i
Pengaruh Harga Minyak Dunia terhadap Nilai Indeks Sektoral
di Bursa Efek Indonesia Pasca Kebijakan Fluktuasi Harga BBM
Tesis
Diajukan kepada
Program Pascasarjana Magister Manajemen
Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan
untuk Mencapai Gelar Magister Manajemen
Oleh:
Christopher Daniel
912014019
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM menyebabkan gejolak
ekonomi di Indonesia contohnya bagi perusahaan-perusahaan yang
bergerak dibidang pertambangan dan industri. Kebijakan fluktuasi
harga BBM juga menyebabkan harga saham pada sektor
pertambangan dan industri menjadi tidak menentu, dimana investor
akan mempertimbangkan fluktuasi harga minyak dunia saat
melakukan proses investasi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh harga minyak dunia terhadap nilai indeks
sektoral pasca kebijakan fluktuasi harga BBM, dimana hal tersebut
menyebabkan nilai investasi yang tidak menentu.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan thesis ini
masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Terlepas dari hal
tersebut, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Salatiga, Juni 2016
Christopher Daniel
vii
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini.
Thesis ini berjudul “Pengaruh Harga Minyak Dunia terhadap Nilai
Indeks Sektoral di Bursa Efek Indonesia Pasca Kebijakan Fluktuasi
Harga BBM”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran,
motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan thesis ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan,
yaitu kepada:
1. Orang tua saya, Bapak Tjong Tje dan Ibu Melinda Tjioe, yang
telah mendukung baik moril maupun materil serta dukungan dan
doanya dalam penulisan skripsi ini.
2. Prof. Christantius Dwiatmadja, SE., ME., PhD, selaku Dekan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya
Wacana.
3. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA, PhD, selaku Ketua Program
Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana.
4. Prof. Supramono, SE, MBA, DBA, selaku Dosen Pembimbing
penulis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal
penulisan hingga selesainya skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
viii
6. Ibu Ira Yuliani, S.Pd., selaku Staf Sekretariat Pasca Sarjana
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya
Wacana.
7. Teman-teman saya, khususnya Vita Agesi Argentina yang selalu
mendukung, memberi semangat dan mendoakan saya selama
penulisan thesis ini.
Penulis menyadari bahwa thesis ini memiliki keterbatasan dan masih
jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap kiranya thesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Salatiga, Juni 2016
Christopher Daniel
ix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................ i
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................ vii
DAFTAR ISI ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................. xi
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
KAJIAN LITERATUR ...................................................................... 4
Konsep Efficient-market Hypothesis .............................................. 4
Hubungan fluktuasi harga minyak dan pasar modal ...................... 6
Hubungan fluktuasi harga minyak dunia di pasar modal negara
berkembang .................................................................................... 8
Peran dan Kebijakan Migas di Indonesia ..................................... 10
PENGEMBANGAN HIPOTESIS ................................................... 11
METODE PENELITIAN ................................................................ 13
Populasi dan Sampel .................................................................... 13
Tahapan Pengujian ....................................................................... 20
HASIL .............................................................................................. 24
Analisis Deskriptif ....................................................................... 24
Pengujian Asumsi......................................................................... 26
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) .......................................... 26
2. Hasil Panjang Lag Optimal ............................................... 28
3. Uji Kointegrasi .................................................................. 29
4. Uji Granger Causality ....................................................... 30
5. Analisis Vector Auto Regression (VAR) .......................... 32
PEMBAHASAN .............................................................................. 35
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap nilai
indeks di sektor pertambangan ..................................................... 35
x
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai
indeks di sektor industri dasar ...................................................... 37
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai
indeks di sektor aneka industri dan sektor industri barang
konsumsi ...................................................................................... 38
PENUTUP ....................................................................................... 40
Simpulan ...................................................................................... 40
Implikasi Teoritis ......................................................................... 41
Saran ............................................................................................. 42
Referensi ......................................................................................... viii
Lampiran 1: Hasil Uji Akar .............................................................. vi
Lampiran 2: Hasil Uji Panjang Lag Optimal .................................. viii
Lampiran 3: Hasil Uji Kointegrasi .................................................... vi
Lampiran 4: Hasil Uji Granger Causality ......................................... vi
Lampiran 5: Hasil Uji Vector Auto Regression ................................ vi
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Rangkaian waktu event study .............................................................. 15
Gambar 2: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara
Oktober 2013 sampai Oktober 2014 ..................................................................... 16
Gambar 3: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara
November 2014 sampai November 2015.............................................................. 17
DAFTAR TABEL Tabel 1: Jumlah data yang diolah sebelum dan sesudah kebijakan ...................... 18
Tabel 2: Peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia dan
mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia ......... 19
Tabel 3: Deskripsi Data Penelitian ....................................................................... 25
Tabel 4: Output Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test ....................................... 27
Tabel 5: Panjang Lag Optimal .............................................................................. 28
Tabel 6: Ranking Kointegrasi dari Variabel Minyak WTI dan Keempat Sektor
yang Diteliti .......................................................................................................... 29
Tabel 7: Uji Kausalitas Granger untuk Keempat Sektor yang Diteliti .................. 30
Tabel 8: Estimasi VAR untuk keempat Sektor yang diteliti ................................. 33
1
PENDAHULUAN
Indonesia yang telah menikmati harga BBM yang relatif murah
selama bertahun-tahun harus menyerah pada kenaikan harga yang
substansial dalam produk minyak bumi. Hal tersebut diakibatkan
kenaikan harga minyak mentah dunia yang cukup signifikan. Pada 17
November 2014, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan
harga BBM. Premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500,
sedangkan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter (Nashrillah,
2014). Selanjutnya, pada 1 Januari 2015, Presiden Joko Widodo
resmi menghapus subsidi BBM yang telah diterapkan sejak tahun
1980 untuk jenis premium, dan untuk bahan bakar solar ditetapkan
subsidi tetap sebesar Rp 1.000. Harga BBM Premium dan Solar akan
diumumkan oleh pemerintah setiap awal bulan. Perhitungan harga
akan menggunakan rumus yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan
mengacu pada harga minyak dunia, kurs Rupiah terhadap Dolar AS,
serta faktor inflasi (Gumelar, 2015). Kenaikan harga minyak mentah
telah memaksa pemerintah Indonesia untuk menanggung kenaikan
biaya kepada konsumen. Harga baru memicu reaksi keras baik dari
perusahaan maupun konsumen.
Ketidakpastian harga BBM di Indonesia yang dipengaruhi oleh harga
minyak dunia akan berimbas pada bisnis dan perusahaan. Para
pengusaha khawatir bahwa kenaikan harga akan berdampak negatif
terhadap bisnis mereka dan konsumen pun juga akan terkena
imbasnya dengan adanya kenaikan umum harga barang dan jasa.
Setelah berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM, pemerintah sudah
tidak akan lagi memberikan subsidi BBM terhadap masyarakat
Indonesia, dimana harga BBM di Indonesia akan mengikuti
pergerakan harga pasar minyak dunia.
Pada tahun 2011, Indonesia mengekspor minyak mentah sebanyak
109.407.580 barrel (Indonesia: Oil for 2011, 2011) dikenal sebagai
2
negara pengekspor minyak (Humberto, 2010). Kenaikan harga
minyak dipandang sebagai sinyal awal potensi kenaikan kapasitas
produksi industri yang kemudian dapat memberi beberapa dampak
positif terhadap kinerja pasar saham Indonesia. Kondisi seperti ini
masih sangat baru bagi masyarakat negeri ini, berbeda dengan
masyarakat luar negeri yang sudah terbiasa dengan fluktuasi harga
BBM. Kasus semacam ini juga dapat dikatakan baru bagi bidang
akademis, belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat hal
tersebut.
Studi yang meneliti hubungan antara harga minyak dan pasar saham
masih relatif sedikit. Penelitian yang dilakukan oleh Jones & Kaul
(1996) merupakan studi pertama untuk menganalisis pengaruh
pergerakan harga minyak di pasar saham. Gjerde & Sættem (1999)
dan Papapetrou (2001) memperluas penelitian ke Norwegia dan
Yunani.
Lescaroux & Mignon (2008) menemukan kausalitas Granger yang
kuat dari harga minyak dengan harga saham, terutama untuk negara-
negara pengekspor minyak. Bhar & Nikolova (2010) menemukan
kembali bahwa harga minyak dunia memiliki dampak yang signifikan
terhadap tingkat pengembalian ekuitas di Rusia. Seshaiah & Behera
(2009) menemukan bahwa indeks harga saham India terintegrasi
dengan harga minyak mentah.
Pollet (2002) menemukan bahwa perubahan harga minyak dapat
memprediksi return pasar saham secara global, sementara
Hammoudeh & Li (2004) juga menemukan pentingnya faktor minyak
untuk harga saham di negara-negara pengekspor minyak. Namun,
Sawyer & Nandha (2006) menggunakan model hirarkis terhadap
pengembalian saham, studi mereka menghasilkan hubungan negatif
antara harga minyak dengan return saham secara agregat. Pada
akhirnya, Gogineni (2007) juga memberikan dukungan statistik untuk
3
sejumlah hipotesis, jika pergerakan harga minyak mencerminkan
perubahan dalam permintaan secara agregat, harga minyak
berhubungan secara positif dengan harga saham, namun akan
berhubungan secara negatif dengan harga saham, apabila pergerakan
harga minyak mencerminkan perubahan dalam penawaran.
Berdasarkan pemaparan tersebut, harga minyak mentah, yang
merupakan bahan bakar utama kegiatan industri, memainkan peran
penting dalam membentuk perkembangan ekonomi, tidak hanya
dengan langsung mempengaruhi indikator agregat, tetapi juga dengan
mempengaruhi biaya operasional dan pendapatan perusahaan. Ketika
pasar saham dalam keadaan efisien, pergerakan harga minyak mentah
akan mempengaruhi arus kas dan nilai pasar perusahaan secara
negatif, menyebabkan penurunan langsung dalam pengembalian
pasar saham secara keseluruhan.
Pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimana pergerakan
harga ini akan mempengaruhi return pasar saham untuk sektor
pertambangan dan sektor industri di Bursa Efek Indonesia.. Banyak
analis telah memprediksi bahwa berkaitan dengan kondisi
ketidakstabilan pergerakan harga minyak dalam beberapa tahun
terakhir, pergerakan return pasar saham juga akan terpengaruh. Hal
tersebut sesuai apabila dikaitkan dengan yang terjadi di Indonesia
mengenai kebijakan harga BBM yang fluktuatif mengikuti harga
minyak dunia. Dengan kebijakan yang tergolong baru bagi kegiatan
ekonomi Indonesia yang pada sebelumnya harga BBM di dalam
negeri disubsidi oleh pemerintah, maka dapat diteliti
perbandingan efek sebelum dan sesudah kebijakan harga BBM
fluktuatif dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah pergerakan harga
minyak berdampak pada return pasar saham Indonesia dengan
menggunakan data harian selama 2 periode yaitu Oktober 2013
4
hingga Oktober 2014 ketika harga BBM masih disubsidi pemerintah
dan November 2014 sampai November 2015 saat kebijakan fluktuasi
harga BBM dilakukan. Selain itu, juga ditujukan untuk melihat
dampak dari pergerakan harga minyak di sektor masing-masing
industri di Indonesia pasca kebijakan fluktuasi harga BBM. Sektor-
sektor tersebut mencakup konsumsi, industri dasar, pertambangan,
dan aneka industri.
Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi investor
pasar modal dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber
informasi bagi pelaku pasar saham dalam mengambil keputusan
investasi dan menjadi bahan acuan yang diharapkan memberi
gambaran mengenai hubungan kausalitas antara variabel makro yang
dalam penelitian ini adalah harga minyak dunia dengan pergerakan
harga saham.
KAJIAN LITERATUR
Konsep Efficient-market Hypothesis
Konsep efficient-market hypothesis pertama kali dikemukakan dan
dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud
dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang.
Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor
individu maupun investor institusi, akan mampu memperoleh return
tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan risiko,
dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-
harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi
yang ada atau “stock prices reflect all available information”.
Ekspresi yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien
harga-harga asset atau sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan
informasi yang tersedia tentang aset atau sekuritas tersebut. Dalam
5
mempelajari konsep pasar efisien, perhatian kita akan diarahkan pada
sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat
mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga
sekuritas. Dalam hal ini Haugen (2001) membagi kelompok informasi
menjadi tiga, yaitu (1) informasi harga saham masa lalu (information
in past stock prices), (2) semua informasi publik (all public
information), dan (3) semua informasi yang ada termasuk informasi
orang dalam (all available information including inside or private
information). Masing-masing kelompok informasi tersebut
mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu pasar.
Menurut Fama (1970) bentuk efisien pasar dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yang dikenal sebagai hipotesis pasar efisien (efficient
market hypothesis). Ketiga bentuk efisien pasar dimaksud adalah: (1)
hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak form of the efficient
market hypothesis), (2) hipotesis pasar efisien bentuk setengah kuat
(semistrong form of the efficient market hypothesis), dan hipotesis
pasar efisien bentuk kuat (strong form of the efficient market
hypothesis). Masing-masing bentuk pasar efisien tersebut terkait erat
dengan sajauh mana penyerapan informasi terjadi di pasar. Penelitian
ini digolongkan dalam hipotesis bentuk setengah kuat karena harga
saham mencerminkan tidak hanya informasi mengenai harga saham
di masa lalu tetapi juga semua informasi umum yang tersedia yang
relevan bagi perusahaan. Dengan kata lain harga saham akan secara
cepat menyesuaikan diri untuk merefleksikan adanya informasi baru
yang tersedia untuk umum. Jadi seorang investor baru melakukan
tindakan setelah suatu informasi baru dikeluarkan untuk umum dan
tidak dapat mengharapkan laba yang abnormal atas tindakannya
karena harga saham sudah mencerminkan pengaruh dari informasi
baru tersebut.
6
Berdasarkan hipotesis ini, akan masuk akal untuk perusahaan di mana
minyak adalah input atau output, pasar saham akan cepat menyerap
informasi baru dari perubahan harga minyak.
Hubungan fluktuasi harga minyak dan pasar modal
Sriwardani (2009) berpendapat ada beberapa faktor – faktor yang
menyebabkan pergerakan harga minyak mentah dunia, sebagai
berikut: 1) Kekhawatiran akan berkurangnya suplai di pasaran akibat
turunnya kapasitas produksi; minyak merupakan sumber energi yang
tidak dapat diperbarui, karenanya jumlah cadangan minyak dunia
akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya penggunaan
minyak tersebut, 2) penutupan atau perbaikan kilang minyak
(refineries), 3) faktor cuaca (badai); bencana yang dialami negara
produsen minyak sangat mempengaruhi stok di pasar; bencana alam
dapat menyebabkan kerusakan pada instalasi produksi minyak, 4)
faktor geopolik terutama yang terjadi di wilayah produsen; 5) faktor
melonjaknya permintaan dari negara emerging market terutama China
dan India, serta meningkatnya aksi spekulatif di pasar komoditi.
Cunado & Gracia (2004) mempelajari dampak dari variabel-variabel
ekonomi makro pada aktivitas ekonomi di negara-negara Asia.
Mereka berpendapat bahwa setelah Perang Dunia II terjadi
peningkatan tajam untuk produk-produk energi. Kenaikan harga
minyak pada saat konsumsi sedang menurun akan menyebabkan
penurunan permintaan minyak. Ketika permintaan menurun, ekspor
juga akan menurun dan akan mengakibatkan penurunan kegiatan
ekonomi. Efek lainnya adalah harga yang lebih tinggi akan
7
menyebabkan biaya produksi lebih tinggi dan output potensial negara
pengimpor menurun. Selama tiga dekade terakhir, para peneliti
menyelidiki secara signifikan terjadinya inflasi harga minyak,
fluktuasi ekonomi dan produktivitas secara keseluruhan akan
berdampak pada perusahaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
ketika harga minyak diukur dalam mata uang domestik dampaknya
lebih tinggi karena faktor nilai tukar dan variabel ekonomi makro
lainnya. Dalam jangka pendek, uji Granger menemukan bahwa
perubahan harga minyak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Harga minyak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi di semua negara
yang dianalisis. Namun, Malaysia menunjukkan hubungan yang
kurang signifikan dibandingkan negara-negara Asia lainnya, hal ini
disebabkan karena Malaysia merupakan negara pengekspor minyak.
International Monetary Fund (2000) menyatakan bahwa perubahan
harga minyak dunia akan mempengaruhi kegiatan ekonomi,
pendapatan perusahaan, inflasi dan kebijakan moneter yang juga
memiliki implikasi untuk harga saham perusahaan dan dengan
demikian juga dengan pasar keuangan. Berikut ini akan diberikan
pengenalan singkat dengan hipotesis pasar yang efisien dan hubungan
antara pergerakan harga minyak dan pasar saham.
Ada beberapa perspektif yang berbeda di mana sebuah pergerakan
harga minyak dapat mempengaruhi harga saham. Dilihat dari
perspektif ekonomi mikro, yang paling jelas adalah kenyataan bahwa
banyak perusahaan, minyak merupakan sumber daya penting dan
input penting dalam produksi barang. Maka dari itu perubahan harga
minyak tentu akan berdampak pada biaya. Perubahan biaya
diperkirakan akan berdampak lebih jauh terhadap harga saham.
Teori ekonomi dan peneliti di masa lalu menemukan bahwa ada
hubungan antara harga minyak dan pasar saham dimana pergerakan
8
harga minyak akan mempengaruhi ekonomi makro dan akhirnya
berimbas pada tingkat return ekuitas. Hal ini dikarenakan, pergerakan
harga minyak sangat mempengaruhi output riil dan dengan demikian
memiliki efek buruk pada keuntungan perusahaan dimana minyak
digunakan sebagai input. Jones (2004) menyatakan: “Ideally, stock
values reflect the market's best estimate of the future profitability of
firms, so the effect of oil price shocks on the stock market is a
meaningful and useful measure of their economic impact. Since asset
prices are the present discounted value of the future net earnings of
firms, both the current and expected future impacts of an oil price
shock should be absorbed fairly quickly into stock prices and returns
without having to wait for those impacts to actually occur”.
Seperti barang dan jasa, teori permintaan dan penawaran juga berlaku
untuk harga minyak dunia. Jika terjadi surplus permintaan untuk
minyak akan menyebabkan harga minyak menjadi lebih tinggi.
Dengan demikian akan muncul dua skenario, konsumen pertama
berusaha untuk menemukan energi alternatif yang lebih murah, dan
skenario kedua, biaya perusahaan non-minyak akan meningkat dan
ini meningkatkan resiko dan ketidakpastian yang akan berpengaruh
negatif terhadap harga saham dan mengurangi modal dan investasi
perusahaan.
Hubungan fluktuasi harga minyak dunia di pasar modal negara
berkembang
Basher & Sadorsky (2006) melakukan penelitian tentang hubungan
risiko harga minyak dengan pasar saham di negara berkembang.
Mereka melakukan penelitian dengan penekanan pada sikap negara
berkembang yang sedang menuju industrialisasi dengan pesat.
Pemilihan negara berkembang juga keputusan yang rasional dan
didasarkan pada kenyataan bahwa ekonomi di negara maju yang
9
hemat energi dan mereka memiliki konsumsi rendah untuk produk
minyak. Di sisi lain, negara-negara berkembang cenderung
menggunakan lebih banyak minyak dan lebih banyak produk minyak
untuk mendukung industri mereka. Maka dari itulah alasan pasar
saham mereka menjadi sasaran risiko harga minyak yang tinggi.
Untuk tujuan penilaian, mereka mengembangkan sebuah model
regresi berganda. Data yang dikumpulkan didapat dari 2 sumber
berbeda yaitu Morgan Stanley World Index untuk data yang terkait
dengan return saham dan untuk data return minyak berjangka didapat
dari West Texas Intermediate (WTI). Semua data diambil setiap hari
dan telah dikumpulkan di 21 negara berkembang. Temuan penelitian
jelas menyebutkan adanya hubungan positif dari dampak risiko harga
minyak pada tingkat return pasar saham di negara berkembang.
Nandha & Hammoudeh (2006) mempelajari hubungan risiko beta
dengan return dari pasar saham dengan harga minyak dunia di 15
negara Asia Pasifik. Dasar pemikiran di balik studi ini adalah
permintaan minyak di negara-negara tersebut meningkat secara
signifikan dan telah dilaporkan bahwa peningkatan permintaan
minyak dari kawasan Asia Pasifik lebih besar daripada peningkatan
permintaan dunia pada tahun 2004 dan beberapa dari 15 negara Asia
tersebut adalah pemain terbaik di pasar saham di tahun 1990-an.
Mujahid, Ahmed, & Mustafa (2007) melakukan studi untuk
menyelidiki ketidakstabilan pasar saham karena fluktuasi harga
minyak. Mereka membatasi ruang lingkup studi mereka hanya untuk
pasar saham Pakistan. Alasannya adalah bahwa fluktuasi harga
minyak dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan yang
signifikan bagi nilai perusahaan-perusahaan minyak yang
berpengaruh secara langsung terhadap biaya produksi mereka. Salah
satu perubahan penting dalam model di studi ini adalah penambahan
volume perdagangan harian di Bursa Efek Karachi sebagai variabel
10
proxy. Harga minyak diambil sebagai variabel independen sedangkan
return saham digunakan sebagai variabel dependen. Studi ini
menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara harga
minyak dan tingkat pengembalian saham. Mereka berpendapat bahwa
harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) lebih mempunyai pengaruh
terhadap return di bursa saham daripada fluktuasi harga minyak.
Peran dan Kebijakan Migas di Indonesia
Di Indonesia, energi minyak dan gas masih menjadi andalan utama
perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun
pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Pembangunan prasarana
dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di Indonesia,
membuat pertumbuhan konsumsi energi rata-rata mencapai 7% dalam
10 tahun terakhir. Sementara itu, konsumsi minyak bumi (BBM) di
dalam negeri sudah melebihi kapasitas produksi. Dalam beberapa
tahun belakangan ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat
seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, hampir 20%-30%
kebutuhan minyak bumi dalam negeri sudah harus diimpor dari luar
negeri (Biro Riset LM FE UI, 2010). Kebutuhan impor minyak bumi
ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi di
dalam negeri yang diharapkan semakin membaik ditahun-tahun
mendatang.
Pada bulan Oktober 2005, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menghapus subsidi minyak dalam negeri untuk konsumsi industri.
