PENGARUH RELIGIOSITAS, ETIKA, DAN ATTITUDE TERHADAP
INTENSI KONSUMEN MUSLIM DALAM MEMBELI PRODUK PALSU
(STUDI PADA MUSLIM GEN Z DI DKI JAKARTA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh:
Sahara Rizki Imania
11160860000014
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Religiositas, Etika, dan Attitude terhadap Intensi Konsumen
Muslim dalam Membeli Produk Palsu (Studi pada Muslim Gen Z di DKI
Jakarta)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Guna Meraih
Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Sahara Rizki Imania
11160860000014
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Nur Hidayah., M.A., Ph. D.
NIP. 197610312001122002
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M / 1443 H
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPEREHENSIF
Hari ini Jum‟at Tanggal 6 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Dua Puluh telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Sahara Rizki Imania
2. NIM : 11160860000014
3. Jurusan : Ekonomi Syariah
4. Judul Skripsi : Pengaruh Religiositas, Etika, dan Attitude terhadap Intensi
Konsumen Muslim dalam Membeli Produk Palsu (Studi
pada konsumen Muslim Gen Z di DKI Jakarta)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Maret 2020
1. Dr. Nofrianto, M.Ag. NIP. 197611112003121002 (Penguji I)
2. RR. Tini Anggraeni, ST, M.Si.
NIP. (Penguji I)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Sahara Rizki Imania
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 Januari 1998
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Bulak Sari No. 35 Bumi Bintaro
Permai, Pesanggrahan, Jakarta
Selatan.
5. Telepon : 085889307360
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD (2004-2010) : SDN 02 Pagi Pesanggrahan Jakarta
2. SMP (2010-2012) : SMPN 110 Petukangan Jakarta
3. SMA (2012-2016) : Pondok Pesantren Darunnajah
Jakarta
4. S1 (2016-2021) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Rachman Husen
2. Ibu : Alhikmah
3. Anak Ke- : Satu dari dua bersaudara
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Sharia Ecofest (2017) : Anggota Divisi Liaison Officer
2. HMJ Ekonomi Syariah (2018) : Wakil Ketua Departemen KomInfo
3. Sharia Ecofest (2018) : Ketua Divisi National Essay
V. PENGALAMAN KERJA
1. Mengajar sebagai Guru Bimbel SD dan SMP SPC (Super Private
Class) Bintaro (2017-2018).
vii
The Influence of Religiosity, Ethics, and Attitude towards Muslim Consumer
Intentions in Buying Counterfeit Products (Case in DKI Jakarta).
ABSTRACT
Counterfeiting or product piracy is a global phenomenon that has a
detrimental impact on various industries and the economy of countries including
Indonesia. Based on data from MIAP (2014), economic losses on a global scale
reached US$ 450 billion and Indonesia's GDP amounted to Rp 34.2 trillion.
Indonesia is one of the countries with a high level of consumption of counterfeit
products where product piracy is commonly found and carried out in the
community. Considering that Indonesia is the largest Muslim country in the world
and the MUI has issued a fatwa regarding the prohibition of the consumption of
counterfeit products, this is done to find out and understand the influence of
religiosity, ethics, and attitudes on the intensity of Muslim consumers in buying
counterfeit products. Sampling of 100 Muslims in DKI Jakarta was then analyzed
using the Partial Least Squares-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method
with SmartPLS software. The results of the study show that religiosity does not
have a significant effect on the intensity of Muslim consumers in buying
counterfeit products because Muslim respondents of Generation Z consider this
behavior to have no correlation with a person's level of religiosity. Ethics
relativism has a significant effect on consumer intensity while ethical idealism has
no significant effect. This is because respondents are concerned with fulfilling
their own desires and not thinking about the consequences of losses suffered by
other people or the original product manufacturer. Attitudes towards economic
benefits and attitudes towards hedonic benefits have a significant influence on the
intensity of Muslim consumers in buying counterfeit products, because
respondents still have the desire to buy counterfeit products because of their
lifestyle needs, social status, and also the cheaper price factor to make it more
economical.
.
Key Words: Counterfeit Products, Consumption, Muslim Consumer, Religiosity,
Ethics, Attitude, SEM-PLS
viii
Pengaruh Religiositas, Etika, dan Attitude terhadap Intensi Konsumen
Muslim dalam Membeli Produk Palsu (Studi pada DKI Jakarta)
ABSTRAK
Pemalsuan atau pembajakan produk merupakan sebuah fenomena global
yang memiliki dampak kerugian terhadap berbagai macam industri maupun
perekonomian negara termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari MIAP (2014),
kerugian ekonomi pada skala global mencapai 450 Milyar US$ dan pada PDB
Indonesia sebesar Rp 34,2 Triliun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
tingkat konsumsi produk palsu yang tinggi dimana pembajakan produk lazim
ditemukan dan dilakukan di dalam lingkungan masyarakat. Mengingat Indonesia
adalah negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia dan MUI telah
mengeluarkan fatwa mengenai larangan konsumsi produk palsu, maka penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami pengaruh religiositas, etika, dan
attitude terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
Pengambilan sampel sebanyak 100 orang yang beragama Muslim di DKI Jakarta
kemudian dianalisis menggunakan metode Partial Least Squares-Structural
Equation Modelling (PLS-SEM) dengan software SmartPLS. Hasil penilitian
menunjukkan bahwa religiositas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu dikarenakan responden
muslim Generasi Z masih menganggap perilaku tersebut tidak memiliki korelasi
dengan tingkat religiusitas seseorang. Etika relativisme berpengaruh signifikan
terhadap intensi konsumen muslim sedangkan etika idealisme tidak berpengaruh
signifikan. Hal itu karena responden cenderung mementingkan keinginan diri
sendirinya terpenuhi dan kurang memikirkan akibat kerugian yang dialami orang
lain atau produsen produk asli. Attitude terhadap economic benefit maupun
attitude terhadap hedonic benefit memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu, disebabkan responden masih
memiliki keinginan untuk membeli produk palsu karena kebutuhan gaya hidup,
status sosial, dan juga faktor harga yang lebih murah agar lebih ekonomis.
Kata kunci: Produk palsu, konsumsi, konsumen Muslim, gen Z, religiositas,
etika, attitude, SEM-PLS
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, kasih sayang, dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah yaitu
penulisan skripsi dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada junjungan kita yakni Rasulullah SAW, keluarga, dan para
sahabatnya yang telah membawa risalah Islam kepada manusia hingga saat ini.
Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiositas, Etika, dan
Attitude terhadap Intensi Konsumen Muslim Membeli Produk Palsu” ini
ditujukan guna memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan Program Studi
Sarjana Strata Satu (S-1) Ekonomi Syariah pada Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tentunya, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril
dan materiil sejak proses penulisan skripsi dimulai hingga skripsi terselesaikan.
Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan disetiap
kesulitan dalam proses penulisan skripsi.
2. Kedua orang tua, yaitu Bapak Rachman Husen Ibu Alhikmah yang telah
memberikan kasih sayang tak terhingga, doa, semangat dan pengajaran
hidup yang sangat berharga. agar dapat menyelesaikan skripsi dengan
sebaik-baiknya. Serta adik penulis, Vio Azalia Husen, dan kucing piaraan,
Kety yang selalu mendukung dan menghibur penulis dalam proses
penulisan skripsi.
x
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Erika Amelia, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dwi Nur‟aini Ihsan, M.M selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Nur Hidayah, M.A., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan selama perkuliahan dan bantuan pelayanan sehingga penulis
bisa menyelesaikan program studi ekonomi syariah ini.
8. Nur Fahmi, teman terdekat yang selalu memberikan dukungan, do‟a,
menemani, menghibur dan mengerti penulis pada proses penulisan skripsi
ini.
9. Kak Shabrina Dwi Nova, yang telah membimbing, menjadi teman diskusi,
dan mencari solusi bersama dari awal mulai penulisan proposal skripsi
hingga skripsi selesai.
10. Teman-teman sepermainan, Trace, Ojan, Yaumil, Niza, Clara, Wardah,
Els, Shelly, Oci yang telah mewarnai kehidupan penulis, menyemangati
dan menjadi penghibur selama masa perkuliahan ini.
xi
11. Kunto Aji, Maliq & D‟essentials, Baskara Putra, Soundtrack Studio Ghibli
dan Animal Crossing, yang telah menemani dan melewati proses sulit
penulisan skripsi lewat lagu-lagu dan karya-karya indahnya.
12. Kakak-kakak senior 2014 dan 2015 jurusan ekonomi syariah, teman-
teman seperjuangan jurusan Ekonomi Syariah 2016, dan teman-teman
KKN 74 Oksigen yang telah memberikan ilmu dan pengalaman tak
terlupakan selama empat tahun perkuliahan.
13. Teman-teman lain yang mungkin penulis lupa untuk tulis, tetapi tidak
mengurangi rasa terima kasih penulis terhadap kalian, karena
bagaimanapun juga, kalian telah mewarnai hidup penulis.
14. Responden yang telah berbaik hati mengisi kuesioner penelitian ini.
Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.
15. Dan semua pihak terlibat yang tidak dapat dituliskan satu persatu oleh
penulis yang sudah membantu, menginspirasi dan memberikan masukan
untuk penulis.
Jakarta, 30 Juli 2021
Sahara Rizki Imania
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPEREHENSIF ...........................................iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...............................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ILMIAH ........................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................vi
ABSTRACT .....................................................................................................................vii
ABSTRAK ......................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................xv
BAB 1 ..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................12
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................................12
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................12
BAB 2 ..............................................................................................................................14
Tinjauan Pustaka ............................................................................................................14
A. Landasan Teori ..................................................................................................14
1. Teori Konsumsi dalam Islam ......................................................................14
2. Intensi ...........................................................................................................23
3. Religiositas ....................................................................................................25
4. Etika ..............................................................................................................27
5. Attitude .........................................................................................................29
B. Hubungan Antar Variabel ................................................................................31
C. Penelitian Terdahulu .........................................................................................35
D. Kerangka Pemikiran ..........................................................................................52
E. Hipotesis Penelitian ............................................................................................53
BAB 3 ................................................................................................................................54
METODE PENELITIAN ...............................................................................................54
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................54
1. Unit Analisis .................................................................................................54
2. Cakupan Geografis ......................................................................................54
3. Usia Responden ............................................................................................55
B. Populasi dan Sampel ..........................................................................................55
C. Metode Pengumpulan Data ...............................................................................59
D. Definisi Operasional Variabel ...........................................................................61
E. Metode Analisis Data .........................................................................................64
1. Structural Equation Modelling (SEM).......................................................64
2. Partial Least Square (PLS) .........................................................................66
BAB 4 ...............................................................................................................................70
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................70
A. Profil Responden ................................................................................................70
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................70
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ............................................70
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Domisili ......................................71
xiii
4. Karakteristik Responden Berdasarkan
Produk Palsu yang Pernah Dibeli...............................................................72
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ...............................74
B. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) ...................................................75
1. Uji Validitas .................................................................................................75
a. Validitas Konvergen ...............................................................75
b. Validitas Diskriminan ..............................................................78
2. Uji Reabilitas ................................................................................................92
C. Evaluasi Model Struktural (Inner Model) .......................................................93
1. Nilai R-Square ..............................................................................................93
2. Nilai Path Coefficient ..................................................................................93
D. Pembahasan ........................................................................................................98
1. Pengaruh Religiositas terhadap Intensi Konsumen Muslim
dalam Membeli Produk Palsu ....................................................................98
2. Pengaruh Etika terhadap Intensi Konsumen Muslim
dalam Membeli Produk Palsu ....................................................................99
3. Pengaruh Attitude terhadap Intensi Konsumen Muslim
dalam Membeli Produk Palsu ..................................................................101
BAB 5 ..............................................................................................................................103
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................103
A. Kesimpulan .......................................................................................................103
B. Implikasi Manajerial .......................................................................................104
C. Saran .................................................................................................................107
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................109
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ................................................................................121
Lampiran 2 Data Primer dari Google Form ke Excel ...............................................127
Lampiran 3 Presentasi Tiap Pertanyaan pada Kuesioner
yang Sudah diisi Responden..........................................................................................130
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Nilai Loading factor .......................................................................75
Gambar 4.2 Nilai Loading factor Setelah Disesuaikan ....................................77
Gambar 4.3 Hasil PLS Bootstrapping ...............................................................94
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Presentase Produk Palsu di Indonesia ................................................2
Tabel 1.2 Kerugian Ekonomi dari Produk Palsu di Berbagai Negara .............3
Tabel 1.3 Kerugian PDB secara langsung pada tiap-tiap sektor ......................5
Tabel 1.4 Dampak Pemalsuan terhadap upah dan gaji di Indonesia ...............5
Tabel 1.5 Dampak Pemalsuan terhadap pendapatan pemerintah ...................6
Tabel 3.1 Data Populasi Jumlah Penduduk
Usia 16-24 tahun di DKI Jakarta.......................................................57
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Kuota Sampling..............59
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel............................................................61
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...................70
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia....................................70
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Domisili.............................72
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan
Produk Palsu yang Pernah Dibeli .....................................................72
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ......................75
Tabel 4.6 Nilai Average Variant Extracted (AVE) ..........................................77
Tabel 4.7 Tabel Fornerr-Lacker.........................................................................78
Tabel 4.8 Nilai Cross Loading ............................................................................79
Tabel 4.9 Composite Reability dan Cronbach‟s alpha ....................................92
Tabel 4.10 Nilai R-Square ..................................................................................93
Tabel 4.11 Path Coefficient ................................................................................94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era digital, perkembangan internet setiap hari semakin maju dan
memudahkan manusia dalam menyelesaikan berbagai masalah terutama
konsumsi suatu barang atau jasa. Kehadiran internet sebagai suatu
kemudahan bagi masyarakat untuk mengonsumsi barang atau jasa,
ternyata disalahgunakan oleh oknum-oknum yang dapat merugikan
industri digital maupun perekonomian Indonesia. Salah satu
penyalahgunaan internet tersebut yakni pembajakan digital (Casidy, Lwin,
& Phau, 2017). Pembajakan digital merupakan sebuah fenomena bisnis
yang besar secara global. Beberapa contoh lain dalam pembajakan digital
antara lain pembajakan terhadap software (Peace, Galletta, & Thong,
2003), musik (d‟Astous, Colbert, & Montpetit, 2005), video games (Phau
& Liang, 2012), buku (Young, 2008), dan film (Phau, Lim, Liang, &
Lwin, 2014).
Indonesia merupakan negara dengan konsumen barang palsu atau
bajakan yang cukup besar. Indonesia memiliki tingkat penetrasi internet
yang tinggi, yakni sebesar 64,8% dari seluruh penduduk atau 171,17 juta
dari 246,16 juta jiwa (APJII, 2018). Hal itu memberikan korelasi positif
terhadap tingkat pembajakan digital di Indonesia karena Office of the
United States Trade Representative (USTR) mengemukakan bahwa negara
Indonesia masuk dalam kategori Priority Watch List. Kategori ini
2
merupakan kategori pengawasan tertinggi oleh USTR karena pada negara
tersebut, perlindungan dan penegakan IP telah memburuk atau tetap pada
tingkat yang tidak memadai dan juga karena banyaknya kasus pembajakan
beserta kurangnya tindak regulasi yang kuat untuk memberantas
pembajakan (USTR, 2019). Masuknya Indonesia dalam Priority Watch
List USTR sebenarnya bukan tanpa sebab. Hal ini didukung oleh
persentase produk palsu di Indonesia Berdasarkan Survey Mardanugraha,
Wardhani, Ismayadi, Bergkamp, & Yappy, (2014).
Tabel 1.1 Presentase Produk Palsu di Indonesia
Produk Presentase Produk Palsu
Software 33,50%
Kosmetika 12,60%
Farmasi 3,80%
Pakaian 38,90%
Barang dari Kulit 37,20%
Makanan dan Minuman 8,50%
Sumber: (Mardanugraha et al., 2014)
Dengan adanya pembajakan produk terutama di bidang digital,
kerugian yang didapatkan oleh pemerintahan tentu tidaklah sedikit. Pada
tataran empiris, terdapat banyak studi dan laporan yang mencoba
menghitung secara pasti nilai dari kerugian dan dampak langsung terhadap
ekonomi akibat adanya kegiatan pemalsuan dan pembajakan. Hasil-hasil
tersebut ditunjukkan oleh Tabel 1.2 dan Tabel 1.3 berikut.
3
Tabel 1.2 Kerugian Ekonomi dari Produk Palsu di Berbagai Negara
Sumber Objek Studi Hasil Penelitian
INTERPOL Global Nilai perdagangan seluruh barang -
barang palsu pada 2003 diduga
mencapai US$ 450 miliar
OECD Global Kerugian yang ditimbulkan akibat
pemalsuan di tahun 2007 adalah
sebesar US$ 250 miliar
WTO Global Total produksi barang-barang
konsumsi palsu dan rokok palsu di
tahun 2008 bernilai sekitar US$ 300
miliar
European Union Uni Eropa Jumlah produk palsu yang masuk ke
Eropa dari Asia mengalami
peningkatan sebesar 10 kali lipat
selama periode 1999-2008, dengan
nilai transaksi mencapai US$ 8.2
miliar per tahun
Bate Global Pasar obat-obatan palsu di dunia
bernilai US$ 14 miliar
Gastrow Afrika Timur Karena sekitar 25% rokok yang
dikonsumsi oleh negara- negara
4
Afrika Timur adalah palsu dan
selundupan, pemerintah kehilangan
penerimaan dari pajak sebesar US$
100 juta
U.S.Treasury
Dept.
Eropa Mafia Camorra mendapatkan lebih
dari 10% dari US$ 25 miliar
keuntungannya dari penjualan
barang-barang palsu, seperti pakaian
bermerek, CD, DVD, dan perangkat
lunak
INTERPOL Lebanon Pada 2003, terjadi kasus penjualan
barang palsu senilai US$ 1.2 juta
yang diduga digunakan untuk
membiayai kegiatan operasi
Hizbullah
Sumber: (Shelley, 2012) dikutip oleh (Mardanugraha et al., 2014)
Tabel 1.3 Kerugian PDB secara langsung pada tiap-tiap sektor
Sektor Dampak Langsung (juta rupiah)
Makanan dan Minuman 8,093,791
Pakaian dan Barang dari Kulit 20,083,750
Obat-obatan dan Kosmetika 5,423,824
Software 1,147,732
5
Ekonomi secara Total 34,749,097
Sumber: (Mardanugraha et al., 2014)
Tabel 1.4 Dampak Pemalsuan terhadap upah dan gaji di Indonesia
Sektor Dampak Langsung (juta rupiah)
Makanan dan Minuman 620,218.13
Pakaian dan Barang dari Kulit 2,320,845.18
Obat-obatan dan Kosmetika 268,450.82
Software 186,372.68
Ekonomi secara Total 3,395,886.80
Sumber: (Mardanugraha et al., 2014)
Terlihat bahwa dampak pemalsuan terhadap tenaga kerja (Tabel
1.4) adalah bahwa adanya potensi kehilangan upah dan gaji sebesar Rp.
3,4 triliun, di tingkat nasional. Nilai tersebut, berasal dari potensi
kehilangan mendapatkan upah dan gaji dari sektor pakaian dan barang dari
kulit, diikuti oleh sektor makanan dan minuman, obat-obatan dan
kosmetika, dan terakhir software sebesar Rp. 186 miliar.
Tabel 1.5 Dampak Pemalsuan terhadap pendapatan pemerintah
Sektor Dampak Langsung (juta rupiah)
Makanan dan Minuman 155,147.06
Pakaian dan Barang dari Kulit 191,992.64
Obat-obatan dan Kosmetika 42,078.75
Software 35,638.00
6
Ekonomi secara Total 424,856.45
Sumber: (Mardanugraha et al., 2014)
Pemalsuan pada beberapa produk menyebabkan pemerintah
kehilangan potensi pajak sebesar Rp.424,9 miliar. Potensi kehilangan
pajak ini, berasal dari sektor pakaian dan barang dari kulit, yang
kehilangan potensi pajak sebesar Rp. 192 miliar. Diikuti dengan sektor
makanan dan minuman, yang kehilangan potensi penerimaan pajak
sebesar Rp. 155 miliar, kemudian obat-obatan dan kosmetika dan software
yang secara berturut-turut kehilangan sebesar Rp.42 miliar dan Rp
35,1miliar.
Secara global, Business Action to Stop Counterfeiting and Piracy
(BASCAP), sebuah badan milik International Chamber of Commerce,
mengemukakan bahwasanya pembajakan digital (musik, film, dan
software) secara ekonomi berjumlah antara $30 hingga $75 miliar pada
tahun 2008 (BASCAP, 2011). Sedangkan pada tahun 2015, jumlah
pembajakan digital yang beredar diseluruh dunia apabila dihitung secara
ekonomi adalah $160 miliar (BASCAP, 2016). Perlu adanya penekanan
bahwasanya secara global, terjadi peningkatan pembajakan digital, dimana
pada tahun 2008, secara ekonomi, berjumlah antara $30 hingga $75 miliar.
Dengan kehadiran produk bajakan, penjualan produk asli tetap
dapat terjual. Akan tetapi, harga dan keuntungan yang diterima oleh
penjual produk asli akan menurun (Tsai dan Chou, 2012). Penelitian
LPEM FEUI Tahun 2014 mencatat bahwa tingginya pemalsuan di
7
Indonesia tidak hanya disebabkan karena produsen produk palsu banyak
memasok barang palsu ke pasar, tetapi juga adanya permintaan barang
palsu. Kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta
perlindungan konsumen membuat masyarakat Indonesia kurang
memahami kerugian mengkonsumsi barang palsu. Konsumen Indonesia
juga tidak peduli dengan peraturan yang dilanggar akibat menggunakan
produk palsu. Melanggar undang-undang hak cipta karena menggunakan
produk palsu, bukan merupakan concern bagi konsumen di Indonesia.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang hilang akibat adanya pemalsuan
adalah sebesar Rp 34.2 triliun, dihitung berdasarkan Tabel Input Output
Tahun 2014 dari BPS (Mardanugraha et al., 2014).
Melihat data yang terjadi, tentunya industri-industri yang terkena
dampak pembajakan digital mengalami kerugian yang sangat besar, maka
dari itu strategi untuk memerangi pembajakan digital sebenarnya telah
dilakukan, yang ditujukan terhadap supply pembajakan digital. Strategi
perlawanan terhadap pembajakan yang mengincar suppliers seperti
menutup situs-situs yang menyediakan akses software bajakan ternyata
masih kurang efektif. Hal ini didukung oleh data BASCAP yang telah
dipaparkan sebelumnya yakni perbandingan jumlah ekonomis pembajakan
digital (musik, film, dan software) untuk tahun 2008 dan jumlah ekonomis
pembajakan digital pada tahun 2015 yang ternyata semakin meningkat
jumlahnya. Terlebih lagi, menurut Miyazaki, Rodriguez, & Langenderfer,
(2009), masih sedikit upaya untuk lebih mengerti psikologis konsumen
8
terhadap mengapa mereka mau melakukan konsumsi barang bajakan yang
secara alamiah bersifat ilegal. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan
yang lebih difokuskan terhadap konsumen agar perlawanan terhadap
pembajakan produk dapat berjalan lebih efektif.
