PENGEMBANGAN OPEN SOURCE PEMEROSESAN DAN PEMODELAN DATA
SEISMIK UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON
T. A. Sanny*, Budi Raharjo**, Ditya P.*, M. Rachmat*, N. Burhan.
*Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Pertambangan dan Teknik Perminyakan (FTTM), ITB
** Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), ITB
Abstrak
Pengembangan piranti lunak (software) dengan ‘opensource’ seismik untuk eksplorasi
hidrokarbon yang kami kembangkan kemungkinan merupakan hal yang pertama kali di
Indonesia, yang kami mulai sejak tiga tahun yang lampau. Selama ini penggunaan piranti lunak
seismik masih memerlukan biaya yang tinggi karena mahalnya harga piranti lunak yang dijual di
pasaran. Tentu badan-badan riset, perguruan tinggi, bahkan perusahaan-perusahaan Migas
BUMN tidak mampu terus menerus menaruh ketergantungan pada pada pengembangan piranti
lunak tersebut, mengingat metoda-metoda seismik terus berkembang pesat pada beberapa
tahun terakhir ini.
Dengan adanya riset piranti lunak open source seismik ini, diharapkan kita dapat berdiri
sendiri dalam memecahkan permasalahan reservoar migas dan tidak perlu bergantung pada
piranti lunak buatan luar negeri, karena ketergantungan ini akan menjadi hambatan di masa
mendatang bagi pengembangan Iptek dan tak baik pula bagi pengembangan bisnis di Indonesia.
Selain itu, penggunaan piranti lunak yang bersifat open source ini dapat menghemat
pengeluaran negara dalam penyediaan berbagai piranti lunak di kantor pemerintahan, badan
penelitian, perguruan tinggi, dan BUMN.
Dalam penelitian ini, kami telah berhasil membuat platform software, yang akan
diusulkan menjadi standard pengembangan software-software geofisika eksplorasi, yaitu dalam
hal standarisasi API (Application Programming Interface), file format, visualisasi dan Graphical
User Interfaces.
Pendahuluan
Dalam dunia industri minyak dan gas bumi, eksplorasi dengan teknologi seismik
merupakan suatu standar dalam pencarian hidrokarbon yang terletak jauh di bawah
permukaan bumi. Metodologi pemerosesan data seismik terus menerus berubah setiap saat
sesuai dengan kemajuan metodologi yang dikembangkan para ahli seismik dan kemajuan
komputer yang membutuhkan kecepatan yang tinggi dalam mengolah data seismik dalam
jumlah yang besar. Dengan demikian hampir semua stakholder yang berkaitan dengan
pengolahan data seismik terus menerus harus membeli perangkat lunak baru untuk
meningkatkan kecepatan pengolahan dan peningkatan resolusi citra seismik. Sehingga dalam
sudut pandang ekonomi hal ini membutuhkan biaya yang besar (high cost) dan ketergantungan
terus menerus.
Dengan adanya pengembangan open source diharapkan selain dapat menjadi solusi
dalam masalah anggaran, open source juga memberikan banyak keuntungan lainnya. Berikut ini
beberapa manfaat open source dalam dunia geofisika dilihat dari berbagai sudut pandang.
Bertambah lagi dengan adanya krisis moneter piranti lunak seismik berlisensi sulit untuk dimiliki
karena terbentur oleh masalah mahalnya harga piranti lunak tersebut. Hal ini menjadi masalah
besar bagi kalangan akademisi dan para peneliti dan imbasnya terhadap penggunaan teknologi
pada industri Migas nasional. Perguruan tinggi harusnya menjadi pihak terdepan dalam
penggunaan dan pengembangan teknologi baru berbasis open source sehingga industri Migas
nasional dapat mengejar ketertinggalan teknologi saat ini dengan anggaran yang terjangkau.
Dalam konteks ini kami bekerjasama dengan berbagai perguruan dan badan peneliti dunia yang
telah lebih dahulu mengembangkan open source antara lain ; Karlsruch University, Hamburg
University-Germany, Stanford University dan Colorado Scholl of Mine-USA. Sehingga
diharapkan dari penelitian ini muncul paper-paper dan kemungkinan paten kelas dunia.
Pembelajaran
Piranti lunak yang berbasis open source akan memperlihatkan dan sekaligus memberikan kode
program kepada publik. Hal ini merupakan keuntungan yang luar biasa bagi dunia pendikan.
Para akademisi dapat mempelajari bagaimana caranya membuat kode program untuk
algoritma tertentu misalnya. Dan pada akhirnya open source akan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia bidang geofisika di Indonesia.
Dengan adanya open source, pengembangan sangat mungkin untuk dilakukan dan tidak
perlu dimulai dari awal. Para pengembang tinggal mempelajari sampai dimana kemajuan yang
ada untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan kemajuan penelitian dan tuntutan maupun
tantangan-tantangan baru di masa depan.
Penggunaan open source yang massif dalam dunia geofisika akan mengurangi
ketergantungan terhadap piranti lunak yang biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asing. Dari
segi finansial selain akan menghemat anggaran untuk membeli perangkat lunak dari pihak asing
juga akan menjadikan perputaran uang terjadi di negara sendiri. Open source juga akan
mengurangi monopoli perusahaan asing dalam memasarkan perangkat lunaknya di Indonesia.