Selanjutnya pada Januari 2015, Presiden Joko Widodo resmi
menghapus subsidi BBM untuk jenis premium, dan untuk bahan
bakar solar ditetapkan subsidi tetap sebesar Rp 1.000. Perhitungan
harga akan menggunakan rumus yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dan mengacu pada harga minyak dunia, kurs Rupiah
terhadap Dolar AS, serta faktor inflasi. (Gumelar, 2015). Akibatnya,
11
kinerja industri khususnya pada profit perusahaan menjadi lebih
rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Sebuah studi oleh Nandha & Faff (2008) menganalisis 35 indeks
industri global untuk periode antara tahun 1983 sampai 2005. Temuan
mereka menunjukkan bahwa harga minyak memiliki dampak negatif
pada pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali
pertambangan, serta industri minyak dan gas. Faff dan Brailsford
(1999) mendapatkan dampak negatif yang sama dari pergerakan
harga minyak pada industri seperti kertas dan pengemasan, bank dan
transportasi. Dibalik itu, sektor keuangan mempunyai kinerja yang
lebih stabil dan kurang terpengaruh dengan fluktuasi harga minyak
yang tinggi.
Meskipun literatur di atas menunjukkan bahwa harga minyak yang
tinggi umumnya adalah berita buruk bagi nilai indeks di sebagian
besar sektor, namun hal yang sama tidak berlaku untuk industri
minyak di mana minyak merupakan output produksi. Oleh karena itu
yang akan membuat perbedaan besar adalah apakah minyak sebagai
output atau input dalam sebuah perusahaan. Sebuah studi oleh El-
Sharif (2005) meneliti hubungan antara harga minyak mentah dengan
harga saham di industri minyak dan gas di Inggris. Bukti mereka
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua faktor,
dan seringkali signifikan dan mencerminkan dampak langsung dari
gejolak harga minyak pada harga ekuitas. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Huang, Masulis dan Stoll (1996), Faff dan Brailsford
(1999), Nandha dan Faff (2008), Cong (2008), dan Mohanty, Nandha,
& Bota (2010) pun mencapai kesimpulan yang sama pada hubungan
antara harga minyak dan industri minyak dan gas untuk beberapa
negara yang berbeda. Hal tersebut disebabkan perusahaan
12
menggunakan minyak sebagai output produksi, pergerakan terhadap
harga minyak mentah dunia akan berimbas pada meningkatnya
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan
dalam memberikan dividen. Peningkatan kemampuan menghasilkan
laba dan membagikan dividen akan membuat minat investor menjadi
tinggi, dan akan cenderung untuk membeli saham sehingga harga
saham menjadi naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan
return yang diperoleh oleh investor. Maka dari itu dirumuskan
hipotesis pertama yaitu:
Hipotesis 1: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh
positif terhadap nilai indeks di sektor
pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
Hamilton (1983), Gisser & Goodwin (1986), Sadorsky (1999), Gjerde
dan Sættem (1999), Ciner (2001), dan Park dan Ratti (2008) meneliti
dampak dari pergerakan harga minyak terhadap pasar saham di
berbagai negara. Hasilnya menunjukkan bahwa ketidakstabilan harga
minyak memiliki dampak signifikan secara statistik pada pasar
saham, terutama bagi perusahaan yang termasuk golongan industri.
Hal ini dikarenakan perusahaan menggunakan minyak sebagai input
energi bahan bakar, pergerakan terhadap harga minyak mentah dunia
akan membuat harga bahan bakar pendukung produksi menjadi naik
dan memberikan pengaruh terhadap meningkatnya biaya produksi
dan berimbas pada menurunnya kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dan kemampuan dalam memberikan dividen.
Penurunan kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen
akan membuat minat investor menjadi rendah, dan investor
perusahaan yang bersangkutan akan cenderung untuk menjual
sahamnya sehingga harga saham turun. Penurunan harga saham akan
menurunkan return yang diperoleh oleh investor. Di Bursa Efek
Indonesia ada tiga sektor yang termasuk sebagai golongan industri,
yakni sektor Industri Dasar, Aneka Industri, dan Industri Barang
13
Konsumsi. Maka dari itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut,
pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai
indeks di golongan sektor industri di Bursa Efek Indonesia. Untuk
memaparkan lebih jelas dampak pergerakan harga minyak dunia
terhadap nilai indeks per sektor yang termasuk golongan industri,
dirumuskan 3 sub-hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2a: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh
negatif terhadap nilai indeks di sektor Industri
Dasar di Bursa Efek Indonesia.
Hipotesis 2b: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh
negatif terhadap nilai indeks di sektor Aneka
Industri di Bursa Efek Indonesia.
Hipotesis 2c: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh
negatif terhadap nilai indeks di sektor Industri
Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan data harga minyak WTI harian dan
penutupan indeks harian di 4 indeks saham sektoral di Bursa Efek
Indonesia yaitu Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, dan
Industri Barang Konsumsi selama 1 tahun sebelum adanya
penghapusan subsidi untuk harga BBM dari Oktober 2013 sampai
Oktober 2014 dan 1 tahun pasca berlakunya kebijakan fluktuasi harga
BBM mengikuti harga pasar dari November 2014 hingga November
2015. Data sekunder tersebut diperoleh dari informasi yang tersedia
di website www.financeyahoo.co.id. untuk indeks saham sektoral di
Bursa Efek Indonesia serta website US Energy Administration
(www.eia.gov) untuk harga minyak WTI.
14
Untuk untuk menghindari adanya confounding effect atau
tercampurnya informasi dari suatu peristiwa dengan peristiwa lain,
penelitian ini menggunakan metode event study dengan menghapus
beberapa data saat peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan
harga minyak dunia terjadi dan mempunyai pengaruh langsung pada
nilai saham di Bursa Efek Indonesia.
Menurut MacKmlay (1997), event study merupakan salah satu
metodologi penelitian yang menggunakan data-data pasar keuangan
untuk mengukur dampak dari suatu kejadian yang spesifik terhadap
nilai perusahaan, biasanya tercermin dari harga saham dan volume
transaksinya.
Penerapan event study banyak digunakan dalam penelitian di bidang
keuangan dengan variasi kejadian yang sangat luas, seperti merger &
akuisisi, pengumuman earnings, pengumuman variabel ekonomi
makro seperti defisit perdagangan dan lain-lain.
Untuk melakukan event study, hampir seluruh literatur yang ada
menyebutkan kesamaan langkah-langkah yang harus ditempuh,
menurut MacKinlay (1997) terdiri dari beberapa tahap, yaitu
mendefinisikan kejadian yang diamati, yaitu berupa informasi baru
yang tersedia di pasar. Mengidentifikasi kumpulan perusahaan yang
mengalami kejadian tersebut dan mengidentifikasi tanggal kejadian
(event dates); dengan perkataan lain pada tahap ini melakukan kriteria
seleksi untuk memasukkan suatu pemisahan apakah termasuk di
dalam sampel penelitian. Memilih sebuah event window yang cocok
dan justifikasi jaraknya, apabila melebihi dua hari.
Dalam hal ini berarti mengidentifikasi periode dimana harga-harga
saham perusahaan yang terlibat dengan kejadian tersebut dapat diuji.
Rangkaian waktu (timeline) untuk sebuah event study dapat dilihat
15
pada Gambar 1. Tahap selanjutnya adalah mengeliminasi atau
menyesuaikan perusahaan-perusahaan yang mengalami kejadian lain
yang relevan selama event window.
Gambar 1: Rangkaian waktu event study
Periode data yang digunakan berkisar antara Oktober 2013 hingga
November 2015, dengan hamparan sebagai berikut: untuk data
sebelum berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga
pasar berkisar selama 12 bulan setelah Oktober 2013; data untuk
periode setelah berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti
harga pasar terhitung selama 12 bulan sebelum November 2015. Data
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan melihat grafik
histogram dari masing-masing kelompok data yang dapat dilihat pada
gambar 2 dan 3.
16
Gambar 2: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara Oktober 2013 sampai
Oktober 2014
17
Gambar 3: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara November 2014
sampai November 2015
Distribusi normal adalah salah satu distribusi teoretis dari variabel
random kontinu, merupakan distribusi yang simetris dan berbentuk
genta atau lonceng. Pada bentuk tersebut ditunjukkan hubungan
ordinat pada rata-rata dengan berbagai ordinat pada berbagai jarak
simpangan baku yang diukur dari rata-rata.
Beberapa bagian luas dibawah kurva untuk distribusi normal umum
dengan rata-rata 𝜇 dan simpangan baku 𝜎 tertentu, dapat ditentukan.
Dapat dilihat kedua histogram yang ditunjukan gambar 3 dan 4
memiliki distribusi normal maka dapat diterjemahkan sebagai
berikut:
1) kira-kira 68,27% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan
baku sekitar rata-rata, yaitu antara 𝜇–𝜎 dan 𝜇+𝜎;
2) kira-kira 95,45% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan
baku sekitar rata-rata, yaitu antara 𝜇–2𝜎 dan 𝜇+2𝜎;
18
3) kira-kira 99,73% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan
baku sekitar rata-rata, yaitu antara 𝜇–3𝜎 dan 𝜇+3𝜎.
Selanjutnya, data yang berada di luar batasan gejolak yaitu 𝜇–𝜎 dan
𝜇+𝜎, dapat digunakan dalam penelitian ini. Pengolahan data
dikelompokan dari dua kali standar deviasi hingga tiga kali standar
deviasi, guna membandingkan besarnya pengaruh perubahan
fluktuasi harga minyak WTI juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap nilai indeks masing-masing sektor.
Tabel 1: Jumlah data yang diolah sebelum dan sesudah kebijakan
Jumlah data yang diolah sebelum kebijakan setelah kebijakan
𝜇–2𝜎 dan
𝜇+2𝜎
𝜇–3𝜎
dan
𝜇+3𝜎
𝜇–2𝜎
dan
𝜇+2𝜎
𝜇–3𝜎
dan
𝜇+3𝜎
Jumlah (dalam hari) 22 6 27 14
Peristiwa diluar fluktuasi harga
minyak dunia yang
berpengaruh langsung pada
nilai saham (dalam hari)
6 0 4 0
Jumlah yang diolah (dalam hari) 16 6 23 14
Sumber: Data Diolah (2015)
Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak
295, yang terdiri dari 110 data sebelum berlakunya kebijakan
fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar setelah beberapa data saat
peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia
terjadi dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa
Efek Indonesia, seperti peristiwa banjir Jakarta dengan membuang 2
hari, pemilihan umum presiden, serta Kebijakan The Federal Reverse
melanjutkan program pengurangan stimulus (tappering off) dan
rencana menaikkan suku bunga acuan (Fed Rate) masing-masing
dengan membuang 1 hari; dan 185 data pasca berlakunya kebijakan
fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar dengan membuang
19
peristiwa isu reshuflle kabinet, rencana buyback saham dengan
mengeleminasi 2 hari, dan rencana The Federal Reverse akan
menaikkan suku bunga acuan yang mempunyai dampak langsung
pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia.
Masing-masing data dari 110 data sebelum berlakunya kebijakan
fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar terdiri dari 22 data untuk
harga minyak WTI, 22 Pertambangan, 22 Industri Dasar, Aneka
Industri, dan 22 Industri Barang Konsumsi. Selanjutnya untuk 185
data pasca berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti
harga pasar masing-masing terdiri dari 37 data harga minyak WTI, 37
data Pertambangan, 37 data Industri Dasar, 37 data Aneka Industri,
dan 37 data untuk Industri Barang Konsumsi. Berikut adalah data
peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia
dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek
Indonesia.
