Pengertian Motivasi.
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan
perilaku.(santrock,2008 )
Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah dan
dapat bertahan lama.
Contohnya ; motivasi murid dikelas berkaitan dengan alasan dibalik perilaku
murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi semangat, punya arah dan
dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Jika murid tidak
menyelesaikan tugas karna bosan, maka dia kekurangan motivasi.
Motivasi belajar adalah kondisi-kondisi yang memberi dorongan pada
individu dalam belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
Perspektif tentang Motivasi.
Perspektif Behavioral.
Perspektif ini menekankan pada imbalan dan hukuman eksternal sebagai
kunci dalam menentukan motivasi murid.
Insentif : Kejadian / stimuli bertambah atau berkurang yang dapat
memotivasi perilaku murid.
Penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat
atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku
yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.
Perspektif Humanistis.
Perspektif ini menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan
kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka
Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa
kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dulu sebelum memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi.
Misalnya : murid harus memenuhi kebutuhan makan sebelum belajar dan
berfikir.
Perspektif kognitif.
Perspektif ini menekankan bahwa pemikiran murid akan memandu motivasi
mereka.
Perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak
dilebih-lebihkan, merekomendasikan agar murid lebih banyak kesempatan
dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri.
Perspektif Sosial.
Meliputi kebutuhan afiliasi atau keterhubungan ( motif untuk / berhubungan
dengan orang lain secara aman ). Hal ini membutuhkan pembentukan,
pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab.
Kebutuhan Afiliasi murid, tercermin dalam motivasi mereka untuk
menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka
dengan orang tua dan keinginaan untuk menjalin hubungan dengan guru.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Wlodkowski (1990) motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh
beberapa factor,antara lain :
a. Budaya
b. Keluarga
c. Sekolah
d. Pribadi siswa
Pengukuran Motivasi
Menurut Rahman (2008) Pengukuran Motivasi adalah yang berhubungan
dengan efektivitas motivasi dalam mempengaruhi sikap dan tingkah laku
manusia.
Motivasi menjadi efektif dan tepat sasaran,ketika dilakukan sesuai dengan
teori dan ditarafkan pada objek yang tepat.
Pengukuran Motivasi ini dapat dilihat dalam contoh kasus yang
diangkat dalam jurnal, “ Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Kimia
Dasar II Melalui Model Pengajaran Langsung (MPL) dengan Pendekatan
Problem Posing” oleh Aceng Haetami dan La Djadi Siharis. Dimana
didalam penelitiannya,menjelaskan bahwa : kenaikan merata hasil belajar
setiap siklus, disebabkan oleh beberapa factor diantaranya motivasi belajar
mahasiswa yang kurang secara perlahan-lahan baru bisa dikikis dengan
model pembelajaran yang diterapkan.
Metode pengembangan yang digunakan, dalam pengembangan ini
adalah metode pengembangan tindakan kelas dengan menggunakan model
pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing,dimana setiap
siklus terdiri dari empat tahapan utama yaitu ; perencanaan,pelaksanaan
kegiatan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Setiap akhir kegiatan siklus
diadakan refleksi,sehingga kelemahan setiap siklus dapat dibenahi pada
siklus berikutnya.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan meliputi :
menentukan indicator dari setiap materi pokok yang akan
diajarkan,membuat skenario pembelajaran,membuat lembaran observasi.
2. Jenis – jenis Motivasi.
a. Motivasi Intrinsik.
Motivasi Internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri ( tujuan
itu sendiri ), berkaitan dengan faktor personal kebutuhan, minat ,
ketertarikan,dan kenikmatan.
Misalnya : seorang murid mungkin belajar menghadapi ujian karna dia
senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Jenis motivasi intrinsik.:
Motivasi intrinsik dari determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini murid ingin murid ingin dipercaya bahwa mereka
dalam melakukan sesuatu karna kemauan sendiri, bukan karna kesuksesan
ataupun imbalan eksternal.
Misalnya :
Dalam sebuah studi, murid sains di SMA yang diajak untuk
mengorganisir sendiri eksperimen mereka akan lebih perhatian dan berminat
terhadap praktik laboraturium ketimbang murid yang diharuskan mengikuti
intruksi dan aturan guru yang ketat.
Motivasi Intrinsik dari pengalaman optimal.
Menurut Mihaly chiszentmihalyi(1990,1993,2000 ; Nakamura dan
csikszentmihalyi, 2002 ), pengalaman optimal ini berupa perasaan senang
dan bahagia yang besar. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu
kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan
berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Dia menyatakan
bahwa pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam
tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu
mudah.
b. Motivasi Ekstrinsik
Melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain ( cara untuk
mencapai tujuan ), menekankan pada lingkungan ganjaran,tekanan
social,hukuman dll.
Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti ;
imbalan dan dukungan.
Misalnya ;
Murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan
nilai yang baik.
Perspektif Behavioral menekankan arti penting dari motivasi ekstrinsik
dalam prestasi, sedangkan peendekatan kognitif dan humanistic lebih
menekankan pada arit penting dari motivasi intrinsic dalam prestasi.
3. Teori-teori Motivasi Dalam Belajar
a. Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan :
Kebutuhan Pencapaian ; Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-
standar, berusaha keras untuk berhasil.
Individu dengan kebutuhan ini lebih menyukai situasi-situasi pekerjaan yang
memiliki tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.
Ketika karakteristik-karakteristik ini merata, individu yang berprestasi tinggi
akan sangat termotivasi.
Kebutuhan Kekuatan (nPow) : Keinginan untuk memiliki pengaruh, dan
mengendalikan individu lain. Individu dengan nPow tinggi suka bertanggung
jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan
dalam situasi yang kompotitif dan berorientasi status, serta cendrung lebih
khawatir dengan wibawa.
Kebutuhan Hubungan ; Keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar
personal yang ramah dan akrab. Kebutuhan ini mendapatkan perhatian yang
paling sedikit dari para peneliti. Individu dengan motif hubungan yang tinggi
berjuang untuk persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang kooperatif
dari pada situasi-situasi yang kompetitif dan menginginkan hubungan-
hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi.
b. Teori Efektifitas Diri
Teori Efektifitas diri ( Self-Efficacy yang juga dikenal sebagai teori
kognisi social atau teori pembelajaran social ) Merujuk padan keyakinan
individu bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Semakin tinggi
efektifitas diri individu, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia miliki dalam
kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam situasi-situasi
sulit, individu merasa bahwa individu yang memiliki efektifitas diri rendah
cenderung mengurangi usaha atau menyerah, sementara individu dengan
efektifitas diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan
tantangan.
Selain itu, individu yang memiliki efektifitas diri yang tinggi tampak
merespon umpan balik negative dengan usaha dan motivasi yang lebih
tinggi, sementara individu dengan efektifitas diri rendah cenderung
mengurangi usaha ketika diberi umpan balik negative.
c. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory )
Dalam teori ini mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang
menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku. Teori ini
mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
d. Teori Keadilan
Menyatakan bahwa individu cenderung membandingkan masukan-
masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan – masukan dan hasil
pekerjaan orang lain dan kemudian merespon untuk menghilangkan
ketidakadilan.
e. Teori Harapan.
Menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik
dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Teori ini berfokus pada tiga hubungan :
1. Hubungan usaha – Kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang
mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.
2. Hubungan kinerja-Penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut
yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan pencapaian
yang diinginkan.
3. Hubungan penghargaan – Tujuan pribadi. Tingkat sampai mana
penghargaan-penghargaan yang diberikan memuaskan tujuan-tujuan pribadi
atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari
penghargaan- penghargaan potensial bagi individu tersebut.
Daftar Pustaka
Santrock, Jhon W .2008. Psikologi Pendidikan. Alih bahasa Tri Wibowo. Jakrta:
Kencana Prenada Media Group.
Sumadi Suryabrata. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Robbins, StephenP.2008.Perilaku Organisasi edisi 12. Jakarta: Salemba
empat.
Chairul, F. Motivasi belajar pada anak-anak yang berprofesi sebagai loper
Koran yang bersekolah. Jakarta: Penerbit fakultas Psikologi, universitas
Gunadarma.
Haetami, A & Siharis, D. L. Meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia
dasar II melalui model pengajaran langsung (MPL).
Pengertian Motivasi.
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan
perilaku.(santrock,2008 )
Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah dan
dapat bertahan lama.
Contohnya ; motivasi murid dikelas berkaitan dengan alasan dibalik perilaku
murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi semangat, punya arah dan
dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Jika murid tidak
menyelesaikan tugas karna bosan, maka dia kekurangan motivasi.
Motivasi belajar adalah kondisi-kondisi yang memberi dorongan pada
individu dalam belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
Perspektif tentang Motivasi.
Perspektif Behavioral.
Perspektif ini menekankan pada imbalan dan hukuman eksternal sebagai
kunci dalam menentukan motivasi murid.
Insentif : Kejadian / stimuli bertambah atau berkurang yang dapat
memotivasi perilaku murid.
Penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat
atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku
yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.
Perspektif Humanistis.
Perspektif ini menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan
kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka
Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa
kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dulu sebelum memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi.
Misalnya : murid harus memenuhi kebutuhan makan sebelum belajar dan
berfikir.
Perspektif kognitif.
Perspektif ini menekankan bahwa pemikiran murid akan memandu motivasi
mereka.
Perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak
dilebih-lebihkan, merekomendasikan agar murid lebih banyak kesempatan
dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri.
Perspektif Sosial.
Meliputi kebutuhan afiliasi atau keterhubungan ( motif untuk / berhubungan
dengan orang lain secara aman ). Hal ini membutuhkan pembentukan,
pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab.
Kebutuhan Afiliasi murid, tercermin dalam motivasi mereka untuk
menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka
dengan orang tua dan keinginaan untuk menjalin hubungan dengan guru.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Wlodkowski (1990) motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh
beberapa factor,antara lain :
a. Budaya
b. Keluarga
c. Sekolah
d. Pribadi siswa
Pengukuran Motivasi
Menurut Rahman (2008) Pengukuran Motivasi adalah yang berhubungan
dengan efektivitas motivasi dalam mempengaruhi sikap dan tingkah laku
manusia.
Motivasi menjadi efektif dan tepat sasaran,ketika dilakukan sesuai dengan
teori dan ditarafkan pada objek yang tepat.
Pengukuran Motivasi ini dapat dilihat dalam contoh kasus yang
diangkat dalam jurnal, “ Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Kimia
Dasar II Melalui Model Pengajaran Langsung (MPL) dengan Pendekatan
Problem Posing” oleh Aceng Haetami dan La Djadi Siharis. Dimana
didalam penelitiannya,menjelaskan bahwa : kenaikan merata hasil belajar
setiap siklus, disebabkan oleh beberapa factor diantaranya motivasi belajar
mahasiswa yang kurang secara perlahan-lahan baru bisa dikikis dengan
model pembelajaran yang diterapkan.
