PENGARUH TEKANAN UDARA
TERHADAP SIFAT PEMBAKARAN MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN VAPORIZING BURNER
UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh :
RONY WIDHIASTO
NIM : I 1404029
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGARUH TEKANAN UDARA
TERHADAP SIFAT PEMBAKARAN MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN VAPORIZING BURNER
UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM
Disusun oleh :
Rony Widhiasto
NIM. I1404029
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Joko Triyono, ST., MT Wahyu Purwo R, ST., MT
NIP. 196906351997021001 NIP. 19720229 2000121 001
Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari Rabu 20 Januari
2010.
1. Rendy Adhi Rachmanto, ST., MT ………………………… NIP. 197101192000121006
2. Budi Kristiawan, ST., MT ………………………...
NIP. 197104251999031001
3. Suyitno, ST., MT.,Dr.Tech ………………………...
NIP. 197409022001121002
Mengetahui:
Ketua Jurusan Teknik Mesin Koordinator Tugas Akhir
Dody Ariawan, ST., MT Syamsul Hadi, ST., MT
NIP. 19730804 1999031 003 NIP.19710615 1998021 002
iii
Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Sifat Pembakaran Minyak Jelantah
Menggunakan Vaporizing Burner Untuk Peleburan Aluminium
Rony Widhiasto
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia
email : [email protected]
abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan udara
terhadap pembakaran minyak jelantah dan untuk mengetahui air-fuel ratio
pembakaran. Energi panas hasil pembakaran minyak goreng bekas dimanfaatkan
untuk mencairkan alumunium. Pembakaran minyak goreng bekas menggunakan vaporizing burner,
dengan variasi tekanan udara (1, 2, 3, dan 4 bar). Tekanan udara dialirkan dari
kompresor. Komposisi bahan bakar 100% minyak jelantah dan tekanan dijaga
konstan 4 bar. Dalam uji pembakaran, panjang api diamati secara visual dan
diukur secara manual serta temperatur nyala api diukur pada daerah tengah dan ujung. Evaluasi penggunaan energi minyak jelantah sebagai bahan bakar
peleburan alumunium diamati dalam hal temperatur dalam tungku, komsumsi
bahan bakar dan lama waktu alumunium mencair.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan udara
panjang nyala api semakin meningkat. Pada tekanan 4 bar tidak terjadi pembakaran karena bahan bakar tidak dapat keluar. Profil nyala api yang paling
baik terjadi pada tekanan 3 bar dengan panjang 1 meter, dengan nyala api yang
stabil dan tidak menghasilkan banyak asap. Temperatur optimum mencapai 13390
C di daerah pangkal tungku (daerah A) pada tekanan udara 3 bar. Peningkatan
tekanan udara akan menaikan nilai air-fuel-ratio actual (AFR)act.
Kata kunci : minyak jelantah, tekanan udara, vaporizing burner, air-fuel-ratio,
pengecoran aluminium.
iv
The effect of Air Pressure To The Combustion Properties Of Used Cooking Oil
Fuel Using Vaporizing Burner For Aluminium Casting
Rony Widhiasto Mechanical Engineering,
Sebelas Maret University of Surakarta, Indonesia
email : [email protected]
abstract
The aim of this research is to investigate the effect of the air pressure to
the combustion properties of used cooking oil and the air-fuel ratio. The heat
energy resulted by the combustion is used for aluminium casting.
The combustion of used cooking oil is conducted by a vaporizing burner, with variation of air pressure 1, 2, 3 and 4 bars. The air pressure is supllied by a
compressor. The fuel composition was 100% used cooking oil and the fuel
pressure was kept constant on 4 bars. In the combustion test, the flame length is
observed visually and manually measured as far as the flame temperature at base,
middle, and tip of the flame fire. The energy usage evaluation of used cooking oil for aluminium casting fuel is observed in the case of inner stove temperature, fuel
consumption and melting time of aluminium.
The result this of research shows that the higher the air pressure, the
longer is the flame. At 4 bar pressure, there is no combustion because the fuel
cannot be released. The best flame profile occurs at 3 bar pressure with 1 meter length, with the stable flame and not producing much fume. The optimum
temperature reaches 1339oC in the base of hearth area (area A) at 3 bar air
pressure. The increased air pressure will increase the air-fuel-ratio actual
(AFR)act.
Keywords : used cooking oil, air pressure, vaporizing burner, Air-Fuel Ratio,
aluminium casting.
v
MOTTO
“ Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku“ (Filipi 4:13)
“ Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur“
(Filipi 4:6)
“ Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntunganya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya
melebihi emas“ (Amsal 3:13-14)
“ Bukan bagaimana kita bahagia, tetapi ada kita orang lain bahagia “ (Rony Widhiasto)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
1. Jesus Christ My Savior.
2. Bapak dan Ibu yang telah membimbing secara moral dan material. Seluruh
adik-adikku dan kakak-kakakku. Terimakasih atas dukungan yang telah
diberikan selama ini.
3. Bapak Joko Triyono, S.T. M.T dan Bapak Wahyu Purwo R, S.T. M.T, dosen-
dosen hebat yang telah membimbing tanpa rasa letih dan selalu memberi
pengarahan yang begitu berharga.
4. Bapak Suyitno, S.T. M.T.Dr.Tech, bapak Rendhy Adhi Rachmanto, S.T. M.T
dan bapak Budi Kristiawan, S.T. M.T selaku dosen penguji, yang selalu
memberi saran dan kritik yang sangat berharga dan membangun.
5. Punto Ari Prabawa, Partner dalam mengerjakan Skripsi, Keep on Fire bro….
6. Febrian Deny Moreta, partner dalam suka dan duka, Joyo Satriani, Sony
Riswanto, Afan, Dyan W.W, Bardi, MessiaH (Dandung, Erwan, Nyunyun),
Stepost Agung, Bharoto Budi K. Kost (Jaya Kusuma, Evitia, Pentagon), Pak
Man (Master of Tea). Seluruh Staf & murid PPA 838, 943, 923.
7. My Inspiration, Furi Dianawati (Thanks for all….), James Hetfield, Dave
Mustaine, Matt Heavy, John Petruci, Mike Portnoy, Robert Trujillo.
8. Team Futsal Pandawa & Badminton Palur, Hengky, Anjar BG, Sony Budoyo,
Steve Jolembung, Jack Susilo, Adin, Dian ‘Teplok’ Permana, Dany and the
goal keeper, Mas Agus, Pak Andy, Kang Sigit, Dikdo, Plenying, Ahmad,
Udin, Didik, Hafis S’Kisut’, Pendi, Gunawan, Edwin, Mbak Nur, Heribertus,
Sapeth
9. Teman-teman Fakultas Teknik, Eko YP, Mulyantara, Andhika, Ali, Eko Boly,
Blink, Danang, Ngadiman, Yogik, M Abadi, Dony, Himawan, Marlon, Andri,
Didin, Kutu ‘Agus’ Kupret, Nuri, Condro, Fany, Sekar wuri, Riza, Ahmad,
Oka, Rika, Ari, Ali, Adi, Tedy, Marianto, Pak Slamet (Ride Guardian).
10. Semua pihak yang telah membantu, God Bless You……..
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia
atas segala limpahan Berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaikan Skripsi “Pengaruh Tekanan Udara Terhadap
Sifat Pembakaran Minyak Jelantah Menggunakan Vaporizing Burner Untuk
Peleburan Aluminium” dengan baik.
Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam Penyelesaian Skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dody Ariawan, ST., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin UNS
Surakarta.
2. Bapak Joko Triyono, ST. MT, selaku Pembimbing I atas bimbingannya
hingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
3. Bapak Wahyu Purwo.R, ST. MT, selaku Pembimbing II yang telah turut serta
memberikan bimbingan yang berharga bagi penulis.
4. Bapak Bambang Kusharjanta, ST. MT, selaku Pembimbing Akademis yang
telah menggantikan sebagai orang tua penulis dalam menyelesaikan studi di
Universitas Sebelas Maret ini.
5. Bapak Syamsul Hadi, ST. MT, selaku koordinator Tugas Akhir
6. Seluruh Dosen serta Staf di Jurusan Teknik Mesin UNS, yang telah turut
mendidik penulis hingga menyelesaikan studi S1.
7. Bapak, Ibu dan saudaraku atas dukungan doa, bimbingan, motivasi, dan
dukungan material maupun spiritual selama penyelesaian Tugas Akhir.
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
membantu pelaksanaan dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
viii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna, maka kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi
ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan kita semua
Amin.
