JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 1
PENGARUH PENGGUNAAN MINERAL LEMPUNG TERHADAP LIMBAH
KACA SEBAGAI BAHAN KERAMIK
Basuki
Iwuryani Artinngsih
Abstrak
Mempelajari keramikisasi limbah kaca terhadap kuat tekan dan kemampuan serap. Telah dilakukan
penelitian pengaruh komposisi air keramikisasi limbah kaca terhadap karakteristik monolit keramik.
Penelitian dilakukan dengan cara mencampurkan kaolin, feldspar dan clay di dalam gelas beker kemudian
ditambahkan air serta dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang homogen. Adonan yang terjadi
kemudian dicetak dan selanjutnya dilakukan pemanasan sehingga akan terbentuk monolit keramik. Blok
monolit yang terjadi kemudian dilakukan uji kuat tekan dan uji kemampuan serap terhadap air. Komposisi
campuran lempung kaolin ,feldspar dalam adonan adalah 25% lempung, 25 % kaolin, 15 % feldspar.
Variable yang diteliti meliputi suhu pemanasan, jumlah air dan limbah kaca yang ditambahkan. Komposisi
limbah kaca divariasi dari 95 %, 90 %, 85 %, 80 %, 75 %, 70 %, dan 65 %. Komposisi air divariasi dari 4 %,
5 %, 6 %, 7 %, 8 % dan 9 %. Pemanasan divariasi dari 900 oC, 1000 oC dan 1100 oC yang ditambahkan 0 %,
0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 2,5 %. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu pemanasan sangat
berpengaruh terhadap karakteristik monolit keramik. Dari nilai kemudahan pengerjaan air pembentukan 7 %
lebih mudah dan hasil lebih baik. Dilihat dari densitas sampel , hasil cetakan air pembentukan maupun
pemanasan tidak ada keterpengaruhan secara signifikan. Untuk daya serap sampel , semakin tinggi
pemanasannya daya serapnya semakin rendah, sehingga suhu 900 oC komposisi limbah kaca 95 % titik lebur
sudah terlampaui, untuk suhu 1000 oC komposisi limbah kaca 95 % dan 90 % titik lebur sudah terlampaui,
untuk suhu 1100 oC komposisi limbah kaca 95 % dan 90 % dan 85 % titik lebur sudah terlampaui, adanya
titik lebur terlampaui, sampel akan melebur atau rusak. Disamping itu semakin besar komposisi limbah kaca,
kuat tekannya semakin rendah, yaitu pada komposisi limbah kaca 80% = 13.3362 N/mm2, sedangkan
komposisi limbah kaca 75%-65% adalah 41.3799 N.mm2 sampai dengan 45.5654 N/mm2.
Kata kunci: bahan mineral , limbah kaca, keramik
EFFECT OF CLAY MINERAL USAGE ON GLASS WASTE AS CERAMIC
MATERIAL
Abstract
Ceramicization of glass waste against pressure force and absorptive ability had been studied by research
of water composition of glass waste ceramicization on ceramic monolith characteristic. This research was
conducted by mixing kaolin, feldspar, and clay into beker glass then added with water and stirred till forming
homogenous mixture. Resulting mixture, then, was molded and furthermore heating as to form ceramic
monolith. Then, resulting monolith bloc was tested for pressure force and absorptive ability test for water.
Compositiond of clay, kaolin and feldspar mixtures were 25% clay, 25% kaolin, 15% feldspar. Researched
variables consisted of heating temperature, total water and added glass mixture. Composition of glass waste
varied from 95%, 90%, 85%, 80%, 75%, 70% and 65%. Composition of water varied from 4%, 5%, 6%, 7%,
and 9%. Heating varied from 900oC, 1000oC and 1100oC, the added was 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, 2.5%, the
results of research indicated that heating temperature highly affected characteristics of ceramic monolith.
From value of water operation ease, 7% formation was easier, results were better. Seen from sample density
of water molding results, formation and heating did not have significant effect. For sample absorptive force,
higher heating, sample-absorptive force was lower. So that, for temperature of 900oC, composition of 95%
glass waste, melting point had exceeded, for composition of 95% and 90% glass waste, melting point had
exceeded, for 1100oC temperature, composition of 95%, 90% and 85% glass waste, melting point had
exceeded, presence of melting point exceeding samples would be fused or destroyed, in addition, higher
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 2
composition of glass waste, pressure force was lower, namely, in 80% glass waste composition = 13.3362
N/mm2, whereas composition of 75%-65% glass waste was 41.3799 N.mm2 up to 45.5654 N/mm2.
