PENGEMBANGAN OPEN SOURCE PEMEROSESAN DAN PEMODELAN DATA SEISMIK UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON

29
PENGEMBANGAN OPEN SOURCE PEMEROSESAN DAN PEMODELAN DATA SEISMIK UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON T. A. Sanny*, Budi Raharjo**, Ditya P.*, M. Rachmat*, N. Burhan. *Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Pertambangan dan Teknik Perminyakan (FTTM), ITB ** Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), ITB Abstrak Pengembangan piranti lunak (software) dengan ‘opensource’ seismik untuk eksplorasi hidrokarbon yang kami kembangkan kemungkinan merupakan hal yang pertama kali di Indonesia, yang kami mulai sejak tiga tahun yang lampau. Selama ini penggunaan piranti lunak seismik masih memerlukan biaya yang tinggi karena mahalnya harga piranti lunak yang dijual di pasaran. Tentu badan- badan riset, perguruan tinggi, bahkan perusahaan-perusahaan Migas BUMN tidak mampu terus menerus menaruh ketergantungan pada pada pengembangan piranti lunak tersebut, mengingat metoda-metoda seismik terus berkembang pesat pada beberapa tahun terakhir ini. Dengan adanya riset piranti lunak open source seismik ini, diharapkan kita dapat berdiri sendiri dalam memecahkan permasalahan reservoar migas dan tidak perlu bergantung pada piranti lunak buatan luar negeri, karena ketergantungan ini akan menjadi hambatan di masa mendatang bagi pengembangan Iptek dan tak baik pula bagi pengembangan bisnis di Indonesia. Selain itu,

description

Makalah penggunaan open source dalam pemodelan data seismic

Transcript of PENGEMBANGAN OPEN SOURCE PEMEROSESAN DAN PEMODELAN DATA SEISMIK UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON

PENGEMBANGAN OPEN SOURCE PEMEROSESAN DAN PEMODELAN DATA

SEISMIK UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON

T. A. Sanny*, Budi Raharjo**, Ditya P.*, M. Rachmat*, N. Burhan.

*Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Pertambangan dan Teknik Perminyakan (FTTM), ITB

** Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), ITB

Abstrak

Pengembangan piranti lunak (software) dengan ‘opensource’ seismik untuk eksplorasi

hidrokarbon yang kami kembangkan kemungkinan merupakan hal yang pertama kali di

Indonesia, yang kami mulai sejak tiga tahun yang lampau. Selama ini penggunaan piranti lunak

seismik masih memerlukan biaya yang tinggi karena mahalnya harga piranti lunak yang dijual di

pasaran. Tentu badan-badan riset, perguruan tinggi, bahkan perusahaan-perusahaan Migas

BUMN tidak mampu terus menerus menaruh ketergantungan pada pada pengembangan piranti

lunak tersebut, mengingat metoda-metoda seismik terus berkembang pesat pada beberapa

tahun terakhir ini.

Dengan adanya riset piranti lunak open source seismik ini, diharapkan kita dapat berdiri

sendiri dalam memecahkan permasalahan reservoar migas dan tidak perlu bergantung pada

piranti lunak buatan luar negeri, karena ketergantungan ini akan menjadi hambatan di masa

mendatang bagi pengembangan Iptek dan tak baik pula bagi pengembangan bisnis di Indonesia.

Selain itu, penggunaan piranti lunak yang bersifat open source ini dapat menghemat

pengeluaran negara dalam penyediaan berbagai piranti lunak di kantor pemerintahan, badan

penelitian, perguruan tinggi, dan BUMN.

Dalam penelitian ini, kami telah berhasil membuat platform software, yang akan

diusulkan menjadi standard pengembangan software-software geofisika eksplorasi, yaitu dalam

hal standarisasi API (Application Programming Interface), file format, visualisasi dan Graphical

User Interfaces.

Pendahuluan

Dalam dunia industri minyak dan gas bumi, eksplorasi dengan teknologi seismik

merupakan suatu standar dalam pencarian hidrokarbon yang terletak jauh di bawah

permukaan bumi. Metodologi pemerosesan data seismik terus menerus berubah setiap saat

sesuai dengan kemajuan metodologi yang dikembangkan para ahli seismik dan kemajuan

komputer yang membutuhkan kecepatan yang tinggi dalam mengolah data seismik dalam

jumlah yang besar. Dengan demikian hampir semua stakholder yang berkaitan dengan

pengolahan data seismik terus menerus harus membeli perangkat lunak baru untuk

meningkatkan kecepatan pengolahan dan peningkatan resolusi citra seismik. Sehingga dalam

sudut pandang ekonomi hal ini membutuhkan biaya yang besar (high cost) dan ketergantungan

terus menerus.

Dengan adanya pengembangan open source diharapkan selain dapat menjadi solusi

dalam masalah anggaran, open source juga memberikan banyak keuntungan lainnya. Berikut ini

beberapa manfaat open source dalam dunia geofisika dilihat dari berbagai sudut pandang.

Bertambah lagi dengan adanya krisis moneter piranti lunak seismik berlisensi sulit untuk dimiliki

karena terbentur oleh masalah mahalnya harga piranti lunak tersebut. Hal ini menjadi masalah

besar bagi kalangan akademisi dan para peneliti dan imbasnya terhadap penggunaan teknologi

pada industri Migas nasional. Perguruan tinggi harusnya menjadi pihak terdepan dalam

penggunaan dan pengembangan teknologi baru berbasis open source sehingga industri Migas

nasional dapat mengejar ketertinggalan teknologi saat ini dengan anggaran yang terjangkau.