Surakarta, 6 Januari 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................ i
Halaman Pengesahan .................................................................................. ii
Halaman Abstrak ......................................................................................... iii
Halaman Motto ........................................................................................... v
Halaman Persembahan ................................................................................ vi
Kata Pengantar ............................................................................................. vii
Daftar Isi ...................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................. xii
Daftar Gambar ............................................................................................. xiii
Daftar Notasi ................................................................................................. xiv
Daftar Lampiran .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 3
1.3. Batasan Masalah .................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian................................................................... 4
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................. 4
BAB II DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................... 5
2.2. Landasan Teori ...................................................................... 6
2.2.1. Bahan Bakar .................................................................. 6
2.2.2. Karakteristik Bahan Bakar Cair ................................... 6
2.2.3. Pembakaran Bahan Bakar Cair ...................................... 8
2.2.4. Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar Cair ................. 9
2.2.5. Alat Bakar (Burner) ...................................................... 11
2.2.5.1 Vaporizing Burner ........................................... 11
2.2.5.2 Steam / Air Atomizing Burner ......................... 12
2.2.5.3 Pengabutan Tekan ........................................... 13
x
2.2.6. Udara Sebagai Salah Satu faktor Utama Pembakaran ... 14
2.2.7. Laju Aliran Massa dan Volume ..................................... 18
2.2.8. Aluminium..................................................................... 19
2.2.9. Proses Pengecoran Aluminium ..................................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 23
3.2. Bahan Penelitian .................................................................... 23
3.3. Alat Penelitian ......................................................................... 23
3.3.1 Peralatan yang Digunakan Dalam Penelitian ................. 23
3.3.2 Prinsip Kerja Alat Burner Set ........................................ 23
3.4.Prosedur Penelitian ................................................................. 23
3.4.1 Langkah-langkah Pengoperasian Burner ....................... 26
3.4.2 Pengukuran Tekanan Udara ........................................... 26
3.4.3 Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar .............................. 27
3.4.4 Pengukuran Panjang Nyala Api ..................................... 27
3.4.5 Pengukuran Temperatur di dalam Ruang Tungku
Pencairan Logam ........................................................... 27
3.4.6 Pengukuran Waktu Pencairan Logam Aluminium
di dalam Tungku ............................................................ 28
3.4.7 Pengukuran Debit Bahan Bakar ..................................... 29
BAB IV DATA DAN ANALISA
4.1. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Panjang Nyala Api......... 30
4.2. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Waktu Pencairan
Aluminium.............................................................................. 31
4.3. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Konsumsi Bahan Bakar. 33
4.4. Pengaruh Tekanan Udara terhadap Temperatur Dalam
Tungku .................................................................................... 35
4.5. Perhitungan AFRact (Air Fuel Ratio) actual dan Bilangan
Reynold ................................................................................... 37
4.5.1 Debit Udara dan Bilangan Reynold ……………………. 38
4.5.2 Perhitungan Actual Air-Fuel Ratio (AFR)act …………. 39
xi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 44
5.2. Saran ...................................................................................... 44
Daftar Pustaka ............................................................................................. 45
Lampiran ..................................................................................................... 47
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Kelapa Sawit ....................... 9
Tabel 3.1 Data hasil pengujian karakteristik minyak jelantah .......................... 21
Tabel 4.1 Data Panjang Nyala Api di Setiap Variasi Tekanan Udara........... 29
Tabel 4.2 Data Waktu Pencairan Aluminium ……………………………... 32 Tabel 4.3 Data Konsumsi Bahan Bakar Setiap Variasi Tekanan Udara …... 34
Tabel 4.4 Data Temperatur Tungku pada Variasi Tekanan Udara………… 36
Tabel 4.5 Data Tekanan Udara dan Debit Udara .......................................... 38
Tabel 4.6 Perhitungan AFR actl Pembakaran Minyak Jelantah
Setiap Variasi Tekanan Udara…………………………………... 41
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Vaporizing Burner .................................................................. 11
Gambar 2.2 Alat bakar tipe Air Atomizing Burner..................................... 12
Gambar 2.3 Mechanical or Oil Pressure Atomizing Burner...................... 13
Gambar 2.4 Horizontal Rotary Cup ........................................................... 14 Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ........................................................... 20
Gambar 3.2a Minyak Jelantah ..................................................................... 21
Gambar 3.2b Aluminium.............................................................................. 21
Gambar 3.3 Seperangkat Alat Burner Set .................................................. 24
Gambar 3.4 Skema Burner Set ................................................................... 24 Gambar 3.5 Nozel ....................................................................................... 25
Gambar 3.6 Tungku Pencairan Aluminium ............... ............................... 28
Gambar 3.7 Tempat Aluminium Mencair .................................................. 28
Gambar 4.1 Grafik Waktu Pencairan Aluminium..................................... .. 33
Gambar 4.2 Grafik Volume Bahan Bakar Terbakar..................................... 35 Gambar 4.3 Garafik Temperatur Nyala Api .............................................. .. 37
Gambar 4.4 Grafik reynold number............................................................ 39
Gambar 4.5 Grafik AFRact......... ................................................................. … 42
xiv
DAFTAR NOTASI
AFR = air fuel ratio
µ = Viskositas (N/m2)
ρ = Massa Jenis
Re = Bilangan Reynold
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran . Data hasil pengujian pemeriksaan bahan bakar (minyak jelantah)
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINYAK BUMI
UNIVERSITAS GAJAH MADA .......................................... 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Aluminium merupakan salah satu material yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari karena karakteristiknya yang ringan, kuat, dan tahan korosi.
Penggunannya secara luas dalam bidang otomotif, rangka pesawat terbang, kabel
listrik, kaleng minuman, rangka dan furniture rumah tangga. Pengolahan aluminium
mentah membutuhkan biaya relatif mahal, meliputi pemurnian bauksit untuk
memperoleh alumina murni serta peleburan aluminium dan reduksi alumina dengan
proses elektrolisis. Untuk menghemat biaya pengolahan aluminium perlu dilakukan
pengolahan yang relatif lebih murah, yaitu dengan melakukan remelting atau
peleburan ulang.
Peleburan aluminium di industri besar pada umumnya menggunakan tungku
induksi sedangkan untuk industri kecil dan menengah menggunakan tungku yang
dilengkapi alat bakar (burner). Bahan bakar yang biasa dipakai adalah minyak tanah
(kerosene). Pertengahan tahun 2007 pemerintah Indonesia melakukan kebijakan
konversi energi yaitu dari minyak tanah menjadi LPG yang mengakibatkan minyak
tanah langka di pasaran dan harganya mahal. Untuk menghemat penggunaan minyak
tanah dan menekan biaya produksi pada industri pengecoran logam, maka diperlukan
penggunaan bahan bakar lain yang harganya lebih murah yaitu salah satunya dengan
pemanfaatan bahan limbah berupa minyak goreng bekas atau minyak jelantah (used
cooking oil).
Minyak kelapa sawit adalah salah satu hasil bumi di Indonesia. Kelapa sawit
sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu
primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas
bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan
2
minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. M inyak kelapa sawit mentah yang
diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit
adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.
Dengan begitu besarnya hasil dari minyak kelapa sawit yang diolah, maka limbah
pengolahan minyak goreng kelapa sawit juga meningkat, hal ini diharapkan minyak
bekas penggorengan (jelantah) dapat menjadi salah satu bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar minyak bumi.
Minyak jelantah (used cooking oil) dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif pengganti minyak tanah atau solar. Berdasarkan penelitian Saraswati Porbo
Kayun-MB IPB, total jumlah minyak jelantah yang tersedia dari berbagai pihak yang
menggunakan minyak goreng adalah sebanyak 3.886.686,63 ton per tahun. Hasil ini
dikumpulkan dari beberapa sumber yaitu rumah tangga, restoran, hotel dan industri
pengolahan makanan. Dengan jumlah yang relatif besar, maka diharapkan minyak
jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar
fosil. Dalam penelitian ini digunakan minyak jelantah (100%) sebagai bahan bakar
cair dan burner tipe vaporizing burner yang digunakan untuk mencairkan aluminium.
Alat bakar (burner) yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
pembakaran bahan bakar cair yakni burner yang berfungsi untuk mengetahui
karakteristik pembakaran bahan bakar agar mudah terbakar. Minyak yang
mempunyai viskositas tinggi (misalnya minyak goreng bekas) diperlukan pemanasan
awal atau atomisasi dari minyak ke dalam aliran udara dengan menggunakan (Muin,
1998).
Karakteristik pembakaran bahan bakar cair sangat dipengaruhi oleh kondisi
aliran udara dan jumlah kebutuhan udara untuk pembakaran. Kecepatan udara terlalu
tinggi akan menurunkan temperatur pembakaran tetapi sebaliknya dengan kecepatan
udara berkurang maka pembakaran yang seragam sulit tercapai. Oleh karena itu,
3
diperlukan campuran udara dan bahan bakar (air-fuel ratio) yang sesuai agar tercapai
pembakaran yang optimal.
1.2. Batasan Masalah
Agar dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menimbulkan permasalahan
maka perlu adanya batasan masalah sebagai berikut :
a. Minyak jelantah diambil dari bekas restoran cepat saji.
b. Minyak jelantah 100% sebagai bahan bakar.
c. Tekanan bahan bakar tetap sebesar 4 bar.
d. Debit bahan bakar tetap 3,3x10-6
m3/s
e. Tipe burner yang dipakai adalah vaporizing burner.
f. Logam yang dicairkan adalah Aluminium seberat 10 kg.
g. Variasi tekanan : 1, 2, 3, dan 4 bar.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah pengaruh tekanan udara terhadap sifat pembakaran minyak
goreng bekas yang meliputi panjang nyala api, temperatur nyala api, temperatur
dalam tungku, waktu dan konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan sampai aluminium
mencair?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yakni
a. Mengetahui pengaruh tekanan udara terhadap sifat pembakaran minyak
goreng bekas yang meliputi konsumsi bahan bakar, panjang nyala api,
temperatur di dalam tungku, dan waktu yang dibutuhkan sampai
aluminium mencair.
4
b. Menggunakan air fuel ratio pembakaran minyak goreng bekas (jelantah)
untuk mengetahui rasio pembakaran pada setiap variasi tekanan udara.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Mengembangkan pengetahuan tentang pemanfaatan bahan limbah berupa
minyak goreng bekas menjadi bahan bakar.
b. Mengembangkan pengetahuan dan teknologi pengecoran logam.
c. Sebagai upaya untuk menghemat bahan bakar terutama bahan bakar fosil.
d. Minyak bekas penggorengan dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif untuk burner pada industri pengecoran logam (aluminium,
tembaga, kuningan, besi cor).