Ketahanan Nasional
Ketergantungan terhadap piranti lunak buatan asing sebenarnya mengancam ketahanan
nasional. Hal ini disebabkan oleh data-data yang ada pada piranti lunak tersebut dapat diakses
dengan mudah oleh organisasi pembuat piranti lunak tersebut. Gerakan Go Open Source yang
dicanangkan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan ketahanan nasional. Upaya ini dapat didorong secara riil dalam pengembangan
piranti lunak untuk pendidikan dan penelitian dengan tingkat keamanan yang tinggi sehingga
data dalam piranti lunak tidak dapat diakses begitu saja oleh pihak asing terutama data rahasia
negara.
Manfaat pengembangan open source
Dengan adanya pengembangan opensource sesungguhnya memberikan banyak
keuntungan yang tidak saja berpijak pada permasalahan biaya akan tetapi banyak keuntungan
lain yang bisa dikembangkan antara lain dapat melakukan kolaborasi dengan perguruan tinggi
dan pusat penelitian kelas dunia dengan adanya akses bebas terhadap perangkat lunak kelas
dunia. Dalam kontek ini kami bekerjasama dengan berbagai perguruan dan badan peneliti
dunia yang telah lebih dahulu mengembangkan open source antara lain; Karlsruch University,
Hamburg University-Germany, Stanford University dan Colorado Scholl of Mine-USA. Sehingga
diharapkan dari penelitian ini muncul paper-paper dan kemungkinan paten kelas dunia.
Perangkat lunak yang berbasis open source akan memperlihatkan dan sekaligus memberikan
kode program kepada publik. Hal ini merupakan keuntungan yang luar biasa bagi dunia
pendidikan khususnya dalam pembelajaran pengembangan algoritma. Para akademisi dapat
mempelajari bagaimana caranya membuat kode program untuk algoritma tertentu misalnya.
Dan pada akhirnya open source akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia bidang
geofisika di Indonesia.
Selain itu dengan adanya open source, pengembangan sangat mungkin untuk dilakukan dan
tidak perlu dimulai dari awal. Para pengembang tinggal mempelajari sampai dimana kemajuan
yang ada untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan kemajuan penelitian dan tuntutan
maupun tantangan-tantangan baru.
Penggunaan open source yang massif dalam dunia geofisika akan mengurangi ketergantungan
terhadap perangkat lunak yang biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asing. Dari segi finansial
selain akan menghemat anggaran untuk membeli perangkat lunak dari pihak asing juga akan
menjadikan perputaran uang terjadi di negara sendiri. Open source juga akan mengurangi
monopoli perusahaan asing dalam memasarkan perangkat lunaknya di Indonesia sehingga
diharapkan dapat membangun Kemandirian
Ketergantungan terhadap piranti lunak buatan asing sebenarnya mengancam
ketahanan nasional. Hal ini disebabkan oleh data-data yang ada pada piranti lunak tersebut
dapat diakses dengan mudah oleh organisasi pembuat piranti lunak tersebut. Gerakan Go Open
Source yang dicanangkan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan ketahanan nasional. Upaya ini dapat didorong secara riil dalam
pengembangan piranti lunak untuk pendidikan dan penelitian dengan tingkat keamanan yang
tinggi sehingga data dalam piranti lunak tidak dapat diakses begitu saja oleh pihak asing
terutama data rahasia negara.
Tahapan Pengembangan Penelitian
Pertama kali kami melakukan sosialisasi open source di lingkungan Teknik Geofisika, Fakultas
Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, sebagai salah satu bagian
masyarakat geofisika di Indonesia, dengan tahapan sebagai berikut :
Melakukan migrasi dari Windows ke Linux yang dilakukan secara bertahap. Pada
tahapan ini akan banyak dilakukan workshop-workshop tentang berbagai aplikasi di
Linux yang ditujukan untuk dosen dan mahasiswa. Distro Linux yang akan digunakan
diantaranya Fedora, OpenSUSE, Scientific Linux dan Ubuntu.
Mengembangkan kode program dalam bahasa C atau fortran untuk melakukan
pemodelan seismik 2 dimensi dan 3 dimensi dalam media homogen isotropis dan
homogen anisotropis baik akustik maupun elastik.
Mengembangkan kode program dalam bahasa C atau fortran untuk melakukan seismic
inversion.
Mengembangkan kode program untuk pengolahan data seismik dengan pendekatan
anisotropis. Pengolahan data seismik dengan pendekatan anisotropis ini dibatasi untuk
tahapan velocity analysis saja.
Mengembangkan perangkat lunak pengolahan data seismik yang memiliki interface
sehingga dapat mudah digunakan (user friendly) oleh semua orang. Perangkat lunak
pengolahan data seismik ini akan bersifat open source juga.
Membuat suatu group dalam lingkungan geofisika yang dapat digunakan sebagai media
komunikasi dan berbagi untuk pengembangan perangkat lunak pengolahan data seismik
ini selanjutnya.
Hasil Pengembangan
Salah satu metode seismik yang saat ini sedang berkembang adalah metode seismik
tomografi. Metode tomografi digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi (untuk
keperluan EOR dan mendeteksi karakteristik reservoir). Seismik tomografi adalah metode untuk
merekonstruksi struktur bawah permukaan bumi dengan menghitung waktu tempuh atau
amplitudo gelombang seismik yang menyebar ke segala arah diantara sumber seismik dan
penerima yang diletakkan di permukaan bumi atau di dalam lubang bor. Metode ini digunakan
untuk mendapatkan penyebaran profil detil sifat-sifat fisik batuan seperti kecepatan dan
redaman. Seismik tomografi memerlukan beberapa pengukuran lintasan gelombang seismik.