Dalam konteks ini kami bekerjasama dengan berbagai perguruan dan badan peneliti dunia yang

telah lebih dahulu mengembangkan open source antara lain ; Karlsruch University, Hamburg

University-Germany, Stanford University dan Colorado Scholl of Mine-USA. Sehingga

diharapkan dari penelitian ini muncul paper-paper dan kemungkinan paten kelas dunia.

Pembelajaran

Piranti lunak yang berbasis open source akan memperlihatkan dan sekaligus memberikan kode

program kepada publik. Hal ini merupakan keuntungan yang luar biasa bagi dunia pendikan.

Para akademisi dapat mempelajari bagaimana caranya membuat kode program untuk

algoritma tertentu misalnya. Dan pada akhirnya open source akan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia bidang geofisika di Indonesia.

Dengan adanya open source, pengembangan sangat mungkin untuk dilakukan dan tidak

perlu dimulai dari awal. Para pengembang tinggal mempelajari sampai dimana kemajuan yang

ada untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan kemajuan penelitian dan tuntutan maupun

tantangan-tantangan baru di masa depan.

Penggunaan open source yang massif dalam dunia geofisika akan mengurangi

ketergantungan terhadap piranti lunak yang biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asing. Dari

segi finansial selain akan menghemat anggaran untuk membeli perangkat lunak dari pihak asing

juga akan menjadikan perputaran uang terjadi di negara sendiri. Open source juga akan

mengurangi monopoli perusahaan asing dalam memasarkan perangkat lunaknya di Indonesia.

Ketahanan Nasional

Ketergantungan terhadap piranti lunak buatan asing sebenarnya mengancam ketahanan

nasional. Hal ini disebabkan oleh data-data yang ada pada piranti lunak tersebut dapat diakses

dengan mudah oleh organisasi pembuat piranti lunak tersebut. Gerakan Go Open Source yang

dicanangkan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan ketahanan nasional. Upaya ini dapat didorong secara riil dalam pengembangan

piranti lunak untuk pendidikan dan penelitian dengan tingkat keamanan yang tinggi sehingga

data dalam piranti lunak tidak dapat diakses begitu saja oleh pihak asing terutama data rahasia

negara.

Manfaat pengembangan open source

Dengan adanya pengembangan opensource sesungguhnya memberikan banyak

keuntungan yang tidak saja berpijak pada permasalahan biaya akan tetapi banyak keuntungan

lain yang bisa dikembangkan antara lain dapat melakukan kolaborasi dengan perguruan tinggi

dan pusat penelitian kelas dunia dengan adanya akses bebas terhadap perangkat lunak kelas

dunia. Dalam kontek ini kami bekerjasama dengan berbagai perguruan dan badan peneliti

dunia yang telah lebih dahulu mengembangkan open source antara lain; Karlsruch University,

Hamburg University-Germany, Stanford University dan Colorado Scholl of Mine-USA. Sehingga

diharapkan dari penelitian ini muncul paper-paper dan kemungkinan paten kelas dunia.

Perangkat lunak yang berbasis open source akan memperlihatkan dan sekaligus memberikan

kode program kepada publik. Hal ini merupakan keuntungan yang luar biasa bagi dunia

pendidikan khususnya dalam pembelajaran pengembangan algoritma. Para akademisi dapat

mempelajari bagaimana caranya membuat kode program untuk algoritma tertentu misalnya.

Dan pada akhirnya open source akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia bidang

geofisika di Indonesia.

Selain itu dengan adanya open source, pengembangan sangat mungkin untuk dilakukan dan

tidak perlu dimulai dari awal. Para pengembang tinggal mempelajari sampai dimana kemajuan

yang ada untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan kemajuan penelitian dan tuntutan

maupun tantangan-tantangan baru.

Penggunaan open source yang massif dalam dunia geofisika akan mengurangi ketergantungan

terhadap perangkat lunak yang biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asing. Dari segi finansial

selain akan menghemat anggaran untuk membeli perangkat lunak dari pihak asing juga akan

menjadikan perputaran uang terjadi di negara sendiri. Open source juga akan mengurangi

monopoli perusahaan asing dalam memasarkan perangkat lunaknya di Indonesia sehingga

diharapkan dapat membangun Kemandirian

Ketergantungan terhadap piranti lunak buatan asing sebenarnya mengancam

ketahanan nasional. Hal ini disebabkan oleh data-data yang ada pada piranti lunak tersebut

dapat diakses dengan mudah oleh organisasi pembuat piranti lunak tersebut. Gerakan Go Open

Source yang dicanangkan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan ketahanan nasional. Upaya ini dapat didorong secara riil dalam

pengembangan piranti lunak untuk pendidikan dan penelitian dengan tingkat keamanan yang

tinggi sehingga data dalam piranti lunak tidak dapat diakses begitu saja oleh pihak asing

terutama data rahasia negara.

Tahapan Pengembangan Penelitian

Pertama kali kami melakukan sosialisasi open source di lingkungan Teknik Geofisika, Fakultas

Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, sebagai salah satu bagian

masyarakat geofisika di Indonesia, dengan tahapan sebagai berikut :

Melakukan migrasi dari Windows ke Linux yang dilakukan secara bertahap. Pada

tahapan ini akan banyak dilakukan workshop-workshop tentang berbagai aplikasi di

Linux yang ditujukan untuk dosen dan mahasiswa. Distro Linux yang akan digunakan

diantaranya Fedora, OpenSUSE, Scientific Linux dan Ubuntu.

