PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME DARAH DAN
LISIS BUFFER SERTA KECEPATAN SENTRIFUGASI
TERHADAP KUALITAS PRODUK DNA PADA
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH)
SKRIPSI
KOKOM KOMALASARI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
KOKOM KOMALASARI. D14051702. 2009. Pengaruh Perbandingan Volume
Darah dan Lisis Buffer serta Kecepatan Sentrifugasi Terhadap Kualitas Produk
DNA pada Sapi Friesian Holstein (FH). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Endang Tri Margawati, M. Agr.Sc
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah molekul terkecil dari suatu sel
berbentuk untai panjang yang membawa informasi genetik dan mengontrol semua
fungsi seluler pada semua bentuk kehidupan. DNA diperoleh dengan cara ekstraksi
dari jaringan atau darah segar hewan. Terdapat berbagai metode ekstraksi DNA,
salah satunya adalah phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI) yang digunakan dalam
penelitian ini. Tujuan penelitian ini yaitu mencari perbandingan yang optimal antara
volume darah segar dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi untuk memperoleh
produk DNA yang berkualitas tinggi.
Materi penelitian berupa darah segar Friesian Holstein (FH) yang diperoleh
dengan cara penyedotan dengan jarum suntik (G18) dari pembuluh darah ekor sapi
yang dialirkan ke dalam tabung vacum berisi 15% EDTA, sebanyak ±5 ml per ekor.
Darah diperoleh dari 4 ekor sapi sesuai dengan jumlah ulangan (4). Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua
factor (3x2). Faktor pertama yaitu kombinasi volume darah dan lisis buffer (µl darah
: µl lisis buffer), terdapat 3 kombinasi, yaitu 100 : 800, 200 : 700, dan 300 : 600.
Faktor kedua yaitu kecepatan sentrifugasi (10.000 rpm dan 12.000 rpm). Dengan
demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali.
Data yang dikoleksi berupa konsentrasi DNA dan kemurnian DNA pada rasio OD
260/280 yang diukur dengan GeneQuant DNA calculator. Sementara kualitas DNA
dicek melalui gel agarose (1%) yang dialiri listrik 100 voltage selama 1 jam. Data
dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Perbedaan antara perlakuan diuji dengan
Tukey pada taraf perbedaan 5% (p<0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi volume darah dan lisis buffer
dengan dua kecepatan sentrifugasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi DNA. Konsentrasi DNA relatif lebih tinggi diperoleh pada perlakuan
perbandingan volume darah : lisis buffer (300µl : 600µl), konsentrasi DNA relatif
meningkat dengan meningkatnya volume darah. Tingkat kemurnian DNA yang
diperoleh rata-rata 1,3 (260/280), artinya DNA yang diperoleh masih terbawa bahan
kimia lain. Tingkat kemurnian yang optimal yaitu 1,8. Kualitas DNA pada hasil
elektroforesis menunjukan hasil berbanding lurus dengan konsentrasi DNA, dan
menunjukkan pita tunggal.
Kata-kata kunci : darah, ekstraksi DNA, phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI),
lisis buffer, kecepatan sentrifugasi
ABSTRACT
THE EFFECT OF BLOOD AND BUFFER LYSIS COMPOSITION AND
SPINNING SPEED ON DNA YIELDS OF Friesian Holstein (FH)
Komalasari, K., R. R. Noor and E. T. Margawati
Deoxyribonucleic Acid (DNA) is smallest part (molecule) of a cell in the form of a
long chain that carries genetic information and controlling all cellular functional in
all life form. The DNA can be obtained by extracting tissue or fresh whole blood of
animal. There are several methods of DNA extraction, one of which is phenol-
choroform-isoamyl alcohol (PCI) that used in this research. The aim of this research
was to determine the best combination of fresh blood and buffer lysis with two
differences of spinning speed on DNA quantity and quality. The fresh whole blood
of Friesian Holstein (FH) dairy cattle was collected using a vacuum tube
(vacutainer) containing 15% EDTA with a 18G needle to suck the blood of tail vena
with the amount of ±5 ml per head. A 3x2 factorial completely random design was
used. First factor was three combinations of fresh whole blood and buffer lysis
volume (µl), i.e., 100 : 800, 200 : 700, and 300 : 600. Second factor was spinning
speeds, i.e., 10.000 rpm and 12.000 rpm. There were 6 combination treatments used
in this research which replicated 4 times of each treatment. Data of DNA
concentration was collected by a GeneQuant DNA calculator at the 260 nm and 280
nm wave length of optical density (OD). The quality of DNA was obtained by
running the DNA through electrophoresis with 1% gel agarose and electricity flow of
100 voltage for an hour. The DNA purity was examined at OD 260/280 ratios. DNA
concentration and purity were analyzed by using ANOVA, the differences between
theatments were tested by tukey test at the level of 5% (p<0.05). The result showed
that there was no significant effect of combination of fresh blood and buffer lysis at
both spinning speeds (p>0.05). The highest DNA concentration was obtained from
the treatment of ratio of 300 µl blood and 600 µl buffer lysis. The DNA
concentration tended to increase with the increase of blood volume. The DNA purity
was obtained at the ratio of 1.3 (260/280) meaning that the DNA was a slighty
contaminated by the chemical used. A ratio of 1.8 is the optimal purity of DNA. The
DNA quality linearly correlated to DNA concentration and showed a single band.
Keywords: blood, DNA extraction, phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI),
buffer lysis, spinning speed
PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME DARAH DAN
LISIS BUFFER SERTA KECEPATAN SENTRIFUGASI
TERHADAP KUALITAS PRODUK DNA PADA
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH)
KOKOM KOMALASARI
D14051702
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME DARAH DAN
LISIS BUFFER SERTA KECEPATAN SENTRIFUGASI
TERHADAP KUALITAS PRODUK DNA PADA
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH)
Oleh
KOKOM KOMALASARI
D14051702
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Juni 2009
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc.
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Endang T. Margawati, M.Agr.Sc.
Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr.
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1986 di Pangkalan Boros,
Sumedang. Penulis anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wiharya
dan Ibu Uka. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri Boros,
Sumedang. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di
SLTP Negeri II Buahdua, Sumedang dan pendidikan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2005 di SMU Negeri I Cimalaka, Sumedang. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.
Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi Staf ahli divisi Unggas,
Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER),
Fakultas Peternakan (2006-2007), sekertaris umum Famm Al An’Am, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor (2007-2008), dan aktif pada berbagai kegiatan
kampus (2005-2008) serta pernah menjadi asisten mata kuliah Tingkah Laku dan
Kesejahteraan Ternak (2009).
Penulis aktif menulis beberapa karya ilmiah diantaranya Chicken Jelly Drink
sebagai Inovasi Minuman Instant Sumber Protein (2005), Pemanfaatan Telur Busuk
sebagai Bahan Peningkat Mutu Pupuk Organik Cair Berbahan Baku Effluent Biogas
(2006), Persilangan Puyuh dan Ayam (Puyam) (2007) dan Pengaruh Perbandingan
Volume Darah dan Lisis Buffer serta Kecepatan Sentrifugasi terhadap Kualitas
Produk DNA pada Sapi Friesian Holstein (FH). Penulis juga merupakan salah satu
penerima beasiswa BP POM tahun 2005-2007 dan beasiswa Gudang Garam 2007-
2009 serta memperoleh hibah dana dari Dikti dalam rangka mengikuti Program
Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) tahun 2006 dan Program Kreativitas
Mahasiswa-Ilmiah (PKM-I) tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaniirahim,
Alhamdulillah setelah disiapkan dalam waktu yang cukup singkat akhirnya
skripsi ini telah diselesaikan. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, rizki, dan nikmat iman dan islam yang
telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Volume Darah
dan Lisis Buffer serta Kecepatan Sentrifugasi terhadap Kualitas Produk DNA
pada Sapi Friensian Holstein (FH)”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan
ke junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Di samping itu
penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan satu sumbangan untuk kemajuan di
dunia peternakan, khususnya bioteknologi molekuler hewan.
Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Biologi Molekuler Hewan, Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI Cibinong pada bulan Februari-April 2009. Sampel
darah diambil dari sapi FH dengan jarum G-18 pada pembuluh halus di ekor
kemudian diekstraksi dengan metode phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI)
dengan modifikasi volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi yang
berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh dan mengetahui kombinasi
optimal antara volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi dalam
mengoptimalkan produk DNA yang dihasilkan.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa karya kecil
ini masih belum sempurna. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Sapi Fresian Holstein........................................................................... 3
Darah .................................................................................................... 3
Sejarah dan Perkembangan Teknologi DNA ....................................... 5
Perkembangan Penelitian DNA pada Hewan ...................................... 6
DNA (Deoxyribonucleic Acid) ............................................................. 7
Ekstraksi DNA ..................................................................................... 9
Phenol-Choroform-Isoamyl alkohol (PCl)........................................... 10
Penentuan Kuantitas DNA ................................................................... 10
Penentuan Kualitas DNA ..................................................................... 11
METODE ......................................................................................................... 12
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 12
Materi ................................................................................................... 12
Sampel dan Bahan .................................................................... 12
Peralatan ................................................................................... 12
Rancangan Statistik .............................................................................. 13
Analisis Data ............................................................................ 13
Prosedur ............................................................................................... 14
Koleksi Darah Segar................................................................. 14
Koleksi Darah Putih ................................................................. 14
Pemisahan Protein ................................................................... 14
Presipitasi dan Koleksi DNA ................................................... 14
Kuantifikasi DNA .................................................................... 15
Kualifikasi DNA ...................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 16
Kuantitas DNA ..................................................................................... 16
Konsentrasi DNA ..................................................................... 16
Rasio ......................................................................................... 17
Kualitas DNA ....................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 21
Kesimpulan .......................................................................................... 21
Saran..................................................................................................... 21
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23
LAMPIRAN ..................................................................................................... 26
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Pengaruh Perbandingan Volume Darah dan Lisis Buffer dengan
Kecepatan Sentrifugasi terhadap Konsentrasi DNA (Rataan ± SE) .. 16
2. Pengaruh Perbandingan Volume Darah dan Lisis Buffer dengan
Kecepatan Sentrifugasi terhadap Rasio OD 260/280 (Rataan ± SE) . 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Sel-sel dalam Darah Mamalia ............................................................ 4
2. Struktur Adenin, Guanin, Sitosin, Urasil, dan Timin ........................ 8
3. Hasil Pemotretan Elektroforesis dari DNA Marker (1 Kb dan Enam
Sampel DNA (T1-T6) ........................................................................ 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Prosedur Ekstraksi DNA Metode Sambrook et
al.,1989 .............................................................................................. 27
2. Reagent-reagent yang Digunakan untuk Ekstraksi DNA Metode
Phenol-Choroform-Isoamyl alkohol (PCI) ........................................ 29
3. Data Kuantifikasi DNA (Kosentrasi DNA, Rasio OD 260/280, 260
nm, dan 280 nm) ................................................................................ 31
4. Analisis Ragam Kosentrasi DNA terhadap Pengaruh Perbandingan
Volume Darah dan Lisis Buffer dengan Kecepatan Sentrifugasi
yang Berbeda ..................................................................................... 32
5. Analisis Ragam Rasio 260/280 DNA terhadap Pengaruh
Perbandingan Volume Darah dan Lisis Buffer dengan Kecepatan
Sentrifugasi yang Berbeda ................................................................. 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesenjangan yang cukup besar antara persediaan susu dan permintaan susu
menjadi masalah yang penting dalam penyediaan protein hewani bagi masyarakat
luas. Sampai saat ini permintaan susu semakin terus meningkat dengan
bertambahnya jumlah penduduk pada setiap tahunnya. Peternakan sapi merupakan
salah satu komponen subsektor peternakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan
sebagian masyarakat pedesaan dan memberikan perbaikan gizi bagi generasi
mendatang. Namun, rendahnya produktivitas sapi perah dibandingkan laju
kebutuhan, rentannya terhadap penyakit dan keterbatasan kemampuan peternakan
untuk memanajemen perusahaan menjadi suatu kendala untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Rataan produksi susu sapi Friesian Holstein (FH) di Indonesia sekitar 10
liter per hari per ekor (Sudono et al., 2003). Rendahnya produktivitas ini disebabkan
beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan, faktor genetik dan faktor interaksi
antara lingkungan dan genetik. Usaha-usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas sapi perah domestik.
Perbaikan mutu genetik sapi Friesian Holstein yang banyak dilakukan pada
saat ini adalah secara konvensional, yaitu berdasarkan seleksi morfologi. Namun,
cara ini belum memberikan hasil yang optimal karena disamping membutuhkan
waktu yang lama juga mengeluarkan biaya yang cukup besar. Menghadapi masalah
itu, perlu adanya terobosan baru yang dapat dilakukan untuk mempercepat proses
peningkatan mutu genetik adalah melalui teknologi DNA. Teknologi tersebut dapat
memberikan solusi lebih tepat melalui identifikasi gen-gen berasosiasi dengan sifat-
sifat bernilai ekonomi tinggi seperti tingginya produksi susu dapat diidentifikasi dan
ditelusuri pada sapi FH.
DNA (Deoxyribonucleic Acid) sebagai penyusun utama gen yang membawa
informasi genetik yang merupakan makromolekul yang menjadi pusat perhatian
dalam berbagai penelitian bioteknologi rekayasa DNA dan bioteknologi akhir-akhir
ini. DNA harus disiapkan dengan kualitas yang baik yaitu murni dan utuh serta
tersedia dalam jumlah yang cukup merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam keberhasilan berbagai penelitian bioteknologi tersebut. Selain itu, DNA yang
berkualitas baik dapat diperoleh dengan waktu dan biaya yang minimal merupakan
satu hal yang menarik dalam penelitian genetika molekuler.
Berdasarkan keperluan dan jumlah DNA yang diperlukan, maka banyak
prosedur-prosedur ekstraksi yang telah dilakukan dan dikembangkan dalam
menghasilkan DNA yang berkualitas tinggi. Setiap prosedur memiliki keunggulan
dan kelemahan tersendiri. DNA dapat diperoleh dari berbagai sumber umumnya
diperoleh dari daging, darah, dan organ-organ tubuh lainnya (Sambrook et al., 1989).
Darah merupakan sumber DNA yang sering dilakukan karena kemudahan dalam
koleksi sampel.
Ekstraksi DNA yang dilakukan pada studi ini berasal dari darah segar sapi
FH dengan menggunakan metode phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI) dengan
modifikasi komposisi volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi
yang berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh dan mengetahui efisiensi
kombinasi antara volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi dalam
mengoptimalkan produk DNA yang lebih baik untuk diaplikasikan pada penelitian
berikutnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi optimal antara volume
darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi terhadap kuantitas dan kualitas
produk DNA yang dihasilkan dari darah segar sapi Friesian Holstein.
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein
Sapi perah Friesian Holstein (FH) berasal dari Netherland, propinsi
Friesland, Belanda. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi perah tertua
kedua setelah Brown Swiss. Di Indonesia sapi FH sudah banyak dikembangkan
karena telah banyak disilangkan dengan sapi lokal. Hasil persilangan dikenal dengan
nama sapi Grati, sapi perah jenis baru yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Produksi susu sapi FH di Indonesia mencapai rata-rata 3.660 liter per laktasi dengan
bobot sapi dewasa mencapai ± 700 kg (Eko et al., 2009). Sedangkan menurut
Sudono et al. (2003) produksi rata-rata sapi FH 10 liter per ekor per hari atau ± 3.050
kg per laktasi.
Ciri-ciri yang paling menonjol pada sapi perah Friesian Holstein (FH) yaitu
warna tubuhnya memiliki dua warna, hitam dan putih atau merah dan putih. Sapi
perah Friesian Holstein (FH) menghasilkan produksi susu yang paling besar diantara
sapi perah yang lainnya (Tyler and Ensminger, 2006). Sedangkan menurut Santoso
(2008), ciri-ciri sapi Friesian Holstein (FH) yang baik adalah tubuh luas ke belakang
seperti gergaji, sistem dan bentuk perambingan baik dan puting simetris, efesiensi
pakan yang dialihkan untuk produksi susu tinggi, dan sifatnya baik dan bijak.
Kendala-kendala pengembangan sapi Friesian Holstein (FH) ada dua faktor
diantaranya, faktor teknis dan faktor pemerintah. Faktor teknis meliputi pemuliaan,
tata laksana pemberian pakan dan tata laksana pemeliharaan. Sedangkan faktor
pemerintah adalah dalam memperhatikan kegiatan persusuan, memelihara kebijakan
yang kondusif dengan memberikan fasilitas dan dana untuk mengembangkan
peternakan (Prahasta et al., 2008).
Darah
Darah tersusun atas plasma dan sel darah, sel darah terdiri dari eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (keeping darah). Plasma darah
mengandung sekitar 90 % air dan berbagai zat terlarut di dalamnya seperti, protein
plasma dan sari makanan (Isnaeni, 2006). Menurut Frandson (1992) volume darah
sapi 7,7 % dari berat badan dengan jumlah sel darah merah 7 juta/mm3
dan sel darah
putih 7-10 ribu/mm3. Sel darah merah lebih berat dari sel darah putih, dan kedua
jenis sel itu lebih berat dibandingkan plasma. Pembagian sel-sel darah mamalia
terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit digambarkan seperti Gambar 1
(Wardhani, 2008).