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari dari
a. Bab I PENDAHULUAN, berisi latar belakang masalah, batasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
b. Bab II DASAR TEORI, berisi tinjauan pustaka dan dasar teori.
c. Bab III METODE PENELITIAN, berisi diagram alir penelitian, waktu
dan tempat penelitian, bahan penelitian, alat yang digunakan dan prosedur
penelitian.
d. Bab IV DATA DAN ANALISA.
e. Bab V KESIMPULAN.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Tijauan Pustaka
Supriyanto (2007), melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan udara
terhadap pembakaran oli bekas dan untuk mengetahui air-fuel ratio pembakaran.
Energi panas hasil pembakaran minyak goreng bekas dimanfaatkan untuk mencairkan
alumunium. Pembakaran minyak goreng bekas menggunakan air-atomizing burner,
dengan tujuh variasi kecepatan udara ( 0, 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 m/s) yang dialirkan
oleh blower. Komposisi bahan bakar 70% oli bekas, 30 % minyak tanah dan tekanan
dijaga konstan 2 bar. Dalam uji pembakaran, panjang dan warna nyala api diamati
secara visual dan diukur secara manual serta temperatur nyala api diukur pada daerah
pangkal, tengah dan ujung. Evaluasi penggunaan energi oli bekas sebagai bahan
bakar peleburan alumunium diamati dalam hal temperatur dalam tungku, komsumsi
bahan bakar dan lama waktu alumunium mencair.
Sujono dkk (2004), mengemukakan bahwa parameter yang mempengaruhi
karakteristik pembakaran bahan bakar cair adalah kondisi bentuk aliran udara yang
masuk ke ruang bakar dan kecepatan injeksi bahan bakar. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kenaikan kecepatan udara sekunder pada kondisi AFR (air fuel
ratio) dengan kecepatan udara primer konstan akan menaikkan temperatur
maksimum hasil pembakaran dan panjang nyala api cenderung berkurang. Sedangkan
kecepatan udara sekunder pada kondisi laju aliran massa bahan bakar dengan
kecepatan udara primer konstan akan mengakibatkan perubahan temperatur
maksimum dan panjang api berkurang secara drastis.
6
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Bahan bakar
Borman (1998), bahan bakar adalah suatu substansi yang ketika dipanaskan
akan mengalami reaksi kimia dengan pengoksidasi (oksigen) yang terkandung di
dalam udara, dan dapat melepaskan panas atau energi. Bahan bakar diklasifikasikan
berbentuk gas, cair dan padat.
Istanto T dan Juwana (2007), Pembakaran adalah reaksi kimia yaitu reaksi
oksidasi yang berlangsung sangat cepat disertai dengan pelepasan energi dalam
jumlah yang banyak. Syarat terjadinya reaksi pembakaran :
a. Bahan bakar (fuel)
Adalah zat yang bisa dibakar untuk menghasilkan energi kalor, dimana bahan
bakar yang paling banyak adalah yang berjenis hidrokarbon.
b. Oksidan (oxidant)
Pada prakteknya sebagai oksidan digunakan udara karena sifatnya yang
tersedia dimana-mana.
c. Temperaturnya lebih besar dari titik nyala (ignition temperature)
Titik nyala adalah temperatur minimum yang diperlukan untuk suatu reaksi
pembakaran pada suatu tekanan tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi titik
nyala antara lain, tekanan, kecepatan, material katalis, keseragaman campuran bahan
bakar-udara dan sumber penyalaan.
2.2.2. Karakteristik Bahan Bakar Cair
a. Nilai kalor (heating value) adalah kalor atau energi yang dilepaskan oleh bahan
bakar selama terjadinya proses pembakaran sejumlah bahan bakar (Muin, 1998).
Nilai kalor atas (high heating value) adalah kalor yang dihasilkan oleh
pembakaran sempurna 1 kilogram atau salah satu satuan berat bahan bakar padat
atau cair atau 1 meter kubik atau 1 satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan
tetap, apabila semua air yang mula-mula berwujud cair setelah pembakaran
7
mengembun menjadi cair kembali. Nilai kalor bawah adalah kalor yang besarnya
sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang
terkandung dalam bahan bakar dan air yang terkandung dalam bahan bakar dan
airyang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 25°C dan
tekanan tetap.
b. Specific Gravity adalah perbandingan antara densitas bahan bakar dengan
densitas air pada temperatur yang sama. (Borman, 1998)
SGf =
(2.1)
SGf = Spesific Gravity bahan bakar
= Densitas bahan bakar (kg/m3)
= Densitas bahan air (kg/m3)
c. Viskositas adalah ukuran kemampuan alir suatu fluida. Viskositas bahan bakar
cair diindikasikan dengan kemampuan bahan bakar tersebut untuk dapat
dipompa dan diatomisasi. Viskositas bahan bakar cair akan menurun dengan
peningkatan temperatur.
d. Flash Point adalah temperatur minimum fluida pada waktu uap yang keluar dari
permukaan fluida langsung akan terbakar dengan sendirinya oleh udara
disekelilingnya.
e. Fire point adalah temperatur diatas permukaan fluida pada waktu uap yang
keluar akan terbakar secara kontinyu bila api didekatkan padanya. Fire point
biasanya lebih tinggi dari flash point.
f. Titik didih (boilling point) adalah temperatur dimana bahan bakar cair mulai
mendidih pada tekanan atmosfer.
8
g. Titik lumer (pour point) adalah temperature terendah dimana suatu minyak
masih dapat mengalir.
2.2.3. Pembakaran Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair lebih sulit terbakar dibandingkan dengan bahan bakar gas
alam, sebab bahan bakar cair harus diubah menjadi gas terlebih dulu untuk dapat
bereaksi dengan oksigen. Bahan bakar cair yang kental (viskositas tinggi) perlu
terlebih dahulu dipanaskan. Pemanasan bahan bakar cair dimaksudkan untuk
menguapkannya (berbentuk gas) sehingga mudah tercampur dengan udara dan dapat
dicapai pembakaran sempurna (Muin, 1998).
Sebelum proses pembakaran, seluruh combustible matter dalam bahan bakar
cair harus diubah menjadi uap atau gas dan kemudian bahan bakar tersebut harus
bercampur udara (oksigen) untuk pembakaran. Penguapan bahan bakar cair dapat
dilakukan melalui proses atomisasi atau pengabutan, yaitu dengan membuat butiran
cairan yang halus dalam fasa gas. Semakin kecil ukuran butiran cairan, maka proses
penguapan akan semakin cepat, dan luas permukaan akan meningkat, mengakibatkan
semakin banyak luas permukaan bakan bakar cair yang kontak dengan udara.
(Borman, 1998).
Proses pembakaran dari semburan bahan bakar cair melalui tahap -tahap
sebagai berikut :
Pemanasan partikel kecil bahan bakar (droplet) dan penguapan komponen-
komponen bertitik didih rendah.
Penyalaan volatile di sekeliling droplet.
Dekomposisi thermal, pendidihan, dan pembekakan droplet.
Dekomposisi thermal dari droplet berlanjut selama nyala api pada volatile masih
berlanjut.
Residu karbon terbakar pada permukaan dengan laju pembakaran sekitar 1/10 laju
pembakaran.
9
2.2.4. Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar Cair.
Departemen Perindustrian Indonesia (2007) menyatakan bahwa minyak
kelapa sawit mempunyai 16 nama karbon yang penuh asam lemak palmitic acid.
Berdasarkan dalam minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid. Berikut
ini tabel asam lemak dalam minyak kelapa sawit.
Tabel 2.1 Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Kelapa Sawit
Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Kelapa Sawit
Type Asam Lemak Rumus Kimia Presentase
Palmitic 44,4%
O leic 38,7 %
Linoleic 10,5 %
Stearic 4,6 %
Myristic 1,0 %
Lainya - 0,8 %
Minyak bekas penggorengan atau minyak jelantah (waste cooking oil) adalah
minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya
minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan
kembali untuk keperluan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya,
minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker pada manusia)(www.wikipedia.com), yang terjadi selama
proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang
berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan
akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu
penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak
menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan, kegunaan lain
dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodisel.
Ada berbagai cara pengolahan minyak jelantah sebagai bahan bakar.
10
Biodiesel : Dilakukan perbandingan pencampuran 1: 5 (10 liter minyak jelantah ,
dicampur dengan 50 liter solar (www.bumikita.com) sedangkan tahap-tahap
prosesnya adalah:
a. Proses pemurnian/penyaringan minyak jelantah dari pengotor dan water content.
Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar
atau pengotor yang ada pada minyak. Minyak dipanaskan terlebih dahulu pada
suhu sekitar 30-35oC lalu disaring dengan menggunakan saringan kopi atau teh,
atau bisa juga menggunakan kain.
b. Esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acids) yang terdapat di dalam
minyak jelantah.
c. Transesterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester. Biodiesel
dibuat dari minyak jelantah dengan proses konversi trigliserida dalam minyak
jelantah tersebut menjadi metil atau etil ester dengan proses yang disebut
transesterifikasi. Proses transesterifikasi mereaksikan alkohol dengan minyak
untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari setiap cabang trigliserida. Reaksi
ini memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi
dari minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin.
d. Pengendapan gliserin dilakukan dengan cara membiarkan larutan agar terjadi
pemisahan antara gliserin dan produk biodiesel.
e. Pemisahan gliserin dengan biodiesel dilakukan dengan bantuan corong pemisah.
f. Pencucian.
Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan produk biodiesel dari kandungan
gliserin, sabun, dan pengotor-pengotor lainnya.
g. Pengeringan
Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalm biodiesel.
2.2.5. Alat Bakar (Burner)
Pembakaran bahan bakar cair diperlukan suatu proses penguapan atau proses
atomisasi. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan campuran dengan udara
11
pembakaran yang baik pada saat pembakaran berlangsung. Salah satu alat yang dapat
digunakan untuk melakukan proses pembakaran bahan bakar cair adalah alat bakar
(burner).
2.2.5.1 Vaporizing burner
Burner jenis ini menggunakan panas dari api untuk menguapkan bahan bakar
secara terus menerus. Cara kerja dari burner jenis ini adalah dengan memanaskan
minyak bakar yang dialirkan ke koil pemanas. Panas diperoleh dari radiasi lidah api
yang diselubungi oleh koil. Uap bahan bakar yang terbentuk kemudian desemprotkan
oleh nozel dengan tekanan yang sama dengan tekanan minyak cair. Setelah keluar
dari nosel, uap bahan bakar akan bercampur dengan udara dan terbakar membentuk
lidah api (torch). Burner jenis ini pada umumnya dibuat dengan kapasitas 30-40
l/jam, dengan tekanan bahan bakar 0,5-3,5 kg/cm2.
Gambar 2.1 Vaporizing Burner
(Curtis. A, 2001)
2.2.5.2 Burner pengabutan semprotan uap/udara (steam/air atomizing burner)
Burner jenis ini dibedakan berdasarkan tekanan pengabutan yaitu burner
dengan atomisasi tekanan tinggi (Gambar 2.2a ) dan burner dengan atomisasi tekanan
rendah (gambar 2.2b). Pada jenis pertama, proses atomisasi menggunakan uap atau
udara bertekanan tinggi dari injector atau venture. Tekanan uap atau udara yang
digunakan sebesar 3-12 kg/cm2. Sedangkan pada jenis yang kedua, proses atomisasi
menggunakan udara bertekanan rendah. Namun cara kerja dari keduanya sama.
Secara sederhana cara kerja dari burner jenis ini adalah sebagai berikut. Minyak
bakar lewat lubang saluran di tengah-tengah pembakar, yang jumlah pengalirannya
12
diatur oleh klep jarum. Udara atau uap dialirkan melalui pipa yang konsentris dengan
lubang saluran minyak bakar yang terletak pada mulut pembakar. Pada ujung pipa ini
terdapat lubang-lubang semprot. Minyak bakar yang baru saja keluar dari lubang
saluranya, dipecah-pecah menjadi butiran-butiran kabut minyak bakar, tepat didepan
mulut pembakar (burner).
(a) (b)
Gambar 2.2 Alat bakar tipe Air Atomizing Burner (a) High Pressure Air/Steam Atomizing
Burner (b) Low Pressure Air/Steam Atomizing Burner
(Curtis. A, 2001)
Lubang-lubang untuk keluarnya udara atau uap arahnya dibuat tangensial
terhadap berkas minyak bakar yang keluar dari lubang saluranya. Hal ini akan
menimbulkan pusaran (swirl) campuran minyak bakar dan udara di depan mulut
burner. Gaya sentrifugal yang timbul akibat dari pusaran campuran minyak bakar dan
udara akan membantu proses pengabutan, sehingga akan diperoleh nyala api yang
pendek dengan diameter yang besar.
2.2.5.3 Pengabutan Tekan (mechanical/oil pressure atomizing burner)
Pengabutan tekan dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada minyak
bakar melalui lubang-lubang pengabut (orifice) yang sangat kecil. Tekanan yang
diberikan pada minyak bakar antara 20-25 kg/cm2. Tekanan ini berasal dari pompa
13
bertekanan tinggi. Minyak bakar yang keluar dari mulut pembakar berupa kerucut
kabut minyak bakar yang berpusar. Burner jenis ini dapat digunakan untuk semua
jenis bahanbakar cair. Tetapi untuk minyak dengan viskositas ≥ 150 SSU perlu
dilakukan proses pemanasan mula untuk menurunkan viskositasnya. Burner ini
biasanya digunakan pada ketel, tungku-tungku dengan kapasitas besar dan
dioperasikan secara manual/otomatis.
Gambar 2.3 Mechanical or Oil Pressure
Atomizing Burner (Curtis. A, 2001)
Prinsip kerja dari burner ini adalah dengan mencampur terlebih dahulu bahan
bakar dengan udara di dalam burner sebelum keluar sebagai kabut. Minyak bakar
dialirkan masuk ke suatu ruang. Di dalam ruang tersebut terdapat ujung poros yang
berlubang, dan pada ujung poros yang lain terdapat mangkokan pengabutan (spray
cup). Poros berlubang dan mangkokan diputar dengan kecepatan tinggi, sekitar 3450
rpm, kadang-kadang mencapai 6000 rpm. Minyak bakar akan diputar oleh mangkok
untuk dikenai poros pengabutan. Selanjutnya kabut minyak bakar akan desemprotkan
ke dalam tungku oleh udara penghembus. Besarnya udara penghembus ke dalam
tungku oleh udara penghembus. Besarnya udara penghembus ini adalah 20% dari
udara yang dibutuhkan untuk pembakaran. Udara dihembuskan oleh sebuah kipas
yang porosnya menjadi satu dengan poros mangkokan.
14
Gambar 2.4 Horizontal Rotary-Cup
Atomizing Burner (Curtis. A, 2001)
2.2.6 Udara Sebagai Salah Satu Faktor Utama Pembakaran
Muin (1998), mengemukakan pembakaran yang baik diperlukan lima syarat yaitu :
Pencampuran reaktan secara murni.
Suplai udara yang cukup.
Suhu yang cukup untuk memulai pembakaran.
Waktu yang cukup untuk kelangsungan pembakaran
Kerapatan yang cukup untuk merambatkan nyala api
Hal ini tidak dapat dicapai pada pembakaran yang sebenarnya (aktual) karena
itu perlu dicapai pada pembakaran yang sebenarnya (excess air). Pembakaran yang
sempurna akan menghasilkan , H2O. Pada pembakran yang tidak sempurna
disamping produk pembakaran diatas ( , H2O), pada gas asap akan terdapat sisa
bahan bakar, gas CO, hidrosil (OH), aldehid (R-CHO) dan nitrogen, serta senyawa-
senyawa oksida nitrat dan oksida nitrogen. Semua produk pembakaran bersifat polusi
kecuali O dan . Reaksi pembakaran bahan bakar merupakan reaksi kimia yang
berdasarkan pada hukum kekekalan massa yaitu bahwa jumlah massa setiap elemen
adalah sama selama reaksi kimia. Jumlah total massa setiap elemen di ruas kanan
(produk) dan ruas kiri (reaktan) pada reaksi kimia harus sama. Nilai kuantitas pada
analisa pembakaran untuk mengetahui jumlah udara dan bahan bakar dinyatakan
15
dengan air-fuel ratio (AFR) yaitu perbandingan antara massa udara dengan massa
bahan bakar (Chengel, 1998).
AFR =
=
(2.2)
dimana, ma = massa udara (kg)
mf = massa bahan bakar (kg)
Na = jumlah mol udara (kmol)
Na = jumlah mol udara (kmol)
Nf = jumlah mol bahanbakar (kmol)
Ma = massa molar udara (kg/kmol)
Mf = massa molar bahan bakar (kg/mol)
AFR digunakan untuk mengetahui rasio pembakaran udara dengan bahan
bakar ( minyak jelantah ) pada setiap variasi tekanan udara.
(Istanto T dan Juwana, 2007) pembakaran stoichiometri adalah pembakaran
dimana bahan bakar terbakar sempurna dengan jumlah udara teori, yaitu apabila :
a. Tidak ada bahan bakar yang belum terbakar (semua unsur karbon C menjadi
karbondioksida CO2 , dan semua unsur hidrogen H menjadi air H2O)
b. Tidak ada oksigen di dalam produk.
Penyebab proses pembakaran menjadi tak sempurna, dimana ditandai dengan
terbentuknya C, H2, CO, OH atau yang lain dalam produk pembakaran :
a. Kekurangan oksigen (O2)
b. Kurangnya kualitas campuran
c. Terjadi dissosiasi (peruraian gas produk karena suhu tinggi)
16
Rumus umum untuk pembakaran stoikiometri :
22222 )24
(76,3)2
()76,3)(24
( NOHCONOOHC
(2.3)
Pembakaran menunjukan kekurangan udara (lean mixtures) atau pembakaran
mengalami kelebihan udara (rich mixtures) pada gas buang dapat ditunjukan dengan
perbandingan antara AFRact dengan AFRst dinotasikan λ (lambda), dirumuskan :
λ =
(2.4)
dimanan nilai λ <1 = rich mixtures
λ >1 = lean mixtures
Prosentase kelebihan udara (excess air) adalah perbandingan antara selisih
antara perbandingan udara-bahan bakar actual (A/F)actual, dengan perbandingan
udara-bahan bakar teoritis (A/F)theory, dengan perbandingan udara-bahan bakar teoritis
(A/F)theory.