Menurut laporan Global Religious Futures (2019), Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia
dengan jumlah penduduk Muslim sebanyak kurang lebih 209 juta atau
sekitar 87,2% dari total masyarakat yang ada di Indonesia pada tahun 2010
dan diperkirakan dapat mencapai 229 juta penduduk pada 2020 mendatang
(Pew Research Center, 2010). Jumlah yang besar ini juga didukung
dengan tingkat religiusitas yang tinggi, dibuktikan dengan 83% orang
Indonesia menyatakan agama merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan mereka (Pew Research Center, 2019). Besarnya populasi
Muslim di Indonesia seharusnya berbanding terbalik dengan jumlah
pembajakan yang terjadi, karena Majelis Ulama Indonesia sendiri telah
mengeluarkan fatwa tentang perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI)
yakni Hak Cipta. Maka dari itu, segala macam bentuk pembajakan produk
adalah tindakan yang illegal secara hukum dan haram dalam konteks
agama Islam, karena telah diatur dalam undang-undang maupun fatwa
MUI.
Secara legal, Majelis Ulama Indonesia diakui secara sah para
pembuat undang-undang Indonesia, baik eksekutif maupun legislatif
(Hasyim, 2015). Menjadi penasihat pemerintah dalam urusan perundang-
9
undangan adalah salah satu fungsi MUI, dimana fungsi ini dapat dibagi
menjadi enam. Pertama, adalah memberikan rekomendasi dan saran
kepada pemerintah, kedua adalah memberikan arahan moral kepada para
Muslimin di Indonesia dengan cara menerbitkan fatwa, menerbitkan
majalah, selebaran, ketiga adalah menerbitkan fatwa. Fatwa adalah produk
hukum Islam, dikemukakan dikarenakan adanya kebutuhan atas kejelasan
hukum secara Islam yang belum dijelaskan didalam Al-Quran maupun
kumpulan hadis-hadis. MUI menjadi sumber utama dalam pengeluaran
fatwa di Indonesia, sehingga selain menjadi salah satu sumber hukum
ketatanegaraan, fatwa MUI menjadi sumber pedoman hidup masyarakat
Indonesia, keempat adalah membentuk ukhuwah Islamiyyah, kelima
adalah melakukan dakwah, serta fungsi keenam adalah melakukan
pelatihan terkait Islam dan syariah dengan memberikan pendidikan
terhadap ulama (Hasyim, 2011).
Berdasarkan peran Majelis Ulama Indonesia yang cukup sentral
dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan ketatanegaraan, seharusnya
membuat kaum Muslimin patuh terhadap fatwa yang telah dikeluarkan dan
tidak mendukung perkembangan pasar produk palsu dengan tidak ikut
membelinya. Namun, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, kenyataan
yang terjadi terkait hal tersebut adalah sebaliknya dari apa yang
seharusnya terjadi, sebab dalam melakukan konsumsi produk apapun,
seorang Muslim menjadikan halal atau tidaknya sesuatu menjadi faktor
10
terpenting sebelum mengkonsumsi barang atau jasa tersebut (Abdul,
Ismail, Hashim, & Johari, 2009).
Dalam konteks manajerial, populasi Muslim yang menjadi
konsumen dikategorikan sebagai yang paling muda secara umur apabila
dibandingkan dengan populasi lainnya, sehingga tentu hal ini akan
berpengaruh kepada pola dan gaya konsumsi, yang dimana tentunya
konsumen Muslim menginginkan mengkonsumsi barang yang halal, atau
sesuai dengan aturan syariah (Ahmad Alserhan & Ahmad Alserhan, 2012).
Maka dari itu, hal tersebut berhubungan dengan bagaimana muslim
berkonsumsi sesuai syariat islam dan harusnya menjadi persoalan di dunia
ekonomi islam atau syariah.
Di zaman yang serba modern ini, konsumsi suatu produk dilakukan
lebih mudah dengan menggunakan teknologi atau internet. Generasi
konsumen yang telah terbiasa menggunakan internet dan cenderung
mudah untuk melakukan tindakan pembajakan adalah generasi Z (Skinner,
Sarpong, & White, 2018). Oleh karena itu, dilakukan analisis yang lebih
dalam pada perspektif demand atau konsumen, dengan melihat pengaruh
religiositas, etika, dan attitude terhadap intensi konsumen muslim dalam
membeli produk palsu (studi pada Gen Z di DKI Jakarta).
11
B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian, dalam
penelitian ini akan secara spesifik menjawab permasalahan berikut:
1. Sejauh mana dan mengapa religiositas berpengaruh terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu?
2. Sejauh mana dan mengapa etika berpengaruh terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu?
3. Sejauh mana dan mengapa attitude berpengaruh terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah religiositas berpengaruh
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu dan
faktor-faktor penyebabnya.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah etika berpengaruh
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu dan
faktor-faktor penyebabnya.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah attitude berpengaruh
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu dan
faktor-faktor penyebabnya.
12
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi regulator, dengan adanya penelitian ini regulator menjadi lebih
memahami pengaruh religiositas, etika, dan Attitude yang
mempengaruhi intensi konsumen Muslim dalam menggunakan produk
palsu atau bajakan di Indonesia sehingga dapat membentuk peraturan
yang memasukkan peran agama untuk mengurangi tindakan
pembajakan dan pemalsuan produk yang merajalela di Indonesia.
2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
dan pengalaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh religiositas,
etika, dan Attitude terhadap intensi konsumen Muslim dalam
menggunakan produk palsu atau bajakan di Indonesia.
3. Bagi industri atau pasar, penelitian ini diharapkan memberikan
wawasan tentang pengaruh religiositas, etika, dan Attitude yang
mempengaruhi intensi konsumen Muslim dalam menggunakan produk
palsu atau bajakan di Indonesia sehingga dapat mengambil langkah
yang tepat dalam menghadapi isu ini.
4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
referensi dan memperkaya literatur di bidang peran ekonomi syariah
sebagai pencegah tindak pembajakan dan pemalsuan produk
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Konsumsi Islam
a. Pengertian Konsumsi Islam
Konsumsi biasanya diartikan sebagai penggunaan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ilmu
ekonomi islam, konsumsi juga memiliki arti yang sama, namun
terdapat perbedaan pada semua aspek yang melingkupinya.
Perbedaan mendasar konsumsi Islam dari konsumsi ekonomi
konvensional adalah dalam mencapai tujuan konsumsi itu sendiri,
dan cara mencapainya harus sesuai dengan pedoman hukum Islam
(Pujiyono, 2006).
Tujuan utama konsumsi bagi seorang Muslim adalah
sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah SWT.
Karena sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan ketaatan dalam mengabdi kepada Allah akan
menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia
akan mendapatkan pahala dan juga memiliki nilai positif dalam
kehidupannya (Pujiyono, 2006).
Menurut Al-Ghazali, konsumsi adalah penggunaan barang
atau jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja yang
wajib dilakukan sesuai dengan etika syariah dalam rangka menuju
14
kemaslahatan untuk kehidupan di dunia dan akhirat (Pujiyono,
2006).
Dalam perspektif ekonomi islam, konsumsi tidak sekedar
memenuhi kebutuhan individu untuk memenuhi perintah Allah,
tetapi juga kesadaran untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
Dalam konteks adanya keizinan untuk mengkonsumsi rezeki yang
diberikan oleh Allah, sekaligus terpikul tanggung jawab untuk
memberikan perhatian terhadap keperluan hidup orang-orang yang
tidak punya, baik yang tidak meminta (al-qani) maupun yang
meminta (al-mu‟tar) bahkan untuk orang-orang yang sengsara (al-
bas) dan fakir miskin (Nuruddin, 2002: 313-315).
Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan
dampak yang disebut mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk
keadaan, baik material maupun non material yang mampu
meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia. Kandungan mashlahah terdiri atas manfaat dan berkah.
Dalam konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan
manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya.
Konsumen akan merasakan adanya manfaat dalam konsumsi ketika
kebutuhannya terpenuhi. Berkah akan diperoleh ketika ia
mengkonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh syariat islam
(Pujiyono, 2006).
15
Komodifikasi konsumsi pada agama adalah transformasi
nilai guna agama sebagai pedoman hidup dan sumber nilai-nilai
normatif yang berlandaskan pada keyakinan ketuhanan menjadi
nilai tukar, dengan menggunakan fungsi- fungsi ini disesuaikan
dengan kebutuhan manusia atas agama (Husna, 2019). Dalam
komodifikasi pada praktik bisnis dan pemasaran, kini nyata
bergeser dan mengalami transformasi, dari level rational
intelligence (marketing 1.0) menuju ke emotional marketing
(marketing 2.0) dan akhirnya merambah ke level spiritual
intelligence (marketing 3.0) (Husna, 2019).
Pada praktik marketing 1.0, pemasaran hanya menyentuh
aspek fungsional teknikal saja dan konsumen diposisikan sebagai
objek pasif yang cenderung memilih produk berdasarkan tinggi
rendahnya harga yang ditawarkan produsen. Pada marketing 2.0,
konsumen mulai diposisikan subjek aktif yang memilki emosi dan
perasaan. Produsen mulai dituntut untuk memahami apa keinginan
dari konsumennya dan sebisa mungkin menciptakan loyalitas
dalam diri konsumennya. Harga tidak lagi menjadi faktor penentu
karena ikatan emosional telah terjalin di dalamnya. Sedangkan,
pada marketing 3.0 konsumen mulai mencari spiritual value dalam
sebuah produk sebagai bagian dari sebuah identitas. Pada tahap ini,
brand telah menjadi reason for being. Pengkonsumsian produk
yang dilakukan bukan lagi atas dasar pemenuhan kepuasan
16
melainkan sebagai penanda atas keberadaan status sosial (cultural
strategy of self definition) dalam masyarakat (Kotler, Kartajaya, &
Setiawan, 2010). Sehingga dalam hal ini religiusitas dianggap
menjadi hal penting guna menciptakan segmen pasar tertentu.
Agama tidak lagi diposisikan sebagai sumber nilai dalam
pembentukan gaya hidup, akan tetapi lebih sebagai instrumen bagi
gaya hidup itu sendiri (Beng-Huat, 2000). Berdasarkan hal-hal
dalam marketing seperti faktor harga, emosi, kebiasaan, dan
agama, maka penelitian ini diukur oleh variabel religiositas, etika,
dan attitude untuk menganalisa intensi konsumen muslim dalam
membeli produk palsu.
b. Prinsip – Prinsip Konsumsi Islam
Menurut Martinelli (2019) dan Pujiyono (2006), terdapat
enam prinsip konsumsi dalam Islam, diantaranya adalah:
1) Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus
terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari:
a) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsusmsi adalah sebagai
sarana untuk ketaatan/beribadah sebagai perwujudan
keyakinan manusia sebagai makhluk yang mendapatkan
beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya
diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya.
Konsumsi sebagai sarana manusia untuk beribadah
17
kepada Allah swt, maka konsumsi harus dilakukan
sesuai syariat Islam.
b) Prinsip Ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi
harus tahu ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi
dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah
merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau
dari zat, proses, maupun tujuannya.
c) Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu
yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut.
Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan
berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang
halal serta menjauhi yang haram atau syubhat.
2) Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas
yang telah dijelaskan dalam syariat islam, di antaranya:
a) Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-
tengah antara menghamburkan harta dengan pelit,
tidakbermewah-mewah, tidak mubazir, dan hemat.
b) Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya
dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan
kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak
daripada tiang.
18
c) Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan
digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk
kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.
3) Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan
kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi
kemudharatan, yaitu:
a) primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar
manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan
dirinya dunia dan agamanya serta orang terdekatnya,
seperti makanan pokok;
b) sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah atau
meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik,
misalnya konsumsi madu, susu dan sebagainya;
c) tersier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang
jauh lebih membutuhkan.
4) Prinsip sosial, yaitu memerhatikan lingkungan sosial di
sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam
masyarakat, di antaranya:
a) Kepentingan umat, yaitu konsumsi yang memikirkan
juga maslahah umat, saling menanggung dan menolong
antar masyarakat.
19
b) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik
dalam berkonsumsi tentunya sesuai dengan syariat
Islam.
c) Tidak membahayakan orang yaitu dalam
mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan
mudharat ke orang lain.
5) Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus
sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya
alam dan tidak merusak lingkungan.
6) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang
tidak mencerminkan etika konsusmsi Islami.
Berdasarkan prinsip-prinsip dari teori konsumsi Islam
tersebut, terdapat prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan
untuk berkonsumsi barang dan jasa bagi muslim. Dengan adanya
prinsip syariah maka peneliti menggunakan variabel religiositas
untuk mengukur tingkat religiositas seseorang terhadap intensi
membeli produk palsu. Mengonsumsi suatu barang atau jasa juga
harus mengutamakan maslahah dan memperhatikan lingkungan
sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam
bermasyarakat. Dalam berkonsumsi, umat Muslim harus
memikirkan kepentingan masyarakat, lingkungan, dan sumber daya
alam. Tidak merugikan dan tidak memberikan mudharat terhadap
orang lain. Maka dari itu tindakan konsumsi barang palsu tidak
20
diperbolehkan karena tidak sesuai dengan prinsip sosial konsumsi
Islam. Berdasarkan prinsip sosial, peneliti menggunakan variabel
etika untuk mengukur pedoman etika yang dianut konsumen
terhadap intensi membeli produk palsu. Prinsip sosial dan prinsip
kuantitas juga membuat peneliti menggunakan variabel attitude
untuk mengukur intensi konsumen membeli produk palsu. Apakah
konsumen tersebut memiliki preferensi attitude yang lebih
mementingkan harga atau juga hanya untuk kesenangan diri
sendiri.
c. Landasan Hukum Konsumsi Islam termasuk Produk Palsu
Pengertian produk palsu menurut KBBI yaitu; produk
adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau
nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses
produksi itu. Palsu adalah tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan.
Maka, produk palsu secara istilah adalah produk yang
dideskripsikan sebagai tiruan, replika, imitasi, kloning, atau istilah
yang sejenis bila mengacu pada nama merek dalam upaya
menyamar sebagai produk asli dari pemilik merek. Produk palsu
yaitu produk yang menghilangkan nilai simbolik dari barang
(mewah) asli dan menyamarkan brand equity (Zhou & Hui, 2003).
Berdasarkan pengertian tersebut, pandangan hukum islam
mengenai konsumsi dan juga konsumsi terhadap produk palsu
adalah sebagai berikut:
21
1) Al – Qur‟an
Teori konsumsi Islam dijelaskan pada ayat 168 Surat Al –
Baqarah:
ت الشيطه ا خط بع ل تت ا فى الرض حللا طيباا ا مم ا الىاس كل ياي
بيه م لكم عد او
Artinya:
“ Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Dan QS. An-Nahl [16] ayat 114:
ن ان كىتم اياي تعبد ا وعمت الله اشكز حللا طيباا ا رسقكم الله ا مم فكل
Artinya:
“ Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika
kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl [16]
ayat 114).
Islam juga secara tegas melarang pemalsuan atau
pembajakan dalam hal apapun. Beberapa ayat yang melarang
hal tersebut antara lain:
QS. An-Nisa‟ [4]: 29:
ن تجارةا عه ان تك الكم بيىكم بالباطل ال ا ام ا ل تأكل ا الذيه امى ياي
ا كان بكم رحيما ا اوفسكم ان الله ل تقتل ىكم تزاض م
22
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. AL-Nisa‟ [4]: 29).
Dan juga QS. Al - Syu‟ara [26]: 183:
ا فى الرض مفسديه ل تعث م ل تبخسا الىاس اشياء
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya
dan jangan-lah kamu membuat kerusakan di bumi.” (QS. al-
Syu‟ara [26]: 183).
2) Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia selaku institusi di ulama se-
Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa terkait hal ini yang
dituangkan dalam fatwa Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005
(MUI, 2005) tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) yang memiliki isi sebagai berikut:
a) Pertama: Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil
ciptaan (karangmengarang) dan hasil kreasi adalah hakhak
khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad
moderen hak-hak seperti itu mempunyai nilai ekonomis
23
yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-
hak seperti itu tidak boleh dilanggar.
b) Kedua: Pemilik hak-hak non-material seperti nama dagang,
alamat dan mereknya, dan hak cipta mempunyai
kewenangan terhadap haknya itu, dan bisa ditransaksikan
dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dari
berbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan
kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat
material.
c) Ketiga: Hak cipta, karang-mengarang dan hak cipta lainnya
dilindungi oleh syara‟. Pemiliknya mempunyai kewenangan
terhadapnya dan tidak boleh dilanggar. Hak cipta, karang-
mengarang dan hak cipta lainnya dilindungi oleh syara‟.
Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak
boleh dilanggar.
Adapun hasil ketentuan hukum dari fatwa tersebut adalah:
a) Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu
huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat
perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal
(kekayaan).
b) HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma‟qud „alaih), baik
akad mu‟awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad
tabarru‟at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan
diwariskan.
c) Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun
tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan,
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor,
mengedarkan, menyerahkan, menyediakan,
mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu,
membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak
merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.
24
2. Intensi
Konsep intensi menurut Fishbein & Ajzen (1975) dalam Theory of
Reasoned Action didefinisikan sebagai kemungkinan subjektif
seseorang untuk melakukan sesuatu perilaku tertentu. Intensi dianggap
sebagai faktor motivasi seseorang yang mempengaruhi tingkah laku,
dan merupakan salah satu indikasi seberapa besar seseorang untuk
berusaha mewujudkan apa yang ingin dia lakukan.
Intensi pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh konsumen sebelum membeli produk tertentu yang
dibutuhkan (Anoraga, 2000). Intensi merupakan prediktor yang baik
meramalkan suatu perilaku yang akan dilakukan oleh individu. Oleh
karena itu, intensi pembelian diartikan sebagai preferensi konsumen
untuk membeli produk atau jasa (Rasheed, Farhan, Zahid, Javed, &
Rizwan, 2014)(Younus, Rasheed, & Zia, 2015). Intensi membeli dapat
dikatakan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit
produk yang dibutuhkan pada periode tertentu (Howard, 1989).
Dalam Theory of Planned Behavior, terdapat tiga dimensi yang
dapat mengukur intensi seseorang (Ajzen, 1991):
a. Sikap terhadap perilaku
Sikap terhadap perilaku merupakan keyakinan yang ditentukan
oleh konsekuensi dari perilaku, atau yang biasa disebut dengan
keyakinan perilaku. Keyakinan berkaitan dengan penilaian
25
subjektif individu terhadap dunia di sekitarnya, dan
pemahaman individu tentang dirinya dan lingkungannya.
Hubungan ini dibuat dengan mengaitkan antara tindakan
tertentu dengan manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh
individu apabila akan melakukannya atau tidak.
b. Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan persepsi seseorang tentang
pengaruh ekspektasi orang-orang di sekitarnya yang mana
ekspektasi tersebut memengaruhi kehidupan pribadinya.
Dengan cara ini, orang-orang di sekitar dapat memengaruhi
perilaku seseorang atau menahan diri untuk tidak melakukan
perilaku tertentu. Norma subjektif juga diartikan sebagai
keyakinan individu yang didapatkan dari pandangan orang-
orang lain terhadap objek sikap yang berhubungan dengan
individu tersebut.
c. Persepsi Kontrol Perilaku
Kontrol perilaku merupakan persepsi seseorang tentang mudah
atau sulitnya untuk mewujudkan perilaku tertentu. Hal ini
bergantung pada keyakinan individu mengenai ketersediaan
sumber daya berupa peralatan, tingkat kompatibilitas, tingkat
kemampuan, dan kesempatan yang mendukung atau
menghambat perilaku yang diinginkan, juga seberapa besar
26
sumber daya memiliki peran untuk mewujudkan perilaku
tersebut.
Menurut Ajzen (1991), sikap terhadap perilaku, norma subjektif,
dan kontrol perilaku memiliki tingkat signifikansi yang berbeda-beda
pada setiap perilaku dan situasi, sehingga tidak bisa digeneralisasi
untuk setiap tindakan dan situasi yang dihadapi seseorang dalam
melakukan suatu tindakan atau perilaku.
3. Religiositas
Religiositas berdasarkan pengertian dari McDaniel & Burnett
(1990) adalah sub-kategori dari nilai-nilai yang dianut oleh manusia
yang berkaitan dengan bagaimana hubungan antar manusia dengan
dengan Tuhannya dan bagaimana seseorang mengekspresikan
hubungan itu dalam masyarakat. Religiositas berkaitan erat dengan
agama dan komitmen seseorang untuk berperilaku mengikuti prinsip-
prinsip yang ia percaya yang telah diturunkan oleh Tuhan. Menurut
Yousaf & Malik (2013), religiositas dideskripsikan sebagai derajat
seorang umat beragama menerima kepercayaan dan menjalankan
perintah yang diperintahkan oleh agamanya (Ilter, Bayraktaroglu, &
Ipek, 2017).
Menurut Shyan Fam, Waller, & Zafer Erdogan (2004) agama
memberikan tujuan bagi individu-individu dan juga memberikan cita-
cita dalam kehidupan, hal inilah yang menjadikan agama penting dan
berpengaruh terhadap kehidupan pribadi dan sosial (Bakar, Lee, &
27
Rungie, 2013). Ilter et al., (2017) juga berpendapat bahwa agama
adalah faktor budaya yang penting dan menjadi salah satu lembaga
sosial paling universal dan berpengaruh yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap sikap, nilai, dan perilaku masyarakat baik di
tingkat individu maupun masyarakat, sehingga di seluruh aspek baik
psikologi maupun bisnis, faktor religiositas sering menjadi bahan
pembelajaran untuk dilihat pengaruhnya.
Taylor, Halstead, & Haynes (2010) mengatakan bahwa religiositas
pun dipercaya dapat mempengaruhi consumer behavior. Penelitian-
penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa keyakinan beragama
dan tingkat religiositas memengaruhi pengambilan keputusan dan
pembelian, dan menyarankan kepercayaan sebagai dasar yang layak
untuk segmentasi pemasaran.
Dalam konteks masyarakat Muslim, Islam membimbing para
pengikutnya dalam setiap aspek kehidupan dan mengajarkan mereka
tentang bagaimana dan apa yang harus diperdagangkan, bagaimana
berinteraksi dengan orang lain dan apa yang harus dikonsumsi.
Sebagai cara untuk mencerminkan kesesuaian dan kesetiaan mereka
pada agama mereka, umat Islam cenderung membeli dan
mengkonsumsi produk sesuai dengan prinsip dan pedoman agama
mereka (Islam & Chandrasekaran, 2015).
Menurut agama Islam dan agama mana pun, dalam kasus
melanggar nilai-nilai esensial seperti melanggar hak-hak orang, baik
28
materi maupun intelektual merupakan suatu hal yang pasti dilarang
(Beekun & Badawi, 2005). Namun sayangnya, tidak semua Muslim
berperilaku sesuai dengan ajaran Islam (Alserhan, 2010). Maka dari itu
bagi Souiden & Jabeur (2015), tingkat religiusitas adalah penentu
utama dari sikap dan perilaku umat Muslim. Dan juga faktanya hanya
beberapa penelitian yang meneliti peran religiusitas dalam
mempengaruhi sikap dan niat beli produk palsu (Casidy et al., 2017).
Mempertimbangkan konteks khusus bahwa Indonesia sebagai
negara dengan mayoritas Muslim, Souiden, Ladhari, & Zarrouk Amri
(2018) berpendapat bahwa orang-orang Muslim memiliki tingkat
religiusitas yang berbeda yang sebagian besar ditentukan oleh tiga
dimensi. Dimensi pertama "takut akan hukum Allah" mencerminkan
ketakutan umat Islam akan perilaku yang telah dilakukannya tidak
sesuai dengan hukum syariah. Karena mereka takut akan hukuman
yang diterima, umat Islam melakukan yang terbaik untuk menghindari
dosa. Dimensi kedua "keterlibatan agama" mencerminkan tingkat
minat dan praktik dalam beragama. Seperti beribadah dan mengikuti
acara-acara keagamaan. Dimensi ketiga "keimanan terhadap agama”
mengacu pada tingkat kepercayaan atau keyakinan seseorang terhadap
agama yang dianutnya.
