman,
K. E., … Roeser, R. (2000). Manual for the Patterns of Adaptive Learning
Sciences (PALS). Pals. University of Michigan.
Miller, A. D., Murdock, T. B., Anderman, E. M., & Poindexter, A. L. (2007).
Who are all these cheaters? Characteristics of academically dishonest
students. Psychology of Academic Cheating, 9–32.
Moore, R. (2008). Academic Procrastination and Course Performance among
Developmental Education Students. Research and Teaching in
Developmental Education, 24(2), 56–67.
Murdock, T. B., & Anderman, E. M. (2006). Motivational Perspectives on
Student Cheating: Toward an Integrated Model of Academic Dishonesty.
Educational Psychologist, 41(3), 129–145.
Muslimah, H. (2016). Pengaruh emosi moral dan teman sebaya terhadap perilaku
cybercheating pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nora, W. L. Y., & Zhang, K. C. (2010). Motives of cheating among secondary
students: The role of self-efficacy and peer influence. Asia Pacific Education
Review, 11(4), 573–584.
Oskamp, S., & Schultz, P. W. (2005). Attitudes and opinions (3rd ed.). New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Pavela, G. (1997). Applying the power of association on campus : A model code
of academic integrity. Journal of College and University Law, 24(1).
Perez-Pena, Ri., & Bidgood, J. (2012). Harvard says 125 students may have
cheated on final exam. Retrieved January 1, 2017, from
http://www.nytimes.com/2012/08/31/education/harvard-says-125-students-
may-have-cheated-on-exam.html
Pinritch, P. ., Schunk, D. ., & Meece. (2008). Motivation in education : Theory,
research, and applications. New Jersey: Prentice Ha.
Pipa, J., Peixoto, F., Mata, L., & Monteiro, V. (2016). The Goal Orientations
Scale ( GOS ): Validation for Portuguese students. European Journal of
Developmental Psychology, (August), 1–11.
Plagiarism.org. (2017). Plagiarism Facts and Stats. Retrieved January 1, 2017,
from http://www.plagiarism.org/article/plagiarism-facts-and-stats
Puspita, P. W. (2016). Pengaruh self-efficacy, goal orientation, dan iklim kelas
133
terhadap ketidakjujuran akademik. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Raykov, T. (1997). Estimation of composite reliability for congeneric measures.
Applied Psychological Measurement, 21(2), 173–184.
Rizki, S. A. (2009). Hubungan prokrastinasi akademis dan kecurangan akademis
pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi:
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Roig, M., & DeTommaso, L. (1995). Are college cheating and plagiarism related
to academic procrastination? Psychological Reports, 77, 691–698.
Ruto, D. K., Kipkoech, L. C., & Rambaei, D. K. (2011). Students factors
influencing cheating in undergraduate examinations in universities in Kenya.
Problems of Management in the 21th Century, 2, 173–181.
Santrock, J. . (2009). Psikologi Pendidikan (3rd ed.). Jakarta: Salemba Humanika.
Satria, D. (2014). Studi tentang determinan perilaku cheating melalui internet.
Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Seirup, H., & Schmelkin, L. P. (2003). Faculty Perceptions of Academic
Dishonesty : A Multidimensional Scaling Analysis. The Journal of Higher
Education, 74(2), 196–209.
Shrader, C. B., Ravenscroft, S. P., Kaufmann, J. B., & West, T. D. (2012).
Classroom Cheating and Student Perceptions of Ethical Climate. Teaching
Ethics, 105–128.
Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003. Indonesia.
Smith, W. . (2008). Plagiarism, the internet and student learning improving
academic integrity. New York: Routledge.
Soetanto, H. (2014). Memahami plagiarisme akademik. Malang.
Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination: Frequency
and cogntive-behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, 31(4),
503–509.
Stage, F. K., Carter, H. C., & Nora, A. (2004). Path Analysis : An Introduction
and Analysis of a Decade of Research Path Analysis : An Introduction and
Analysis of a Decade of Research. The Journal of Education Research,
(September).