Gambar 1. Sel-sel dalam Darah Mamalia
Sel darah putih sangat berbeda dengan sel darah merah. Sel darah putih
memiliki bentuk yang khas terdiri dari nukleus, sitoplasma, organel dan bersifat
mampu bergerak pada keadaan tertentu. Sedangkan sel darah merah tidak berinti,
berbentuk cawan bikonkaf dan bersifat pasif (Dellman dan Brown, 1989). Dua
bentuk leukosit yang berbeda yaitu, granulosit yang memiliki butir khas dan jelas
dalam sitoplasma dan agranulosit yang tidak memiliki butir khas dalam sitoplasma.
Termasuk dalam bentuk granulosit diantaranya neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Sebaliknya yang termasuk agranulosit diantaranya monosit dan limfosit (Frandson,
1992).
Sejarah dan Perkembangan Teknologi DNA
Teknologi DNA rekombinan merupakan hasil dari sejumlah pemotongan
DNA dan penyambungan kembali potongan-potongan DNA tersebut. Masalah yang
berhubungan dengan bioteknologi dan perbaikan mutu genetik ternak yaitu pertama
mengidentifikasi gen-gen yang bermanfaat dan mengintroduksikannya ke dalam
genome ternak sehingga dapat diwariskan secara mantap dari generasi ke generasi
(Martojo, 1992). Menurut Susanti dan Ariani (2004) teknologi DNA rekombinan
atau rekayasa genetika merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memanipulasi
DNA suatu makhluk hidup tertentu guna memperoleh sifat-sifat tertentu dalam
organisme tersebut.
Tahun 1926 Muller, seorang Pelopor ilmu biologi molekuler mulai
mengenalkan peran gen. Dalam bukunya yang berjudul “The Gene as the Basis of
Life”, Muller menyatakan bahwa gen dapat dipandang sebagai sebuah atom biologis
yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk ciri-ciri fisiologis dan morfologis dari
bentuk-bentuk kehidupan (Hardjosubroto, 1999).
Perkembangan teknologi DNA rekombinan dimulai dari berbagai penemuan
dan penelitian oleh para ahli genetika melokuler. Penelitian Griffith yang menjadi
titik awal bagi penelitian 14 tahun untuk mencari identitas substansi pentransformasi
yang dilakukan oleh Avery. Avery memurnikan berbagai macam zat kimia dari
berbagai bakteri-bakteri patogenik yang telah dimatikan dengan panas, kemudian
mencoba mentransformasikan bakteri nonpatogenik hidup dengan setiap zat kimia,
hanya DNA yang mampu melakukan transformasi tersebut. Oleh karena itu tahun
1944, Avery dan koleganya mengumumkan bahwa agen pentransformasi tersebut
adalah DNA. berikutnya pada tahun 1952, Alfred Hershey dan Martha Chase
menemukan bahwa DNA merupakan materi genetik dari suatu fase yang dikenal T2.
Bukti lain oleh ahli biokimia Erwin Chargaff menganalisis komposisi basa DNA dari
sejumlah organisme yang berbeda diperoleh bahwa komposisi DNA dari setiap
spesies berbeda-beda dan menemukan keteraturan yang khas dalam rasio dari basa-
basa nukleotida (Campbell et al., 2002)
Penemuan struktur double heliks DNA oleh Watson dan Crick pada tahun
1953 yang mempermudah penelitian tentang fungsi dan mekanisme kerja DNA.
Penemuan-penemuan selanjutnya seperti nuklease restriksi, enzim yang dapat
memotong fragmen DNA, pada tahun 1962 adanya DNA ligase, enzim yang dapat
menyambung fragmen DNA yang telah dipotong. Tahun 1967 telah diletakkan dasar
bagi terbentuknya DNA rekombinan (Alberts et al., 1994). Selanjutnya, teknologi
rekombinan DNA semakin sempurna dengan ditemukan teknik perunutan DNA
(Sequencing) pertengahan 1970 yang dapat menentukan urutan fragmen DNA secara
cepat. Teknologi DNA berfungsi dalam studi ekspresi gen yang menguntungkan
seperti hormon, enzim pembentukan organisme transgenik dengan sifat unggul yang
lainnya (Nicholl, 1996).
Perkembangan teknologi DNA rekombinan berfungsi dalam studi ekspresi
gen, produksi protein yang sangat menguntungkan seperti hormon dan enzim, serta
pembentukan organisme transgenik (tumbuhan, hewan dan manusia). DNA
rekombinan juga bermanfaat untuk teknologi, kesehatan dan aplikasi yang lainnya
yang biasa dimanfaatkan (Nicholl, 1996).
Perkembangan Penelitian DNA pada Hewan
Tahun 1972, ketika Cohen, Berg, dan Boyer yang melakukan penelitian
bersama di Universitas Stanford berhasil menggabungkan gen dari seekor katak pada
bakteri (Djojosoebagio, 1996). Perkembangan selanjutnya dari DNA adalah
pembentukan hewan trasngenik, yaitu hewan yang telah mengalami rekayasa dalam
susunan DNA-nya melalui introduksi gen asing. Tahun 1981 Palmiter dan Brinster
berhasil memproduksi tikus transgenik, kemudian diikuti oleh Spradling dan Rublin
yang menghasilkan lalat buah transgenik. Pembentukan hewan transgenik pada
ternak domestik berhasil dilakukan pada penghujung tahun 1980 dan pada awal 1990
(Boyd dan Samid, 1993).
Keberhasilan manusia merekayasa ternak untuk digunakan sebagai ‘pabrik’
pengganda protein yang dibutuhkan oleh manusia, misalnya protein laktoperin yang
terdapat pada air susu ibu (ASI) telah berhasil diproduksi oleh sapi yang telah
direkayasa. Keberhasilan yang sangat memuaskan juga terjadi pada tikus sebagai
hewan transgenik pada tahun 1986 sebagai model untuk merekayasa ternak-ternak
lainnya. Contoh lain, kambing transgenik mampu memproduksi Tissue Plasminogen
Aktivator (TPA) secara luas untuk pengobatan penyakit jantung (Muladno, 2002).
Muladno (2002) menjelaskan kembali paling tidak, ada dua teknologi tinggi
dilibatkan dalam upaya manusia merekayasa ternak. Pertama, teknologi untuk
mengisolasi molekul DNA manusia yang member kode genetika untuk pembentuan
suatu protein. Kedua, teknologi untuk menyusun molekul DNA tersebut ke dalam
embrio ternak.
Bioteknologi Peternakan di Indonesia telah dirumuskan dalam lokakarya
Nasional I Bioleknologi peternakan tahun 1995, bahwa pengertian bioteknologi
peternakan dapat diartikan memanfaatkan proses biologi melalui rekayasa genetik
dan rekayasa proses untuk menghasilkan ternak dan produk ternak yang berkualitas.
Bioteknologi peternakan di Indonesia ruang lingkupnya meliputi: inseminasi buatan,
transfer embrio, dan rekayasa genetik (Saefuddin, 1996). Sedangkan Direktorat
Jendral Peternakan mendefinisikan bioteknologi peternakan sebagai pemanfaatan
proses biolgis melalui rakayasa genetika dan proses untuk menghasilkan ternak dan
produk peternakan yang berkualitas (Hardjosubroto, 1999).
DNA (Deoxyribonucleic Acid)
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bagian terkecil molekul dari suatu sel
berbentuk untai panjang yang membawa informasi genetik dan mengontrol semua
fungsi seluler pada semua bentuk kehidupan (Zaid et al., 1999). Gen disusun oleh
suatu substansi yang disebut dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid). Substansi DNA
terdiri dari dua untaian panjang terpilin yang membentuk double helix (seperti tangga
pilin). Setiap dua untaian DNA disusun oleh ribuan unit nukleotida. Setiap
nukleotida disusun oleh basa nitrogen, gula deoksiribosa (deoxyribose) dan asam
fosfat. Basa nitrogen dalam DNA ada empat macam yaitu adenine (A), guanine (G),
sitosin (C), dan timin (T). Sitosin selalu berpasangan dengan guanin dan adenin
selalu berpasang dengan timin (Noor, 2008). Struktur basa nitrogen yaitu adenin,
guanin, sitosin, urasil, dan timin Gambar 2 (Jusuf, 2001).
Muladno (2002) menjelaskan bahwa DNA terdapat pada semua makhluk
hidup mulai dari mikroorganisme sampai organisme tingkat tinggi seperti manusia,
hewan dan tumbuhan. DNA terdapat di dalam sel dan di dalam inti sel. DNA yang
terdapat di dalam sel dapat berupa DNA mitokondria, DNA kloroplast atau DNA
penyusun kromosom, sedangkan DNA yang terdapat dalam inti sel disebut juga
sebagai DNA inti. Sedangkan menurut Maclean (1987) DNA (Deoxyribonucleic
Acid) merupakan materi genetik yang ada di dalam semua organisme yang hidup.
