9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning
Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang terhadap proses belajar
dan mengajar. Sudut pandang dalam pembelajaran lebih bersifat teoretis untuk
mengungkapkan pemikiran-pemikiran guru dalam mewujudkan pembelajaran
yang berkualitas. Adapun pengertian pendekatan pembelajaran menurut (Hosnan,
2014:32), sebagai berikut:
(a) perspektif (sudut pandang : pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran; (b) suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran; (c) sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Hosnan menekankan bahwa pendekatan pembelajaran adalah sebuah
pondasi atau dasar dalam sebuah pembelajaran yang akan digunakan oleh guru
sebagai acuan untuk memilih model, metode dan teknik pembelajaran.
Pembelajaran itu harus dipandang sebagai proses yang bersifat dinamis. Dimana
sebuah proses itu ditandai dengan adanya interaksi (hubungan timbal balik) antara
guru dengan siswa, siswa dengan temannya atau siswa dengan sumber belajar
yang ada. Buku termasuk sumber belajar yang sangat diperlukan dalam mencapai
keberhasilan pembelajaran.
Sebagai pengelola pembelajaran, guru perlu menetapkan pendekatan apa
yang digunakan untuk ketercapaian tujuan pembelajaran. Pendekatan yang akan
digunakan harus disesuaikan dengan mata pelajaran atau materi yang akan
dipelajari dalam kelas. Dalam pendidikan terdapat pendekatan yang berorientasi
pada siswa (oriented student approach). Pendekatan ini menempatkan siswa
sebagai objek sekaligus subjek yang belajar. Oleh sebab itu pendekatan ini lebih
cocok diimplementasikan guru melalui pembelajaran.
10
2.1.1.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau
melatarbelakangi perumusan model mengajar dengan menerapkan karakteristik
yang ilmiah. Menurut Hosnan (2014:38) pengertian pendekatan ilmiah sebagai
berikut:
pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan model ilmiah. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini beda dengan pendekatan pembelajaran pada kurikulum sebelumnya.
Hosnan menekankan bahwa pendekatan pembelajaran ilmiah adalah
pendekatan yang berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah
yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses pendidikan yang
ilmiah. Pendekatan ini lebih menonjolkan sikap ilmiah dalam setiap
pembelajarannya dan sedikit berbeda dengan pendekatan pembelajaran pada
kurikulum sebelumnya yang yang menekankan pada pemahaman, kemampuan
atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat
sekitar.
“Pendekatan saintifik adalah belajar/mengajar sains dan teknologi dalam
konteks pengalaman manusia. Pandidikan sains pada hakekatnya merupakan
upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang fenomena
alam dan sosial meliputi produk dan proses” NSTA (National Science Teacher
Association). “pendekatan saintifik bercirikan penonjolan dimensi pengamatan,
penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran”
Sudarwan dalam Abdul Majid (2014:194).
Pendapat lain mengenai pengertian pembelajaran dengan pendekatan
saintifik datang dari Kurniasih (2014:29), sebagai berikut:
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
11
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Kurniasih menekankan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan
saintifik harus mengikutsertakan siswa secara aktif dalam setiap pembelajarannya
yang sudah dirancang guru sebelumnya. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa
dapat mengetahui konsep dasar dari materi yang sedang dipelajari sehingga
pengetahuan yang didapatkan siswa mereka dapatkan sendiri melalui proses
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Dari
berbagai kegiatan tersebut siswa dapat menyerap materi dengan baik.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian pendekatan
saintifik dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik adalah sebuah proses
pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan eksperimen, melalui proses
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data, dan menarik kesimpulan serta
keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berkarya.
Penerapan pendekatan saintifik dalam setiap pembelajaran melibatkan
proses mengamati, menalar, menanya, mencoba dan menyimpulkan. Dalam
pelaksanaannya bantuan guru sangat diperlukan. Tetapi, bantuan guru berlahan-
lahan berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa. Kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu
dari berbagai sumber melalui observasi dan tidak hanya diberi tahu oleh guru.
