PENGARUH HARGA BAWANG MERAH DAN CABAI MERAH
TERHADAP INFLASI TAHUN 2011-2018
DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Oleh
DHINDA AFRILIA
105710220215
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
ii
PERSEMBAHAN
Skripsiku ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku Bapak (Sandra)
dan ibundaku (Jumani) tercinta yang tak pernah lelah membesarkanku dengan
penuh kasih sayang,serta memberikan dukungan,perjuangan dalam hidup ini,dan
adik ku (arif,astrid,luqlu,nunu dan yaumi) dan special untuk ( Arfinayanti ) beserta
keluarga besar ku terima kasih buat kalian.
MOTTO HIDUP
Jika kamu ada di jalan yang benar menuju Allah Berlarilah. Jika itu berat
untukmu, berlari-lari kecil lah. Jika kamu lelah, berjalanlah. Dan jika kamu tidak
bisa , merangkaklah, tapi JANGAN PERNA berhenti ataupun berbalik arah.
-Imam Syafi’i-
-Karena Allah Tahu Kita Mampu-
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Dhinda Afrilia, 105710220215, Tahun 2019, Pengaruh Harga Bawang
Merah dan Cabai Merah Terhadap Inflasi Tahun 2011-2018 di Kabupaten
Enrekang, Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh ibu Asriati,SE.M.Si
selaku Pembimbing I dan bapak A.Nur Achasanuddin UA,SE.M.Si selaku
Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengeruh harga
bawang merah dan cabai merah terhadap inflasi tahun 2011-2018. Metode
analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat
Statistik). Dalam penelitian ini menunjukan bahwa harga bawang merah dan
harga cabai merah tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Kabupaten
Enrekang.
Kata Kunci : Harga Bawang Merah, Cabai Merah,dan Inflasi
vii
ABSTARCT
Dhinda Afrilia, 105710220215, 2019, The Effect of the Price of Shallots and
Red Chili on Inflation in 2011-2018 in Enrekang Regency, Thesis of Economic
Development Study Program, Faculty of Economics and Business, University of
Muhammadiyah Makassar. Supervised by Mrs. Asriati, SE.M.Si as Supervisor I
and Mr. A.Nur Achasanuddin UA, SE.M.Si as Supervisor II.
This study aims to determine how much the influence of the price of shallots
and red chili on inflation in 2011-2018. The analytical method used is multiple
linear regression. The data used in this study are secondary data obtained from
BPS (Statistics Indonesia). In this study shows that the price of shallots and the
price of red chili does not significantly influence inflation in Enrekang Regency
Kata Kunci : Price of Shallots and Red Chili, Inflation
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segalah rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya.
Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta para keluarganya, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan
nikmat yang tiada ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Harga Bawang Merah,Coklat/kakao,Cabai Merah terhadap Inflasi Tahun 2011-
2018 di Kabupaten Enrekang”.
Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan program sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terimah kasih
kapada kadua orang tua penulis bapak Sandang dan ibu Jumani yang
senantiasa memberi harapan,semangat,perhatian,kasih saying dan do’a tulus
yang tak henti mereka panjatkan. Dan saudara-saudaraku tercinta yang
senantiansa mendukung dan memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan
seluruh keluarga besar atas segala pengorbadan, dukungan dan do’a restu yang
telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menutut ilmu. Semoga apa yang
telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang
kehidipan didunia dan di akhirat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula
ix
penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimah kasih banyak disampaikan
dengan hormat kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H Abd. Rahman Rahim, SE., MM, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Ismail Rasulong, SE., MM, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Hj. Naidah, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu asriati, SE., M.Si selaku pembimbing 1 yang senantiasa meluangkan
swaktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi
selesai dengan baik.
5. Bapak A.Nur Achsanuddin Usdyn attahmid, SE., M.Si selaku pembimbing II
yang telah berkenan membantu selama dalam penyusunan skripsi hingga
ujian skripsi.
6. Bapak/ibu dan asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiya Makassar yang tak kenal telah banyak menuangkan
ilmunya kepada penulisnya selama mengukuti perkuliahaan.
7. Segenap staf dan karyawan fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiya Makassar.
8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar.
9. Terimah kasih kepada Ardita Pratiwi, Regita Dahlan, sahabat-sahabat kecil
penulis dan teman-teman Ekonomi Pembangunan kelas C, yang telah
memberikan semangat, kesabaran sehingga penulis dapat merampung
penulisan Skripsi ini
x
10. Dan kepada rekan-rekan di IMPM yang telah memberikan motifasi dan
dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya sungguh penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya
para pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan
kritikan demi kesempurnaan skripsi ini.
Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak utamanya kepada almamater kampus biru Universitas Muhammaduyah
Makassar.
Billahi fii Sabili Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikumWr.Wb
Makassar, 3 Oktober 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................. i
PERSEMBAHAN DAN MOTTO ....................................................................... ii
ABSTRAK .........................................................................................................iii
ABSCTRAK .......................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
D. Manfaat Hasil Penelitian ....................................................................... 9
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 10
A. Harga .................................................................................................... 10
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) ....................................................... 12
B. Inflasi ..................................................................................................... 14
1. Jenis Inflasi ..................................................................................... 15
2. Ciri-ciri Inflasi .................................................................................. 17
3. Teori Inflasi ..................................................................................... 18
C. Komoditas Pangan ............................................................................... 21
D. Keterkaitan antara Harga Komoditas dan Inflasi ................................. 23
E. Ancaman Inflasi Komoditas Pangan .................................................... 25
F. Tinjauan Empiris ................................................................................... 27
ix
G. Karangan Konsep .................................................................................28
H. Hipotesis ................................................................................................30
III METODE PENELITIAN ...............................................................................31
A. Jenis Penelitian ...................................................................................31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................31
C. Definisi Oberasional Variabel dan Pengukuran ................................31
D. Populasi dan Sampel ..........................................................................33
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................33
F. Teknik Analisi ......................................................................................34
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………………38
A. Gambaran Umum Kabupaten Enrekang………………………………38
B. Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik…………………………………39
C. Visi dan Misi Badan Pusat Statistik……………………………………..40
D. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok BPS……………………………41
E. Hasil Penelitian……………………………………………………………43
F. Hasil Pembahasan………………………………………………………..51
V PENUTUP………………………………………………………………………...54
A. Kesimpulan………………………………………………………………...54
B. Saran………………………………………………………………………..54
Daftar Pustaka ................................................................................................56
xii
DAFTAR TABEL
3.1 Interprestasi Koefesien Korelasi .............................................................40
3.2 Penelitian Terdahulu ...............................................................................42
x
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir ............................................................28
2. Gambar 4.1 Skema Uji Normalit ..................................................................43
3. Gambar 4.2 Skema Uji Heterokedastidit .....................................................46
xi
DAFTAR TABEL
1. Penelitian Terdahulu ......................................................................................
2. Uji Multikolinertas ...........................................................................................
3. Uji Autokolerasi ...............................................................................................
4. koefisien Regresi Linear Berganda ................................................................
5. Hasl Uji T .........................................................................................................
6. Hasil Uji F ........................................................................................................
7. Uji koefisen Determinasi .................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realita ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Pertanian
dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman,hewan,dan mikrobia). Semua
usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan
dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat, usaha,
pemilihan benih/bibit ,metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk,
dan pemasaran.
Peranan sektor pertanian di Indonesia sangat penting bagi pertumbuhan
ekonomi,pengelolaan pangan bagaikan deret hitung dan pertumbuhan
penduduk bagaikan deret ukur, nampaknya mendapat momentumnya sekarang.
Bangsa Indonesia dengan pertumbuhan penduduk yang sangat besar, apabila
tidak disertai dengan kenaikan produksi pangan, maka akan berpeluang
menghadapi persoalan pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya di masa
yang datang. Kebutuhan pangan senantiasa meningkat seiring peningkatan
jumlah penduduk di sertai dengan kebutuhannya, tidak semua kebutuhan
pangan dapat di penuhi, karena kapasitas produksi dan distribusi pangan
semakin terbatas. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan pangan antara
kebutuhan dan pengelolaan pangan secara merata.