4. Etika
Etika moral merupakan salah satu perangkat pengukur pada
kegiatan ekonomi, baik pada sisi produsen maupun konsumen karena
29
pilihan dalam berekonomi sering dikaitkan oleh hubungan sosial dan
diatur oleh berbagai jenis norma dan pandangan etis (Wight, 2015).
Taylor (1975) mendefinisikan etika sebagai penyelidikan terhadap sifat
dan dasar moralitas di mana istilah moralitas diartikan sebagai
penilaian moral, standar, dan aturan perilaku. Menurut Wilson, (2003),
etika diartikan sebagai pedoman untuk berperilaku yang dapat diterima
secara moral. Etika juga merupakan suatu ilmu yang membicarakan
masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai
baik maupun tidak baik (Rismawaty, 2008).
Berdasarkan banyaknya penelitian yang menerapkan etika, Forsyth
(1980) membedakan moral menjadi dua bagian yaitu idealisme dan
relativisme. Idealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya
individu bahwa sikap perilaku seseorang tidak boleh melanggar nilai -
nilai etika moral dan tidak dapat membuat kerugian pada orang lain.
Idealisme berhubungan dengan seberapa besar individu percaya bahwa
konsekuensi yang diinginkan (konsekuensi positif) bisa didapat tanpa
melanggar kaidah moral. Sikap idealis juga diartikan sebagai sikap
tidak memihak dan terhindar dari berbagai kepentingan.
Sedangkan relativisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya
individu bahwa sebuah prilaku bisa dibilang etis ataupun tidak etis
memiliki ketergantungan pada pandangan dari masyarakat (Forsyth,
1980). Etika dalam relativisme mempunyai sifat tidak universal
dikarenakan latar belakang etika adalah budaya dimana masing-
30
masing budaya mempunyai aturan yang tidak sama. Sikap relativisme
secara implisit menolak moral mutlak pada perilakunya. Dalam artian
Individu yang relativistik percaya bahwa moral itu bersifat subyektif
dan berbeda-beda antara individu satu dengan lainnya.
Konsep idealisme dan relativisme tidak berlawanan, namun
menunjukkan dua skala yang terpisah. Peneliti menggunakan variabel
etika karena penelitian terdahulu telah menemukan bahwa idealisme
dan relativisme memiliki pengaruh penting pada keputusan etis
pembelian konsumen (Paolillo & Vitell, 2003; Pekerti & Arli, 2015).
5. Attitude
Berdasarkan theory of planned behavior, perilaku (attitude)
pembelian ditentukan oleh intensi pembelian seseorang, dimana intensi
tersebut ditentukan oleh Attitude (Ang, Cheng, Lim, & Tambyah,
2001). Attitude toward behavior atau sikap terhadap perilaku
merupakan perasaan mendukung dan memihak atau perasaan tidak
mendukung dan tidak memihak terhadap suatu objek yang akan
disikapi. Dalam hal sikap terhadap barang palsu, Attitude dapat
dikatakan sebagai penilaian dan keyakinan seseorang baik itu secara
positif dan negatif terhadap produk palsu yang akan dibeli. Chang
(1998) menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang tidak etis
seperti membeli barang palsu dapat dijelaskan oleh sikap (Attitude)
konsumen itu sendiri. Ang et al., (2001) telah menyimpulkan bahwa
sikap konsumen terhadap pemalsuan produk berpengaruh signifikan
31
dalam menciptakan keinginan pembelian. Jika sikap konsumen
terhadap barang palsu atau bajakan positif, maka akan semakin tinggi
kemungkinan konsumen tersebut membeli produk tersebut.
Penelitian ini menggunakan variabel attitude karena menurut
beberapa penelitian terdahulu, keputusan konsumen dalam pembelian
produk ditentukan oleh faktor attitude terhadap economic benefits dan
attitude terhadap hedonic benefits (Cesareo & Pastore, 2014;
Kaufmann, Petrovici, Filho, & Ayres, 2016; Yoo & Lee, 2009).
Hedonic benefits (sikap terhadap pembelian produk yang cenderung
mempertimbangkan manfaat hedonis) dapat diartikan sebagai persepsi
konsumen ketika melakukan pembelian dan mengkonsumsi produk
bajakan atau palsu yang memberikan emosi kesenangan dan kepuasan.
Menurut Yoo & Lee, (2009), beberapa konsumen menganggap barang
bajakan sebagai nilai yang baik untuk uang dan menyenangkan. Selain
itu, terdapat juga perasaan gembira yang muncul karena melakukan
tindakan ilegal tersebut (Cesareo & Pastore, 2014).
Economic benefit (sikap terhadap pembelian produk yang
cenderung mempertimbangkan manfaat ekonomis) dapat diartikan
sebagai persepsi konsumen dalam membeli barang bajakan atau palsu
karena harga barang-barang tersebut lebih murah dibandingkan dengan
barang yang asli (Bian & Moutinho, 2009). Keuntungan dari murahnya
produk bajakan dibandingkan produk asli secara konsisten menjadi
salah satu motivasi bagi konsumen untuk membeli produk palsu
32
tersebut. Konsumen kebanyakan lebih mementingkan keuntungan
harga murah yang ditawarkan oleh barang palsu daripada kualitas
produk tersebut. Beberapa konsumen juga kadang dengan sedang hati
memperdagangkan kualitas produk asli dengan harga murah (Yoo &
Lee, 2009).
Menurut Chitturi, Raghunathan, & Mahajan (2008), hedonic
benefits merupakan manfaat yang berhubungan dengan estetika,
pengalaman, dan kesenangan seperti membawa nama merek terkenal,
logo, dan karakteristik desain. Pada dasarnya persepsi konsumen
mereka merujuk pada hiburan, eksplorasi, dan ekspresi nilai, terutama
memberikan kesenangan, emosi pada diri dan harga diri (Chandon,
Wansink, & Laurent, 2000). Sedangkan economic benefits adalah
manfaat yang dapat dikuantifikasi dalam bentuk uang yang dihasilkan
dan juga penghematan uang sebagai kebijakan untuk mengurangi biaya
membeli.
Yoo & Lee (2009) berpendapat bahwa baik economic benefits dan
hedonic benefits adalah penentu utama niat konsumen untuk membeli
barang bajakan. Studi empiris mereka di kalangan mahasiswa Korea
menegaskan dampak positif dari persepsi economic benefits dan
hedonic benefits pada niat pembelian produk palsu. Dalam penelitian
lain di antara konsumen Indonesia, Lianto (2015) menemukan efek
positif dari Attitude terhadap intensi membeli produk palsu dengan
mempertimbangkan economic benefits, dan sikap terhadap produk
33
palsu dengan mempertimbangkan hedonic benefits, terhadap intensi
pembelian produk palsu.
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan antara Religiositas dengan Intensi Konsumen Muslim
dalam Membeli Produk Palsu
Konsep yang sangat berkaitan dengan agama disebut dengan
religiositas (Ilter et al., 2017). Religiositas dapat diartikan sebagai
keyakinan seseorang kepada Tuhan yang disertai dengan komitmen
untuk mengikuti prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Tuhan
(McDaniel & Burnett, 1990). Religiositas juga dapat dijelaskan
sebagai sejauh mana orang yang beragama menerima keyakinan dan
menegakkan tatanan agamanya (Ilter et al., 2017).
Berdasarkan Qur‟an Surat Al Ankabut ayat 45, umat beragama
Islam diperintahkan untuk beribadah agar mereka dapat
menghindarkan diri mereka dari perbuatan yang buruk, hal ini
sekaligus menggambarkan hubungan negatif diantara religiositas
dengan perbuatan buruk, bahwa ketika tingkat religiositas seseorang
meningkat seharusnya perbuatan buruk yang mereka kerjakan pun
berkurang. Sama seperti kegiatan membeli produk palsu, apabila
tingkat religiositas seseorang tinggi, maka seharusnya semakin kecil
pula intensi seorang Muslim untuk membeli produk palsu.
34
Tingkat religiositas seseorang memegang peranan penting dalam
menentukan sikap dan perilaku seseorang, sama seperti halnya dalam
konsep intensi membeli produk palsu. Berdasarkan penelitian (Souiden
et al., 2018) mengenai pengaruh religiositas tehadap intensi pembelian
konsumen Muslim pada produk palsu, ditemukan bahwa semakin
tinggi tingkat religiusitas yang dimiliki seorang Muslim, maka
semakin sedikit niat atau intensi Muslim untuk membeli produk palsu.
2. Hubungan antara Etika dengan Intensi Konsumen Muslim dalam
Membeli Produk Palsu
Menurut Hartman dan DesJardins (2011) etika merupakan
bagaimana manusia seharusnya menjalani kehidupannya dengan baik.
Fraedrich, (1993) juga menjelaskan bahwa etika sebagai standar umum
yang mengacu pada perilaku yang adil atau benar antara individu
dalam situasi tertentu. Etika didefinisikan sebagai aturan, standar,
prinsip, dan kode etik sebagai pedoman, sehingga perilaku bisnis
sesuai dengan prinsip etika yang ada (Singh & Twalo, 2015).
Menurut Forsyth (1980), individu dengan tingkat idealisme yang
tinggi tidak akan melakukan perilaku yang tidak etis dikarenakan
secara tegas individu tersebut tidak akan melakukan tindakan yang
mengarah pada tindakan berkonsekuensi negatif apalagi merugikan
orang lain, sedangkan individu dengan relativisme yang tinggi,
memiliki kemungkinan untuk tetap melakukan tindakan perilaku tidak
etis karena individu tersebut menolak prinsip dan aturan moral secara
35
universal dan merasa bahwa tindakan moral tersebut tergantung pada
seseorang dan situasi yang ada. Dalam penelitian (Souiden et al.,
2018), etika idealisme memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap intensi pembelian konsumen pada produk palsu, sedangkan
etika relativisme memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
intensi pembelian konsumen pada produk palsu.
3. Hubungan antara Attitude dengan Intensi Konsumen Muslim
dalam Membeli Produk Palsu
Attitude atau sikap didefinisikan sebagai suatu sifat atau kesiapan
untuk menanggapi suatu situasi dengan suatu reaksi yang dipersiapkan,
sikap adalah bagaimana seseorang merasakan, melihat, dan
menafsirkan situasi tertentu (Moekijat, 2000). Attitude atau sikap
merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam diri seseorang
yang mencerminkan perasaan senang atau tidak senang, suka atau
tidak suka dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek (Schiffman
& Kanuk, 2008).
Dalam hal ini, objek dari Attitude individu tersebut ialah produk
palsu. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa keputusan konsumen
dalam pembelian produk ditentukan oleh sikap dengan faktor
economic benefits dan hedonic benefits (Cesareo & Pastore, 2014;
Kaufmann et al., 2016). Yoo & Lee, (2009) juga berpendapat bahwa
baik economic benefits dan hedonic benefits adalah penentu utama niat
konsumen untuk membeli produk palsu.
36
Pada penelitian (Souiden et al., 2018), economic benefits dan
hedonic benefits ternyata memiliki pengaruh positif terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu karena ternyata
konsumen tersebut masih mempertimbangkan faktor emosi
kesenangan atau kepuasan, nama brand yang terkenal dan juga faktor
keuntungan dari produk palsu yang lebih murah.
C. Penelitian Terdahulu
No
.
Judul, Nama,
dan Tahun
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Kesimpulan
1. Is buying
counterfeit
sinful?
Investigation
of
consumers‟
Attitudes and
purchase
intentions of
counterfeit
products in a
Muslim
country
(Souiden et
al., 2018)
Kuantitatif
, Regresi,
Anova
Religiositas,
etika
relativisme,
attitude terhadap
economic
benefit dan
hedonic benefit
memiliki
pengaruh yang
signifikan
terhadap intensi
konsumen
Muslim Tunisia
dalam membeli
produk palsu,
sedangkan etika
idealisme tidak
Memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
pembelian
produk palsu.
Variabel
yang
digunakan
dalam
mengukur
intensi
pembelian
produk
palsu.
Penelitian
tersebut
dilakukan di
negara
Tunisia
sedangkan
penelitian
ini
dilakukan di
Jakarta,
Indonesia.
Metode
pengambila
n sample
dan analisis
data yang
digunakan
berbeda.
Kategori
responden
yang
berbeda.
Semakin idealis
seseorang,
ternyata tidak
mempengaruhi
niatnya untuk
membeli produk
palsu. Namun,
Semakin
seseorang
relativistik,
semakin besar
niatnya untuk
membeli produk
palsu. Semakin
seseorang takut
akan hukuman
dari Tuhan,
semakin sedikit
niatnya untuk
membeli
produk palsu.
Semakin
seseorang
memiliki
37
keyakinan agama
yang kuat,
semakin sedikit
niatnya untuk
membeli produk
palsu. Semakin
seseorang rajin
terlibat praktik
dalam agama,
semakin sedikit
niatnya untuk
membeli produk
palsu. Sikap
membeli barang
palsu dengan
mempertimbangk
an economic
benefits secara
positif
mempengaruhi
niat untuk
membeli produk
palsu. Sikap
membeli barang
palsu dengan
mempertimbangk
an hedonic
benefits
berpengaruh
positif terhadap
niat membeli
produk palsu.
2. Factors
affecting
consumers‟
intention to
purchase
counterfeit
product:
Empirical
Kuantitatif
, dengan
SmartPLS
Faktor
Religiusitas,
ethical concern,
dan persepsi
terhadap hukum
secara langsung
maupun tidak
langsung
Terdapat
dua
variabel
yang sama
yaitu
religiositas
dan etika
dalam
Menambahk
an variabel
persepsi
terhadap
hukum dan
penelitian
tersebut
dilakukan di
Semakin tinggi
tingkat penilaian
moral seseorang,
semakin kecil
kemungkinan
konsumen dalam
membeli produk
palsu. Hal ini
38
study in the
Malaysian
market
(Quoquab,
Pahlevan,
Mohammad,
&
Thurasamy,
2017)
memiliki mengukur
pembelian
produk
palsu
Malaysia. sejalan dengan
Theory of
Planned
Behaviour yang
menganggap
bahwa sikap
terhadap suatu
perilaku tertentu
dipengaruhi oleh
keyakinan
seseorang
tersebut. Dengan
kata lain, individu
yang beragama
dan beretika lebih
cenderung
menahan diri
untuk tidak
melakukan
tindakan apa pun
yang bertentangan
dengan prinsip-
prinsip idealis
mereka.
3. God Blesses
Those Who
Wear Prada:
Exploring the
Impact of
Religiousness
on Attitudes
toward
Luxury
among the
Youth of
Indonesia
(Arli,
Cherrier, &
Tjiptono,
2016)
Kuantitatif
dengan
metode
SEM
mengguna
kan SPSS
Amos 21
Religiusitas
intrinsik tidak
memiliki
hubungan yang
signifikan dan
negatif dengan
niat membeli
barang mewah.
Religiusitas
intrinsik
memiliki
pengaruh yang
positif terhadap
sikap afektif
terhadap brand
mewah.
Religiusitas
intrinsik tidak
Terdapat
variabel
religiusitas
untuk
meneliti
materialis
me intensi
konsumen
membeli
produk
bermerek
mewah,
dan tempat
penelitian
tersebut
berada di
Penelitian
ini
mengukur
pembelian
produk
mewah baik
yang asli
maupun
yang palsu.
Terdapat
variabel lain
untuk
mengukur
pembelian
prosuk
bermerek
mewah
seperti
Konsumen yang
religiusitas
intrinsiknya
(Agama sebagai
tujuan dalam
menjalani hidup)
tinggi tidak
menentang
materialisme dan
ternyata ternyata
memiliki perasaan
positif (sikap
afektif) dari
penggunaan
produk bermerek
mewah.
Meskipun orang-
orang religius,
39
memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan sikap
presentasi diri
terhadap brand
mewah.
Religiusitas
ekstrinsik
memiliki
hubungan yang
positif terhadap
niat membeli
produk mewah.
Religiusitas
ekstrinsik tidak
memiliki
hubungan yang
signifikan dan
negatif dengan
sikap afektif
terhadap barang
mewah.
Religiusitas
ekstrinsik
memiliki
hubungan yang
positif dengan
sikap presentasi
diri terhadap
brand mewah.
Sikap afektif
dan presentasi
diri memiliki
hubungan positif
dengan niat
membeli merek
mewah. Sikap
afektif
memediasi
hubungan antara
religiusitas
intrinsik dengan
niat membeli
merek mewah,
namun
Indonesia. sikap afektif
diri dan
presentasi
diri
mereka yang
memiliki
hubungan positif
dengan sikap
afektif terhadap
brand mewah,
akan tetap
memiliki
niat/keinginan
untuk
membelinya,
walaupun
bertentangan
dengan norma
agamanya.
Konsumen
dengan
Religiusitas
ekstrinsik
(peranan agama
dari luar sebagai
dukungan sosial
dalam menjalani
hidup) yang
tinggi mendukung
materialisme dan
sikap presentasi
diri terhadap
pembelian produk
bermerek mewah
namun tidak
berkaitan dengan
sikap afektif diri.
40
presentasi diri
tidak bisa
memediasi
kedua tersebut.
Presentasi diri
memediasi
hubungan antara
religiusitas
ekstrinsik
dengan niat
membeli produk
mewah, namun
sikap afektif
tidak bisa
memediasi dua
hal tersebut.
4. Hip to be
cool: A Gen
Y view of
counterfeit
luxury
products
(Francis,
Burgess, &
Lu, 2015).
Kuantitatif
, regresi
berganda
Gen Y dalam
mengonsumsi
produk mewah
palsu memiliki
hubungan positif
dengan sikap
terhadap produk
palsu dan
persepsi kontrol
perilaku
terhadap produk
palsu. Dan juga
persepsi kontrol
perilaku
terhadap produk
palsu tidak
memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan merek /
brand asli
Consumer-
Based Brand
Equity (CBBE)
atau harga. Gen
Y yang memiliki
produk mewah
palsu akan
menunjukkan
loyalitas yang
Variabel
sikap
(Attitude)
terhadap
produk
palsu yang
diteliti
hubungan
nya
dengan
intensi
membeli
produk
palsu
Penelitian
tersebut
lebih fokus
terhadap
Gen Y
dalam
membeli
produk
mewah
yang palsu,
dan
pengaruh
dari brand
mewah.
Konsumen Gen Y
baik yang
memiliki maupun
tidak memiliki
produk palsu
menganggap
bahwa
mengkonsumsi
produk palsu
bukan karena
ingin membeli
produk yang
bermerek mewah
atau harga namun
karena
faktor sikap,
norma, dan
keyakinan terkait
pembelian produk
palsu.
41
lebih besar
kepada produk
palsu dalam hal
niat membeli
daripada Gen Y
yang tidak
memiliki produk
palsu. Gen Y
yang memiliki
ataupun tidak
memiliki produk
mewah palsu
sama- sama
tidak dipengaruh
oleh harga dan
CBBE/ brand
dalam intensi
membeli produk
palsu.
5. Intention to
purchase fake
products in
an Islamic
country
(Riquelme,
Mahdi Sayed
Abbas, &
Rios, 2012)
Kuantitatif
, SEM
Kesadaran nilai,
norma subjektif,
dan norma
deskriptif
memiliki
pengaruh positif
dengan attitude
terhadap produk
palsu. Etika
maupun risiko
kinerja memiliki
hubungan
negatif dengan
attitude terhadap
produk palsu.
Orang
berpenghasilan
tinggi juga
membeli barang
palsu. Orang
yang lebih tua
(45 tahun ke
atas)
Sama-
sama
mengukur
intensi
produk
palsu
dengan
mengguna
kan
metode
SEM dan
tempat
penelitian
yang
mayoritas
agamanya
Islam.
Terdapat
beberapa
variabel
yang
berbeda
dalam
mengukur
intensi
membeli
produk
palsu, yaitu
kesadaran
nilai, norma
subjektif,
norma
deskriptif,
etika, dan
risiko
kinerja.
Responden
tampaknya tidak
setuju bahwa
membeli barang
palsu secara etis
salah dan
mempertahankan
pandangan positif
tentang barang
palsu. Semakin
konsumen sadar
akan nilai yang
dimiliki produk
palsu, semakin
positif juga sikap
mereka terhadap
produk palsu.
Semakin banyak
responden melihat
teman, keluarga,
dan orang lain
dalam
masyarakatnya
membeli produk
palsu, semakin
tinggi pula sikap
positif terhadap
42
menunjukkan
niat yang lebih
besar untuk
membeli barang
palsu daripada
orang yang lebih
muda.
produk palsu.
Mereka
mengamati
seolah-olah tidak
ada salahnya
membeli produk
palsu ini karena
banyak orang
disekitarnya yang
melakukannya.
Responden juga
menyadari bahwa
produk palsu
kadang tidak awet
dan mudah rusak,
maka dari itu
risiko kinerja
yang lebih tinggi
memiliki
hubungan negatif
terhadap
pembelian produk
palsu.
6. Moral
Philosophy,
Materialism,
and
Consumer
Ethics: An
Exploratory
Study in
Indonesia
(Lu & Lu,
2010).
Kuantitatif
, Regresi
Sikap konsumen
pada bisnis
memiliki
hubungan
negatif yang
signifikan antar
satu sama lain
terhadap
kegiatan yang
mendapatkan
keuntungan
secara aktif
seperti kegiatan
ilegal (ACBEN)
dan praktik
penipuan
(DELEGAL).
Empat faktor
penilaian etis
memiliki
korelasi positif
yang signifikan
Sama-
sama
mengukur
sikap
konsumen
terhadap
tindakan
yang
meraguka
n seperti
membeli
produk
palsu.
Studi
kasus
sama
berada di
Indonesia.
Terdapat
banyak
variabel
yang diukur
selain
membeli
produk
palsu, yaitu
tindakan
etika
konsumen
yang
meragukan
maupun
yang
menyimpan
g dalam
bisnis.
Responden yang
sikap negatifnya
tinggi terhadap
bisnis cenderung
lebih toleran
terhadap perilaku
aktif yang
menguntungkan,
baik dari aktivitas
ilegal maupun
tindakan yang
meragukan
(questionable).
Responden yang
memiliki sikap
yang lebih positif
terhadap
wiraniaga
cenderung tidak
akan terlibat
dalam aktivitas
konsumen yang
43
dengan sikap
responden
terhadap para
wiraniaga.
Sikap terhadap
tindakan ilegal
tidak memiliki
hubungan
signifkan
dengan praktik
yang “tidak
berbahaya /
tidak
melanggar”.
Sikap konsumen
terhadap
pemerintah
memiliki
hubungan
signifikan yang
negatif dengan
praktik
konsumen yang
meragukan.
Etika
materialisme,
relativisme, dan
idealisme
berpengaruh
signifikan
terhadap sikap
konsumen
terhadap
tindakan yang
meragukan.
Etika konsumen
yang
meragukan:
1. ACBEN:
keuntungan
yang didapat
dari terlibat
secara aktif
dalam aktivitas
yang dianggap
ilegal; 2.
meragukan.
Konsumen yang
percaya bahwa
beberapa tindakan
ilegal itu tidak
etis, akan kurang
toleran terhadap
perilaku ACBEN,
PASBEN,
DELEGAL.