2.1.1.2 Kriteria Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik mempunyai beberapa kriteria yang harus diperhatikan
dengan seksama agar penggunaannya dalam setiap pembelajaran tidak salah
kaprah. Kriteria yang terdapat dalam Pendekatan Saintifik (Kemendikbud tahun
2013), sebagai berikut:
(1)substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
12
semata. (2) penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. (3) mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. (4) mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. (5) mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. (6) berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan; (7) tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Pendekatan saintifik mempunyai beberapa karakteristik dalam setiap
pembelajarannya di kelas, karakteristiknya menurut (Hosnan, 2014:36) sebagai
berikut:
(a) berpusat pada siswa; (b) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksikan konsep, hukum atau prinsip; (c) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa; (d) dapat mengembangkan karakter siswa.
Guru atau tenaga pendidikan harus benar-benar memahami kriteria dan
karakteristik pendekatan saintifik tersebut sebelum melaksanakan program belajar
mengajar di kelas menggunakan pendekatan saintifik. Dalam setiap poinnya
memberi makna yang penting untuk mendukung terlaksananya pembelajaran
menggunakan pendekatan saintifik.
Selain kriteria dan karakteristik, pendekatan saintifik juga mempunyai
beberapa prinsip dalam kegiatan pembelajarannya di kelas (Hosnan, 2014:37),
sebagai berikut:
(a) pembelajaran berpusat pada siswa; (b) pembelajaran membentuk student self concept; (c) pembelajaran terhindar dariverbalisme; (d) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasikan dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip; (e) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa; (f) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru; (g) memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; (h) adanya proses
13
validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksikan siswa dalam struktur kognitifnya.
2.1.1.3 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik mempunyai langkah-langkah dalam setiap
pelaksanaannya. Dari langkah-langkah tersebut harus dilaksanakan secara
sistematis. Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam setiap proses
pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang sekolah dilaksanakan
menggunakan pendekatan saintifik.
Langkah-langkah penerapan pendekatan saintifik yang lainnya meliputi
“pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta” Kurniasih (2014:38).
Sedikit berbeda dengan langkah-langkah yang sudah disebutkan
sebelumnya, dalam (Kemendikbud tahun 2013) menyebutkan 5 langkah dalam
pembelajaran dalam saintifik adalah sebagai berikut:
(1) mengamati, model mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu, memiliki kebermaknaan yang tinggi bagi siswa; (2) menanya, guru harus menginspirasi siswa untuk meningkatkan pengetahuan siswa dengan bertanya dan ketika guru menjawab pertanyaan siswa, saat itu pula guru mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik; (3) menalar adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan, disini guru dan siswa metupakan pelaku aktif; (4) mencoba, hasil belajar siswa harus nyata atau otentik, maka dari itu siswa harus mencoba atau eksperimen terutana untuk materi yang sesuai; (5) membentuk jejaring adalah kegiatan siswa untuk membentuk jejaring pada kelas. Guru berfungsi sebgai fasilitator tentang kegiatan ini.
Dari dua pendapat para ahli mengenai langkah-langkah pembelajaran dalam
saintifik di atas, peneliti cenderung mengacu pada langkah-langkah pembelajaran
dalam saintifik yang terdapat dalam Kemendikbud tahun 2013 bahwa langkah-
langkahnya meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk
jejaring.
Selain langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan saintifik, proses
pembelajarannya harus menyentuh 3 ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan
14
keterampilan. Ketiga ranah tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga
menghasilkan peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik, dan manusia yang mempunyai kecakapan dan pengetahuan
untuk hidup secara layak dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
2.1.2 Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar (bingkai
dari penerapan suatu pendekatan) dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian siswa
dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Sehingga strategi,
pendekatan, metode dan teknik hanyalah sebuah istilah dalam sebuah model
pembelajaran. Model pembelajaran juga bisa disebut dengan cara penyajian yang
digunakan guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ada beberapa model
pembelajaran yang terangkum adalam kurikulum 2013, yang akan dibahas adalah
model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning.
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran Discovery Learning merupakan sebuah proses belajar yang
menyajikan materi tidak dalam bentuk akhir. Discovery Learning juga sering
disebut belajar penemuan. “Discovery adalah proses mental ketika siswa
mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental,
misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan
sebagainya” (Dr. Hamdani, M.A, 2011:184). Hamdani menekankan bahwa
Discovery merupakan proses bercampurnya suatu konsep-konsep baru yang
sedang dipelajari oleh siswa melalui proses mengamati, menjelaskan,
mengelompokkan, membuat kesimpulan yang dilakukan siswa sendiri dengan
dibantu oleh guru.