Namun, ada beberapa virus yang materi genetiknya adalah RNA. Jumlah DNA
dalam sel berbeda-beda tiap organisme. Rentang jumlah DNA yaitu dari 4 x 106
pasang di dalam E. coli sampai kira-kira 109 pasang di dalam manusia.
Gambar 2. Struktur Adenin, Guanin, Sitosin, Urasil, dan Timin
Basa nitrogen menempel pada posisi karbon 1’ dari pentose, sedangkan gugus
phospat pada posisi karbon 3’ atau karbon 5’ dari pentose. Satu nukleotida dan
nukleotida lainnya dapat dibedakan pada basa nitrogennya. Serangkaian nukleotida
dapat terbentuk dengan mengikatkan gugus hidroksi pada karbon 3’ dari satu pentose
dan gugus phosphat pada gugus 5’ dari pentose sebelahnya. Struktur molekul DNA
terdiri atas dua rangkaian nukleotida yang tersusun secara linier. Kedua rangkaian
yang saling berikatan itu terbentuk seperti tali terpilin. Oleh karenanya molekul DNA
dikatakan double heliks atau heliks ganda (Alberts et al., 1994).
DNA dapat terdenaturasi oleh temperatur dan pH yang ekstrim. Denaturasi
ini dapat melepaskan ikatan double heliks seperti diantara ikatan hidrogen yang
saling melengkapi dapat terganggu. Denaturasi DNA dapat menyebabkan melting
dan dapat memisahkan untaian DNA (Sheeler dan Bianchi, 1987). Sifat kimia yang
dimiliki DNA heliks ganda yaitu kelenturan dan kestabilan. Kelenturan terdapat
dalam perpasangan kedua utasan yang pasangan basanya diikat oleh ikatan hidrogen.
Guanin
O
C C
C N
N
C
N
HC
N
H
A
H
NH2
HNH
C C
C N
N
C
N
HC
N
H
A
H
Adenin
HNH
C
HC
N
N
C
O
Sitosin
HC
H
O
C
HC
N
N
C
O
Urasil
HC
H
H
O
C
C
N
N
C
O
Timin
HC
H
H H3C
Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang lemah sehingga mudah lepas dan mudah
terbentuk kembali. Sehingga pasangan utas ganda DNA mudah terurai dan mudah
terbentuk kembali tanpa merusak ikatan polipeptidanya. Sifat ini sangat penting
karena DNA akan mengalami replikasi atau transkripsi. Sedangkan sifat kimia yang
stabil dilihat dari adanya pilinan utas ganda yang menempatkan pasangan basa pada
bagian dalam dan ikatan fosfat pada bagian luar. Molekul fosfat merupakan melekul
yang bersifat hidrofolik dan basa-basa merupakan molekul yang bersifat hidrofobik.
Sifat ini cukup memelihara kesetabilan DNA (Jusuf, 2001).
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA merupakan suatu langkah awal dalam teknologi DNA.
Molekul DNA ini harus diekstraksi dari asal usul tempatnya. Banyak molekuler
termasuk DNA bersifat labil dan mudah kehilangan aktifitas biologinya. Oleh karena
itu ekstraksi harus dilakukan dalam kondisi ringan yaitu dengan menggunakan
larutan encer dan menghindari kondisi pH, tekanan osmotik yang ekstrim dan suhu
tinggi (Murray, 1995). Proses ekstraksi DNA sel hewan biasanya diawali dengan
merusak dinding sel menggunakan proteinase-K, EDTA dan SDS, yang diikuti
ekstraksi menggunakan phenol (Sambrook et al., 1989). Senyawa-senyawa tersebut
akan merusak integrasi dinding sel secara kimiawi.
Cara ekstraksi DNA dari berbagai sumber berbeda namun pada prinsipnya
sama. Hanya ada beberapa modifikasi tertentu yang biasa dilakukan untuk
menghancurkan inhibitor yang ada di dalam masing-masing sumber. Isolasi DNA
dari organisme eukaryote biasanya dilakukan melalui penghancuran sel, pemisahan
protein dan RNA, dan pemurnian DNA. Secara kimiawi penghancuran sel dilakukan
dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (etilendiamin
tetraasetat) dan SDS (sodium dodesil sulfat). Fungsi dari EDTA adalah sebagai
perusak sel dengan cara mengikat ion magnesium sementara SDS berfungsi untuk
merusak membram sel (Muladno, 2002). Metode yang sering digunakan untuk
pengendapan DNA adalah etanol (Brown, 1996).
Metode-metode ekstraksi DNA yang biasa dilakukan diantaranya phenol-
choroform-isoamyl alcohol (PCI), hight salt method dan choroform iso amyl alcohol
(CIAA). Hight salt method hanya menggunakan NaCl jenuh untuk mengendapkan
materi pengotor, sedangkan phenol-choroform-isoamyl alcohol (PCI) selain
menggunakan NaCl konsentrasi tinggi juga mengunakan fenol dan iso amyl alcohol
(CIAA). Keuntungannya hight salt method tidak menggunakan bahan beracun atau
non-toksik ( Prasetyo, 2005).
Phenol-Choroform-Isoamyl alkohol (PCI)
Phenol-Choroform-Isoamyl alkohol (PCI) merupakan senyawa kimia yang
digunakan untuk mengekstraksi DNA yaitu untuk memisahkan protein dari asam
nukleat. Metode ini menguntungkan karena dapat mengdeproteinnasi secara efisien
karena penggunaan dua macam larutan yaitu fenol dan klorofrom yang lebih efektif
dalam mengendapkan protein dan menghambat aktifitas RNAase dibandingkan
dengan menggunakan satu larutan (Sambrook et al., 1989). Keunggulan lainnya yaitu
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk pemurnian DNA. Penambahan Phenol-
Choroform-isoamyl Alkohol (PCI) diharapkan akan menghasilkan DNA yang murni
dan tidak terkontaminasi oleh protein dan akan dihasilkan rasio Optimal Density
(OD) 260/280 yang berada diantara 1,8-2,0. Hasil yang terbaik untuk memperoleh
DNA, yaitu melakukan pencucian dua kali dengan menggunakan Phenol-Choroform-
isoamyl Alkohol (PCI) ( Khosravinia et al., 2007).
Penentuan Kuantitas DNA
Konsentrasi DNA diukur secara Sprektrofotometri dengan menggunakan
GeneQuant DNA calculator. Dasar teknik ini adalah DNA yang dapat menyerap
sinar ultraviolet dengan kuat pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan 280 nm
merupakan daerah serapan protein. Panjang gelombang dengan nilai serapan 1,0
(A260=1,0 ) setara dengan 50 mg DNA utas ganda per milliliter larutan. Oleh karena
itu, didapatkan bahwa konsentrasi DNA (µg/ml) diperoleh dari perkalian antara
faktor pengencer, faktor konversi (50 µg/ml) dan Absorbansi (A260). Tingkat
kemurnian DNA baik jika nilai rasio yang diperoleh adalah antara 1.8-2.0 (Sambrook
et al., 1989).
Muladno (2002) menyarankan apabila jumlah DNA yang dihasilkan terlalu
sedikit sehingga konsentrasinya tidak dapat diukur dengan alat spektrofotometer atau
DNA yang diperolah tidak terlalu murni, konsentrasi DNA dapat diestimasi dengan
melihat intensitas fluorescen yang dapat dipancarkan oleh etidium bromide.
Intensitas DNA standar yang telah diketahui jumlahnya dibandingkan dengan
intensitas DNA sampel, dengan asumsi jenis DNA standar harus sama dengan DNA
sampel. Rasio 260 nm dan 280 nm yang kurang dari 1.8 kemungkinan
terkontaminasi protein atau terkontaminasi oleh phenol. Rasio 260/280 nilainya 1.8
mengindikasikan murni untuk DNA dan 2.0 murni untuk RNA (Nicholl, 1996).
Rasio optical density (OD) menurut Montgomery and Sise (1990) apabila 260 nm
dan 280 nm berada di antara 1.8-2.0 menunjukkan bahwa proses deproteinasi pada
metode tersebut baik.
Penentuan Kualitas DNA
Elektroforesis adalah sutu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas
ukurannya. Elektroforesis menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sempel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat
digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul,
misalnya DNA yang bermuatan negatif (Triwibowo, 2008). Menurut Winarno dan
Agustinah (2007) elektroforesis adalah suatu cara pemisahan campuran dan beberapa
senyawa dengan melakukan suspensi ke dalam air dan kemudian diberikan aliran
listrik. Gel yang ditempatkan ke dalam sumur elektroforesis yang mengandung
larutan buffer dan dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH
netral akan bergerak kearah positif. DNA bergerak melalui gel pada kecepatan yang
berbeda tergantung ukurannya.