Untuk mendapatkan lintasan-lintasan gelombang seismik tersebut digunakan beberapa sumber
dan penerima yang diletakkan di sekitar daerah-daerah penelitian yang pada umumnya
menggunakan asumsi struktur 2 dimensi, yaitu sruktur bawah permukaan yang hanya memiliki
pernyebaran cepat rambat gelombang dalam 2 arah (X dan Z). Apabila medium memiliki
penyebaran cepat rambat dalam 3 arah (X, Y, dan Z) maka hasil yang diperoleh tentunya akan
lebih realistik.
Dalam pengolahan data, sebelum melakukan proses inversi, pertama-tama harus dilakukan
pelacakan dengan menggunakan metode lintasan gelombang (ray tracing methodology) dan
perhitungan waktu tempuh dari setiap sumber ke masing-masing penerima.
Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack
Metode ini dinamakan Common Refflection surface (Műler, 1998; Hubral, 1998; Hőcht,
1998; Jäger, 1998). Metode ini adalah metode yang dimasukkan dalam kelompok metode
macro-model independent imaging method , karena metode ini tidak membutuhkan informasi
kecepatan selain informasi mengenai kecepatan medium dekat permukaan. Metode ini
memiliki keunggulan dari metode konvensional, NMO/DMO/CMP stack. Pada metode stacking
konvensional, kualitas imaging sangat ditentukan oleh model kecepatan, biasanya analiasa
kecepatan dilakukan secara iterative dan interactive dengan melakukan picking pada semblance
kecepatan. Lebih jauh lagi, metode stacking konvensional tidak memakai semua data
multicoverage, metode ini hanya menggunakan beberapa gather tertentu saja dalam proses
stackingnya. Padahal sejumlah besar trace yang diabaikan tersebut dapat digunakan untuk
menggambarkan bawah permukaan.
Didasarkan pada ray method dari Červený, 1985, parameter dari surface stacking CRS
diturunkan. Dengan mengekspresikan penjalaran gelombang dalam Normal Incidence Point
(NIP) wave dan Normal (N) wave (Hubral, 1983), traveltime hiperbolik disebut sebagai
traveltime aproksimasi CRS, adalah ekspansi deret Taylor orde dua dari traveltime refleksi
untuk gelombang paraxial di sekitar gelombang normal incident.
Dalam pengolahan data menggunakan metode CRS stacking, dimana operator stacking
ditentukan oleh lebar segmen dari reflektor atau aperture dari reflektor, maka zona Fresnel
adalah optimum aperture dalam melakukan stacking CRS. Namun, konsep zona Fresnel ini
berada dalam depth domain, padahal data seismik berada dalam time domain. Ternyata first
interface Fresnel zone dalam domain waktu identik dengan proyeksi first interface dari Fresnel
zone pada kawasan kedalaman. Sehingga hubungan ini bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan
aperture operator CRS yang optimum.
CRS Tomography
Proses stacking dengan menggunakan metode Common Reflection Surface seperti yang
dijelaskan pada bab sebelumnya dapat dikatakan sebagai metode yang lebih baik dalam
menghasilkan data stacking dibandingkan dengan metode pengolahan data seismik dengan
cara yang konvensional. Selain menghasilkan penampang stack, metode CRS stack juga dapat
digunakan untuk mengolah data waktu tempuh dari data seismik dalam bentuk atribut
kinematik wavefield. Atribut ini seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, merupakan parameter
yang menyimpan informasi posisi, kelengkungan, dan orientasi dari reflektor, selain itu atribut
kinematik wavefield, sesuai dengan sebutannya, mengandung informasi penjalaran gelombang
yang nantinya dapat dipergunakan untuk merekonstruksi model kecepatan makro dari data
seismik, dengan menggunakan konsep tomografi.
Keunggulan hasil keluaran pengolahan data dengan menggunakan CRS stack dari sisi
tingginya S/N ratio, akibat penggunaan gather CMP yang lebih banyak, dapat dimanfaatkan
sebagai input data tomografi untuk pembuatan model kecepatan makro. Selain tingginya S/N
rasio dari data CRS stack, pengambilan data picking pada penampang yang telah di stack akan
memudahkan proses pemilihan data berdasarkan kualitas dari tiap – tiap data tersebut. Selama
ini pembuatan model kecepatan makro dengan menggunakan metode tomografi, hanya
memanfaatkan picking data untuk data yang belum di stack. Hal tersebut yang menjadi
hambatan dalam pemilihan kualitas data dari input tomografi pada metode konvensional.