Keywords : mineral materials , waste glass , ceramics
I. Latar Belakang
Limbah kaca dengan kadar silikat
tinggi dapat digunakan sebagai bahan
baku utama maupun lilitan dalam
industri gelas kaca, lampu, semen, tegel,
mosaic keramik fero silikon, silicon
carbonat bahan abrasit (ampelas dan
sand blasting) sedangkan sebagai bahan
ikuta, misalnya dalam industry cor,
industry perminyakan dan
pertambangan, bata tahan api (refraktori)
dan lain sebagainya. Kaca mengandung
silikat sekitar 90%, sehingga
dimungkinkan dapat dijadikan media
lekat.
A. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa jauh
komposisi limbah kaca dapat
dibuat monolit keramik dari
mineral lokal, ditinjau dari
karakteristik monolit.
2. Untuk mengetahui pengaruh suhu
pembakaran dan komposisi
limbah kaca yang akan diolah
terhadap kekuatan tekan dan
kemampuan serap air monolit
keramik dari campuran
lempung/clay, kaolin, dan
felspar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Keramik adalah semua benda yang
terbuat dari tanah liat/lempung yang
mengalami suatu proses pengerasan
dengan pembakaran suhu tinggi.
Pengertian keramik yang lebih luas dan
umum adalah ”bahan yang dibakar
tinggi” termasuk di dalamnya semen,
gips, metal dan lainnya. Keramik dapat
dibuat dengan menggunakan bahan dasar
dari campuran mineral lokal lempung,
kaolin, dan felspar. Ke-tiga bahan ini
pada perbandingan tertentu, kemudian
dipanaskan pada suhu minimum 700 0C
dan maksimum pada suhu 2000 0C maka
akan terjadi reaksi sederhana ataupun
reaksi kompleks, sehingga akan
terbentuk monolit keramik Bahan
mentah keramik digolongkan menjadi 5
yaitu: bahan pengikat seperti kaolin,
bahan pelebur seperti felspar, kapur,
bahan pengisi seperti silika, grog , bahan
tambahan seperti water glas dan bahan
mentah glasir (Razak, 1978).
Bahan mentah glasir adalah bahan
yang membuat lapisan gelas pada
permukaan benda keramik serelah
melalui proses pembakaran pada suhu
tertentu. Dalam proses
pembuatan/pembakaran keramik
membutuhkan energi pemanasan yang
cukup tinggi guna mencapai suhu
pembakaran yang diinginkan. Untuk
mencapai suhu bakar yang tinggi
bukanlah pekerjaan yang mudah,
sehingga perlu dilakukan usaha-usaha
guna menurunkan titik lebur dari
senyawa penyusun keramik tersebut.
(Astuti, 1997).
Pembuatan keramik, baik untuk
keramik tradisional ataupun keramik
canggih dilakukan dengan proses
kalsinasi pada suhu tinggi. Hal ini akan
melibatkan tahap sintering, yaitu suatu
cara memadat-kompakkan bubuk oksida,
karbida ataupun nitrida halus dengan
sintesis berbahan baku lempung, kaolin
dan felspar. Tahapan perubahan fisika,
kimia dan mineral dari lempung selama
proses pembakaran, pada prinsipnya
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: . (Hartono,
1993).
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 3
A. Tahap dehidrasi air higrokospis
Pada tahap ini, air higroskopis
biasanya akan menguap secara sempurna
bersama-sama asap bahan bakar yang
terbakar mulai saat pembakaran sampai
suhu 150 oC. Jumlah air yang menguap
sangat tergantung pada kehalusan butir
mineral kelembaban udara. Jumlah air
higroskopis yang ada ada dalam
lempung merupakan fungsi dari
kelembaban udara. Lempung
mempunyai tekanan uap tertentu,
sehingga banyak air yang terserap akan
tergantung dari dari kelembaban udara.
Tahapan ini sering disebut sebagai tahap
water smoking atau dehidrasi air
mekanis. Untuk pembakaran suhu
sampai dengan 800 oC, maka akan
terjadi dehidrasi air kristal atau reaksi
dekomposisi mineral, yaitu lepasnya air
terikat secara struktural didalam mineral.