Metode pengembangan yang digunakan, dalam pengembangan ini
adalah metode pengembangan tindakan kelas dengan menggunakan model
pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing,dimana setiap
siklus terdiri dari empat tahapan utama yaitu ; perencanaan,pelaksanaan
kegiatan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Setiap akhir kegiatan siklus
diadakan refleksi,sehingga kelemahan setiap siklus dapat dibenahi pada
siklus berikutnya.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan meliputi :
menentukan indicator dari setiap materi pokok yang akan
diajarkan,membuat skenario pembelajaran,membuat lembaran observasi.
2. Jenis – jenis Motivasi.
a. Motivasi Intrinsik.
Motivasi Internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri ( tujuan
itu sendiri ), berkaitan dengan faktor personal kebutuhan, minat ,
ketertarikan,dan kenikmatan.
Misalnya : seorang murid mungkin belajar menghadapi ujian karna dia
senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Jenis motivasi intrinsik.:
Motivasi intrinsik dari determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini murid ingin murid ingin dipercaya bahwa mereka
dalam melakukan sesuatu karna kemauan sendiri, bukan karna kesuksesan
ataupun imbalan eksternal.
Misalnya :
Dalam sebuah studi, murid sains di SMA yang diajak untuk
mengorganisir sendiri eksperimen mereka akan lebih perhatian dan berminat
terhadap praktik laboraturium ketimbang murid yang diharuskan mengikuti
intruksi dan aturan guru yang ketat.
Motivasi Intrinsik dari pengalaman optimal.
Menurut Mihaly chiszentmihalyi(1990,1993,2000 ; Nakamura dan
csikszentmihalyi, 2002 ), pengalaman optimal ini berupa perasaan senang
dan bahagia yang besar. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu
kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan
berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Dia menyatakan
bahwa pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam
tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu
mudah.
b. Motivasi Ekstrinsik
Melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain ( cara untuk
mencapai tujuan ), menekankan pada lingkungan ganjaran,tekanan
social,hukuman dll.
Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti ;
imbalan dan dukungan.
Misalnya ;
Murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan
nilai yang baik.
Perspektif Behavioral menekankan arti penting dari motivasi ekstrinsik
dalam prestasi, sedangkan peendekatan kognitif dan humanistic lebih
menekankan pada arit penting dari motivasi intrinsic dalam prestasi.
3. Teori-teori Motivasi Dalam Belajar
a. Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan :
Kebutuhan Pencapaian ; Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-
standar, berusaha keras untuk berhasil.
Individu dengan kebutuhan ini lebih menyukai situasi-situasi pekerjaan yang
memiliki tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.
Ketika karakteristik-karakteristik ini merata, individu yang berprestasi tinggi
akan sangat termotivasi.
Kebutuhan Kekuatan (nPow) : Keinginan untuk memiliki pengaruh, dan
mengendalikan individu lain. Individu dengan nPow tinggi suka bertanggung
jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan
dalam situasi yang kompotitif dan berorientasi status, serta cendrung lebih
khawatir dengan wibawa.
Kebutuhan Hubungan ; Keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar
personal yang ramah dan akrab. Kebutuhan ini mendapatkan perhatian yang
paling sedikit dari para peneliti. Individu dengan motif hubungan yang tinggi
berjuang untuk persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang kooperatif
dari pada situasi-situasi yang kompetitif dan menginginkan hubungan-
hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi.
b. Teori Efektifitas Diri
Teori Efektifitas diri ( Self-Efficacy yang juga dikenal sebagai teori
kognisi social atau teori pembelajaran social ) Merujuk padan keyakinan
individu bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Semakin tinggi
efektifitas diri individu, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia miliki dalam
kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam situasi-situasi
sulit, individu merasa bahwa individu yang memiliki efektifitas diri rendah
cenderung mengurangi usaha atau menyerah, sementara individu dengan
efektifitas diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan
tantangan.
Selain itu, individu yang memiliki efektifitas diri yang tinggi tampak
merespon umpan balik negative dengan usaha dan motivasi yang lebih
tinggi, sementara individu dengan efektifitas diri rendah cenderung
mengurangi usaha ketika diberi umpan balik negative.
c. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory )
Dalam teori ini mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang
menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku. Teori ini
mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
d. Teori Keadilan
Menyatakan bahwa individu cenderung membandingkan masukan-
masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan – masukan dan hasil
pekerjaan orang lain dan kemudian merespon untuk menghilangkan
ketidakadilan.
e. Teori Harapan.
Menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik
dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Teori ini berfokus pada tiga hubungan :
1. Hubungan usaha – Kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang
mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.
2. Hubungan kinerja-Penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut
yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan pencapaian
yang diinginkan.
3. Hubungan penghargaan – Tujuan pribadi. Tingkat sampai mana
penghargaan-penghargaan yang diberikan memuaskan tujuan-tujuan pribadi
atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari
penghargaan- penghargaan potensial bagi individu tersebut.
Daftar Pustaka
Santrock, Jhon W .2008. Psikologi Pendidikan. Alih bahasa Tri Wibowo. Jakrta:
Kencana Prenada Media Group.
Sumadi Suryabrata. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Robbins, StephenP.2008.Perilaku Organisasi edisi 12. Jakarta: Salemba
empat.
Chairul, F. Motivasi belajar pada anak-anak yang berprofesi sebagai loper
Koran yang bersekolah. Jakarta: Penerbit fakultas Psikologi, universitas
Gunadarma.
Haetami, A & Siharis, D. L. Meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia
dasar II melalui model pengajaran langsung (MPL).
uryabrata (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
antara lain: a) Faktor Eksternal - Faktor dari luar individu yang terbagi
menjadi dua: faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara
langsung atau tidak langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara,
suhu udara, cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain. b) Faktor Internal -
Faktor dari dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor fisiologis
meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis dan faktor
psikologis meliputi minat, kecerdasan, dan persepsi. Menurut Sardiman
(2010), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah, antara lain:
1. Memberi angka, yang merupakan simbol dari kegiatan belajar, banyak siswa yang belajar hanya untuk mendapatkan angka/nilai yang baik. Biasanya siswa yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai dalam raport.
2. Hadiah, hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah untuk pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat dalam pekerjaan tersebut.
3. Saingan/kompetisi, persaingan dapat juga digunakan sebagai motivasi, baik persaingan individual atau persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Keterlibatan diri, keterlibatan diri ini menumbuhkan kesadaran pada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga kerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat penting.
5. Memberi ulangan, para siswa akan giat belajar apabila mengetahui akan adanya ulangan
6. Mengetahui hasil, dengan mengetahui hasil apalagi terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk giat belajar.
7. Pujian, sebagai hadiah yang positif yang sekaligus memberikan motivasi yang baik
8. Hukuman, sebagai hadiah yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
9. Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar
10. Minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan motivasi yang pokok, proses belajar itu akan berjalan lancar apabila disertai dengan minat.
11. Tujuan yang diakui, rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Menurut Slavin (2009), cara guru meningkatkan motivasi intrinsik yaitu:
1. Membangkitkan Minat - Meyakinkan siswa tentang daya tarik yang disajikan dan memperlihatkan manfaat dari pengetahuan tersebut.
2. Mempertahankan Keingintahuan - Menggunakan berbagai sarana untuk lebih membangkitkan rangkaian pembelajaran
3. Menggunakan berbagai cara penyajian yang menarik - Penggunaan bahan-bahan yang menarik, misal dengan penggunaan film, mengajar dengan menggunakan komputer.
Slavin (2009) mengatakan, prinsip-prinsip untuk memberikan insentif
ekstrinsik untuk belajar yaitu dengan:
1. Mengungkap harapan yang jelas - Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan akan mereka lakukan, bagaimana mereka akan dievaluasi dan apa saja nantinya konsekuensi keberhasilannya
2. Memberikan umpan balik langsung - Umpan balik yang diberikan secara langsung sangat penting,karena akan meningkatkan motivasi, apabila umpan balik tidak diberikan maka nilai informasi dan motivasi akan berkurang.
3. Sering memberikan umpan balik - Umpan balik seharusnya sering disampaikan kepada siswa untuk mempertahankan upaya terbaik mereka.
4. Meningkatkan nilai dan ketersediaan sarana motivasi ekstrinsik5. Teori pengharapan pada motivasi, bahwa motivasi adalah hasil dari
nilai yang diberikan seseorang ke keberhasilan dan perkiraan individu itu tentang kemungkinan keberhasilan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar antara lain: 1) Faktor eksternal: pemberian
angka/hadiah, adanya saingan/kompetisi, keterlibatan diri, pemberian
ulangan, mengetahui hasil, adanya pujian/umpan balik, adanya hukuman. 2)
Faktor internal: hasrat untuk belajar, minat, tujuan yang diakui.
PENDAHULUAN
Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Dari sinilah penulis ingin membahas secara tuntas tentang motivasi belajar yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa tersebut.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam belajar. Begitu banyaknya peran morivasi tersebut, banyak para ahli yang membahas bagaimana motivasi tersebut muncul, bagaimana dapat mengembangkan motivasi, apakah macam-macam motivasi tersebut menentukan prestasi yang di capai anak dan bagaimana pendidik dalam memberikan penghargaan hingga dapat meningkatkan motivasi tersebut.
Motivasi merupakan suatu kondisi kejiwaan individu yang dapat mendorongnya untuk melakukan suatu aktivitas guna pemenuhan kebutuhan atau mencapai tujuan. Motivasi menjadi daya bagi individu untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya.
Menurut Tabrani Rusyam pada hakekatnya motivasi adalah perbuatan energi dalam diri seseorang ditandai dengan timbulnya perasaan dari reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian tersebut menggambarkan bahwa motivasi mengandung suatu kekuatan yang timbul dalam diri seseorang sebagai dukungan untuk memenuhi keinginannya.
Dalam pengembangan suatu organisasi atau lembaga, motivasi dipandang sebagai suatu karakteristik dan suatu keadaan. Pandangan tentang hal ini dikemukakan oleh Soejono Trimo (1986 : 174) sebagai berikut :
a. Motivasi itu pada hakikatnya merupakan suatu karakteristik atau suatu kepribadian yang cukup stabil sehingga setiap individu dipandang berbeda dari individu yang lain, termasuk orientasinya terhadap pekerjaan/tugasnya.
b. Motivasi itu sebenarnya merupakan suatu keadaan (state) psikologis yang dapat diubah/dibentuk.