Menurut Joolingen 1999:385) mengungkapkan pengertian Discovery
Learning sebagai berikut:
Discovery learning is seen as a promising way of learning for several reasons, the main being that the active involvement of the learner with the domain would result in a better structured base of knowledge in
15
the learner as opposed to more traditional ways of learning, where knowledge issaid to be merely transferred to the learner.
Dalam pengertiannya Joonlingen menekankan bahwa pembelajaran
penemuan dipandang sebagai cara untuk menjanjikan belajar dengan beberapa
alasan yaitu, siswa aktif dalam proses pembelajaran di kelas yang menghasilkan
pengetahuan yang didapat siswa lebih baik karena siswa mengalami sendiri dan
cara itu bertentangan dengan cara-cara pembelajaran yang tradisional, dimana
pengetahuan dikatakan hanya dipindahkan ke siswa.
“Model Discovery Learning atau model belajar penemuan juga disebut
‘proses pengalaman’ pengalaman adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa
dimana kelompok-kelompok siswa dibawa ke dalam suatu persoalan atau mencari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur
kelompok yang digariskan secara jelas” (Hamalik, 2011: 131-132). Hamalik
menekankan bahwa dalam Model Discovery Learning siswa belajar melalui
pengalaman yang mereka lakukan sendiri dalam kegiatan kelompok yang sudah
diberikan suatu persoalan yang harus diselesaikan dalam kelompok tersebut.
Selain menurut para ahli diatas, Pengertian Discovery menurut Sund dalam
Roestiyah (2008: 20), sebagai berikut:
Discovery adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, merencana, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan. Dalam teknis ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, Guru hanya membimbing serta memberi instruksi.
Sund menekankan bahwa dalam Discovery siswa mampu belajar melalui
pangalamannya sendiri melalui proses mengamati, merencana, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat
kesimpulan. Sedangkan peran guru hanya sebagai fasilitator dan memberikan
instruksi serta membiarkan siswa menemukan dan mengalami sendiri proses-
proses tersebut.
“Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan
16
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran” (Hosnan,
2014:280). Hosnan menekankan bahwa discovery merupakan suatu model
pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan suatu makna
dari apa yang dipelajari. Menurut Hosnan pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, siswa membangun pengetahuannya sendiri sedangkan guru
hanya membantu selama proses dengan cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan relevan untuk siswa. “Discovery Learning adalah
model belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik
kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman” (Bruner dalam
Hosnan, 2014:281). Bell (1978) dalam Hosnan (2014: 281) menyebutkan
pengertian Discovery Learning, sebagai berikut:
Discovery Learning adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi baru. Dalam Discovery Learning, siswa dapat membuat perkiraan, merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses deduktif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Bell menekankan Discovery Learning merupakan proses pembelajaran yang
menyajikan siswa untuk memanipulasi atau menggunakan benda seperti aslinya
yang membuat siswa dapat membuat perkiraan dari permasalahan yang sudah
diberikan oleh guru kemudian dapat membuat hipotesis dan menemukan
kebenaran melalui percobaan sehingga ditemukan suatu kesimpulan.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran penemuan (Discovery Learning) adalah suatu model konseptual
yang terstruktur berupa proses mental yang dilakukan sendiri oleh siswa melalui
pengamatan dan percobaan untuk memperoleh pengalaman baru yang lebih baik
dan bermakna sehingga pelajaran yang sudah dipelajari oleh siswa tidak akan
mudah dilupakan siswa serta untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Discovery Learning mempunyai beberapa tujuan jika
sebuah pembelajaran dilakukan menggunakan Discovery Learning. Tujuan
tersebut dikemukakan Bell dalam Hosnan (2014:284) sebagai berikut:
17
(a)alam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan; (b) melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan; (c) siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh infomasi yang bermanfaat dalam menemukan; (d) pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide yang lain; (e) terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna; (f) keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Dari tujuan yang sudah disebutkan, diharapkan guru benar-benar dapat
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning sesuai tujuan
pembelajaran. Guru juga harus merencanakan pembelajaran sedemikian rupa agar
pelajaran tersebut terpusat pada masalah yang tepat untuk diselidiki siswa. Selain
itu pemilihan mata pelajaran yang menggunakan model ini juga harus
dipertimbangkan.