Temperatur akhir dekomposisi tidak
sama antara mineral satu dengan mineral
lainnya. Dekomposisi kaolin terjadi pada
suhu 460 oC – 600 oC, Illite terjadi pada
suhu 420-520 oC, monmorillonite pada
suhu 140-510 oC. Reaksi kimia dehidrasi
dari lempung dapat ditulis :
Al2O3.2SiO2.2H2O Al2O3.2SiO2 + 2
H2O
2 Al2O3.2H2O 2 Al2O3.3SiO2 +SiO2
Produk dari reaksi dekomposisi ini
adalah zat padatnya yang merupakan
campuran komponen oksida. (Hartono,
1993).
B. Tahap oksidasi
Pada tahap ini, bahan organik
maupun anorganik yang ada dalam
mineral akan dioksidasi dengan adanya
udara pembakaran. Tahap oksidasi mulai
terjadi pada suhu 350 – 500 oC. Oksidasi
ini memegang peranan penting dalam
berbagai reaksi yang terlibat dalam
pembuatan keramik. Dengan terjadinya
oksidasi ini akan memungkinkan terjadi
perubahan ketidak murnian selama
proses pembakaran menjadi bentuk yang
mudah dihilangkan (misal senyawa
C,H,O memungkinkan berubah menjadi
bentuk gas), selain itu adanya oksidasi
senyawa besi menjadi bahan yang lebih
tahan api atau menjadi warna yang
dikehendaki. (Inchinose, 1987).
C. Tahap vitrifikasi
Pada tahap ini akan terjadi
pembentukan kristal pada suhu tinggi.
Kristalisasi merupakan reaksi dimana
oksida-oksida mengalami transformasi
atom membentuk senyawa-senyawa
kristalin. Reaksi kristalisasi mulai terjadi
pada suhu 850 oC sampai 1470 oC. Pada
suhu 850 oC – 1050 oC maka akan terjadi
reaksi eksotermal peruraian senyawa
alumina membentuk Mullite dan
Trydimite sesuai dengan reaksi :(3,4,5,6)
2 Al2O3.2 SiO2 2 Al2O3.SiO2 + SiO2 (3)
silicon spinel trydimite
2 Al2O3.SiO2 3 Al2O3 2SiO2 + SiO2 (4)
(mulite) (kristobalite
Pemanasan sampai dengan 1350 oC
maka mulai terjadi kristalisasi awal
mullite dan pada suhu 1470 oC maka akan
terjadi perubahan trydimite menjadi
kristobalile (SiO2) yang stabil. Pemanasan
yang selanjutnya akan terjadi
kesetimbangan antara mullite dan
kristobalite, dan bila dilanjutkan
pemanasan akan terjadi peleburan pada
2000 oC (Hartono, 1993).
Proses /pembakaran keramik
membutuhkan energi pemanasan yang
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 4
cukup tinggi guna mencapai suhu
pembakaran yang diinginkan. Untuk
mencapai suhu pembakaran yang tinggi
bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga
perlu dilakukan usaha-usaha guna
menurunkan titik lebur dari senyawa
penyusun keramik tersebut. Untuk tujuan
ini dan memperbaiki kualistas produk dan
mempermudah proses produksi maka
diperlukan bahan tambahan aditif yang
dapat berfungsi untuk memperbaikai sifat
pemuaian, keplastisan, mengurangi
jumlah air pencampur, memperbaiki
penggumpalan, mempercepat dan
memperlambat proses pengerasan. Jenis
bahan ini dapat berupa bahan organik
(misal resin sintetis) maupun bahan
anorganik (misal borak). Dalam penelitian
akan digunakan aditif sodium tetra borak
yang diharapkan akan mampu
menurunkan titik leleh pemanasan.
.(Hartono,1991).