2
Pada era globalisasi seperti saat ini Mutu dan standardisasi menjadi penentu
keberterimaan suatu produk oleh konsumen, baik di pasar dalam negeri maupun
di pasar internasional, oleh sebab itu perlu terus dilakukan pemasyarakatan mutu
dan standardisasi bagi pelaku usaha dan konsumen agar pelaku usaha dapat
menerapkan mutu dan standardisasi sesuai ketentuan dan permintaan pasar.
Sulawesi Selatan sebagai provinsi yang berkomitmen terhadap SNI akan terus
berupaya agar produk hasil pertanian khususnya produk unggulan dapat
berstandar SNI yaitu bawang merah dan cabe merah.
Perekonomian Sulawesi Selatan tahun 2018 masih di dominasi oleh sektor
pertanian, dari distribusi tersebut, khususnya sub sektor tanaman pangan.
Produksi tahun 2017 adalah 94,256 ton meningkat 34% daerah sentra di
berbeda Kabupaten Enrekang, Bantaeng, Jeneponto mulai berkembang di
Kabupaten lain dengan waktu tanam yang berbeda sehingga produksi tetap ada
sepanjang tahun. Inflasi di Sulawesi Selatan dipicu oleh inflasi yang di alami
beberapa jenis komoditi. Yaitu bawang merah,cabe merah dan cabe rawit
merupakan komoditi tertinggi pemicu inflasi di Sulawesi Selatan.
Tekanan Inflasi Sulawesi Selatan mulai mereda memasuki kuartal ketiga
tahun ini, sejumlah komoditas pangan masih perlu diwaspadai guna menjaga laju
inflasi tetap dalam level yang terjaga. Beberapa komoditas yang perlu jadi
perhatian dan diwaspadai. Apalagi secara historis tahunan, komoditas ini selalu
mengalami peningkatan harga jelang akhir tahun. Ada pun komoditas yang di
maksud adalah bawang merah dan cabe rawit. Komoditas itu menjadi kebutuhan
konsumsi masyarakat di Sulawesi Selatan dan rentan dengan pergolakan harga
terlebih jika bertemu dengan sebuah momentum perayaan
3
Komoditas adalah sesuatau benda nyata yang relatif mudah
diperdagangkan, dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu
jangka waktu tertentu dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan
jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor. Komoditas
bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek
ekonomi,soial dan politik. harga komoditas bahan pangan sendiri sangat
dipengaruhi oleh kestabilan distribusi permintaan dan penawaran
harga.komoditas sering mengalami fluktuasi dikarenakan oleh beberapa faktor
yaitu, produksi bahan pokok mengalami gagal panen akibat cuaca, gangguan
hama serta faktor perkembangan harga bahan pokok akan mengganggu
jalannya distribusi.
Perubahan harga komoditas bahan pangan dapat menjadi penyumbang
terbesar laju inflasi dikarenakan dengan jumlah penduduk yang cukup besar,
permintaan bahan makanan akan menjadi cukup tinggi namun terkadang
penawaran belum cukup mampu untuk memenuhi permintaan tersebut, sehingga
akhirnya mendorong laju inflasi. Harga komoditas dapat dijadikan sebagai
lending indikator inflasi alasannya adalah yang pertama yaitu , harga komoditas
mampu merespon secara cepat shock yang terjadi dalam perekonomian secara
umum seperti peningkatan permintaan.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumen atau bahkan
spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi
barang. Inflasi merupakan satu permasalahan perekonomian yang sering terjadi
4
di Indonesia. Tingginya permintaan terhadap bahan pangan relatif dengan
ketersediannya akan menciptakan kejutaan harga yang cenderung naik yang
nantinya akan berpengaruh terhadap besarnya inflasi.
Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar utama bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidup., oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang
pada setiap waktu merupakan hak asasi yang harus dipenuhi (Ismet,2007;
Suryana,2008). Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan
mempunyai peran yanga sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa dan
Negara. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan
kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi suatu Negara.
Berbagi gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan
terganggu,yang pada akhirnya dapat membahayakan stabilitas nasional.
Berdasarkan kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi
seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan
pangan bagi pemerintahan suatu Negar.
Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Bawang merah merupakan salah satu
komoditas yang memiliki fluktuasi harga yang relatife tinggi. Fluktuasi harga
bawang merah dapat disebabkan oleh faktor permintaan dan penawaran. Dalam
penelitian ini digunakan harga komoditas bawang merah dilihat dari sisi harga
konsumen di Kabupaten Enrekang. Dimana keberadaan tanaman ini sangat
dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan pokok pangan. Namun penawaran
komoditas ini masih sangat bergantung pada jumlah produksinya. Seperti
komoditas lainnya, harga penjualan bawang merah sangat di tentukan oleh
banyaknya pasokan ke pasar dan kebutuhan konsumen dalam waktu tertentu.
5
Pada hakekatnya jumlah produksi bawang merahmasih tidak stabil dari tahun ke
tahun.
Untuk menjaga kestabilanharga dan ketersediaan bawang merah diperlukan
adanya kesamaan sudut pandangmulai dari pemerinta pusat sampai dengan
masyarakat agar hal tersebut dapat terwujut maka perlu adanya peran investasi
dari pemerinta dalam menentukan harga dan memahami struktur, tingkah laku
mampu efektifitas pasar melalui kajian integrasi pasar.
Tabel 1.1
Data harga Bawang merah di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2013
Tahun Bulan
Januari Febru ari Maret April Mei Juni
2011 11,000 9,000 15,000 20,000 18,000 25,000
2012 15,000 18,000 17,000 23,000 15,000 20,000
2013 14,000 12,000 20,000 28,000 18,000 27,000
Tahun Bulan
Juli Agustus Sebtembr Oktober November Desember
2011 30,000 28,000 22,000 18,500 20,000 28,500
2012 27,000 12,000 15,500 20,000 25,000 30,000
2013 32,000 25,000
20,000 17,000 20,000 29,000
Data diolah : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan
6
Cabai atau yang biasa kita kenal disebut Lombok adalah sejenis sayuran
buah semusim yang termasuk dalam anggota genus Capsicum yang banyak
diperlukan oleh masayakat sebagai penyedap rasa makanan.Cabai merupakan
komoditas sayuran yang banyak di gemari oleh masyarakat.ciri dan jenis sayuran
ini adalah rasanya yang sangat pedas dan aromanya yang khas, sehingga bagi
orang-orang tertentu dapat membangkitkan selerah makan. Karena merupakan
sayuran yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan
jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
dan perekonomian nasional.
Cabai sebagai komoditi sayuran mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
di bandingkan sayuran lainnya. Cabai mempuyai banyak kegunaan dalam
kehidupan manusia. Pada umumnya cabai dikonsumsi atau diperlukan oleh
seluruh lapisan masyarakat untuk bahan penyedap berbagai macam bahan
masakan, cabai juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan,
sebagai penghasil minyak atsiri dan bahan ramuan obat.
Tabel 1.3
Data harga Cabai merah di Provensi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2013
Tahun Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni
2011 30,000 30,000 25,000 35,000 40,000 50,000
2012 25,000 15,000 20,000 32,000 28,000 38,000
2013 34,000 20,000 18,000 28,000 20,000 32,000
7
Data diolah : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan
Tahun
Juli Agustus Sebtember Oktober November Desember
2011 60,000 45,000 30,000 18,000 25,000 30,000
2012 50,000 28,000 25,000 28,000 30,000 32,000
2013 45,000 50,000 24,000 20,000 40,000 35,000
8
B. Rumusan Masalah
1. Apakah harga bawang merah berpengaruh terhadap inflasi di
Kabupaten Enrekang ?
2. Apakah harga cabai merah berpengaruh terhadap besarnya inflasi di
Kabupaten Enrekang ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bawang merah terhadap
inflasi di Kabupaten Entekang
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh cabai merah terhadap
inflasi di Kabupaten Enrekang.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu
karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan
sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupaun
pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.
2. Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan
dan pertimbangan bagi pihak pemerintah daerah kabupaten Enrekang
dalam upaya mengstabilkan harga komoditas pangan. Terutama bagi
kalangan menengah kebawah yang memiliki penghasilan yang cenderung
sedikit agar tidak lagi terjadi inflasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Harga
Pada periode jangka pendek, harga hasil-hasil pertanian cenderung
mengalami naik dan turun yang relatif besar. Harga bisa mencapai tingkat yang
sangat tinggi pada suatu masa, sebaliknya akan mengalami kemerosotan yang
buruk pada masa berikutnya.Ketidak stabilan harga tersebut dapat disebabkan
oleh permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak
elastis. Sifat ini menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap tingkat
harga apabila permintaan atau penawaran mengalami perubahan. Faktor yang
menimbulkan ketidak stabilan harga pertanian dalam jangka pendek dapat
dibedakan menjadi dua sumber yaitu naik turunnya penawaran dan ketidak
stabilan permintaan (Sukirno, 2005).
Ketidak stabilan yang bersumber dari perubahan penawaran Tingkat
produksi sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di
luar kemampuan petani untuk mengendalikannya. Produksi pertanian sangat
dipengaruhi oleh faktor alamiah. Pada umumnya produksi hasil pertanian selalu
berubah-ubah dari satu musim ke musim lainnya. Perubahan musim ini terutama
dipengaruhi oleh keadaan cuaca iklim dan faktor-faktor alamiah yang lain seperti
banjir, hujan yang terlalu banyak/kemarau panjang. Selain itu, serangan hama
tanaman dan binatang pengganggu dapat menimbulkan pengaruh yang penting
terhadap perubahan produksi hasil pertanian. Pada periode jangka pendek
maupun jangka panjang, permintaan terhadap barang pertanian bersifat tidak
elastis. Di dalam jangka panjang, hal ini disebabkan karena elastisitas
permintaan pendapatan terhadap barang pertanian rendah, yaitu kenaikan yang
9
10
kecil saja terhadap permintaan. Di dalam jangka pendek, permintaan terhadap
barang pertanian bersifat tidak elastis karena kebanyakan hasil-hasil pertanian
merupakan barang kebutuhan pokok harian, yaitu digunakan setiap hari.
Walaupun harganya sangat meningkat namun jumlah yang sama masih tetap
harus dikonsumsi. Sebaliknya pada waktu harga sangat merosot, konsumsi tidak
akan banyak bertambah karena kebutuhan konsumsi yang relatif tetap. Oleh
karena sifat permintaan atas barang pertanian yang tidak elastis tersebut, maka
harga akan mengalami perubahan yang sangat besar sekiranya penawaran hasil
pertanian mengalami perubahan. Ketidak stabilan yang ditimbulkan oleh
perubahan permintaan
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang
pertanian bersifat tidak elastis, yaitu yang pertama adalah karena barang-barang
pertanian dihasilkan secara musiman. Misalnya tanaman yang dilakukan pada
bulan-bulan tertentu dan dari tahun ke tahun kebiasaan ini tidak akan berubah
walaupun terjadi perubahan harga yang cukup besar. Kedua, beberapa jenis
tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.
Tanaman ini seperti tanaman buah-buahan dan bahan mentah. Penawaran
barang pertanian yang sukar berubah tersebut diikuti pula oleh ketidak stabilan
permintaannya dapat menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila
berlaku perubahan permintaan.
Ketidak stabilan yang ditimbulkan oleh perubahan permintaan Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang pertanian
bersifat tidak elastis, yaitu yang pertama adalah karena barang-barang pertanian
dihasilkan secara musiman. Misalnya tanaman yang dilakukan pada bulan-bulan
tertentu dan dari tahun ke tahun kebiasaan ini tidak akan berubah walaupun
11
terjadi perubahan harga yang cukup besar. Kedua, beberapa jenis tanaman
memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.Tanaman
ini seperti tanaman buah-buahan dan bahan mentah.Penawaran barang
pertanian yang sukar berubah tersebut diikuti pula oleh ketidakelastisan
permintaannya dapat menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila
berlaku perubahan permintaan.
1. .Indeks Harga Konsumen (IHK)
Consumer Price Index adalah indeks yang yang paling banyak digunakan
dalam penghitungan inflasi. Indeks ini disusun dari harga barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam
penghitungan angka indeks tersebut berbeda antarnegara dan antar waktu,
bergantung pada pola konsumsi masyarakat akan barang dan jasa tersebut.
Sebagai contoh, di Indonesia pada awalnya hanya digunakan sembilan bahan
pokok (meliputi pangan, sandang, dan perumahan) yang dikonsumsi masyarakat.
Dalam perkembangannya, jumlah barang dan jasa tersebut berkembang menjadi
semakin banyak dan tidak hanya meliputi pangan, sandang, dan papan, tetapi
juga mencakup jasa kesehatan dan pendidikan (Diah Utari,2015).
untuk mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka panjang,
maka pemerintah dan BI menetapkan bahwa sasaran inflasi jangka menengah
dan panjang yang ingin dicapai adalah sebesar 3%. Dalam mengukur tingkat
inflasi suatu negara, bisa digunakan tiga indikator yaitu:
1. Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH).
2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
3. Perubahan Deflator GDP/GDY.
12
Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang utama
adalah kita bagaimana menggunakan jenis indikator sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan pengukuran. Di Indonesia, indikator yang sering digunakan untuk
mengukur inflasi ini adalah IHK Laju inflasi yang tinggi tidak hanya menurunkan
daya beli masyarakat tetapi juga dapat mengganggu kestabilan ekonomi makro
lainnya, seperti mengganggu keseimbangan neraca pembayaran dan
memperlemah nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Penyebab
terjadinya inflasi dapat dilihat dari beberapa sisi, sisi permintaan, sisi penawaran,
atau campuran antara keduanya. Proses dinamika harga ini dapat berlangsung
secara natural melalui mekanisme pasar, maupun karena kebijakan. Kerangka
umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi simultan antara
permintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang adalah
kerangka IS-LM. Kerangka ini secara gamblang dapat menunjukkan bagaimana
kebijakan moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau
output.
Untuk mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka panjang,
maka pemerintah dan BI menetapkan bahwa sasaran inflasi jangka menengah
dan panjang yang ingin dicapai adalah sebesar 3%. Dalam mengukur tingkat
inflasi suatu negara, bisa digunakan tiga indikator yaitu:
1. Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH).
2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
3. Perubahan Deflator GDP/GDY.
Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang
utama adalah kita bagaimana menggunakan jenis indikator sesuai dengan
13
kebutuhan dan tujuan pengukuran. Di Indonesia, indikator yang sering digunakan
untuk mengukur inflasi ini adalah IHK Laju inflasi yang tinggi.
B. Inflasi
Rahardja dan Manurung (2008) mengungkapkan bahwa ada tiga syarat yang
harus dipenuhi agar keadaan dapat dikatakan terjadi inflasi, yaitu kenaikan
harga, bersifat umum, dan berlangsung terus menerus. Dimana dalam hal
kenaikan harga, harga suatu barang dikatakan naik jika harganya lebih tinggi
daripada harga barang di periode sebelumnya. Bersifat umum, kenaikan harga
komoditas bisa dikatakan mengalami inflasi jika menyebabkan harga-harga
secara secara umum naik. Dan yang dimaksud berlangsung terus-menerus yaitu
terjadinya dalam rentang waktu yang lama, bukan hanya sesaat saja.
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga
secara tajam atau absolute yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu
yang cukup lama . Inflasi timbul Karena adanya tekanan dari sisi supply (cost
push inflation) dari sisi pemerinta (demand pull inflation) dan dari ekspektasi
inflasi.
Cost Push Inflation yaitu inflasi yang terjadi disertai turunnya tingkat
produksi. Jadi inflasi jenis ini diikuti resesi dalam perekonomiaan. Keadaan ini
timbul dimulai dengan adanya penurunan penawaran total ( aggregate supply )
sebagai akibat dari kenaikan biaya produksi. Faktor-faktor terjadinya cost push
inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negri
terutama Negara-negara partner pangan. Peningkatan harga-harga komoditi
yang diatur pemerintah ( administered price ) dan terjadi negative supply shocks
akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
14
Inflasi menurut Raharja dan Manurung (2010) mengatakan bahwa
pengertian inflasi adalah kenaikan harga-harga barang yang bersifat umum dan
terjadi secara terus menerus,mengatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus
menerus dalam rata-rata tingkat harga, jika tingkat harga berfluktasi, bulan ini
naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan keja tidak sebagai inflasi.