Berkaitan dengan motivasi yang dianggap sebagai suatu karakteristik (kepribadian), dimana seorang melaksanakan tugas/pekerjaannya tidak didasarkan pada ada tidaknya penghargaan bagi penyelesaian tugas/pekerjaan tadi, melainkan pada aktivitas pekerjaan itu sendiri serta adanya perasaan puas yang diperolehnya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Setiap individu yang tampil dengan motivasi seperti ini lebih tertarik pada konteks pekerjaan (job context) dari pada penghargaan atau upah yang diperolehnya. Sedangkan motivasi yang termasuk sebagai suatu keadaan maksudnya yaitu seseorang (individu) dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang dimilikinya sangat bergantung pada suatu keadaan yang dihadapi pada saat itu. Keadaan utama yang paling menentukan motivasi kerja seseorang adalah jenis penghargaan (rewards) yang disediakan dalam lembaga/organisasi tempatnya berkiprah. Tetapi kadang-kadang motivasi kerja itu akan datang dari keinginan untuk memperoleh kepuasan kerja yang muncul dalam diri individu sendiri. Jadi motivasi kerja yang timbul sangat bergantung pada keadaan yang di hadapi pada saat itu.
Motivasi tidak hanya penting untuk membuat peserta didika melakukan aktivitas belajar, melainkan juga menentukan berapa banyak peserta didik dapat belajar dari aktivitas yang mereka lakukan atau informasi yang mereka hadapi. Peserta didik yang termotivasi peserta didik menunjukkan proses kognitif apa yang telah di pelajari. Tugas utama pendidik adalah merencanakan cara-cara mendukung motivasi peserta didik.
Motivasi untuk melakukan sesuatu berasal dari berbagai faktor seperti karakteristik kepribadian. Individu mungkin memiliki minat yang cukup dan mantap dalam berpartisipasi pada berbagai kegiatan seperti akademik, olahraga, dan aktivitas sosial. Motivasi dapat berasal dari karakteristik dari suatu tugas. Intrinsik dan ektrinsik suatu tugas. Pembelajaran matematika yang menyenangkan merupakan bentuk karakteristik dari suatu tugas belajar. Motivasi juga dapat
berasal dari sumber ektriksik suatu tugas. Penilaian terhadap peserta didik merupakan bentuk karakteristik ekstrinsik dari suatu tugas belajar.
B. PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR
Motivasi adalah penting, bahkan tanpa kesepakatan tertentu mengenai definisi konsep tersebut. Apabila terdapayt dua anak yang memiliki kemampuan sama dan pemberian peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan, kinerja dan hasil yang di capai oleh anak yang termativasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Hal ini dapat di ketahui dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila anak tidak memiliki motivasi belajar,m maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Walaupun begitu, hal itu kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila motivasi peserta didik anak itu rendah, umumnya diasumsikan bahwa peserta didik yang bersangkutan rendah.
Motivasi bukan saja penting, karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar. Secara historik, pendidik selalu mengetahui kapan peserta didik perlu di motivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung lebih menyenangkan, arus komunikasi lancar, menurunkan kecemasan peserta didik meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar. Pembelajaran yang di ikuti oleh peserta didik yang termotivasi akan benar-benar menyenagkan, terutama bagi peserta didik. Peserta didik yang menyelesaikan pengalaman belajar dan mengelesaikan tugas belajar dengan perasaan termotivasi terhadap materi yang telah dipelajari. Hal ini juga logis untuk mengasumsikan bahwa semakin anak memiliki pengalaman belajar yang termotivasi, maka semakin mungkin akan menjadi peserta didik sepanjang hayat.
Walaupun motivasi merupakan prasyarat penting dalam belajar, namun agar aktivitas belajar itu terjadi pada diri anak. Ada faktor lain seperti kemampuan dan kualitas pembelajaran yang harus di perhatikan pula. Jika anak diberikan tugas-tugas belajar diluar kemampuannya, bagaimanapun mereka termotivasi, anak tersebut tidak akan mampu melakukannya. Kenyataannya, ada penurunan titik penggembalian pada kedua faktor tersebut, termasuk juga motivasi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah berkenaan dengan masalah kemampuan anak dalam melakukan aktivitas belajar, dan kegiatan pembelajaran yang menarik agar anak tersebut termotivasi. Olahraga merupakan contoh umum. Banyak atlet yang membuat kejutan di dalam olahraga tertentu karena usaha-usaha tertentu, namun akhirnya mengalami titik balik dimaan presentasinya tidak mengalami kemajuan lagi.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
1. SIKAP
Sikap merupakan kombinasi dari konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa, atau objek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sikap memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku dan belajar peserta didik karena sikap itu membantu peserta didik dalam merasakan dunianya san memberikan pedoman kepada perilaku
yang dapat membentu dalam menjelaskan dunianya. Sikap juga akan membentu seseorang merasa aman di suatu lingkungan yang pada mulanya tampak asing. Sikap akan memberikan pedoman dan peluang kepada seseorang untuk mereaksi secara lebih optimis. Sikap akan membuat kehidupan lebih sederhana dan membebaskan seseorang dalam mengatasi unsur-unsur kehidupan sehari-hari yang bersifat unik. Sifat merupakan produk dari kegiatan belajar. Sikap diperoleh melalui proses seperti pengalaman, pembelajaran, identivikasi, perilaku peran.
Biasanya pengalaman belajar baru merupakan kegiatan yang banyak mengandung resiko karena hasilnya kadang-kadang tidak menentu. Seorang peserta didik dapat harus menyakini bahwa sikapnya akan memiliki pengaruh aktif terhadap motivasi belajar anak pada saat awal pembelajaran. Pada setiap awal pembelajaran, peserta didik umumya segera membuat penilaian mengenai pendidik, mata pelajaran, situasi pembelajaran, dan harapan personalnya untuk sukses.
2. KEBUTUHAN
Kebutuhan merupakan kondisi yang di alami oleh individu sebagai suatu kekuatan internal yang memnadu poeserta didik untuk mencapai tujuan. Perolehan tujuan merupakan kemampuan melepaskan atau mengakhiri perasaan kebutuhan dan tekanan. Semua orang merasa kebutuhan yang tidak pernah berakhir. Kebutuhan nama yang dialami peserta didik sekarang ini akan bergantung pada sejarah belajar individu, situasi sekarng, dan kebutuhan terakhir yang dipenuhi.
Kebanyakan kebutuhan bertindak sebagai kekuatan internal yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan. Semakin kuat seseorang merasakan kebutuhan, semakin besar peluangnya untuk mengatasi perasaan yang menekan di dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila peserta didik membutuhkan atau menginginkan sesuatu untuk dipelajari, mereka cenderung sangat termotivasi. Pendidik dapat menumbuhkan motivasi belajar berdasarkan pada kebutuhan yang dirasakan oleh peserta didik.
3. RANGSANGAN
Rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif. Seseorang melihat sesuatu dan tertarik padanya.
Rangsangan secara langsung membentu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Apabila peserta didik tidak memperhatikan pembelajaran, maka sedikit sekali belajar akan terjadi pada diri peserta didik tersebut. Proses pembelajaran dan materi yang terkait dapat membuat sekumpulan kegiatan belajar. Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk mempelajari sesuatu dan memiliki sikap positif terhadap materi pembelajaran.
4. AFEKSI
Konsep afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional kecemasan, kepedulian, dan pemilikan dari individu atau kelompok pada waktu belajar. Tidak ada kegiatan belajar yang terjadi di dalam kevakuman emosional.
Afeksi dapat menjadi motivator intrinsik. Apabila emosi bersifat positif pada waktu kegiatan belajar berlangsung, maka emosi mampu mendorong peserta didik untuk belajar keras.
5. KOMPETENSI
Teori kompetensi mengasumsikan bahwa peserta didik secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan lingkungan secara efektif. Peserta didik secara intrinsik termotivasi utnuk mneguasai lingkungan dan mengerjakan tugas-tugas secara berhasil agar menjadi puas. Demikian pula setiap orang secara genetik diprogram untuk menggali, menerima, berfikir, memanipulasi, dan mnegubah lingkungan secara efektif.
6. PENGUATAN
Penguatan merupakan peristiwa yang mempertahankan tau menemukan bahwa perilaku seseorang dapat dibentuk kurang lebih sama melalui penerapan penguatan positif atau negatif. Penggunaan hasil karya peserta didik, pujian, penghargaan sosial, dan perhatian, dinyatakan sebagai variabel yang sangat penting di dalam perancangan pembelajaran.
D. TEORI-TEORI MOTIVASI
1. TEORI BELAJAR BEHAVIORAL
Konsep motivasi erat berhubungan dengan suatu prinsip bahwa perilaku yang diperkuat di masa lalu adalah lebih mungkin diulangi lagi dibandingkan dengan perilaku yang tidak diperkuat atau di hukum. Para pakar behaviorisme menyatakan bahwa tidak perlu memisahkan teori belajar dengan motivasi, karena motivasi merupakan produk dari sejarah penguatan. Peserta didik diperkuat untuk belajar akan termotivasi untuk belajar, namun bagi peserta didik yang tidak mendapatkan penguatan dalam belajar maka anak itu tidak termotivasi untuk belajar. Demikian pula peserta didik yang memperoleh hukuman pada waktu belajar, misalnya dicemooh oleh teman-temannya padawaktu belajar, akan termotivasi untuk tidak belajar.
2. TEORI KEBUTUHAN MANUSIA
Abraham Maslow merupakan pakar teori kebutuhan manusia yang menjelaskan konsep motivasi untuk memenuhi kebutuhan. Banyak kebutuhan dasar yang semuanya harus dipenuhi, seperti makan, rasa aman, cinta dan perawatan harga diri yang positif. Setiap anak berbeda kepentingananya di dalam memenuhi kebutuhannya. Beberapa anak ada yang lebih membutuhkan rasa afeksi dan perhatian, sementara yang lain memiliki kebutuhan psikologis dan keamanan. Banyak anak mempunyai kebutuhan yang berbeda pada waktu yang berbeda pula.
3. TEORI DISONANSI
Teori disonansi menyatakan bahwa kebutuhan untuk mempertahankan citra diri yang positif merupakan motivator yang sangat kuat. Kebanyakan perilaku anak di arahkan pada upaa pemenuhan sntandar personalnya. Misalnya anak memiliki kenyakinan bahwa dirina adalah
seorang anak yang baik dan jujur, maka anak itu akan berperilaku baim dan jujur walaupun tidak ada anak lain yang melihatnya.
Fenomena ini merupakan kondisi dimana anak sellau berkeinginan untuk mempertahankan citra diri yang positif. Demikian pula apabila anak itu memiliki keyakinan bahwa dia adalah anak yang mampu dan cerdas, maka anak itu akan memenuhi dengan cara berperilaku yang intelegen.
4. TEORI KEPRIBADIAN
Istilah motivasi umumnya digunakan untuk menggambarkan suatu dorongan kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Anak akan termotivasi untuk makan manakala dia tidak makan dalam waktu tertentu.