III. METODE PENELITIAN
1. Membuat sampel dengan
komposisi air pembentukan
divariasi (limbah) kaca : mineral
dasar = 25 % :75% )
a. Disiapkan mineral dasar kaolin
42,75 gram, felspar = 17,81
gram dan clay = 10,68 gram
b. Mineral kaolin felspar dan clay
dimasukkan ke dalam gelas
beker ukuran 1000 ml
kemudian dicampur sampai
homogen, selanjutnya
ditambahkan limbah kaca =
213,75 gram sedikit demi
sedikit, sambil diaduk
ditambahkan air pembentukan
(aquades) 15 ml sedikit demi
sedikit, pengadukan diteruskan
sampai terbentuk adonan
mineral yang homogen.
c. Adonan mineral ditimbang
masing-masing 25 gram
(sebanyak 12) kemudian dicetak
dengan alat cerak yang terbuat
dari baja 80, dengan alat tekan
Poul Weber, setiap hasil
cetakan diberi tanda (kode).
d. Setelah diberi kode sampel
diukur dan dicatat berat,
diameter dan tingginya.
e. Dengan cara yang sama
pembuatan sampel dilakukan
untuk komposisi air
pembentukan 6 %, 7 %, 8
%dan 9 %, adapun berat limbah
kaca dan berat masing-masing
mineral seperti pada Tabel 4.1.
f. Masing-masing variasi
komposisi air pembentukan
(aquadest) dibagi tiga,
selanjutnya sampel dipanaskan
dengan furnace pada suhu 900 oC, 1000 oC dan 1100 oC.
g. Setelah pemanasan selesai
sampel diamati dan dicatat
berat, diameter dan tingginya,
selanjutnya sampel diuji tekan
dan uji serap.
h. Dari data dan pengamatan dapat
ditentukan densitas sampel,
kuat tekan dan uji serapnya.
2. Membuat sampel dengan komposisi
limbah kaca yang divariasi
a. Diambil mineral kaolin = 8,370
gram, felspar = 3,487 gram dan
clay = 2,09 gram dimasukkan
ke dalam gelas beker ukuran
1000 ml kemudian dicampur
sampai homogen.
b. Campuran mineral ditambahkan
limbah kaca = 265,05 gram
sedikit demi sedikit, campuran
dibuat sampai sampai homogen.
c. Campuran mineral dan limbah
kaca selanjutnya ditambahkan
air pembentukan yang terbaik
yang diperoleh dari percobaan
1, yaitu 7 % atau sebanyak 21
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 5
ml aquades, sedikit demi
sedikit sambil diaduk, sampai
terbentuk adonan yang
homogen.
d. Adonan mineral dan limbah
kaca ditimbang masing-masing
seberat = 25 gram (sebanyak
12) kemudian dicetak dengan
alat cerak yang terbuat dari baja
80, dengan alat tekan Poul
Weber, setiap hasil cetakan
diberi tanda (kode).
e. Setelah diberi kode sampel
diukur dan dicatat berat,
diameter dan tingginya.
f. Dari ukuran sampel dapat
ditentukan densitas sampel
g. Dengan cara yang sama
dilakukan untuk komposisi
limbah kaca 90 %, 85 %, 80 %,
75 %, 70 % dan 65 %. adapun
berat limbah kaca dan berat
masing-masing mineral seperti
pada Tabel 4.2
h. Masing-masing variasi
komposisi aquadest dibagi tiga,
selanjutnya sampel dipanaskan
dengan furnace dengan suhu
900 oC, 1000 oC dan 1100 oC.
i. Setelah pemanasan selesai
sampel diamati dan dicatat
berat, diameter dan tingginya,
selanjutnya sampel diuji tekan
dan uji serap.
j. Dari data dan pengamatan dapat
ditentukan kuat tekan dan uji
serapnya.
A. Pemanasan Sampel
1. Disiapkan sampel untuk variasi
limbah kaca dan aquades masing-
masing sebanyak 4 buah.
2. Sampel ditata pada ruang bakar
furnace dengan urutan tertentu dan
dicatat urutanya.
3. Furnace diset untuk pemanasan
900 oC
4. Setelah pemanasan selesai alat
dimatikan
5. Pengeluaran sampel dilakukan bila
suhu furnace sudah turun hingga
50 oC
6. Setelah sampel dikeluarkan diukur
dan dicatat berat, diameter dan
tingginya, dari ukuran sampel
dapat ditentukan densitas sampel.
7. Dengan cara yang sama dilakukan
untuk suhu furnace 1000 oC dan
1100 oC.
B. Pengujian sampel
Uji tekan dengan alat uji tekan Poul
Weber
1. Sampel diletakkan diatas piston
bawah alat uji tekan Poul Weber
pada posisi ditengah-tengan piston.
2. Piston atas alat uji tekan Poul
Weber diturunkan sampai
menekan sampel.