Tabel 2: Peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia
dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia
Waktu Peristiwa
Januari 2014 Banjir Jakarta
10 Juli 2014 Pemilu Presiden
11 September
2014
Kebijakan The Federal Reverse melanjutkan
program pengurangan stimulus (tappering
off) dan rencana menaikkan suku bunga
acuan (Fed Rate).
12 Agustus 2015 Isu reshuflle kabinet
25 Agusuts 2015 Rencana buyback saham
29 Oktober 2015 The Federal Reverse akan menaikkan suku
bunga acuan
Sumber: Data Diolah (2015)
20
Selanjutnya, pengolahan data pada penelitian ini dibantu oleh
software EViews 8.
Tahapan Pengujian
1. Data saham yang didapat merupakan indeks penutupan harian
sektoral, untuk mendapatkan perubahan nilai indeks harian
diperlukan pengolahan terlebih dahulu melalui versi
sederhana dari rumus lognatural. Hal yang sama pun
diterapkan pada data variabel independent yaitu harga minyak
mentah harian, guna memperoleh nilai dari perubahan harga
minyak harian dilakukan perhitungan melalui rumus yang
serupa dengan perhitungan return saham.
2. Setelah mendapatkan perubahan nilai indeks harian dan
perubahan nilai harga minyak harian dilakukan uji akar unit
untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data time
series stasioner. Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat
penting dalam model ekonometrika untuk data time series.
Apabila setelah dilakukan pengujian akar unit, data yang
tersedia memiliki sifat tidak stasioner maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa
derajat data yang diamati stationer.
3. Pengujian berikutnya adalah uji kointegrasi berguna untuk
menyelidiki adanya hubungan antar variabel time series yang
stabil dalam jangka panjang.
4. Uji Granger Causality merupakan langkah selanjutnya dalam
penelitian ini berguna untuk melihat ada tidaknya hubungan
sebab akibat (causalities) antara variabelnya yang dapat
dijelaskan oleh nilai-nilai masa lalu.
21
5. Apabila data yang tersedia lolos dari 3 uji asumsi diatas,
dilakukan analisis Vector Auto Regression (VAR) untuk
menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang
terdapat dalam sistem variabel tersebut.
Pengukuran Variabel
Variabel dependent yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
Perubahan nilai indeks sektoral harian, yang dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
ISit = 𝑃𝑖𝑡−𝑃𝑖𝑡−1
𝑃𝑖𝑡−1................................................................. (1)
dimana:
ISit : Perubahan nilai indeks saham sektor i pada hari ke t
Pit : Penutupan indeks sektor i pada hari ke t
Pit-1 : Penutupan indeks sektor i pada hari ke t-1
Variabel independent di penelitian ini adalah harga minyak dunia
harian yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
POILt = 𝑊𝑇𝐼𝑡−𝑊𝑇𝐼𝑡−1
𝑊𝑇𝐼𝑡−1................................................................. (2)
dimana:
POILt : Perubahan harga minyak dunia pada hari ke t
WTIt : Harga minyak dunia pada hari ke t
WTIt-1 : Harga minyak dunia pada hari ke t-1
Tujuan dari regresi ini adalah untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang hubungan antara perubahan harga minyak dan
return saham indeks sektoral. Regresi awal dinyatakan sebagai
berikut:
22
R𝑖𝑡 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑃𝑂𝐼𝐿𝑡−1+ 𝜀𝑖........................................................... (3)
dimana:
Rit : Perubahan nilai indeks saham sektor i pada hari ke t
POILt-1 : Perubahan harga minyak dunia pada hari ke t-1
Uji akar unit (Unit Root Test)
Uji akar unit digunakan untuk menguji adanya anggapan bahwa
sebuah data time series stasioner. Uji yang biasa digunakan adalah uji
Dickey–Fuller. Uji lain yang serupa yaitu Uji Phillips–Perron.
Keduanya mengindikasikan keberadaan akar unit sebagai hipotesis
nol. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data
yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan
keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik.
Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey fuller
adalah:
H0 : ρ = 0 (Terdapat unit roots, data tidak stasioner)
H1 : ρ ≠ 0 (Tidak terdapat unit roots, data stasioner)
Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-
hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.
Uji Kointegrasi
Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap
kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara
variabel-variabel ekonomi seperti yang disyaratkan oleh teori
ekonomi. Pendekatan kointegrasi dapat pula dipandang sebagai uji
teori dan merupakan bagian yang penting dalam perumusan dan
estimasi suatu model dinamis.
23
Dalam konsep kointegrasi, dua atau lebih variabel runtun waktu
stasioner akan terkointegrasi bila kombinasinya juga linier sejalan
dengan berjalannya waktu, meskipun bisa terjadi masing-masing
variabelnya bersifat tidak stasioner. Bila variabel runtun waktu
tersebut terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam
jangka panjang. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen. Uji
Johansen menggunakan analisis trace statistic dan nilai kritis pada
tingkat kepercayaan α= 5 %. Hipotesis nolnya apabila nilai trace
statistic lebih besar dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan α= 5 %
atau nilai probabilitas lebih kecil dari α= 5 % maka terindikasi
kointegrasi.
Uji Granger Causality
Tujuan dari uji kausalitas menggunakan Granger Causality adalah
mendeteksi ada tidaknya hubungan sebab akibat (causalities) antara
variabelnya yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai masa lalu. Variabel
independent dikatakan “granger-causes” variabel dependent, apabila
variabel independent membantu memprediksi variabel dependent.
Maka dari itu rumusan hipotesis dari Granger Causality adalah :
H0 : Variabel dependent tidak memiliki Granger cause terhadap
variabel independent
H1 : Variabel dependent memiliki Granger cause terhadap variabel
independent
Analisis Vector Auto Regression (VAR)
Vector Auto Regression (VAR) biasanya digunakan untuk
memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu dan untuk
menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat
24
dalam sistem variabel tersebut. Pada dasarnya Analisis VAR bisa
dipadankan dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena
dalam Analisis VAR kita mempertimbangkan beberapa variabel
endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya
dengan model persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam Analisis
VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di
masa lampau, juga dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari semua
variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Analisis VAR
juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik di dalam
memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) antara
variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model
ekonomi berstruktur. Di samping itu, dalam analisis VAR biasanya
tidak ada variabel eksogen dalam model tersebut. Salah satu
karakteristik dari proses VAR adalah stabilitasnya. Artinya bahwa
prosesnya menghasilkan deret waktu yang stasioner dengan rata-rata
yang tidak berubah pada fungsi waktu.
HASIL
Analisis Deskriptif
Penelitian ini meliputi data harga minyak WTI harian dan penutupan
indeks harian di 4 indeks saham sektoral di Bursa Efek Indonesia
yaitu Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, dan Industri
Barang Konsumsi selama 1 tahun sebelum adanya penghapusan
subsidi untuk harga BBM dari Oktober 2013 sampai Oktober 2014
dan 1 tahun pasca berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM
mengikuti harga pasar dari November 2014 hingga November 2015.
Deskripsi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.
25
Tabel 3: Deskripsi Data Penelitian
Min Max Mean Std. Deviasi
Sebelum
Kebijakan
harga minyak WTI -5.81% 2.84% -0.08% 0.99
harga
saham
MING -3.39% 2.77% 0.00% 0.11
BIND -5.55% 4.20% 0.05% 0.13
MISC -5.53% 5.76% 0.04% 0.15
CONS -3.09% 2.66% 0.05% 0.10
Sesudah
Kebijakan
harga minyak WTI -10.53% 10.31% -0.21% 0.99
harga
saham
MING -3.58% 3.48% -0.19% 0.11
BIND -7.68% 6.83% -0.09% 0.17
MISC -7.24% 8.90% -0.04% 0.19
CONS -3.79% 5.44% 0.00% 0.13
Sumber: Data Diolah (2016)
keterangan:
MING : Mining Index (sektor Pertambangan)
BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)
MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)
CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)
26
Berdasarkan tabel 1, perubahan harga minyak WTI sebelum
berlakunya kebijakan Fluktuasi Harga BBM mengalami penurunan
rata-rata sebesar 0.08% dengan nilai maksimum kenaikan sebesar
2.84% dan penurunan terekstrem sebanyak 5.81%. Sedangkan untuk
rata-rata data perubahan harga minyak WTI setelah berlakunya
kebijakan Fluktuasi Harga BBM mengalami depresiasi sebesar 0.21%
dengan nilai kenaikan terbesar 10.31% dan penurunan 10.53%.
Pada sektor pertambangan, data perubahan harga saham sebelum
berlakunya kebijakan Fluktuasi Harga BBM memiliki rata-rata
kenaikan sebesar 0.003%. Sebaliknya, data perubahan harga saham
pada sektor pertambangan setelah berlakunya kebijakan Fluktuasi
Harga BBM mengalami penurunan rata-rata sebesar 0.19%.
Selanjutnya, pada data perubahan harga saham pada ketiga sektor
industri yang diteliti sebelum berlakunya kebijakan fluktuasi harga
BBM mengalami kenaikan dengan nilai mean masing-masing sebesar
0.05%, 0.04% dan 0.05%. Akan tetapi, rata-rata data perubahan harga
saham pada sektor industri dasar dan sektor aneka industri setelah
berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM masing-masing
mengalami penurunan sebesar 0.09% dan 0.04%. Sedangkan, untuk
sektor industri barang konsumsi mengalami kenaikan 0.004%.
Pengujian Asumsi
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang
bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman
yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik. Kesimpulan
hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan
t-tabel pada tabel Dickey-Fuller adalah sebagai berikut:
27
Tabel 4: Output Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test
Panel A: sebelum Kebijakan
Nilai t-statistic dan critical
values
Variabel
MING BIND MISC CONS
Augmented Dickey-Fuller
t-Statistic -15.513 -15.499 -16.896 -19.668
Critical values 5% -2.871
Panel B: pasca Kebijakan
Nilai t-statistic dan critical
values
Variabel
MING BIND MISC CONS
Augmented Dickey-Fuller
t-Statistic -13.519 -11.956 -13.842 -16.726
Critical values 5% -2.872
Sumber: Data Diolah (2016)
keterangan:
MING : Mining Index (sektor Pertambangan)
BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)
MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)
CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)
Dapat dilihat bahwa nilai statistik t-hitung pada tabel 2 Panel A yaitu
sebelum kebijakan Fluktuasi Harga BBM mengikuti harga pasar pada
sektor pertambangan, sektor industri dasar, sektor aneka industri dan
sektor industri barang konsumsi lebih kecil daripada nilai t-tabel pada
tingkat kepercayaan 5% (-2.87). Hasil output tersebut menunjukkan
bahwa data stasioner dan hipotesis null ditolak. Sedangkan
berdasarkan hasil output ADF Test Pasca berlakunya Kebijakan
Fluktuasi Harga BBM mengikuti harga pasar, nilai t-hitung pada
seluruh sektor yang diteliti lebih kecil daripada nilai t-tabel pada
tingkat kepercayaan 5% yang artinya data stasioner dan hipotesis null
ditolak.
28
2. Hasil Panjang Lag Optimal
Pendekatan VAR sangat sensitif terhadap jumlah lag data yang
digunakan, maka perlu ditentukan jumlah lag yang optimal.
Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya
periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa
lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya.