Penggunaan konsep motivasi itu ditujukan untuk menggambarkan kecenderungan umum yang mendorong ke arah tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, motivasi sering kali dipandang sebagai karakteristik kepribadian yang relatif stabil. Banyak anak yang termotivasi untuk berprestasi, dan banyak pula yang termotivasi untuk bersosialisasi dengan anak lain.demikian pula anak mengekspresikan motivasinya dengan berbagai cara. Motivasi sebagai karakteristik kepribadian yang stabil merupakan konsep yang berbeda dengan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu pula.
5. TEORI ATRIBUSI
Teori atribusi pada dasarnya menjelaskan empat hal tentang keberhasilan dan kegagalan dalam situasi berprestasi, yaitu: kemampuan, usaha, kesulitas tugas, dan keberuntungan. Atribusi kemampuan dan usaha berasal dari dalam individu, atribusi kesulitan tugas dan keberuntungan berasal dari luar individu. Kemampuan bersifat relatif stabil, tidak berubah, dan usaha dapat berubah. Secara sama, kesulitan tugas bersifat stabil, sementara itu keberuntungan bersifat tidak stabil dan tidak dapat diprediksikan.
6. TEORI HARAPAN
Aspek penting dalam teori harapan adalah bahwa situasi dan kondisi tertentu, probabilitas keberhasilan yang sangat tinggi akan dapat menjadi pengganggu motivasi.
Teori harapan ini implikasinya penting bagi pendidikan, yaitu tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik hendaknya tidak terlalu mudah ataupun terlalu sukar. Demikian pula tidak memberikan saran bahwa pertanyaan yang disajikan dalam ujian memiliki tingkat kesulitan rendah atau hanya dapat dijawab oleh separoh peserta didik. Ini karena soal-soal ujian itu biasanya tidak memerlukan usaha keras, namun memerlukan pengetahuan yang telah diperileh sebelumnya.
7. TEORI MOTIVASI BERPRESTASI
Salah satu teori motivasi yang penting dalam psikologi adalah motivasi berprestasi karena kecenderungan untuk mencapai keberhasilan atau tujuan dan melakukan kegiatan yang mengarah
pada kesuksesan atau kegagalan. Peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi, mereka cenderung memilih partner belajar yang cakap dalam mengerjakan tugas. Sebaliknya, peserta didik yang mempunyai motivasi berafiliasi merupakan kebutuhan yang diekspresikan untuk mencintai dan menerima lebih menyukai memilih partner kerja berdasarkan pada persahabatan.
Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk memperoleh keberhasilan dan berpartisipasi katif di dalam suatu kegiatan. Keberhasilan yang di capai dipandang sebagai buah dari usaha dan kemampuan personal yang dicurahkan dalam mengerjakan tugas.
E. STRATEGI MOTIVASI BELAJAR
Pembelajaran hendaknya mampu meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik sebanyak mungkin. Hak ini berarti bahwa pendidik harus mampu menarik minat dan meningkatkan hasrat ingin tahu peserta didik terhadap materi yang di sajikan. Untuk mencapai kearah itu ada beberapa cara yang dapat dilakukan pendidik dalam meningkatkan motivasi instrinsik peserta didik.
1. Membangkitkan minat belajar
Pengaitan pembelajaran dengan minat peserta didik adalah sangat penting, dan karena itu tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Demikian pula tujuan pembelajaran yang penting membangkitkan hasrat ingin tahu peserta didik mengenai pelajaran yang akand atang, dan karena itu pembelajaran akan mampu meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran yang disajikan oleh pendidik. Cara lain yang dapat dilakukan adalah memberikan pilihan kepada peserta didik tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari dan cara-cara mempelajarinya.
2. Mendorong rasa ingin tahu
Pendidik yang terampil akan mampu menggunakan cara untuk membangkitkan dan memelihara rasa ingin tahu peserta didik di dalam kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran studi kasus, diskonveri, inkuiri, diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk membangkitkan hasrat ingin tahu peserta didik.
3. Menggunakan variasi metode penyajian yang menarik
Motivasi intrinsik untuk belajar sesuatu dapat ditingkatkan melalui penggunaan materi pembelajaran yang menarik, dan juga penggunaan variasi metode penyajian.
4. Membantu peserta didik dalam merumuskan tujuan belajar
Prinsip yang mendasar dari motivasi adalah anak akan belajar keras untuk mencapai tujuan apabila tujuan itu dirumuskan atau ditetapkan oleh dirinya sendiri, dan bukan dirumuskan atau di tetapkan oleh orang lain.
Oleh karena itu pendidik hendaknya mendorong dan membantu peserta didik agar merumuskan dan mencapai tujuan belajarnya sendiri. Cara lain yang dapat dilakukan adalah apabila pendidik yang merumuskan tujuan pembelajaran, maka sampaikan tujuan pembelajaran itu kepada peserta didik agar mereka merasa memiliki tujuan pembelajaran tersebut.
PENUTUP
1 . KESIMPULAN
Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam belajar. Begitu banyaknya peran morivasi tersebut, banyak para ahli yang membahas bagaimana motivasi tersebut muncul, bagaimana dapat mengembangkan motivasi, apakah macam-macam motivasi tersebut menentukan prestasi yang di capai anak dan bagaimana pendidik dalam memberikan penghargaan hingga dapat meningkatkan motivasi tersebut.
Motivasi adalah penting, bahkan tanpa kesepakatan tertentu mengenai definisi konsep tersebut. Apabila terdapayt dua anak yang memiliki kemampuan sama dan pemberian peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan, kinerja dan hasil yang di capai oleh anak yang termativasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Prinsip yang mendasar dari motivasi adalah anak akan belajar keras untuk mencapai tujuan apabila tujuan itu dirumuskan atau ditetapkan oleh dirinya sendiri, dan bukan dirumuskan atau di tetapkan oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Rajawali Pers, 1992 ) h. 73
Dr. Achmad Rifa’i RC. M.Pd, dkk, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Universitas Negeri Semarang Press, 2009)
PSI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala karunia yang
diberikan,Alhamdulillah akhirnya makalah ini Hadits Tarbawi yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Kurikulum Pai di Madrasah”,sebagai tugas tersetruktur
dapat terselesaikan tanpa suatu halangan apapun.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr. H. Rahmat Raharjo, M,
Ag .selaku dosen pengampu mata kuliah “Pengembangan Kurikulum PAI di
Madrasah” atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan,serta tak
lupa pula kepada teman teman mahasiswa kelas G Semester V (lima) Prodi
PAI atas kerja sama yang telah diberikan,dan semua pihak yang tidak dapat
kami sebut satu persatu.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,maka dari itu
kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun,sebagai bahan
masukan dalam penyusunan makalah dan tugas tugas kami selanjutnya.
Harapan kami,sbsp;
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan program pendidikan bukan program pengajaran,
yaitu program yang direncanakan , diprogramkan dan dirancangkan yang
berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang berasal dari
waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bahan
tersebut direncanakan secara sistematik, artinya direncanakan dengan
memperhatikan keterlibatan berbagai faktor pendidikan secara harmonis.
Berbagai bahan ajar yang dirancang tersebut harus sesuai dengan Pancasila,
UUD 1945, GBHN, UU Sisdiknas, PP No.27 dan 30, adat istiadat dan
sebagainya. Program tersebut akan dijadikan pedoman bagi tenaga pendidik
maupun peserta didik dalam pelaksanaan proses pembelajaran agar dapat
mencapai cita-cita yang diharapkan sesuai dengan tertera pada tujuan
pendidikan1[1].
Didalam Pendidikan islam bukanlah sekedar untuk menjadikan
pendidikan agama islam sebagai “cagar budaya” dengan mempertahankan
paham-paham keagamaan tertentu, tetapi dengan agent of change, tanpa
kehilangan jati diri keislamannya. Dengan demikian, pendidikan islam akan
respontif terhadap tuntunan masa depan, yaitu bukan hanya mendidik
siswanya menjadi manusia yang soleh, tetapi juga produktif.
Madrasah adalah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas islam,
banyak menarik perhatian berkenan dengan cita-cita Pendidikan Nasional.
Namun sebagai pendatang baru dalam system pendidikan nasional relative
menghadapi berbagai kendala dalam hal mutu, manajemen dan
kurikulumnya.2[2]
1
2
Pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama,
menggunakan kurikulum yang belum terstandar, memiliki struktur yang
tidak seragam dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh
pemerintah. Hal tersebut tentu harus mendapat perhatian khusus agar
madrasah menjadi lebih maju dan bisa setara dengan sekolah umum
sehingga dari lulusan anak-anak madrasah bisa mengembangkan bakat dan
minat yang dimilikinya dan tidak kalah bersaing dalam pendidikan yang
umum apalagi pendidikan agama. Dalam pengembangan kurikulum dapat
kita jadikan titik tolak dan titik sampai, sehingga dengan seperti itu
pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu
seperti penemuan teori belajara yang baru dan perubahan tuntutan
masyarakat terhadap fungsi madrasah.3[3]
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana modernisasi kurikulum PAI di madrasah
b. Bagaiman kurikulum PAI madrasah pada masa awal pertumbuhan
c. Bagaimana kurikulum PAI di madrasah masa SKB 3 mentri
d. Bagaiman kurikulum PAI pasca UU No. 20 tahun 2003
Bagaimana kurikulum PAI di madrasah masa SKB 3 mentri d. Bagaiman kurikulum PAI pasca UU No. 20 tahun 2003
e. Bagaimana kurikulum PAI pasca UU No. 2 tahun 1989 dan ideologi
pendidikan.
C. Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui perkembangan modernisasi kurikulum PAI di madrasah
b. Untuk mengetahui kurikulum PAI madrasah pada masa awal pertumbuhan
3
c. Untuk mengetahui kurikulum PAI di madrasah masa SKB 3 mentri
d. Untuk mengetahui kurikulum PAI pasca UU No. 20 tahun 2003
e. Untuk mengetahui kurikulum PAI pasca UU No. 2 tahun 1989 dan ideologi
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Modernisasi Kurikulum PAI di madrasah
Sebagaimana ketentuan PPNo.19/2005 tentang standar Nasional
Pendidikan (SNP), Pengembanagan kurikulum yang dilakukan oleh
sekolah/madrasah dituntut mengacu pada SNP guna menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian,pendidikan yang dalam
pengembangannya terintegrasai dengan pendidikan karakter.4[4]
Dengan adanya ketentuan seperti diatas maka madrasah mengalami
pembaharuan yang berkembang di dunia islam dan kebangkitan nasional
bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk dalam
pelajaran madrasah. Buku-buku pelajaran agam mulai disusun sesuai
dengan tingkatan madrsah, sebagaimna halnya dengan buku-buku
pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan
kemudian lahirnya madrasah-madrasah yang mengikuti istem penjenjangan
dan bentuk-bentuk sekolah yang modern, seperti SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA.