3. Pompa hidroulik ditutup kemudian
piston bawah alat uji tekan Poul
Weber dinaikkan dengan hidroulik,
diamati dan dicatat berapa skala
penunjuk kuat tekan pada saat
sampel pecah.
4. Dengan cara yang sama intuk
pengujian selanjutnya.
5. Kemudian dihitung kuat tekan
dengan kuat tekan yang diterima
dibagi luas permukaan sampel
6. Untuk menentukan kuat tekan blok
monolit keramik dipakai rumus
sbb :
A
KNK
)(
K= kuat tekan(N/cm2) A = luas
permukaan yang dikenai beban(cm2)
KN= tekanan yang mengenai sampel
hingga pecah(N)
C. Uji serap
1. Disiapkan wadah uji volume 1
liter, dimasukkan air uji dengan
volume air minimal 10 x luas
permukaan.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 6
2. Sampel dimasukkan kedalam
wadah uji dengan posisi berdiri,
kemudian ditambahkan air
aquadest sampai volume aquades
mencapai 10 kali luasan
permukaan sampel dan diperam
selama minimal 24 jam.
3. Setelah waktu pemeraman
dianggap cukup sampel diambil
dibuat kering permukaan dan
ditimbang.
4. Dari data pengamatan dapat
dihitung daya serapnya memakai
rumus
%100)(
xBa
BaBpDs
Keterangan
Ds = daya serap
Bp = berat setelah diuji
Ba = berat awal sebelum diuji
berat setelah perlakuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari percobaan dan pengamatan
diperoleh data disajikan pada Tabel
4.1, Tabel 4.2 Tabel 4.3, dan Tabel
4.4 serta Gambar 4.1, Gambar 4.
2, Gambar 4. 3, Gambar 4.4, Gambar
4.5 dan Gambar 4.6.
Tabel 4.1 Kebutuhan Pembuatan Adonan Dengan Berat Air Pembentukan Yang
Bervariasi ( Berat Mineral Dasar/Limbah Kaca = 25 % / 75 %)
Variasi air/
(L+M)
Berat limbah
+Mineral
(gr)
Berat
air (gr)
Berat
Limbah
Kaca (gr)
Berat
Mineral
(gr)
Berat
Kaolin
(gr)
Berat
Felspar
(gr)
Berat
Clay
(gr)
5 / 96 285 15 213,75 71,25 42,75 17,81 10,68
6 / 94 282 18 211,50 70,50 42,30 17,62 10,57
7 / 93 279 21 209,25 69,75 41,85 17,43 10,46
8 / 92 276 24 207,00 69,00 41,40 17,25 10,35
9 / 91 273 27 204,75 68,25 40,95 17,06 10,23
Sumber: Data Primer, 2015
Keterangan : L = limbah kaca
M = mineral campuran
Tabel 4.2 Kebutuhan Pembuatan Adonan Dengan Limbah Kaca Yang Bervariasi.
Kaolin = 60 %, Felspar = 25 % Dan Clay = 15 %
Dan Komposisi Aquades 7 %
Variasi
M/L
Berat
limbah
+Mineral
(gr)
Berat
air(gr)
Berat
kaca
Limbah(gr)
Berat
Mineral(
gr)
Bearta
Kaolin(g
r)
Berat
Felspar
(gr)
Berat
Clay (gr)
5 /
95 279
21
265,05
13,9
5 8,37 3,4875 2,09
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 7
10 /
90 279
21
251,10 27,9 16,74 6,975 4,18
15 /85
279
21
237,15
41,8
5 25,11 10,46 6,27
20 /
80 279
21
223,20 55,8 33,48 13,95 8,37
25 /
75 279
21
209,25
69,7
5 41,85 17,43 10,46
30 /
70 279
21
195,30 83,7 50,22 20,92 12,55
35 /
65 279
21
181,35
97,6
5 58,59 24,41 14,64
Sumber: Data Primer, 2015
Keterangan : L = limbah kaca
M = mineral campuran
Tabel 4.3 Densitas, Daya Serap Dan Kuat Tekan Sampel Dengan Komposisi Air
Pembentukan Dan Pemanasan Yang Bervariasi , Komposisi Limbah Kaca =75% Dan