Pemilihan kriteria menggunakan Schwarz Information Criterion
(SIC) mengikuti Reimers (1992) menemukan bahwa SIC berjalan
baik dalam pemilihan panjang lag yang optimal. Setelah melakukan
trial error terhadap panjang lag, berdasarkan tabel panjang lag
optimal dapat dilihat dari Schwarz Information Criterion (SIC) lag
yang optimal untuk kedua kelompok data adalah lag pertama. Hal ini
berarti estimasi dengan panjang lag sebesar 1 hari akan
menghindarkan dari risiko terjadi kesalahan spesifikasi model akibat
lag terlalu pendek atau pengurangan derajat kebebasan akibat lag
terlalu panjang.
Tabel 5: Panjang Lag Optimal
Lag sebelum
Kebijakan
pasca
Kebijakan
0 -28.040 -27.411
1 -27.712* -26.988*
2 -27.327 -26.435
3 -26.906 -25.900
4 -26.471 -25.342
5 -26.051 -24.812
6 -25.661 -24.303
7 -25.273 -23.768
8 -24.841 -23.247
29
Sumber: Data Diolah (2016)
(*) menunjukan panjang lag optimal dan signifikan
apabila nilai probability < 0.05
3. Uji Kointegrasi
Berdasarkan panjang lag diatas, peneliti melakukan uji kointegrasi
untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka
panjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan
diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini atau tidak. Dalam
penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode
Johansen’s Cointegration Test. Berikut ini disajikan tabel hasil uji
kointegrasi untuk setiap sektor dengan metode Johansen’s
Cointegration Test.
Tabel 6: Ranking Kointegrasi dari Variabel Minyak WTI dan Keempat Sektor yang Diteliti
Variabel Sebelum kebijakan Pasca kebijakan
Prob Prob
MING 0.0001 0.0001
BIND 0.0001 0.0001
MISC 0.0001 0.0001
CONS 0.0001 0.0001
Sumber: Data Diolah (2016) keterangan:
MING : Mining Index (sektor Pertambangan)
BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)
MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)
CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)
(*) signifikan apabila nilai probability < 0.05
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas dari
data sebelum dan sesudah berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM
mengikuti harga pasar lebih kecil dari critical value dengan tingkat
30
signifikansi 5%. Hal ini berarti menerima hipotesis nol yang
menyatakan bahwa ada kointegrasi. Berdasarkan analisis
ekonometrik di atas dapat dilihat bahwa semua variabel dalam
penelitian ini menunjukkan kointegrasi pada tingkat signifikansi 5%.
Dengan demikian, dari hasil uji kointegrasi mengindikasikan bahwa
di antara nilai indeks di sektor industri dasar, aneka industri, industri
barang konsumsi dan pertambangan dengan perubahan harga minyak
dunia memiliki hubungan stabilitas atau keseimbangan dan kesamaan
pergerakan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, dalam setiap
periode jangka pendek, seluruh variabel cenderung saling
menyesuaikan, untuk mencapai ekuilibrium jangka panjangnya.
4. Uji Granger Causality
Hasil Uji Granger Causality untuk menguji arah dan hubungan
kausalitas antara perubahan harga minyak WTI dan keempat sektor
yang diteliti disajikan dalam tabel 5 berikut:
Tabel 7: Uji Kausalitas Granger untuk Keempat Sektor yang Diteliti
Null Hypothesis: Sebelum
Kebijakan
Pasca
Kebijakan
POIL→ MING 0.048* 0.028*
MING → POIL 0.381 0.213
POIL → BIND 0.758 0.617
BIND → POIL 0.789 0.108
POIL → MISC 0.037* 0.038*
MISC → POIL 0.084 0.256
POIL → CONS 0.033* 0.049*
CONS → POIL 0.753 0.961
Sumber: Data Diolah (2016)
31
keterangan:
POIL : harga minyak WTI
MING : Mining Index (sektor Pertambangan)
MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)
CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi) (*) signifikan apabila nilai probability < 0.05
Perubahan harga Minyak WTI secara statistik signifikan
mempengaruhi nilai indeks sektor pertambangan (MING) karena
mempunyai nilai probabilty 0.048 dan 0.028. Namun, nilai indeks
sektor pertambangan secara statistik tidak signifikan memengaruhi
perubahan harga Minyak WTI yang dibuktikan dengan nilai
probabilty lebih besar dari 0.05 yaitu 0.381 dan 0.21. Dengan
demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah sebelum dan
sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM antara nilai indeks sektor
pertambangan dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya
perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan
memengaruhi nilai indeks sektor pertambangan namun tidak berlaku
sebaliknya.
Fluktuasi harga Minyak WTI secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi nilai indeks sektor industri dasar (BIND) dan begitu
pula sebaliknya nilai indeks sektor industri dasar secara statistik tidak
signifikan memengaruhi perubahan harga Minyak WTI baik sebelum
dan sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM diberlakukan yang
dibuktikan dengan nilai probabilty masing-masing lebih besar dari
0.05 yaitu 0.758 dan 0.789 sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi
kausalitas apapun untuk nilai indeks sektor industri dasar dan
perubahan harga Minyak WTI. Oleh karena itu, hipotesis pergerakan
harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di
sektor industri dasar di Bursa Efek Indonesia ditolak.
Berdasarkan tabel diatas, perubahan harga Minyak WTI secara
statistik signifikan mempengaruhi nilai indeks sektor aneka industri
32
(MISC) karena mempunyai nilai probabilty 0.037 dan 0.038. Namun,
nilai indeks sektor aneka industri secara statistik tidak signifikan
memengaruhi perubahan harga Minyak WTI yang dibuktikan dengan
nilai probabilty lebih besar dari 0.05 yaitu 0.084 dan 0.256. Dengan
demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah sebelum dan
sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM antara nilai indeks sektor
aneka industri dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya
perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan
memengaruhi nilai indeks sektor aneka industri namun tidak berlaku
sebaliknya.
Fluktuasi harga Minyak WTI secara statistik signifikan
mempengaruhi nilai indeks sektor industri barang konsumsi (CONS)
karena mempunyai nilai probabilty 0.033 ketika kebijakan fluktuasi
harga BBM belum diberlakukan dan 0.049 ketika kebijakan telah
diberlakukan. Namun, nilai indeks sektor industri barang konsumsi
secara statistik tidak signifikan memengaruhi perubahan harga
Minyak WTI yang dibuktikan dengan nilai probabilty lebih besar dari
0.05 masing-masing 0.753 dan 0.961. Dengan demikian, disimpulkan
bahwa terjadi kausalitas searah antara nilai indeks sektor industri
barang konsumsi dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya
perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan
memengaruhi nilai indeks sektor industri barang konsumsi dan tidak
berlaku sebaliknya.
5. Analisis Vector Auto Regression (VAR)
Setelah didapati hubungan kointegrasi diantara variabel penelitian,
maka tahap selanjutnya adalah membentuk model VAR. Menurut
Enders (2004), jika terdapat hubungan kointegrasi diantara variabel
penelitian, maka estimasi dilakukan dengan VAR. Tabel 6
menyajikan hasil estimasi dengan VAR untuk masing-masing sektor
yang diteliti.
33
Tabel 8: Estimasi VAR untuk keempat Sektor yang diteliti
Sektor
2 kali standar deviasi 3 kali standar deviasi
𝒂 POILt-1 ISt-1 𝒂 POILt-1 ISt-1
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics )
MING Sebelum -0.000 0.061 0.072 0.011 0.668 0.668
(-1.577) ( 3.060)** (1.236) (0.547) (2.165)* (2.058)*
Pasca -0.177 1.068 0.006 0.009 0.317 2.496
(-2.567)* ( 3.468)** (0.098) (0.234) (2.640)** (0.652)
MISC Sebelum 0.000 -0.013 0.000 0.021 -0.395 0.871
(0.457) (-2.388)* (1.007) (0.880) (-2.101)* (0.536)
Pasca 0.000 -1.000 1.004 0.007 -0.266 1.280
(0.129) (-2.009)* ( 2.058)* (0.162) (-0.522) (0.418)
CONS Sebelum 0.000 -0.003 0.150 0.021 -0.340 0.311
(2.123)* (-2.142)* (2.564)* (0.019) (-2.382)* (2.270)*
Pasca 0.000 -1.001 1.184 0.008 -0.362 1.069
(0.963) ( -2.067)* (2.574)* (1.148) (-2.117)* (2.208)*
Sumber: Data Diolah (2016)
34
keterangan:
𝑎 : konstanta
POILt-1 : harga minyak WTI pada lag sehari sebelumnya
ISt-1 : Indeks Sektor pada lag sehari sebelumnya
MING : Mining Index (sektor Pertambangan)
MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)
CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)
(*) wilayah tolak H0 pada tingkat signifikansi 5%: nilai t-statistics > 1.968 atau < -1.968
(**) wilayah tolak H0 pada tingkat signifikansi 1%: nilai t-statistics > 2.576 atau < -2.576
Model Persamaan Vector Auto Regression adalah seperti berikut
(hanya memasukan variabel yang signifikan):
R𝑖𝑡 = 𝑎 + 𝑏𝑃𝑂𝐼𝐿𝑡−1+ 𝑐𝐼𝑆𝑖−1..................................................... (4)
keterangan:
Rit : Perubahan nilai indeks saham sektor i pada hari ke t
𝑎 : konstanta
POILt-1 : harga minyak WTI pada lag sehari sebelumnya
ISt-1 : Indeks Sektor pada lag sehari sebelumnya
Dari hasil estimasi model VAR dapat disimpulkan bahwa nilai indeks
sektor pertambangan dalam periode berjalan (MING) sangat
dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak WTI pada periode
sebelumnya (POILt-1) dilihat dari nilai t-statistiknya 3.060, 2.165,
2.058, -2.567, 3.468, dan 2.640 berada di wilayah penerimaan
hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif
terhadap nilai indeks di sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
Perubahan harga minyak WTI pada periode sebelumnya memberikan
pengaruh positif dan secara statistik signifikan. Maka dari itu,
hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif
terhadap nilai indeks di sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia
dapat diterima.
Sementara itu, nilai indeks sektor aneka industri dengan pengolahan
menggunakan standar dua kali deviasi secara signifikan hanya
dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak WTI pada periode
35
sebelumnya (POILt-1) yang ditunjukkan oleh nilai statistiknya kurang
dari -1.968. Selanjutnya dari tabel diatas dapat dilihat dengan
menggunakan pengolahan data standar tiga kali deviasi menunjukkan
bahwa untuk nilai indeks sektor aneka industri sebelum kebijakan
fluktuasi harga BBM secara signifikan hanya dipengaruhi oleh
fluktuasi harga minyak WTI pada periode sebelumnya (POILt-1) yang
ditunjukkan oleh nilai statistiknya kurang dari -1.968. Maka dari itu,
hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap
nilai indeks di sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia dapat
diterima.
Pada sektor terakhir, nilai indeks sektor industri barang konsumsi
hampir dipengaruhi oleh semua variabel, kecuali faktor-faktor lain
yang ada (a) pada pengolahan menggunakan standar tiga kali deviasi
dan dua kali deviasi pasca kebijakan fluktuasi harga BBM yang
ditunjukkan oleh nilai statistiknya > 1.968 atau < -1.968. Maka dari
itu, hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif
terhadap nilai indeks di sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia
dapat diterima.
PEMBAHASAN
Output pada VAR Model Substituted Coefficients meringkaskan
kompilasi permodelan secara keseluruhan baik variabel yang
signifikan maupun yang tidak signifikan. Pada bagian ini akan
dikupas intepretasi dari permodelan VAR dan juga termasuk hasil
pengujian hipotesis untuk masing-masing sektor yang diteliti.