Kurikulum madrasah dan sekolah sekolah agama, masih
mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan
presentase sangat jauh berbeda.5[5] Pada waktu pemerintah Republik
Indonesia dalam hal kementrian Agama mulai mengadakan pembianaan dan
pengembangan terhadap system pendidikan madrasah melalui Kementrian
Agama, merasa perlu menentukan kriteria pada madrasah. Kriteria yang
ditetapkan oleh Mentri Agama untuk Madrasah yang berbeda dalam
wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata
pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu.6[6] Selain pelajaran agama
4
5
6
dan Bahasa Arab, juga diajarkan ilmu pengetahuan umum yang bisa menjadi
sebagai bekal pada masyarakat nantinya.
B. Kurikulum PAI di madrasah pada awal pertumbuhan
Sistem pendidikan dan pengajaran islam, terutama pesantren masih
bersifat tradisional. Meskipun demikian, diakui bahwa tidak diragukan lagi
peran pesantren dalam mencerdaskan bangsa.7[7] Bagaimanapun juga
pesantrenlah satu-satunya lembaga yang pertama yang lahir dalam agama
islam. Disinilah umat islam bangsa Indonesia dapa menikmati pendidikan
disamping juga ia sangat berjasa dalam menumbuhkan semangat patritisme
dan nasionalsme yang pada gilirannya dapattercapai kemerdekaan yang
sudah sekian lamnya kita idamankan. Antara pendidikan pesantren dan
colonial memenglah sangat berbeda, baik dari segi system maupun materi
yang diberikannya.8[8]
Dari system umpamanya, terlihat sekali pendidikan colonial lebih
modern, baik dari segi klasikal yang diterapkan maupun fasilitas yang lebih
memungkinkan dalam proses pembelajaran yang sudah ditentukan dalam
kurikulumnya. Dengan kondisi yang seperti ini maka tidak akan melahirkan
jenjang pemisah yang cukup dalam, dan tampak sekali dalam aktifitas sosial
dan intlektual, golongan tersebut bergaul, berpakaan, berbicara, berfikir dan
masih banyak yang lainnya. Adanya hal tersebut melatar belakangi kelahiran
madrasah yang baik mengenai system atau materi mengenai system lama
dipesantren.9[9] System pendidikan pondok pesantren ini masih sama
seperti system pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan
dalam waktu yang lebih lama. Dipondik pesantren, murid-murid besar dan
kecil duduk melingkar (halakah) mengelilingi pak kyai. Mereka menerima
7
8
9
pelajaran yang sama. Tiada dirancangkan sebuahkrikulum tertentu
berdasarkan umur, lama belajar atau tingkat pengetahuan.10[10]
Sitem pendidikan agama islam mengalami perubahan sejalan dengan
perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan Indonesia. Sejalan dengan itu
pemerintahan mulai mengenalkan system pendidikan formal yang lebih
sistemastis dan teratur yang mulai menarik kaum muslimin untuk
memasukinya. Oleh karena itu sitem pendidikan di masjid dipandang sudah
tidak memadai lagi dan perlu ada perbaharuan dan pensempurnaan.
Dengan adanya kaum muslimin yang membawa pikiran baruislam ke
Indonesia dan dalam usaha untuk mengejar ketinggalan di bidang
pendidikan dan pengajaran agama islam di Indonesia mengalami perubahan.
Dalam hal ini bahwa keterangan diatas mempunyai tujuan agar anak-
anak dapat membaca AL-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok ajaran islam
yang perlu dilaksanakan setiap harinya. Demikianlahsistem pondok
pesantren yang yang tumbuh dan berkembang dimana-mana yang ternyata
mempunyai peran yang sangat penting dalam mempertahankan eksistensi
umat islam dari serangan dan penindasan fisik mental dari kau penjajahan
beberapa abad lamanya. Dan dengan demikian pondok pesantrenlah yang
mendarasi dari pada tumbuhnya madrasah, sehingga sampai saat ini
madrasah mampu menyetarakan kurikulumnya dengan pendidikan yang
umum dan mempunyai kelulusan yang sama dengan sekolahan dasar.
C. Kurikulum PAI di madrasah masa SKB 3 mentri
Dengan diterbitkanya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan dilembaga-lembaga pendidikan islam, SKB 3
Menteri ini dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan
ketertinggalan pendidikan islam untuk memasuki mainstream pendidikan
nasional, kebijakan ini menjadikan madrasah setara dan sederajat dengan
sekolah umum lainya. Guna memenuhi tuntutan SKB 3 Menteri pelu
diadakan pembinaan serta pembaharuan kurikulum secara menyeluruh,
10
untuk itu telah diadakan berbagai usaha, penyusunan metode mengajar,
standarisasi buku-buku madrasah dan alat-alat pelajaran.
Usaha tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang
Depatemen Agama saja, melainkan tugas pemerintah secara keseluruan
bersama masyarakat.11[11]
Pada tahun 1975, dikeluarkan surat keputusan bersama (SKB) 3 Mentri
antara mentri dalam negri, mentri agama dan mentri pendidikan dan
kebudayaan, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Hal ini
dilatarbelakangi bahwa siswa siswa madrasah sebagaimana tiap-tiap warga
Negara berhak memperoleh kesempatan yanag sama untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran
yang sama, sehingga lulusan madrasah, yang menghendaki melanjutkan
atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi.
Menurut SKB 3 Mentri tersebut yang dimaksud dengan madrasah ialah
lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai
mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping
mata pelajarn umum. Sementara itu madrasah mencakup tiga tingkatan,
yaitu
a. Madrasah ibtidaiyah, setingkat dengan SD
b. Madrasah Tsanawiyah, setingkat SMP
c. Madrasah Aliyah, setingkat SMA
Dibawah ini akan dikemukakan langkah-langkah pokok pengembangan,
strategi penyusunan dan susunan kurikulum madrasah.12[12]
1. Langkah – langkah pokok.
Langkah-langkah pokok yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum
madrasah adalah:
a. Perumusan tujuan-tujuan insttusional.
b. Penentuan struktur program kurikulum.
11
12
c. Penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masing-masing dari
setiap bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksionaldan identifikasi
pokok-pokok bahan yang dijadikan program pengajaran.
d. Penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran, program penilaian, program
bimbingan dan penyuluhan, program administrasi serta supervisi.
Langkah-langkah tersebut diatas telah mendasari sifat-sifat dalam rangka
pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan sesuai
dengan system pendidikan nasional.
Masalah-masalah pokok yang dihadapi dalam pengembangan dan
pembinaan kurikulum madrasah secara nasional agar madrasah dapat
menjalankan SKB 3 Menteri dan mencapai cita-cita agama islam dalam
pembentukan insan yang berkepribadian muslim, yang antara lain perlu kita
perhatikan adalah tentang bidang studi apa yang akan disampaikan didalam
suatu madrasah.13[13]
2. Strategi penyusunan kurikulum
Di dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri
digunakan dua macam cara/strategi, yaitu strategiumum dan khusus sebagai
dasar pikiran dan rasional.14[14]
a. Srategi umum.
Gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam pengembangan dan
pembaharuan kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi seorang muslim warga
Negara yang baik, sanggup menyesuiakan diri dengan didalam masyarakat,
bertanggungjawab, memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan
umum agar anak didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini
merupakan salah satu yang dapat menunujukan cirri khas antara warga
Negara yang memperoleh pendidikan di madrasah.
Gagasan pokok diatas membawa akibat adanya klasifikasi aspek-aspek pada
pendidikan di madrasah:
1. Aspek-aspek pendidikan dasar/umum
13
14
Aspek ini dimaksudkan untuk membina sebagai muslim warga Negara
yang baik, sesuia dengan pedoman dan pengamalan pancasila, serta agar
memiliki kecakapan, keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sesuai
dengan tingkat pendidikanya.
2. Aspek-aspek pendidikan khusus
Aspek ini dimaksudkan agar siswa sebagai muslim warga Negara yang baik,
bertakwa kepada Allah dan mengamalkan ajaran agamanya secara teguh
agar tercapai kebahagiaan dunia dan akherat.
b. Srategi Khusus, dasar pikiran dan rasionalnya
1. Sebagai konsekuansi dari pembinaan system pendidikan nasional dan
pelaksanaan SKB 3 Menteri serta tuntunan kualifikasi dari lulusan madrasah
dalam rangka peningkatan mutu, diperlukan pembinaan sarana dan
perlengkapan, termasuk diantaranya struktur kurikulum dan tenaga pengajar
sebagai personal pelaksanaanya.
Kurikulum madrasah perlu diorientasikan kepada kepentingan pembinaan
dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
2. Kegiatan belajar yang dikehendaki sekarang bukanlah sekedar menekankan
pencapaian kemampuan teoritis, melainkan pengetahuan, kecerdasan,
keterampilan,sikap dan nilai-nilai yang keseluruhanya tampak dalam bentuk
perubahan tingkah laku anak didik. Dengan demikian madrasah perlu
menyediakan rangkaian pengalaman belajar.
3. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ialah bagaimana caranya agar
pengetahuan yang diberikan di madrasah agar mencapaimaksud SKB 3
mentri tanpa mengurangi mutu pendidikan agama, yang akan menjadikan
anak didik sebagi muslim warga Negara yang baik, sehat jasmani dan rohani
serta tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam rangka merealisasikan SKB 3 mentri tersebut, maka pada tahun
1976 Departemen agama mengeluarkan Kurikulum sebagai standar untuk
dijadikan acuan oleh madrasah, baik untuk MI, MTs, maupun Madrasah
Aliyah. Kurikulum yang dikeluarkan tersebut, juga dilengkapi dengan:
a. Pedoman dan aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada
madrasah, sesuai dengan aturan yang berlaku pada sekolah-sekolahan
umum.
b. Deskripsi berbagai kegiatan dan metode penyampaian program untuk
setiap bidang studi baik untuk bidang studi agama,maupun bidang studi
pengetahuan umum.
Dengan diberlakukannya kurikulum standara yang menjadi acuan, maka
berarti telah terjadi keseragaman madrasah dalam bidang studi agama, baik
kualitas maupun kuantitasnya, kemudian adanya pengakuan persamaan
yang sepenuhnya anyara madrasah dengan sekolah-sekolah umum yang
setaraf, serta madrasah akan mapu berperan sebagai lembaga pendidikan
yang memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu
berpacu dengan sekolah-sekolah umum dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Adapun SKB 3 mentri tersebut menetapkan:
a. Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah
umum yang setingkat
b. Lulusan madrasah dapat melanjutkan kesekolah umum setingkat lebih atas
c. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Untuk pengelolaan madrasah dan pembinaan pendidikan agama menurut
SKB 3 mentri ini, dilakukan oleh mentri agama, sedangkan pembinaan dan
pengawasan mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh mentri
pendidikan dan kebudayaan, bersama-sama mentri agama dan mentri dalam
negri.15[15]
Adanya SKB 3 Menteri tersebut bukan berarti bebanyang dipikul madrasah
akan bertambah ringan, akan tetapi justru sebaliknya menjadi sebaliknya
menjadi semakin berat. Masalahnya, disatu pihak ia harus dituntut mampu
memperbaiki mutu pendidikan umum sehingga setaraf dengan standar yang
15
berlaku di sekolah umum, di lain pihak ia harus tetap menjaga agar mutu
pendidikan agama tetap baik sebagai cirri khususnya. Maka untuk mencapai
tujuan tersebut, sudah barang tentu harus diadakan peninjauan kembali
terhadap kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, system evaluasi dan
peningkatan mutu pengajaran melalui penataran. Secara kauntitatif alokasi
waktu nominal yang disediakan pada sekolahan imum, sejalan dan sejiwa
dengan isi dari SKB 3 Menteri. Karenanya Departemen Agama tidak perlu
menyusun sendiri kurikulum mata pelajaran umum untuk madrasah, tetapi
dapat menggunakan kurikulum dan materi pelajaran umum yang sudah
diberlakukannya disekolah umum.