Limbah Mineral = 25 % (( Kaolin = 60 %, Felspar = 25 % Dan Clay = 15 % )
Komposisi
Ap(%) (gr/cm2)
Awal
sampel
Pemanasan 900 oC Pemanasan 1000 oC Pemanasan 1100 oC
(gr/cm2)
Ds
(%)
KT
(N/mm2)
(gr/cm2)
Ds
(%)
KT
(N/mm2)
(gr/cm2)
Ds
(%)
KT
(N/mm2)
5 2,0162 2,0196 4,314 39,855 2,0231 5,027 42,231 2,1503 0,284 45,977
6 2,0023 2,0225 4,334 39,889 2,0458 3,003 43,342 2,1354 0,265 44,828
7 2,0141 2,0451 4,334 41,882 2,0503 2,421 44,793 2,1255 0,12 44,828
8 2,0203 2,0525 4,484 43,709 2,0671 2,219 46,754 2,1231 0,185 41,379
9 2,0182 2,1488 4,714 44,830 2,0746 3,477 48,899 2,1162 0,084 27,586
Sumber: Data Primer, 2015
Gambar 4.1 Pengaruh Komposisi Air Pembentukan Terhadap
Densitas Sampel
2,000
2,020
2,040
2,060
2,080
2,100
2,120
2,140
2,160
4 5 6 7 8 9 10
Air pembentukan (%)
Den
sit
as s
am
pel (
g/c
m3)
Series1
Series2
Series3
Series4
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 8
Keterangan :
Seri 1 = tanpa pemanasan
Seri 2 = pemanasan 900 oC
Seri 3 = pemanasan 1000 oC
Seri 4 = pemanasan 1100 oC
Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Air Pembentukan Terhadap
Daya Serap Sampel
Keterangan :
Seri 1 = pemanasan 900 oC
Seri 2 = pemanasan 1000
Seri 3 = pemanasan 1100 oC
Gambar 4.3 Pengaruh Komposisi Air Pembentukan Terhadap
Kuat Tekan Sampel
Keterangan :
Seri 1 = pemanasan 900 oC
Seri 2 = pemanasan 1000
Seri 3 = pemanasan 1100 oC
0,01
1,01
2,01
3,01
4,01
5,01
4 5 6 7 8 9
Air pembentukan (%)
Kem
am
puan s
era
p a
ir (
%)
Series1
Series2
Series3
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
4 5 6 7 8 9 10
Air pembentukan (%)
Ku
at
tekan
(N
/mm
2)
Series1Series2Series3
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 9
Dari Tabel 4.3 dan Gambar 4.1,
Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 terlihat
bahwa komposisi air pembentukan
sangat berpengaruh pada teknik
pembuatan maupun kualitas keramik
baik sebelum maupun sesudah
dipanaskan. Secara teknik pembuatan
atau pencetaan sampel untuk komposisi
air pembentukan dari 5 % dan 6 %,
pembuatan sampel agak sulit karena
pelepasan sampel hasil cetakan harus
ekstra hati-hati, tidak boleh kena
goncangan terlalu keras, sebab bila hal
itu terjadi sampel kemungkinan retak
atau cuil. Untuk air pembentukan 7 %, 8
% dan 9 % lebih licin dan sampel tidak
mudah rusak. Penambahan air
pembentukan 8 % dan 9 % sudah terjadi
kelebihan air pada waktu penekan, air
keluar lewat lubang pengaman cetakan,
dan sudah terjadi gesekan antara yang
mengeluarkan suara. Sama halnya untuk
air pembentukan 5 % dan 6 % juga
seperti terjadi gesekan an mengeluarkan
suara. Dari nilai kemudahan pengerjaan
air pembentukan 7 % lebih mudah dan
hasil lebih baik. Dilihat dari densitas
sampel hasil cetakan air pembentukan
maupun pemanasan tidak ada
keterpengaruhan secara signifikan,
dikarenakan adanya pembuatan
sampelnya dengan cara tekan dengan
kekuatan 25 bar selama 0,5 menit
sehingga air yang dibutuhkan untuk
perekat sampel keramik pada waktu
pembentukan sampel minimal sama.