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap
nilai indeks di sektor pertambangan
Pola perubahan harga minyak WTI dengan nilai indeks sektor
pertambangan adalah positif. Sedangkan untuk faktor-faktor lainnya
adalah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat harga minyak
36
WTI mengalami kenaikan maka nilai indeks sektor pertambangan
akan ikut mengalami kenaikan.
Saat penelitian ini ditulis, pasar masih beradaptasi menghadapi tren
penurunan harga minyak dunia yang diikuti keputusan pemerintah
memakai skema subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM).
Skema subsidi tetap memang akan mengurangi beban APBN. Namun
di sisi lain, skema ini membuat perusahaan sulit membuat rencana
kerja karena harus menyesuaikan pergerakan harga minyak dunia.
Dari pasar saham, emiten yang bergerak di sektor pertambangan harus
mewaspadai tren penurunan harga minyak dunia yang terjadi karena
konsumen berpotensi mengalihkan kebutuhan energi ke minyak
mentah seiring dengan harga yang kian rendah. Imbasnya, tren
penurunan harga minyak dunia akan membawa dampak positif bagi
beberapa sektor seperti konsumer, ritel, dan transportasi.
Namun sejatinya, perusahaan yang menggunakan minyak sebagai
output produksi, pergerakan terhadap harga minyak mentah dunia
akan berimbas pada meningkatnya kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dan kemampuan dalam memberikan dividen.
Peningkatan kemampuan menghasilkan laba dan membagikan
dividen akan membuat minat investor menjadi tinggi, dan akan
cenderung untuk membeli saham sehingga harga saham menjadi naik.
Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang diperoleh oleh
investor.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh El-Sharif
(2005) tentang hubungan antara harga minyak mentah dengan harga
saham di industri minyak dan gas di Inggris. Bukti mereka
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua faktor,
dan seringkali signifikan dan mencerminkan dampak langsung dari
gejolak harga minyak pada harga ekuitas, serta Nandha & Faff (2008)
37
yang menyatakan bahwa terdapat 35 indeks industri global untuk
periode antara tahun 1983 sampai 2005. Temuan mereka
menunjukkan bahwa harga minyak memiliki dampak negatif pada
pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali pertambangan,
serta industri minyak dan gas.
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap
nilai indeks di sektor industri dasar
Pergerakan nilai indeks sektor industri dasar tidak dipengaruhi oleh
dinamika perubahan harga minyak WTI, hal ini dapat dibuktikan
dalam uji Granger yang menyimpulkan tidak terjadi kausalitas apapun
untuk nilai indeks sektor industri dasar dan perubahan harga Minyak
WTI. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Agusman & Deriantino (2008) dimana kinerja industri khususnya
pada profit perusahaan menjadi lebih rentan terhadap kenaikan harga
minyak dunia.
Alasan harga miyak dunia tidak secara signifikan berpengaruh pada
perusahaan yang termasuk sektor industri dasar karena keberadaan
sektor industri ini secara langsung dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, misalnya dalam sektor semen, porselen kayu, keramik,
dimana tanpa adanya sektor ini, proses pembangunan yang ada di
Indonesia tidak bisa berjalan dengan baik. Fluktuasi harga minyak
dunia merupakan satu dari banyak faktor lainnya yang turut
mempengaruhi sektor ini. Sehingga peristiwa yang mempunyai kaitan
dengan harga minyak dunia tidak terlalu berpengaruh pada
perusahaan yang termasuk sektor industri dasar.
38
Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap
nilai indeks di sektor aneka industri dan sektor industri barang
konsumsi
Diantara sektor aneka industri dan minyak WTI, harga minyak WTI
dan variabel sektor aneka industri memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pergerakan nilai indeks sektor aneka industri pada
lag satu hari sebelumnya. Selanjutnya, untuk pola nilai indeks sektor
aneka industri dengan perubahan harga minyak WTI adalah negatif
dan dengan dirinya sendiri adalah positif. Diantara hubungan antara
variabel sektor industri barang konsumsi dan minyak WTI, harga
minyak WTI pada lag sehari sebelumnya memberikan pengaruh yang
signifikan. Pada variabel sektor industri barang konsumsi dipengaruhi
oleh dinamika pergerakan dirinya sendiri pada lag satu hari
sebelumnya. Pola hubungan nilai indeks sektor industri barang
konsumsi dengan perubahan harga minyak WTI adalah negatif dan
pola hubungan nilai indeks sektor industri barang konsumsi dirinya
sendiri adalah positif.
Nilai indeks di sektor aneka industri dan sektor industri barang
konsumsi merespon secara negatif adanya pergerakan harga minyak
dunia. Hal ini terjadi ketika terjadi perubahan harga minyak akan
mempengaruhi aktivitas perekonomian. Pergerakan harga minyak
dunia akan berakibat pada berubahnya pendapatan yang diterima
perusahaan atau industri yang menggunakan minyak sebagai salah
satu input dalam proses produksi. Konsekuensinya, perubahan harga
minyak akan menurunkan pendapatan perusahaan atau industri secara
agregat. Dengan asumsi pasar saham yang ada merupakan pasar
saham yang efisien, maka kenaikan harga minyak akan menyebabkan
penurunan harga saham. Akan tetapi, jika pasar saham tidak efisien,
maka akan terdapat lag dalam respon return saham.
39
Di lain sisi, saat terjadi penurunan harga minyak dunia akan
menunjukkan kondisi negatif pasar komoditas secara keseluruhan.
Namun, kondisi tersebut juga dapat dilihat dari sisi positif. Menurut
Manurung (2015), setiap penurunan harga sebesar US$10 per barel
akan mengurangi biaya antara US$36 juta-US$40 juta dari total biaya
operasi perseroan, maka dari itu perseroan bisa menekan biaya
operasionalnya.
Selanjutnya, Antarikso (2015) berpendapat jika ongkos distribusi
berkontribusi sekitar 4,5% terhadap biaya operasional perseroan,
sehingga penurunan harga minyak dapat memberikan dampak positif.
Tren pelemahan harga minyak dunia telah memicu penurunan harga
BBM yang menjadi unsur penting dalam proses distribusi. Jika harga
BBM tetap rendah, hal ini akan menguntungkan emiten yang bergerak
di sektor industri barang konsumsi. Selain itu, penurunan harga
minyak mentah dunia juga akan memberikan dampak di biaya
produksi. Hal ini mengingat beberapa perusahaan di sektor industri
barang konsumsi juga menggunakan minyak mentah sebagai bahan
baku.
Hasil penelitian ini, sesuai dengan pendapat Ciner (2001) dan Park
dan Ratti (2008) yang menyatakan bahwa ketidakstabilan harga
minyak memiliki dampak signifikan secara statistik pada pasar
saham, terutama bagi perusahaan yang termasuk golongan industri.
Penelitian ini juga mendukung pendapat Mohanty, Nandha, & Bota
(2010) dimana harga minyak memiliki dampak negatif pada
pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali pertambangan,
serta industri minyak dan gas.
Kedua sub-hipotesis sektor aneka industri dan sektor industri barang
konsumsi membuktikan pergerakan harga minyak dunia berpengaruh
negatif terhadap nilai indeks di sektor industri, hal ini dikarenakan
40
minyak bersama dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku
merupakan komponen paling penting dalam produksi barang dan
perubahan harga input tersebut akan mempengaruhi arus kas. Naiknya
harga minyak, yang dibarengi dengan tidak adanya efek substitusi
lengkap antara faktor-faktor produksi, meningkatkan biaya produksi.
Meningkatnya biaya produksi dan berimbas pada menurunnya
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan
dalam memberikan dividen. Penurunan kemampuan menghasilkan
laba dan membagikan dividen akan membuat minat investor menjadi
rendah, dan investor perusahaan yang bersangkutan akan cenderung
untuk menjual sahamnya sehingga harga saham turun. Penurunan
harga saham akan menurunkan return yang diperoleh oleh investor.
PENUTUP
Simpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan dari 330 observasi data
harga minyak WTI harian dan penutupan indeks harian di 4 indeks
saham sektoral di Bursa Efek Indonesia yaitu Pertambangan, Industri
Dasar, Aneka Industri, dan Industri Barang Konsumsi selama 1 tahun
sebelum adanya penghapusan subsidi untuk harga BBM dari Oktober
2013 sampai Oktober 2014 dan 1 tahun pasca berlakunya kebijakan
fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar dari November 2014
hingga November 2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pergerakan harga minyak dunia memberikan pengaruh
positif baik sebelum dan sesudah kebijakan fluktuasi harga
BBM mengikuti harga pasar terhadap nilai indeks di sektor
pertambangan.
2. Tidak terjadi hubungan apapun antara pergerakan nilai indeks
sektor industri dasar dan harga minyak dunia. Pergerakan
harga minyak dunia memberikan pengaruh negatif terhadap
41
pergerakan nilai indeks sektor aneka industri. Selanjutnya,
perubahan harga minyak dunia memberikan pengaruh negatif
untuk sektor industri barang konsumsi setelah kebijakan
fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar diberlakukan.
Implikasi Teoritis
Dilihat dari perspektif ekonomi mikro, yang paling jelas adalah
kenyataan bahwa banyak perusahaan, minyak merupakan sumber
daya penting dan input penting dalam produksi barang. Maka dari itu
perubahan harga minyak tentu akan berdampak pada biaya.
Perubahan biaya diperkirakan akan berdampak lebih jauh terhadap
harga saham. Hamilton (1983), Jones (2004), dan Cunado & Gracia
(2004) menemukan bahwa ada hubungan antara harga minyak dan
pasar saham dimana pergerakan harga minyak akan mempengaruhi
ekonomi makro dan akhirnya berimbas pada tingkat return ekuitas.
Hal ini dikarenakan, pergerakan harga minyak sangat mempengaruhi
output riil dan dengan demikian memiliki efek buruk pada
keuntungan perusahaan dimana minyak digunakan sebagai input.
Fluktuasi harga minyak dunia memiliki pengaruh yang cukup
penting dalam perekonomian. Hal tersebut memperkuat hasil
penelelitian yang dilakukan Sadorsky (1999), Gjerde dan Sættem
(1999), Ciner (2001), dan Park dan Ratti (2008).
Penelitian ini merupakan salah satu kasus dalam hipotesis bentuk
setengah kuat karena harga saham mencerminkan tidak hanya
informasi mengenai harga saham di masa lalu tetapi juga semua
informasi umum yang tersedia yang relevan bagi perusahaan. Dengan
kata lain harga saham akan secara cepat menyesuaikan diri untuk
merefleksikan adanya informasi harga minyak yang tersedia untuk
umum. Meskipun pengaruhnya tidak terlalu besar jika
dibandingankan dengan fluktuasi harga pertukaran mata uang asing,
namun hal ini tetap harus diwaspadai sebab perekonomian kita
42
masih bergantung pada bahan bakar minyak sebagai sumber
energi. Sebagaimana yang kita ketahui, minyak mentah merupakan
sumber energi yang membutuhkan waktu sangat lama untuk
memperbaharuinya. Ini berarti dibutuhkan kebijakan yang mampu
direspon lebih cepat oleh sektor riil.
Saran
Hendaknya harga minyak dunia dapat dijadikan pertimbangan untuk
investor, khususnya yang berminat membeli saham di sektor
pertambangan sebagai sumber informasi mengingat fluktuasi harga
minyak dunia memberikan pengaruh terhadap nilai indeks di sektor
pertambangan.