Excess-air = ⁄ ⁄
⁄ (2.5)
Dimana nilai excess-air = 0,25-0,50 dan untuk nilai maksimal excess air =
1,00
Pembakaran yang optimum dapat terjadi ketika jumlah udara yang
sesungguhnya harus lebih besar daripada yang dibutuhkan secara teoritis. Analisis
kimia gas-gas merupakan metode obyektif yang dapat membantu untuk mengontrol
udara yang lebih baik dengan mengukur , atau , dalam gas buang
17
menggunakan peralatan pencatat kontinyu atau peralatan Orsat. Pengukuran
kandungan gas , dalam gas buang dapat digunakan untuk menghitung udara
berlebih (excess air). Sejumlah tertentu excess air diperlukan untuk pembakaran
sempurna bahan bakar minyak, jika terlalu banyak excess air mengakibatkan
pembakaran yang tidak sempurna (www.energyefficiencyasia.org).
Pencampuran udara dan bahan bakar dipengaruhi oleh jenis aliran udara.
Untuk mengetahui jenis aliran udara dipakai suatu bilangan Reynold. Bilangan
Reynolds (Re) adalah bilangan yang dapat digunakan untuk menentukan aliran fluida
didalam pipa (internal flow) adalah (Fox, 1998):
Re =
(2.6)
Dimana, ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)
V = Kecepatan fluida (m/s)
D = Diameter pipa (m)
µ = Viskositas fluida (N s/m2)
Klasifikasi aliran fluida di dalam pipa untuk aliran laminar Re ≤ 2300 dan
untuk aliran turbulen Re > 2300. Aliran turbulen membantu pada proses pencampuran
antara bahan bakar dan udara sehingga akan dicapai pembakaran yang sempurna.
Penambahan excess air dapat meningkatkan aliran udara turbulen sehingga
akan meningkatkan pencampuran udara dan bahan bakar diruang bakar
mengakibatkan pembakaran akan sempurna. Excess air akan mempengaruhi jumlah
gas CO pada gas buang dan kehilangan panas (heat lose) pembakaran serta akan
mempengaruhi efisiensi pembakaran (www.einstrumentgroup.com)
18
2.2.7. Laju Aliran Massa dan Volume
Aliran fluida yang melalui pipa tergantung pada luas penampang pipa,
densitas fluida, dan kecepatan fluida. Jumlah massa mengalir melalui luas penampang
per satuan waktu adalah laju aliran massa, dinotasikan .
Dirumuskan dengan persamaan 2.7 (Chengel, 1998)
= ρ.Vavg.A (kg/s) (2.7)
Dimana, ρ = densitas, (kg/m3)
Vavg = kecepatan fluida rata-rata, (m/s)
A = luas penampang, (m2)
Jumlah volume satuan fluida yang mengalir melalui luas penampang per
satuan waktu disebut laju aliran volume ( ). Dirumuskan dengan persamaan 2.8
= Vavg . A (m3/s) (2.8)
Dimana, Vavg = kecepatan rata-rata fluida, (m/s)
A = luas penampang, (m2)
2.2.8 Aluminium
Aluminium terdapat di kulit bumi yaitu 7,6 % merupakan unsur logam.
Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah bauksit. Namun aluminium tetap
merupakan logam yang mahal karena pengolahanya sulit, meliputi pemurnian bauksit
untuk memperoleh alumina murni dan peleburan atau reduksi alumina dengan proses
elektrolisis. Proses remelting sekrap aluminium merupakan cara yang efisien dan
efektif untuk mendapatkan logam ini karena biayanya rendah disamping juga untuk
mengurangi jumlah sekrap aluminium yang semakin banyak. Proses remelting
19
dilakukan di dalam tungku induksi atau tungku yang dilengkapi burner berbahan
bakar gas atau minyak (Bala, 2005). Aluminium adalah logam non ferro berwarna
putih perak dan tergolong logam ringan yang mempunyai massa jenis 2,375 g.cm−3 ,
kalor jenis 840 J/kgK, kalor lebur 390.000 J/kg, pada titik didih (2519°C), titik
leburnya 660,32oC (www.wikipedia.com). Sifat-sifat yang dimiliki aluminium yaitu
ringan, tahan korosi, tidak beracun, konduktor yang baik.
Aluminium diketemukan tahun 1827 oleh Federick Wohler seorang ahli kimia
Jerman. Aluminium terdapat pada permukaan bumi dalam bentuk senyawa kimia
yang disebut Bauxite yang merupakan bijih Aluminium dengan komposisi yang
terdiri atas tanah tawas, Oxide Aluminium, Oxide besi dan Asam Silikat. Selanjutnya
Bauxite ditemukan diberbagai Negara di Eropa seperti Francis, Itali dan Negara-
negara Balkan serta Rusia, Hongaria, Afrika, Amerika, Asia dan Australia.
Secara komersial Aluminium diperoleh dalam keadaan murni hingga 99,9 %
atau terendah 99 % memiliki kekuatan tarik 60 N/mm2 dan dapat ditingkatkan
melalui proses pengerjaan dingin hingga 140 N/mm2 serta akan meningkat lagi
tergantung panjangnya proses pengerjaan tersebut.
Sifat korosi Atmospheric terjadi pada Aluminium ialah dimana disebabkan
oleh proses persenyawaan Aluminium dengan udara yang mengakibatkan
terbentuknya lapisan film setebal kurang lebih 13 x 10-6 mm. Yang bersifat adhesive
pada permukaannya sehingga melindunginya dari pengaruh udara berikutnya. Untuk
memperoleh sifat yang lain dari Aluminium dapat dilakukan dengan proses
pencampuran atau paduan dengan unsur-unsur logam lainnya, seperti Copper
(Tembaga), Manganese, Magnesium, Zincum, Nickel, Silicon dan lain-lain sehingga
memenuhi sifat bahan yang dikehendaki.
2.2.9 Proses Pengecoran Aluminium.
Proses pengecoran aluminium dapat melalaui berbagai proses, salah satunya
adalah pengecoran menggunakan tungku. Tunggu adalah sebuah peralatan yang
20
digunakan untuk mencairkan logam atau untuk memanaskan bahan dan mengubah
bentuk atau mengubah sifat logam.
Seluruh tungku memiliki komponen-komponen yang penting :
Ruang refraktori dibangun dari bahan isolasi untuk menahan panas pada suhu
operasi yang tinggi.
Perapian untuk menyangga terdiri daribahan refraktori yang didukung oleh
bangunan baja, sebagian darinya didinginkan oleh air.
Cerobong sebagai saluran gas buang pembakaran dari ruangan.
Pintu pengisian dan pengeluaran raw material.
Setelah melewati proses pengecoran dilanjutkan tahap berikutnya yaitu
penuangan logam cair ke cetakan. Metode penuangan logam cair meliputi :
Sand Casting : hasil pembentukan dengan cara mengikis berbagai bentuk
benda pada bongkahan dari pasir yang kemudian rongga tersebut diisi dengan
logam yang telah dicairkan melalui pemanasan (molten metals).
Die Casting : cetakan logam ini dirancang tidak saja pada bentuk benda kerja
yang dikehendaki akan tetapi karakteristik serta kualitas dari benda tuangan
itu sendiri penting menjadi pertimbangan dimana kualitas dari benda tuangan
ini juga dipengaruhi oleh proses penuangan yang dilakukanny a.
Continuous Casting : Teknik convesional yang lain penerapan proses
pembentukanmelalui penuangan (pengecoran) dengan cetakan ini
ialahpembuatan baja batangan (Ingot), dimana pemanasan ulang pada ingot
untuk menghasilkan bentuk serta ukuran yang sesuai dan dikehendaki
Shell Moulding : Shell Moulding merupakan salah satu bentuk cetakan pasir
dimana cetakan tipis bentuk benda yang terbagi atas dua bagian dan dibuat
dari pasir dengan perekat resin-bond, cetakan dihasilkan melalui pemanasan
model yang diperoleh dari proses pengerasan kimiawi bahan resinoid, dengan
demikian maka akan diperoleh bentuk dan ukuran yang akurat dari cetakan
21
yang diinginkan, namun dalam pembuatannya memerlukan teknik serta biaya
yang relatif mahal.
Investment Casting : Investment casting merupakan salah satu cara atau
metoda pembentukan produk melalui proses pengecoran dimana berbeda
dengan metoda diatas seperti sand casting, dies casting dan lain-lain terutama
dalam proses pembentukan cetakannya. Proses pembentukan cetakan dimana
cetakan dibuat dari pasir cetak (sand casting) diawali dengan pembuatan
model (pattern) dan untuk model yang dipakai dalam proses ini ialah dipilih
dari bahan-bahan yang memiliki titik cair sangat rendah misalnya lilin (wax),
ini digunakan dalam berbagai pembuatan model dengan bentuk yang sangat
rumit.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mengikuti metodologi yang secara singkat dapat
dijelaskan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Treatment minyak jelantah:
- Penyaringan mesh 120
Kesimpulan
Aluminium
Cair ?
Selesai
Merangkai alat : - Burner set - Tangki bahan bakar
- Digital thermometer - Tungku
Burner torch Preheating memakai LPG sehingga mencapai suhu 300oC
Pengambilan Data - Variabel berubah : tekanan udara
(1 bar, 2 bar, 3 bar, 4 bar) - Tekanan bahan bakar tetap 4 bar
- Komposisi bahan bakar tetap
Panjang nyala api
Waktu pencairan
Konsumsi Bahan Bakar
Temperatur Ruang tungku
Analisa data
Ya
Tidak
23
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik, Teknik Mesin
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada April-Oktober 2009.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah minyak jelantah murni dari
penggorengan ayam (gambar 3.2 a), yang diperoleh dari restoran cepat saji. Perlakuan
(treatment) terhadap minyak jelantah yakni disaring dengan menggunakan mesh 120
agar kotoran dan material kecil terpisahkan. Logam yang dicairkan adalah aluminium
dengan massa 10 kg (gambar 3.2 b).