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical
review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin,
133(1), 65–94.
134
Steel, P., & Ferrari, J. (2012). Sex, education and procrastination : An
epidemiological study of procrastinators’ Characteristics from a global
sample. European Journal of Personality, 58(November 2011), 51–58.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Surijah, E. A., & Tjundjing, S. (2007). Mahasiswa Versus Tugas : Prokrastinasi
Akademik dan Conscientiousness . Indonesian Psychological Journa;, 22(4),
352–374.
Svartdal, F., Pfuhl, G., Nordby, K., Foschi, G., Klingsieck, K. B., Rozental, A.
Rebkowska, K. (2016). On the measurement of procrastination: Comparing
two scales in six European countries. Frontiers in Psychology, 7(AUG), 1–
11.
Sydney University. (2017). Academic dishonesty and plagiarism. Retrieved
January 1, 2017, from https://sydney.edu.au/students/academic-dishonesty-
and-plagiarism.html
Taradi, S. K., Taradi, M., & Bogas, Z. (2017). Croatian medical students see
academic dishonesty as an acceptable behaviour : a cross-sectional
multicampus study. Journal of Medical Ethics, 38(6), 376–379.
Taylor, S. ., Peplau, L. ., & Sears, D. . (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Tuckman, B. W. (1991). The development and concurrent validity of the
procrastination scale. Educational and Psychological Measurement, 51.
Umar, J. (2012). Mengenal Lebih Dekat Konsep Reliabilitas Skor Tes. Jurnal
Pengukuran Psikologi Dan Pendidikan Indonesia, 2, 126–140.
Umar, J. (2015). Bahan Ajar Statistika 3. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Voge, D. (2007). Classroom Resources for Addressing Procrastination. Research
and Teaching in Developmental Education, 23(2), 88–96.
Webster Online Dictionary. (2017). Definition of Influence by Webster’s Online
Dictionary. Retrieved December 22, 2017, from http://www.webster-
dictionary.org/definition/influence
Woolfolk, A. (2014). Educational psychology. England: Pearson Education
Limited.
Zarick, L. M., & Stonebraker, R. (2009). I’ll do it Tomorrow: The Logic of
Procrastination. College Teaching, 57(4), 211–215.
LAMPIRAN
136
LAMPIRAN 1
Kuesioner Penelitian
Kepada Yth.
Saudara/i mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Di tempat
Assalamu’alaikum wr.wb.
Salam sejahtera untuk kita semua, semoga Anda senantiasa berada dalam
lindungan Allah SWT. Saya Fayna Faradiena, mahasiswa Program Sarjana Strata-
1 (S1) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta yang saat ini sedang melaksanakan penelitian untuk tugas akhir skripsi.
Peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk dapat menjadi responden dalam
penelitian. Anda diminta untuk mengisi setiap pernyataan sesuai dengan
petunjuk pengisian sesuai dengan keadaan Anda saat ini, bukan menurut norma
sosial atau kondisi yang Anda harapkan. TIDAK ADA JAWABAN SALAH
dalam kuesioner ini. Data diri dan semua jawaban Anda dalam penelitian ini akan
dijamin KERAHASIAAN nya dan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas
kesedian Anda mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.
Wa’alaikumsalam wr.wb.