Aktivitas
NOHARM /
nofoul
ternyata tidak
dianggap tidak
etis bagi
responden.
Meskipun
pemerintah
bertanggung
jawab untuk
menegakkan
norma-norma
sosial, peraturan
terkait praktik
'tidak berbahaya /
dilarang' seperti
pembajakan tidak
begitu berlaku
dan berpengaruh
bagi responden.
Orang Indonesia
dengan tingkat
materialisme dan
relativisme yang
tinggi cenderung
terlibat dalam
tindakan yang
meragukan, tetapi
tidak ilegal.
Namun,
konsumen
Indonesia yang
memiliki ideologi
etika idealis akan
menjadi yang
44
PASBEN:
manfaat yang
ditimbulkan
karena secara
pasif terlibat
dalam kegiatan
yang
meragukan; 3.
DELEGAL:
manfaat yang
ditimbulkan
karena secara
aktif terlibat
dalam aktivitas
yang meragukan
atau menipu
yang dianggap
legal; dan 4.
NOHARM /
NOFOUL:
perilaku yang
dianggap
melibatkan
aktivitas '' tidak
berbahaya /
tidak
melanggar”
paling kecil
kemungkinannya
untuk memulai
aktivitas ilegal
yang
menguntungkan
mereka.
Penelitian ini
membandingkan
kategori
responden seperti
usia, jenis
kelamin,
pendidikan, dan
keagamaan.
Beberapa kategori
tersebut memiliki
perbedaan hasil
yang bervariasi
kecuali kategori
agama. Agama
Islam secara
signifikan tidak
berbeda dari
agama yang
lainnya dalam hal
keputusan etis
konsumen.
Terutama agama
Islam memiliki
skor tertinggi
daripada agama
lain dalam
aktivitas penipuan
(DELEGAL) dan
Aktivitas tidak
berbahaya / tidak
melanggar
(NOHARM).
7. Modelling the
Effects of
Materialism,
Ethics and
Variety-
Seeking
Kuantitatif
, SEM
Materialisme
memiliki
pengaruh negatif
dengan etika
konsumen.
Terdapat
Sama
sama
mengukur
variabel
etika
terhadap
Terdapat
variabel
yang
berbeda
yaitu
materialism
Semakin
seseorang
materialistis maka
semakin tidak etis
orang tersebut.
Semakin tinggi
45
Behaviour
On
Counterfeit
Consumption
of Young
Consumers
(Nagar &
Singh, 2019).
hubungan positif
antara
materialisme
dan perilaku
konsumen
dalam mencari
keragaman
produk. Etika
tidak memiliki
pengaruh negatif
dengan niat
untuk membeli
barang palsu.
Perilaku
konsumen
dalam pencarian
keragaman
produk memiliki
hubungan positif
terhadap intensi
membeli produk
palsu.
intensi
pembelian
produk
palsu, dan
reponden
yang
masih
muda
berumur
20-an.
e dan
perilaku
pencarian
keragaman
produk
terhadap
niat
membeli
produk
palsu.
konsumen
memiliki
keinginan
mencari produk
yang beragam
maka semakin
tinggi niat nya
untuk membeli
produk palsu.
Konsumen lebih
memilih untuk
memiliki harta
agar hidup
bahagia daripada
harus bersikap
kurang
materialistis
walaupun paham
etika, sehingga
menghasilkan
kemungkinan
yang lebih besar
bagi mereka
untuk terlibat
dalam perilaku
tidak etis untuk
mendapatkan
harta tersebut.
8. Attitudes
Toward
Counterfeit
Purchases
and
Ethical
Beliefs
Among
Korean and
American
University
Students (Lee
& Workman,
2011).
Kuantitatif
, Analisis
Faktor
Tidak terdapat
perbedaan bagi
pelajar Korea
dan Amerika
dalam sikap
(attitude)
terhadap barang
palsu. Pembeli
barang palsu,
bukan pembeli
barang palsu,
pelajar Korea
dan pelajar
Amerika tidak
Sama
sama
mengukur
intensi
pembelian
produk
palsu
dalam hal
etika dan
sikap
(attitude).
Penelitian
dilakukan
dengan
responden
pelajar
Korea dan
Amerika.
Dan tidak
memiliki
keterkaitan
dengan
keagamaan
atau
religiusitas.
Pembeli barang
palsu
dibandingkan
dengan yang non
pembeli
cenderung
menganggap tidak
ada yang salah
dengan membeli
barang palsu
karena membeli
barang palsu tidak
memengaruhi
ekonomi atau
46
memiliki
perbedaan
dalam hal etika
konsumen.
produsen produk
yang asli atau sah
secara hukum.
Pembeli palsu
memiliki lebih
banyak persepsi
negatif tentang
etika bisnis
daripada yang
non pembeli, dan
siswa Korea
memiliki persepsi
etika bisnis yang
lebih negatif
daripada siswa
AS. Pelajar Korea
yang lebih
cenderung
membeli produk
mewah palsu dan
otentik akan
memiliki sikap
yang lebih positif
terhadap barang
palsu.
9. Consumer
Buying
Attitudes
towards
Counterfeit
and Green
Products:
Application
of Social
Comparison
Theory and
Materialism
(Usmani &
Ejaz, 2020).
Kuantitatif
, SEM
PLS
Harga diri
memiliki
hubungan
signifikan
dengan
materialisme,
Materialisme
memiliki
hubungan yang
signifikan
terhadap
pembelian
produk palsu.
Penggunaan
sosial media
memiliki
hubungan
signifikan
dengan
materialisme.
Religiusitas
Sama
sama
mengukur
sikap
terhadap
perilaku
membeli
produk
palsu.
Terdapat
variabel
berbeda
untuk
mengukur
pembelian
produk
palsu dan
konsumsi
yang ramah
lingkungan
seperti
materialism
e, dan
penilaian
individu
seperti
transendensi
diri, harga
diri, dan
peningkatan
Harga diri tidak
memiliki
keterkaitan
dengan konsumsi
ramah
lingkungan,
namun harga diri
memiliki
hubungan
langsung dengan
pembelian barang
palsu.
Harga diri
implisit
mempengaruhi
preferensi produk
palsu mewah.
Orang yang
menggunakan
media sosial
secara berlebihan
47
memiliki
hubungan
Signifikan
dengan
materialisme.
Materialisme
memediasi
antara harga diri
dengan
pembelian
produk palsu,
antara
penggunaan
sosial media
dengan
pembelian
produk palsu,
dan antara
religiusitas
dengan
pembelian
produk palsu.
Peningkatan diri
memiliki
hubungan positif
signifikan
terhadap
materialisme.
Transendensi
diri memiliki
hubungan
negatif signifkan
terhadap
materialisme.
Materialisme
memediasi
hubungan positif
antara
peningkatan diri
dengan
Pembelian
produk palsu.
diri. lebih materialistis
daripada yang
lain. Orang yang
religius kurang
cenderung ke arah
materialisme.
Nilai-
nilai peningkatan
diri berhubungan
langsung dengan
materialisme.
Semakin tinggi
fokus seseorang
pada peningkatan
dan pencapaian
diri sendiri,
semakin tinggi
pula materialisme
seseorang.
Semakin tinggi
trandensensi diri
seseorang atau
kepedulian
terhadap orang
lain dan
lingkungan, maka
semakin rendah
materialisme
seseorang.
10. Factors
Affecting
Young
Indonesian‟s
Kuantitatif
, regresi
Terdapat
hubungan positif
signifikan antara
brand image
Meneliti
faktor
yang
mempenga
Variabel
yang
digunakan
untuk
Semakin tinggi
perilaku
konsumen (citra
merek, harga, dan
48
Intention to
Purchase
Counterfeit
Luxury
Goods
(Fenitra &
Haryanto,
2020).
atau citra merek,
kualitas, dan
harga dengan
sikap terhadap
barang mewah
palsu.
Citra merek dan
harga memiliki
hubungan positif
signifikan
dengan intensi
membeli produk
mewah palsu.
Sedangkan
kualitas tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap intensi
membeli produk
palsu.
ruhi
intensi
konsumen
membeli
produk
mewah
palsu dan
responden
yang
dipilih
masih
berusia
muda.
mengukur
intensi
membeli
produk
mewah
palsu yaitu
sitra merek,
kualitas,
dan harga.
kualitas) maka
semakin tinggi
intensi konsumen
dalam membeli
produk palsu.
Ketika harga
sesuai dengan
ekspektasi
konsumen yang
mana lebih
murah, maka
konsumen akan
lebih sering
membeli barang
mewah palsu.
Produk yang
bergengsi atau
bermerek
eksklusif
memberikan
ekspresi diri
positif kepada
konsumen yang
secara positif
memengaruhi niat
untuk membeli
barang mewah
palsu. Konsumen
tidak menganggap
kualitas produk
sebagai
pendorong intensi
untuk membeli
barang mewah
palsu.
11. Faktor-
Faktor
Psikologis
Penentu Niat
Ibu-Ibu
Rumah
Tangga di
Indonesia
untuk
Membeli
Produk
Kualitatif
dan
kuantitatif.
Explanator
y, SEM
dan
analisis
faktor.
Sikap terhadap
perilaku
berbelanja
produk
tiruan/palsu
mempunyai
pengaruh positif
pada niat untuk
membeli ulang
produk
tiruan/palsu.
Meneliti
niat
konsumen
terhadap
produk
palsu
Berfokus
pada
konsumen
ibu-ibu
rumah
tangga saja
dan variabel
faktor
psikologis
perilaku
konsumenn
Semakin positif
sikap ibu-ibu
rumah tangga
terhadap perilaku
berbelanja produk
tiruan/palsu,
maka akan
semakin
meningkatkan
niatnya untuk
membeli kembali
49
Tiruan/Palsu
(Hendrian &
Patiro, 2019).
Norma subyektif
mengenai
perilaku
berbelanja
produk
tiruan/palsu
mempunyai
pengaruh positif
pada niat untuk
membeli ulang
kembali.
Kontrol
keperilakuan
yang dirasakan
ibu-ibu rumah
tangga
mengenai
perilaku
berbelanja
produk
tiruan/palsu
memiliki
pengaruh positif
pada niatnya
untuk membeli
kembali. Status
sosial yang
dimiliki ibu-ibu
rumah tangga
memiliki
pengaruh positip
pada niatnya
untuk membeli
produk
tiruan/palsu
kembali. Nilai
yang dianut ibu-
ibu rumah
tangga
berpengaruh
positip pada
sikap terhadap
perilaku
berbelanja
produk tiruan /
palsu. Perilaku
ya. produk
tiruan/palsu. Ibu-
ibu rumah tangga
memiliki niat
untuk membeli
kembali produk
tiruan/palsu
ketika ibu-ibu
rumah tangga
tersebut meyakini
bahwa orang
terdekatnya
(teman, keluarga,
orang tua, dan
saudara) juga
menyetujuinya
untuk membeli
kembali produk
tiruan/palsu
(norma subjektif).
Semakin positif
kontrol perilaku
(pengendalian
internal maupun
eksternal) yang
dimiliki oleh
ibu-ibu rumah
tangga mengenai
perilaku
berbelanja produk
tiruan / palsu,
maka niat untuk
berbelanja
kembali semakin
besar. Pengguna
produk bermerek
mampu untuk
menyesuaikan diri
dengan situasi
sosial yang
dihadapi. Nilai
yang dianut
individu secara
signifikan
memengaruhi
sikap dan perilaku
50
berbelanja ibu
ibu rumah
tangga di masa
lalu berpengaruh
positif pada
kontrol
perilakunya
dalam
berbelanja
produk tiruan
/palsu.
individu yang
menganut value
expressive
attitude. Semakin
positif
pengalamannya di
masa lalu dalam
berbelanja, maka
kontrol perilaku
yang dimiliki oleh
ibu-ibu rumah
tangga untuk
berbelanja produk
tiruan/palsu juga
semakin tinggi.
12. Analisis
Faktor yang
memengaruhi
minat
konsumen
dalam
membeli film
bajakan
(Utama,
2019).
Kuantitatif
, Regresi
Faktor harga
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap minat
pembelian film
bajakan. Faktor
kualitas
berpengaruh
positif terhadap
minat pembelian
film bajakan.
Meneliti
sisi
konsumen
produk
palsunya.
Memiliki
objek
penelitian
yang
berbeda
yaitu film
bajakan
saja.
Responden lebih
berminat terhadap
film bajakan
daripada film
original karena
dengan harga
murah tetapi
sudah
mendapatkan
kualitas
selayaknya
kualitas film
original. Indikator
terkuat yang
mendukung
variabel faktor
harga terhadap
minat pembelian
film bajakan
adalah kesadaran
akan nilai produk.
Responden
merasa film
bajakan yang
bernilai jual lebih
murah
mempunyai
kesamaan fasilitas
dengan yang
ditawarkan pada
film original.
51
Indikator terkuat
yang mendukung
variabel faktor
kualitas terhadap
minat pembelian
film bajakan
adalah kesamaan
produk.
D. Kerangka Pemikiran
Religiositas
(X1)
Etika
(X2)
Attitude
(X1)
Model Pengukuran (Outer
Model):
1. Validitas Konvergen
2. Validitas Diskriminan
3. Reabilitas
Intensi Konsumen Membeli Produk Palsu (Y)
Model Struktural (Inner Model):
1. R – Square
2. Path Coefficient
52
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya, maka dapat dirumuskan
suatu hipotesis yang merupakan dugaan sementara dalam menguji suatu
penelitian, yaitu:
1. H₀1 : β1 = 0, : tidak terdapat pengaruh antara variabel religiositas
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
Hₐ1 : β1 ≠ 0 , : terdapat pengaruh antara variabel religositas terhadap
intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
2. H₀2 : β2 = 0, : tidak terdapat pengaruh antara variabel etika terhadap
intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
Hₐ2 : β2 ≠ 0, : terdapat pengaruh antara variabel etika terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
3. H₀3 : β3 = 0, : tidak terdapat pengaruh antara variabel sikap (Attitude)
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
Hₐ3 : β3 ≠ 0,: terdapat pengaruh antara variabel sikap (Attitude)
terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk palsu.
53
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Unit Analisis
Responden dalam penelitian ini adalah orang yang beragama Islam
baik laki-laki maupun perempuan yang pernah membeli produk palsu
atau bajakan dalam satu tahun terakhir. Hal ini karena pertimbangan
agar hasil survei selama 1 tahun tidak bias.
2. Cakupan Geografis
Peneliti menentukan Kota DKI Jakarta sebagai cakupan geografis
penelitian dengan pertimbangan bahwa Jakarta merupakan Ibukota
Indonesia. Menurut penelitian dari LPEM UI (2014), terdapat banyak
produsen yang menjual barang palsu di DKI Jakarta. Jakarta memiliki
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dan merupakan
wilayah yang sangat strategis baik dalam lingkup nasional, regional,
maupun internasional (Bappeda DKI Jakarta, 2018). Provinsi DKI
Jakarta terletak pada posisi 6° 12‟ Lintang Selatan dan 106° 48” Bujur
Timur dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata +7
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171
tahun 2007, luas wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jakarta adalah 7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km²
(termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas
lautan 6.977,5 km2. Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5 (lima) kota
54
administrasi dan 1 (satu) kabupaten administrasi, diantaranya: Jakarta
Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan
Kepulauan Seribu.
3. Usia Responden
Rentang usia responden untuk penelitian ini yaitu yang memasuki
kategori generasi millennials muda atau generasi Z. Terdapat beberapa
perbedaan definisi umur dari para ahli untuk kategori ini, namun
peneliti mengikuti penelitian milik Skinner et al., (2018) yang
mendefinisikan kedua usia generasi ini diantara 16-24 tahun. Generasi
ini merupakan generasi yang telah terbiasa dengan internet dan
cenderung mudah dalam melakukan tindakan pembajakan (Risch,
2013; Skinner et al., 2018). Mereka sudah mengenal dan sudah
berpengalaman dengan gadget, smartphone dan kecanggihan teknologi
lainnya ketika usia mereka yang masih dini (Skinner et al., 2018).
Generasi Z juga memiliki pola pikir yang cenderung instan, praktis dan
juga gaya hidup yang lebih modern (Skinner et al., 2018).
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian merupakan wilayah yang ingin diteliti
oleh peneliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dari pendapat tersebut penulis
menjadikan salah satu acuan untuk menentukan populasi. Populasi yang
55
akan digunakan sebagai penelitian adalah Muslim di Jakarta yang pernah
membeli produk palsu atau bajakan dalam satu tahun terakhir. Terdapat
85% jumlah penduduk beragama Islam dari total jumlah penduduk
berdomisili DKI Jakarta. Maka dari itu terdapat sekitar 9,4 juta jiwa dari
11,06 juta jiwa yang beragama Islam (Badan Pusat Statistik, 2020a).
Metode pengambilan sampel terdiri dari dua jenis, yaitu
probability sampling dan non-probability sampling. Probability sampling
merupakan sampling berdasarkan konsep pemilihan acak dengan prosedur
kontrol yang memastikan bahwa setiap komponen populasi mengetahui
informasi bahwa mereka memiliki kesempatan untuk diseleksi menjadi
sampel. Non-Probability sampling merupakan pendekatan sampling yang
sifatnya subjektif dan tidak mementingkan probabilitas dari pemilihan
komponen populasi, sehingga setiap anggota dari populasi tidak
mengetahui imformasi bahwa mereka berpeluang masuk menjadi bagian
dari sampel (Cooper & Schindler, 2014).
Metode sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
non-probability sampling, dimana setiap anggota populasi tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk dimasukkan sebagai sampel
(Cooper & Schindler, 2014). Teknik non-probability sampling yang
digunakan adalah teknik sampling kuota yaitu teknik untuk menentukan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah
(kuota) yang diinginkan. Teknik ini jumlah populasi tidak diperhitungkan
akan tetapi diklasifikasikan dalam beberapa kelompok. Sampel diambil
56
dengan memberikan jatah atau quorum tertentu terhadap kelompok.
Pengumpulan data dilakukan langsung pada unit sampling. Setelah jatah
terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.
Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan Rumus Slovin (Umar, 2013), yaitu:
n =
( )
Keterangan:
n : Jumlah Sampel
N : Populasi
e : Presentase kelonggaran ketidak telitian (10%), semakin kecil jumlah
persennya,berarti semakin besar sampel yang diambil.
Tabel 3.1 Data Populasi Jumlah Penduduk Usia 16-24 tahun di DKI
Jakarta
No. Wilayah Administrasi Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Jakarta Selatan 299.662
2. Jakarta Barat 388.877
3. Jakarta Timur 383.579
4. Jakarta Pusat 121.777
5. Jakarta Utara 266.837
6. Kepulauan Seribu 2.920
Total 1.463.652
Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2020a)
57
Total jumlah penduduk di DKI Jakarta berusia sebanyak 1.463.652 jumlah
jiwa. Maka dari itu peneliti merumuskannya sebagai berikut:
( )
= 99,998
= 100
Dapat diketahui berdasarkan perhitungan untuk mengetahui jumlah
sampel dengan tingkat kesalahan 10% adalah sebanyak 100 responden dari
penduduk di DKI Jakarta usia 16-24 tahun. Selanjutnya peneliti membagi
jumlah sampel berdasarkan bagian wilayah administrasi dengan
menggunakan kuota sampling. Kuota sampling merupakan teknik untuk
menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri tertentu sampai
kuota yang diinginkan, Teknik ini jumlah populasi tidak diperhitungkan
tetapi di klasifikasikan (Margono, 2004). Sampel diambil dengan
memberikan jatah tertentu terhadap kelompok, dimana pada penelitian ini
adalah berdasarkan wilayah administrasi. Setiap wilayah administrasi
memiliki jumlah penduduk rentang usia yang berbeda-beda, untuk
mengetahui jumlah persentase yang nantinya akan menjadi jumlah sampel
maka peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Kuota Sampling
No. Wilayah
Administrasi
Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Persentase Jumlah
Sampel
58
1. Jakarta Selatan 299.662 20,4 20
2. Jakarta Barat 388.877 26,5 27
3. Jakarta Timur 383.579 26,2 26
4. Jakarta Pusat 121.777 8,3 8
5. Jakarta Utara 266.837 18 18
6. Kepulauan Seribu 2.920 0,19 1
Total 1.463.652 100 100
Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2020a)
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data terdiri dari dua jenis, yaitu metode
pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder.
Menurut Malhotra & Birks (2006), data primer diperoleh oleh peneliti atas
tujuan tertentu dalam rangka menyelesaikan masalah penelitian dan
menjawab pertanyaan penelitian. Data yang digunakan bersifat kuantitatif.
Data primer akan diperoleh melalui kuesioner yang disebar kepada sampel
dengan kriteria yang telah ditentukan. Sedangkan data sekunder
merupakan data yang dikumpulkan untuk tujuan lain selain menyelesaikan
permasalahan penelitian yang telah disusun. Data sekunder untuk
penelitian ini berasal dari berbagai artikel jurnal dan situs, penelitian
terdahulu, buku, internet dan studi kepustakaan lainnya.
Penelitian ini menggunakan sumber data primer, dimana data ini
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penelitian (Malhotra, 2010).
Peneliti mengumpulkan data primer melalui survei kuesioner yang
59
diajukan kepada responden dengan menggunakan fasilitas google form
yang terdiri dari pertanyaan tertutup (close ended question). Kuesioner
penelitian berbentuk google form ini disebar melalui media sosial seperti
instagram, twitter, tinder, whatsapp grup Alumni SMP dan SMA yang
berada di Jakarta, grup kuliah, dan juga meminta bantuan kepada teman-
teman untuk meneruskan kuesioner tersebut kepada rekan-rekan mereka.
Terdapat dua bentuk pertanyaan dalam kuesioner tersebut, antara lain:
1. Multiple choice question, bentuk pertanyaan dengan beberapa pilihan
jawaban yang telah disediakan peneliti, yang akan digunakan pada
bagian profil responden.
2. Likert scale question, merupakan pertanyaan yang menunjukkan
tingkat persetujuan atau penilaian responden terhadap masing- masing
pertanyaan yang diberikan. Kerangka Likert pada penelitian ini
memiliki rentang dari (1) untuk „sangat tidak setuju‟, (2) „tidak setuju‟,
(3) „ragu-ragu‟, (4) „setuju‟ dan (5) „sangat setuju‟.
Selain data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada
responden, peneliti juga mengumpulkan data sekunder atau pendukung
penelitian yang diperoleh dari literatur jurnal, buku, internet, dan hasil
penelitian terdahulu.
D. Definisi Operasional Variabel
Operasionalisasi variable digunakan untuk mencari indikator
terukur yang mampu mencerminkan variabel-variabel yang ada dalam
metode penelitian. Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel independen
60
yaitu Religiusitas, Etika, dan Sikap (Attitude). Kemudian variabel
dependen dalam penelitian ini yaitu Intensi Konsumen Muslim dalam
Membeli Produk Palsu.
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Dimensi Indikator Skala
1. Religiositas
(Souiden &
Rani, 2015)
Takut Akan
Hukum Allah
Takut membeli produk
bajakan atau palsu karna
dapat merugikan orang lain
dan mendapat dosa dari
perbuatan tersebut
Likert
Jika membeli produk palsu
maka melanggar hukum
syariah
Likert
Keterlibatan
dan Praktik
Agama
Tidak membeli produk
palsu karena ingin
menerapkan nilai-nilai
agama dalam kehidupan
sehari-hari.