Untuk daya serap sampel semakin tinggi
pemanasannya daya serap sampel
semakin rendah, hal ini disebabkan
semakin tinggi proses pemanasan akan
semakin baik terbentuknya keramikisasi.
pemanasan 1100 oC, Namun untuk kuat
tekannya ada batasan suhu yang harus
diperhatikan, dari data terlihat bahwa
semakin tinggi pemanasan untuk
komposisi limbah gelas semakin tinggi,
terbentuknya glasifikasi suhu yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Tabel 4.4 Densitas, Daya Serap Dan Kuat Tekan Sampel Dengan Komposisi
Limbah Kaca Dan Pemanasan Yang Bervariasi , Komposisi Limbah Kaca
=75% Dan Limbah Mineral = 25 % (( Kaolin = 60 %, Felspar = 25 % Dan Clay
= 15 % )
Komposisi
Limbah
kaca (%)
(gr/cm2)
Awal
sampel
Pemanasan 900 oC Pemanasan 1000 oC Pemanasan 1100 oC
(gr/cm2)
Ds (%)
KT
(N/mm2)
(gr/cm2)
Ds (%)
KT
(N/mm2)
(gr/cm2)
Ds (%)
KT
(N/mm2)
95 1,8027
90 1,8342 2,1688 0,491 23,3840
85 1,8708 2,0601 2,735 36,1650 2,0609 1,67 35,7209
80 1,9097 2,0542 3,271 40,6943 2,0496 1,926 32,8362 1,8909 0,124 13,3362
75 1,9663 2,0541 5,707 42,5887 2,0503 1,942 41,8158 1,9824 0,518 41,3799
70 2,0245 2,0205 7,671 33,3405 2,0442 1,993 45,5283 2,0544 0,732 44,4541
65 2,0604 2,0041 6,512 35,6527 2,0383 2,041 37,6915 2,0887 1,088 45,5654
Dilihat dari Tabel 4.4 terlihat bahwa
suhu pemanasan sangat berpengaruh
pada densitas, daya serap maupun kuat
tekan sampel. Pada pemanasan sampai
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 10
dengan 1000 oC, maka sudah terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut :
2 Al2O3.2 SiO2 2 Al2O3.SiO2 + 2 SiO2 (3)
silicon spinel trydimite
2 Al2O3.3SiO2 2 Al2O3.SiO2 + SiO2 (4)
pseudo mulite
Reaksi 3 dan 4 ini merupakan reaksi
kristalisasi, yaitu reaksi tranformasi
senyawa-senyawa oksida membentuk
senyawa-senyawa kristalin. Pemanasan
sampai dengan tahap ini, kaolin
(Al2O32SiO2.2H2O) telah mengurai total
menjadi alumina amorf dan silika amorf.
Bentuk ini akan tetap hingga pemanasan
sampai dengan 1000 oC. Selain itu, juga
sudah terjadi reaksi oksidasi dari
senyawa-senyawa pengotor yang mudah
teroksidasi pada suhu tinggi. Adanya
oksidasi ini akan berpengaruh positif
terhadap pembentukan monolit keramik.
Pada reaksi oksidasi ini maka sangat
memungkinkan terjadi perubahan
ketidak murnian mineral selama
pemanasan menjadi bentuk yang mudah
dihilangkan. Misalnya oksidasi senyawa
karbon oleh oksigen membentuk gas
CO2 dan H2O yang mudah menguap.
Untuk daya serap sampel, semakin
tinggi pemanasannya daya serap sampel
semakin rendah, hal ini disebabkan
semakin tinggi proses pemanasan akan
semakin baik terbentuknya keramikisasi.
pemanasan 1100 oC, Namun untuk kuat
tekannya ada batasan suhu yang harus
diperhatikan, dari data terlihat bahwa
semakin tinggi pemanasan untuk
komposisi limbah gelas semakin tinggi,
terbentuknya glasifikasi suhu yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi, sehingga
untuk suhu 900 oC komposisi limbah
kaca 95 % titik lebur sudah terlampaui,
untuk suhu 1000 oC komposisi limbah
kaca 95 % dan 90 % titik lebur sudah
terlampaui, untuk suhu 1100 oC
komposisi limbah kaca 95 %, 90 % dan
85 % titik lebur sudah terlampaui,
adanya titik lebur terlampaui sampel
akan melebur atau rusak Disamping itu
ditunjukkan pada semakin besar
komposisi limbah kaca kuat tekannya
semakin rendah, yaitu pada komposisi
limbah kaca 80 % = 13,3362 N/mm2
sedang komposisi limbah kaca 75 % s/d
65 % adalah 41,3799 N/mm2 s/d 45,5654
N/mm2 .