Hormat saya,
Fayna Faradiena
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Nama / Inisial :
Usia : ____ tahun
Jenis Kelamin* : L / P
Fakultas :
Semester* : 2 / 4 / 6 / 8 / 10 / 12 / 14
No. HP** : *) Lingkari yang sesuai
**) Informasi digunakan untuk kepentingan reward bagi 35 responden yang beruntung
Responden
( _____________ )
137
SKALA 1
(Ketidakjujuran Akademik)
Petunjuk Pengisian:
Pernyataan di bawah ini adalah tentang apa yang mungkin pernah Anda lakukan
pada satu semester terakhir. Tugas Anda adalah menjawab masing-masing
pernyataan dengan memilih salah satu jawaban yang paling menggambarkan diri
Anda atau mendekati, dengan pilihan jawaban :
Tidak pernah = Jika Anda tidak pernah melakukan hal tersebut
Pernah 1x = Jika Anda pernah melakukannya sebanyak satu kali
Pernah 2x = Jika Anda pernah melakukannya sebanyak dua kali
Pernah >2x = Jika Anda pernah melakukannya lebih dari dua kali
No Pernyataan Tidak
Pernah
Pernah
1x
Pernah
2x
Pernah
>2x
1. Ketika ujian saya menggunakan
contekan berupa catatan kecil
2. Saat ujian saya mencoba untuk
menyontek pekerjaan teman yang
duduknya berdekatan
3. Mencoba mencari bocoran soal
sebelum ujian dilaksanakan
4. Menyalin tulisan mahasiswa lain
tanpa sepengetahuan mereka
5. Mencoba menyalin pekerjaan teman
dengan seizinnya
6. Mencari contekan jawaban apapun
caranya
7. Membantu teman dalam menjawab
ujian
8. Menyalin tulisan orang lain dan
menyerahkannnya seakan itu buatan
saya sendiri
9. Memasukkan daftar bacaan pada
daftar pustaka meskipun tidak
membacanya
10. Meminta orang lain untuk
menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan
138
No Pernyataan Tidak
Pernah
Pernah
1x
Pernah
2x
Pernah
>2x
11. Bekerja sama dalam menyelesaikan
tugas yang seharusnya individual
12. Menyalin beberapa kalimat dari
buku/jurnal tanpa mencantumkan
sumbernya
13. Mencoba mendekati dosen agar
merubah nilai yang diberikan lebih
baik
14. Meminta bantuan orang lain yang
lebih pandai untuk memeriksa
tugas/tulisan saya
15. Mencari informasi tentang soal ujian
kepada mahasiswa lain yang sudah
menempuhnya
16. Meminta dicantumkan nama pada
tugas kelompok, padahal tidak ikut
mengerjakan
17. Meminta pendapat orang lain,
namun digunakan seakan pendapat
sendiri
18. Mencari jawaban ujian melalui
bantuan smartphone
19. Mengambil gambar (memotret) soal
ujian secara sembunyi-sembunyi
20. Menitipkan absen pada teman yang
masuk
139
SKALA 2
(Sikap terhadap Ketidakjujuran Akademik)
Petunjuk Pengisian:
Pernyataan di bawah ini merupakan perilaku-perilaku yang mengukur suatu
konten tertentu. Anda diminta untuk memberikan peringkat (rating) dengan
memilih salah satu jawaban sejauh mana perilaku ini boleh atau tidak boleh
dilakukan, jika ditinjau dari sudut pandang ketidakjujuran akademik.
Pilihan jawaban terdiri dari empat pilihan dengan rentang skala “sangat tidak
boleh” dan “sangat boleh”.
Pernyataan:
1. Bekerjasama dalam tugas individu secara berkelompok
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
2. Menyalin pekerjaan (PR) teman
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
3. Mengutip tanpa menyebutkan sumber
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
4. Menyalin materi dari internet
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
140
5. Mencari alasan untuk menunda pengumpulan tugas
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
6. Memalsukan atau merekayasa daftar pustaka
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
7. Memalsukan dokumen milik Universitas
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
8. Memberitahu jawaban kepada teman pada saat ujian
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
9. Meminta bantuan orang lain untuk membuatkan tugas makalah
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
10. Menyontek menggunakan handphone
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
11. Tidak berpartisipasi dalam tugas kelompok tetapi mencantumkan nama
pada makalah
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
141
12. Mencari bocoran soal ujian
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
13. Menyerahkan makalah yang sudah pernah dipakai di tempat lain pada
mata kuliah yang berbeda
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
14. Menggunakan kertas contekan pada saat ujian
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
15. Membuat makalah untuk orang lain
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
16. Menitipkan absen pada teman yang masuk
Sangat
tidak boleh
Sangat
boleh
1 2 3 4
142
SKALA 3
(Honor Code)
Petunjuk Pengisian:
Pilihlah salah satu jawaban pada setiap pertanyaan di bawah ini:
Pernyataan
1. Apakah terdapat kode etik di Fakultas Anda? Jika ya, apakah sudah
diterapkan dengan konsisten di Fakultas Anda?