Likert
Mengetahui pengetahuan
dasar yang penting di
dalam agama, termasuk
tentang membeli produk
palsu
Likert
Kepercayaan
terhadap
Agama
Merasa sedih, gelisah, dan
tidak tenang jika membeli
produk palsu karena
bertentangan dengan iman
Likert
Berdoa dan meminta
kepada Allah agar dihindari
dari perilaku yang
melanggar aturan Allah,
termasuk membeli produk
palsu
Likert
2. Etika
(Forsyth,
1980)
Relativisme Selalu membeli produk
palsu yang suka dan tidak
peduli terhadap pendapat
negatif dari teman atau
anggota keluarga.
Likert
Hanya membeli produk
yang rasa nyaman, baik
palsu ataupun tidak dan
Likert
61
tidak pernah peduli dengan
pendapat orang lain
Membeli produk palsu
tergantung pada kondisi
tempat, situasi, dan
penerapannya.
Likert
Standar moral bagi tiap
individu terhadap aturan
produk palsu itu
berbeda-beda
Likert
Tindakan membeli produk
palsu sama seperti
kebohongan yang dapat
diperbolehkan atau tidak
tergantung pada situasi
yang terjadi
Likert
Idealisme Tidak membeli barang
palsu karena dapat
merugikan pihak lain
yang tidak bersalah
Likert
Tidak membeli produk
palsu karena bisa
menimbulkan pendapat
negatif dari orang lain
Likert
Tidak ingin mengorbankan
kesejahteraan produsen
original demi membeli
produk palsu yang
diinginkan
Likert
Tidak ingin membeli
produk palsu karena tidak
ingin mendapat risiko
seperti cacat produk,
kualitas yang tidak jelas,
dll.
Likert
3. Attitude
(X3)
(Yoo &
Lee, 2009)
Economic
Benefit
Membeli produk palsu jika
merasa produk asli dari
produsen asli itu terlalu
mahal
Likert
Membeli produk palsu jika
tidak mampu membeli
produk dari produsen asli
Likert
Membeli produk palsu
tanpa keraguan jika ada
kesempatan untuk membeli
produk palsu tersebut
Likert
62
Biasanya membeli produk
palsu karena sulit
membedakan antara yang
palsu dan yang asli
Likert
Hedonic
Benefit
Tetap membeli produk
palsu bahkan jika masih
mampu membeli produk
asli
Likert
Membeli produk palsu
yang terlihat mewah untuk
mengesankan orang lain
terhadap barang yang
miliki
Likert
Membanggakan produk
palsu seolah - olah itu
adalah produk merek asli
Likert
4. Intensi (Y)
(Saw, Goh,
& Isa,
2015)
Niat beli
konsumen
Adanya kemauan dalam
diri untuk melakukan
pembelian produk palsu
Likert
Tidak ada unsur
keterpaksaan ketika
melakukan pembelian
produk palsu
Likert
Terdapat pengalaman
menyenangkan ketika
melakukan pembelian
produk palsu
Likert
E. Metode Analisis Data
Metode pengukuran data yang digunakan adalah metode Structural
Equation Modelling (SEM). SEM digunakan sebagai teknik pengukuran
yang memiliki kelebihan daripada alat regresi sederhana sehingga teknik
ini lebih banyak digunakan dalam penelitian, karena memungkinkan
peneliti untuk menguji serangkaian hubungan yang saling berhubungan
(Hair, Black, Babin, & Anderson, 2010). Peneliti kemudian menggunakan
63
software Partial Least Square (PLS) untuk menganalisis data dalam
penelitian ini.
1. Structural Equation Modelling (SEM)
Metode Pengukuran SEM adalah sebuah teknik statistik yang
digunakan untuk melihat, mengamati, dan menganalisis hubungan
antara satu atau lebih variabel-variabel yang ada, yaitu variabel
independen dan variabel dependen, serta kesalahan dalam pengukuran
secara langsung. Kemudian, variabel-variabel tersebut diuji pada saat
yang bersamaan dan memiliki keterkaitan antar variabel yang ada
(Ullman & Bentler, 2003). SEM adalah teknik multivariate yang dapat
mengkombinasikan antara multiple regression dan aspek faktor
analisis dari penelitian tersebut.
Secara umum, SEM memiliki empat manfaat dalam
penggunaannya (Ullman & Bentler, 2003). Antara lain:
a) Manfaat pertama adalah metode SEM memiliki kemampuan dalam
mengamati variabel dan suatu hubungan yang jumlahnya lebih dari
satu, sedangkan jika menggunakan model statistik biasa, maka
hanya dapat mengamati beberapa variabel dan satu hubungan saja.
b) Manfaat kedua adalah metode SEM memperhitungkan
measurement error, dimana hal ini memberikan dampak analisa
dan pengamatan yang lebih baik apabila melakukan uji validitas
dan reliabilitas suatu instrumen. Hal ini berbeda apabila
64
menggunakan metode statistik biasa, dimana measurement error
tidak diperhitungkan sama sekali.
c) Manfaat ketiga dari metode SEM adalah metode ini memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengamati dan menganalisa
model teoritikal yang bersifat kompleks.
d) Manfaat keempat dari metode SEM adalah lebih mudah digunakan
jika dibandingkan daripada aplikasi statistik lainnya.
Komponen dalam metode SEM terbagi menjadi dua yakni model
pengukuran dan model struktural. Model pengukuran adalah model
yang dapat mengukur hubungan antara beberapa indikator (yaitu
variabel independen dan dependen) dalam satu faktor (Hair et al.,
2010). Confirmatory factor analysis biasanya digunakan dalam
pengukuran model ini, dimana analisis ini mengkaji hubungan yang
terjadi antara indikator dengan konstruk yang dibangun dalam
penelitian, dan dapat menggunakan skala yang ada (seperti factor
loadings) untuk mengukur validitas konstruk tersebut (Ullman &
Bentler, 2003). Dalam model struktural, terdapat suatu hubungan yang
terjadi antara konstruk yang ada dan juga memiliki keterkaitan dengan
path analysis, dimana ini merupakan teknik yang menghubungkan
suatu variabel independen dengan dependen. Model struktural juga
dapat menjelaskan hubungan antara satu konstruk dengan konstruk
yang lainnya, variabel dependen yang dapat berubah menjadi variabel
independen untuk variabel dependen yang lainnya ketika dilakukan
65
pengamatan yang berbeda, serta kemampuan untuk menganalisis
variabel tersebut dalam model struktural yang ada (Hair et al., 2010).
SEM sendiri memiliki tiga pendekatan berbeda yakni Covariance
Based SEM (CB-SEM), Partial Least Squares (PLS), dan Generalized
Structured Component Analysis (GSCA) (Wong, 2013). Pendekatan
SEM yang digunakan pada penelitian ini menggunakan PLS dengan
software SmartPLS.
2. Partial Least Square (PLS)
Untuk menggunakan Metode SEM-PLS dalam penelitian, peneliti
harus terlebih dahulu melakukan Analisis Model. Analisis Model
dibagi menjadi dua jenis: model pengukuran (outer model) dan model
struktural (inner model). Model pengukuran dirancang untuk
mengukur indikator – indikator yang telah dirumuskan untuk variabel,
dan juga dapat digunakan untuk mengukur validitas konstruk. Dan
model struktural bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
variabel independen dan dependen dalam penelitian (Wong, 2013).
a) Model Pengukuran (outer model)
Outer model menunjukkan bagaimana hubungan antara setiap
indikator dan variabel laten, dan digunakan untuk mengukur
validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas
dilakukan peneliti untuk melihat apakah variabel penelitian yang
digunakan benar-benar dapat mengukur apa yang peneliti ingin
ketahui. Sedangkan uji reliabilitas dirancang untuk mengetahui
66
apakah skala pengukuran yang digunakan menunjukkan hasil yang
sama atau konsisten apabila dilakukan berulang kali (Hair et al.,
2010; Malhotra, 2010). Beberapa parameter pengujian pada outer
model menurut (Hair et al., 2010) adalah:
1) Validitas Konvergen, dimana nilai ini merupakan nilai dari
standarized loading factor yang menggambarkan besarnya
hubungan antar indikator dengan konstruknya. Nilai yang
diharapkan dari uji ini adalah > 0.5 untuk penelitian tahap awal.
2) Validitas Diskriminan, dimana nilai ini merupakan nilai cross
loading factor yang berguna untuk mengetahui apakah konstruk
memiliki diskriminan yang mencukupi atau valid, yakni dengan
melihat lalu membandingkan nilai loading factor pada konstruk
yang sama harus lebih besar daripada nilai loading factor
konstruk lainnya yang berbeda.
3) Uji Reabilitas. mengukur value suatu variabel laten yang lebih
baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu variabel
laten. Nilai yang dikategorikan sebagai tingkat reliabilitas
tinggi adalah > 0.7.
4) Average variance extracted (AVE). AVE adalah rata-rata
presentase skor varians yang didapatkan dari seperangkat
variabel laten yang telah diestimasi untuk mengetahui apakah
variabel laten bisa menjelaskan lebih dari setengah varian dari
indikator-indikator yang digunakan. Indikator dianggap valid
67
apabila memiliki nilai AVE > 0.5 atau memperlihatkan outer
loading dimana keseluruhan nilai loading memiliki nilai > 0.5
sehingga memenuhi kriteria validitas konvergen.
5) Cronbach‟s alpha, dimana nilai ini dapat memperkuat uji
reliabilitas selain composite reliability. Apabila nilai
cronbach‟s alpha > 0.7 untuk semua konstruk maka
dikategorikan reliabel.
b) Model Struktural (inner model)
Pada model ini, pengujian dilakukan untuk menentukan
hubungan antar konstruk variabel laten (Hair et al., 2010).
Beberapa parameter uji pada inner model menurut Hair et al.
(2010):
1) R-Square
R-square digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel laten independen terhadap variabel laten dependen
(Ghozali & Latan, 2015). Untuk mengukur hubungan
kausalitas antar variabel laten, maka digunakan proses
bootstrapping. Nilai ini merupakan koefisien dari determinasi
pada konstruk endogen, dimana apabila nilai R2 sebesar 0.19
maka berarti memiliki kategori lemah, kemudian 0.33 kategori
moderat, serta 0.67 memiliki kategori kuat
68
2) Path Coefficient
Path coefficients adalah besarnya hubungan variabel laten,
yang dilakukan dengan menggunakan bootstrapping.
Menggunakan nilai statistik sebesar alpha 5% dan t-statistics
sebesar 1.96. Untuk melihat uji signifikansi dan hasil
hipotesisnya, dilihat pada nilai T-Statistics > 1.96 yang artinya
H0 ditolak. Untuk nilai probabilitasnya melihat P-value < 0.05
makan H0 ditolak (Hussein, 2015).
69
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Responden
Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah Muslim baik laki-
laki maupun perempuan berusia 16-24 tahun yang pernah membeli produk
palsu dan berdomisili di DKI Jakarta. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah 100 responden.
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Keterangan Jumlah Presentase
Laki-laki 45 45%
Perempuan 55 55%
Total 100 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Peneliti
Berdasarkan Tabel 4.1 dari 100 responden, sebanyak 45 orang atau
45% berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 55 orang atau 55%
berjenis kelamin perempuan.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel berikut merupakan tabel usia responden, terlihat bahwa
seperti yang dijelaskan dalam penelitian ini keseluruhan usia
responden memasuki kategori generasi millennials dan generasi Z.
Tabel 4.2 Jumlah Responden Berdasarkan Usia
70
Keterangan Jumlah Presentase
17 2 2%
18 3 3%
19 5 5%
20 9 9%
21 16 16%
22 32 32%
23 17 17%
24 16 16%
Total 100 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Peneliti
Dikarenakan kuesioner lebih banyak disebar pada kalangan
mahasiswa, maka usia yang paling dominan adalah 20-24 tahun
dengan jumlah 90 atau 90% dari total responden. Dalam konteks usia
termuda, hanya ada dua responden yang berusia 17 tahun atau 2% dari
total responden sedangkan usia tertua responden adalah 24 tahun
dengan persentase sebesar 16 % dari total responden atau berjumlah 16
orang.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Domisili
Berdasarkan perhitungan kuota sampling yang telah dilakukan,
maka masing-masing domisili memiliki responden yang sesuai dengan
kuota tersebut.
Tabel 4.3 Jumlah Responden Berdasarkan Domisili
71
Keterangan Jumlah Presentase
Jakarta Selatan 20 20%
Jakarta Barat 27 27%
Jakarta Timur 26 26%
Jakarta Pusat 8 8%
Jakarta Utara 18 18%
Kepulauan Seribu 1 1%
Total 100 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Peneliti
Tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas responden berdomisili
Jakarta Barat yaitu sebanyak 27 orang atau 27%. Responden
berdomisili Jakarta Selatan sejumlah 20 orang atau 20%, Jakarta Timur
sebanyak 26 orang atau 26%, Jakarta Pusat sebanyak 8 orang atau 8%,
Jakarta Utara sebanyak 18 orang atau 18%, dan yang paling sedikit
adalah domisili Kepulauan Seribu sebanyak 1 orang atau 1%.
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Produk Palsu yang Pernah
Dibeli
Peneliti juga memberikan pertanyaan terkait produk palsu apa yang
pernah dibeli oleh konsumen Muslim DKI Jakarta yang tersedia dalam
tabel berikut.
Tabel 4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Produk Palsu yang
Pernah Dibeli
Keterangan Jumlah Presentase
72
Buku 25 25%
Software 25 25%
Pakaian 22 22%
Jam Tangan 13 13%
Platform Digital 6 6%
Perhiasan 4 4%
Sepatu 4 4%
DVD 1 1%
Total 100 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Peneliti
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa produk palsu pilihan
responden yang terbanyak yaitu buku dan software yang sama-sama
berjumlah 25 orang atau 25%. Kemudian dilanjutkan dengan pakaian
sebanyak 22 orang atau 22%, jam tangan sebanyak 13 orang atau 13%,
platform digital sebanyak 6 orang atau 6%, perhiasan sebanyak 4
orang atau 4%, sepatu sebanyak 4 orang atau 4%, dan yang terakhir
DVD sebanyak 1 orang atau 1%. Berdasarkan data tersebut, penyebab
buku menjadi urutan teratas adalah bahwa menurut IKAPI (Ikatan
Penerbit Indonesia), buku bajakan tidak hanya dijual di pasar-pasar
buku, masyarakat dapat dengan mudah menemukan buku bajakan di
marketplace atau tempat berjualan daring yang menyediakan hingga
ribuan buku bajakan. Hal ini menunjukkan bahwa pasar produk palsu
73
terutama buku bajakan adalah pasar yang sangat besar dan banyak
peminatnya (Republika, 2019).
Menurut Badan Pusat Statistik (2020) pada Statistik Pemuda
Indonesia 2020, pemuda pada kelompok umur 16-18 tahun memiliki
angka partisipasi sekola (APS) sebesar 72,72 % dan yang berumur 19-
24 tahun sebesar 25,56 %. Secara umum, APS pemuda di perkotaan
seperti DKI Jakarta lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal itu bisa
menjadi penyebab dari produk palsu yang tertinnggi dibeli oleh
kelompok umur tersebut adalah buku dan software, yang mana
penggunaan buku bajakan diakibatkan oleh keterbatasan buku asli, dan
harga buku asli yang cukup mahal menjadi alasan pelajar membeli
buku bajakan tersebut (Utami, 2009).
Selain itu, lebih dari separuh pemuda bekerja berada pada
kelompok umur 19-24 tahun dan juga masih ada sekitar 21,08 persen
pemuda usia 16-18 tahun yang bekerja (Badan Pusat Statistik, 2020).
Hal ini bisa menjadi penyebab bahwa produk palsu yang sering dibeli
selain buku dan software adalah kebutuhan sandang dan sekunder
seperti pakaian, sepatu, jam tangan, perhiasan, dan lain-lain untuk
memenuhi gaya hidup yang lebih murah dan terlihat bermerek karna
menyesuaikan pendapatannya (K, Anastasia Devi. N, Hari Susanta.
Dewi, 2012)
74
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Berdasarkan data dari Bidang Pengolahan dan Analisis Data
Ketenagakerjaan (2020), Generasi Z atau penduduk yang berusia 16-
24 tahun memiliki pendapatan sebagai berikut:
Tabel 4.5 Jumlah Pendapatan Gen Z
Usia Laki-Laki Perempuan Rata-rata upah / Gaji /
Pendapatan
16-24 tahun 2.044.841 1.952.150 2.007.889
(Bidang Pengolahan dan Analisis Data Ketenagakerjaan, 2020)
Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata pendapatan usia 16-24 tahun
yang berada di daerah perkotaan seperti DKI Jakarta adalah sebesar
2.007.889 rupiah per bulannya. Rata-rata pendapatan tersebut yaitu
penduduk pada usia 16-24 yang menjadi pekerja aktif baik yang
pelajar maupun non pelajar(Bidang Pengolahan dan Analisis Data
Ketenagakerjaan, 2020).
B. Evaluasi Model Pengukuran (outer model)
1. Uji Validitas
a. Validitas Konvergen
Uji validitas konvergen digunakan untuk mengetahui
apakah indikator tersebut sudah tepat dalam mengukur variabel
(Hair et al., 2010; Malhotra, 2010). Maka untuk mengetahui
validitas konvergen bisa dilihat nilai dari loading factor. Indikator
75
yang memenuhi hasil baik dalam validitas konvergen yaitu apabila
nilai loading factor pada indikator tersebut adalah > 0,7.
Gambar 4.1 Nilai Loading factor
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Berdasarkan gambar diatas, Indikator X1.2.2, X1.3.2,
X2.1.4, X2.1.5, X2.2.1, X2.2.2, X3.1.4 memiliki nilai dibawah 0,7
dan tidak memenuhi syarat. Maka nilai pada indikator-indikator
tersebut harus dikeluarkan sehingga model yang terbentuk adalah
sebagai berikut:
Gambar 4.2 Nilai Loading factor Setelah Disesuaikan
76
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Berdasarkan gambar 4.2 nilai loading factor pada tiap
indikator sudah disesuaikan atau dipilih sehingga nilai-nilai
tersebut diatas 0,7 dan memenuhi syarat uji validitas konvergen
(Ghozali, 2008).
Setelah melakukan uji validitas konvergen, tahap
selanjutnya yaitu dengan melihat nilai Average Variant Extracted
(AVE). Nilai AVE yang dimiliki setiap variabel harus diatas 0,5
agar indikator dapat dikatakan valid.
Tabel 4.6 Nilai Average Variant Extracted (AVE)
Variabel Average Variant Extracted
(AVE)
77
X1 (Religiositas) 0,723
X2.1 (Etika Relativisme) 0,777
X2.2 (Etika Idealisme) 0,804
X3.1 (Attitude terhadap
Economic Benefit)
0,750
X3.2 (Attitude terhadap
Hedonic Benefit)
0,851
Y (Intensi Membeli Produk
Palsu
0,759
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Dapat dilihat dalam tabel 4.6 semua variabel memiliki nilai
AVE diatas 0,50 sesuai kriteria yang direkomendasikan (Ghozali,
2008) Sehingga penelitian dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya.
b. Validitas Diskriminan
Untuk mengetahui hasil uji validitas diskriminan dengan
menggunakan nilai cross loading. Nilai cross loading setiap
indikator variabelnya adalah yang paling besar dibandingkan nilai
indikator pada variabel yang lain. Uji validitas diskriminan
dilakukan dengan menggunakan metode Fornell-Larrcker
Criterion dimana metode ini menggunakan akar dari AVE masing-
masing variabel yang akan dibandingkan korelasinya dengan
variabel lainnya. Cara mendapatkan hasilnya pada SmartPLS 3.0
78
adalah dengan melihat tabel Fornell-Lacker Criterion. Berikut
adalah hasil analisis discriminant validity penelitian ini.
Tabel 4.7 Tabel Fornerr-Lacker
X1
(Religiosit
as)
X2.1
(Etika
Relativisme)
X2.2
(Etika
Idealisme
)
X3.1
(Attitude
terhadap
Economic
Benefit)
X3.2
(Attitude
Hedonic
Benefit)
Y
(Intensi
Membeli
Produk
Palsu)
X1 0,850
X2.1 -0,189 0,882
X2.2 0,412 -0,100 0,897
X3.1 -0,274 0,737 -0,194 0,866
X3.2 -0,060 0,556 -0,085 0,574 0,923
Y -0,127 0,682 -0,233 0,717 0,682 0,871
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwasanya nilai
dari akar AVE korelasi variabel-variabel yang ada memiliki nilai
yang lebih besar daripada nilai korelasi variabel yang lainnya.
Contohnya adalah pada variabel X1, bernilai korelasi dengan
variabel X1 sebesar 0.850, lebih besar daripada nilai korelasi
dengan variabel lainnya. Hal ini juga berlaku untuk variabel
lainnya. Dengan demikian, syarat Validitas Diskriminan
terpenuhi.
Selanjutnya melihat nilai tiap indikator pada variabel itu
sendiri dibandingkan dengan nilai indikator tersebut terhadap
variabel lain. Nilai indikator terhadap variabel itu sendiri tersebut
79
harus lebih besar daripada nilai indikator terhadap variabel lain
apabila ingin dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Tabel 4.8 Nilai Cross Loading
X1
(Religiosit
as)
X2.1
(Etika
Relativisme)
X2.2
(Etika
Idealisme
)
X3.1
(Attitude
terhadap
Economic
Benefit)
X3.2
(Attitude
Hedonic
Benefit)
Y
(Intensi
Membeli
Produk
Palsu) X1.1.1 0,777 -0,185 0,335 -0,200 -0,033 -0,058
X1.1.2 0,915 -0,176 0,379 -0,258 -0,080 -0,148
X1.2.1 0,879 -0,146 0,367 -0,219 -0,090 -0,111
X1.3.1 0,824 -0,151 0,315 -0,253 0,048 -0,074
X2.1.1 -0,136 0,908 -0,034 0,719 0,613 0,650
X2.1.2 -0,130 0,909 -0,106 0,672 0,463 0,616
X2.1.3 -0,249 0,826 -0,135 0,544 0,376 0,530
X2.2.3 0,317 -0,071 0,853 -0,171 -0,034 -0,161
X2.2.4 0,373 -0,104 0,939 -0,179 -0,105 -0,243
X3.1.1 -0,260 0,667 -0,198 0,901 0,375 0,597
X3.1.2 -0,234 0,603 -0,114 0,882 0,341 0,589
X3.1.3 -0,217 0,637 -0,817 0,812 0,740 0,665
X3.2.1 -0,053 0,593 -0,099 0,544 0,898 0,668
X3.2.2 -0,056 0,493 -0,065 0,539 0,940 0,596
X3.2.3 -0,057 0,444 -0,069 0,502 0,930 0,617
Y1.1 -0,114 0,560 -0,202 0,641 0,688 0,877
Y1.2 -0,033 0,565 -0,140 0,607 0,481 0,892
Y1.3 -0,176 0,657 -0,259 0,626 0,601 0,894
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
80
Berdasarkan tabel cross loading tersebut, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) X1.1.1 (Indikator pertanyaan tentang takut terhadap
hukum Allah)
Loading factor X1.1.1 (Indikator pertanyaan tentang takut
terhadap hukum Allah) dengan variabelnya yaitu X1
(Religiositas) memiliki nilai korelasi sebesar 0,777 yang lebih
besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu X2 (Etika
relativisme dan idealisme) sebesar -0,185 dan 0,335 ; X3
(Attitude terhadap economic benefit dan hedonic benefit)
sebesar -0,200 dan -0,033 ; dan Y (Intensi membeli produk
palsu) sebesar -0,058. Maka terjadi uji diskriminan validitas
yang baik pada X1.1.1 karena nilai korelasi indikator terhadap
variabelnya X1 (Religiositas) lebih tinggi dibandingkan
korelasi indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
2) X1.1.2 (Indikator pertanyaan tentang hubungannya dengan
hukum syariah)
Loading factor X1.1.2 (Indikator pertanyaan tentang
hubungannya dengan hukum syariah) dengan variabelnya yaitu
X1 (Religiositas) memiliki nilai korelasi sebesar 0,915 yang
lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu X2
(Etika relativisme dan idealisme) sebesar -0,176 dan 0,379 ; X3
(Attitude terhadap economic benefit dan hedonic benefit)
81
sebesar -0,258 dan -0,080 ; dan Y (Intensi membeli produk
palsu) sebesar -0,148. Maka terjadi uji diskriminan validitas
yang baik pada X1.1.2 karena nilai korelasi indikator terhadap
variabelnya X1 (Religiositas) lebih tinggi dibandingkan
korelasi indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
3) X1.2.1 (Indikator pertanyaan tentang penerapan nilai
agama)
Loading factor X1.2.1 (Indikator pertanyaan tentang
penerapan nilai agama) dengan variabelnya yaitu X1
(Religiositas) memiliki nilai korelasi sebesar 0,879 yang lebih
besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu X2 (Etika
relativisme dan idealisme) sebesar -0,146 dan 0,367 ; X3
(Attitude terhadap economic benefit dan hedonic benefit)
sebesar -0,219 dan -0,090 ; dan Y (Intensi membeli produk
palsu) sebesar -0,111. Maka terjadi uji diskriminan validitas
yang baik pada X1.2.1 karena nilai korelasi indikator terhadap
variabelnya X1 (Religiositas) lebih tinggi dibandingkan
korelasi indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
4) X1.3.1 (Indikator pertanyaan tentang iman)
Loading factor X1.3.1 (Indikator pertanyaan tentang iman)
dengan variabelnya yaitu X1 (Religiositas) memiliki nilai
korelasi sebesar 0,824 yang lebih besar dibandingkan loading
factor variabel lain yaitu X2 (Etika relativisme dan idealisme)
82
sebesar -0,151 dan 0,315 ; X3 (Attitude terhadap economic
benefit dan hedonic benefit) sebesar -0,253 dan 0,048 ; dan Y
(Intensi membeli produk palsu) sebesar -0,074. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X1.3.1 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X1 (Religiositas) lebih
tinggi dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-
variabel yang lain.