Muladno (2002) menyatakan hasil analisis DNA dapat dilihat melalui proses
elektroforesis. Komponen bahan kimia terpenting yang digunakan dalam proses
tersebut adalah gel. Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
Ukuran melekul DNA, konsentrasi agarose, konformasi DNA, voltase yang
digunakan, adanya etidium bromide di dalam gel dan komposisi larutan buffer.
Kualitas DNA dapat ditentukan oleh elektroforesis. Selain itu, elektroforesis dapat
digunakan untuk analisis protein (Alberts et al., 2002). Gel yang biasa digunakan
yaitu gel agarose dan gel poliakrilamida. Gel agarose untuk memisahkan fragmen-
fragmen DNA yang ukurannya mempunyai rentang ratusan hingga sekitar 20.000
pasangan basa. Gel poliakrilamida biasa digunakan untuk fragmen-fragmen DNA
yang lebih kecil (Old dan Primrose, 1989).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Biologi Molekuler Hewan, Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI Cibinong. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan
dari bulan Februari-April 2009.
Materi
Sampel dan Bahan
Sampel yang digunakan adalah darah segar sapi FH dari empat ekor sapi
yang berasal dari Laboratorium Lapang Hewan Pusat Bioteknologi-LIPI Cibinong.
Darah diambil dengan jarum G-18 pada pembuluh darah (vena) halus di ekor. Darah
dikoleksi langsung ke dalam tabung 10 ml mengandung 15 % EDTA (Etilendiamin
tetraaserat) sebagai antikoagulasi.
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA yaitu, 5 ml darah segar
sapi FH, 16,8 ml lisis buffer (1M Tris HCl pH 8, 5M NaCl, 5M EDTA dan 1 %
SDS), Proteinase-K (Progen) 0,48 ml, phenol-choroform-isoamyl alkohol (PCI)
(25:24:1) 14,4 ml, 3M NaOAc (Natrium Acetat) pH 5,2 sebanyak 0,72 ml, 12 ml
etanol 70 %, 14,4 ml etanol 96 % dan buffer TE pH 8 (1M Tris dan 0,5M EDTA)
1,2 ml.
Bahan-bahan yang digunakan untuk kuantifikasi DNA yaitu, DNA 5 µl tiap
sempel, TE buffer, H2O steril dan etanol 70 %.
Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis yaitu, DNA 35 µl, gel
agarose 1 % (Invitrogen ultra pure +M Agarose), TBE 1x, ethidium bromida, 14 µl
loading dye (1 ml G190A 24267202), 10,5µl marker DNA 1 kb (Biolabs ladder
N32325), alkohol, H2O dan film polaroid.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian diantaranya Jarum G-18 (B-D
Precision Glidetm
needle) , holder, venoject vacutainer cont EDTA 10 ml (Nesco),
sentrifugasi (HERME 2300 k), vortex (Barnstead Thermolyne), mikrotube 1.5 ml,
mikropipet (Biorad), autocolave, oven, pH meter (Thermo Orion), pengering pellet
(Savant), thermometer, GeneQuant DNA calculator (Amersham Biosciences),
refrigerator, elektroforesis (Biorad), ultraviolet light, dan timbangan analitik
(Precisa XT 120 A).
Rancangan Statistik
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (3x2)
dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu tiga kombinasi volume darah dan lisis buffer
(µl darah : µl lisis buffer), yaitu 100 : 800, 200 : 700, dan 300 : 600. Faktor kedua
yaitu kecepatan sentrifugasi, 10.000 rpm dan 12.000 rpm. Dengan demikian
penelitian ini melibatkan enam perlakuan (3x2), tiap perlakuan diulang empat kali.
Sebagai ulangan adalah sapi, sehingga penelitian ini menggunakan empat ekor sapi
dan jumlah sempel sebanyak 24. Model rancangan tersebut menurut Steel dan Torrie
(1991) adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εijk
Keterangan :
Yijk : Variabel respon akibat pengaruh komposisi lysis buffer ke-i dan taraf
kecepatan sentrifugasi ke-j pada ulangan ke-k
µ : Nilai tengah umum
Ai : Pengaruh komposisi lysis buffer level ke-i
Bj : Pengaruh kecepatan sentrifugasi levek ke-j
ABij : Pengaruh interaksi antara komposisi lsis buffer ke-i dengan kecepatan
sentrifugasi ke-j
Εij : Galat percobaan pada unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan
ke-ij
Analisis Data
Data berupa kuantitas dan kemurnian DNA yang diperoleh dari setiap
perlakuan akan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Sebelum dianalisis
data diuji kehomogenan, kenormalan dan kebebasan galat terlebih dahulu, apabila
data memenuhi uji asumsi maka data langsung dianalisis. Apabila data tidak
memenuhi asumsi maka data di transformasi. Perbedaan antar perlakuan akan diuji
dengan menggunakan Tukey pada taraf perbedaan 5 % (p<0,05).
Data berupa kualitas DNA yang diperoleh secara acak dari setiap perlakuan,
dibandingkan antar perlakuan dengan melihat kemunculan pita tunggal. Ukuran
DNA yang digunakan adalah 1kb Biolabs DNA Ladder N32325, hanya sebagai
kontrol ukuran berat molekul.
Prosedur
Metode ekstraksi DNA yang digunakan adalah modifikasi phenol-choroform-
isoamyl alcohol (PCI) menurut Sambrook et al. (1989) adalah sebagai berikut:
Koleksi Darah Segar
Koleksi darah diperoleh sebanyak 5-6 ml dalam tabung 10 ml yang berisi
EDTA sebagai antikoagulasi.
Koleksi Darah Putih
Koleksi darah putih dilakukan dengan menggunakan lysis buffer, komposisi
yang digunakan adalah perbandingan volume darah segar dengan lisis buffer yaitu
100 µl : 800 µl, 200 µl : 700 µl, dan 300 µl : 600µl. Komposisi darah dan lisis buffer
yang telah dicampurkan kemudian dihomogenkan. Selanjutnya dilakukan presipitasi
protein.
Penghilangan Protein
Darah yang telah homogen ditambahkan 20 µl proteinase-K, diinkubasi pada
suhu 56oC selama 1 jam setiap 20 menit tabung digoyangkan. Ke dalam larutan
tersebut ditambahkan 600 µl phenol-choroform-isoamyl alkohol (PCI) dengan
perbandingan (25:24:1), inkubasi kembali pada suhu -20 oC selama 30 menit. Setelah
itu, disentrifugasi sesuai perlakuan (10.000 rpm dan 12.000 rpm) selama 10 menit
pada suhu 10 0C.
Presipitasi dan Koleksi DNA
Lapisan yang paling atas (supernatan) setelah disentrifugasi dipindahkan ke
tabung baru, tambahkan 30 µl 3M NaOAc dan 600 µl etanol 96 % lalu goyangkan
dan inkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit. Larutan disentrifugasi sesuai
perlakuan (10.000 rpm dan 12.000 rpm) selama 10 menit pada suhu 10 0C.
Supernatan dibuang, pelet dicuci dengan 500 µl etanol 70 % dan disentrifugasi
kembali dengan kecepatan yang sama, supernatan dibuang. Pelet DNA dikeringkan
dengan vacum, kemudian dilarutkan dengan 50 µl TE buffer. DNA disimpan dalam
suhu -20 oC sebagai stok untuk kuantifikasi dan elektroforesis.
Kuantifikasi DNA
DNA terkoleksi dikalkulasi dengan mesin GeneQuant DNA calculator. Dasar
perhitungan kemurnian DNA tersebut dibandingkan pada panjang gelombang 260
nm dengan 280 nm. Mesin GeneQuant DNA calculator dinyalakan tunggu sinyal
sampai keluar instrument ready, tombol DNA ditekan dan dimasukan TE buffer
sebagai blanko, ditekan tombol set ref ditunggu sampai muncul pada layar niai 0,000
pada semua peubah. Sampel DNA yang telah diterapkan dalam kuvet sebanyak 5 µl,
kemudian tekan enter tunggu sampai nilai keluar. Nilai yang tertera pada layar yang
dicatat yaitu nilai konsentrasi (ng/µl), nilai absorbansi 260 nm, 280 nm dan nilai
rasio 260/280. Kuantifikasi dilanjutkan pada sampel berikutnya sebanyak 24 sampel.