Tidak ada
Ada, tetapi tidak diterapkan
Ada, dan diterapkan
SKALA 4
(Prokrastinasi Akademik)
Petunjuk Pengisian:
Pernyataan di bawah ini adalah tentang apa yang mungkin sesuai dengan diri
Anda. Tugas Anda ialah menjawab masing-masing pernyataan dengan salah satu
jawaban yang paling menggambarkan diri Anda atau mendekati. Pilihan jawaban
terdiri dari empat pilihan dengan rentang skala “sangat tidak sesuai” dan “sangat
sesuai”. Dimana masing-masing pilihan menjelaskan hal sebagai berikut:
STS : Jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan diri Anda
TS : Jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri Anda
S : Jika pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda
SS : Jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri Anda
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya menunda penyelesaian tugas padahal itu
penting
2. Saya menunda tugas yang tidak saya sukai
3. Saya baru mengerjakan suatu tugas jika batas
waktu sudah hampir berakhir
4. Saya selalu tepat waktu sesuai dengan jadwal
5. Saya langsung mengerjakan suatu tugas
meskipun kurang menyenangkan
6. Saya selalu dapat mencari alasan mengapa
tidak memulai suatu tugas
143
No Pernyataan STS TS S SS
7. Saya menghindari tugas yang tidak sesuai
keahlian
8. Tugas yang tidak saya senangi harusnya tidak
diberikan kepada saya
9. Saya membiarkan waktu terbuang begitu saja
10. Orang lain sebenarnya tidak berhak
memberikan batas waktu kepada saya
11. Saya tidak menyadari jika sebenarnya saya
sedang membuang-buang waktu
12. Saya berjanji pada diri saya untuk
mengerjakan tugas, tetapi tidak dilakukan
13. Saya selalu menyelesaikan tugas penting
sebelum batas waktu habis
14. Meskipun saya tahu betapa pentingnya untuk
memulai, tetapi saya tetap diam
15. Menunda suatu tugas sampai besok adalah
bukan saya
16. Saya menggunakan waktu istirahat untuk
mengerjakan tugas
17. Saya sering panik karena batas waktu yang
sudah sangat dekat
18. Seringkali banyak waktu terbuang sebelum
saya mengerjakan tugas
19. Ketika mendapat tugas penting, saya
memulainya secepat mungkin
20. Saya tetap mengerjakan tugas yang batas
waktunya hampir habis, meskipun akan
menghadapi ujian dalam waktu dekat
21. Menghadapi pertemuan penting, saya sudah
mempersiapkan baju yang akan dipakai satu
hari sebelumnya
22. Saya datang lebih awal ketika ada janji
bertemu dengan dosen
23. Saya akan menyediakan waktu yang lebih
banyak daripada yang dibutuhkan dalam
pengerjaan tugas
24. Karena waktunya pasti cukup, saya tetap
tenang untuk menunda suatu tugas
25. Saya merasa cemas jika menunda-nunda suatu
tugas
144
SKALA 5
(Goal Orientation)
Petunjuk Pengisian:
Pernyataan di bawah ini adalah tentang apa yang mungkin sesuai dengan diri
Anda. Tugas Anda adalah menjawab masing-masing pernyataan dengan salah satu
jawaban yang paling menggambarkan diri Anda atau mendekati. Pilihan jawaban
terdiri dari empat pilihan dengan rentang skala “sangat tidak sesuai” dan “sangat
sesuai”. Dimana masing-masing pilihan menjelaskan hal sebagai berikut:
STS : Jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan diri Anda
TS : Jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri Anda
S : Jika pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda
SS : Jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri Anda
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan dari dosen karena saya ingin
menguasai materi yang diberikan
2. Menurut saya kepintaran seseorang tidak
hanya dilihat dari nilai yang ia dapat
ketika ujian
3. Saya merasa berhasil ketika saya
mengerjakan tugas-tugas dengan
kemampuan saya sendiri
4. Saya berusaha untuk jujur pada saat ujian
5. Saya akan belajar sebaik mungkin untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik
6. Saya merasa tertarik ketika diberikan soal
yang sulit
7. Saya menunjukkan kepada dosen jika
saya lebih pintar dari mahasiswa lain
8. Saya melakukan kecurangan akademik
untuk mendapatkan nilai yang lebih baik
9. Tujuan saya belajar adalah untuk
mendapatkan nilai yang bagus
10. Saya melakukan segala cara untuk
mendapatkan nilai bagus
11. Saya lebih suka mendapat prestasi yang
bagus, meski tidak sungguh-sungguh
belajar
145
SKALA 6
(Peer Influence)
Petunjuk Pengisian:
Pernyataan di bawah ini adalah tentang apa yang mungkin sesuai dengan diri
Anda. Tugas Anda adalah menjawab masing-masing pernyataan dengan memilih
salah satu jawaban yang paling menggambarkan diri Anda atau mendekati. Pilihan
jawaban terdiri dari empat pilihan dengan rentang skala “sangat tidak setuju” dan
“sangat setuju”.
No Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
1 Teman yang tidak menyontek adalah
mahasiswa yang pintar, percaya diri
dan bertanggung jawab
2 Teman yang tidak menyontek adalah
munafik dan kaku
3 Teman saya menganggap saya malas
karena saya menyontek padanya
4 Teman saya membenci saya karena
saya menyontek
5 Teman saya memuji saya cerdik dan
berani karena saya menyontek
6 Tidak melaporkan teman yang
menyontek berarti membantu menjaga
rahasia teman
7 Melaporkan teman yang menyontek
berarti mencari musuh dan
mengundang kebencian teman
8 Mahasiswa yang melaporkan perbuatan
menyontek adalah pengadu
9 Tidak melaporkan perbuatan
menyontek berarti menjaga
persahabatan dengan teman
146
No Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
setuju
10 Melaporkan perbuatan menyontek
adalah bentuk keadilan dan integritas
akademik
11 Semua orang di kelas saya pernah
menyontek, sehingga menyontek
adalah hal yang biasa bagi saya
12 Saya menyontek karena melihat teman
saya berhasil mendapatkan nilai yang
tinggi karena menyontek
13 Saya akan menegur jika ada teman
yang menyontek menggunakan
handphone/smartphone
14 Saya menyontek karena teman saya
yang menyontek tidak pernah ketahuan
oleh dosen
15 Saat ujian tidak ada mahasiswa yang
berani menyontek
Terima Kasih
147
LAMPIRAN 2
Syntax, Path Diagram, dan Item Characteristic Curve
SYNTAX KETIDAKJUJURAN AKADEMIK (KA)- 20 ITEM BI FACTOR
TITLE: UJI VALIDITAS KETIDAKJUJURAN AKADEMIK; DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1-X89;