Walaupun tujuannya untuk menentukan dan mengenali hubungan
antara perubahan harga minyak dan nilai indeks di keempat sektor
yang diteliti, penelitian ini mempunyai keterbatasan. Penelitian ini
belum memilah reaksi saat pasar dalam kondisi bearish dan bullish,
maka untuk agenda penelitian mendatang disarankan untuk melihat
dan membandingkan pada kedua kondisi pasar tersebut.
viii
Referensi Agusman, A., & Deriantino, E. (2008). Oil Price and Industry Stock Returns:
Evidence from Indonesia. Submission Cover 21st Australasian Finance
and Banking Conference.
Antarikso, S. (2015, January 19). Harga Minyak Dunia Ambrol, Waspadai Aksi
Banting Saham Pertambangan. (R. A. Pratama, & A. M. Ardhanareswari,
Editors) Diunduh pada tanggal 17 April 2016 dari Bisnis Indonesia:
http://market.bisnis.com/read/20150119/191/ 392746/harga-minyak-
dunia-ambrol-waspadai-aksi-banting-saham-pertambangan
Basher, S. A., & Sadorsky, P. (2006). Oil price risk and emerging stock markets.
Global Finance Journal 17, 224–251.
Bhar, R., & Nikolova, B. (2010, May). Global Oil Prices, Oil Industry and Equity
Returns: Russian Experience. Scottish Journal of Political Economy 57(2),
169-186.
Biro Riset LM FE UI. (2010). Analisis Industri Minyak dan Gas Di Indonesia:
Masukan bagi Pengelola BUMN.
Ciner, C. (2001). Energy shocks and financial markets: Nonlinear linkages. Studies
in Nonlinear Dynamics and Econometrics 5 (3), 203-212.
Cong, R. C., Wei, Y. M., Jiao, J. L., & Fan, Y. (2008). Relationships between oil
price shocks and stock market: An empirical analysis from China. Energy
Policy 36 (9), 3544-3553.
Cunado, J., & Gracia, P. D. (2004). Oil prices, economic activity and inflation: Oil
prices, economic activity and inflation:.
El-Sharif, I., Brown, D., Burton, B., Nixon, B., & Russel, A. (2005). Evidence of
the nature and extent of the relationship between oil prices and equity
values in the UK. Energy Economics 27 (6), 819-830.
Enders, W. (2004). Applied Econometric Time Series. 2nd Edition. John Wiley and
Sons. New York.
Faff, R. W., & Brailsford, T. J. (1999). Oil price risk and the Australian stock
market. Journal of Energy Finance and Development 4, 69-87.
Fama, E. F. (1970). Efficient capital markets: A review of theory and empirical
work. The Journal of Finance 2 (25), 383-417.
Gisser, M., & Goodwin, T. H. (1986). Crude oil and the macroeconomy: Tests of
some popular nations. Journal of Money, Credit and Banking 18 (1), 95-
103.
Gjerde, Ø., & Sættem, F. (1999). Causal relations among stock returns and
macroeconomic variables in a small, open economy. Journal of
International Financial Markets 9 (1), 61-74.
ix
Gogineni, S. (2007). The Stock Market Reaction to Oil Price Changes. University
of Oklahoma.
Gumelar, G. (2015, January 1). BI Apresiasi Reformasi Kebijakan Subsidi BBM
Jokowi. Retrieved from CNN Indonesia:
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150101093005-78-21766/bi-
apresiasi-reformasi-kebijakan-subsidi-bbm-jokowi/
Hamilton, J. D. (1983). Oil and macroeconomy since World War II. The Journal of
Political Economy 91 (2), 228-248.
Hammoudeh, S., & Li, H. (2004). Risk-Return Relationships in Oil-Sensitive Stock
Markets. Finance Letters 2, 10-15.
Haugen, R. A. (2001). Modern Portfolio Theory. 5th Edition. Prentice Hall. New
Jersey.
Huang, R. D., Masulis, R. W., & Stoll, H. R. (1996). Energy shocks and financial
markets. Journal of Futures Markets 16 (1), 1-27.
Huang, R. D., Masulis, R. W., & Stoll, H. R. (1996). Energy shocks and financial
markets. Journal of Futures Markets 16 (1), 1-27.
Humberto, M. (2010, May 31). Indonesia leaves OPEC, GM downsizes. Diambil
kembali dari Asia Times:
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/JF10Ae03.html
Indonesia: Oil for 2011. (2011). Diambil kembali dari International Energy
Agency:
http://www.iea.org/statistics/statisticssearch/report/?&country=INDONE
SIA&year=2011&product=Oil
International Monetary Fund 2000. (2014, January 30). The impact of higher oil
prices on the global. Diambil kembali dari International Monetary Fund:
<http://www.imf.org/external/pubs/ft/oil/2000/>.
Jimènez-Rodrìguez, R., & Sànchez, M. (2005). Oil price shocks and real GDP
growth: Empirical evidence for some OECD countries. Applied Economics
37 (2), 201-228.
Jones, C. M., & Kaul, G. (1996). Oil and the stock markets. Journal of Finance 51
(2), 463-491.
Jones, D. W., Leiby, P. N., & Paik, I. K. (2004). Oil price shocks and the
macroeconomy: What has been learned since 1996? Energy Journal 25, 1-
32.
Lescaroux, F., & Mignon, V. (2008). On the Influence of Oil Prices on Economic
Activity and other Macroeconomic and Financial Variables. OPEC Energy
Review 32 (4), 343–380.
MacKinlay, A. C. (1997). Event Studies in Economics and Finance. Journal of
Economic Literature 35, 13-39.
x
Manurung, E. (2015, January 19). Harga Minyak Dunia Ambrol, Waspadai Aksi
Banting Saham Pertambangan. (R. A. Pratama, & A. M. Ardhanareswari
, Editors) Diunduh pada tanggal 15 April 2016 dari Bisnis Indonesia:
http://market.bisnis.com/read/20150119/191/392746/harga-minyak-
dunia-ambrol-waspadai-aksi-banting-saham-pertambangan
Mohanty, S., Nandha, M., & Bota, G. (2010). Oil shocks and stock returns: The
case of Central and Eastern European (CEE) oil and gas sector. Emerging Markets
Review 11 (4), 358-372.
Mujahid, M., Ahmed, R., & Mustafa, K. (2007). Does Oil Price Transmit to
Emerging Stock Returns: A case study of Pakistan Economy.
Nandha, & Hammoudeh. (2006). Systematic Risk, and Oil Price and Exchange Rate
Sensitivities in Asia-Pacific Stock Markets.
Nandha, M., & Faff, R. (2008). Does Oil Move Equity Prices? A Global View.
Energy Economics 30, 986-997.
Nashrillah, F. (2014, November 18). Umumkan Harga BBM, Jokowi Dinilai Berani.
Retrieved from tempo.co:
http://www.tempo.co/read/news/2014/11/18/090622792/Umumkan-
Harga-BBM-Jokowi-Dinilai-Berani
Papapetrou, E. (2001). Oil price shocks, stock market, economic activity and
employment in Greece. Energy Economics 23 (5), 511-532.
Park, J., & Ratti, R. A. (2008). Oil price shocks and the stock markets in the U.S.
and 13 European countries. Energy Economics 30 (5), 2587-2608.
Pollet, J. (2002). Predicting Asset Returns with Expected Oil Price Changes.
Harvard University.
Reimers, H.E. (1992). Comparisons of Tests for Multivariate Cointegration.
Statistical Papers 33, 335-346.
Sadorsky, P. (1999). Oil price shocks and stock market activity. Energy Economics
21 (5), 449-469.
Sawyer, K. R., & Nandha, M. (2006). How Oil Moves Stock Prices. University of
Melbourne.
Seshaiah, S., & Behera, C. (2009). Stock Prices and its Relation with Crude Oil
Prices and Exchange Rates. Applied Econometrics and International
Development 9 (1), 149-156.
Sriwardani, F. (2009). Pengaruh Indikator Makro Ekonomi Global terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta Islamic Index (JII)
Menggunakan Vector Auto Regressive dan Impulse Response Function.
vi
Lampiran 1: Hasil Uji Akar Null Hypothesis: MING has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -15.51328 0.0000
Test critical values: 5% level -2.871402
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: BIND has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -15.49956 0.0000
Test critical values: 5% level -2.871402
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: MISC has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -16.89669 0.0000
Test critical values: 5% level -2.871402
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: CONS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -19.66853 0.0000
Test critical values: 5% level -2.871402
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
vii
Null Hypothesis: MING has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.51916 0.0000
Test critical values: 5% level -2.876200
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: BIND has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.95651 0.0000
Test critical values: 5% level -2.876200
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: MISC has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.84278 0.0000
Test critical values: 5% level -2.876200
Null Hypothesis: CONS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -16.72633 0.0000
Test critical values: 5% level -2.876200
viii
Lampiran 2: Hasil Uji Panjang Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: BIND CONS MING MISC WTI
Exogenous variables: C
Date: 12/17/15 Time: 00:10
Sample: 1 414
Included observations: 280
Lag LogL AIC SC
0 3939.800 -28.10571 -28.04080
1 3964.233 -28.10166* -27.71222*
2 3980.761 -28.04115 -27.32717
3 3992.354 -27.94538 -26.90687
4 4001.826 -27.83447 -26.47143
5 4013.479 -27.73914 -26.05156
6 4029.322 -27.67373 -25.66161
7 4045.398 -27.60999 -25.27334
8 4055.319 -27.50228 -24.84109
* indicates lag order selected by the criterion
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: BIND CONS MING MISC WTI
Exogenous variables: C
Date: 12/17/15 Time: 01:00
Sample: 1 196
Included observations: 188 Lag LogL AIC SC 0 2589.728 -27.49710 -27.41103
1 2615.460 -27.50490* -26.98844*
2 2628.909 -27.38201 -26.43518
3 2644.085 -27.27750 -25.90029
4 2657.141 -27.15043 -25.34284
5 2672.727 -27.05028 -24.81232
6 2690.393 -26.97227 -24.30392
7 2705.547 -26.86752 -23.76880
8 2721.997 -26.77656 -23.24747 * indicates lag order selected by the criterion
vi
Lampiran 3: Hasil Uji Kointegrasi Date: 12/17/15 Time: 00:50
Sample (adjusted): 3 288
Included observations: 286 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: MING WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.354421 211.9944 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 00:52
Sample (adjusted): 3 288
Included observations: 286 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: BIND WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.327088 206.0979 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 00:52
Sample (adjusted): 3 288
Included observations: 286 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: MISC WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
vii
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.334655 215.6707 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 00:53
Sample (adjusted): 3 288
Included observations: 286 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: CONS WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.386183 233.0399 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 01:09
Sample (adjusted): 3 196
Included observations: 194 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: MING WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.392993 149.5908 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 01:09