Kualifikasi DNA
Gel agarosa 1% dilarutkan dalam TBE 1X (20 gram agarosa dan 200 ml TBE
1X) didihkan sampai larut, kemudian dibiarkan beberapa menit hingga suhunya turun
50-60 0C. Sisir elektroforesis dipasang di salah satu ujung baki, kemudian gel
agarosa dituangkan ke dalam baki cetakan, tunggu hingga gel mengeras, dimasukkan
ke dalam tanki elektroforesis yang telah diisi dengan larutan buffer TBE 1X. Masing-
masing 5 µl sampel dicampurkan dengan 2 µl loading dye. Sedangkan untuk DNA
Ladder digunakan ladder 1 kb sebanyak 1.5 µl yang dicampurkan dengan 2 µl
loading dye. Selanjutnya dimasukkan ke dalam sumur, dicatat nomor sumur dan
sampel DNA yang dimasukkan. Elektroforesis dijalankan dengan alir listrik 100
voltage, selama 60 menit, tekan tombol run. Setelah itu, gel direndam dalam larutan
ethidium bromide selama 30 menit. Cuci gel yang telah direndam ethidium bromide
pada air yang mengalir kemudian dilihat diatas UV illuminator, hasil visualisasi
difoto dengan film Polaroid. Pita yang dihasilkan konfirmasikan dengan konsentrasi
DNA yang dihasilkan dari mesin GeneQuant DNA calculator.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keperluan dasar penelitian di bidang biologi molekuler adalah adanya DNA
yang cukup. Oleh karenanya banyak metode ekstraksi DNA yang dilakukan untuk
memperoleh cara yang lebih efektif dalam menghasilkan DNA. Sampel yang
digunakan diperoleh dari darah segar sapi Friesian Holstein (FH) yang dikoleksi dari
Laboratorium Lapang Hewan Pusat Bioteknologi-LIPI Cibinong. Sampel tersebut
diekstraksi menggunakan metode Sambrook et al., (1989) yang telah dimodifikasi.
Indikasi keberhasilan ekstraksi DNA perlu diketahui kuantitas dan kualitas DNA
yang dihasilkan. Secara kuantitas bisa dilihat dari nilai konsentrasi DNA dan nilai
OD 260/280. Sedangkan secara kualitas bisa dilihat dari hasil elektroforesis dan
kemurnian DNA.
Kuantitas DNA
Konsentrasi DNA
Hasil Perhitungan konsentrasi DNA dengan GeneQuant DNA calculator dari
24 sampel tergantung dari volume darah yang digunakan. Semakin banyak volume
darah yang digunakan maka relatif semakin meningkat konsentrasi DNA yang
dihasilkan. Konsentrasi DNA yang diperoleh berkisar antara 84,200 ± 24 ng/µl-
151,550 ± 29 ng/µl. Volume darah 300 µl menghasilkan konsentrasi DNA yang
relatif lebih tinggi (151,550 ± 29 ng/µl) pada kecepatan sentrifugasi 10.000 rpm.
Demikian juga pada kecepatan sentrifugasi 12.000 rpm menghasilkan DNA yang
relatif tinggi pada volume darah 300 µl yaitu rata-rata 121,070 ± 26 ng/ul
dibandingkan dengan volume darah 100 µl dan 200 µl . Konsentrasi DNA darah sapi
segar Friesian Holstein FH secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel. 1 Pengaruh Perbandingan Volume Darah dan Lisis Buffer dengan
Kecepatan Sentrifugasi terhadap Konsentrasi DNA (Rataan ± SE)
Konsentrasi DNA (Rataan ± SE)
Kecepatan
sentrifugasi
Volume Darah(µl) : Lisis Buffer(µl)
100 : 800 200 : 700 300 : 600
………………………….ng/µl …………………………
10000 rpm 113,020 ±32 120,850 ±46 151,550 ±29
12000 rpm 94,574 ±27 84,200 ±24 121,070 ±26
Secara statistik konsentrasi DNA yang dihasilkan tidak berbeda nyata
(p>0,05) pada masing-masing kecepatan sentrifugasi. Hal ini menunjukkan nilai
konsentrasi DNA yang dihasilkan dari setiap perlakuan pada setiap kecepatan
sentrifugasi hampir sama. Hasil statistik tidak ada interaksi antara perbandingan
volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi yang berbeda terhadap
konsentrasi DNA yang dihasilkan. Namun, peningkatan konsentrasi DNA pada
perbandingan volume darah : lisis buffer (300 µl : 600 µl) pada kecepatan
sentrifugasi yang berbeda menunjukkan bahwa konsentrasi DNA yang dihasilkan
relatif meningkat berbanding terbalik dengan volume lisis buffer yang digunakan.
DNA terdapat di dalam inti sel, pada darah mamalia dewasa inti sel berada di
dalam sel darah putih (leukosit). Dellman dan Brown (1989) menyebutkan bahwa
eritrosit pada mamalia dewasa tidak berinti dan leukosit memiliki inti sel. Volume
darah yang digunakan lebih banyak menghasilkan leukosit yang lebih banyak dengan
demikian menghasilkan konsentrasi DNA yang relatif lebih tinggi. Kecepatan
sentrifugasi 10.000 rpm menghasilkan rata-rata konsentrasi DNA yang relatif lebih
tinggi dibandingkan pada kecepatan sentrifugasi 12.000 rpm. Sentrifugasi dilakukan
untuk memisahkan DNA dan komponen-komponen lain, tetapi kemungkinan DNA
dapat tercampur dengan komponen yang lain seperti protein, RNA, lipid, dan
polisakarida pada putaran sentrifugasi yang lebih cepat. Berdasarkan hasil ini
menunjukkan kecepatan dan lama sentrifugasi harus benar-benar diperhatikan.
Rasio DNA
Tingkat kemurnian DNA dapat ditentukan dengan cara menghitung rasio
antara nilai 260 nm dan 280 nm pada sampel DNA yang diukur melalui GeneQuant
DNA calculato. Nilai 260 merupakan nilai maksimal DNA dapat menyerap cahaya.
Nilai absorbansi pada panjang gelombang (A260) dapat digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi DNA juga. Sedangkan nilai 280 merupakan nilai
maksimal residu tirosin dapat menyerap cahaya. Nilai absorbansi pada panjang
gelombang (A280) dapat digunakan untuk indikasi kontaminasi protein (Muladno,
2002). Nilai OD 260/280 menunjukkan kualitas DNA (tingkat kemurnian), DNA
dikatakan murni apabila rasio kedua nilai tersebut berkisar antara 1,8-2,0
(Khosravinia dan Ramesha, 2006). Rasio OD 260/280 pada penelitian ini rata-rata
berkisar antara 1,152 ± 0,052 sampai 1,394 ± 0,140, menunjukkan tingkat kemurnian
DNA masih rendah. Rasio kurang dari 1,8 mengindikasikan adanya kontaminasi
protein dan phenol (Brown, 1996). Selain kontaminasi protein dan phenol, rasio
DNA yang kurang dari 1,7 disebabkan adanya kontaminasi bahan kimia lainnya
seperti Tris, EDTA, etanol, sodium asetat yang akan menyebabkan kontaminasi pada
sempel (Khosravinia et al., 2007). Hasil kemurnian DNA pada rasio 260/280
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Perbandingan Volume Darah dan Lisis Buffer dan
Kecepatan Sentrifugasi terhadap Rasio OD 260/280 (Rataan ± SE)
Rasio OD 260/280 (Rataan ± SE)
Kecepatan
sentrifugasi
Volume Darah(µl) : Lisis Buffer(µl)
100 : 800 200 : 700 300 : 600
10000 rpm 1,394
a ±0,140 1,371
a ±0,082 1,340
a ±0,033
12000 rpm 1,258b ±0,073 1,153
b ±0,120 1,152
b ±0,052
Keterangan : huruf superskrip berbeda dalam kolom yang sama, berbeda nyata
(p<0,05) dan huruf superskrip sama dalam baris yang sama, tidak
berbeda nyata (p>0,05).
SE : Standard Error
Secara statistik tidak ada interaksi antara perbandingan volume darah dan
lisis buffer dengan kecepatan sentrifugasi terhadap kemurnian DNA (p>0,05).
Kemurnian DNA juga tidak dipengaruhi oleh perbandingan volume darah dan lisis
buffer. Sedangkan kecepatan sentrifugasi dapat mempengaruhi tingkat kemurnian
DNA, dengan kecepatan 10.000 rpm telah mampu mengendapkan lebih banyak dan
mampu memisahkan molekul DNA dengan molekul yang lainnya. Sedangkan pada
kecepatan sentrifugasi 12.000 rpm diperkirakan putaran terlalu cepat sehingga DNA
kemungkinan dapat tercampur lagi dengan komponen yang lain. Kecepatan
sentrifugasi 10.000 rpm menghasilkan kemurnian DNA rata-rata (1,368) sedangkan
pada putaran 12.000 rpm menghasilkan kemurnian DNA rata-rata (1,187).
Tingkat kemurnian relatif tinggi diperoleh pada perbandingan volume darah
dan lisis buffer 100 µl : 800 µl dengan kecepatan sentrifugasi 10.000 rpm (1,394 ±
0,140) dan relatif rendah pada perbandingan 300 µl: 600 µl (1,153 ± 0,052). Dengan
dimikian, pada volume darah yang digunakan sedikit dengan penambahan lisis buffer
yang lebih banyak (100 µl : 800 µl) menghasilkan kemurnian yang relatif lebih
tinggi. Lisis buffer pada penelitian ini berfungsi untuk melisis sel. Komposisi lisis
buffer diantaranya EDTA dan SDS, EDTA untuk merusak dinding sel dengan cara
mengikat ion magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel
maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat.