1. Jenis inflasi
a. Inflasi Ringan
Inflasi Ringan adalah inflasi yang belum terlalu mengganggu keadaan
ekonomi. Inflasi ringan mampu di kendalikan dengan tingkat nilai dibawah 10%
per tahun.
b.Inflasi Sedang
Inflasi Sedang adalah inflasi yang dapat menurunkan kesejahteraan
masyarakat bagi penghasilan tetap dengan tingkat laju inflasi sebesar 10%-30%
per tahun.
c.Inflasi Berat
Inflasi Berat adalah inflasi yang mampu mengacaukan perekonomian
yang berakibat pada kurangnya minat masyarakat dalam menabung karna bunga
bank lebih rebdah dari laju angka inflasi, inflasi berat memiliki laju sekitar 30%-
100% per tahun.
d.Infalasi Sangat Berat
Adalah inflasi yang telah mengacaukan kondisi perekonomian dan sulit
dikendalikan walaupun dengan melakukan kebijakan moneter atau kebujakan
fiskal dengan laju inflasi diatas 100% per tahun.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu
15
wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan
golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari
inflasi yang sedang terjadi. b. Menurut Penyebabnya Inflasi timbul karena adanya
tekanan dari sisi penawaran (cost-push inflation), dari sisi permintaan (demand-
pull inflation) dan ekspektasi.
1. Cost-Push Inflation
Cost-push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan bergesernya aggregat
supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor terjadinya cost-push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama
negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur
pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat
bencana alam dan terganggunya distribusi.
2. Demand-Pull Inflation
Demand-pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kuatnya
peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditas. Akibatnya akan
menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi
excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam konteks makro
ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output
potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada
kapasitas perekonomian.
3. Ekspektasi inflasi
Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan
kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat
adaptif atau forward looking (Bank Indonesia, 2012) . Ada beberapa model
16
ekonometrika yang dapat diaplikasikan untuk mengetahui pengaruh kenaikan
harga dengan inflasi, diantaranya adalah: Error Correction Model (ECM) yang
digunakan untuk menganalisis fakto-faktor yang mempengaruhi harga eceran
gula serta menganalisis hubungan antara sistem distribusi gula terhadap laju
inflasi (Susila & Munadi, 2008).
2. Ciri-ciri Inflasi
1. Harga barang dan jasa naik secara terus manerus
2. Jumlah yang beredar melebihi kebutuhan
3. Jumlah barang relative sedikit
4. Nilai uang ( daya beli uang ) turun
Inflation targeting adalah sebuah kerangka kerja untuk kebijakan moneter
yang ditandai dengan pengumuman kepada masyarakat tentang angka target
inflasi dalam satu periode tertentu. Inflation targeting secara eksplisit menyatakan
bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat
inflasi yang rendah dan stabil. Dalam prakteknya, kebijakan moneter ditujukan
untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, yang dicerminkan oleh:
1. stabilitas harga (rendahnya laju inflasi);
2. membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi) dan
3. cukup luasnya lapangan kerja yang tersedia
Target Inflasi merupakan strategi kebijakan moneter yang mencakup lima
elemen utama:
a. pengumuman publik jangka menengah untuk target angka inflasi;
b. komitmen institusional terhadap stabilitas harga sebagai tujuan utama dari
kebijakan moneter, dimana tujuan lainnya adalah subordinasi
17
c. strategi informasi inklusif dimana banyak variabel, dan tidak hanya agregat
moneter atau kurs, digunakan untuk menentukan penetapan instrumen
kebijakan;
d. meningkatkan strategi transparansi kebijakan moneter melalui komunikasi
dengan masyarakat dan pasar tentang rencana, tujuan, dan keputusan
dari otoritas moneter; dan
e. peningkatan akuntabilitas Bank Sentral untuk mencapai tujuan obyektif
inflasi.
3. Teori-teori Inflasi
Adapun beberapa macam teori inflasi (Adrian Sutedi,2012) sebagai berikut:
1. Teori kuantitas
Teori ini merupakan pandangan dari teori klasik. Menurut teori ini sebab
naiknya harga barang secara umum yang cenderung akan mengara pada inflasi
ada tiga: sirkulasi uang atau kacepatan perpindahan uang dari satu tangan ke
tangan yang lain begitu cepat( masyarakat terlalu konsumtif, terlalu banyak uang
yang dicetak dan diedarkan kemasyarakat, dan turunnya jumlah produksi secara
nasional.
Teori kuantitas ini adalah teori yang membahas mengenai inflasi, tetapi
dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh beberapa ahli
ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model
kaum meneteris. Teori kuantitas ini menekankan pada peranan jumlah uang
beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya
inflasi. Intinya adalah inflasi hanya terjadi kalau ada penambahan volume uang
beredar, baik uang kertal maupun giral dan laju inflasi ditentukan oleh laju
18
pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekpektasi) masyarakat
mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
2. Teori Keynes
Teori ini menyatakan bahwa terjadi disebabkan masyarakat hidup di luar
batas kemampuan ekonominya. Inflasi terjadi karena pengeluaran egregat terlalu
besar. Oleh karena itu, sosusi yang harus diambil adalah dengan jalan
mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri mengurangi pengeluaran
pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang ketat).
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya, sehingga
menyebabkan pemerinta efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan
agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat) ini
terjadi dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikang permintaan agregat. Karenanya teori ini dipakai untuk
menerangkannfenomena inflasi dalam jangka pendek.
3. Teori Inflasi moneterisme
Teori ini berpendapat bahwa inflasi timbul disebabkan oleh kebijaksanaan
moneter dan fiscal yang ekpansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat
sangat berlabihan. Kelebihan uang beredar dimasyarakat akan menyebabkan
terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor rill. Menurut golongan
moneteris , inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan
kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiscal yang bersifat kontrktif,
atau melalu control terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap
subsidi atas nilai tukar valuta asing.
19
4. Teori ekspektasi
Pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi
adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal
mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada.
Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logis untuk mencapai tujuan
berdasarkan informasi yang ada.
5. Teori strukuralis
Teori ini menyoroli penyebab inflasi yang berasal dari kekuatan struktur
ekonomi, khususnya kekuatan suplay bahan makanan dan barang-barang
ekspor. Karena sebeb-bebab struktural pertambahan barang-barang produksi ini
terlalu lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonominya. Sehingga harga
kenaikan bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibatnya adalah kenaikan
harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi yang relative berkepanjangan bila
pembangunan sector penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor tidak
dibenahi atau ditambah.
C. Komoditas Pengan
Komoditas pangan adalah segala hal yang dapat untuk dikonsumsi berasal
dari tanah dan memerlukan bantuan air serta sumber hayati yang terdapat
didalamnya dan dapat digunakan oleh manusia sebagai bahan makanan.
Komoditas pangan yang mempunyai harga fluktuasi diamtaranya meliputi
bawang merah dan cabai merah, dan ,beberapa komoditas tersebut tertuang
dalam peraturan mentri perdagangan No.63/m.dag/per/09/2016 yang merupakan
tindak lanjut dalam peraturan presiden No.71/2015 tentang penetapan dan
penyimpanan barang penting. Untuk mencapai kestabilan harga
pangan, diperlukan suatu uapaya untuk memperkecil tingkat fluktuasi harga
20
pangan. Namun hal ini tidaklah mudah karena pangan merupakan hasil dari
produksi pertanian yang memiliki karakteristik khusus. Penawaran dan
permintaaan dari produksi pertanian bersifat tidak elastis. Sifat ini menyebabkan
perubahan yang sangat besar atas tingkat harga apabila permintaan dan
penawaran mengalami perubahan . gejala dari sisi penawaran misalnya dapat
dilihat dari ketegaran sektor pertanian dalam menghasilkan barang pertanian
bagi masyaraka
Adapun komoditas bahan pangan sebagai berikut:
a. Bawang Merah
Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak
lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini
termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai
bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Permintaan akan bawang
merah terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Komoditas bawang merah merupakan tanaman yang berproduksi musiman
dimana pada bulan-bulan tertentu saja berproduksi sementara kebutuhan akan
bawang merah hampir di pergunakan setiap hari terutama pada hari-hari besar
keagamaan,pesta dan lain-lain
b.Cabai merah
Cabai merah adalah salah satu bahan makanan.cabai sebagai komoditi
sayuran mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan sayuran
lainnya. Serta dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik berhubungan
dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain seperti
untuk bahan ramuan obat tradisonal. Buah cabai dapat bermanfaat untuk
membuat kerja pencernaan tubuh manusia.selain mengandung capsaicin, cabai
21
juga mengandung minyak atsiri, yaitu capsicol. Minya atsiri ini dimanfaatkan
untuk mengganti fungsi minyak kayu putih. Minyak ini diketahui dapat
mengurangi rasa pegal,rematik,sesak nafas,dan gatal-gatal. Selain kegunaan
tersebut, bubuk cabai pun dapat dijadikan sebagai bahan obat penenang.