Akan tetapi tampaknya, tidak semua madrasah dapat mengadaptasikan
dirinya dengan SKB 3 Menteri tersebut. Masih ada sebagian madrasah yang
tetap mempertahankan pola lamanya, sebagian agama murni, yaitu semata-
mata memberikan pendidikan dan pengajaran agama. Masyarakat
tampaknya masih cenderung tetap mempertahankan adanya madrasah-
madrasah diniyah tersebut, dengan maksud untuk memberikan kesempatan
pada murid-murid disekolah-sekolah umum yang ingin memperdalam ilmu
pengetahuan agama. Umumnya madrasah-madrasah diniyah ini masih tetap
dipertahkan dalam lingkungan pondok pesantren auatu masjid.
Madrasah diniyah dimaksud terdiri dari tiga jenjang auatu dibagi menjadi
tiga tingkatan,yaitu:
a. Madrash Diniyah Awaliyah
b. Madrasah Diniyah Wustho
c. Madrasah diniyah Aliyah
D. KURIKULUM PAI DI MADRASAH PASCA UU No. 2/1989 dan UU No
20/2003
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan,isi,dan bahan pelajaran, serta cara yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan.16[16] Pada sekolah menengah atas, kurikulum PAI mempunyai
kedudukan yang setrategis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
sejajar dengan mata pelajaran lainnya. Sejalan dengan tujuan ini, maka
semua mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik di sekolah harus
mengandung muatan pendidikan akhlak yang harus diperhatikan oleh setipa
guru.17[17]
Muatan pendidikan akhlak yang harus diperhatikan setiap guru dalam
pembelajaran merupakan wujud pengembangan potensi beragama peserta
didik sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang pada hakikatnya telah
dimiliki oleh setipa peserta didik yang disebut fitrah.
Tugas guru PAI dalam mengembangkan kurikulum adalah
mrngembangkan fitrah agar menjadi kemampuan actual, dan
mengarahkannya untu kebaikan, sehingga peserta didik dapat mencapai
kesempurnaan dengan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang
sesungguhnya.18[18] Dengan demikian tugas guru PAI Dalampembelajaran
ADAlah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan
pengalaman peserta didik akan ajaran agam islam agar menjadi manausia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,berakhlak mulia, cakap,kretif,
mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dilihat dari aspek taksonomi, maka pengembangan kurikulum PAI yang
ingin dicapai dapat diformulasikan secara komperhensif yang meliputi aspek
normative,kognitif, afektif, dan psikomotorik yang integrative dan tidakdapat
dipisahkan aspek peraspek, sehingga dapat melahirkan muslim paripurna,
yaitu muslim yang saleh secara pribadi dan soleh secara sosial. Tujuan
lainnya adalahmenjadikan peserta didik yang mempunyai akhlak yang
16
17
18
karimah dengan jiwa demokratis,toleran, dan pluralis dalam kehidupan
sehari-hari.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya
demokrasi, disentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asai manusia,
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.19[19]
Dengan adanya hal seperti itu maka munculah pembaharuan system
pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, terwujudnya
system pendidikan sebagai penatasosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan produktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut,
pendidikan nasional mempunyai misi sebagi berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
utuh sejak usia dini sampai hayat dalam rangkan mewujudkan masyarakat
belajar.
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabel lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap,
dan nilai berdasrkan standar nasional dan global
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan
pendidikan berdasarkanprinsip otomi dalam konteks Negara kesatuan
republik Indonesia.
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
19
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap,kretif, mandiri, dan menjadi
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.20[20]
Strategi pembangunan Pendidikan Nasioanal dalamUndang-undang ini
meliputi:
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan21[21]
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6. Penyediaan sarana yang mendidik
7. Pembiayaan pendidikkan yang sesuai prinsip pemerataan dan berkeadilan
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9. Pelaksanaan wajib belajar Sembilan tahun
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11. Pemberdayaan peran masyarakat
12. Pusat pmbudayaan dan pembangunan masyarakat
13. Pelaksanaan pengawasan dalam system pendidikan nasional
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah
adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk
20
21
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Tingkat Satuan Pendidikan di Madrasah ada tiga tingkat yaitu: Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Mata pelajaran
Pendidikan agama Islam (PAI) di Madrasah terdiri atas empat, yaitu: Al-
Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh, Tarikh (Sejarah) Kebudayaan Islam.
1. Pengertian tiap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Madrasah
a. Madrasah Ibtidaiyah.
1) Al-Qur’an-Hadits Al-Qur’an-Hadits adalah mata pelajaran PAI yang
menekankan pada kemampuan membaca dan menulis al-Qur’an dan hadits
dengan benar, serta hafalan terhadap surat-surat pendek dalam al-Qur’an,
pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek
tersebut dan hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.
2) Akidah-Akhlak Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang mempelajari
tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan
terhadap al-asma’ al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan
pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui
pemberian contoh-contoh perilaku dan cara mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Fiqih Mata pelajaran Fiqih adalah mata pelajaran PAI yang mempelajari
tentang fiqih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman
tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam
kehidupan sehari-hari, serta fiqh muamalah yang menyangkut pengenalan
dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan
minuman yang halal dan haram, khitan, qurban, serta tata cara pelaksanaan
jual beli dan pinjam meminjam.
4) Sejarah Kebudayaan Islam Sejarah Kebudayaan Islam adalah mata
pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam
sejarah Islam di masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam,
sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sampai masa
Khulafaurrasyidin.
b. Madrasah Tsanawiyah.
1) Al-Qur'an-Hadis Mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis MTs ini merupakan
kelanjutan dan kesinambungan dengan mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis pada
jenjang MI dan MA, terutama pada penekanan kemampuan membaca al-
Qur'an-hadis, pemahaman surat-surat pendek, dan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
2) Akidah-Akhlak Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang merupakan
peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik
di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar. Peningkatan tersebut dilakukan
dengan cara mempelajari tentang rukun iman mulai dari iman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, sampai
iman kepada Qada dan Qadar yang dibuktikan dengan dalil-dalil naqli dan
aqli, serta pemahaman dan penghayatan terhadap al-asma’ al-husna dengan
menunjukkan ciri-ciri/tanda-tanda perilaku seseorang dalam realitas
kehidupan individu dan sosial serta pengamalan akhlak terpuji dan
menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
3) Fikih Fikih adalah mata pelajaran yang memahami tentang pokok-pokok
hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikankan dalam
kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat
Islam secara kaaffah (sempurna).
4) Sejarah Kebudayaan Islam Sejarah Kebudayaan Islam adalah mata
pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam
sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam
pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah,
Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia.
c. Madrasah Aliyah.
1) Al-Qur'an-Hadis Mata pelajaran Al-Quran Hadis di Madrasah Aliyah adalah
salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan
peningkatan dari Al-Quran Hadis yang telah dipelajari oleh peserta didik di
MTs/ SMP
2) Akidah-Akhlak Mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah adalah
salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan
peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik
di Madrasah Tsanawiyah/ SMP
3) Fikih Mata pelajaran Fikih adalah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
yang merupakan peningkatan dari fikih yang telah dipelajari oleh peserta
didik di MTs/ SMP.
4) Sejarah Kebudayaan Islam Sejarah Kebudayaan Islam mata pelajaran yang
menelaah tentang sal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/ peradaban
Islam di masa lampau, mulai dari dakwah Nabi Muhammad pada periode
Makkah dan periode Madinah, kepemimpinan umat setelah Rasulullah SAW
wafat, sampai perkembangan Islam periode klasik (zaman keemasan) pada
tahun 650 M - 1250 M, abad pertengahan/ zaman kemunduran (1250 M –
1800 M), dan masa modern/ zaman kebangkitan (1800 – sekarang), serta
perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia.
2. Tujuan tiap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah
1. Madrasah Ibtidaiyah
1) Al-Qur’an-Hadits:
a) Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca,
menulis, membiasakan, dan menggemari membaca al-Qur’an dan Hadits;
b) Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-
ayat al-Qur’an-Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan;
c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman
pada isi kandungan ayat al-Qur’an dan al-Hadits.
2) Akidah-Akhlak
1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah
SWT.
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari
akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu
maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam.
3) Fiqih
1) Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang
menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman
hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan
baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama
Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia
itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan
dengan lingkungannya.
4) Sejarah Kebudayaan Islam
1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari
landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh
Rasulullah saw dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban
Islam.
2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat
yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa
depan
3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara
benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat
2. Madrasah Tsanawiyah.
a) Al-Qur'an-Hadis
1) Meningkatkan kecintaan siswa terhadap al-Qur'an dan hadis.
2) Membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis
sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.
3) Meningkatkan kekhusyukan siswa dalam beribadah terlebih salat, dengan
menerapkan hukum bacaan tajwid serta isi kandungan surat/ayat dalam
surat-surat pendek yang mereka baca.
b) Akidah-Akhlak
1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT;
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari
akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu
maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.
c) Fiqih
1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur
ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah yang
diatur dalam fikih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama yang
diatur dalam fikih muamalah.
2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial
E. KRIKULUM PAI PASCA UU No.2 TAHUN 1989 dan IDEOLOGI
PENDIDIKAN
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuainya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai denga jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan.22[22]
22
Setelah lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berbeda dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang
ini mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika pada
Undang-undang pendidikan Nasional bdertumpu pada sekolah, maka dalam
UUSBN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah,
serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik, pendidikan professional,
pendidikan kejuruan dan pendidikan agama.23[23]
Undang-undang No.2 tahun 1989 tersebut memuat 20 bab, 59 pasal yang
secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta didik. Tenaga kependidikan,
sumberdaya kependidikan,kurikulum, pembelajaran, evaluasi supervise.
Berdasarkan undang undang tersebut, pendidikan di Indonesia dilaksanakan
secara semesta, menyeluruh, terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi
seluruh rakyat dan berlaku diseluruh wilayah Negara. Menyeluruh dalam arti
mencakup jalur, jenjang, dan jenispendidikan. Sedangkan terpadu berarti
berkaitan dengan pendidikan nasional dengan seluruh usaha pengembangan
nasional.