Sedangkan SDS untuk merusak membran sel (Muladno, 2002). Penambahan lisis
buffer yang lebih besar (800 µl) diduga lebih efektif melisis sel darah merah pada
volume darah yang lebih sedikit (100 µl). Kemurnian DNA relatif menurun dari
perbandingan volume darah dan lisis buffer 100 µl : 800 µl, 200 µl : 700 µl, dan 300
µl : 600 µl.
Banyak faktor yang menyebabkan kemurnian pada penelitian ini masih
sedikit rendah. Selain terkontaminasi bahan kimia, sampel juga masih terdapat RNA
dan protein, sehingga hasilnya bukan DNA murni. Dalam meningkatkan kemurnian
DNA yang diperoleh masih harus dilakukan tahap pemurnian dengan cara pencucian
dengan beberapa kali dan penambahan PCI dua kali (Khosravinia et al., 2007).
Selain itu, ketelitian dalam bekerja merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan
karena dapat mempengaruhi kemurnian DNA yang dihasilkan juga.
Kualitas DNA
Kualitas DNA hasil ekstraksi bisa dilihat pada gel agarose 1% setelah
dielektroforesis pada 100 voltage selama 1 jam. Pengukuran panjang molekul DNA
diperlukan pengukur DNA yang disebut molecule weight dna marker (Muladno,
2002). Marker yang digunakan untuk membandingkan ukuran molekul DNA dalam
penelitian ini adalah berukuran 1 kb (kilobasa) DNA Ladder N32325. Ukuran DNA
sampel dapat diperkirakan dengan cara melihat posisi DNA terhadap DNA pengukur
yang memang sudah diketahui panjangnya. Namun, pengukuran seperti ini masih
bersifat perkiraan. Elektroforesis dalam penelitian ini tujuannya untuk melihat
ekspresi DNA dan melihat keberhasilan ekstraksi DNA yang dilakukan.
Ukuran dan kemurnian DNA menurut (Albert et al., 2002) dapat ditentukan
oleh elektroforsis. Satu sampel DNA diambil secara acak dari setiap perlakuan untuk
dielektroforesis. Gambar 3 menunjukkan DNA yang berasal dari darah segar sapi FH
berhasil diisolasi dengan baik, karena tidak ada pita-pita lainnya yang tampak di
bawah gambar pada setiap sampel (single band).
Perkiraan ukuran DNA pada keenam perlakuan (Gambar 3) lebih dari 1.000
pasang basa (pb) atau 1 kilobasa (kb). Besar kecilnya konsentrasi DNA dapat
ditunjukkan dengan tipis dan tebalnya pita DNA. Perbandingan darah dan lisis buffer
(100 µl : 800 µl) dan (300µl : 600 µl) dengan kecepatan sentrifugasi 10.000 rpm
menunjukkan ukuran molekul besar. Pita-pita pada perlakuan tersebut terlihat smear
memperlihatkan molekul DNA tidak turun ke bawah karena konsentrasi yang tinggi.
Perbandingan darah dan lisis buffer 100 µl : 800 µl adalah 108.7 ng/ul dan 300 µl :
600 µl adalah 200 ng/ul. Pita yang paling tipis ditunjukkan pada perbandingan darah
dan lisis buffer 100 µl : 800 µl pada kecepatan sentrifugasi 12.000 rpm dengan
konsentrasi DNA yang paling rendah (74,5 ng/µl).
M T1 T2 T3 T4 T5 T6
Gambar 3. Hasil Pemotretan Elektroforesis dari DNA Marker (M) I Kb dan
Enam Sempel DNA (T1-T6)
DNA bergerak melalui gel pada kecepatan yang berbeda tergantung ukuran
atau marker DNA. Molekul yang berukuran kecil dapat dengan mudah melewati gel
karena bergerak lebih cepat dibandingkan molekul yang besar. Faktor lain yang
menentukan keberhasilan elektroforesis adalah konsentrasi gel. Nicholl (1996)
menyatakan konsentrasi gel yang normal untuk elektroforesis yaitu antara 0.3-2.0%.
Molekul DNA yang tidak turun ke bawah dapat ditentukan juga karena konsentrasi
agarose terlalu tinggi. Migrasi molekul DNA yang berkonsentrasi rendah lebih cepat
dibandingkan dengan molekul yang bekonsentrasi tinggi (Muladno, 2002).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kombinasi perbandingan volume darah dan lisis buffer dengan kecepatan
sentrifugasi tidak mempengaruhi konsentrasi DNA
2. Konsentrasi DNA relatif tinggi diperoleh pada perlakuan yang menggunakan
darah paling banyak (300 ul). Konsentrasi DNA relatif tinggi sebanding dengan
banyaknya volume darah yang digunakan
3. Penambahan lisis buffer yang lebih banyak (800 µl) memberikan kemurnian
yang relatif lebih tinggi
4. Nilai kemurnian DNA rata-rata 1,3 masih sedikit terkontaminasi bahan-bahan
kimia lain
5. Kecepatan sentrifugasi 10.000 rpm dapat meningkatkan kemurnian DNA dan
menghasilkan konsentrasi DNA yang relatif lebih banyak
6. Berdasarkan elektroforesis ketebalan pita DNA berbanding lurus dengan
konsentrasi DNA
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan perbandingan darah dan
lisis buffer yang berbeda dengan penambahan PCI dan pencucian lebih dari satu
kali
2. Perlu dicoba Ekstraksi DNA dengan materi yang berbeda, seperti semen, bulu,
feses dan jaringan
3. Perlu dicoba dengan PCR DNA yang dihasilkan pada penelitian ini
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, dengan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad sebagai suri teladan kita.
Ayahanda, ibunda, dan teteh tercinta, terima kasih yang tak terhingga yang
senantiasa melimpahkan doa, nasehat, kasih sayang, motivasi dan kekuatan kepada
penulis untuk menjalani kehidupan hingga saat ini dan masa yang akan datang. Dede
lia dan dede engguh keponakanku yang selalu memberikan keceriaan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc dan Dr. Ir.
Endang T. Margawati, M. Agr.Sc selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan,
masukan dan arahannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi
ini hingga tahap akhir. Dr. Ir. Cece Sumantri M. Agr.Sc dan Dr. Ir. Nahrowi, MSc
penulis haturkan terima kasih selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku dosen akademik, Ir. Niken
Ulupi, MS dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi yang telah memberikan pengalaman
hidup selama perkuliahan, nasihat, masukan, arahan dan saran-sarannya akan selalu
penulis ingat.
Ucapan terima kasih, spesial penulis sampaikan kepada semua rekan-rekan
42, Sahabat-sahabatku Ayu (seperjuangan dalam penelitian), Heni, Uny, Oel, Tray,
Neng Ia, Hida, Ala, Ninu, Pipit, dan temen kos Bateng 23’ atas suasana kekeluargaan
dan kebersamaan yang telah diberikan sehingga selalu memberikan keceriaan.
Terima kasih kepada Prayogo Hadi dan keluarganya yang selalu memberikan kasih
sayang, motivasi, dan yang selalu ada di hati penulis.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademik
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2009
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B., A. Johnson., J. Lewis., M. Raff., K. Roberts dan P. Walter. 2002.
Molecular Biology of The Cell. Fourt Edition. Garland Science, a member of the
taylor and Francis Group 29 west 35th
, New York.
Alberts, B., D. Bray., J. Lewis., Raff., K. Robert dan J. D. Watson. 1994. Biologi
Molekuler Sel. Mengenal Sel. Edisi ke-2, Gramedia, Jakarta.
Boyd A. L. dan D. Samid. 1993. Molekuler biology of transgenic animals. Journal of
Animal Science. Vol. 71. Suppl. 3; 9-1.
Brown. 1996. Gene Cloning. An Introduction. third edition. Chapman dan Hall,
Boundrary Raw, London.
Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi. Edisi ke 5, Jilid 1.
Terjemahan: Rahayu. Erlangga, Jakarta.
Dellman, H. D dan E. M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I.
Terjemahan: R. Hartanto. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Djojosoebagio, S. 1996. Peningkatan Produktivitas melalui penerapan bioteknologi.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor.
Eko, T. S., M. E. Sawitri dan Murharlien. 2009. Budi Daya 22 Ternak Potensi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Frandson, R. D. 199. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan: Srigandono dan
Koen Praseno. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1999. Pengantar Genetika Hewan. Fakultas Peternakan Gadjah
Mada Yogyakarta. CV. Makmur, Yogyakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Jusuf, M. 2001. Genetika 1 Struktur dan Ekspresi Gen. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Khosravinia, H dan K. P. Ramesha. 2006. Influence of EDTA and magnesium on
DNA extraction from blood samples and specificity of polimerase chain
reaction. African Journal of Biotechnolody, Vol. 6(3), pp. 184-187.