5) X2.1.1 (Indikator pertanyaan tentang ketidakpedulian
pendapat negatif dari orang sekitar)
Loading factor X2.1.1 (Indikator pertanyaan tentang
tentang ketidakpedulian pendapat negatif dari orang sekitar)
dengan variabelnya yaitu X2.1 (Etika Relativisme) memiliki
nilai korelasi sebesar 0,908 yang lebih besar dibandingkan
loading factor variabel lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -
0,136 ; X2.2 (Etika Idealisme) sebesar -0,034 ; X3 (Attitude
terhadap economic benefit dan hedonic benefit) sebesar 0,719
dan 0,613 ; dan Y (Intensi membeli produk palsu) sebesar
0,650. Maka terjadi uji diskriminan validitas yang baik pada
X2.1.1 karena nilai korelasi indikator terhadap variabelnya
X2.1 (Etika Relativisme) lebih tinggi dibandingkan korelasi
indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
6) X2.1.2 (Indikator pertanyaan tentang kenyamanan
terhadap barang)
83
Loading factor X2.1.2 (Indikator pertanyaan tentang
tentang kenyamanan terhadap barang) dengan variabelnya yaitu
X2.1 (Etika Relativisme) memiliki nilai korelasi sebesar 0,909
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,130 ; X2.2 (Etika Idealisme)
sebesar -0,106 ; X3 (Attitude terhadap economic benefit dan
hedonic benefit) sebesar 0,672 dan 0,463 ; dan Y (Intensi
membeli produk palsu) sebesar 0,616. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X2.1.2 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X2.1 (Etika
Relativisme) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain.
7) X2.1.3 (Indikator pertanyaan tentang ketergantungan
kondisi dan tempat)
Loading factor X2.1.3 (Indikator pertanyaan tentang
ketergantungan kondisi dan tempat) dengan variabelnya yaitu
X2.1 (Etika Relativisme) memiliki nilai korelasi sebesar 0,826
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,249 ; X2.2 (Etika Idealisme)
sebesar -0,135 ; X3 (Attitude terhadap economic benefit dan
hedonic benefit) sebesar 0,544 dan 0,376 ; dan Y (Intensi
membeli produk palsu) sebesar 0,530. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X2.1.3 karena nilai
84
korelasi indikator terhadap variabelnya X2.1 (Etika
Relativisme) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain
8) X2.2.3 (Indikator pertanyaan tentang keinginan untuk
tidak mengorbankan kesejahteran produsen produk
original)
Loading factor X2.2.3 (Indikator pertanyaan tentang
keinginan untuk tidak mengorbankan kesejahteran produsen
produk original) dengan variabelnya yaitu X2.2 (Etika
Idealisme) memiliki nilai korelasi sebesar 0,853 yang lebih
besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu X1
(Religiositas) sebesar 0,317 ; X2.1 (Etika Relativisme) sebesar
-0,071 ; X3 (Attitude terhadap economic benefit dan hedonic
benefit) sebesar -0,171 dan -0,034 ; dan Y (Intensi membeli
produk palsu) sebesar -0,161. Maka terjadi uji diskriminan
validitas yang baik pada X2.2.3 karena nilai korelasi indikator
terhadap variabelnya X2.2 (Etika Relativisme) lebih tinggi
dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-variabel
yang lain.
9) X2.2.4 (Indikator pertanyaan tentang keinginan untuk
tidak mendapatkan risiko pembelian produk palsu)
Loading factor X2.2.4 (Indikator pertanyaan tentang
keinginan untuk tidak mendapatkan risiko pembelian produk
85
palsu) dengan variabelnya yaitu X2.2 (Etika Idealisme)
memiliki nilai korelasi sebesar 0,939 yang lebih besar
dibandingkan loading factor variabel lain yaitu X1
(Religiositas) sebesar 0,373 ; X2.1 (Etika Relativisme) sebesar
-0,194 ; X3 (Attitude terhadap economic benefit dan hedonic
benefit) sebesar -0,179 dan -0,105 ; dan Y (Intensi membeli
produk palsu) sebesar -0,243. Maka terjadi uji diskriminan
validitas yang baik pada X2.2.4 karena nilai korelasi indikator
terhadap variabelnya X2.2 (Etika Relativisme) lebih tinggi
dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-variabel
yang lain.
10) X3.1.1 (Indikator pertanyaan tentang harga produk asli
yang lebih mahal)
Loading factor X3.1.1 (Indikator pertanyaan tentang harga
produk asli yang lebih mahal) dengan variabelnya yaitu X3.1
(Attitude terhadap economic benefit) memiliki nilai korelasi
sebesar 0,901 yang lebih besar dibandingkan loading factor
variabel lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -0,260 ; X2 (Etika
Relativisme dan Idealisme) sebesar 0,667 dan -0,198 ; X3.2
(Attitude terhadap hedonic benefit) sebesar 0,375 ; dan Y
(Intensi membeli produk palsu) sebesar 0,597. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X3.1.1 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X3.1 (Attitude terhadap
86
economic benefit) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain.
11) X3.1.2 (Indikator pertanyaan tentang tidak mampu
membeli produk dari produsen asli)
Loading factor X3.1.2 (Indikator tentang tidak mampu
membeli produk dari produsen asli) dengan variabelnya yaitu
X3.1 (Attitude terhadap economic benefit) memiliki nilai
korelasi sebesar 0,882 yang lebih besar dibandingkan loading
factor variabel lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -0,234 ; X2
(Etika Relativisme dan Idealisme) sebesar 0,603 dan -0,114 ;
X3.2 (Attitude terhadap hedonic benefit) sebesar 0,341 ; dan Y
(Intensi membeli produk palsu) sebesar 0,589. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X3.1.2 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X3.1 (Attitude terhadap
economic benefit) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain.
12) X3.1.3 (Indikator pertanyaan tentang kesempatan untuk
membeli produk palsu)
Loading factor X3.1.3 (Indikator tentang kesempatan untuk
membeli produk palsu) dengan variabelnya yaitu X3.1
(Attitude terhadap economic benefit) memiliki nilai korelasi
sebesar 0,812 yang lebih besar dibandingkan loading factor
variabel lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -0,217 ; X2 (Etika
87
Relativisme dan Idealisme) sebesar 0,637 dan -0,817 ; X3.2
(Attitude terhadap hedonic benefit) sebesar 0,740 ; dan Y
(Intensi membeli produk palsu) sebesar 0,665. Maka terjadi uji
diskriminan validitas yang baik pada X3.1.3 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X3.1 (Attitude terhadap
economic benefit) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain.
13) X3.2.1 (Indikator pertanyaan tentang kemampuan membeli
produk asli maupun palsu)
Loading factor X3.2.1 (Indikator tentang kemampuan
membeli produk asli maupun palsu) dengan variabelnya yaitu
X3.2 (Attitude terhadap hedonic benefit) memiliki nilai
korelasi sebesar 0,898 yang lebih besar dibandingkan loading
factor variabel lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -0,053 ; X2
(Etika Relativisme dan Idealisme) sebesar 0,593 dan -0,009 ;
X3.1 (Attitude terhadap economic benefit) sebesar 0,544 ; dan
Y (Intensi membeli produk palsu) sebesar 0,668. Maka terjadi
uji diskriminan validitas yang baik pada X3.2.1 karena nilai
korelasi indikator terhadap variabelnya X3.2 (Attitude terhadap
hedonic benefit) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator
terhadap variabel-variabel yang lain.
14) X3.2.2 (Indikator pertanyaan tentang memberi kesan
terhadap orang lain)
88
Loading factor X3.2.2 (Indikator tentang memberi kesan
terhadap orang lain) dengan variabelnya yaitu X3.2 (Attitude
terhadap hedonic benefit) memiliki nilai korelasi sebesar 0,940
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,056 ; X2 (Etika Relativisme dan
Idealisme) sebesar 0,493 dan -0,065 ; X3.1 (Attitude terhadap
economic benefit) sebesar 0,539 ; dan Y (Intensi membeli
produk palsu) sebesar 0,596. Maka terjadi uji diskriminan
validitas yang baik pada X3.2.2 karena nilai korelasi indikator
terhadap variabelnya X3.2 (Attitude terhadap hedonic benefit)
lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-
variabel yang lain.
15) X3.2.3 (Indikator pertanyaan tentang membanggakan
produk palsu)
Loading factor X3.2.3 (Indikator tentang membanggakan
produk palsu) dengan variabelnya yaitu X3.2 (Attitude
terhadap hedonic benefit) memiliki nilai korelasi sebesar 0,930
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,057 ; X2 (Etika Relativisme dan
Idealisme) sebesar 0,444 dan -0,069 ; X3.1 (Attitude terhadap
economic benefit) sebesar 0,502 ; dan Y (Intensi membeli
produk palsu) sebesar 0,617. Maka terjadi uji diskriminan
validitas yang baik pada X3.2.3 karena nilai korelasi indikator
89
terhadap variabelnya X3.2 (Attitude terhadap hedonic benefit)
lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-
variabel yang lain
16) Y1.1 (Indikator pertanyaan tentang kemauan dalam diri)
Loading factor Y1.1 (Indikator pertanyaan tentang
kemauan dalam diri) dengan variabelnya yaitu Y (Intensi
membeli produk palsu) memiliki nilai korelasi sebesar 0,877
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,114 ; X2 (Etika relativisme dan
idealisme) sebesar 0,560 dan -0,202 ; dan X3 (Attitude
terhadap economic benefit dan hedonic benefit) sebesar 0,641
dan 0,688. Maka terjadi uji diskriminan validitas yang baik
pada Y1.1 karena nilai korelasi indikator terhadap variabelnya
Y (Intensi membeli produk palsu) lebih tinggi dibandingkan
korelasi indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
17) Y1.2 (Indikator pertanyaan tentang tidak ada unsur
keterpaksaan)
Loading factor Y1.2 (Indikator pertanyaan tentang tidak
ada unsur keterpaksaan) dengan variabelnya yaitu Y (Intensi
membeli produk palsu) memiliki nilai korelasi sebesar 0,892
yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel lain yaitu
X1 (Religiositas) sebesar -0,033 ; X2 (Etika relativisme dan
idealisme) sebesar 0,565 dan -0,140 ; dan X3 (Attitude
90
terhadap economic benefit dan hedonic benefit) sebesar 0,607
dan 0,481. Maka terjadi uji diskriminan validitas yang baik
pada Y1.2 karena nilai korelasi indikator terhadap variabelnya
Y (Intensi membeli produk palsu) lebih tinggi dibandingkan
korelasi indikator terhadap variabel-variabel yang lain.
18) Y1.3 (Indikator pertanyaan tentang pengalaman
menyenangkan)
Loading factor Y1.3 (Indikator pertanyaan tentang
pengalaman menyenangkan) dengan variabelnya yaitu Y
(Intensi membeli produk palsu) memiliki nilai korelasi sebesar
0,894 yang lebih besar dibandingkan loading factor variabel
lain yaitu X1 (Religiositas) sebesar -0,176 ; X2 (Etika
relativisme dan idealisme) sebesar 0,657 dan -0,259 ; dan X3
(Attitude terhadap economic benefit dan hedonic benefit)
sebesar 0,626 dan 0,601. Maka terjadi uji diskriminan validitas
yang baik pada Y1.3 karena nilai korelasi indikator terhadap
variabelnya Y (Intensi membeli produk palsu) lebih tinggi
dibandingkan korelasi indikator terhadap variabel-variabel
yang lain.
2. Uji Reabilitas
Untuk mengetahui uji realibilitas dengan melihat nilai composite
realibility dan cronbach‟s alpha dimana suatu variabel dapat dikatakan
memenuhi composite realibility dan cronbach‟s alpha jika memiliki
91
nilai > 0.70 (Eisingerich & Rubera, 2010). Berikut dapat dilihat pada
tabel 4.8 Untuk melihat nilai composite realibility dan cronbach‟s
alpha dari setiap variabel.
Tabel 4.9 Composite Reability dan Cronbach‟s alpha
Variabel Composite Reability Cronbach‟s alpha
X1 (Religiositas) 0,912 0,878
X2.1 (Etika Relativisme) 0,913 0,856
X2.2 (Etika Idealisme) 0,891 0,766
X3.1 (Attitude terhadap
Economic Benefit)
0,900 0,832
X3.2 (Attitude terhadap
Hedonic Benefit)
0,945 0,913
Y (Intensi Membeli
Produk Palsu)
0,904 0,842
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Berdasarkan data tabel 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai
composite realibility dan cronbach‟s alpha semua variabel penelitian
bernilai lebih dari 0,7 (Eisingerich & Rubera, 2010). Hasil tersebut
menunjukan bahwa semua variabel sudah memenuhi syarat composite
realibility dan cronbach‟s alpha yang baik sehingga dapat
disimpulkan semua variabel dalam penelitian ini memiliki tingkat
realibilitas yang sesuai.
92
C. Evaluasi Model Struktural (inner model)
1) Nilai R – Square
R-Square digunakan untuk mengetahui didalam sebuah penelitian
seberapa besar suatu variabel eksogen menjelaskan variabel
endogennya.
Tabel 4.10 Nilai R-Square
R-Square
Y (Intensi Konsumen Membeli
Produk Palsu)
0,667
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel Y (Intensi Konsumen
Membeli Produk Palsu) mampu dijelaskan oleh variabel religiositas,
etika dan Attitude sebesar 66,7 % dan sisanya sebanyak 33,3 %
dijelaskan oleh variabel lain.
2) Nilai Path Coefficient
Untuk pengujian signifikansi variabel dan pengujian hipotesis
dapat dilakukan dengan melakukan kalkulasi bootstrapping kemudian
dengan melihat tabel path coefficient yang terdiri dari T-statistic, P-
values, dan Original Sample.
Gambar 4.3 Hasil PLS Bootstrapping
93
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
Selanjutnya melihat nilai T-Satistics dan nilai P-Values pada
bagian Path Coefficient. Variabel eksogen memiliki pengaruh yang
signifikansi terhadap variabel endogen apabila nilai T - statistik lebih
besar dari pada nilai T - tabel (1,96), dan Hipotesis dalam sebuah
penelitian dapat diterima apabila nilai P-Values < 0,05 (Yamin &
Kurniawan, 2011).
Tabel 4.11 Path Coefficient
Original
Sample (O)
T Statistic
(|O/STDEV|)
P Values
X1 (Religiositas) ->
Y (Intensi Konsumen
Membeli Produk
Palsu)
0,094 1,145 0,253
94
X2 (Etika
Relativisme) -> Y
(Intensi Konsumen
Membeli Produk
Palsu)
0,247 2,837 0,005
X2 (Etika Idealisme)
-> Y (Intensi
Konsumen Membeli
Produk Palsu)
-0,153 1,640 0,102
X3 (Attitude
terhadap Economic
Benefit) -> Y (Intensi
Konsumen Membeli
Produk Palsu)
0,332 3,342 0,001
X3 (Attitude
terhadap Hedonic
Benefit) ) -> Y
(Intensi Konsumen
Membeli Produk
Palsu)
0,347 4,518 0,000
Sumber: Hasil Pengolahan SmartPLS
a) Religiositas
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa hubungan antara Religiositas
(X1) terhadap Intensi Konsumen Membeli Produk Palsu (Y)
memiliki nilai original sample sebesar 0,094 dengan nilai T-
Statistics 1,145 < T-Table (1,96), dan P-Values sebesar 0,253.
Artinya religiositas (X1) memiliki hubungan yang tidak
signifikan dan negatif terhadap Intensi Konsumen Membeli
Produk Palsu (Y). Maka dari itu H01 diterima.
b) Etika
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa hubungan antara Etika
Relativisme (X2.1) terhadap Intensi Konsumen Membeli
95
Produk Palsu (Y) memiliki nilai original sample sebesar 0,247
dengan nilai T-Statistics 2,837 > T-Table (1,96), dan P-Values
sebesar 0,005. Artinya Etika Relativisme (X2.1) memiliki
hubungan yang signifikan dan positif terhadap Intensi
Konsumen Membeli Produk Palsu (Y). Sedangkan, Etika
Idealisme (X2.2) terhadap Intensi Konsumen Membeli Produk
Palsu (Y) memiliki nilai original sample sebesar -0,153 dengan
nilai T-Statistics 1,640 < T-Table (1,96), dan P-Values sebesar
0,102. Artinya Etika Idealisme (X2.2) memiliki hubungan yang
tidak signifikan dan negatif terhadap Intensi Konsumen
Membeli Produk Palsu (Y). Maka dari itu H02 ditolak.
c) Attitude
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa hubungan antara Attitude
terhadap Economic Benefit (X3.1) terhadap Intensi Konsumen
Membeli Produk Palsu (Y) memiliki nilai original sample
sebesar 0,332 dengan nilai T-Statistics 3,342 > T-Table (1,96),
dan P-Values sebesar 0,001. Artinya Attitude terhadap
Economic Benefit (X3.1) memiliki hubungan yang signifikan
dan positif terhadap Intensi Konsumen Membeli Produk Palsu
(Y). Dan juga Attitude terhadap Hedonic Benefit (X3.2)
terhadap Intensi Konsumen Membeli Produk Palsu (Y)
memiliki nilai original sample sebesar 0,347 dengan nilai T-
Statistics 4,518 > T-Table (1,96), dan P-Values sebesar 0,000.
96
Artinya Attitude terhadap Hedonic Benefit (X3.2) memiliki
hubungan yang signifikan dan positif terhadap Intensi
Konsumen Membeli Produk Palsu (Y). Maka dari itu H03
ditolak.
Berdasarkan hasil original sample yang didapatkan dari Tabel 4.11
dapat dibuat suatu persamaan sebagai berikut:
Y = 0,094 X1+ 0,247 X2.1 – 0,153 X2.2 + 0,332 X3.1 + 0,347 X3.2
Keterangan:
Y : Intensi Membeli Produk Palsu
X1 : Religiositas
X2.1 : Etika Relativisme
X2.2 : Etika Idealisme
X3.1 : Attitude terhadap Economic Benefit
X3.2 : Attitude terhadap Hedonic Benefit
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1) Nilai original sample Religiositas (X1) sebesar 0,094 menunjukan
bahwa jika variabel Religiositas (X1) meningkat sebanyak 1%
maka Intensi Membeli Produk Palsu (Y) akan meningkat sebanyak
0,094.
2) Nilai original sample Etika Relativisme (X1) sebesar 0,247
menunjukan bahwa jika variabel Etika Relativisme (X1)
meningkat sebanyak 1% maka Intensi Membeli Produk Palsu (Y)
akan meningkat sebanyak 0,247.
97
3) Nilai original sample Etika Idealisme (X1) sebesar 0,153
menunjukan bahwa jika variabel Etika Idealisme (X1) menurun
sebanyak 1% maka Intensi Membeli Produk Palsu (Y) akan
menurun sebanyak 0,153.
4) Nilai original sample Attitude terhadap Economic Benefit (X1)
sebesar 0,332 menunjukan bahwa jika variabel Attitude terhadap
Economic Benefit (X1) meningkat sebanyak 1% maka Intensi
Membeli Produk Palsu (Y) akan meningkat sebanyak 0,332.
5) Nilai original sample Attitude terhadap Hedonic Benefit (X1)
sebesar 0,347 menunjukan bahwa jika variabel Attitude terhadap
Hedonic Benefit (X1) meningkat sebanyak 1% maka Intensi
Membeli Produk Palsu (Y) akan meningkat sebanyak 0,347.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari data yang telah diolah atau diuji, maka
penjabaran dari hasil tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Religiositas terhadap Intensi Konsumen Muslim dalam
Membeli Produk Palsu.
Pada penelitian ini, hasil data yang telah diolah menunjukkan
bahwa religiositas (X1) tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap
intensi konsumen membeli produk palsu (Y). Hal ini berarti tidak ada
korelasi antara religiositas dengan keinginan membeli produk palsu.
Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang telah
98
dilakukan oleh Souiden et al., (2018) dengan responden konsumen
Muslim di Tunisia bahwa variabel religiositas berpengaruh signifikan
terhadap intensi membeli produk palsu dalam artian semakin seorang
konsumen religius maka semakin sedikit pula intensi konsumen
tersebut untuk membeli produk palsu.
Namun penelitian ini memiliki hasil yang sejalan dengan penelitian
Arli et al., (2016) di Indonesia, yang mana religiusitas tidak memiliki
korelasi terhadap penggunaan barang mewah yang palsu maupun tidak
palsu. Orang dengan religiusitas yang tinggi akan tetap memiliki niat
atau keinginan untuk membeli produk mewah yang palsu dan masih
memiliki perasaan positif ketika membeli dan menggunakannya (Arli
et al., 2016). Meskipun konsumen hidup dalam masyarakat yang
sangat religius, mereka masih memegang keyakinan bahwa kebahagian
disebabkan karena kepuasan dalam mendapatkan lebih banyak barang
yang diinginkan (Swinyard, Kau, & Phua, 2001).