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 11
Gambar 4.4 Pengaruh Komposisi Limbah Kaca Terhadap Densitas Sampel
Keterangan :
Seri 1 = tanpa pemanasan
Seri 2 = pemanasan 900 oC
Seri 3 = pemanasan 1000 oC
Seri 4 = pemanasan 1100 oC
Gambar 4.5 Pengaruh Komposisi Limbah Kaca Terhadap
Daya Serap Sampel
Keterangan :
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
2,05
2,10
2,15
2,20
2,25
62,5 67,5 72,5 77,5 82,5 87,5 92,5 97,5
Komposisi limbah kaca (%)
Den
sit
as s
am
pel (g
/cm
3)
Series1Series2Series3Series4
0,10
1,10
2,10
3,10
4,10
5,10
6,10
7,10
60 65 70 75 80 85 90 95
Komposisi limbah kaca (%)
Daya s
era
p s
am
pel (%
)
Series1
Series2
Series3
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 12
Seri 1 = pemanasan 900 oC
Seri 2 = pemanasan 1000
Seri 3 = pemanasan 1100 oC
Gambar 4.6 Pengaruh Komposisi Limbah Kaca Terhadap
Kuat Tekan Sampel
Keterangan :
Seri 1 = pemanasan 900 oC
Seri 2 = pemanasan 1000
Seri 3 = pemanasan 1100 oC
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan
pembahasan dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Suhu pemanasan sangat
berpengaruh terhadap kuat tekan
monolit dan dan kemampuan
serapnya terhadap air Komposisi
air pembentukan sangat
berpengaruh pada teknik
pembuatan maupun kualitas
keramik baik sebelum maupun
sesudah dipanaskan.
2. Dari nilai kemudahan pengerjaan
air pembentukan 7 % lebih mudah
dan hasil lebih baik. Dilihat dari
densitas sampel hasil cetakan air
pembentukan maupun pemanasan
tidak ada keterpengaruhan secara
signifikan.
3. Untuk daya serap sampel,
semakin tinggi pemanasannya
daya serap sampel semakin
rendah, hal ini disebabkan
semakin tinggi proses pemanasan
akan semakin baik terbentuknya
keramikisasi, namun untuk kuat
tekannya ada batasan suhu yang
harus diperhatikan, dari data
terlihat bahwa semakin tinggi
pemanasan untuk komposisi
limbah gelas semakin tinggi,
terbentuknya glasifikasi suhu
yang dibutuhkan tidak terlalu
tinggi. Sehingga untuk suhu 900 oC komposisi limbah kaca 95 %
titik lebur sudah terlampaui, untuk
suhu 1000 oC komposisi limbah
10
15
20
25
30
35
40
45
50
60 65 70 75 80 85 90 95
Komposisi limbah kaca (%)
Ku
at
tek
an
(N
/mm
2)
Series1Series2Series3
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.15/NO.2/OKTOBER 2015 Page 13
kaca 95 % dan 90 % titik lebur
sudah terlampaui, untuk suhu
1100 oC komposisi limbah kaca
95 %, 90 % dan 85 % titik lebur
sudah terlampaui, adanya titik
lebur terlampaui sampel akan
melebur atau rusak Disamping
itu semakin besar komposisi
limbah kaca, kuat tekannya
semakin rendah, yaitu pada
komposisi limbah kaca 80 % =
13,3362 N/mm2 sedang komposisi
limbah kaca 75 % s/d 65 % adalah
41,3799 N/mm2 s/d 45,5654
N/mm2 .
B. Saran-Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih
lanjut untuk variasi limbah
kaca sebagai bahan keramik.
2. Perlu adanya penelitian untuk
pemanfaatan limbah kaca
dengan butiran 200 mesh.
3. Pembakaran keramik dari
limbah kaca sebaiknya
dibawah 900O C.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A, (1997),
Pengetahuan Keramik,
Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Inchinose, N, (1987),
Introduction to Fine
Ceramics, Applications
in Engineering, John
Wiley & Son, New
York.
Hartono, JMV. (1991)"Teori
Pembakaran", Informasi
Teknologi Keramik dan
gelas, Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri-
BALAI BESAR INDUSTRI
KERAMIK , Bandung.
Hartono, J.,A. (1993). Mengenal
Keramik Modern, Andi Offset,
Yogyakarta.
Razak, R.,A. , (1978), Industri
Keramik, Balai Pustaka.
Top Related