USEVAR ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20
X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13; CATEGORICAL ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20
X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES;
MODEL: KA BY X1* X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20 X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13*;
KA@1;
F1 BY X4* X8 X10 X16 X17*; F2 BY X9* X11 X12 X13*;
F1@1;
F2@1;
KA WITH F1@0; KA WITH F2@0;
F1 with F2@0;
!X12 WITH X9 ;
PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SYNTAX KETIDAKJUJURAN AKADEMIK (KA)-11 ITEM UNIDIMENSIONAL
TITLE: UJI VALIDITAS KETIDAKJUJURAN AKADEMIK;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1-X89; USEVAR ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20;
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
CATEGORICAL ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20;
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES;
MODEL: KA BY X1* X2 X3 X5 X6 X7 X14 X15 X18 X19 X20;
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13*;
KA@1; !F1 BY X4* X8 X10 X16 X17*;
!F2 BY X9* X11 X12 X13*;
!F1@1;
!F2@1; !KA WITH F1@0;
!KA WITH F2@0;
!F1 with F2@0;
!X12 WITH X9 ; PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
148
SYNTAX KETIDAKJUJURAN AKADEMIK (KA)-7 ITEM PARALEL MAXIMUM LIKELIHOOD
TITLE: UJI VALIDITAS KETIDAKJUJURAN AKADEMIK; DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1-X89;
USEVAR ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X18; !X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
CATEGORICAL ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X18;
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; MODEL: KA BY X1* X2 X3 X5 X6 X7 X18*(1);
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13*;
KA@1;
!F1 BY X4* X8 X10 X16 X17*; !F2 BY X9* X11 X12 X13*;
!F1@1;
!F2@1;
!KA WITH F1@0; !KA WITH F2@0;
!F1 with F2@0;
!X12 WITH X9 ;
PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SYNTAX KETIDAKJUJURAN AKADEMIK (KA)-10 ITEM PARALEL MLR
TITLE: UJI VALIDITAS KETIDAKJUJURAN AKADEMIK;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1-X89;
USEVAR ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X15 X18 X19 X20; !X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
CATEGORICAL ARE X1 X2 X3 X5 X6 X7 X15 X18 X19 X20;
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13;
ANALYSIS: ESTIMATOR=MLR; MODEL: KA BY X1* X2 X3 X5 X6 X7 X15 X18 X19 X20 (1);
!X4 X8 X10 X16 X17 X9 X11 X12 X13*;
KA@1;
!F1 BY X4* X8 X10 X16 X17*; !F2 BY X9* X11 X12 X13*;
!F1@1;
!F2@1;
!KA WITH F1@0; !KA WITH F2@0;
!F1 with F2@0;
!X12 WITH X9 ;
PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
149
SYNTAX SKP
TITLE: UJI VALIDITAS SIKAP TERHADAP KA;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1-X89;
USEVAR ARE X21-X36;
CATEGORICAL ARE X21-X36;
ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=10000; PROCESSOR=2;
MODEL: REAL BY X21* X22-X36*;
SKP@1;
F1 BY X21* X23 X26 X27 X28 X29 X30 X34 X35 X36*;
F1@1;