Hambatan yang terjadi antara lain pemilihan data berdasarkan kemenerusan reflektor yang
sangat sulit dilakukan apabila berhadapan dengan data yang memiliki struktur lapisan bawah
permukaan yang sangat kompleks.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan model kecepatan adalah
penentuan karakteristik dari model kecepatan. Data seismik yang direkam pada permukaan
bumi tidak mengandung data yang cukup untuk memberikan informasi mengenai sebaran nilai
kecepatan yang sebenarnya pada setiap titik (Claerbout, 1985). Untuk mengatasi kekurangan
tersebut dibuatlah model kecepatan untuk memahami sebaran kecepatan di bawah permukaan
bumi, dengan berbagai asumsi. Dalam pembuatannya, untuk mendapatkan suatu model
kecepatan yang unik dan konsisten dengan data awal dari rekaman seismik, dibutuhkan
beberapa asumsi terhadap sebaran kecepatan di bawah permukaan bumi. Salah satu asumsi
yang mungkin dipakai adalah memberikan suatu constraint atau batasan terhadap model
kecepatan yang kita inginkan. Constraint dari model kecepatan dapat berupa perubahan
kecepatan di bawah permukaan bumi yang bersifat smooth, atau dapat pula berupa asumsi
keberadaan ketidakmenerusan pada beberapa bagian dari reflektor.
Beberapa jenis karakterisasi model kecepatan diperkenalkan dalam proses perkiraan distribusi
kecepatan, jenis karakterisasi ini berdasarkan tipe constraint yang digunakan dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu;
Model kecepatan yang berupa layered (lapisan – lapisan) atau blocky
Model kecepatan ini memiliki asumsi dimana kecepatan pada tiap lapisan atau blok adalah
konstan atau bervariasi sehubungan dengan aturan kecepatan yang sederhana (gradien
kecepatan horizontal atau vertikal). Perubahan kecepatan pada model jenis ini mungkin akan
diskontinu pada batas lapisan atau blok Model kecepatan yang blocky seperti ini umumnya
akan sangat efektif digunakan pada kasus dimana kita mengharapkan gambaran kontras
kecepatan dari tiap lapisan dari daerah dengan lapisan sedimen yang berlapis – lapis dimana
terjadi diskontinuitas batas lapisan pada bagian yang dikenali sebagai reflektor.
Model kecepatan grid atau smooth
Model kecepatan ini tidak mengandung diskontinuitas kecepatan. Kecepatan pada model
tersebut didefinisikan pada sebuah grid yang rapat (dens) dari titik di bawah permukaan bumi,
bervariasi secara halus dari tiap titik grid satu ke yang lain, atau didefinisikan secara analitis
pada semua titik pada model dengan menggunakan fungsi smooth. Akibat asumsi mengenai
keberadaan bidang batas kecepatan yang disimbolkan melalui diskontinuitas perubahan
kecepatan, sehingga posisi reflektor dengan keberadaan diskontinuitas perubahan kecepatan
dapat dipisahkan.
Model kecepatan yang digunakan memiliki asumsi dasar yang sama dengan tipe model
kecepatan smooth, namun yang membedakan adalah model kecepatan ini mengandung bentuk
tubuh yang irregular dengan kontras kecepatan yang sangat tinggi, diantara lapisan kecepatan
yang berubah secara halus di sekitarnya. Model kecepatan dengan asumsi constraint seperti ini
umumnya digunakan dalam estimasi model kecepatan dimana terdapat struktur diapir garam
atau salt-diapir. Pembuatan model kecepatan dengan metode tomografi pada penelitian ini
menggunakan asumsi model kecepatan yang smooth dimana antara reflektor dan perubahan
distribusi kecepatan dapat dipisahkan hubungan antara keduanya. Dengan asumsi tersebut
maka dimungkinkan untuk membuat algoritma inversi tomografi yang hanya memanfaatkan
data refleksi yang koheren secara lokal (Laily & Sinoquet, 1996), mengingat bahwa atribut
kinematik wavefield dari pengolahan data dengan menggunakan metode CRS stack, memang
berdasarkan event yang koheren secara lokal.
Gelombang NIP dalam estimasi model kecepatan
Model kecepatan merupakan bagian yang penting dalam proses migrasi khususnya pada Pre stack
epth Migration (PreSDM). Model kecepatan yang baik merupakan model kecepatan yang dianggap
konsisten dengan data seismik awal yang ada, sehingga perlu dibuat suatu kriteria khusus untuk
menilai tingkat konsistensi model kecepatan terhadap data seismik awal. Duveneck, 2004,
menyatakan bahwa suatu model kecepatan dianggap konsisten apabila semua sinyal refleksi dari
data seismik yang berhubungan dengan titik CRP (Common Reflection Point) yang sama di bawah
permukaan bumi dapat di migrasi kan kembali ke satu titik yang sama. Pernyataan tersebut
merupakan pembuktian kriteria konsistensi suatu model kecepatan dengan cara menganalisa hasil
migrasi terhadap model kecepatan tersebut.
Tomografi dengan menggunakan atribut CRS dalam penelitian ini sebenarnya merupakan
metode pencarian model yang optimum dengan cara mencari nilai misfit yang paling minimum
antara data poin sebagai data awal dengan data hasil forward modeling pada model. Forward
modeling atau pemodelan ke depan adalah suatu metode perhitungan data teoritis di permukaan
bumi dengan mengetahui harga parameter model bawah permukaan tertentu. Pernyataan tentang
definisi tersebut berarti dilakukan pencarian atas data secara teoritis terhadap model yang
digunakan dengan memanfaatkan parameter – parameter model yang ada. Dalam hal ini parameter
model yang digunakan adalah parameter yang digunakan untuk membangun model smooth.