Sama halnya dengan penelitian Lu & Lu, (2010) yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa orang yang religius terutama bergama
Islam secara signifikan tidak berbeda dari agama yang lainnya dalam
hal keputusan etis konsumen terhadap membeli produk palsu. Pada
umumnya mereka merasa bahwa membeli produk palsu bukan
merupakan aktivitas yang salah dan tidak dianggap sebagai isu yang
penting dalam etika konsumen (Lu & Lu, 2010). Mereka kurang
menyadari bahwa perilaku membeli produk bajakan seperti film,
99
software, buku, dan lain-lain dapat merugikan orang lain dan tidak etis
(Lu & Lu, 2010), yang mungkin dapat menjelaskan mengapa
pembajakan melalui internet seperti software, e-book, dan sebagainya
ironisnya berkembang cukup baik di negara-negara yang sangat
religius seperti Indonesia (Casidy, Phau, & Lwin, 2016).
2. Pengaruh Etika terhadap Intensi Konsumen Muslim dalam
Membeli Produk Palsu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa etika relativisme
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu. Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Souiden et al., (2018)
dimana variabel etika berpengaruh positif terhadap intensi konsumen
Muslim Tunisia dalam membeli produk palsu. Etika yang berpengaruh
positif dalam penelitian Souiden et al., (2018) adalah etika relativisme
yang berarti seseorang dengan relativisme yang tinggi memiliki intensi
membeli produk palsu yang tinggi juga.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 2, individu yang menganut
paham etika relativisme diartikan sebagai individu yang percaya
bahwa moral itu bersifat subyektif dan berbeda-beda antara individu
satu dengan lainnya. Menurut penelitian Lu & Lu, (2010) ditemukan
juga bahwa konsumen yang beretika relativisme cenderung terlibat
dalam perilaku pembajakan. Hal ini disebabkan karena mereka lebih
100
fleksibel dan tidak terlalu terikat dengan peraturan, termasuk mengenai
pembelian produk palsu (Paolillo & Vitell, 2003).
Dalam hal etika idealisme, dapat diartikan bahwa individu yang
menganut paham idealisme percaya bahwa sikap perilaku seseorang
tidak boleh melanggar nilai-nilai etika moral dan tidak dapat membuat
kerugian pada orang lain (Forsyth, 1980). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Souiden et al., (2018) yang mengatakan bahwa etika
idealisme tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi muslim
dalam membeli produk palsu. Begitupun pada penelitian Li & Seaton
(2015) dan Souiden et al., (2018) yang menunjukan bahwa konsumen
yang menganut paham idealis dalam beberapa hal tertentu karena
pengaruh budaya disekitarnya menjadi lebih individualis dan kurang
aware terhadap larangan mengonsumsi produk palsu.
3. Pengaruh Attitude terhadap Intensi Konsumen Muslim dalam
Membeli Produk Palsu
Variabel attitude dalam penelitian ini ternyata berpengaruh
signifikan dan positif terhadap intensi konsumen Muslim dalam
membeli produk palsu. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 2,
Attitude terhadap economic benefit diartikan sebagai persepsi
konsumen dalam membeli barang bajakan atau palsu karena harga
barang-barang tersebut lebih murah dibandingkan dengan barang yang
asli (Bian & Moutinho, 2009). Sedangkan Attitude terhadap hedonic
101
benefit adalah persepsi konsumen ketika melakukan pembelian dan
mengkonsumsi produk palsu dapat memberikan emosi kesenangan dan
kepuasan untuk batin maupun status sosial konsumen (Yoo & Lee,
2009).
Hasil penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Souiden et al., (2018) yaitu
Attitude atau sikap terhadap economic benefit maupun hedonic benefit
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi konsumen Muslim
Tunisia dalam membeli produk palsu, yang berarti semakin tinggi
aspek economic dan hedonic benefit konsumen maka semakin tinggi
pula intensi membeli produk palsunya. Yoo & Lee (2009) juga
berpendapat bahwa economic dan hedonic benefit merupakan penentu
utama niat konsumen membeli produk palsu. Penelitian Lianto (2015)
juga mengungkapkan bahwa Konsumen Indonesia memiliki hubungan
positif antara sikap pada produk palsu dengan mempertimbangkan
manfaat hedonis dan ekonomis terhadap niat membeli produk palsu.
Hal ini disebabkan karena penentu utama niat konsumen dalam
membeli produk palsu adalah karena attitude terhadap economic
benefit seperti harga produk palsu yang lebih rendah dari pada produk
aslinya, kesempatan dari produk palsu yang lebih mudah didapat
daripada produk asli, dan ketidakmampuan konsumen untuk membeli
produk asli karena pendapatan yang terbatas (Yoo & Lee, 2009).
102
Adapun penyebab konsumen yang memiliki preferensi attitude
terhadap hedonic benefit memiliki beberapa alasan seperti
mengutamakan nama atau popularitas merek dari produk asli namun
dengan harga yang lebih affordable, gaya hidup konsumen, keperluan
status sosial, dan juga persepsi harga diri atau gengsi (Ergin, 2010).
103
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan data mengenasi intensi
konsumen Muslim membeli produk palsu maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Religiositas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu. Hal ini menunjukkan
bahwa responden yang religius belum tentu menghindari perilaku
membeli produk palsu dikarenakan masih menganggap perilaku
tersebut tidak memiliki korelasi dengan tingkat religiusitas seseorang.
Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan
tentang hukum mengonsumsi produk palsu dalam pandangan Islam.
Pada umumnya mereka merasa bahwa membeli produk palsu bukan
merupakan aktivitas yang salah dan tidak dianggap sebagai isu yang
penting dalam etika konsumen karena sudah menjadi preferensi
pemilihan produk yang disukai saja dan pengaruh dari kebiasaan orang
sekitarnya.
2. Etika memiliki pengaruh signifikan dan positif dalam aspek
relativisme terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk
palsu, sedangkan etika dalam aspek idealisme tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap intensi konsumen Muslim dalam membeli produk
palsu. Hal ini dikarenakan konsumen cenderung mementingkan
104
keinginan diri sendirinya terpenuhi dan kurang memikirkan akibat
kerugian yang dialami orang lain atau produsen produk asli. Semakin
relativistis etika seorang konsumen, maka semakin tinggi niat membeli
produk palsunya, sedangkan etika idealis konsumen tidak
mempengaruhi sikap konsumen terhadap niatnya membeli produk
palsu. Hal ini disebabkan karena konsumen hanya membeli produk
yang rasa nyaman, baik palsu ataupun tidak, tidak pernah peduli
dengan pendapat orang lain, membeli produk palsu tergantung pada
kondisi tempat, situasi, dan penerapannya, dan standar moral bagi tiap
individu terhadap aturan produk palsu itu berbeda-beda menurut
mereka.
3. Attitude terhadap economic benefit maupun hedonic benefit memiliki
pengaruh signifikan dan positif dalam aspek terhadap intensi
konsumen Muslim dalam membeli produk palsu. Semakin tinggi sikap
pada produk palsu dengan mempertimbangkan aspek economic dan
hedonic benefit, semakin tinggi pula intensi konsumen tersebut dalam
membeli produk palsu. Hal ini dikarenakan responden menganggap
konsumen membeli produk palsu untuk memenuhi gaya hidup, emosi
kesenangan atau kebahagiaan, status sosial, dan barang yang terkenal
bermerek mewah dengan harga yang lebih ekonomis.
105
B. Implikasi Manajerial
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maraknya produk palsu
merupakan fenomena global dan dapat merugikan berbagai jenis industri
seperti industri software, buku, fashion, dan lain-lain. Indonesia juga
menjadi salah satu yang berkontribusi terhadap adanya kerugian tersebut,
ditunjukkan dengan tingkat pembajakan produk beserta kerugian yang
dihasilkan. Hal ini tentunya memberikan pertanyaan karena Indonesia
merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Besarnya
populasi Muslim di Indonesia tentu dapat mempengaruhi sikap dan
tindakan seorang Muslim terhadap pemalsuan atau pembajakan. Sebagai
contoh, seorang Muslim seharusnya tidak membeli produk palsu apabila
hal ini dilarang dalam agama, dimana hal ini dituang dalam fatwa yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Namun, faktanya tidak semua
mengikuti fatwa.
Oleh karena itu, melalui hasil penelitian ini, maka analisis
implikasi manajerial untuk mencegah seorang Muslim dalam membeli
produk palsu, beberapa pihak yang terlibat seperti pemerintah dan dan
industri yang dirugikan adalah:
1. Berdasarkan hasil penelitian dari variabel religiositas yang tidak
berpengaruh terhadap intensi konsumen muslim dalam membeli
produk palsu, implikasinya adalah berkaitan dengan MUI yang dapat
memperhatikan lebih kebiasaan atau habit Muslim yang telah
mendarah daging dalam perilaku pemalsuan atau pembajakan di
106
Indonesia dengan menggunakan otoritas MUI dalam memanfaatkan
ustadz-ustadz dan pemuka agama Islam untuk melakukan sosialisasi
dan edukasi dengan menyebarkan ajaran Islam secara intens bahwa
baik membajak produk ataupun membeli produk palsu adalah tindakan
yang dilarang dalam agama. Para ustadz, pemuka agama, pengajar-
pengajar ekonomi syariah lainnya dapat menyampaikan materi ini
dalam kajian-kajian agama, diskusi dalam kelas, dan memanfaatkan
media yang ada seperti media sosial yang mereka miliki. Pemerintah
juga dapat mengubah kebiasaan pembajakan dengan mengadakan
kurikulum untuk mengatasi permasalahan ini pada sekolah-sekolah
sehingga konsumen Muslim sedari kecil sudah menyadari bahwa
membeli maupun memalsukan produk dapat merugikan negara serta
tindakan yang dilarang secara agama.
2. Berdasarkan hasil penelitian dari variabel etika, pemerintah dapat
mencegah kebiasaan masyarakat Indonesia generasi selanjutnya dalam
hal pemalsuan produk melalui sosialisasi lebih giat lagi mengenai
hukum membeli dan menjual produk palsu secara menyeluruh bagi
produsen dan konsumen. Pemerintah secara langsung melakukan
menindak Dengan begitu, masyarakat mungkin akan lebih jera dan
berpikir dua kali dalam melakukan tindakan pemalsuan karena adanya
pengetahuan hukuman tersebut. Pakar-pakar ekonomi termasuk
ekonomi syariah juga dapat menghimbau dan melakukan edukasi
107
secara langsung mengenai hukum-hukum konsumsi dan produksi
barang palsu.
3. Dilihat dari hasil penelitian mengenai variabel Attitude, implikasinya
berhubungan dengan Pemerintah juga dapat melakukan sosialisasi dan
edukasi secara langsung kepada publik mengenai risiko-risiko yang
akan muncul ketika melakukan pembelian produk palsu. Sebagai
contohnya adalah dengan menyelenggarakan seminar atau diskusi
terbuka tentang produk palsu, kemudian memanfaatkan sosial media
dan mengajak public figure, dan orang berpengaruh lainnya untuk
mengajak masyarakat melawan tindakan pemalsuan dan pembajakan.
Tiap-tiap individu masyarakat juga harus bertanggung jawab untuk
mulai menjauhi kebiasaan menggunakan produk palsu, dan
menggantinya dengan produk lokal yang kualitasnya tidak kalah bagus
seperti dan tentunya dengan harga yang lebih terjangkau. Masyarakat
juga harus menyadari bahwa perilaku membeli produk palsu memiliki
risiko-risiko yang tidak diinginkan, seperti barang tidak awet, mudah
rusak, apabila software komputer dan sejenisnya dapat terkena virus
dan hack, dan lain-lain. Masyarakat harus memahami hal ini dengan
benar hingga akhirnya mereka memiliki keinginan untuk berhenti dari
kebiasaan menggunakan produk palsu.
108
C. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dipaparkan, maka ada
beberapa saran bagi penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya lebih mempertimbangkan pembagian
responden berdasarkan pendapatan atau penghasilan, melihat
karakteristik jenis pasar produk palsu yang dibeli konsumen, dan
mempertimbangkan responden yang memang rajin mengikuti kajian
atau ceramah.
2. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan dimensi risiko untuk
mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, seperti risiko keuangan
yang dapat mengukur keterlibatan uang dan materi dalam tindakan
pembelian produk palsu.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti sasaran objek
penelitian yang lebih luas dengan variabel-variabel yang berbeda dan
beragam, sebab masih ada variabel-variabel lain yang mempengaruhi
persepsi Muslim mengenai intensi pembelian produk palsu diluar dari
variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini.
109
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, M., Ismail, H., Hashim, H., & Johari, J. (2009). Consumer decision
making process in shopping for halal food in Malaysia. China-USA Business
Review, 8(9), 40–48.
Ahmad Alserhan, B., & Ahmad Alserhan, Z. (2012). Researching Muslim
consumers: do they represent the fourth-billion consumer segment? Journal
of Islamic Marketing, 3(2), 121–138.
https://doi.org/10.1108/17590831211232546
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50, 179–211.
https://doi.org/10.1080/10410236.2018.1493416
Alserhan, B. A. (2010). On Islamic branding: Brands as good deeds. Journal of
Islamic Marketing, 1(2), 101–106.
https://doi.org/10.1108/17590831011055842
Ang, S. H., Cheng, P. S., Lim, E. A. C., & Tambyah, S. K. (2001). Spot the
difference: Consumer responses towards counterfeits. Journal of Consumer
Marketing, 18(3), 219–233. https://doi.org/10.1108/07363760110392967
Anoraga, Pandji. 2000. Manajemen Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
APJII. (2018). Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Apjii, 51.
Retrieved from www.apjii.or.id
110
Arli, D., Cherrier, H., & Tjiptono, F. (2016). God Blesses Those Who Wear
Prada : Exploring the Impact of Religiousness on Attitudes toward Luxury
among the Youth of Indonesia. Marketing Intelligence & Planning, 34(1).
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/MIP-12-2014-0232
Badan Pusat Statistik. (2020a). Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DKI
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. (2020b). Statistik Pemuda Indonesia 2020. Jakarta.
Bakar, A., Lee, R., & Rungie, C. (2013). The effects of religious symbols in
product packaging on Muslim consumer responses. Australasian Marketing
Journal, 21(3), 198–204. https://doi.org/10.1016/j.ausmj.2013.07.002
Bappeda DKI Jakarta. (2018). RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022.
(2018), 1–167. Retrieved from
https://bappeda.jakarta.go.id/uploads/document/2018-05-
28/63/63__Bab_2_RPJMD_DKI_2022.pdf
BASCAP. (2011). Estimating the global economic and social impacts of
counterfeiting and piracy.
BASCAP. (2016). THE ECONOMIC IMPACTS OF COUNTERFEITING AND
PIRACY Report prepared for BASCAP and INTA The economic impacts of
counterfeiting and piracy.
Beekun, R. I., & Badawi, J. A. (2005). Balancing ethical responsibility among
multiple organizational stakeholders: The Islamic perspective. Journal of
111
Business Ethics, 60(2), 131–145. https://doi.org/10.1007/s10551-004-8204-5
Beng-Huat, C. (2000). Consumption in Asia: Lifestyle and Identities. New York:
Routledge
Bian, X., & Moutinho, L. (2009). An investigation of determinants of counterfeit
purchase consideration. Journal of Business Research, 62(3), 368–378.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2008.05.012
Bidang Pengolahan dan Analisis Data Ketenagakerjaan. (2020). Ketenagakerjaan
Dalam Data Jilid 2. Retrieved from https://satudata.kemnaker.go.id
Casidy, R., Lwin, M., & Phau, I. (2017). Investigating the role of religiosity as a
deterrent against digital piracy. Marketing Intelligence and Planning, 35(1),
62–80. https://doi.org/10.1108/MIP-11-2015-0221
Casidy, R., Phau, I., & Lwin, M. (2016). Religiosity and Digital Piracy: An
Empirical Examination. Services Marketing Quarterly, 37(1), 1–13.
https://doi.org/10.1080/15332969.2015.1112172
Cesareo, L., & Pastore, A. (2014). Consumers‟ attitude and behavior towards
online music piracy and subscription-based services. Journal of Consumer
Marketing, 31(6–7), 515–525. https://doi.org/10.1108/JCM-07-2014-1070
Chandon, P., Wansink, B., & Laurent, G. (2000). A Benefit Congruency
Framework of Sales Promotion Effectiveness. Journal of Marketing, 65–81.
Chang, M. K. (1998). Predicting unethical behavior: A comparison of the theory
112
of reasoned action and the theory of planned behavior. Journal of Business
Ethics, 17, 1825–1834. https://doi.org/10.1023/A:1005721401993
Chitturi, R., Raghunathan, R., & Mahajan, V. (2008). Delight by Design : The
Role of Hedonic Versus Utilitarian Benefits. 72(May), 48–63.
Cooper, D., & Schindler, P. (2014). Business research methods.
d‟Astous, A., Colbert, F., & Montpetit, D. (2005). Music piracy on the web - How
effective are anti-piracy arguments? Evidence from the theory of planned
behaviour. Journal of Consumer Policy, 28(3), 289–310.
https://doi.org/10.1007/s10603-005-8489-5
Eisingerich, A. B., & Rubera, G. (2010). Drivers of brand commitment: A cross-
national investigation. Journal of International Marketing, 18(2), 64–79.
https://doi.org/10.1509/jimk.18.2.64
Ergin, E. A. (2010). The rise in the sales of counterfeit brands: The case of
Turkish consumers. African Journal of Business Management, 4(10), 2181–
2186.
Fenitra, R. M., & Haryanto, B. (2020). Factors Affecting Young Indonesian‟s
Intention to Purchase Counterfeit Luxury Goods. Jurnal Dinamika
Manajemen, 10(2), 289–283. https://doi.org/10.15294/jdm.v10i2.18573
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Fishbein & Ajzen (1975). Belief, Attitude,
Intention and Behaviour; An Introduction to Theory and Research. Retrieved
from http://people.umass.edu/aizen/f&a1975.html
113
Forsyth, D. R. (1980). A Taxonomy of Ethical Ideologies. Journal of Personality
and Social Psychology, 39(1), 175–184. https://doi.org/10.2307/524528
Fraedrich, J. P. (1993). The ethical behavior of retail managers. Journal of
Business Ethics, 12(3), 207–218. https://doi.org/10.1007/BF01686448
Francis, J. E., Burgess, L., & Lu, M. (2015). Hip to be cool: A Gen y view of
counterfeit luxury products. Journal of Brand Management, 1–15.
https://doi.org/10.1057/bm.2015.31
Ghozali, Imam., 2008, Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan
Partial Least Square (PLS), Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Ghozali, Imam dan Latan, Hengky. (2015). Partial Least Square Konsep Teknik
dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0 (2nd Edition). Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate
Data Analysis.
Hartman, P., Laura dan Desjardins, Joe. (2011). Etika Bisnis, Jakarta: Erlangga
Hartono, Hasyim, S. (2011). The Council of Indonesian Ulama (Majelis Ulama
Indonesia, MUI) and Religious Freedom. Irasec‟s Discussion Papers, (12),
1–26.
Hasyim, S. (2015). Majelis Ulama Indonesia and pluralism in Indonesia.
114
Philosophy and Social Criticism, 41(4–5), 487–495.
https://doi.org/10.1177/0191453714566547
Hendrian, & Patiro, S. P. S. (2019). Faktor-Faktor Psikologis Penentu Niat Ibu-
Ibu Rumah Tangga di Indonesia untuk Membeli Produk Tiruan/Palsu. Jurnal
Ilmiah Manajemen, 9(1), 88–108.
Howard, I.A. (1989). Consumer behavior in marketing strategy. New Jersey:
Barson Prentice Hall.
Husna, A. (2019). Komodifikasi Agama: Pergeseran Praktik Bisnis dan
Kemunculan Kelas Menengah Muslim. Jurnal Komunikasi Global, 7(2),
227–239. https://doi.org/10.24815/jkg.v7i2.12050
Hussein, A. S. (2015). Penelitian Bisnis dan Manajemen Menggunakan Partial
Least Squares dengan SmartPLS 3.0. Universitas Brawijaya, 1, 1–19.
https://doi.org/10.1023/A:1023202519395
Ilter, B., Bayraktaroglu, G., & Ipek, I. (2017). Impact of Islamic religiosity on
materialistic values in Turkey. Journal of Islamic Marketing, 8(4), 533–557.
https://doi.org/10.1108/JIMA-12-2015-0092
Islam, T., & Chandrasekaran, U. (2015). Religiosity and Ecologically Conscious
Consumption Behaviour. Asian Journal of Business Research, 5(2), 18–30.
https://doi.org/10.14707/ajbr.150014
K, Anastasia Devi. N, Hari Susanta. Dewi, R. S. (2012). PENGARUH CITRA
MEREK, HARGA DAN GAYA HIDUP TERHADAP KEPUTUSAN
115
PEMBELIAN PRODUK IMITASI ( Studi Kasus Pembelian Tas Imitasi
Louis Vuitton pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro ). Journal Administrasi Bisnis, 4(1), 1–10. Retrieved
from https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jiab/article/view/7208
Kaufmann, H. R., Petrovici, D. A., Filho, C. G., & Ayres, A. (2016). Identifying
moderators of brand attachment for driving customer purchase intention of
original vs counterfeits of luxury brands. Journal of Business Research,
69(12), 5735–5747. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2016.05.003
Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2010). Marketing 3.0: From Products to
Customers to the Human Spirit. Retrieved from
http://www.biblionet.gr/book/157184/Συλλογικό_έργο/Marketing_3.0
Lee, S. H., & Workman, J. E. (2011). Attitudes Toward Counterfeit Purchases and
Ethical Beliefs Among Korean and American University Students. Family
and Consumer Sciences Research Journal, 39(3), 289–305.
https://doi.org/10.1111/j.1552-3934.2010.02067.x
Li, T., & Seaton, B. (2015). Emerging Consumer Orientation, Ethical Perceptions,
and Purchase Intention in the Counterfeit Smartphone Market in China.
Journal of International Consumer Marketing, 27(1), 27–53.
https://doi.org/10.1080/08961530.2014.967903
Lianto, V. T. (2015). The Impact of Past Behavior , Attitude towards Counterfeit ,
Self Characteristic , and Purchase Intention of Original Crocs towards
Consumer Purchase Intention of Counterfeit Crocs. IBuss Management, 3(2),
116
119–130.
Lu, L. C., & Lu, C. J. (2010). Moral philosophy, materialism, and consumer
ethics: An exploratory study in Indonesia. Journal of Business Ethics, 94(2),
193–210. https://doi.org/10.1007/s10551-009-0256-0
Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research. In Journal of Chemical Information
and Modeling. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Malhotra, N. K., & Birks, D. F. (2006). An Applied Approach Updated Second
European Edition.
Mardanugraha, E., Wardhani, S., Ismayadi, B., Bergkamp, D., & Yappy, B.
(2014). Economic Impact of Counterfeiting in Indonesia.
Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta :Rineka Cipta
Martinelli, I. (2019). Ajaran Islam Tentang Prinsip Dasar Konsumsi Oleh
Konsumen. Jurnal EduTech, 5(1), 76–83.
McDaniel, S. W., & Burnett, J. J. (1990). Consumer religiosity and retail store
evaluative criteria. Journal of the Academy of Marketing Science, 18(2),
101–112. https://doi.org/10.1007/BF02726426
Miyazaki, A. D., Rodriguez, A. A., & Langenderfer, J. (2009). Price, Scarcity,
and Consumer Willingness to Purchase Pirated Media Products. Journal of
Public Policy & Marketing, 28(1), 71–84.
https://doi.org/10.1509/jppm.28.1.71
117
Moekijat. 2000. Kamus Manajemen, Bandung, Penerbit CV. Mandar Maju.