Khosravinia, H., N. N. Murthy., D. T Parasad dan N. Pirany. 2007. Optimazing
factors influencing DNA extraction from fresh whole avian blood. African
Journal of Biotechnolody, Vol. 6(4), pp. 481-486.
Maclean, N. 1987. Macmillan Dictionary of Genetics and Cell Biology. The
Macmillan Press Ltd, London and Basingstoke.
Montgomery, G. W dan J. A. Sise. 1990. Enxtraction of DNA From Sheep White
Blood Cells. MAF Technology Moleculer Biology Unit. Departement of
Biochemistry. University of Otago, Dunedin, New Zealand. New Zealand
Journal of Agricultural Rsearch, Vol. 33-43.
Mortojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda dan UCC
Faundation, Bogor.
Murray, R.K. 1995. Biokimia Harper. Edisi ke-22. EGC penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Nicholl, D. S. T. 1996. An Introduction to Genetic Engineering. Cambridge
University Press.
Noor, R. R. 2008. Genetik Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Old, R.W dan S.B. Primrose. 1989. Prinsip-prinsip Manipulasi Gen. Blackwell
Scientific Publications, London.
Prahasta, A., H. Masturi., T. Dhalika. 2008. Budidaya Usaha Pengolahan Agrobisnis
Ternak Sapi. CV Pustaka Grafika, Bandung.
Prasetyo, A. 2005. Metode ekstraksi DNA identifikasi gen kappa kasein (k- kasein)
pada sapi fresian holstein (FH) di peternakan rakyat. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saefudin. 1996. Ternak transgenik dan pandangan genetika kuantitatif. Kumpulan
Makalah Ilmiah Hasiil Penelitian Bioteknologi. Pusat antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sheeler, P dan D. E. Bianchi. 1987. Cell and Molecular Biology. California State
University, Northridge.
Sambrook, J., E. F. Fritsch, dan T. Maniatis. 1989. Moleculer Cloning. A Laboratory
Manual. Cold Spring Harbour Lab. CSH, New York.
Santoso. 2008. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: B.
Sumantri. Gramedia, Jakarta.
Sudono., F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi secara Intensif. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Susanti, E. VH dan S. R. D. Ariani. 2004. Kloning gen penisilin v asilase dari
Bacillus sp bac4 melalui pembuatan pustaka genom. Biodiservitas. Vol (5). Hal
1-6.
Triwibowo, Y. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga, Jakarta.
Tyler, H. D dan M. E. Ensminger. 2006. Dairy Cattle Science. Pearson Prentice Hall,
Upper saddle River, New Jersey Columbus, Ohio.
Wardhani, S. 2008. Penyimpanan darah tali pusat prospek kebutuhan trend mimpi
bioteknologi. Program Master Graduate School of Phamaceutical Science,
Departement of Pharmacology, Tohoku university, Japan. http:
//www.beritaiptek.com [24 juni 2009].
Winarno dan W. Agustinah. 2007. Pengantar Bioteknologi. M-Brio Biotekindo
Press, Bogor.
Zaid, A., H. G. Hughes., E. Porceddu., dan F. W. Nicholas. 1999. Glossary of
Biotechnology and Genetic Engineering. Food and Agriculture Organization of
The United Natons. Rome, Italy.
L A M P I R A N
Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Ekstraksi DNA Metode Sambrook et al.,1989
a. Lisis sel darah merah dan penghilangan protein
Tambahkan 20 µl proteinase K
Sentrifugasi sesuai perlakuan selama 10
menit pada suhu 10 0C.
Inkubasi pada suhu -20 oC selama 30
menit
Tambahkan 600 µl PCI (25:24:2)
Inkubasi pada suhu 56oC selama 1 jam,
setiap 20 menit tabung digoyangkan
Darah dan lisis buffer dihomogenkan
b. Ekstraksi DNA
Lapisan yang paling atas pindahkan ke
tabung baru
Inkubasi pada suhu -20 oC selama
30 menit
Tambahkan 30 µl 3M NaOAc dan
600 µl etanol 96% dihomogenkan
Pelet dikeringkan dan tambahkan
50 µl TE buffer
DNA disimpan pada suhu -20oC sebagai
stok untuk kuantifikasi dan elektroforesis
Supernatan dibuang, pelet dicuci
dengan 500 µl etanol 70%
Sentrifugasi sesuai perlakuan
selama 10 menit pada suhu 10 0C.
Sentrifugasi sesuai perlakuan
selama 10 menit pada suhu 10 0C.
Lampiran 2. Reagent-reagent yang digunakan untuk ekstraksi DNA metode Phenol
Choroform-Isoamyl alkohol (PCI)
1. Lisis Buffer 50 ml
1M Tris HCl : 2,5 ml
5M NaCl : 10 ml
0,5 EDTA pH 8 : 2 µl
10 % SDS : 1 ml
Up to H2O : 50 ml
2. Proteinase K 20 mg/ml untuk 24 sempel tiap sempel 20 µl
Proteinase K : 13,4 mg
H2O destilasi : 666,6 µl
3. Phenol-Choroform-Isoamyl alkohol (PCI) 20 ml
Phenol : Choroform : Isoamyl alcohol
25 : 24 : 1
Phenol : 10 ml
Choroform : 9,6 ml
Isoamyl alcohol : 0,4 ml
4. 3M NaOAC 5 ml
3M NaOAC : 1,23045 gr
Up to H2O : 5 ml
5. TE Buffer pH 8 300 ml
1M Tris : 2,5 ml
0.5 EDTA : 50 ml
Mili Q : 247,5 ml
Autoclave
6. 1M Tris 50 ml
1M Tris : 6,057 gr
Up to H2O : 50 ml
7. TBE 1X 100 ml
Tris : 5,4 gr
Boric Acid : 2,75 gr
0.5 M EDTA : 2 ml
Up to H2O : 100 ml
8. Gel agarose 1 %
Agarose : 2 gr
TBE 1X : 200 ml
Lampiran 3. Data Kuantifikasi DNA (Konsentrasi DNA, Rasio OD 260/280, 260nm,
dan 280 nm)
No Perlakuan Konsentrasi ng/ml Rasio 260/280 260 nm 280 nm
1 T1S1 61,8 1,168 0,618 0,528
2 T1S2 203 1,133 2,03 1,792
3 T1S3 78,6 1,572 0,786 0,5
4 T1S4 108,7 1,704 1,087 0,638
5 T2S1 128,5 1,428 1,285 0,9
6 T2S2 109,7 1,154 1,097 0,951
7 T2S3 57,7 1,468 0,577 0,393
8 T2S4 187,5 1,433 1,875 1,308
9 T3S1 89,6 1,12 0,896 0,8
10 T3S2 59,6 1,469 0,598 0,407
11 T3S3 200 1,464 2 1,366
12 T3S4 257 1,308 2,57 1,965
13 T4S1 42,2 1,431 0,422 0,295
14 T4S2 74,5 1,061 0,745 0,702
15 T4S3 152,1 1,056 1,521 1,441
16 T4S4 109,5 1,484 1,095 0,738
17 T5S1 45,1 1,229 0,451 0,367
18 T5S2 27,1 1,168 0,271 0,232
19 T5S3 111,1 1,148 1,111 0,968
20 T5S4 153,5 1,067 1,535 1,439
21 T6S1 78,7 1,151 0,787 0,684
22 T6S2 170,1 1,112 1,701 1,53
23 T6S3 161,7 1,051 1,617 1,539
24 T6S4 73,8 1,297 0,738 0,569
Lampiran 4. Analisis Ragam Konsentrasi DNA terhadap Pengaruh Perbandingan
Volume Darah dan Lisis Buffer dengan Kecepatan Sentrifugasi yang
berbeda
Sumber Keragaman db JK KT F P
lisis buffer 2 5867 2934 0,74 0,491
sentrifugasi 1 4882 4882 1,23 0,282
lisis buffer*sentrifugasi 2 343 171 0,04 0,958
Error 18 71374 3965
Total 23 82466
S = 62,9699 R-Sq = 13,45% R-Sq(adj) =0,00%
Lampiran 5. Analisis Ragam Rasio OD 260/280 DNA terhadap Pengaruh
Perbandingan Volume Darah Lisis Buffer dengan Kecepatan
Sentrifugasi yang berbeda
Sumber Keragaman db JK KT F P
Lisis buffer 2 0,000854 0,000427 0,36 0,700
sentrifugasi 1 0,00693 0,006936 5,91 0,026
Lisis buffer*sentrifugasi 2 0,000283 0,000142 0,12 0,887
Error 18 0,021118 0,001173
Total 23 0.029191
S = 0,0342523 R-Sq = 27,66% R-Sq(adj) = 7,56%
Top Related