Gambar3.2a Minyak Jelantah Gambar 3.2b Aluminium
Tabel 3.1 Data hasil pengujian karakteristik minyak jelantah (Laboratorium Teknologi
Minyak Bumi, Universitas Gajah Mada)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
1 Spesific Gravity at 60/60 0F 0,9324
2 Conradson Carbon Residu, % wt. 1,7805
3 Calorific Value, cal/gram 9301
3.3. Alat Penelitian
3.3.1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
a. Seperangkat alat bakar (burner set) yang terdiri dari : motor listrik 1 fase 2
HP, gear pump 1/4 HP, perpipaan berdiameter 1/2 inci. (Gambar 3.4)
b. Tangki bahan bakar 30 liter.
c. Tabung gas LPG 15,1 kg (Gambar 3.3).
d. Digital Thermometer Fluke tipe 51, multimeter dan kabel thermokopel tipe K
24
e. Penggaris 2 m.
f. Alat ukur waktu (stop watch)
g. Tool kit (obeng, kunci pas, tang creck)
Gambar 3.3 Seperangkat Alat Burner Set : (a) Tungku aluminium dan rangka penyangga
burner, (b) Burner, (c) Tangki bahan bakar, (d) Compressor, (e) Aluminium, (f) Minyak
jelantah, (g) Tabung LPG, (h) Gelas ukur.
3.3.2. Prinsip Kerja Alat Burner Set
Gambar 3.4 Skema Burner Set
25
Keterangan Gambar 3.4
1. Compresor
2. Tangki bahan bakar
3. Vaporizing Burner
4. Tungku pencairan logam
5. Katup udara
6. Katup bahan bakar
7. Selang udara
Burner diperlihatkan secara skematis dalam gambar 3.4 Bahan bakar
minyak jelantah pada tangki (2) dipompa menggunakan compressor (1) menuju
tangki bahan bakar, setelah katup tangki dibuka, bahan bakar akan mengalir
menuju selongsong burner yang akhirnya keluar melalui nosel (14) yang terbuat dari
logam kuningan (gambar 3.5) .Tekanan bahan bakar dijaga konstan sebesar 4 bar
yang ditunjukkan pressure gauge (10).
Pemanasan awal (pre-heat) burner torch menggunakan LPG selama
45 menit . Api dari burner torch memanaskan selongsong yang sudah terisi
bahan bakar. Selongsong ini berbentuk venturi yang berfungsi untuk ruang
atomisasi lanjut dan sebagai ruang pencampuran antara droplet bahan bakar dan
udara. Udara dialirkan oleh pompa kompresor melalui pipa (7) dengan
pengaturan bukaan katup (5). Udara yang melewati celah venturi akan mengalami
peningkatan kecepatan dan akan mengatomisasi droplet menjadi lebih kecil.
Droplet kecil akan bercampur dengan oksigen dan temperatur panas di dalam
burner torch akan membakar droplet menjadi nyala api. Atomisasi berlanjut
setelah api melewati selongsong.
Gambar 3.5 Nozel
8. Selang bahan bakar
9. Pressure gauge bahan bakar
10. Pressure gauge tangki bahan bakar
11. Pipa burner saluran udara
12. Pipa burner saluran udara
13. Selang udara menuju tangki bahan bakar
14. Nozel
26
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Langkah-Langkah Pengoperasian Burner
1. Rangkai peralatan penelitian yang terdiri dari tangki bahan bakar, burner
set, tungku, dan alat ukur temperatur (digital termometer).
2. Nyalakan kompresor untuk mengalirkan udara ke tangki bahan bakar dan
udara menuju burner.
3. Setelah tangki bahan bakar terisi dengan udara, buka katup output dari
tangki bahan bakar, sehingga selongsong burner terisi dengan bahan bakar.
4. Preheating pada selongsong burner menggunakan alat pembakar berbahan
bakar LPG. Pre-heating dilakukan dengan membakar bagian selongsong
dalam burner agar mencapai temperatur 300°C.
5. Setelah mencapai suhu 300oC, buka katup output pada bahan bakar dan
udara menuju burner. Kemudian sulut keluaran bahan bakar menggunakan
nyala api dari LPG.
6. Atur katup udara sesuai variasi tekanan udara yaitu 1 bar.
7. Setelah ±5 menit atau kondisinya stabil katup LPG ditutup dan
pemanasan selongsong burner dilakukan oleh api dari hasil pembakaran
bahan bakar.
8. Letakan wadah penampung bahan bakar yang tidak terbakar, setelah bahan
bakar mulai terbakar (tidak keluar sisa) ambil wadah dan ukur volumenya
untuk dicatat sebagai bahan bakar yang tidak terbakar.
9. Lakukan perubahan variasi tekanan udara 2, 3, 4 bar. kemudian catat
data setiap variasi tekanan.
udara yang meliputi temperatur nyala api, panjang nyala api,
temperatur di dalam tungku, waktu pencairan, konsumsi bahan bakar.
10. Matikan alat setelah pengambilan data sudah selesai.
3.4.2. Pengukuran Tekanan Udara
Tekanan udara diukur dan dapat dilihat pada pressure gauge udara
(gambar 3.4). Kran pada compressor digunakan untuk merubah variasi tekanan
yang ditentukan.
27
3.4.3. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar.
Pengukuran laju konsumsi bahan bakar dilakukan dengan variasi tekanan
udara 1, 2, 3, 4 bar. Bahan bakar, sebelum dimasukkan ke dalam tangki bahan
bakar, diukur dengan gelas ukur dan dicatat volumenya. Setelah proses
pengecoran selesai, sisa bahan bakar diukur kembali dengan cara dituang dalam
gelas ukur, kemudian dicari selisihnya untuk dicatat sebagai jumlah bahan
bakar yang diperlukan. Data ini kemudian diolah untuk mengetahui laju
konsumsi bahan bakar terbakar tiap variasi tekanan udara dan dapat digunakan
sebagai perhitungan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencairkan
aluminium.
3.4.4. Pengukuran Panjang Nyala Api
Proses pengukuran panjang nyala api dilakukan dengan alat penggaris
yang diletakkan di depan burner dengan posisi searah dengan nyala api yang
keluar dari burner . Setiap variasi tekanan udara dicatat data panjang nyala
api pada kondisi tekanan bahan bakar konstan sebesar 4 bar. Disamping
panjang nyala api, juga perlu diamati kestabilan nyala api.
3.4.5. Pengukuran Temperatur di dalam Ruang Tungku Pencairan Logam
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kabel thermokopel
yang dihubungkan dengan digital thermometer diletakkan pada titik di dalam
tungku yaitu di ram tempat aluminium diletakan (daerah A), dan dekat pintu
pengisian raw material (daerah B) ditunjukkan (gambar 3.6). Pengambilan data
temperatur dilakukan setelah 15 menit pada waktu nyala api stabil, dan diukur di
dua titik tungku dilakukan secara bergantian dimulai dari daerah A dimana
ujung termokopel dimasukkan ke tungku dan setelah pembacaan digital
thermometer stabil (± 1,5 menit) dilanjutkan di daerah B. Peletakan ujung kabel
thermokopel pada setiap daerah tungku ditandai agar pengambilan data lainnya
pada posisi yang sama. Pengambilan data untuk setiap variasi tekanan udara
dilakukan selang waktu tertentu sampai temperatur tungku berkurang mendekati
temperatur awal (temperatur lingkungan) sebelum dilanjutkan untuk variasi
lainnya.
28
Gambar 3.6 Tungku Pencairan Aluminium
3.4.6. Pengukuran Waktu Pencairan Logam Aluminium di dalam Tungku.
Pengukuran ini didasarkan pada jumlah waktu yang dibutuhkan oleh
nyala api untuk menaikkan temperatur sekrap aluminium dari temperatur
lingkungan (33°C) sampai aluminium seberat 10 kg dapat mencair seluruhnya,
dimana titik lebur aluminium 660°C (www.wikipedia.com). Aluminium
seberat 10 kg terdiri dari sekrap aluminum dengan berat masing- masing 1
kg. Aluminium cair akan mengalir melalui saluran yang berada pada dasar
tungku (gambar 3.15).
Gambar3.7 Tempat Aluminium Mencair.
Perhitungan waktu menggunakan stop watch dimulai ketika nyala
api sudah menyala sampai aluminium seluruhnya sudah mencair, dapat dilihat
B
A
29
pada lubang pengintai yang terdapat di daerah B untuk memastikanya.
Pengambilan data untuk setiap variasi kecepatan udara dilakukan selang waktu
tertentu sampai temperatur tungku berkurang mendekati temperatur awal
(temperatur lingkungan) sebelum dilanjutkan untuk variasi tekanan udara lainnya
agar diperoleh kondisi tungku yang sama atau mendekati.
3.4.7 Pengukuran Debit Bahan Bakar.
Pengukuran debit bahan bakar digunakan untuk menghitung AFRact minyak
jelantah. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah gelas ukur dan
stop watch. Pengukuran dilakukan setelah burner set terangkai, kemudian tangki
bahan bakar diatur tekanannya hingga mencapai 4 bar. Setelah tekananya kostan
katup bahan bakar dibuka kemudian diukur debit bahan bakar minyak jelantah.
Pada saat katup bahan bakar terbuka katup udara dalam posisi tertutup.
30
BAB IV
DATA DAN ANALISA
4.1. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Panjang Nyala Api.
Tabel 4.1 Data Panjang Nyala Api pada setiap Variasi Tekanan udara. Tabel 4.1 menunjukkan profil nyala api, meliputi panjang nyala api dan sifat nyala api pada
setiap variasi tekanan udara.