Mengembangkan kode program dalam bahasa C atau fortran untuk melakukan

pemodelan seismik 2 dimensi dan 3 dimensi dalam media homogen isotropis dan

homogen anisotropis baik akustik maupun elastik.

Mengembangkan kode program dalam bahasa C atau fortran untuk melakukan seismic

inversion.

Mengembangkan kode program untuk pengolahan data seismik dengan pendekatan

anisotropis. Pengolahan data seismik dengan pendekatan anisotropis ini dibatasi untuk

tahapan velocity analysis saja.

Mengembangkan perangkat lunak pengolahan data seismik yang memiliki interface

sehingga dapat mudah digunakan (user friendly) oleh semua orang. Perangkat lunak

pengolahan data seismik ini akan bersifat open source juga.

Membuat suatu group dalam lingkungan geofisika yang dapat digunakan sebagai media

komunikasi dan berbagi untuk pengembangan perangkat lunak pengolahan data seismik

ini selanjutnya.

Hasil Pengembangan

Salah satu metode seismik yang saat ini sedang berkembang adalah metode seismik

tomografi. Metode tomografi digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi (untuk

keperluan EOR dan mendeteksi karakteristik reservoir). Seismik tomografi adalah metode untuk

merekonstruksi struktur bawah permukaan bumi dengan menghitung waktu tempuh atau

amplitudo gelombang seismik yang menyebar ke segala arah diantara sumber seismik dan

penerima yang diletakkan di permukaan bumi atau di dalam lubang bor. Metode ini digunakan

untuk mendapatkan penyebaran profil detil sifat-sifat fisik batuan seperti kecepatan dan

redaman. Seismik tomografi memerlukan beberapa pengukuran lintasan gelombang seismik.

Untuk mendapatkan lintasan-lintasan gelombang seismik tersebut digunakan beberapa sumber

dan penerima yang diletakkan di sekitar daerah-daerah penelitian yang pada umumnya

menggunakan asumsi struktur 2 dimensi, yaitu sruktur bawah permukaan yang hanya memiliki

pernyebaran cepat rambat gelombang dalam 2 arah (X dan Z). Apabila medium memiliki

penyebaran cepat rambat dalam 3 arah (X, Y, dan Z) maka hasil yang diperoleh tentunya akan

lebih realistik.

Dalam pengolahan data, sebelum melakukan proses inversi, pertama-tama harus dilakukan

pelacakan dengan menggunakan metode lintasan gelombang (ray tracing methodology) dan

perhitungan waktu tempuh dari setiap sumber ke masing-masing penerima.

Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack

Metode ini dinamakan Common Refflection surface (Műler, 1998; Hubral, 1998; Hőcht,

1998; Jäger, 1998). Metode ini adalah metode yang dimasukkan dalam kelompok metode

macro-model independent imaging method , karena metode ini tidak membutuhkan informasi

kecepatan selain informasi mengenai kecepatan medium dekat permukaan. Metode ini

memiliki keunggulan dari metode konvensional, NMO/DMO/CMP stack. Pada metode stacking

konvensional, kualitas imaging sangat ditentukan oleh model kecepatan, biasanya analiasa

kecepatan dilakukan secara iterative dan interactive dengan melakukan picking pada semblance

kecepatan. Lebih jauh lagi, metode stacking konvensional tidak memakai semua data

multicoverage, metode ini hanya menggunakan beberapa gather tertentu saja dalam proses

stackingnya. Padahal sejumlah besar trace yang diabaikan tersebut dapat digunakan untuk

menggambarkan bawah permukaan.

Didasarkan pada ray method dari Červený, 1985, parameter dari surface stacking CRS

diturunkan. Dengan mengekspresikan penjalaran gelombang dalam Normal Incidence Point

(NIP) wave dan Normal (N) wave (Hubral, 1983), traveltime hiperbolik disebut sebagai

traveltime aproksimasi CRS, adalah ekspansi deret Taylor orde dua dari traveltime refleksi

untuk gelombang paraxial di sekitar gelombang normal incident.

Dalam pengolahan data menggunakan metode CRS stacking, dimana operator stacking

ditentukan oleh lebar segmen dari reflektor atau aperture dari reflektor, maka zona Fresnel

adalah optimum aperture dalam melakukan stacking CRS. Namun, konsep zona Fresnel ini

berada dalam depth domain, padahal data seismik berada dalam time domain. Ternyata first

interface Fresnel zone dalam domain waktu identik dengan proyeksi first interface dari Fresnel

zone pada kawasan kedalaman. Sehingga hubungan ini bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan

aperture operator CRS yang optimum.

CRS Tomography

Proses stacking dengan menggunakan metode Common Reflection Surface seperti yang

dijelaskan pada bab sebelumnya dapat dikatakan sebagai metode yang lebih baik dalam

menghasilkan data stacking dibandingkan dengan metode pengolahan data seismik dengan

cara yang konvensional. Selain menghasilkan penampang stack, metode CRS stack juga dapat

digunakan untuk mengolah data waktu tempuh dari data seismik dalam bentuk atribut

kinematik wavefield. Atribut ini seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, merupakan parameter

yang menyimpan informasi posisi, kelengkungan, dan orientasi dari reflektor, selain itu atribut

kinematik wavefield, sesuai dengan sebutannya, mengandung informasi penjalaran gelombang

yang nantinya dapat dipergunakan untuk merekonstruksi model kecepatan makro dari data

seismik, dengan menggunakan konsep tomografi.