Kandungan bioflavonoids yang ada di dalamnya, selain dapat menyembuhkan
radang akibat udara dingin, juga dapat menyembuhkan polio (Waritek,2006).
D. Keterkaitan antara Harga Komoditas dan Inflasi
Hubungan positif antara krisis keuangan dan harga pangan menyiratkan
pentingnya komoditas pangan sebagai instrumen keuangan (finansialisasi).
Ketika inflasi memasuki fase krisis, maka pasar komoditas juga akan memasuki
fase krisis. Krisis keuangan dianggap lebih relevan menciptakan volatilitas harga
daripada sebuah spekulasi. Namun, ketika kegiatan spekulatif terjadi pada pasar
komoditas maka secara tidak langsung dapat terungkap adanya hubungan
antara krisis keuangan dan pasar komoditas (Braun & Tadesse,2012).Inflasi
yang terjadi pada negara-negara berkembang di Asia menjelaskan bahwa inflasi
muncul sebagai tantangan makro ekonomi terbesar yang dihadapi oleh negara-
negara berkembang di Asia. Hasil empiris menunjukkan bahwa laju inflasi
disebabkan sebagian besar oleh adanya guncangan dari komoditas pangan. Ada
9 negara berkembang yang menjadi fokus dalam penelitian tersebut, antara lain:
RRC, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, dan
Vietnam. Di negara berkembang, misalnya Pakistan, masyarakatnya akan
mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
pangan mereka. Kenaikan harga komoditas pangan mampu menurunkan daya
beli masyarakat terhadap konsumsi komoditas pangan tersebut, sehingga akan
menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan di dalam masyarakat. Oleh
22
karena itu, tingkat stabilitas harga komoditas pangan berfungsi sebagai indikator
untuk mengukur seberapa baik atau buruknya perekonomian di suatu Negara.
Perubahan harga komoditas pangan di Indonesia merupakan salah satu
faktor dominan yang menjadi penyumbang penentuan inflasi. Dengan menelaah
bahwa volatilitas inflasi harga komoditas pangan sedemikan tinggi, maka akan
menyebabkan unsur resiko dan ketidakpastian yang relatif tinggi pula dalam
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu model
peramalan laju inflasi yang mampu menjadi dasar bagi pemerintah dalam
menetapkan kebijakan dalam mengendalikan inflasi (Santoso, 2011). Pergerakan
harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators inflasi. Alasannya
adalah, yang pertama yaitu, harga komoditas mampu merespon secara cepat
shock yang terjadi dalam perekonomian secara umum, seperti peningkatan
permintaan (aggregate demand shock). Kedua, harga komoditas juga mampu
merespon terhadap non-economic shocks, seperti: banjir, tanah longsor dan
bencana alam lainnya yang menghambat jalur distribusi dari komoditas tersebut.
Pergerakan harga komoditas pangan akan selaras dengan perkembangan harga
barang secara keseluruhan, walaupun besarannya akan berbeda. Respon harga
komoditas yang cepat tersebut dapat memberikan sinyal bahwa kenaikan harga-
harga barang lainnya akan menyusul, sehingga tekanan inflasi meningkat.
Tingkat inflasi yamg tidak terkendali akan menimbulkan beberapa
dampak buruk bagi individu dan masyarakat, para penabung, kreditu/debitur dan
produsen ataupun pada kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dampak
tersebut diantaranya menurutkan tingkat kesejahteraan masyarakat karena
dengan adanya kenaikan harga akan menurunkan daya beli masyarakat ,
menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang yang digunakan
23
menurun, investor-investor asing juga menyebabkan pembagian pendapatan
antara golongan yang berpendapat tetap dengan para pemilik kekayaan tetap
akan semakin timpang sehingga menyebabkan perekonomian Negara itu
menurun.
Laju inflasi sebesar nol persen pada umumnya sulit dicapai karena
banyak faktor yang mempengaruhi inflasi itu sendiri. Laju inflasi suatu Negara
biasanya ditarget pada tingkat yang rendah atau di bawah dua digit, kaerna laju
inflasi yang rendah diyakini bisa menggairahkan perekonomian . inflasi yang
rendah dapat mendorong konsumen untuk membeli barang atau jasa.
E. Ancaman Inflasi Komoditas Pangan
Tingkat laju inflasi pasti berdampak pada kesejahteraan masyarakat
karena daya beli yang terus menurun. Namun masyarakat disatu sisi tidak bia
berbuat banyak mengadapi lonjakan harga kecuali hanya mengkencangkan ikat
pinggang. Sehingga dalam hal ini pemerintah yang sepenuhnya harus
bertanggung jawab terhadap lonjakan inflasi yang jauh dari target tersebut. Jika
tidak di lakukan upaya tanggap darurat dan upaya prefentif,ancaman bencana
sosial bukan tidak mungkin akan terjadi. Tingginya harga bahan pangan pokok
pasti akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Karna indikator
ketahanan pangan salah satunya adalah aksesibilitas terhadap pangan dari sisi
keterjangkauan harga.
Dalam menghadapi fenomena perubahan iklim yang berpengaruh
terhadap produksi komoditas petani pangan, pemerinta bisa dinilai lambat.
Menurut pakar petani ekonomi pertanian Bustanul Arifin (2010) mengatakan
pemerinta secara gentel mungkin lambanya mengantisipasi fenomena
perubahan iklim tersebut. Padahal pengalaman seharusnya bisa menjadi cermin
24
bagi pemerintah. Sebenarnya para pakar sudah mengkaji begaimana dampak
perubahan iklim terhadap perekonomian atau sebaliknya. Karena pada dasarnya
perubahan iklim atau aktivitas hubungan yang bersifat kausal.
Tingginya aktifitas ekonomi yang menimbulkan emisi korban serta
banyaknya aktifitas ekonomi perkantoran yang menimbulkan efek gas rumah
kaca (GRK) menjadi pemicu perubahan iklim. Sektor pertanian juga
menyumbang 6-18 persen emisi GRK yang terutama berasal dari penggunaan
pupuk organik. Seperti yang dikemukakan oleh ekonomi terkenal asal inggir Sir
Nicholas Stern yang dikenal dengan Stern Review : economics of Climate
Change. Perubahan iklim yang ekstrem juga pasti berdampak pada
perekonomian tarutama pada sisi supply dalan hal ini sektor pertanian ,yang
akhirnya berdampak pada kenaikan harga-harga seperti sekarang.
Sebenarnya kajian tentang dampak perubahan iklim sudah dilakukan oleh
balai litbang kementrian pertanian sejak 2007 . tim sistesis kebijakan balitbang
kementrian pertanian sudah merekomandasikan bahwa strategi antisipasi
terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana
strategi kementrian dalam rangka menyikapi perubahan iklim
F. Tinjauan Empiris
Untuk menunjung analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan
penelitian terdahulu atau disebut juga dengan tinjauan empiris sebagai
pelengkap dari proposal tersebut, berikut adalah uraian tabel dibawang ini
25
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Penelitian Tahun Hasil Penelitian
1 Nyak Ilham Efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan di Departemen Pertanian
2016 Pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dapat mendukung peningkatan kualitas ketahanan pangan.
2 Dwi Widiarsih
Pengaruh sektor komoditi beras terhadap inflasi bahan makanan
2012 Variabel harga dasar gabah berpengaruh signifikan terhadap inflasi bahan makanan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
3 Hermanto siregar
Dampak kebijakan harga pangan dan kebijakan moneter terhadap stabilitas ekonomi makro
2016 Ketidakmampuan kebijakan moneter menurunkan angka pengangguran tapi mampu menurunkan inflasi dan di sisi lain kebijakan harga pangan menyebabkan inflasi tetapi mampu menurunkan angka pengangguran.