SKP WITH F1@0;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SAVEDATA: FILE=SKP.dat; SAVE=FSCORES (100);
SYNTAX PROKRATINASI AKADEMIK
TITLE: UJI VALIDITAS PROKRASTINASI AKADEMIK;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1 - X89;
USEVAR ARE X39-X41 X44-X50 X52 X55 X56 X58 X62;
CATEGORICAL ARE X39-X41 X44-X50 X52 X55 X56 X58 X62;
ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; PROCESSOR=2;
MODEL: REAL BY X39* X40 X41 X44-X50 X52 X55 X56 X58 X62*;
PA@1;
F1 BY X39* X40 X41 X44 X45 X46 X48 X49 X55 X56 X58*;
F1@1;
PA WITH F1@0;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SAVEDATA: FILE=PA.dat; SAVE=FSCORES (100);
SYNTAX PERFORMANCE GOAL ORIENTATION (PGO)
TITLE: UJI VALIDITAS PERFORMANCE GOAL ORIENTATION;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1 - X89;
USEVAR ARE X70-X74;
CATEGORICAL ARE X70-X74;
ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=10000; PROCESSOR=2;
MODEL: PGO BY X70* X71-X74*;
PGO@1;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SAVEDATA: FILE=PGO.dat; SAVE=FSCORES (100);
150
SYNTAX MASTERY GOAL ORIENTATION (MGO)
TITLE: UJI VALIDITAS MASTERY GOAL ORIENTATION;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1 - X89;
USEVAR ARE X64-X69;
CATEGORICAL ARE X64-X69;
ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=10000; PROCESSOR=2;
MODEL: MGO BY X64* X65-X69*;
MGO@1;
!X66 WITH X65 ;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SAVEDATA: FILE=MGO.dat; SAVE=FSCORES (100);
SYNTAX PEER INFLUENCE
TITLE: UJI VALIDITAS PEER INFLUENCE;
DATA: FILE IS DATA.TXT;
VARIABLE: NAMES ARE X1 - X89;
USEVAR ARE X76 X77 X79-X83 X85 X86 X88;
CATEGORICAL ARE X76 X77 X79-X83 X85 X86 X88;
ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=10000; PROCESSOR=2;
DEFINE: X77=5-X77; X89=5-X89;
MODEL: REAL BY X76* X77-X88*;
PI@1;
F1 BY X76* X77 X79 X85 X86 X88*;
F1@1;
PIWITH F1@0;
PLOT: TYPE=PLOT3;
OUTPUT: STDYX; !Modindices (ALL);
SAVEDATA: FILE=PI.dat; SAVE=FSCORES (100);
151
PATH DIAGRAM KETIDAKJUJURAN AKADEMIK (KA)
20 ITEM (BI FACTOR)
ITEM CHARACTERISTIC CURVE 20 ITEM
152
PATH DIAGRAM KA 11 ITEM (UNIDIMENSIONAL)
ITEM CHARACTERISTIC CURVE 11 ITEM
153
PATH DIAGRAM KA 7 ITEM (PARALEL MAXIMUM LIKELIHOOD)
ITEM CHARACTERISTIC CURVE 7 ITEM
154
PATH DIAGRAM KA 10 ITEM (PARALEL MLR)
ITEM CHARACTERISTIC CURVE 10 ITEM
155
PATH DIAGRAM SIKAP TERHADAP KETIDAKJUJURAN AKADEMIK
PATH DIAGRAM PA
PATH DIAGRAM PROKRASTINASI AKADEMIK (PA)
156
PATH DIAGRAM GOAL ORIENTATION (MGO DAN PGO)
PATH DIAGRAM PGO
PATH DIAGRAM PEER INFLUENCE (PI)
157
LAMPIRAN 3
Output Deskriptif dan Regresi
Output Deskriptif
Statistics
JK Fakultas Usia Semester
N Valid 355 355 355 354
Missing 0 0 0 1
Mean
6.15 20.57 5.84
Std. Deviation
3.457 1.310 2.194
Variance
11.952 1.715 4.812
Minimum
1 18 2
Maximum
12 27 12
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 250 70.4 70.4 70.4
1 105 29.6 29.6 100.0
Total 355 100.0 100.0
Fakultas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 181 51.0 51.0 51.0
2 82 23.1 23.1 74.1
3 36 10.1 10.1 84.2
4 56 15.8 15.8 100.0
Total 355 100.0 100.0
158