Keunggulan hasil keluaran pengolahan data dengan menggunakan CRS stack dari sisi

tingginya S/N ratio, akibat penggunaan gather CMP yang lebih banyak, dapat dimanfaatkan

sebagai input data tomografi untuk pembuatan model kecepatan makro. Selain tingginya S/N

rasio dari data CRS stack, pengambilan data picking pada penampang yang telah di stack akan

memudahkan proses pemilihan data berdasarkan kualitas dari tiap – tiap data tersebut. Selama

ini pembuatan model kecepatan makro dengan menggunakan metode tomografi, hanya

memanfaatkan picking data untuk data yang belum di stack. Hal tersebut yang menjadi

hambatan dalam pemilihan kualitas data dari input tomografi pada metode konvensional.

Hambatan yang terjadi antara lain pemilihan data berdasarkan kemenerusan reflektor yang

sangat sulit dilakukan apabila berhadapan dengan data yang memiliki struktur lapisan bawah

permukaan yang sangat kompleks.

Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan model kecepatan adalah

penentuan karakteristik dari model kecepatan. Data seismik yang direkam pada permukaan

bumi tidak mengandung data yang cukup untuk memberikan informasi mengenai sebaran nilai

kecepatan yang sebenarnya pada setiap titik (Claerbout, 1985). Untuk mengatasi kekurangan

tersebut dibuatlah model kecepatan untuk memahami sebaran kecepatan di bawah permukaan

bumi, dengan berbagai asumsi. Dalam pembuatannya, untuk mendapatkan suatu model

kecepatan yang unik dan konsisten dengan data awal dari rekaman seismik, dibutuhkan

beberapa asumsi terhadap sebaran kecepatan di bawah permukaan bumi. Salah satu asumsi

yang mungkin dipakai adalah memberikan suatu constraint atau batasan terhadap model

kecepatan yang kita inginkan. Constraint dari model kecepatan dapat berupa perubahan

kecepatan di bawah permukaan bumi yang bersifat smooth, atau dapat pula berupa asumsi

keberadaan ketidakmenerusan pada beberapa bagian dari reflektor.

Beberapa jenis karakterisasi model kecepatan diperkenalkan dalam proses perkiraan distribusi

kecepatan, jenis karakterisasi ini berdasarkan tipe constraint yang digunakan dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu;

Model kecepatan yang berupa layered (lapisan – lapisan) atau blocky

Model kecepatan ini memiliki asumsi dimana kecepatan pada tiap lapisan atau blok adalah

konstan atau bervariasi sehubungan dengan aturan kecepatan yang sederhana (gradien

kecepatan horizontal atau vertikal). Perubahan kecepatan pada model jenis ini mungkin akan

diskontinu pada batas lapisan atau blok Model kecepatan yang blocky seperti ini umumnya

akan sangat efektif digunakan pada kasus dimana kita mengharapkan gambaran kontras

kecepatan dari tiap lapisan dari daerah dengan lapisan sedimen yang berlapis – lapis dimana

terjadi diskontinuitas batas lapisan pada bagian yang dikenali sebagai reflektor.

Model kecepatan grid atau smooth

Model kecepatan ini tidak mengandung diskontinuitas kecepatan. Kecepatan pada model

tersebut didefinisikan pada sebuah grid yang rapat (dens) dari titik di bawah permukaan bumi,

bervariasi secara halus dari tiap titik grid satu ke yang lain, atau didefinisikan secara analitis

pada semua titik pada model dengan menggunakan fungsi smooth. Akibat asumsi mengenai

keberadaan bidang batas kecepatan yang disimbolkan melalui diskontinuitas perubahan

kecepatan, sehingga posisi reflektor dengan keberadaan diskontinuitas perubahan kecepatan

dapat dipisahkan.

Model kecepatan yang digunakan memiliki asumsi dasar yang sama dengan tipe model

kecepatan smooth, namun yang membedakan adalah model kecepatan ini mengandung bentuk

tubuh yang irregular dengan kontras kecepatan yang sangat tinggi, diantara lapisan kecepatan

yang berubah secara halus di sekitarnya. Model kecepatan dengan asumsi constraint seperti ini

umumnya digunakan dalam estimasi model kecepatan dimana terdapat struktur diapir garam

atau salt-diapir. Pembuatan model kecepatan dengan metode tomografi pada penelitian ini

menggunakan asumsi model kecepatan yang smooth dimana antara reflektor dan perubahan

distribusi kecepatan dapat dipisahkan hubungan antara keduanya. Dengan asumsi tersebut

maka dimungkinkan untuk membuat algoritma inversi tomografi yang hanya memanfaatkan

data refleksi yang koheren secara lokal (Laily & Sinoquet, 1996), mengingat bahwa atribut

kinematik wavefield dari pengolahan data dengan menggunakan metode CRS stack, memang

berdasarkan event yang koheren secara lokal.

Gelombang NIP dalam estimasi model kecepatan

Model kecepatan merupakan bagian yang penting dalam proses migrasi khususnya pada Pre stack

epth Migration (PreSDM). Model kecepatan yang baik merupakan model kecepatan yang dianggap

konsisten dengan data seismik awal yang ada, sehingga perlu dibuat suatu kriteria khusus untuk

menilai tingkat konsistensi model kecepatan terhadap data seismik awal. Duveneck, 2004,

menyatakan bahwa suatu model kecepatan dianggap konsisten apabila semua sinyal refleksi dari

data seismik yang berhubungan dengan titik CRP (Common Reflection Point) yang sama di bawah

permukaan bumi dapat di migrasi kan kembali ke satu titik yang sama. Pernyataan tersebut

merupakan pembuktian kriteria konsistensi suatu model kecepatan dengan cara menganalisa hasil

migrasi terhadap model kecepatan tersebut.