Sample (adjusted): 3 196
Included observations: 194 after adjustments
viii
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: BIND WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.312366 133.6180 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 01:12
Sample (adjusted): 3 196
Included observations: 194 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: MISC WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.314320 141.9008 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 12/17/15 Time: 01:12
Sample (adjusted): 3 196
Included observations: 194 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: CONS WTI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.360031 148.4326 15.49471 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
ix
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
vi
Lampiran 4: Hasil Uji Granger Causality Pairwise Granger Causality Tests
Date: 12/17/15 Time: 00:50
Sample: 1 414
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. WTI does not Granger Cause BIND 287 0.30078 0.7895
BIND does not Granger Cause WTI 0.55702 0.7588 WTI does not Granger Cause CONS 287 0.02036 0.0339
CONS does not Granger Cause WTI 0.11620 0.7537 WTI does not Granger Cause MING 287 9.36831 0.3816
MING does not Granger Cause WTI 2.67777 0.0487 WTI does not Granger Cause MISC 287 0.15124 0.0846
MISC does not Granger Cause WTI 0.46609 0.0379
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 12/17/15 Time: 01:13
Sample: 1 196
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. WTI does not Granger Cause BIND 195 0.58924 0.1082
BIND does not Granger Cause WTI 0.44480 0.6176
WTI does not Granger Cause CONS 195 0.00452 0.0495
CONS does not Granger Cause WTI 0.51864 0.9618 WTI does not Granger Cause MING 195 12.0313 0.213
MING does not Granger Cause WTI 2.84221 0.0287 WTI does not Granger Cause MISC 195 9.1E-05 0.2561
MISC does not Granger Cause WTI 0.40465 0.0385
vi
Lampiran 5: Hasil Uji Vector Auto Regression Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 00:39
Sample (adjusted): 2 288
Included observations: 287 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] WTI MING WTI(-1) -0.121199 0.061294
(0.05872) (0.02003)
[-2.06415] [ 3.06077]
MING(-1) 0.280200 0.072230
(0.17123) (0.05840)
[ 1.63639] [ 1.23682]
C -0.002905 -0.000969
(0.00180) (0.00061)
[-1.61274] [-1.57733] R-squared 0.022644 0.038459
Adj. R-squared 0.015761 0.031687
Sum sq. resids 0.259304 0.030163
S.E. equation 0.030217 0.010306
F-statistic 3.289911 5.679546
Log likelihood 598.5902 907.3141
Akaike AIC -4.150454 -6.301841
Schwarz SC -4.112202 -6.263588
Mean dependent -0.002899 -0.001224
S.D. dependent 0.030458 0.010473
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 00:45
Sample (adjusted): 2 288
Included observations: 287 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] WTI MISC WTI(-1) -0.118094 -0.013491
(0.05895) (0.03469)
[-2.00341] [-2.38889]
MISC(-1) 0.068932 0.000424
(0.10097) (0.05942)
[ 0.68271] [ 1.00714]
vii
C -0.003263 0.000484
(0.00180) (0.00106)
[-1.81370] [ 0.45760] R-squared 0.015045 0.000533
Adj. R-squared 0.008109 -0.006505
Sum sq. resids 0.261320 0.090506
S.E. equation 0.030334 0.017852
F-statistic 2.169020 0.075732
Log likelihood 597.4788 749.6361
Akaike AIC -4.142709 -5.203039
Schwarz SC -4.104457 -5.164787
Mean dependent -0.002899 0.000522
S.D. dependent 0.030458 0.017794
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 00:47
Sample (adjusted): 2 288
Included observations: 287 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] CONS WTI CONS(-1) 0.150650 -0.048984
(0.05874) (0.14370)
[2.56455] [-0.34089]
WTI(-1) -0.003442 -0.114551
(0.02412) (0.05900)
[-2.14270] [-1.94150]
C 0.000828 -0.003181
(0.00074) (0.00180)
[ 2.12341] [-1.76429] R-squared 0.022942 0.013832
Adj. R-squared 0.016062 0.006887
Sum sq. resids 0.043726 0.261642
S.E. equation 0.012408 0.030352
F-statistic 3.334312 1.991695
Log likelihood 854.0292 597.3022
Akaike AIC -5.930517 -4.141479
Schwarz SC -5.892265 -4.103226
Mean dependent 0.000726 -0.002899
S.D. dependent 0.012509 0.030458
viii
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 01:01
Sample (adjusted): 2 196
Included observations: 195 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] MING WTI MING(-1) 0.006950 0.428642
(0.07026) (0.25425)
[ 0.09891] [ 1.68589]
WTI(-1) 1.068323 -0.134482
(0.01970) (0.07128)
[ 3.46862] [-1.88667]
C -0.1772 -0.002202
(0.00069) (0.00250)
[-2.56728] [-0.88159] R-squared 0.059630 0.029954
Adj. R-squared 0.049834 0.019849
Sum sq. resids 0.017055 0.223339
S.E. equation 0.009425 0.034106
F-statistic 6.087448 2.964377
Log likelihood 634.3785 383.5831
Akaike AIC -6.475677 -3.903416
Schwarz SC -6.425323 -3.853062
Mean dependent -0.001970 -0.002679
S.D. dependent 0.009669 0.034450
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 01:06
Sample (adjusted): 2 196
Included observations: 195 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] MISC WTI MISC(-1) 1.004244 0.082956
(0.07232) (0.13041)
[ 2.05869] [ 0.63612]
WTI(-1) -1.000380 -0.128142
(0.03975) (0.07169)
[-2.00956] [-1.78750]
ix
C 0.000177 -0.003046
(0.00137) (0.00247)
[ 0.12976] [-1.23527] R-squared 0.000018 0.017665
Adj. R-squared -0.010398 0.007432
Sum sq. resids 0.069546 0.226169
S.E. equation 0.019032 0.034321
F-statistic 0.001736 1.726287
Log likelihood 497.3363 382.3556
Akaike AIC -5.070116 -3.890827
Schwarz SC -5.019762 -3.840473
Mean dependent 0.000179 -0.002679
S.D. dependent 0.018934 0.034450
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/17/15 Time: 01:07
Sample (adjusted): 2 196
Included observations: 195 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] CONS WTI CONS(-1) 1.184095 -0.133716
(0.07123) (0.18567)
[2.58447] [-0.72017]
WTI(-1) -1.001850 -0.120236
(0.02753) (0.07176)
[ -2.06720] [-1.67552]
C 0.000913 -0.002906
(0.00095) (0.00247)
[ 0.96347] [-1.17672] R-squared 0.033748 0.018246
Adj. R-squared 0.023683 0.008020
Sum sq. resids 0.033267 0.226035
S.E. equation 0.013163 0.034311
F-statistic 3.353010 1.784187
Log likelihood 569.2343 382.4133
Akaike AIC -5.807532 -3.891419
Schwarz SC -5.757178 -3.841065
Mean dependent 0.000772 -0.002679
S.D. dependent 0.013322 0.034450
x
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/08/16 Time: 14:20
Sample (adjusted): 2 12
Included observations: 11 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL MING OIL(-1) 0.668604 -0.056670
(0.30881) (0.05761)
[2.16509] [-0.98361]
MING(-1) 0.668460 0.460607
(2.29083) (0.42740)
[ 2.05885] [ 1.07771]
C 0.011553 0.001203
(0.02109) (0.00393)
[ 0.54780] [ 0.30566] R-squared 0.412366 0.143885
Adj. R-squared 0.265458 -0.070144
Sum sq. resids 0.036368 0.001266
S.E. equation 0.067424 0.012579
F-statistic 2.806962 0.672269
Log likelihood 15.80742 34.27595
Akaike AIC -2.328621 -5.686536
Schwarz SC -2.220104 -5.578019
Mean dependent 0.021052 0.002180
S.D. dependent 0.078670 0.012160
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/08/16 Time: 14:21
Sample (adjusted): 2 12
Included observations: 11 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL MISC OIL(-1) -0.395143 -0.077559
(0.35860) (0.09446)
[-2.10189] [-0.82108]
MISC(-1) 0.871982 -0.019085
(1.62596) (0.42829)
[ 0.53629] [-0.04456]
C 0.021846 -0.000306
xi
(0.02482) (0.00654)
[ 0.88016] [-0.04686] R-squared 0.132203 0.111878
Adj. R-squared -0.084746 -0.110152
Sum sq. resids 0.053707 0.003726
S.E. equation 0.081936 0.021583
F-statistic 0.609374 0.503887
Log likelihood 13.66322 28.33775
Akaike AIC -1.938767 -4.606863
Schwarz SC -1.830250 -4.498346
Mean dependent 0.021052 -0.000785
S.D. dependent 0.078670 0.020484
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/08/16 Time: 14:22
Sample (adjusted): 2 12
Included observations: 11 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL CONS OIL(-1) -0.340183 0.017444
(0.38654) (0.10240)
[-2.38206] [ 0.17035]
CONS(-1) 0.311387 -0.538458
(1.50715) (0.39925)
[ 2.27061] [-1.34868]
C 0.021982 0.003813
(0.02540) (0.00673)
[ 0.01943] [ 0.56670] R-squared 0.105777 0.237409
Adj. R-squared -0.117779 0.046761
Sum sq. resids 0.055343 0.003884
S.E. equation 0.083174 0.022033
F-statistic 0.473156 1.245275
Log likelihood 13.49823 28.11053
Akaike AIC -1.908769 -4.565550
Schwarz SC -1.800253 -4.457033
Mean dependent 0.021052 0.002135
S.D. dependent 0.078670 0.022567
Vector Autoregression Estimates
xii
Date: 01/08/16 Time: 14:24
Sample (adjusted): 1/30/2015 9/01/2015
Included observations: 7 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL MING OIL(-1) 0.317909 -0.036246
(0.49651) (0.06567)
[2.64029] [-0.55193]
MING(-1) 2.496972 -0.341900
(3.82971) (0.50654)
[ 0.65200] [-0.67498]
C 0.009624 0.004759
(0.04111) (0.00544)
[ 0.23409] [ 0.87529] R-squared 0.125488 0.257393
Adj. R-squared -0.311767 -0.113911
Sum sq. resids 0.042774 0.000748
S.E. equation 0.103409 0.013677
F-statistic 0.286991 0.693214
Log likelihood 7.909498 22.07015
Akaike AIC -1.402714 -5.448614
Schwarz SC -1.425895 -5.471795
Mean dependent 0.015320 0.003072
S.D. dependent 0.090288 0.012959
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/08/16 Time: 14:25
Sample (adjusted): 1/30/2015 9/01/2015
Included observations: 7 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL MISC OIL(-1) -0.266069 -0.050833
(0.50910) (0.12036)
[-0.52263] [-0.42235]
MISC(-1) 1.280608 -0.331329
(3.05902) (0.72319)
[ 0.41863] [-0.45815]
C 0.007590 0.006718
(0.04668) (0.01104)
[ 0.16259] [ 0.60875]
xiii
R-squared 0.073157 0.149424
Adj. R-squared -0.390264 -0.275864
Sum sq. resids 0.045334 0.002534
S.E. equation 0.106459 0.025168
F-statistic 0.157863 0.351349
Log likelihood 7.706083 17.80138
Akaike AIC -1.344595 -4.228965
Schwarz SC -1.367777 -4.252146
Mean dependent 0.015320 0.003358
S.D. dependent 0.090288 0.022282
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/08/16 Time: 14:25
Sample (adjusted): 1/30/2015 9/01/2015
Included observations: 7 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] OIL CONS OIL(-1) -0.362284 -0.073196
(0.62671) (0.18926)
[-2.11707] [-0.38674]
CONS(-1) 1.069704 0.103355
(2.41100) (0.72810)
[ 2.20868] [ 0.14195]
C 0.008430 0.007701
(0.04509) (0.01362)
[ 1.14895] [ 0.56550] R-squared 0.077926 0.042877
Adj. R-squared -0.383110 -0.435684
Sum sq. resids 0.045100 0.004113
S.E. equation 0.106184 0.032067
F-statistic 0.169024 0.089596
Log likelihood 7.724140 16.10563
Akaike AIC -1.349754 -3.744464
Schwarz SC -1.372936 -3.767646
Mean dependent 0.015320 0.007932
S.D. dependent 0.090288 0.026762
xiv
Top Related