Tahapan forward modeling dilakukan melalui dua proses ray tracing, yaitu kinematik ray
tracing dan ray tracing dinamis. Ray tracing merupakan suatu metode pendeteksian jejak sinar yang
dirambatkan ke dalam permukaan bumi, untuk mengetahui informasi harga waktu tempuh sinar
tersebut. Metode ray tracing ini menggunakan azas fermat, dimana gelombang akan melalui jalur
yang paling cepat untuk merabat di dalam permukaan bumi.
Tahapan pemodelan inversi adalah untuk mencari model optimum dimana respons dari
model yang diberikan memiliki misfit yang minimum bila dibandingkan dengan data pengamatan
yang ada. Oleh karena itu perlu dibuat persamaan fungsi obyektif yang dapat digunakan untuk
meminimumkan misfit antara respons pada model dengan data pengamatan. Jika data dapat
dituliskan ke dalam bentuk matriks d dan m, formulasi penyelesaian proses inversi dapat
dinyatakan dengan pencarian model optimum dengan parameter model m dengan cara
meminimumkan misfit antara data d dan nilai respons dari model dmod = f(m). Operator f(m)
merupakan operator non linear yang mewakili hasil forward modeling dengan menggunakan
dynamic ray tracing.
Jika formulasi penyelesaian proses inversi dilakukan dengan menggunakan metode L2 Norm
dalam perhitungan misfit (Tarantola, 1987), model optimum akan didapat dengan meminimumkan
fungsi cost sebagai fungsi obyektif yang dituliskan sebagai berikut :
(1)
Dimana Δd(m) = d - f(m) dan merupakan matriks positif simetris yang bertindak sebagai pembobot
(weight) yang diaplikasikan untuk setiap data poin pada perhitungan nilai S. Pembobotan dilakukan
untuk menstabilkan proses inversi dengan cara memberikan nilai secara numeric pada setiap tipe
data yang ada.Matriks sering disebut pula sebagai matriks kovariansi (Tarantola, 1987). Komponen
diagonalnya merupakan variansi yang berhubungan dengan nilai parameter data poin yang
berbeda. Pembobotan dilakukan pada tiap parameter pada data poin yaitu pembobotan terhadap
waktu tempuh gelombang normal στ, pembobotan terhadap turunan spasial pertama σp, terhadap
turunan spasial kedua σM, dan terhadap emergence location σξ.
Langkah tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan aspek parameter model dalam
fungsi cost. Seperti sebagaimana diketahui bahwa komponen model memiliki dua bagian yaitu :
(2)
Dengan menambahkan pembobotan untuk parameter model, maka fungsi cost yang dipengaruhi
faktor pembobotan terhadap parameter model, dapat dituliskan sebagai berikut :
(3)
Dengan matriks D” merupakan pembobotan yang diberikan terhadap parameter model dari fungsi
β-spline. Matriks D” dibuat berdasarkan normalisasi terhadap arah lateral xx dan arah vertical zz,
dimana kedua nilai tersebut diberikan sebagai input oleh pengguna software pada program yang
digunakan dalam penelitian ini.
Dengan begitu maka persamaan diatas dapat diselesaikan dengan menggunakan metode least
square (kuadrat jarak terkecil) dan digambarkan melalui persamaan:
(4)
Persamaan ini merupakan solusi persamaan obyektif yang dapat diselesaikan dengan metode least
square dengan mencari nilai update model Δm. Matriks F tersebut dapat dituliskan secara lengkap
dalam bentuk matriks :
Matriks ini merupakan matriks turunan Frechet yang dapat dibagi menjadi 4 bagian. Bagian
pertama yaitu bagian sebelah kiri atas dari matriks mengandung matriks ndata x ndata yang
merupakan matriks turunan Frechet terhadap parameter model NIP. Bagian matriks sebelah kanan
atas dari matriks yang mengandung matriks ndata x nxnz yang merupakan matriks turunan Frechet
terhadap parameter model vjk. Bagian kanan bawah dari matriks tersebut mengandung matriks
yang berhubungan dengan turunan Frechet terhadap constraint (batasan) tambahan bagi data poin
yang ada.
Gambar dibawah ini, merupakan penampang atribut RNIP yang dihasilkan pada penelitian ini,
Gambar 1.a, merupakan penampang atribut RNIP berasal dari CRS stack, sedangkan gambar 1.b,
merupakan penampang atribut RNIP yang berasal dari proses smoothing.
Gambar 1. Penampang RNIP. (a). Penampang RNIP hasil proses CRS stack, (b). Penampang RNIP hasil proses moothing.
Bentuk elips biru pada kedua penampang menunjukkan daerah yang pada awalnya mengalami fluktuasi (a) hingga
proses smoothing untuk penghilangan efek tersebut (b)
Penampang RNIP merupakan penampang yang mengalami efek perubahan yang paling besar,
sehingga analisa hasil dari proses smoothing ini hanya dilakukan pada hasil penampang RNIP yang
telah mengalami proses smoothing saja. Pada gambar 1 terdapat elips berwarna biru pada kedua
penampang. Elips tersebut digunakan untuk menandai daerah yang menjadi daerah pengamatan
terhadap perubahan nilai pada kedua penampang. Pada 1.a terlihat bahwa terdapat fluktuasi nilai
dari atribut RNIP sehingga nilai atribut tersebut pada event reflektor cenderung memberikan
tampilan berupa sebaran yang tidak merata. Sedangkan pada 1.b fluktuasi nilai tersebut dapat
dihilangkan menjadikan atribut pada event yang berkaitan memiliki distribusi nilai atribut yang
bervariasi secara halus.