Tomografi dengan menggunakan atribut CRS dalam penelitian ini sebenarnya merupakan

metode pencarian model yang optimum dengan cara mencari nilai misfit yang paling minimum

antara data poin sebagai data awal dengan data hasil forward modeling pada model. Forward

modeling atau pemodelan ke depan adalah suatu metode perhitungan data teoritis di permukaan

bumi dengan mengetahui harga parameter model bawah permukaan tertentu. Pernyataan tentang

definisi tersebut berarti dilakukan pencarian atas data secara teoritis terhadap model yang

digunakan dengan memanfaatkan parameter – parameter model yang ada. Dalam hal ini parameter

model yang digunakan adalah parameter yang digunakan untuk membangun model smooth.

Tahapan forward modeling dilakukan melalui dua proses ray tracing, yaitu kinematik ray

tracing dan ray tracing dinamis. Ray tracing merupakan suatu metode pendeteksian jejak sinar yang

dirambatkan ke dalam permukaan bumi, untuk mengetahui informasi harga waktu tempuh sinar

tersebut. Metode ray tracing ini menggunakan azas fermat, dimana gelombang akan melalui jalur

yang paling cepat untuk merabat di dalam permukaan bumi.

Tahapan pemodelan inversi adalah untuk mencari model optimum dimana respons dari

model yang diberikan memiliki misfit yang minimum bila dibandingkan dengan data pengamatan

yang ada. Oleh karena itu perlu dibuat persamaan fungsi obyektif yang dapat digunakan untuk

meminimumkan misfit antara respons pada model dengan data pengamatan. Jika data dapat

dituliskan ke dalam bentuk matriks d dan m, formulasi penyelesaian proses inversi dapat

dinyatakan dengan pencarian model optimum dengan parameter model m dengan cara

meminimumkan misfit antara data d dan nilai respons dari model dmod = f(m). Operator f(m)

merupakan operator non linear yang mewakili hasil forward modeling dengan menggunakan

dynamic ray tracing.

Jika formulasi penyelesaian proses inversi dilakukan dengan menggunakan metode L2 Norm

dalam perhitungan misfit (Tarantola, 1987), model optimum akan didapat dengan meminimumkan

fungsi cost sebagai fungsi obyektif yang dituliskan sebagai berikut :

(1)

Dimana Δd(m) = d - f(m) dan merupakan matriks positif simetris yang bertindak sebagai pembobot

(weight) yang diaplikasikan untuk setiap data poin pada perhitungan nilai S. Pembobotan dilakukan

untuk menstabilkan proses inversi dengan cara memberikan nilai secara numeric pada setiap tipe

data yang ada.Matriks sering disebut pula sebagai matriks kovariansi (Tarantola, 1987). Komponen

diagonalnya merupakan variansi yang berhubungan dengan nilai parameter data poin yang

berbeda. Pembobotan dilakukan pada tiap parameter pada data poin yaitu pembobotan terhadap

waktu tempuh gelombang normal στ, pembobotan terhadap turunan spasial pertama σp, terhadap

turunan spasial kedua σM, dan terhadap emergence location σξ.

Langkah tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan aspek parameter model dalam

fungsi cost. Seperti sebagaimana diketahui bahwa komponen model memiliki dua bagian yaitu :

(2)

Dengan menambahkan pembobotan untuk parameter model, maka fungsi cost yang dipengaruhi

faktor pembobotan terhadap parameter model, dapat dituliskan sebagai berikut :

(3)

Dengan matriks D” merupakan pembobotan yang diberikan terhadap parameter model dari fungsi

β-spline. Matriks D” dibuat berdasarkan normalisasi terhadap arah lateral xx dan arah vertical zz,

dimana kedua nilai tersebut diberikan sebagai input oleh pengguna software pada program yang

digunakan dalam penelitian ini.

Dengan begitu maka persamaan diatas dapat diselesaikan dengan menggunakan metode least

square (kuadrat jarak terkecil) dan digambarkan melalui persamaan:

(4)

Persamaan ini merupakan solusi persamaan obyektif yang dapat diselesaikan dengan metode least

square dengan mencari nilai update model Δm. Matriks F tersebut dapat dituliskan secara lengkap

dalam bentuk matriks :

Matriks ini merupakan matriks turunan Frechet yang dapat dibagi menjadi 4 bagian. Bagian

pertama yaitu bagian sebelah kiri atas dari matriks mengandung matriks ndata x ndata yang

merupakan matriks turunan Frechet terhadap parameter model NIP. Bagian matriks sebelah kanan

atas dari matriks yang mengandung matriks ndata x nxnz yang merupakan matriks turunan Frechet

terhadap parameter model vjk. Bagian kanan bawah dari matriks tersebut mengandung matriks

yang berhubungan dengan turunan Frechet terhadap constraint (batasan) tambahan bagi data poin

yang ada.

Gambar dibawah ini, merupakan penampang atribut RNIP yang dihasilkan pada penelitian ini,

Gambar 1.a, merupakan penampang atribut RNIP berasal dari CRS stack, sedangkan gambar 1.b,

merupakan penampang atribut RNIP yang berasal dari proses smoothing.

Gambar 1. Penampang RNIP. (a). Penampang RNIP hasil proses CRS stack, (b). Penampang RNIP hasil proses moothing.