2.1.2.2 Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran Discovery Learning mempunyai langkah-langkah yang harus
dilaksanakan secara sistematis. Adapun langkah-langkah Pembelajaran Discovery
Learning menurut Kemendikbud Tahun 2013, sebagai berikut:
(1) pemberian rangsangan, siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dengan mengajukan pertanyaan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri; (2) identifikasi masalah, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis; (3) pengumpulan data, siswa diminta untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis; (4) pengolahan data, kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi dll kemudian ditafsirkan; (5) pembuktian, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
18
hipotesis yang ditetapkan sebelumnya; (6) menarik kesimpulan; proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian yang sama.
Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning tidak hanya yang
terdapat dalam Kemendikbud Tahun 2013 saja. Ada pendapat dari Sanjaya yang
mengemukakan mengenai pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning.
Sedikit berbeda dengan langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning
sebelumnya, yakni melalui tahapan “(a) orientasi, (b) merumuskan masalah, (c)
mengajukan hipotesis, (d) mengumpulkan data, (e) menguji hipotesis, (f)
merumuskan kesimpulan” Sanjaya dalam Wardoyo (2013:68). Dari beberapa
pendapat tersebut peneliti cenderung setuju terhadap langkah-langkah
pembelajaran Discovery Learning yang terdapat dalam Kemendikbud tahun 2013.
Hal tersebut dikarenakan langkah-langkah pembelajarannya lebih sistematis
sesuai pendekatan saintifik.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning
Setiap model pembelajaran selalu mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Guru harus bisa memperkirakan waktu yang digunakan untuk menerapkan model
pembelajaran ini, sehingga waktu yang digunakan untuk satu pelajaran tidak
menyita jam pelajaran yang lain. Kelebihan dari Model Pembelajaran Discovery
Learning dalam Kemendikbud Tahun 2013, sebagai berikut:
(1)membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan‐keterampilan dan proses‐proses kognitif. (2) menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. (3) model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. (4) menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. (5) model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. (6) berpusat pada siswa dan guru berperan sama‐sama aktif mengeluarkan gagasan‐gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. (7) membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu‐raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. (8) siswa akan mengerti konsep dasar dan ide‐ide lebih baik. (9) membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar
19
yang baru. (10) meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. (11) dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan dari Model Pembelajaran Discovery Learning dalam
Kemendikbud Tahun 2013, sebagai berikut:
(1)model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep‐konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. (2) model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. (3) harapan‐harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara‐cara belajar yang lama. (4) pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. (5) tidak menyediakan kesempatan‐kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Dari kelemahan dan kelebihan yang sudah diuraikan diatas, maka guru
harus sebisa mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan kelemahan yang
muncul ketika menyajikan pembelajaran menggunakan Discovery Learning.
Selain itu guru harus pintar mengelola waktu dalam proses pembelajaran
berlangsung, jangan sampai waktu yang digunakan melebihi batas waktu yang
sudah ditentukan.
2.1.2.4 Sintak Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Discovery
Learning.
Berdasarkan langkah-langkah pendekatan saintifik dan langkah-langkah
Discovery learning di atas dapat dipadukan langkah-langkah pendekatan saintitifk
menggunakan model pembelajaran Discovery learning dalam kegiatan belajar
mengajar sebagai berikut: a) mengamati dalam langkah pendekatan saintifik
berkaitan dengan stimulus dalam langkah Discovery Learning. Dalam tahap ini
siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, guru dapat
menggunakan benda-benda sebagai alat bantu pemaparan sebuah masalah
tersebut. Siswa akan mengamati pemeparan permasalahan yang disampaikan oleh
20
guru yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu untuk menyelidiki
sendiri; b) menanya dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan
identifikasi masalah dalam langkah Discovery learning. Dalam tahap ini guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah-masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Setelah itu guru
mengajukan pertanyaan, sehingga siswa dapat merumuskan hipotesis atau
jawaban sementara atas pertanyaan masalah; c) menalar dalam langkah
pendekatan saintifik berkaitan pengumpulan data dan pengolahan data dalam
langkah Discovery Learning. Dalam tahap ini guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yag relevan dengan
permasalahan yang dihabas untuk membuktikan benar atau tidak hipotesis.