Gambar 2 merupakan penampang emergence angle (α) yang telah mengalami proses smoothing.
Akibat kecilnya perubahan nilai antara penampang (α) sebelum dan sesudah mengalami proses
smoothing, maka tidak diberikan analisa yang mendetail pada atribut tersebut. Pengaruh yang kecil
terhadap nilai α pada proses smoothing terjadi akibat kecilnya nilai dip difference yang menjadi
input sebagai dip threshold (acuan) yang digunakan pada proses ini.
Gambar 2. Penampang α hasil proses smoothing
Selain keberadaan nilai stacking envelope, perbedaan yang lain terletak pada perhitungan bentuk
window yang dihitung berdasarkan panjang dari window, sejumlah sampel yang digunakan pada
proses smoothing.
Gambar 3 merupakan hasil automatic picking yang telah di overlay dengan penampang CRS stack
yang telah dioptimasi. Terlihat bahwa titik – titik hitam yang menggambarkan lokasi picking berada
tepat pada event relektor pada model yang bersangkutan. Jumlah picking yang dilakukan
bergantung pada jumlah data yang memiliki koherensi yang sama atau lebih besar dari koherensi
threshold yang dimasukan.
Gambar 3. Penampang CRS stack yang telah di overlay terhadap lokasi picking.
Titik – titik hitam merupakan representasi dari lokasi picking
Inversi Tomografi Tahapan inversi tomografi ini dilakukan dengan menggunakan program Niptomo2D, yang merupakan program open source yang berbasis sistem operasi linux. Input yang digunakan
terdiri dari data poin yang dihasilkan pada proses automatic picking, lokasi dari grid yang akan digunakan, dan model inisial yang menjadi model awal pada saat proses inversi. Data masukan pertama merupakan data poin, dimana data tersebut disimpan ke dalam file berbentuk ascii yang terdiri dari empat kolom, dimana setiap kolom tersebut merupakan nilai dari masing – masing parameter pada data poin tersebut. Perlu diingat bahwa nilai τ0 memiliki satuan 10-3 s, MNIP memiliki satuan 10-9 s/m2, p memiliki satuan 10-6 s/m, dan ξ0 memiliki satuan dalam meter. Hal tersebut nantinya juga akan berguna saat menentukan nilai pembobotan yang akan dikenakan bagi masing – masing parameter di dalam data poin.
Data masukan yang kedua merupakan informasi letak dari grid baik secara lateral maupun secara vertical. Lokasi bagi letak grid ini memiliki dimensi dalam satuan meter baik ke arah lateral, maupun vertical. Nantinya model kecepatan yang dihasilkan secara lateral akan sama dimensinya dengan bentangan offset dan secara vertical akang sama dengan kedalaman pada model awal geologi yang digunakan.
Data masukan yang ketiga merupakan model kecepatan inisial yang dijadikan sebagai model awal pada inversi tomografi. Model kecepatan inisial ini, seperti halnya keluaran dari proses inversi ini, merupakan model kecepatan yang berada pada domain kedalaman. Dalam penelitian ini berdasarkan pada model geologi awal maka di gunakan kecepatan di dekat permukaan sebesar 1500 m/s dan gradient kecepatan yang bernilai 1 m/s untuk setiap perubahan kedalaman satu meter. Secara lengkap nilai – nilai dari parameter yang lain yang dijadikan sebagai input dalam inversi tomografi, adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Parameter inversi tomografi
Selain memberikan input seperti yang telah ditunjukkan pada table B.1, diberikan pula sebuah additional constraint yang berupa informasi kecepatan a priori. Informasi kecepatan ini didasari atas model geologi awal yang dipergunakan. Walaupun menggunakan informasi model geologi awal, namun data yang dijadikan informasi kecepatan a priori hanya data kecepatan yang berada di dekat permukaan. Dalam hal ini di berikan informasi kecepatan sebanyak delapan titik yang berada di dekat permukaan (z=0) dengan nilai kecepatan 1500 m/s.
Dengan menggunakan nilai dari masukan didapatkan model kecepatan hasil inversi tomografi yang cukup baik. Kriteria penilaian suatu model kecepatan yang dianggap baik nantinya akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian analisa. Walaupun model kecepatan yang
dihasilkan dan dipilih sebagai model akhir hanya berasal dari satu kumpulan percobaan, ditampilkan pula hasil model kecepatan dengan variasi nilai dari parameter yang sama seperti xx dan zz guna melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh besarnya parameter tersebut.