Bentuk elips biru pada kedua penampang menunjukkan daerah yang pada awalnya mengalami fluktuasi (a) hingga

proses smoothing untuk penghilangan efek tersebut (b)

Penampang RNIP merupakan penampang yang mengalami efek perubahan yang paling besar,

sehingga analisa hasil dari proses smoothing ini hanya dilakukan pada hasil penampang RNIP yang

telah mengalami proses smoothing saja. Pada gambar 1 terdapat elips berwarna biru pada kedua

penampang. Elips tersebut digunakan untuk menandai daerah yang menjadi daerah pengamatan

terhadap perubahan nilai pada kedua penampang. Pada 1.a terlihat bahwa terdapat fluktuasi nilai

dari atribut RNIP sehingga nilai atribut tersebut pada event reflektor cenderung memberikan

tampilan berupa sebaran yang tidak merata. Sedangkan pada 1.b fluktuasi nilai tersebut dapat

dihilangkan menjadikan atribut pada event yang berkaitan memiliki distribusi nilai atribut yang

bervariasi secara halus.

Gambar 2 merupakan penampang emergence angle (α) yang telah mengalami proses smoothing.

Akibat kecilnya perubahan nilai antara penampang (α) sebelum dan sesudah mengalami proses

smoothing, maka tidak diberikan analisa yang mendetail pada atribut tersebut. Pengaruh yang kecil

terhadap nilai α pada proses smoothing terjadi akibat kecilnya nilai dip difference yang menjadi

input sebagai dip threshold (acuan) yang digunakan pada proses ini.

Gambar 2. Penampang α hasil proses smoothing

Selain keberadaan nilai stacking envelope, perbedaan yang lain terletak pada perhitungan bentuk

window yang dihitung berdasarkan panjang dari window, sejumlah sampel yang digunakan pada

proses smoothing.

Gambar 3 merupakan hasil automatic picking yang telah di overlay dengan penampang CRS stack

yang telah dioptimasi. Terlihat bahwa titik – titik hitam yang menggambarkan lokasi picking berada

tepat pada event relektor pada model yang bersangkutan. Jumlah picking yang dilakukan

bergantung pada jumlah data yang memiliki koherensi yang sama atau lebih besar dari koherensi

threshold yang dimasukan.

Gambar 3. Penampang CRS stack yang telah di overlay terhadap lokasi picking.

Titik – titik hitam merupakan representasi dari lokasi picking

Inversi Tomografi Tahapan inversi tomografi ini dilakukan dengan menggunakan program Niptomo2D, yang merupakan program open source yang berbasis sistem operasi linux. Input yang digunakan

terdiri dari data poin yang dihasilkan pada proses automatic picking, lokasi dari grid yang akan digunakan, dan model inisial yang menjadi model awal pada saat proses inversi. Data masukan pertama merupakan data poin, dimana data tersebut disimpan ke dalam file berbentuk ascii yang terdiri dari empat kolom, dimana setiap kolom tersebut merupakan nilai dari masing – masing parameter pada data poin tersebut. Perlu diingat bahwa nilai τ0 memiliki satuan 10-3 s, MNIP memiliki satuan 10-9 s/m2, p memiliki satuan 10-6 s/m, dan ξ0 memiliki satuan dalam meter. Hal tersebut nantinya juga akan berguna saat menentukan nilai pembobotan yang akan dikenakan bagi masing – masing parameter di dalam data poin.

Data masukan yang kedua merupakan informasi letak dari grid baik secara lateral maupun secara vertical. Lokasi bagi letak grid ini memiliki dimensi dalam satuan meter baik ke arah lateral, maupun vertical. Nantinya model kecepatan yang dihasilkan secara lateral akan sama dimensinya dengan bentangan offset dan secara vertical akang sama dengan kedalaman pada model awal geologi yang digunakan.

Data masukan yang ketiga merupakan model kecepatan inisial yang dijadikan sebagai model awal pada inversi tomografi. Model kecepatan inisial ini, seperti halnya keluaran dari proses inversi ini, merupakan model kecepatan yang berada pada domain kedalaman. Dalam penelitian ini berdasarkan pada model geologi awal maka di gunakan kecepatan di dekat permukaan sebesar 1500 m/s dan gradient kecepatan yang bernilai 1 m/s untuk setiap perubahan kedalaman satu meter. Secara lengkap nilai – nilai dari parameter yang lain yang dijadikan sebagai input dalam inversi tomografi, adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Parameter inversi tomografi

Selain memberikan input seperti yang telah ditunjukkan pada table B.1, diberikan pula sebuah additional constraint yang berupa informasi kecepatan a priori. Informasi kecepatan ini didasari atas model geologi awal yang dipergunakan. Walaupun menggunakan informasi model geologi awal, namun data yang dijadikan informasi kecepatan a priori hanya data kecepatan yang berada di dekat permukaan. Dalam hal ini di berikan informasi kecepatan sebanyak delapan titik yang berada di dekat permukaan (z=0) dengan nilai kecepatan 1500 m/s.

Dengan menggunakan nilai dari masukan didapatkan model kecepatan hasil inversi tomografi yang cukup baik. Kriteria penilaian suatu model kecepatan yang dianggap baik nantinya akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian analisa. Walaupun model kecepatan yang

dihasilkan dan dipilih sebagai model akhir hanya berasal dari satu kumpulan percobaan, ditampilkan pula hasil model kecepatan dengan variasi nilai dari parameter yang sama seperti xx dan zz guna melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh besarnya parameter tersebut.