Setelah data yang dibutuhkan sudah cukup, kemudian data tersebut diolah atau
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Siswa dituntut untuk berpikir untuk
menafsirkan jawaban dari data-data yang sudah diperoleh; d) mencoba dalam
langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan pembuktian dalam langkah
Discovery Learning. Dalam tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Membuktikan benar tidaknya
hipotesis dapat dilakukan dengan percobaan yang sesuai dengan permasalahan; e)
membentuk jejaring dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan
menarik kesimpulan dalam langkah Discovery learning. Pada tahap ini siswa
menarik sebuah kesimpulan dari percobaan yang sudah dilakukan dan
mengkomunikasikan apa yang telah siswa pelajari.
2.1.2.5 Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning atau yang sering disebut PBL adalah sebuah
model pembelajaran yang menyajikan sebuah masalah dimana masalah tersebut
sudah dimanipulasi oleh guru. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan
masalah tersebut secara kelompok dengan berdiskusi. Pengertian PBL menurut
Tan dalam Rusman (2011:229) sebagai berikut:
Inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
21
mengasahkan, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Tan menekankan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang dapat
memotivasi siswa untuk berpikir dan mampu bekerja dalam kelompok sehingga
dapat membantu untuk saling memberikan pendapat dan berpikir untuk
memecahkan masalah. Ada juga yang mengatakan “Model PBL adalah salah satu
model pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pelajar
(siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-struructured,
atau open ended melalui stimulus dalam belajar” pengertian ini menurut Fogarty
dalam Ngalimun (2014:89). Dalam Ngalimun Fogarty menekankan PBL
merupakan model pembelajaran yang menyajikan pada siswa sebuah konfik atau
masalah yang bersifat terbuka sehingga untuk memecahkan masalah tersebut
dapat ditempuh dengan berbagai cara.
Selain itu ada yang menyebutkan bahwa “PBL adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata (autenik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan
bersifat terbuka sebagai konteks bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan
menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun
pengetahuan baru” Hosnan (2014:298). “problem based learning is one of
educational strategy that helps students build the reasoning and communication
for secces today” Menurut Duch et la dalam Wardoyo (2013:73). Duch et la
dalam Wardoyo menekankan bahwa PBL adalah salah satu strategi pembelajaran
yang membantu siswa untuk berpikir dan komunikasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi. PBL memberikan latihan-latihan dengan menyajikan
suatu permasalahan dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning adalah proses pembelajaran yang menyajikan sebuah masalah dimana
masalah tersebut dialami oleh siswa dikehidupan nyata. Selanjutnya siswa dituntut
untuk dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang diselesaikan secara
berkelompok, sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan baru dan
pembelajaran jadi lebih bermakna.
22
PBL juga mempunyai karakteristik yang harus diperhatikan oleh guru dalam
penerapannya didalam kelas. Ngalimun (2014:90) menyebutkan karakteristik-
karakteristik PBL sebagai berikut:
(1)belajar dimulai dengan suatu masalah; (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa; (3) menggorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplinilmu; (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; (5) menggunakan kelompok kecil, dan; (6)menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
2.1.2.6 Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai 5 langkah utama
yang harus dilakukan guru dalam kelas. 5 langkah tersebut menurut Hosnan
(2014:301) sebagai berikut:
(1)orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan maslah yang dipilih; (2) mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut; (3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sedikit berbeda dengan pelaksanann model pembelajaran PBL sebelumnya,
yakni yang diungkapkan oleh Wardoyo (2013:77) sebagai berikut:
pada awal pembelajaran dengan menggunakan model PBL siswa diberikan sebuah permasalahan (diberi skenario permasalahan), kemudian siswa memformulasikan (membuat) permasalahan dan menganalisis permasalahan dengan cara mengidentifikasi berbagai fakta yang berkaitan dengan skenario tersebut. Tahapan ini membantu siswa untuk membuat atau menyusun permasalahan. Kemudian tahapan selanjutnya dengan siswa mencari berbagai solusi atau
23
membuat hipotesis-hipotesis dari permasalahan tersebut. Langkah selanjutnya siswa menemukan jawaban atau menguji hipotesis yang telah mereka buat. Siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah mereka lakukan.