Analisa berikutnya merupakan analisa terhadap penambahan informasi kecepatan a priori sebagai constraint tambahan. Fungsi informasi kecepatan a priori ini juga nantinya akan memudahkan penentuan distribusi nilai dari variasi kecepatan. Dilakukan percobaan dengan tiga jenis model kecepatan yang akan dihasilkan (gambar 4). Data pertama merupakan data yang tidak menggunakan informasii kecepatan a priori (4a), data kedua merupakan data yang menggunakan kecepatan a priori yang terletak di dekat permukaan saja (4b), data yang ketiga atau yang terakhir merupakan data dengan menggunakan informasi
Gambar 4. Model kecepatan dengan nilai xx dan zz yang bervariasi. (a). xx = 0.01, zz = 0.01, (b). xx = 0.05, zz = 0.01, (c). xx = 0.01, zz = 0.05, (d). xx,zz = 0.05, (e). xx = 0.1, zz = 0.05, (f). xx = 0.05, zz = 0.1, (g). xx,zz = 0.1
kecepatan a priori pada setiap titik di dalam model sejumlah 45 titik (4c). Secara kualitatif tidak ada perubahan yang signifikan antara data 4.a dengan data 4.b, hanya saja mungkin pada model kecepatan 6a masih terdapat kekurangan pada pola sebaran distribusi kecepatan (elips berwarna merah). Kekurangan tersebut merupakan anomali nilai kecepatan pada daerah yang lebih dalam, dimana justru mengalami penurunan nilai kecepatan. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang normal mengingat asumsi semakin bertambahnya kedalaman semakin besar kecepatan suatu lapisan. Sehingga secara kualitatif 6b lebih baik dibanding dengan 4.a. Namun
jika dibandingkan dengan 6c, model kecepatan yang dihasilkan secara kualitatif lebih baik dibandingkan dengan kedua model awal. Hal tersebut disimpulkan dengan melihat keberadaan sebaran nilai kecepatan yang mampu menunjukkan apa yang dianggap sebagai lokasi struktur wedge out (elips merah), dan juga pola sebaran distribusi kecepatan yang semakin besar sejalan dengan bertambahnya kedalaman.
Gambar 5. Model kecepatan dengan menggunakan variasi nilai dari informasi kecepatan a priori. (a). Model kecepatan yang tidak menggunakan informasi kecepatan a priori, (b). Model kecepatan yang menggunakan kecepatan a priori yang terletak di dekat permukaan, (c). Model kecepatan merupakan data dengan menggunakan informasi kecepatan a priori pada setiap titik
di dalam model sejumlah 45 titik
Jika hanya melihat dari segi kualitatif, maka dapat disimpulkan bahwa model kecepatan dengan nilai parameter seperti pada model kecepatan 4.c merupakan model kecepatan yang paling baik. Namun hal tersebut perlu dibuktikan kembali dengan melakukan analisa kuantitatif. Gambar 6. merupakan model akhir yang terbaik dalam penelitian ini.
Gambar 6. Model akhir kecepatan seismik terbaik
Data Format Seismik Dari hasil eksplorasi internet yang kami lakukan, terdapat beberapa format file data seismic yang sudah menjadi standar industri eksplorasi migas, di antaranya adalah SEG-Y (.segy), Seismic Unix (.su), RSF File Format (.rsf), dan Data Dictionary System. Sampai saat ini penelitian telah menghasilkan source code berbahasa pemrogramman java untuk membaca dan memanipulasi format data segy dan format data su
Perancangan User InterfacesPada penelitian ini telah dilakukan studi literature tentang cara pembuatan Graphical User Interfaces yang baik, yaitu graphical user interface yang mempertimbangkan faktor ergonomi, faktor interaksi manusia dan mesin, efisiensi line of code, alur kerja software, dan kualitas respon user interface. Beberapa literatur yang dipergunakan dalam kegiatan studi literatur ini diantaranya
The Essential Guide to User Interface Design: An Introduction to Gui Design Principles and Techniques Wilbert O. Galitz John Wiley & Sons 1996 ISBN-10 / ASIN: 0471157554
GUI Bloopers: Don'ts and Do's for Software Developers and Web Designers (Interactive Technologies) Jeff Johnson, Morgan Kaufmann, 2000 ISBN-10 / ASIN: 1558605827
Diagram di bawah ini menjelaskan alur kerja yang digunakan penelitian dalam mengembangkan user interfaces :
Penelitian ini hanya mentargetkan keluaran source code hanya sampai versi beta, karena pada dunia open source kondisi source code program yang stable hanya dapat dicapai apabila source code tersebut mampu diterima oleh komunitas pengguna program dan pengembangan source code itu sendiri dilakukan secara kontinu
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam evaluasi adalah faktor ergonomi, faktor interaksi manusia dan mesin, efisiensi line of code, alur kerja software, portabilitas, dan kualitas respon user interface. Sementara itu tim anggota yang melakukan evaluasi terdiri dari berbagai kalangan, diantaranya Geophysisicst, Dosen, Mahasiswa, Software Engineer, dan dari kalangan industri eksplorasi migas.
Pengembangan konsep Platform Open Source GeophysicsTelah dikemukakan sebelumnya bahwa software opensource yang dibuat haruslah
mudah di adopsi oleh industri, dan mudah dipelajari dan dikembangkan oleh akademisi dan
GUI Prototype
IGUI
Prototype II
Evaluasi
Uji Coba
GUI Alpha
Evaluasi
GUI Beta
mahasiswa. Maka software yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah software-software metoda seismic yang dikembangkan diatas platform pengolahan data seismic seperti SU, SEPLib. Gambar berikut menjelaskan arsitektur software open source yang akan dikembangkan.
Dengan menggunakan konsep seperti pada gambar diatas para peneliti dan pengembang software metoda seismic dapat dengan mudah mengembangkan programmnya melalui IDE (Integerated Development Environtment) dan compiler yang diberikan. Di dalam IDE tersebut terdapat interfaces dengan Knowledge Base yang berisi tentang teori-teori dan metoda-metoda seismic. Melalui IDE tersebut peneliti dapat merekam pengetahuannya, bahkan tidak menutup kemungkinan pengguna industri juga dapat melakukannya. Dengan keberadaan user interfaces yang baik dan didukung dengan sistem pakar, maka software ini diharapkan sangat membantu pengguna industri dan akademisi dalam mempelajarinya.