Analisa berikutnya merupakan analisa terhadap penambahan informasi kecepatan a priori sebagai constraint tambahan. Fungsi informasi kecepatan a priori ini juga nantinya akan memudahkan penentuan distribusi nilai dari variasi kecepatan. Dilakukan percobaan dengan tiga jenis model kecepatan yang akan dihasilkan (gambar 4). Data pertama merupakan data yang tidak menggunakan informasii kecepatan a priori (4a), data kedua merupakan data yang menggunakan kecepatan a priori yang terletak di dekat permukaan saja (4b), data yang ketiga atau yang terakhir merupakan data dengan menggunakan informasi

Gambar 4. Model kecepatan dengan nilai xx dan zz yang bervariasi. (a). xx = 0.01, zz = 0.01, (b). xx = 0.05, zz = 0.01, (c). xx = 0.01, zz = 0.05, (d). xx,zz = 0.05, (e). xx = 0.1, zz = 0.05, (f). xx = 0.05, zz = 0.1, (g). xx,zz = 0.1

kecepatan a priori pada setiap titik di dalam model sejumlah 45 titik (4c). Secara kualitatif tidak ada perubahan yang signifikan antara data 4.a dengan data 4.b, hanya saja mungkin pada model kecepatan 6a masih terdapat kekurangan pada pola sebaran distribusi kecepatan (elips berwarna merah). Kekurangan tersebut merupakan anomali nilai kecepatan pada daerah yang lebih dalam, dimana justru mengalami penurunan nilai kecepatan. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang normal mengingat asumsi semakin bertambahnya kedalaman semakin besar kecepatan suatu lapisan. Sehingga secara kualitatif 6b lebih baik dibanding dengan 4.a. Namun

jika dibandingkan dengan 6c, model kecepatan yang dihasilkan secara kualitatif lebih baik dibandingkan dengan kedua model awal. Hal tersebut disimpulkan dengan melihat keberadaan sebaran nilai kecepatan yang mampu menunjukkan apa yang dianggap sebagai lokasi struktur wedge out (elips merah), dan juga pola sebaran distribusi kecepatan yang semakin besar sejalan dengan bertambahnya kedalaman.

Gambar 5. Model kecepatan dengan menggunakan variasi nilai dari informasi kecepatan a priori. (a). Model kecepatan yang tidak menggunakan informasi kecepatan a priori, (b). Model kecepatan yang menggunakan kecepatan a priori yang terletak di dekat permukaan, (c). Model kecepatan merupakan data dengan menggunakan informasi kecepatan a priori pada setiap titik

di dalam model sejumlah 45 titik

Jika hanya melihat dari segi kualitatif, maka dapat disimpulkan bahwa model kecepatan dengan nilai parameter seperti pada model kecepatan 4.c merupakan model kecepatan yang paling baik. Namun hal tersebut perlu dibuktikan kembali dengan melakukan analisa kuantitatif. Gambar 6. merupakan model akhir yang terbaik dalam penelitian ini.

Gambar 6. Model akhir kecepatan seismik terbaik

Data Format Seismik Dari hasil eksplorasi internet yang kami lakukan, terdapat beberapa format file data seismic yang sudah menjadi standar industri eksplorasi migas, di antaranya adalah SEG-Y (.segy), Seismic Unix (.su), RSF File Format (.rsf), dan Data Dictionary System. Sampai saat ini penelitian telah menghasilkan source code berbahasa pemrogramman java untuk membaca dan memanipulasi format data segy dan format data su

Perancangan User InterfacesPada penelitian ini telah dilakukan studi literature tentang cara pembuatan Graphical User Interfaces yang baik, yaitu graphical user interface yang mempertimbangkan faktor ergonomi, faktor interaksi manusia dan mesin, efisiensi line of code, alur kerja software, dan kualitas respon user interface. Beberapa literatur yang dipergunakan dalam kegiatan studi literatur ini diantaranya

The Essential Guide to User Interface Design: An Introduction to Gui Design Principles and Techniques Wilbert O. Galitz John Wiley & Sons 1996 ISBN-10 / ASIN: 0471157554

GUI Bloopers: Don'ts and Do's for Software Developers and Web Designers (Interactive Technologies) Jeff Johnson, Morgan Kaufmann, 2000 ISBN-10 / ASIN: 1558605827

Diagram di bawah ini menjelaskan alur kerja yang digunakan penelitian dalam mengembangkan user interfaces :

Penelitian ini hanya mentargetkan keluaran source code hanya sampai versi beta, karena pada dunia open source kondisi source code program yang stable hanya dapat dicapai apabila source code tersebut mampu diterima oleh komunitas pengguna program dan pengembangan source code itu sendiri dilakukan secara kontinu

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam evaluasi adalah faktor ergonomi, faktor interaksi manusia dan mesin, efisiensi line of code, alur kerja software, portabilitas, dan kualitas respon user interface. Sementara itu tim anggota yang melakukan evaluasi terdiri dari berbagai kalangan, diantaranya Geophysisicst, Dosen, Mahasiswa, Software Engineer, dan dari kalangan industri eksplorasi migas.

Pengembangan konsep Platform Open Source GeophysicsTelah dikemukakan sebelumnya bahwa software opensource yang dibuat haruslah

mudah di adopsi oleh industri, dan mudah dipelajari dan dikembangkan oleh akademisi dan

GUI Prototype

IGUI

Prototype II

Evaluasi

Uji Coba

GUI Alpha

Evaluasi

GUI Beta

mahasiswa. Maka software yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah software-software metoda seismic yang dikembangkan diatas platform pengolahan data seismic seperti SU, SEPLib. Gambar berikut menjelaskan arsitektur software open source yang akan dikembangkan.