4 Imam Mukhlis
Perdagangan bebas dan stabilitas harga komoditi pangan
2013 Dalam kasus terjadinya kelangkaan komoditi pangan untuk jenis bawang putih, solusi yang diambil oleh pemerintah menggunakan pendekatan impor dari luar negeri.
26
5 Debyta erawati saputro
Kontribusi ketersediaan pangan terhadap stabilitas Ekonomi di Indonesia
2013 Dari hasil uji Asumsi klasik didapatkan hasil sebagai berikut : a. Uji normalitas residual dinyatakan bahwa distribusi Ut normal b. Uji multikolinieritas dinyatakan bahwa dari ke empat variable yaitu PPD, PJG, PKD dan KPR terdapat multikolinieritas. C. Uji heteroskedastisitas dinyatakan tidak terdapat masalah heteroskedatisitas d. Uji Spesifikasi modeldinyatakan bahwa model yang dipakai dalam penelitian ini adalah benar (model linear).
G. Karangan Konsep
Bawang merah dan cabai merah adalah harga komoditas pangan yang
sangat berpengaru terhadap perekonomian dan diikuti oleh meningkatnya
permintaan konsumen sehingga mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Inflasi terhadap harga komoditas pangan dapat melemahkan daya beli dan
mengakibatkan penurunan produksi dan konsumsi sehingga permintaan
terhadap harga komoditas pangan akan berkurang.
Berdasarkan asumsi bahwa variable-variabel yang mempengaruhi harga
komoditas pangan terhadap inflasi.sebagai pelengkap dari proposal tersebut,
berikut adalah uraian gambar di bawang ini :
27
Gambar 2.2
Keterangan :
= Variabel Independen
= Tanda Penghubung (variable independen dan
variable dependen)
= Variabel Dependen
Harga Bawang merah (X1)
Harga Cabai merah (X2)
Inflasi (Y)
28
H. Hipotesis
Hipotesis yang akan di ajukan dalam penelitian ini adalah :
1. “Diduga bahwa harga Bawang merah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi di Kabupaten Enrekang”.
2.”Diduga bahwa harga Cabai merah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi di Kabupaten Entekang”
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori yang bertujuan untuk
menjelaskan apakah ada pengaruh harga komoditas pangan terhadap inflasi di
Kab. Enrekang, secara langsung maupun tidak secara langsung melalui
pertumbuhan ekonomi. Menurut (Sugiyono,2008) dalam bukunya metode
penelitian bahwa kumpulan konsep,proposisi,definisi dan juga variable yang
mana keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya secara sistematik telah
berhasil digeneralisasikan, sehingga bisa menjelaskan dan juga memperdiksi
fenomena dan fakta tertentu.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih Kabupaten Enrekang sebagai Objek
dan lokasi penelitian dengan menetapkan komoditas pangan dan inflasi yang di
peroleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Enrekang.
Waktu penelitian mulai dari 06 Agustus 2019 s/d 03 Oktober 2019 ,
dimana data dikumpulkan dihitung berdasarkan data lima tahun terakhir.
C. Definisi Oberasional Variabel dan Pengukuran
1. Harga Komoditas Pangan
Berdasarkan operasional variable, menurut penulis harga komoditas
pangan adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang
lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang
atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu dan segala hal yang
30
30
dapat untuk dikonsumsi berasal dari tanah dan memerlukan bantuan air serta
sumber hayati yang terdapat didalamnya.
Adapun menurut (Basu Swastha dan Irwan, 2005:241) harga adalah jumlah
uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
Komoditas Pangan adalah makanan,logam,atau hal lainnya yang memiliki
substansi fisik tertentu dan invertor membali atau menjual barang melalui kontrak
berjangka.
2. Bawang merah
Menurut penulis bawang merah adalah salah satu tumbuhan
berumbi yang dapat hidup di dataran tinggi dan sebagai salah satu bumbu
masakan.
Menurut (Tim Bina Karya Tani, 2008) bawang merah adalah salah satu
komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, yang digunakan sebagai
bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi
kesehatan, dan khasiantnya sebagai zat anti kanker dan pengganti antibiotik.
3. Cabai Merah
Menurut penulis cabai merah adalah buah dan tumbuhan anggota genus
capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan.
Menurut (Setiadi ,2006) cabai merah adalah tanaman yang memproduksi
buah mempunyai gizi yang cukup tinggi. Selai sayuran juga dapat digunakan
sebagai tanaman obat.
31
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah data harga bawang merah dan cabai
merah (variable independen), serta inflasi (variable dependen) dalam 8 tahun
terakhir mulai dari 2011-2018.
2. Sempel
Pengambilan sampel berdasarkan dari harga bawang merah dan cabai
merah , selama delapan tahun terakhir yaitu periode 2011-2018.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian
karena data dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Metode pengumpulan data dapat ditentukan pula oleh masalah penelitian yang
ingin di pecahkan . jadi, pada proposal ini penulis menggunakan teknik
observasi, dokumentasi dan kepustakaan.
1. Dokumentasi
Data dikumpulkan dengan cara teknik dokumentasi. Dokumentasi adalah
pengumpulan data dengan cara mengambil dokumen-dokumen, neraca atau
bukti tertulis berupa laporan data, khususnya data mengenai harga komoditas
pangan.
2. Kepustakaan
Data yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah
yang dikumpulkan langsung dari kantor Dinas pertanian Kab. Enrekang , Badan
Pusat Statistik Kab. Enrekang, jurnal ekonomi, buku-buku tentang ekonomi.
Selain itu, terdapat pula data yang dikumpulkan dari media oline (website)
maupun instansi terkait.
32
F. Teknik Analisis
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah harga komoditas pangan,
sedangkan variable terikatnya adalah inflasi. Metode analisis ini menggunakan
program SPSS (statistic product and service solution) adapun bentuk
persamaannya yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan:
Y = Inflasi tahun 2014-2018
a = konstanta
b1 = kofisien
b2 = kofisien
X1 = harga bawang merah
X2 = harga cabai merah
e = standard error
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan
mempuyai distribusi normal atau tidak. Model rekresi yang baik adalah model
regresi yang dimiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak
dilakukan pengujian secara statistic. Pengujian normalitas dan menggunakan
Tesf of Normality Kolmogorov-Smimov dalam program SPSS, dasar
pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilita (Asymtotic
Significance) yaitu:
33
1. Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal
2. Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah tidak
normal.
b. Uji Multikolineritas
Ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan ada
atau tidaknya korelasi antara variable bebas. Jika terjadi kolerasi, maka
dinamakan tidak terjadi kolerasi terdapat problem multikolinierita. Model regresi
yang baik sebenarnya tidak terjadi kolerasi diantara variable independen. Jika
terbukti ada multikolinieritas, sebaiknya salah satu independen yang ada
dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diulang kembali Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari besaran variance
inflation factor (VIF) dan tolerance.pedoman suatu model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah mempunyai angka Tolerance mendekati1. Batas VIP
adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinieritas
c. Uji Autokolerasi
Yang dilakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam
sebuah model regresi linear ada kolerasi antara kesalahan penggangguan pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan ada problem autokolerasi. Tentu saja model regresi yang baik
adalah yang bebas dari autokolerasi Pada prosedur pendeteksian masalah
autokolerasi dapat digunakan bersaran Durbin-Watson. Untuk memberikan ada
tidaknya autokolerasi, maka dilakukan uji Durbin-Watson dengan keputusan
sebagai berikut :
1) Jika (D_W) <dI, maka h0 ditolak
2) Jika (D_W) >du, maka h0 diterima
34
3) Jika di < (D_W) <du, maka tidak dapat diambil kesimpulan
d. Uji heterokedastisitas
Adalah keadaan dimana varians dari setiap penggunaan tidak konstan.
Dampak adanya hal tersebut adalah tidak efesiennya proses estimasi, sementara
hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bisa serta akan
mengakibatkan hasil uji t dan uji F dapat menjadi tidak berguna (misleading).