Tekanan Udara
(Bar)
Visualisasi Nyala Api Panjang Nyala Api (m)
c=√a
2+b
2
Sifat Nyala Api
1
0,65
Asap banyak,
nyala api
tidak stabil.
2
0,86
Asap sedikit,
nyala api
tidak stabil.
3
1,15
Asap sedikit,
nyala api
stabil.
4
-
Tidak terjadi
pembakaran,
hanya keluar
angin.
c
a
b
c b
a
a
c b
31
Proses pengukuran panjang nyala api dilakukan dengan alat penggaris yang
diletakan didepan burner dengan posisi searah dengan api yang keluar dari burner,
pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui jangkauan nyala api didalam tungku
pencairan aluminium. Semakin panjang nyala api, maka jangkauan terhadap logam
yang dicairkan (aluminium) semakin baik. Pada tekanan 1 bar nyala api tidak stabil
dan asap yang dihasilkan banyak dikarenakan proses pembakaran tidak sempurna.
Tetapi pada tekanan 4 bar tidak menghasilkan nyala api hanya udara yang keluar dari
burner. Hal ini disebabkan nosel yang digunakan adalah nosel internal mixing. Pada
tekanan tersebut, udara dan bahan bakar mempunyai tekanan yang sama yang
mengakibatkan terhambatnya aliran bahan bakar keluar dari nosel.
Pada tekanan 1 bar sifat nyala api yang tidak stabil dan panjang nyala api
hanya mencapai 0,53 meter hal ini dikarenakan tekanan udara yang rendah kurang
dapat mengatomisasi bahan bakar untuk bisa memecah droplet menjadi ukuran yang
lebih kecil dan combustible yakni droplet yang tidak terbakar dan hanya
menimbulkan asap. Hasil penelitian Koide dkk (1999), menunjukkan bahwa
kekurangan jumlah oksigen dengan jumlah bahan bakar dan tekanan udara atomisasi
konstan akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna, ditunjukan semakin banyak
asap yang terbentuk, kandungan gas CO dan mengalami peningkatan.
Tekanan udara 3 bar menghasilkan karakteristik nyala api yang cukup baik
ditunjukkan dengan panjang nyala api yang mencapai 1 meter dan nyala api yang
stabil. Hal ini terjadi karena tekanan udara yang dialirkan mampu mengatomisasi
bahan bakar cukup baik yakni ukuran droplet-nya lebih kecil dan dapat terbakar
sehingga jumlah droplet yang terbakar juga cukup banyak dan menghasilkan nyala
api yang stabil.
4.2. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Waktu Pencairan Aluminium.
Pengukuran ini didasarkan pada jumlah waktu yang dibutuhkan oleh nyala api
dari burner untuk mencairkan aluminium. Pencatatan dimulai saat nyala api dari
32
burner stabil yang diarahkan ke aluminium seberat 10 kg didalam tungku sampai
mencair seluruhnya.
Tabel 4.2 Data Waktu Pencairan Aluminium (10kg) pada setiap Variasi Tekanan udara
Tekanan Udara
(Bar)
Waktu Aluminium
Mulai Mencair
Waktu Aluminium
Mencair Seluruhnya
Total Waktu Aluminium
Mencair
(menit)
1 40 menit 30 detik 15 menit 32 detik 56 menit 2 detik
2 31 menit 3 detik 10 menit 5 detik 41 menit 8 detik
3 23 menit 5 detik 8 menit 51 detik 31 menit 56 detik
4 - - -
Tabel 4.2 menunjukkan pada tekanan udara 1 bar, selama 30 menit aluminium
belum mencair. Hal ini terjadi karena temperatur nyala api (tabel 4.4) pada tekanan 1
bar kurang mampu menaikkan temperatur didalam tungku untuk mencapai
temperatur lebur aluminium yaitu pada suhu 660oC. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa
karakter nyala api pada tekanan 1 bar mempunyai panjang 0,53 meter. Hal ini
mengakibatkan jangkauan terhadap aluminium dalam tungku kurang maksimal.
Semakin tinggi variasi tekanan udara semakin cepat waktu pencairan. Hal ini
disebabkan semakin tinggi variasi tekanan udara, atomisasi droplet relatif semakin
baik, tetapi pada tekanan 4 bar tidak terjadi peleburan aluminium karena tidak terjadi
nyala api.
Gambar 4.1 menunjukkan grafik waktu aluminium mencair seluruhnya.
Semakin tinggi variasi tekanan udara, maka semakin cepat aluminium mencair.
Terlihat pada grafik titik optimum aluminium mencair pada tekanan 3 bar yaitu
membutuhkan waktu 31 menit 56 detik.
33
Gambar 4.1 Grafik Waktu Pencairan Aluminium (10kg) seluruhnya sebagai Fungsi dan
Variasi Tekanan udara.
4.3. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Konsumsi Bahan Bakar.
Pengukuran laju konsumsi bahan bakar dilakukan dengan varisi tekanan
udara. Volume bahan bakar yang terbakar dihitung dari selisih bahan bakar awal
dalam tangki bahan bakar dengan bahan bakar yang terbakar dan yang tidak terbakar.
Pengukuran bahan bakar menggunakan gelas ukur.
Tabel 4.3 Data Konsumsi Bahan Bakar Setiap Variasi Tekanan Udara.
Tekanan
Udara (Bar)
Volume Awal
dalam tangki bahan bakar
(liter) / (X)
Volume Akhir
dalam tangki bahan bakar
(liter) / (Y)
Volume Tidak
terbakar (liter) / (Z)
Volume
Terbakar (liter) =X-(Y+Z)
1 25 15,7 0,2 9,1
2 25 18,3 0,1 6,6
3 25 18,5 0 6,5
4 - - - -
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi variasi tekanan udara maka
volume yang dibutuhkan untuk proses pembakaran semakin sedikit, hal ini
56.2
41.8
31.56
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3
Waktu Pencairan(menit)
Tekanan Udara (Bar)
34
ditunjukkan pada volume bahan bakar yang tak terbakar. Semakin tinggi variasi
tekanan udara, volume yang tidak terbakar semakin kecil, titik optimal ditunjukan
pada tekanan 3 bar yang tidak menghasilkan volume bahan bakar yang tidak terbakar.
Pada tekanan 1 bar volume tak terbakar 0,2 liter. Hal ini disebabkan karena
tekanan udara yang rendah kurang dapat mengatomisasi bahan bakar untuk bisa
memecah droplet menjadi ukuran yang lebih kecil, hal ini mengakibatkan luas
permukaan droplet yang kontak dengan udara relatif lebih kecil. Sehingga droplet
yang tidak terbakar kembali membentuk cairan dan yang tidak terbakar sempurna
secara visual menjadi asap.
Pada tekanan 3 bar tidak ada volume bahan bakar yang tidak terbakar. Ini
menunjukkan terjadi pencampuran udara dan bahan bakar yang sesuai dan lebih baik,
sehingga bahan bakar terbakar sempurna, ditunjukkan dengan tidak adanya volume
bahan bakar yang terbakar mulai dari penyalaan awal sampai aluminium mencair.
Gambar 4.2 Grafik Volume Bahan Bakar Terbakar sebagai Fungsi dan Variasi Tekanan
udara.
4.4. Pengaruh Tekanan Udara terhadap Temperatur Dalam Tungku.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kabel thermokopel yang
dihubungkan dengan digital thermometer diletakan di dua titik ruang tungku (lihat
9.1
6.6 6.5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2 3
Volume Bahan Bakar
(liter)
Tekanan Udara (Bar)
35
gambar 3.6) yaitu pada (daerah A) dan di atas tungku pencairan logam (daerah B).
Tabel 4.4 menunjukkan semakin variasi tekanan udara naik, temperatur yang
dihasilkan juga meningkat. Dengan ditunjukan temperatur maksimal 1339oC di
daerah A. Hal ini terjadi karena semakin bertambahnya tekanan udara maka atomisasi
bahan bakar juga semakin baik. Hal ini mengakibatkan temperatur pembakaran juga
meningkat. Meningkatnya debit udara akan menambah jumlah (oksigen) di dalam
tungku yang akan bereaksi dengan bahan bakar sehingga akan meningkatkan
temperatur pembakaran.
Tabel 4.4 Data Temperatur Tungku pada Setiap Variasi Tekanan Udara
Temperatur
Tungku
Tekanan Udara (Bar)
1 2 3 4
Temperatur Tungku
Daerah A
(oC)
1047
1268
1339
0
Temperatur Tungku
Daerah B
(oC)
318
486
658
0
36
Gambar 4.3 Grafik Temperatur Nyala Api sebagai Fungsi dan Variasi Tekanan udara.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa secara umum distribusi temperatur di dalam
tungku yakni daerah A lebih tinggi dari daerah B. Hal ini terjadi karena didaerah A
merupakan tempat utama yang kontak langsung dengan nyala api (tempat reaksi
pembakaran dan sumber panas) sehingga temperaturnya lebih tinggi. Semakin besar
variasi tekanan udara maka semakin besar temperatur yang dihasilkan di daerah A
dan B. Daerah A merupakan daerah tepat dimana logam aluminium menetes setelah
meleleh. Daerah B merupakan ujung atas dari tungku, semakin kecil variasi tekanan
udara semakin rendah temperatur di daerah B, karena panjang nyala api semakin
pendek sehingga kurang dapat menjangkau daerah B dengan baik.