Dari dua langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Problem Based
Learning diatas, peneliti lebih setuju oleh pendapat Hosnan yakni apa yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Langkah-langkahnya lebih sistematis, mudah dipahami
dan tahap-tahapannya jauh lebih jelas. Selain itu guru juga dipermudah dengan
penjelasan apa yang harus dilakukan guru kepada siswanya.
2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based
Learning
Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan dari
segi penyajian ataupun penyediaan alokasi waktu, berikut kelebihan PBL menurut
Wulandari (2013:182), sebagai berikut:
kelebihan PBL adalah (a) pemecahan masalah dalam PBL cukup bagus untuk memahami isi pelajaran; (b) pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan kepada siswa; (c) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran; (d) membantu proses transfer siswa untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari; (e) membantu siswa mengembangkan pengetahuannya dan membantu siswa untuk bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri; (f) membantu siswa untuk memahami hakekat belajar sebagai cara berfikir bukan hanya sekedar mengerti pembelajaran oleh guru berdasarkan buku teks; (g) PBL menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan disukai siswa; (h) memungkinkan aplikasi dalam dunia nyata; (i) merangsang siswa untuk belajar secara kontu.
Selain kelebihan yang disudah disebutkan, ada pakar lain yang
menyebutkan kelebihan dan kelemahan PBL menurut Trianto (2012:96-97),
sebagai berikut:
kelebihan PBL adalah (1) realistic dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat inquiri siswa; (4) retensi konsep jadi kuat; (5) memupuk kemampuan problem solving; kelemahan PBL adalah (1) persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) sering terjadi miss-konsepsi; (4) komsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.
24
Dari kelemahan dan kelebihan yang sudah diuraikan diatas, maka guru
harus sebisa mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan kelemahan yang
muncul ketika menyajikan pembelajaran menggunakan Problem Based Learning.
Selain itu guru harus pintar mengelola waktu dalam proses pembelajaran
berlangsung, jangan sampai waktu yang digunakan melebihi batas waktu yang
sudah ditentukan.
2.1.2.8 Sintak Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Problem
Based Learning
Berdasarkan langkah-langkah pendekatan saintifik dan langkah-langkah
Problem Based Learning di atas dapat dipadukan langkah-langkah pendekatan
saintitifk menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: a) mengamati dalam langkah
pendektan saintifik berkaitan dengan orientasi siswa pada masalah dalam langkah
Problem Based Learning. Pada tahap ini guru memberikan sebuah permasalahan
dengan bantuan benda-benda atau multimedia yang diperlukan dan siswa diminta
untuk mengamati permasalahan yang dipaparkan oleh guru; b) menanya dalam
langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan mengorganisasi siswa untuk
menalar dalam Problem Based Learning. Pada tahap ini guru menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang
dibahas; c) menalar dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan
membimbing menyelidiki masalah secara individu atau kelompok dalam langkah
Problem Based Learning. Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan permasalahan; d) mencoba dalam
langkah pendekatan saintifik berkaitan mengembangkan dan menyajikan hasil
karya dalam langkah Problem Based Learning. Pada tahap ini guru membantu
merencanakan dan menyiapkan percobaab yang untuk menjawab permasalahan
yang diberikan oleh guru; e) jejaring dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan
dengan menganalisi dan mengevaluasi dalam langkah Problem Based Learning.
Pada tahap ini guru membantu siswa melakukan evaluasi terhadap penyelidikan
dan percobaan yang sudah dilakukan oleh siswa dengan menyampaikan hasil
percobaan siswa di depan kelas.
25
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan hal yang
paling utama. Dari proses belajar tersebut akan terjadi sebuah perubahan sebagai
hasil belajar. “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap, apresiasi dan keterampilan” (Suprijono, 2012:5). Suprijono
menekankan bahwa hasil belajar didapat dari tingkah laku, nilai-nilai pelajaran,
penguasaan pelajaran, sikap selama di sekolahan, sopan santu, respon positif yang
dilakukan indivisu dan keterampilan siswa yang dimiliki. Ada juga yang
mengatakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Kemampuan yang dimiliki siswa
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris” menurut (Sudjana,
2011:22).
Selain itu, “Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pengetahuan,
pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap” (Hamalik, 2004:30). “Hasil belajar
adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya” (Slameto, 2010:3).