Kesimpulan 1. Kelebihan yang didapatkan dalam menggunakan open source seismik adalah
cepatnya dalam beradaptasi memahami permasalahan karena dalam tahap pengerjaannya kita dapat berkomunikasi langsung dengan pencipta dan programer yang pertama kali mengembangkan secara terbuka.
2. Terjalinnya komunikasi aktif dengan peneliti kelas dunia dari berbagai negara dan terjalinnya networking yang kuat antara para peneliti.
3. Terbangunnya keterbukaan antara para peneliti sehingga pula dihasilkannya percepatan pengembangan penelitian.
4. Dengan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tahap awal mengurangi ketergantungan lingkungan akademisi dan industri terhadap perangkat lunak yang tertutup yang diciptakan oleh pihak asing.
5. Penghematan biaya yang sebelumnya digunakan untuk membayar lisensi dapat digunakan untuk menambah dan mengembangkan sumber daya manusia.
Mengingat masih adanya keterbatasan di Indonesia dalam komunikasi dengan opensource
User Iterface
Interpretation Program
Seismic Data Processing &
Imaging Program
Forward Modelling & Ray
Tracing
Integerated Developme
nt Environtme
nt(IDE)
Seismic Un*x, SEPLib, Madagascar
Ekspert System
Knowledge Base
maka diperlukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perlu memasyarakatkan open source di kalangan akademisi, peneliti dan mahasiswa. 2. Perlu dan dapat dikembangkan open source di kalangan akademisi, peneliti dan
mahasiswa.3. Perlu pengembangan open source untuk pengajaran dan praktikum mahasiswa
Daftar Pustaka
Berryman, J.G., 1991, Lecture Notes on Nonlinear Inversion and Tomography; LLNL,
Livermore, CA.
Cao, S., and Greenhalgh, S. 1994. Finite-Difference Solution of Eikonal Equation using an Efficient, First Arrival, Wavefront Tracking Scheme; Geophysics, 59 4,632-643
Cerveny, V and Soares, J.E.P., 1992. Fresnel Volume Ray-Tracing; Geophysics, 57,7,902-912
Ettrich, N., 1998, FD. Eikonal Solver for 3-D Anisotropic Media; SEG Expanded Abstracts
Höcht, G.,1998. The Common Reflection Surface Stack. Master’s thesis, Universität Karlsruhe.
Höcht, G., de Bazelaire, E., Majer, P., and Hubral, P. ,1999, Seismics and optics: hyperbolae and curvatures. J. Appl. Geoph., 42(3,4):261–281.
Hubral, P., Höcht, G., and Jäger, R. ,1999, Seismic illumination. The Leading Edge, 18(11):1268–1271.
Jäger, R. 1999, The Common Reflection Surface Stack - Theory and Application. Master’s thesis, Universität Karlsruhe.
Jäger, R., Mann, J., Höcht, G., and Hubral, P. ,2001, Common-reflection-surface stack: Image and attributes. Geophysics, 66(1):97–109.
Mann, J. (2002). Extensions and applications of the Common-Reflection-Surface Stack method. Logos Verlag, Berlin.
Mann, J., Höcht, G., J¨ager, R., and Hubral, P. ,1999, Common Reflection Surface Stack – an attribute analysis. 61st Mtg. Eur. Assn. Geosci. Eng., Extended Abstracts. Session P140.
Mann, J., Jäger, R., M¨uller, T., H¨ocht, G., and Hubral, P. ,1999, Common-reflectionsurface stack – a real data example. J. Appl. Geoph., 42(3,4):301–318.
Müller, T. (1999). The common reflection surface stack – seismic imaging without explicit knowledge of the velocity model. Der Andere Verlag, Bad Iburg.
Sage,S., Grandjean, G., JaTS: A Fully Portable Seismic Tomography Software Based on Fresnel Wavepath and Probabilistic Reconstruction Approach; No Published
Sanny, T.A., and Sassa, K., 1996, Improvement of Simultaneous Iterative Reconstruction
Technique and It’s Initial Model for Seismic Tomography Inversion; HAGI/SEG/ASEG/EAGE International Geophysical Conference and Exposition
Vasco, D.W., Peterson, J.E., Jr. and Majer, E.L., 1995, Beyond Ray Tomography; Wave Path and Fresnel Volumes; Geophysics, 60, 1790-1804
Vidale, J.E., 1990, Finite-Difference Calculation of Traveltimes in Three Dimension; Geophysics, 55, 521-526
Vidale, J.E., 1988, Finite-Difference Calculation of Traveltimes; Bull. Seis. Soc. Am., 78, 2062-2076
Yang, W., 2003. A Basical Study on Two-point Seismic Ray Tracing, www.ees.nmt.edu/Geop/Classes/GEOP523/Docs/yang.pdf
Zhao, P., 1996. An Efficient Computer Program For Wavefront Calculation by the Finite-Difference Method; Computers and Geosciences, 22,3,293-251.
http://www.cwp.mines.edu/cwpcodes/
http://sepwww.stanford.edu/software/seplib/
Top Related