Diundangkannya UU No.2 tahun 1989 memberikan efek positif terhadap
pendidikan agama secara umum dan lembaga pendidikan madrasah
khususnya. Indikasi ini terlihat pasal 4 bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan erbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Dalam persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah
mengembangkan intlektual, moral, dan spiritual. Tentu dalam hal moral dan
spiritual pendidikan agam mempunyai peran yang setrategis.
23
BABIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam suatu negara bisa berkembang apabila pendidikan di dalam cukup baik, karana
pendidikan merupakan salah satu faktor penentu, dalam negara-negara maju yang pertama kali
mereka titik tekankan adalah bagaimana pendidikan itu berkembang, salah satu cara mereka
mengembangkan kurikulum, karna pendidikan bisa berkembang apanbila kurikulumnya itu baik
karena krikukulum meliputi rencana, tujuan, isi, organisasi, strategi dalam pendidikan.
Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan pada pendidikan
agama. Kurikulum PAI di Madrasah memiliki suatu hal yang lebih pokok yang memang
diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir
dari agama islam diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi
dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran
agama islam dalam aspek jasmani. Dan dengan adanya kurikulum madrasah diharapkan
menjadikan anak didik menjadi makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta
senatiasa mau mengamalkan apa yang telah diajarkan di dalam madrasah
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang System Pendidikan Nasional Golden Terayon Press, Jakarta:
Golden Terayon Press, 1994
Dr. Zakiah Daradjat, dkk, ILMU PENDIDIKAN ISLAM, Jakarta, Bumi Aksara,
2008.
Pro. Dr. H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, M. Ag, Jakarta: Kencana, 2011, Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1998.
Prof. Drs. H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Rineka Cipta,2004.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan di Indonesia Dari
Zamaan Kezaman: balai Pustaka, 1986
Prof. Dr. Suwito, Ma, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media,
2005.
Dr. H Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganya, Jakarta: Logo
wacana Ilmu, 1999
Martunus, A. Aziz, laporan Loka karya Pelaksanaan SKB 3 Menteri, Jakarta:
Balit Bank Agama Depag RI, 1978/1979
Dr. Hasan Basri, M.Ag. Ilmu pendidikan Islam (Jilid II), Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Prof. H. M. Arifin, M.Ad. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Depag RI. Sejarah Perkembangan Madrasah. Bagian Proyek Peningkatan Madrasah Aliah.
1999/2000.
Drs.Hasbullah,OpCit,
Undang-Undang System Pendidikan Nasional (Jakarta: Golden Terayon Press,
1994)
Ibid
UU SISDIKNAS,Redaksi sinargrafika,Jakarta:2009
Memahami paradigm baru pendidikan nasional dalam UU.SISDIKNAS.Jakarta,
2003, hlm.67
Zuhairini,sejarah pendidikan islam,Jakarta
Dr. Zakiah Daradjat, dkk, ILMU PENDIDIKAN ISLAM, Jakarta, Bumi Aksara,
2008.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH DINIYAH PADA MASA REFORMASI
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Era Reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia memberikan angin segar bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, setelah sebelumnya pada masa orde baru program-program pendidikan yang ditargetkan telah gagal. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi Nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Mencermati realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan. Salah satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi pendidikan Islam di zaman orde reformasi adalah hasil amandemen ke-4 pasal 31 UUD 1945 dan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta
diberlakukannya PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dengan demikian eksistensi pendidikan Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah Madrasah Diniyah di Indonesia? 2. Bagaimana klasifikasi madrasah diniyah ? 3. Bagaimana dasar pemikiran kebijakan pendidikan Islam di Madarsah Diniyah pada masa reformasi? 4. Bagaimana kebijakan Pendidikan Islam di Madrasah Diniyah pada masa reformasi? 5. Bagaimana Civil Effect dari kebijakan pendidikan Islam di madarsah diniyah? 6. Bagaimana tantangan Madrasah Diniyah kedepan?
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Madrasah Diniyah
Madrasah di dunia Islam merupakan tahapan ketiga dari perkembangan lembaga pendidikan. Bosworth dan kawan-kawan menjelaskan bahwa masjid merupakan tahapan pertama lembaga pendidikan Islam.. masjid tidak hanya berfungsi sebagai pusat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Madrasah tumbuh di Indonesia pada permulaan abad keduapuluh, pada masa merosotnya perkembangan sistem pendidikan madrasah di dunia islam, sementara itu dunia islam sendiri berinteraksi secara aktif dengan dunia barat dengan rasa sebagai negeri jajahan yang subordinate dank arena itu berkecendrungan meniru.
Keadaan ini telah mendorong upaya perencanaan lembaga pendidikan baru model barat disatu pihak dan upaya reformasi terhadap sistem pendidikan islam yang ada di pihak lain. Terlepas dari perbedaan karakteristik diatas, madrasah yang pertama didirikan di Indonesia adalah sekolah Adabiah. Madrasah ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 di padang, tapi kemudian pada tahun 1915 madrasah ini dirubah menjadi HIS Adabiah. Empat tahun sebelum sekolah adabiah didirikan, yaitu tahun 1905 sebenarnya di Surakarta telah didirikan madrasah manba’ul Ulum oleh Raden Hadipati sasro diningrat dan raden penghulu tafsirul anom, tetapi karena masih mengikuti sistem pendidikan pondok pesantren (tanpa kelas), madrasah tersebut tidak dikategorikan sebagai madrasah yang pertama didirikan di Indonesia. Baru pada tahun 1916, diterapkan sistem kelas pada madrasah tersebut yaitu I s.d kelas XI.
B. Klasifikasi Madrasah Diniyaha. Pendidikan Diniyah Formal
Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama islam pada jenjang pendidikan anak usia, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Pendidikan diniyah menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Selanjutnya, pada pasal 18 dalam 2 ayat diatur ketentuan tentang kurikulum pendidikan diniyah formal:
(1) kuikulum pendidikan diniyah dasar formal wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar dan
(2) kurikulum pendidikan diniyah menengah formal wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, serta seni dan budaya. Sebagai institusi yang disetarakan, maka pemerintah menetapkan ujian nasional dalam 2 ayah pasal19, yakni:
(1) Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukkan standar pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmuyang bersumber dari ajaran islam dan
(2) Ketentuan lebih lanjut lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan menteri agama dengan berpedoman kepada standar nasional pendidikan. Sedang program dan struktur kurikulum pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi diatur dalam 4 ayat ddalam pasal 20, yakni:
(1) pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi dan profesi berbentuk universitas, institut atau sekolah tinggi,
(2) kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan tinggi keagamaan islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia,
(3) mata kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks) dan
(4) pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
b. Pendidikan Diniyah Nonformal.
Pendidikan diniyah nonformal, dijelaskan secara detail pada pasal 21, 22, 23, 24 dan 25. Pada pasal 21 terdapat 3 ayat dijelaskan bentuk dan ijin operasionalnya, yakni:
(1) pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Qur’an, diniyah takmiliyah atau bentuk lain yang sejenis,
(2) pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan,
(3) pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor departemen agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan. Pada pasal 22 menjelaskan tentang pengajian kitab di jelaskan dalam 3 ayat:
(1) pengajian kitab diselenggarakan dalam rangka mendalami ajaran islam dan /atau menjadi ahli ilmu agama islam, (2) penyelenggaraan pengajian kitab dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang, dan
(3) pengajian kitab dilaksanakan dipondok pesantren, masjid, mushalla atau tempat lain yang memenuhi syarat. Pasal 23 menjelaskan tentang nama, kurikulum dan tempat penyelenggaraan majelis taklim: (1) majelis taklim atau nama lain yang sejenis bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia peserta didik serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta, (2) kurikulum majelis aklim bersifat terbuka dengan mengacu pada pemahaman terhadap Al-Qur’an dan hadits sebagai dasar untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia dan (3) majelis taklim dilaksanakan dimasjid, mushalla atau tempat lain yang memenuhi syarat.
Dalam pasal 24, dijelaskan tentang pendidikan Al-Qur’an dalam 6 ayat: (1) pendidikan Al-Qur’an bertujuan menngkatkan kemampuan peserta didik membaca, menulis, mamahami dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an. (2) pendidikan Al-Qur’an terdiri dari Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA), dan bentuk lain yang sejenis, (3) pendidikan Al-Qur’an dapat dilaksanakan secara berjenjang dan tidak berjenjang, (4) penyelenggaraan pendidikan Al-Qur’an dipusatkan di masjid, mushalla dan ditempat lain yang memenuhi syarat, (5) kurikulum pendidikan Al-Qur’an adalah membaca, menulis dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tajwid serta menghafal doa-doa utama dan (6) pendidik pada pendidikan Al-Qur’an minimal lulusan pendidikan diniyah menengah atas atau yang sederajat, dapat membaca Al-Qu’an dengan tartil dan menguasai teknik pengajaran Al-Quran. Selanjutnya, 5 ayat pada pasal 25 menjelaskan ketentuan tentang diniyah takmiliyah: (1) diniyah takmiliyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT, (2) penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang, (3) penyelenggaraan diniyah takmiliyah dilaksanakan di masjid, mushalla atau di tempat lain yang memenuhi syarat, (4) penamaan atas diniyah takmiliyah merupakan kewenangan penyelenggara dan (5) penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.
C. Dasar Pemikiran Dalam sejarahmadrasah lahir dari rahim pondok pesantren, dengan cirinya yang khusus berbasis pengetahuan agama. Tidak heran jika pada masa pemerintah kolonial, madrasah menjadi salah satu obyek yang terus diselidiki. Pada masa itu, hadirnya sekolah yang diusung dari rahim kolonialisme memang mampu merubah sistem pendidikan Indonesia kearah sistem pendidikan “ modern”, namun hal tersebut tidak mampu merubah madrasah sebagai fenomena budaya pendidikan
Indonesia. Hal ini terlihat dengan eksisnya pendidikan madrasah sampai sekarang,yang bahkan secara kualitas dan kuantitas mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum.