Heterokedesitas dalam penelitian di deteksi dengan menggunakan uji glejser dan
grafik Plot antara variable independen terhadap variable dependen
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Kabupaten Enrekang
Sejak abad XIV, daerah ini disebut Massenrempulu yang artinya
meminggir gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang dari
Endeg yang artinya naik dari atau panjat dan dari sinilah asal mulanya sebutan
Endekan. Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan karena
terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung-menyambung mengambil
kurang lebih 85% dari seluruh luas wilanya sekitar 1.786.01 km2
Kabupaten Enrekang adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Enrekang
236 Km sebelah utara Makassar.secarah administrative terdiri dari 12 kecamatan
defenitif terdapat 129 kelurahan/desa yaitu 17 kelurahan dan 112 desa, dengan
luas wilayah sebesar 1.786.01 Km2. Terletak pada kordinat antara 3o 14’ 36”
sampai 03o 50’ 00” lintang selatan dan 119o 40’ 53” sampai 120o 06’ 33” bujur
timur.
Batas wilaya Kabupaten ini adalah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan dengan Kabupaten Luwu, sebelah timur
dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang.
Kabupaten ini pada umumnya mempunyai wilayah topografi yang bervariasi
berupa perbukitan,pengunungan,lembah dan sungai dengan ketingkian 47-3.293
m dari permukaan laut serta tidak mempuyai wilayah pantai. Secarah umum
keadaan topografi wilayah didominasi oleh perbukitsn/pegunungan yaitu sekitar
84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya
36
36
15,04% . Ditinjau dari kerangka pengembangan wilayah maupun secara
geografis Kabupaten Enrekang juga dapat dibagi kedalam dua kawasan yaitu
kawasan barat Enrekang (KBE) dan kawasan timur Enrekang (KTE). KBE
meliputi kecamatan Alla,Anggeraja,Enrekang dan Cendana, sedangkan KTE
meliputi kecamatan Curio,Malua,Baraka,Bungin,Maiwa. Luas KBE kurang lebih
659,03 Km2 atau 36,90% dari Luas Kabupaten Enrekang sedangkan luas KTE
kurang lebih 1.126,98 Km2 atau 63,10% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang.
B. Sejarah singkat Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Satistik adalah lembaga pemerintah non-departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sebelumnya, BPS merupakan
Brio Pusat Statisrik, yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1960
tentang Sensus dan UU Nomer 7 Tahun 1960 tentang statistik. Sebagai
pengganti kedua UU terebut ditetapkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang
statistik.
Pada masa pemerintahan RI 1966-sekarang ditetapkan perturan pemerintah
no.16 tahun 1968 yang mengatur organisasi dan tata kerja BPS (di pusat dan
daerah-daerah). Pada tahun 1980, ditetapkan peraturan pemerintah No.6 tahun
1980 tentang organisasi BPS sebagai penggan ti PP no.16/1998. Berdasarkan
PP no.6/1980 di tiap propinsi terdapat perwakilan BPS dengan nama kantor
statistic propinsi dan di tiap kabupaten/kotamadya terdapat cabang perwakilan
BPS dengan nama kantor statistik kabupaten/kotamadya.
Tahun 1992, ditetapkan peraturan pemerintah no.2 tahun 1992, tentang
organisasi BPS sebagai pengganti PP no,6/1980. Kedudukan, tugas, fungsi,
susunan organisasi, dan tata kerja biro Pusat Satistik selanjutnya diatur dengan
keputusan presiden.Pada tanggal 26 september 1997 dengan Undang-undang
37
no.16 tahun 1997 tentang statistic, biro Pusat Statistik diubah menjadi Badan
pusat statistic dan sekalingus tanggal 26 september ditetapkan sebagai “HARI
STATISTIK”.
Tahun 1998,ditetapkan keputusan presidan no.86 tahun 1998 tentang Badan
Pusat Statistik. Berdasarkan KEPPRES tersebut perwakilan BPS Propinsi ,BPS
kabupaten dan BPS kotamadya.
Tahun 2001, ditetapkan kedudukan, tugas, fungsi,kewenangan, susunan
organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen (LPND), salah
satu LPND adalah Badan Pusat Statistik. Berdasarkan keputusan kepala BPS no
121 tahun 2001 organisasi BPS propinsi terdiri dari kepala, bagian tata
usaha,bidang statistic sosial, Bidang Statistik Produksi, Bidang Statistik
Distribusi, Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, BIdang Integrasi
Pengolahan dan Diseminasi Statistik dan Kelompok Jabatan Fungsional.
C. Visi dan Misi Badan Pusat Statistik
a. VISI
PELOPOR DATA STATISTIK TERPERCAYA UNTUK SEMUA
b. MISI
Memperkuat landasan konstitusional dan operasional lembaga statistic
untuk menyelenggarakan statistic yang efektif dan efisien.
Menciptakan Insan statistic yang kompeten dan professional didukung
pemanfaatan teknologi informasi mutakhir untuk
kemajuanperstatistikan indinesia.
Meningkatkan penerapan standar klasifikasi konsep dan defisini,
pengukuran dank ode etik statistic yang bersifat universal dalam setiap
penyelenggaraan statistic.
38
Meningkatkan kualitas pelayanan informasi statistic bagi semua pihak.
Meningkatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan statistic
yang diselenggarakan pemerintah dan swasta, dalam kerangka sistem
statistic nasional (SSN) yang Efektif dan efisien.
D. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok
Kepala BPS (Badan Pusat Statistik)
Tugas memimpin BPS sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,menyiapkan kebijakan nasional
dan kebijakan umum sesuai dengan tugas BPS,menetapkan kebijakan
teknis pelaksanaan tugas BPS yang menjadi tanggung jawabnya.
Sekretariat Utama
Mengkoordinasikan perencanaan,pembinaan,pengendali
anadministrasi, dan sumber daya di lingkungan BPS
Deputi Bidang Motodologi
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
metodologi dan informasi statistik.
Deputi Bidang Statistik Sosial
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
statistik sosial
Deputi Bidang Statistik Produksi
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
statistik Produksi
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa
Melaksanakan perumusan dan pelaksaaan kebijakan di bidang statistik
distribusi dan jasa
39
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
neraca dan analisis statistik
Inspektorat Utama
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap
pelaksanaan tugas di lingkungan BPS
Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat)
Melaksanakan Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan prajabatan
dan kepemimpinan serta teknis dan fungsional
Intansi Vertikal BPS
BPS provinsi adalah intansi vertical BPS yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada kepala BPS.
40
Data Harga-harga Bawang Merah dan Cabai merah di ambil di Badan
Pusat Statistik Kabupaten Enrekang
1. Harga Bawang Merah
No Tahun Harga Bawang Merah
(Rp)/kg
1 2011 8.500
2 2012 10.000
3 2013 28.000
4 2014 10.200
5 2015 20.000
6 2016 23.000
7 2017 15.632
8 2018 17.584
Data diolah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang
2. Harga Cabai Merah
No Tahun Harga Cabai Merah (Rp)/kg
1 2011 15.000
2 2012 25.000
3 2013 25.000
4 2014 50.000
5 2015 35.000
6 2016 18.016
7 2017 21.813
8 2018 18.958
Data dioleh : Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang
41
3. Inflasi
No Tahun Inflasi
1 2011 0,93
2 2012 0,72
3 2013 1,54
4 2014 2,69
5 2015 2,84
6 2016 2,39
7 2017 1,26
8 2018 3,13
Data diolah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang
E. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dapat dilihat dari output dan hasil SPSS 20
berikut ini :
42
Gambar 4.1
Uji Normalitas
Dari gambar 4.1 di atas menunjukan bentuk garis diagonal dan mengikuti
arah garis dialonal atau grafik histogramnya yang menunjukan pola distribusi
normal, maka model regresi terbukti berdistribusi normal.
b. Uji Multikolineritas
Hasil uji multikoneritas dapat dilihat dari output residuasi satistic dari hasil
regresi berganda SPSS 20 berikut ini :
43
Tabel 4.1
Uji Multikolinertas
Berdasarkan uji multikolineritas pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat nilai
toleransi untuk Bawang Merah (X1) adalah 0,961 dan Cabai Merah (X2) adalah
0,961. Dan semua > 0,100. Selanjutnya untuk nilai VIF untuk variable bawang
merah adalah 1.041 dan untuk variable cabai merah adalah 1,041 dan semua <
10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi untuk bawang merah dan
cabai merah tidak ada gejala multikolineritas dan model regresi layak digunakan.
c. Uji Autokolerasi
Hasil uju autokolerasi dapat dilihat dari output residuasi satistik dari hasil
regresi berganda SPSS 20 Berikut ini :
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std.