4.5. Perhitungan AFRact / actual (air fuel ratio) dan bilangan Reynolds.
4.5.1 Debit Udara dan Bilangan Reynolds
Debit udara diperoleh dengan mengatur volume udara yang dihembuskan dari
kompresor menuju pipa. Debit udara didalam pipa tergantung pada kecepatan udara
(V) dan luas penampang pipa (A), dirumuskan seperti persamaan 2.8. Data debit
udara ditunjukkan pada tabel 4.6, dimana semakin bertambahnya variasi tekanan
1047
1268 1339
318
486
658
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1 2 3
Temperatur (o)Celcius
Tekanan Udara (Bar)
Daerah A
Daerah B
37
udara, maka debit udara yang dialirkan kedalam pipa akan meningkat karena debit
udara berbanding lurus dengan tekanan udara.
Tabel 4.5 Data Tekanan Udara dan Debit Udara pada setiap Variasi Tekanan udara.
Tekanan Udara
(bar)
Laju Aliran Udara (V)
(m/s)
Luas Penampang Pipa (A) (Dpipa=
0,015m),(m2)(10
-3)
Debit Udara
( )
(m3/s)(10
-3)
Re
=
1 6,2 1,7 10,54 6255.3
2 7,4 1,7 12,58 14932,2
3 9,7 1,7 16,49 29359,9
4 11,8 1,7 20,06 47261,51
Grafik 4.4 Grafik Reynolds number sebagai Fungsi dan Variasi Tekanan udara.
Bilangan Reynolds (Re) digunakan untuk menentukan aliran udara dalam
kondisi laminar atau turbulen (persamaan 2.6). Aliran turbulen membantu pada
proses pencampuran antara bahan bakar dan udara sehingga akan dicapai pembakaran
sempurna. Klasifikasi aliran fluida didalam pipa untuk aliran laminar Re ≤ 2300dan
aliran turbulen Re ≥ 2300. Pada penelitian ini digunakan tekanan udara yakni 1, 2, 3,
dan 4 bar. Pada temperatur lingkungan 31oC. (µudara @31
oC=1,87x10
-
6255.3
14932.2
29359.9
47261.51
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
1 2 3 4
ReynoldNumber
Tekanan Udara (bar)
38
5kg/m.s)(Borman 1998). Tabel 4.5 menunjukan peningkatan tekanan udara akan
meningkatkan bilangan Reynolds. Terlihat pada variasi tekanan 1 menunjukan angka
6255,3 sampai tekanan 4 bar (Re= 47261,51), hal ini menunjukkan bahwa semua
variasi tekanan yang diambil menunjukan aliran turbulen di dalam pipa.
4.5.2 Perhitungan actual air-fuel ratio (AFR)act
Properties : ρf @ 100oC = 929,602 kg/m
3 diperoleh dari Spesific Grafity
bahan bakar (minyak jelantah) = 0,9324 (pengujian di laboratorium minyak bumi
UGM). Persamaan Spesific Grafity sebagai berikut (Borman 1998):
SGf =
0, 9324 =
= 929, 602 kg/m3
Dimana @ 100oC = 958,4 kg/m3 (Munson 2005)
Contoh perhitungan :
Untuk mencari pada tekanan 2 bar, digunakan rumus hukum gas ideal,
→ P x V = n x R x T
→ P =
x RxT , (n =
)
→ P =
x R x T , (m= ρ x V)
→ P =
39
→P =
x R x T
=
Dimana Pgauge = 2 bar = 200 kPa = 200000 Pa = 1,973846 atm
Pabs = Pgauge + Patm
Pabs = 1,973846 atm + 1 atm
Pabs = 2,973846 atm
T = 33oC = 306
oK
Mr (02) = 32 kg/kg.mol
R = 0,82507 m3
atm/kg.mol.oK
Maka =
= 3,7542 kg/m3
(udara pada tekanan 2 bar) = 3,7542 kg/m3
Untuk tekanan udara 2 bar, kecepatan udaranya ( V ) = 7,4 m/s
Ap = 3,14 x (0,75 -2
)2
= 1,7 x 10-3
m2
a = Va x Ap
= 7,4 m/s x (1,7x10-3
)m2
= 13,1 x 10-3
m3/s
40
ma = a x Va
= 3,5742 kg/m3
x (13,1x10-3
)m3/s
= 49,1 x 10-3
kg/s
Pada tekanan udara 2 bar, V = 7,4 m/s, debit bahan bakar = 3,3x10-6
m3/s.
mf = x f
= 929,602 kg/m3 x (3,3x10-6
)m3/s
= 3,1 x 10-3
kg/s
AFRact =
= 15,8 : 1
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa meningkatnya variasi tekanan udara dan
kecepatan udara, nilai AFRact juga semakin meningkat. Hal ini terjadi karena
bertambahnya tekanan udara akan menambah jumlah udara (oksigen) yang
bercampur dengan bahan bakar. Semakin tinggi tekanan udara semakin tinggi pula
kecepatanya. Meningkatnya kecepatan udara akan menaikkan pula nilai AFR (Al
Omari, 2005.
Grafik 4.5 menunjukkan, semakin tinggi tekanan udara semakin tinggi pula
nilai AFRact. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi tekanan udara semakin tinggi
pula kecepatan udara dan debit udara yang dihasilkan. Pada tekanan 4 bar tidak
mempunyai nilai perbandingan udara dan bahan bakar (AFRact), karena pada tekanan
4 bar tidak terjadi pencampuran udara dan bahan bakar.
41
Tabel 4.6 Perhitungan AFR act Pembakaran Minyak Jelantah Setiap Variasi Tekanan Udara
P
(bar)
Ap
(m2)
(10-3
)
ρa
(kg/m3)
a
(m3/s)
(10-3
)
ma
(kg/s)
(10-3
)
f
(ltr/s)
(10-6
)
ρf
@100oC
(kg/m3)
(10-3
)
mf
(m3/s)
(10-6
)
AFRact
1 1,7 2,5108 10,9 27,4 3,3 929,602 3,1 8,8
2 1,7 3,7542 13,1 49,1 3,3 929,602 3,1 15,8
3 1,7 4,9976 17,1 85,6 3,3 929,602 3,1 27,6
4 1,7 6,2410 20,8 130,1 0 929,602 0 -
Grafik 4.5 Grafik AFRact sebagai Fungsi dan Variasi Tekanan udara.
8.8
15.8
27.6
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3
AFR act
Tekanan Udara (Bar)
42
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan udara akan menambah panjang nyala api tetapi pada
tekanan 4 bar api tidak menyala. Profil nyala api yang paling baik terjadi pada
tekanan 3 bar.
2. Peningkatan tekanan udara akan meningkatkan temperatur dalam tungku.
Temperatur optimum mencapai 1339oC di daerah A pada tekanan udara 3 bar.
3. Aluminium seberat 10 kg di dalam tungku pencairan logam dapat mencair
seluruhnya dalam waktu 31,5 menit pada tekanan udara 3 bar, dengan konsumsi
bahan bakar keseluruhan 6,5 liter.
4. Peningkatan tekanan udara akan menaikan nilai air-fuel-ratio (AFR)act.
5.2. Saran
1. Perlu didesain burner yang menggunakan sedikit sambungan las, agar mampu
tahan dengan panas yang dihasilkan.
2. Perlu didesain tungku pencairan logam agar fleksibel dalam penuangan logam.
43
DAFTAR PUSTAKA
Al Omari, 2005. Used Lubrication Oil as a Fuel Supplement in Furnace. Al-Ain:
Unnited Arab Emirates
Bala, K.C., 2005. Design analysisi of an Electric Induction Furnace for Melting
Aluminium Scrap. Mechanical Engineering Department, Federal University of
Technologo Minna, Niger State, Nigeria.
Borman, G. L. & Ragland, K.W., 1998. Combustion Engineering. New York,
USA: McGraw-Hill.
Chengel, Yunus and Boles.M, 1998. Thermodinamics: An Engineering Approach.
Highstown: McGraw-Hill.
Curtis, A. 2001. Assesment Of The Effect Of Cumbustion Waste Oil, And Health
EffectAssociated With The Use Of Waste Oil As a Dust Supresant.
USA:Woodward-Clyde.Ltd
Fox, R.W and McDonald, A. T. 1998. Introductions to Fluid Mechanics. New York,
USA:Jhon Willey and Sons, Inc.
Incropera, F.P & Dewitt, D.P. 1996. Fundamentals of Heatand Mass Transfer. New
York, USA:Jhon Wiley & Sons.
Istanto T dan Juwana W. 2007. Bahan Perkuliahan Generator Uap edisi pertama.
Koide, K. 1999. R&D on Central Heating System with Cracked Light Oil Fraction as the
main Fuel, Ptroleum Energy Center All Right Reserved.
Muin, S. 1998. Pesawat-Pesawat Konversi Energi I. Jakarta:CV.Rajawali.
Sujono, Rohmat, T.A., 2002. SimulasaiNumerik Karakteristik Pembakaran Bahan Bakar
Cair pada Aliran Double Concentric Diffusion Jet Flame Dengan CFD.
Supriyanto, B, 2007. Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Pembakaran Oli Bekas
Menggunakan Atomizing Burner Untuk Peleburan Aluminium. Skripsi S1 Teknik
Mesin FT. UNS. Surakarta.
Surdia, T. 2000.Teknologi Pengecoran Logam. Jakarta:Praditya Paramitha.
44
Wikipedia. 2001. Increase Fuel Efficiency and Decrese Emissions with Atomizing and
Spray Technology.
http://ksi-alisraa.blogspot.com
www.backyardmetalcasting.com
www.wikipedia.com
www.energyefficiencyasia.com
Top Related