Fenomena tersebut patut direnungkan bersama, bahwa keberadaan pendidikan agama adalah suatu yang menjadi identitas kependidikan bangsa. Namun demikian, seiring dengan laju perkembangan zaman, madrasahpun tak mungkin lagi menghindar dari tantangan. Dunia industri yang telah merubah tuntutan kebutuhan masyarakat akan dunia pendidikan, mau tidak mau memaksa para praktisi pendidikan madrasah untuk merumuskan ulang tentang konsep pendidikan yang selama ini dilaksanakan. Ditambah lagi munculnya model-model pendidikan baru, yang mau tidak mau menjadi pesaing yang cukup berat bagi madrasah. Hanya terpaku pada sistem lama, pelan tapi pasti madrasah akan kehilangan peminat. Pada titik ini sudah semestinya para praktisi harus membuat perumusan ulang, untuk lebih menonjolkan kekhasan madrasah diniyah dari model pendidikan lain. Alasan inilah yang mendasari pemikiran untuk merumuskan format ideal kurikulum madrasah diniyah dalam perspektif sistem pendidikan nasional, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan madrasah diniyah seiring dengan perkembangan dan tuntutan sistem perundang-undangan, yakni : UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ,dan PP No. 55Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Disahkan dan diundangkannya ketiga ketentuan tersebut sungguh telah menjadi madrasah diniyah harus segera melakukan reformulasi, dalam banyak hal, khususnya kurikulum. D. Substansi Kebijakan Madrasah Diniyah Pada masa reformasi, eksistensi madrasah diniyah diakui dan menyemai eksistensi memburu sertifikasi kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kebijakan madrasah diniyah pada masa reformasi adalah tentang Pendidikan Agama (PA) dan pendidikan Keagamaan (PK), lihat PP No. 55 tahun 2007. Dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diatur pada pasal 30 yang terdiri dari (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur kurikulum. Pada pasal 30 dinyatakan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/ atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. (5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pada pasal 36 yang mengatur kurikulum, ditetapkan sebagai berikut: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. a. Kurikulum Madrasah Diniyah Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan acuan operasional yang standar untuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, apapun jenis, bentuk dan jenjang pendidikan, termasuk madrasah Diniyah.
Ruang lingkup SNP meliputi : Standar Isi, Proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. b. Kurikulum Madrasah Diniyah Berdasarkan PP Pendidikan Agama dan pendidikan Keagamaan Sebagai acuan opersional penyelenggaraan madrasah diniyah, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PP PA dan PK) yang disahkan 5 oktober 2007. Ketentuan tentang Madrasah diniyah dalam PP PA dan PK pasal 14 sampai pasal 20 adalah sebagai berikut: Pasal 14 (1) Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan Diniyah dan pesantren (2) Pendidikan diniyah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (3) Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal Pasal 15 Pendidikan diniyah Formal menyelenggarakan pendidikan pada ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pasal 16 (1) Pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri dari 3 tingkat (2)Pendidikan diniyah menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 tingkat (3)Penanaman satuan pendidikan diniyah dasar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan hak penyelenggara pendidikan yang bersangkutan Pasal 17 (1) Untuk dapat diterima sebagai peserta didik di madrasah diniyah pendidikan dasar, seorang harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun (2) Dalam hal daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka pendidikan yang berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar (3) Untuk dapat diterima sebagai peserta didik madrasah diniyah pendidikan menengah pertama, seorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat (4) Untuk dapat diterima sebagai peserta didik madrasah diniyah pendidikan menengah atas, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah menengah pertama atau yang sederajat. Pasal 18 (1) Kurikulum pendidikan diniyah dasar formal wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar (2) Kurikulum pendidikan diniyah menengah formal wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan seni dan budaya. Pasal 19 (1) Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam (2) Ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan menteri agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 (1) Pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokas, dan profesi berbentuk universitas, institute dan sekolah tinggi (2) Perguruan tinggi keagamaan Islam selain menekankan ilmu pembelajaran agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia (3) Mata kuliah dala program studi memiliki program wajib belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks) (4) Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
E. CIVIL EFFECT LULUSAN MADRASAH DINIYAH
Desain kurikulum institusi pendidikan , apapun jenis, bentuk dan jenjang pendidikan yang dikelola akan memiliki civil effect. Bagi lulusan. Kurikulum madrasah diniyah, jika merujuk pada ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan juga memiliki civil effect, secara strategis sedikitnya ada dua civil effect yang dapat diraih oleh para lulusan madrasah diniyah, yakni dalam masalah kelanjutan studi dan dalam masalah lapangan kerja.
1. Civil Effect Tentang Kelanjutan Studi Civil effect tentang kelanjutan studi.
Sebelum diundangkannya tiga ketentuan itu para lulusan madrasah sangat terbatas kelanjutan studinya. Lulusan Madrasah Diniyah Ula ( MDU) hanya bisa diterima di Madrasah Diniyah Wustha (MDW), dan lulusan MDW hanya bisa diterima di Madrasah Diniyah Ulya (MD’U), dan sebagian MD’U yang disetarakan bisa melanjutkan ke Ma’had Aly / UIN/IAIN/ STAIN/ PTAIS. Setelah diberlakukan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan para lulusan madrasah Diniyah tidak lagi terbatas untuk melanjutkan studi hanya di perguruan agama, tetapi sekaligus diperguruan umum. Artinya lulusan MDU bisa melanjutkan ke MDW/ MTs/SMP dan yang sederajat. Lulusan MDW bisa melanjutkan ke MD’U / MA/ SMA/SMK dan yang sederajat.
Selanjutnya, lulusan MD’U bisa melanjutkan Perguruan Tinggi Agama Islam seperti UIN/IAIN/STAIN/PTAIS dan perguruan Tinggi umum negeri dan swasta. Namun demikian, jelas bahwa ini berimplikasi terhadap semangat pendalam santri tentang pengetahuan keagamaan substantif yang telah mentradisi dari waktu ke waktu, karena santri tidak lagi hanya terkonsentrasi belajar agama, tetapi juga dituntut belajar materi pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, fisika, dan sebagainya sebagai syarat mengikuti penyetaraan, sehingga konsentrasi santri pada satu sisi meluas, tetapi pada saat yang sama orientasi santri secara keilmuan menjadi terpecah.
2. Civil Effect Tentang Peluang Kerja Lulusan Sebelum diberlakukannya UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan , dan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan para lulusan madrasah diniyah tidak memiliki kesempatan peluang kerja, namun bagi madrasah diniyah yang disetarakan mempunyai kesempatan lapangan kerja yang terbatas, sesuai dengan pandangan orang tua memasukkan anaknya ke madrasah agar mereka memperoleh ilmu-ilmu agama, dan disinari jiwanya dengan agama tanpa mengkaitkannya dengan lapangan kerja untuk hidup di masyarakat.
Pandangan yang sedemikian akhir-akhir ini bergeser, di mana orang tua memasukkan anaknya ke madrasah, di samping agar anak-anak mereka memperoleh ilmu. F. Madrasah Diniyah Dan Tantangan Masa Depan Madrasah diniyah merupakan bagian dari sistem pendidikan pesantren yang wajib dipelihara dan dipertahankan keberadaannya karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ulama, asatidz dan lain sebagainya. Diundangkannya UU No. 19 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan secara khusus adalah diundangkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. PP tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan bagi madrasah diniyah. Peluangnya, karena PP 55 Tahun 2007 khususnya telah mengakomodir keberadaan pendidikan diniyah, madrasah diniyah dan pendidikan pesantren. Sedangkan tantangannya adalah bagaimana para pengasuh pondok pesantren dan madrasah diniyah secara arif merespon pemberlakuan PP 55 Tahun 2007 tersebut.
Standarisasi pendidikan madrasah diniyah jelas merupakan salah satu solusi dan alternatif yang harus dilakukan. Namun demikian, apapun jenis, bentuk dan jenjang pendidikan madrasah diniyah yang akan diberlakukan harus tetap memperhatikan tiga pilar utama, yaitu: 1. Pilar Filosofis Adalah pilar yang harus dijadikan pijakan bahwa madrasah diniyah adalah fardhu ‘ain untuk dipertahankan sebagai lembaga pendidikan tafaqquh fiddiin melalui sumber pembelajaran pada kitab-kitab kuning yang merupakan ide, cita-cita dan simpul keagungan dari pondok pesantren. 2. Pilar Sosiologis Adalah pilar yang dijadikan dasar pemikiran bahwa madrasah diniyah tidak berada dalam ruang kosong (vacuum space), tetapi ia bagian dari system sosial yang lebih luas untuk memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Pilar ini memerlukan refleksi secara mendalam agar eksistensi madrasah diniyah tidak sekedar sebagai pelengkap (supplement), tetapi diharapkan menjadi pilihan utama masyarakat. 3. Pilar Yuridis Merupakan pilar yang harus mendapat perhatian bahwa pendidikan di Indonesia berlaku sistem pendidikan nasional. Artinya, jenis, bentuk dan jenjang pendidikan apapun harus menyesuaikan dengan regulasi pendidikan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan tentang pendidikan. PP 55 Tahun 2007 jelas merupakan salah satu pijakan yuridis yang mengatur tentang posisi dan eksistensi madrasah diniyah, pendidikan diniyah dan pondok pesantren.
Di masa depan pengelolaan dan pelaksanaan untuk memberdayakan madrasah diniyah perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:
1. Membentuk badan hokum pendidikan berbentuk “Yayasan pendidikan madrasah diniyah” atau apapun namanya yang terdaftar di “notaris”
2. Menyusun jenjang pendidikan/satuan pendidikan, seperti: (1) madrasah diniyah ula, (2) madrasah diniyah wustha dan (3) madrasah diniyah ‘ulya.
3. Secara bertahap, menyiapkan tenaga pengajar (guru) madrasah yang mempunyai kualifikasi minimal diploma empat (D IV) atau strata satu (S1) bidang pendidikan sesuai mata pelajaran yang diampunya/diajarkan.
4. Berupaya menerapkan kurikulum madrasah diniyah yang standar (dan sesuai ketentuan) secara bertahap dan berkesinambungan.
5. Pengelolaan madrasah diniyah harus intens melakukan kajian (evaluasi diri), khususnya tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan peluangnya karena dengan melakukan itu kita akan mudah mengembangkan strategi untuk memberdayakan madrasah diniyah.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Madrasah di dunia Islam merupakan tahapan ketiga dari perkembangan lembaga pendidikan. Sedangkan masjid merupakan tahapan pertama lembaga pendidikan Islam dan masjid tidak hanya berfungsi sebagai pusat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pengajaran. Madrasah Klasifikasi Madrasah Diniyah ada dua (2) yaitu: 1). Madrasah Diniyah dalam bentuk pendidikan Formal seperti pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat, pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat serta pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat dan 2). Madrasah Diniyah dalam bentuk pendidikan Non-Formal/Informal seperti: pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Qur’an dan diniyah takmiliyah.
Terkait dengan kurikulum Madrasah Diniyah, dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diatur pada pasal 30 yang terdiri dari (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur kurikulumnya. Civil effect lulusan madrasah diniyah ada 2, yaitu Civil Effect Tentang Kelanjutan Studi dan Civil Effect Tentang Peluang Kerja Lulusan. Madrasah diniyah merupakan bagian dari sistem pendidikan pesantren yang wajib dipelihara dan dipertahankan keberadaannya karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ulama, asatidz dan lain sebagainya. Diundangkannya UU No. 19 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan secara khusus adalah diundangkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Soebahar, Abd. Halim. 2009. Pendidikan Islam Dan Trend Masa Depan. Jember : Pena Salsabila
Abd. Halim. 2009. Matrik Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Marwa. Himpunan Peraturan Perundang-undangan. 2009. Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Bandung: Fokusmedia.
Top Related