MUI. (2005). Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. 462–471. Retrieved from
http://www.dgip.go.id/images/ki-images/pdf-files/FatwaMUI.pdf
Nagar, K., & Singh, V. P. (2019). Modelling the Effects of Materialism, Ethics
and Variety-Seeking Behaviour on Counterfeit Consumption of Young
Consumers. Global Business Review, 1–14.
https://doi.org/10.1177/0972150918818015
Nuruddin, Amiur, 2002, Dari mana Sumber Hartamu (Renungan tentang Bisnis
Islam dan Ekonomi Syaria), Surabaya: Erlangga.
Paolillo, J. G. P., & Vitell, S. J. (2003). Consumer Ethics: The Role of Religiosity.
Journal of Business Ethics, 46(2), 151–162. Retrieved from
https://link.springer.com/content/pdf/10.1023%2FA%3A1025081005272.pdf
Peace, A. G., Galletta, D. F., & Thong, J. Y. L. (2003). Software Piracy in the
Workplace: A Model and Empirical Test. Journal of Management
Information Systems, 20(1), 153–177.
https://doi.org/10.1080/07421222.2003.11045759
Pekerti, A. A., & Arli, D. (2015). Do Cultural and Generational Cohorts Matter to
Ideologies and Consumer Ethics? A Comparative Study of Australians,
Indonesians, and Indonesian Migrants in Australia. Journal of Business
Ethics, 143(2), 387–404. https://doi.org/10.1007/s10551-015-2777-z
Pew Research Center. (2019). A Changing World: Global Views on Diversity,
118
Gender Equality, Family Life and the Importance of Religion People see
more diversity and gender equality happening but say family ties have
weakened FOR MEDIA OR OTHER INQUIRIES. 22(April). Retrieved from
https://www.pewresearch.org/global/wp-
content/uploads/sites/2/2019/04/Pew-Research-Center_Global-Views-of-
Cultural-Change_2019-04-22.pdf
Phau, I., & Liang, J. (2012). Downloading digital video games: predictors,
moderators and consequences. Marketing Intelligence & Planning, 30(7),
740–756. https://doi.org/10.1108/02634501211273832
Phau, I., Lim, A., Liang, J., & Lwin, M. (2014). Engaging in digital piracy of
movies: a theory of planned behaviour approach. Internet Research, 24(2),
246–266. https://doi.org/10.1108/IntR-11-2012-0243
Pujiyono, A. (2006). Teori Konsumsi Islami. 3(2), 196–207.
Quoquab, F., Pahlevan, S., Mohammad, J., & Thurasamy, R. (2017). Factors
affecting consumers‟ intention to purchase counterfeit product: Empirical
study in the Malaysian market. Asia Pacific Journal of Marketing and
Logistics. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1108/13555851011090538%5Cnhttp://dx.doi.org/10.110
8/03090569810216118%5Cnhttp://
Rasheed, A., Farhan, M., Zahid, M., Javed, N., & Rizwan, M. (2014). Customer‟s
Purchase Intention of Counterfeit Mobile Phones in Pakistan. Journal of
Public Administration and Governance, 4(3), 39.
119
https://doi.org/10.5296/jpag.v4i3.5848
Republika. (2019). https://nasional.republika.co.id/berita/q0g6w3384/ikapi-
pembajakan-buku-sudah-jadi-industri-di-indonesia
Riquelme, H. E., Mahdi Sayed Abbas, E., & Rios, R. E. (2012). Intention to
purchase fake products in an Islamic country. Education, Business and
Society: Contemporary Middle Eastern Issues, 5(1), 6–22.
https://doi.org/10.1108/17537981211225835
Risch, B. (2013). Behavioral Tendencies behind Online Piracy. Internation
Journal of Humanities and Social Science, 3(2), 276–283.
Rismawaty. 2008. Kepribadian dan Etika Humas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saw, S. L., Goh, Y. N., & Isa, S. M. (2015). Exploring consumers‟ intention
toward online hotel reservations: Insights from Malaysia. Problems and
Perspectives in Management, 13(2), 249–257.
Schiffman, L & Kanuk, L. L. 2008. Perilaku Konsumen Edisi 7. Jakarta: Indeks.
Shyan Fam, K., Waller, D. S., & Zafer Erdogan, B. (2004). The influence of
religion on attitudes towards the advertising of controversial products.
European Journal of Marketing, 38(5/6), 537–555.
https://doi.org/10.1108/03090560410529204
Singh, P., & Twalo, T. (2015). Mismanaging unethical behaviour in the
workplace. Journal of Applied Business Research, 31(2), 515–530.
120
https://doi.org/10.19030/jabr.v31i2.9150
Skinner, H., Sarpong, D., & White, G. R. T. (2018). Meeting the needs of the
Millennials and Generation Z: gamification in tourism through geocaching.
Journal of Tourism Futures, JTF-12-2017-0060. https://doi.org/10.1108/JTF-
12-2017-0060
Souiden, N., & Jabeur, Y. (2015). The impact of Islamic beliefs on consumers‟
attitudes and purchase intentions of life insurance Nizar Souiden Yosr Jabeur
Article. International Journal of Bank Marketing, 33(4), 423–441.
Souiden, N., Ladhari, R., & Zarrouk Amri, A. (2018). Is buying counterfeit
sinful? Investigation of consumers‟ attitudes and purchase intentions of
counterfeit products in a Muslim country. International Journal of Consumer
Studies, 42(6), 687–703. https://doi.org/10.1111/ijcs.12466
Souiden, N., & Rani, M. (2015). Consumer attitudes and purchase intentions
toward Islamic banks: The influence of religiosity. International Journal of
Bank Marketing, 33(2), 143–161. https://doi.org/10.1108/IJBM-10-2013-
0115
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Swinyard, W., Kau, A.-K., & Phua, H.-Y. (2001). Happiness, Materialism, and
Religious Experience in the US AND SINGAPORE. Journal of Happiness
Studies, 2(1), 13–32. https://doi.org/10.1023/A:1011596515474
121
Taylor, V. A., Halstead, D., & Haynes, P. J. (2010). Consumer responses to
christian religious symbols in advertising. Journal of Advertising, 39(2), 79–
92. https://doi.org/10.2753/JOA0091-3367390206
Taylor, W. Paul (1975). Principles of Ethics: An Introduction
Tsai, Ming-Fang, & Chiou, Jiunn-Rong, Counterfeiting, enforcement and social
welfare, J Econ (2012) 107:1–21
Ullman, J. B., & Bentler, P. M. (2003). Structural Equation Modeling. Handbook
of Psychology.
Umar, H. (2013). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Rajawali.
Usmani, S., & Ejaz, A. (2020). Consumer Buying Attitudes towards Counterfeit
and Green Products: Application of Social Comparison Theory and
Materialism. South Asian Journal of Management Sciences, 14(1), 82–103.
https://doi.org/10.21621/sajms.2020141.05
USTR. (2019). Special 301 Report. (April).
Utama, S. P. (2019). ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT
KONSUMEN DALAM MEMBELI FILM BAJAKAN ( Studi Pada Masyarakat
Di Kota Malang ). 18(1), 24–31.
Utami, P. Widya. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Bepengaruh terhadap
Preferensi dan Perilaku Membeli Produk Bajakan.
Wight, J. B. (2015). Ethics in economics: a critical thinking approach. 1–20.
122
Wong, K. K. K.-K. (2013). 28/05 - Partial Least Squares Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin,
24(1), 1–32. Retrieved from http://marketing-
bulletin.massey.ac.nz/v24/mb_v24_t1_wong.pdf%5Cnhttp://www.researchg
ate.net/profile/Ken_Wong10/publication/268449353_Partial_Least_Squares_
Structural_Equation_Modeling_(PLS-
SEM)_Techniques_Using_SmartPLS/links/54773b1b0cf293e2da25e3f3.pdf
Yoo, B., & Lee, S. H. (2009). Buy genuine luxury fashion products or
counterfeits? Advances in Consumer Research, 36, 280–286.
Young, J. R. (2008). On the Web, a Textbook Proliferation of Piracy. Chronicle of
Higher Education, 54(44), 1.
Younus, S., Rasheed, F., & Zia, A. (2015). Identifying the Factors Affecting
Customer Purchase Intention, Global Journal of Management and Business
Research: A Administration and Management, 15(2), 2249-4588.
Yousaf, S., & Malik, M. S. (2013). Evaluating the influences of religiosity and
product involvement level on the consumers. Journal of Islamic Marketing,
4(2), 163–186. https://doi.org/10.1108/17590831311329296
Zhou, L., & Hui, M. K. (2003). Symbolic Value of Foreign Products in the
People‟s Republic of China. Journal of International Marketing, 11(2), 36–
58. https://doi.org/10.1509/jimk.11.2.36.20163
123
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH RELIGIOSITAS, ETIKA, DAN
ATTITUDE TERHADAP INTENSI KONSUMEN MUSLIM DALAM
MEMBELI PRODUK PALSU (STUDI PADA MUSLIM GEN Z DKI
JAKARTA)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT. Shalawat dan salam tak lupa kita hanturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.
Perkenalkan saya, Sahara Rizki Imania Mahasiswi Jurusan Ekonomi
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
kesempatan kali ini memohon kesediaan Saudara/Saudari untuk berkenan mengisi
kuesioner ini dalam rangka membantu saya dalam menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Religiositas, Etika, dan Attitude terhadap Intensi Konsumen
Muslim dalam Membeli Produk Palsu (Studi pada DKI Jakarta)” dengan kriteria
responden sebagai berikut:
1. Muslim
2. Berusia 16-24 tahun
3. Domisili DKI Jakarta
4. Pernah membeli produk palsu / bajakan / barang kw
Dalam pengisian kuesioner ini disarankan untuk membaca petunjuk umum
yang terdapat pada awal bagian dengan seksama sebelum menjawab pertanyaan
sesuai pendapat Saudara/Saudari. Identitas dan respon yang diberikan akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Atas
perhatian dan kesediaannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum
Wr.Wb.
Hormat Saya,
Sahara Rizki Imania
(Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
124
Lampiran 2
A. Pertanyaan Screening
Petunjuk :
Pilihlah jawaban yang menurut Anda tepat dengan memberikan tanda silang
(X) pada pilihan yang tersedia
1. Apakah Anda beragama Islam?
a. Ya
b. Tidak (stop sampai disini, terimakasih atas kesediaan Anda)
2. Apakah Anda berusia 16-24 tahun?
a. Ya
b. Tidak (stop sampai disini, terimakasih atas kesediaan Anda)
3. Apakah Anda berdomisili DKI Jakarta?
a. Ya
b. Tidak (stop sampai disini, terimakasih atas kesediaan Anda)
4. Apakah Anda pernah membeli produk palsu?
a. Ya
b. Tidak (stop sampai disini, terimakasih atas kesediaan Anda)
B. Profil Responden
1. Nama / Inisial : ...
2. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Usia
125
a. 16 tahun e. 20 tahun i. 24 tahun
b. 17 tahun f. 21 tahun
c. 18 tahun g. 22 tahun
d. 19 tahun h. 23 tahun
4. Domisili
a. Jakarta Selatan
b. Jakarta Barat
c. Jakarta Timur
d. Jakarta Pusat
e. Jakarta Utara
f. Kepulauan Seribu
5. Produk Palsu yang pernah dibeli.
a. Pakaian
b. Jam tangan
c. Buku
d. Software
e. Platform digital
f. Perhiasan
g. Dan lain lain
126
C. Pertanyaan Inti
Petunjuk Pengisian
Pilihlah jawaban paling tepat yang mewakili pendapat Anda mengenai
pernyataan terkait intensi membeli produk palsu dengan memberi tanda
centang (V) pada kolom di bawah ini.
Keterangan :
Angka 1 = Sangat Tidak Setuju Angka 2 = Tidak Setuju
Angka 3 = Ragu-ragu Angka 4 = Setuju
Angka 5 = Sangat Setuju
Bagian 1: Religiositas
No. Pernyataan 1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Ragu - ragu
4 Setuju
5 Sangat Setuju
1. X1.1.1 Saya takut membeli produk bajakan
atau palsu karna dapat merugikan
orang lain dan mendapat dosa dari
perbuatan tersebut. Saya takut
membeli produk bajakan atau palsu
karna dapat merugikan orang lain
dan mendapat dosa dari perbuatan
tersebut.
2. X1.1.2 Jika saya membeli produk palsu
maka saya melanggar hukum syariah.
3. X1.2.1 Saya tidak membeli produk palsu
karena saya ingin menerapkan nilai-
nilai agama saya dalam kehidupan sehari-hari.
4. X1.2.2 Saya mengetahui pengetahuan
dasar yang penting di dalam agama
saya, termasuk tentang membeli produk palsu.
127
Bagian 2: Etika
No. Pernyataan 1 Sangat
Tidak Setuju
2 Tidak
Setuju
3 Ragu -
ragu
4 Setuju
5 Sangat
Setuju
1. X2.1.1 Saya akan membeli produk palsu
yang saya suka dan tidak peduli
terhadap pendapat negatif dari teman atau anggota keluarga.
2. X2.1.2 Saya hanya membeli produk yang
saya rasa nyaman, baik palsu
ataupun tidak dan tidak pernah peduli dengan pendapat orang lain.
3. X2.1.3 Saya membeli produk palsu tergantung pada kondisi tempat, situasi, dan penerapannya.
4. X2.1.4 Menurut saya, standar moral bagi tiap individu terhadap aturan produk palsu itu berbeda-beda.
5. X2.1.5 Menurut saya, tindakan membeli
produk palsu sama seperti
kebohongan yang dapat
diperbolehkan atau tidak tergantung
pada situasi yang terjadi.
6. X2.2.1 Saya tidak membeli barang palsu karena dapat merugikan pihak lain yang tidak bersalah.
7. X2.2.2 Saya tidak membeli produk palsu karena bisa menimbulkan pendapat negatif dari orang lain.
5. X1.3.1 Saya merasa sedih, gelisah, dan
tidak tenang jika membeli produk
palsu karena bertentangan dengan iman saya.
6. X1.3.2 Saya berdoa dan meminta kepada
Allah agar saya dihindari dari
perilaku yang melanggar syariah, termasuk membeli produk palsu.
128
8. X2.2.3 Saya tidak ingin mengorbankan
kesejahteraan produsen original
demi membeli produk palsu yang saya inginkan.
9. X2.3.4 Saya tidak ingin membeli produk
palsu karena tidak ingin mendapat
risiko seperti cacat produk, kualitas yang tidak jelas, dll
Bagian 3: Attitude
No. Pernyataan 1 Sangat
Tidak Setuju
2 Tidak
Setuju
3 Ragu -
ragu
4 Setuju
5 Sangat
Setuju
1. X3.1.1 Saya membeli produk palsu jika
saya merasa produk asli dari produsen asli itu terlalu mahal.
2. X3.1.2 Saya membeli produk palsu jika saya tidak mampu membeli produk
dari produsen asli.
3. X3.1.3 Saya membeli produk palsu tanpa
keraguan jika ada kesempatan
untuk membeli produk palsu tersebut.
4. X3.1.4 Saya biasanya membeli produk palsu karena sulit membedakan antara yang palsu dan yang asli.
5. X3.2.1 Saya akan tetap membeli produk palsu bahkan jika saya masih mampu membeli produk asli
6. X3.2.2 Saya membeli produk palsu yang terlihat mewah untuk mengesankan orang lain terhadap barang yang saya miliki.
7. X3.2.3 Saya membanggakan produk palsu seolah-olah itu adalah produk merek asli.
129
Bagian 4: Intensi
No. Pernyataan 1
Sangat
Tidak
Setuju
2 Tidak
Setuju
3 Ragu -
ragu
4 Setuju
5 Sangat
Setuju
1. Y1.1 Adanya kemauan dalam diri untuk melakukan pembelian produk palsu
2. Y1.2 Tidak ada unsur keterpaksaan
ketika saya melakukan pembelian produk palsu.
3. Y3.3 Saya memiliki pengalaman menyenangkan ketika melakukan
pembelian produk palsu
130
Lampiran 2 : Data Primer dari google form ke excel
X 1 . 1 . 1
X 1 . 1 . 2
X 1 . 2 . 1
X 1 . 2 . 2
X 1 . 3 . 1
X 1 . 3 . 2
X 2 . 1 . 1
X 2 . 1 . 2
X 2 . 1 . 3
X 2 . 1 . 4
X 2 . 1 . 5
X 2 . 2 . 1
X 2 . 2 . 2
X 2 . 2 . 3
X 2 . 2 . 4
X 3 . 1 . 1
X 3 . 1 . 2
X 3 . 1 . 3
X 3 . 1 . 4
X 3 . 2 . 1
X 3 . 2 . 2
X 3 . 2 . 3
Y 1 . 1
Y 1 . 2
Y 1 . 3
5 4 3 4 5 3 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 5
4 5 4 4 4 5 3 3 5 4 3 4 4 4 5 5 4 3 3 2 2 2 3 4 4
4 3 4 4 3 3 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 5 5 5
5 5 5 5 5 5 3 3 3 3 3 5 5 5 5 4 4 2 4 1 1 1 1 3 2
4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 2 2 1 1 1 2 3 3
4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 3 4 3 2 4 4 2 2 1 1 1 3 4 3
4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 1 1 1 2 2 2
4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 3 3 3 3 5 5 2 2 1 1 1 4 3 2
4 4 4 4 4 4 2 2 2 3 3 4 4 4 4 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3
4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 5 4 5 2 2 2 3 2 4 4 4 4 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 5 5 2 1 1 1 1 2 4 4
4 4 4 3 2 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 5 5 4 3 2 2 2 2 2 2
4 4 3 5 3 5 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 3 5 3
4 4 4 4 4 4 2 3 2 4 3 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 5 5 5 3 3 3 3 4 4 3
5 3 4 3 3 5 1 2 2 4 4 4 4 5 5 2 2 2 4 1 1 1 2 3 3
5 3 3 2 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 5 4 4 3 3 3 3 2
5 5 5 5 5 5 3 1 1 3 1 4 4 5 4 1 4 1 4 1 1 1 1 3 1
3 3 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 3 2 2 3 4 4
3 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 2 2 2 3 3 3
3 3 3 3 3 3 2 1 3 5 3 3 5 5 5 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
3 3 3 3 3 3 2 1 3 5 3 3 5 5 5 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 5 5 5 4 5 3 3 4 5 4 5 4 4 4 3
3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 4 5 5 1 1 1 2 2 5 5 5 5 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1
4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 5 5 3 3 2 2 2 4 4 3
4 4 4 5 4 3 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 3 4 4 5 3 5 4 5 4
5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3
5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 3 1 1 3 4 3
5 5 5 5 5 4 2 3 3 3 4 4 5 5 5 1 3 1 3 1 1 1 3 4 3
131
4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 5 4 3 5 4 3 3 3 3 3
4 4 5 5 5 5 4 4 3 5 4 3 3 4 4 5 5 4 2 4 3 3 3 5 4
5 5 5 5 5 5 3 3 2 2 2 5 5 5 5 4 4 4 4 1 1 1 2 5 1
5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 1 3 3 4 5 4 5 5 5 4 5
4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4
3 3 3 4 3 4 4 4 5 5 4 3 3 3 3 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4
3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 3 3 3 3 3 5 5 4 4 4 3 3 4 5 5
3 3 3 3 5 5 5 5 5 5 3 3 3 2 4 4 3 3 4 3 1 1 2 4 3
4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 3 4 4 4
4 3 3 2 2 4 4 4 3 4 3 3 2 4 3 4 4 4 3 2 3 1 3 3 3
3 4 3 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 5 5 4 4 4
4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 2 2 2 4 4 5 5 4 2 2 4 5 4
4 3 3 4 3 3 4 5 5 5 4 3 3 3 4 5 5 4 3 2 2 2 3 4 3
2 2 3 5 3 5 5 5 5 5 3 2 5 5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 3 3 4 4 3 5 4 4 3 4 4 3 5 4 4 4 3 5 4 3 4 4 5 3
4 3 5 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 4 3 3 4 4 3
4 5 4 4 3 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 3 4 4 5 5 5 5 5
4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 3 5 4 5 5 4 4 3 3 2 3 3 2 4 3
3 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 3
5 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 4 2 4 4
5 5 5 5 5 5 2 2 2 2 2 5 5 5 5 4 4 2 3 1 2 2 3 3 1
5 5 5 5 5 5 1 2 3 5 1 2 2 1 2 2 1 3 2 2 3 3 1 2 1
5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 5 3 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 2 4 5 3 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 2 2 3 2 3 3 4 2 2
4 4 4 4 3 3 2 2 5 4 4 4 2 4 5 4 4 2 1 1 1 1 3 2 2
5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 2 5 4 2
5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 5 5 5 5 5 3 4 4 4 5 5 2 3 3 3
4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 1 5 1 1 2 2 4
5 3 4 4 5 5 3 3 2 3 3 4 4 5 5 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2
4 4 4 3 4 5 5 5 5 5 5 5 3 5 4 5 5 4 1 1 1 1 3 5 5
3 3 4 4 3 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3
5 5 5 5 5 4 2 2 5 5 5 5 5 5 5 2 2 2 1 1 1 1 2 4 2
5 5 4 4 4 3 2 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 2 2 2 2 2 3 4 4
3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 5 4 3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
4 3 4 3 3 3 4 4 4 5 3 4 3 3 4 5 5 4 3 2 3 3 4 4 4
4 3 2 3 4 4 3 2 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3
5 5 5 5 5 5 3 3 3 4 5 4 5 4 4 4 4 5 5 3 2 4 4 4 3
5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 4 3 4 5 5 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 4 3 4 5 5 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
132
5 4 4 4 4 4 3 3 4 5 3 5 4 3 3 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5 3 4 3 4 3 4 4 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4
4 4 4 4 3 5 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 4 2 1 2 2 2 4 4
5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 5 5 5 5 3 3 1 3 1 2 2 3 4 1
4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 5 5 3 2 2 2 2 4 4 3
5 3 3 5 2 3 3 5 3 5 5 3 2 4 4 4 5 3 4 2 1 1 3 3 4
4 4 3 5 3 5 3 3 4 2 2 3 3 4 3 4 2 2 4 1 1 1 2 4 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 3
4 4 4 4 3 4 5 5 4 5 5 4 2 2 2 4 5 4 1 5 4 4 5 5 5
3 4 4 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 5 3
5 5 5 4 5 5 1 3 1 4 5 5 5 5 5 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 5 4 5 3 3 5 4 4 3 4 4 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4
4 5 4 4 4 5 2 4 4 4 4 4 2 4 5 4 4 1 1 1 1 1 2 4 1
5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 3 5 5 4
4 4 4 3 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5
4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 3 4 3 4 4 5 5 3 3 2 2 2 4 4 3
3 4 4 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 5 3
4 4 3 3 3 4 2 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 2 2 4 2 3 2
3 4 3 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 5 5 4 4 4
3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 3 3 2 3 4 5 5 4 5 2 4 3 3 4 3
5 4 3 3 4 4 3 4 4 5 5 4 4 2 5 3 5 4 4 4 4 3 4 5 5
3 3 4 2 3 4 2 3 4 5 3 3 3 4 4 4 5 2 5 2 3 1 2 3 2
4 3 3 4 2 4 2 2 5 4 1 3 3 3 2 4 3 2 5 1 1 1 3 3 3
133
Lampiran 3: Presentase tiap pertanyaan pada kuesioner yang sudah di isi
responden (google form)
134
135
136
137
138
139
140
141
142
Top Related