Berdasarkan pernyataan beberapa para ahli tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah sebuah proses perubahan yang dialami siswa setelah
mengikuti proses belajar, dimana perubahan tersebut meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotoris yang berlansung secara berkesinambungan.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar seorang siswa dipengaruhi banyak faktor yang dapat dari dalam
diri siswa ataupun di lingkungan siswa. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Menurut Slameto (2010, 54-72), sebagai berikut:
(1) faktor internal, yaitu jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan kelelahan; (2) faktor eksternal, yaitu keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
26
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dalam diri siswa dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan (Sudjana, 2004:39).
Selain pendapat para ahli sebelumnya, ada pendapat menurut Sardiman (2012, 39-
47), sebagai berikut:
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktir intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Kaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasar dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
Dari pendapat beberapa para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa yang
meliputi kesehatan, cacat tubuh, mental, minat, kelelahan, perhatian, motif, dan
kematangan; faktor eksternal yang meliputi strategi pembelajaran yang digunakan
oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas, keluarga, relasi antar keluarga, dan
suasana rumah.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan
penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian.
Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya: penelitian yang
dilaksanakan oleh Javid Nama Ayu Laksmi (2012) dengan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Implementasi Model Discovery Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Dari hasil penelitian didapat dari kesimpulan bahwa implementasi model
Discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SDN
27
Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Terbukti pada uji
perbedaan rata-rata dengan Independent. Samples T Test didapat nilai t hitung
lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan melihat
signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05 maka terdapat
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Fitri Apriyani (2013) dengan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Terhadap Keterampilan Berpikir
Kreatif Siswa Pada Materi Sifat-sifat Cahaya”. Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
(Discovery Learning) dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir
kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V secara signifikan.
Terbukti dari hasil perhitungan uji dua rata-rata pretest dan posttest didapatkan
nilai P-value Sig (2-tailed) sebesar 0,000. Dimana 0,000 lebih kecil dari �=0,05
sehingg H0 ditolak.
Reni Sintawati (2014) dengan skripsi yang berjudul “Implementasi
Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMA Negeri 1 Jetis Bantul”. Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik model Discovery Learning
dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Jetis Bantul dapat membuat peserta
didik antusias dalam mengikuti pembelajaran, rasa ingin tahunya berkembang,
aktif, berpusat pada peserta didik, dan dapat mengembangkan kemampuan
berkomunikasi.
Ade Febriyanto Wigar (2012) dengan skripsi yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Dalam Pembelajaran
Matematika Pada Siswa Kelas V SD Semester II Desa Depok Tahun Pelajaran
2011/2012”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan efektivitas antara pembelajaran Matematika yang dilaksanakan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD semester II desa Depok tahun pelajaran
2011/2012. Terbukti hasil post test pada kelompok eksperimen dan kelompok
28
kontrol setelah dilakukan uji t menunjukkan signifikansi 0,0003 karena
signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Merinda Dian Prametasari (2012) dengan skripsi yang berjudul “Efektifitas
Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus Hasanudin Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning). Hail ini ditunjukkan dengan adanya
perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelas kontrol dak kelas eksperimen dengan
perolehan rata-rata nilai tes siswa kelas kontrol lebih rendah daripada reta-rata
nilai tes siswa kelas eksperimen, yaitu 74,53 < 83,38 dengan perbedaan rata-rata
(mean difference) sebesar 8,851. Perbedaan tersebut ditinjau dari
kesignifikansinya nampak t hitung > t tabel (3,201 > 1,674) dengan taraf
signifikansi diperoleh angka 0,002 < 0,05. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan
antara rata-rata
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka dibuatlah penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan
saintifik melalui model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based
Leraning. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dilihat
dari variabel model pembelajaran yang digunakan yaitu pendekatan saintifik
melalui model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Leraning,
penelitian ini melihat pengaruh pendekatan saintifik melalui model pembelajaran
Discovery Learning dan Problem Based Leraning terhadap hasil belajar siswa.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan
pendekatan saintifik melalui model pembelajaran Discovery Learning dan
Problem Based Leraning terhadap hasil belajar siswa di SD Negeri 01 dan 03
Gedong.