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 18 5.1 5.1 5.1
19 56 15.8 15.8 20.8
20 91 25.6 25.6 46.5
21 114 32.1 32.1 78.6
22 59 16.6 16.6 95.2
23 13 3.7 3.7 98.9
24 1 .3 .3 99.2
25 1 .3 .3 99.4
26 1 .3 .3 99.7
27 1 .3 .3 100.0
Total 355 100.0 100.0
Semester
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 55 15.5 15.5 15.5
4 46 13.0 13.0 28.5
6 140 39.4 39.5 68.1
8 102 28.7 28.8 96.9
10 8 2.3 2.3 99.2
12 3 .8 .8 100.0
Total 354 99.7 100.0
Missing System 1 .3
Total 355 100.0
159
VARIABEL PENELITIAN
KA SKP PA MGO PGO PI
N Valid 355 355 355 355 355 355
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 42.52 27.48 61.18 19.50 10.75 35.84
Std. Deviation 11.546 6.879 9.135 2.231 2.589 5.359
Minimum 20 16 32 13 5 16
Maximum 80 56 89 24 20 51
Regresi
160
LAMPIRAN 4
Syntax dan Output Path Analysis
SYNTAX PATH MODEL DASAR
TITLE: PATH ANALYSIS MODEL KETIDAKJUJURAN AKADEMIK;
DATA: FILE=semdat.txt; VARIABLE: NAMES ARE KA SKP HC PA MGO PGO PI JK US
FAK F1 F2 F3;
USEVAR = KA SKP HC PA MGO PGO JK US
F1 F2 F3 PI; CATEGORICAL=HC;
MODEL:KA ON SKP PA PGO MGO PI;
SKP ON JK US HC PI MGO PGO;
PA ON PGO MGO SKP; HC ON F1 F2 F3;
PGO ON PI;
MGO ON PI;
MODEL INDIRECT: KA IND SKP PI;
KA IND PA SKP PI;
KA IND PA PGO PI;
KA IND PGO PI; KA IND SKP MGO PI;
KA IND PA SKP MGO PI;
MODEL INDIRECT:
KA IND PA SKP HC F3; KA IND SKP HC F3;
KA IND PA SKP HC F2;
KA IND SKP HC F2;
MODEL INDIRECT: KA IND PA SKP HC;
KA IND SKP HC;
MODEL INDIRECT:
KA IND SKP MGO; KA IND PA SKP MGO;
KA IND PA MGO;
OUTPUT: STDYX; !MODINDICES (ALL);
MODEL FIT INFORMATION
Number of Free Parameters 31
Chi-Square Test of Model Fit Value 53.940*
Degrees of Freedom 32
P-Value 0.0090
RMSEA (Root Mean Square Error Of Approximation) Estimate 0.044
90 Percent C.I. 0.022 0.064
Probability RMSEA <= .05 0.668 CFI/TLI
CFI 0.944
TLI 0.910
161
SYNTAX PATH MODEL AKHIR
TITLE: PATH ANALYSIS MODEL KETIDAKJUJURAN AKADEMIK;
DATA: FILE=semdat.txt;
VARIABLE: NAMES ARE KA SKP HC PA MGO PGO PI JK US
FAK F1 F2 F3;
USEVAR = KA SKP HC PA MGO PGO JK US
F1 F2 F3 PI;
CATEGORICAL=HC; MODEL:KA ON SKP PA PGO PI;
SKP ON JK US HC PI MGO;
PA ON PGO MGO SKP;
HC ON F1 F2 F3; PGO ON PI;
MGO ON PI;
MODEL INDIRECT:
KA IND SKP PI; KA IND PA SKP PI;
KA IND PA PGO PI;
KA IND PGO PI;
KA IND SKP MGO PI; KA IND PA SKP MGO PI;
MODEL INDIRECT:
KA IND PA SKP HC F3;
KA IND SKP HC F3; KA IND PA SKP HC F2;
KA IND SKP HC F2;
MODEL INDIRECT:
KA IND PA SKP HC; KA IND SKP HC;
MODEL INDIRECT:
KA IND SKP MGO; KA IND PA SKP MGO;
KA IND PA MGO;
MODEL INDIRECT:
KA IND SKP JK; KA IND PA SKP JK;
MODEL INDIRECT:
KA IND SKP US;
KA IND PA SKP US; OUTPUT: STDYX; !MODINDICES (ALL);
MODEL FIT INFORMATION
Number of Free Parameters 29
Chi-Square Test of Model Fit
Value 58.847* Degrees of Freedom 34
P-Value 0.0051
RMSEA (Root Mean Square Error Of Approximation)
Estimate 0.045 90 Percent C.I. 0.025 0.064
Probability RMSEA <= .05 0.630
CFI/TLI
CFI 0.936 TLI 0.904
162
DIAGRAM MODEL DASAR
DIAGRAM MODEL AKHIR
163
LAMPIRAN 5
Hasil Uji Plagiarism Checker
Website : plagscout.com
Top Related