Dengan menggunakan konsep seperti pada gambar diatas para peneliti dan pengembang software metoda seismic dapat dengan mudah mengembangkan programmnya melalui IDE (Integerated Development Environtment) dan compiler yang diberikan. Di dalam IDE tersebut terdapat interfaces dengan Knowledge Base yang berisi tentang teori-teori dan metoda-metoda seismic. Melalui IDE tersebut peneliti dapat merekam pengetahuannya, bahkan tidak menutup kemungkinan pengguna industri juga dapat melakukannya. Dengan keberadaan user interfaces yang baik dan didukung dengan sistem pakar, maka software ini diharapkan sangat membantu pengguna industri dan akademisi dalam mempelajarinya.

Kesimpulan 1. Kelebihan yang didapatkan dalam menggunakan open source seismik adalah

cepatnya dalam beradaptasi memahami permasalahan karena dalam tahap pengerjaannya kita dapat berkomunikasi langsung dengan pencipta dan programer yang pertama kali mengembangkan secara terbuka.

2. Terjalinnya komunikasi aktif dengan peneliti kelas dunia dari berbagai negara dan terjalinnya networking yang kuat antara para peneliti.

3. Terbangunnya keterbukaan antara para peneliti sehingga pula dihasilkannya percepatan pengembangan penelitian.

4. Dengan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tahap awal mengurangi ketergantungan lingkungan akademisi dan industri terhadap perangkat lunak yang tertutup yang diciptakan oleh pihak asing.

5. Penghematan biaya yang sebelumnya digunakan untuk membayar lisensi dapat digunakan untuk menambah dan mengembangkan sumber daya manusia.

Mengingat masih adanya keterbatasan di Indonesia dalam komunikasi dengan opensource

User Iterface

Interpretation Program

Seismic Data Processing &

Imaging Program

Forward Modelling & Ray

Tracing

Integerated Developme

nt Environtme

nt(IDE)

Seismic Un*x, SEPLib, Madagascar

Ekspert System

Knowledge Base

maka diperlukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perlu memasyarakatkan open source di kalangan akademisi, peneliti dan mahasiswa. 2. Perlu dan dapat dikembangkan open source di kalangan akademisi, peneliti dan

mahasiswa.3. Perlu pengembangan open source untuk pengajaran dan praktikum mahasiswa

Daftar Pustaka

Berryman, J.G., 1991, Lecture Notes on Nonlinear Inversion and Tomography; LLNL,

Livermore, CA.

Cao, S., and Greenhalgh, S. 1994. Finite-Difference Solution of Eikonal Equation using an Efficient, First Arrival, Wavefront Tracking Scheme; Geophysics, 59 4,632-643

Cerveny, V and Soares, J.E.P., 1992. Fresnel Volume Ray-Tracing; Geophysics, 57,7,902-912

Ettrich, N., 1998, FD. Eikonal Solver for 3-D Anisotropic Media; SEG Expanded Abstracts

Höcht, G.,1998. The Common Reflection Surface Stack. Master’s thesis, Universität Karlsruhe.

Höcht, G., de Bazelaire, E., Majer, P., and Hubral, P. ,1999, Seismics and optics: hyperbolae and curvatures. J. Appl. Geoph., 42(3,4):261–281.

Hubral, P., Höcht, G., and Jäger, R. ,1999, Seismic illumination. The Leading Edge, 18(11):1268–1271.

Jäger, R. 1999, The Common Reflection Surface Stack - Theory and Application. Master’s thesis, Universität Karlsruhe.

Jäger, R., Mann, J., Höcht, G., and Hubral, P. ,2001, Common-reflection-surface stack: Image and attributes. Geophysics, 66(1):97–109.

Mann, J. (2002). Extensions and applications of the Common-Reflection-Surface Stack method. Logos Verlag, Berlin.

Mann, J., Höcht, G., J¨ager, R., and Hubral, P. ,1999, Common Reflection Surface Stack – an attribute analysis. 61st Mtg. Eur. Assn. Geosci. Eng., Extended Abstracts. Session P140.

Mann, J., Jäger, R., M¨uller, T., H¨ocht, G., and Hubral, P. ,1999, Common-reflectionsurface stack – a real data example. J. Appl. Geoph., 42(3,4):301–318.

Müller, T. (1999). The common reflection surface stack – seismic imaging without explicit knowledge of the velocity model. Der Andere Verlag, Bad Iburg.

Sage,S., Grandjean, G., JaTS: A Fully Portable Seismic Tomography Software Based on Fresnel Wavepath and Probabilistic Reconstruction Approach; No Published

Sanny, T.A., and Sassa, K., 1996, Improvement of Simultaneous Iterative Reconstruction

Technique and It’s Initial Model for Seismic Tomography Inversion; HAGI/SEG/ASEG/EAGE International Geophysical Conference and Exposition

Vasco, D.W., Peterson, J.E., Jr. and Majer, E.L., 1995, Beyond Ray Tomography; Wave Path and Fresnel Volumes; Geophysics, 60, 1790-1804

Vidale, J.E., 1990, Finite-Difference Calculation of Traveltimes in Three Dimension; Geophysics, 55, 521-526

Vidale, J.E., 1988, Finite-Difference Calculation of Traveltimes; Bull. Seis. Soc. Am., 78, 2062-2076

Yang, W., 2003. A Basical Study on Two-point Seismic Ray Tracing, www.ees.nmt.edu/Geop/Classes/GEOP523/Docs/yang.pdf

Zhao, P., 1996. An Efficient Computer Program For Wavefront Calculation by the Finite-Difference Method; Computers and Geosciences, 22,3,293-251.

http://www.cwp.mines.edu/cwpcodes/

http://sepwww.stanford.edu/software/seplib/