29
Tabel 1 Analisis Hasil Penelitian yang Relevan
No Nama Penulis Variabel X Variabel Y Kelas Hasil
1. Javid Nama Ayu Laksmi
Metode Pembelajaran
Discovery Learning
Hasil Belajar IPA
5 Berpengaruh
2. Fitri Apriyani Model
Discovery Learning
Hasil Belajar IPA dan
keterampilan berpikir kreatif
5 Berpengaruh
3. Reni Sintawati
Pendekatan Saintifik Model
Discovery Learning
Antusias dalam mengikuti
pembelajaran, rasa ingin tahunya
berkembang, aktif, berpusat pada peserta
didik, dan dapat mengembangkan
kemampuan berkomunikasi.
7 Berpengaruh
4. Ade
Febriyanto Wigar
Model Problem Based
Learning
Hasil Belajar Matematika
5 Berpengaruh
5. Merinda Dian Prametasari
Model Problem Based
Learning
Hasil Belajar IPA
5 Berpengaruh
2.3 Kerangka Pikir
Setiap pembelajaran mempunyai ciri dan pemahaman masing-masing,
begitupun dengan Matematika. Matematika mempunyai karakteristik yaitu objek
yang dipelajari bersifat abstrak. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar dimana
pola pikir mereka masih bersifat konkrit, maka untuk memahami suatu konsep
diperlukan pengalaman melalui objek yang nyata. Dalam pelaksanaannya,
matematika yang diharapkan dapat mengubah pola pikir dari yang konkrit ke
abstrak.
30
Masalah yang ada pada pembelajaran matematika adalah dimana
matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Dalam hal ini, dapat juga
disebabkan guru masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran, dan
dalam proses pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya
mendengarkan dan mencatat penjelasan guru atau karena minat belajar siswa yang
masih kurang serta faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yakni faktor
internal, yaitu jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan kelelahan; dan faktor
eksternal, yaitu keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang
kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas
rumah), masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman
bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Semua itu dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa di kelas. Seringkali pembelajaran yang terjadi di dalam kelas
hanyalah pengenalan konsep-konsep saja dan guru menjadi sumber utama dalam
pembelajaran. Selain itu, pembelajaran konvensional yang dilakukan secara terus
menerus akan membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami
materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah.
Mengatasi masalah tersebut dibuatlah model pembelajaran yang akan membuat
siswa lebih tertarik dengan pelajaran, dapat aktif dalam kelas sehingga
pembelajaran menjadi menyenangkan.
Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui model
pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Problem Based
Learning pada mata pelajaran matematika adalah alternatif yang dapat guru
gunakan dalam memberikan materi mengenai matematika. Model pembelajaran
Discovery Learning adalah model pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum
2013 yang menekankan siswa pada belajar penemuan melalui pengamatan dan
percobaan untuk memperoleh pengalaman baru yang lebih baik dan bermakna
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu dapat membantu siswa untuk
31
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif, menimbulkan
rasa senang pada siswa, dapat membantu siswa memperkuat konsep, dan siswa
dapat mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik, model pembelajaran
Discovery Learning ini sudah terbukti secara empiris dari penelitian-penelitian
yang terdahulu yang sudah diuraikan dalam kajian hasil penelitian yang relevan.
Model pembelajaran Problem Based Learning juga terdapat dalam kurikulum
2013, model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang
berpusat pada siswa dimana siswa dikondisikan untuk aktif memecahkan masalah
yang diberikan oleh guru dengan menggunakan gagasan yang mereka miliki
secara berkelompok. PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran, pemecahan
masalah yang berlangsung selama proses pembelajaran memberikan kepuasan
kepada siswa, dapat membantu proses transfer siswa memahami masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran Problem Based Learning ini sudah
terbukti secara empiris dari penelitian-penelitian yang terdahulu yang sudah
diuraikan dalam kajian hasil penelitian yang relevan. Dengan penerapan model
pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning diharapkan siswa
menjadi lebih terfokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil
belajar siswa meningkat, karena penyajian pembelajaran di kelas yang
menyenangkan dan siswa dapat berperan aktif dalam setiap pembelajarannya.
2.4. Hipotesis Penelitian
Diduga ada perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan pendekatan
saintifik melalui model pembelajaran Discovey Learning dengan model
pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar matematika pada
siswa kelas 3 SD Negeri Gedong 01 dan 03.
Top Related