Error
Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) -.033 1.302 -.025 .981
BAWANG MERAH
(X1) .057 .050 .424 1.136 .308 .961 1.041
CABAI MERAH (X2) .039 .030 .482 1.292 .253 .961 1.041
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
44
Tabel 4.2
Uji autokolerasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .575a .331 .064 .90216 1.458
a. Predictors: (Constant), CABAI MERAH (X2), BAWANG MERAH (X1)
b. Dependent Variable: INFLASI (Y)
Berdasarka uji autokolerasi pada tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa nilai
Durbin-Watson sebesar 1,458. Nilai du dicari pada distribusi nilai tabel Durbin-
Watson berdasarkan k (2) dan n (8) dengan signifikansi 0,05. Nilai tabel Durbin-
Watson du sebesar 1,7771 dan dL sebesar 0,5591 sedangkan untuk nilai 4-du
sebesar 2,2229 dan dL sebesar 3,4409. Sehingga berdasarkan pengambilan
keputusan maka dL (0,5591) < Durbin-Watson dan (1,458) < du (1,7771)
sehingga dapat kesimpulan tidak ada gejala Autokolerasi.
d. Uji Heterokedastiditas
Hasil uji heterokedastiditas dapat dilihat dari output residuals satistik dari hasil
regresi berganda SPSS 20 berikut ini :
45
Gambar 4.2
Uji Heterokedastiditas
Berdasarkan uji heterokedastisitas pada gambar 4.2 di atas dapat dilihat
bahwa tidak ada pola yang jelas (bergelombang, melebar kemudian menyempit)
pada scatterplot, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada
sumbu Y. maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterkedastisitas dalam model regresi
berganda.
2. Hasil Analisis Regresi Berganda
Dari hasil analisis SPSS 20 dapat di interprestasikan dengan mengkaji nilai-
nilai yang penting dalam regresi linear yakni koefisien determinasi dan
46
persamaan garis. Analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yang
diajukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda yang digunakan
untuk menerangkan apakah berpengaruh variable bebas bawang merah
(X1),Cabai merah (X2) terhadap variable terikat (Y) yaitu inflasi dengan cara
menguji kemaknaan dari koefisien regresinya.
Tabel 4.3
Nilai Koefisien Regresi Linear Berganda
Dari tabel 4.3 diatas, maka hasil yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan
sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Y = (-0,033) + 0.057X1 + 0.039X2
Dimana :
Y = Inflasi
a = Konstanta
b1,b2 = Kofesien arah
X1 = Bawang merah
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolera
nce
VIF
1
(Constant) -.033 1.302 -.025 .981
BAWANG MERAH
(X1) .057 .050 .424 1.136 .308 .961 1.041
CABAI MERAH
(X2) .039 .030 .482 1.292 .253 .961 1.041
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
47
X2 = Cabai merah
Dari persamaan regresi tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut
Nilai konstanta sebesar -0,033 memberikan arti bahwa apabila bawang merah
(X1)= 0,057,dan cabai merah (X2)= 0,039, diasumsikan = 0
3. Uji Statistik
Analisis data dengan menggunakan pengujian regresi berganda untuk
mengetahui pengaruh bawang merah dan cabai merah terhadap inflasi. Uji
statistic dalam penelitian ini menggunakan tiga metode berdasarkan uji F,uji t dan
koefisien determinasi.
a. Uji t
Hasil uji t parsial dapat dilihat dari output residuals satistik dari hasil
regresi berganda berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Uji t
Berdasarka uji t parsial pada tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa nilai untuk
variable bawang merah (X1) adalah 0,308 dan cabai merah (X2) adalah 0,253 di
lihat dari nilai signifikansi bahwa sig < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.033 1.302 -.025 .981
BAWANG MERAH (X1) .057 .050 .424 1.136 .308
CABAI MERAH (X2) .039 .030 .482 1.292 .253
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
48
berdasarkan nilai signifikansi bahwa bawang merah (X1) tidak bepengaruh
signifikan terhapap inflasi, dan sedangkan cabai merah (X2) tidak juga
berpengaruh signifikan terhadap inflasi
Berdasarkan output uji t parsial dapat disimpulkan :
1. Variabel bawang merah (X1) mempunyai t hitung sebesar 1,136 dengan t
tabel 2,57058 jadi nilai t hitung 1,136 < t tabel 2,57058 dapat disimpulkan bahwa
variable bawang merah (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap variable Y
(inflasi).
2. Variabel cabai merah (X2) mempunyai t hitung sebesar 1,292 dengan t tabel
2,57058 jadi nilai t hitung 1,292 < t tabel 2,57058 dapat di simpulkan bahwa
variable cabai merah (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variable Y
(inflasi).
b. Uji F
Hasil uji F dapat dilihat dari output residuais satistik dari hasil regresi
berganda berikut ini :
Tabel 4.5
Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 2.015 2 1.007 1.238 .366b
Residual 4.069 5 .814
Total 6.084 7
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
b. Predictors: (Constant), CABAI MERAH (X2), BAWANG MERAH (X1)
Berdasarkan hasil pengujian secarah simulasi X1,dan X2 terhadap inflasi Y
: dari tabel 4.3
49
1. Nilai (sig) = 0,366 jika nilai sig > 0,05 maka variable independent (X) secara
simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variable (Y) sehingga dapat
disimpulkan bahwa bawang merah (X1),cabai merah (X2) secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Inflasi (Y).
2. Nilai F hitung sebesar 1,238 Untuk mengetahui keputusan dari uji F maka
dapat dilihat dari perbandingan antara F hitung dengan F tabel. Nilai F hitung
(1,238) < (5,14) F tabel , maka dapat di simpulkan bahwa variable Bawang
merah (X1),cabai merah (X2) secarah simultan tidak bepengaruh signifikan
terhadap variable Inflasi (Y).
C. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil uji (R2) dapat dilihat dari output residuals satistik dari hasil regresi
berganda berikun ini :
Tabel 4.6
Uji Koefisen Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .575a .331 .064 .90216 1.458
a. Predictors: (Constant), CABAI MERAH (X2), BAWANG MERAH (X1)
b. Dependent Variable: INFLASI (Y)
Dari tabel di atas berdasarkan ketentuan kuat tidaknya pengeruh yang jelas pada
bagian sebelumnya, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai R pada tabel 4.6 adalah 0,575 yang menunjukan bahwa pengeruh yang
kuat dimana variable bawang merah (X1), cabai merah (X2) mempengaruhi
inflasi sebesar 575%.
50
2. Nilai R square menunjukan bahwa variable Y yaitu Inflasi dipengaruhi oleh
bawang merah X1,cabai merah X2 sebesar 33.1% dan sisanya 66,9 %
dipebgaruhi oleh variable lain.
F. Hasil Pembahasan
Menentukan persamaan analisis berganda terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi klasik, dimana uji normalitas diolah menggunakan SPSS 20 yang
menghasilkan variable bawang merah (X1), Cabai merah (X2) dan Inflasi (Y)
sebagai berikut :
1. Pengaruh harga bawang merah terhadap inflasi
Pengaruh harga bawang merah terhadap inflasi tidak berpengaruh secara
signifikan. Di lihat dari harga bawang merah dari tahun 2011-2018. Harga
bawang merah hanya meningkat di tahun 2013 sebesar Rp 28.000 /kg
dikarnakan pasokan bawang merah menurun sedangkan permintan meningkat.
dan pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar Rp 8.500 dikernakan
banyaknya pasokan bawang merah pada tahun itu sedangkan permintan
menurun
Ini jaga dibuktikan dalam uji multikolinertas dimana nilai bawang merah (X1)
adalah 0,961 > 0,100. Dan dibuktikan juga dalam uji t berdasarkan uji ini dapat
dilihat bahwa nilai variable bawang merah (X1) mempunyai t hitung sebesar
1,136 dengan t tabel 2,57058 jadi t hitung 1,136 < t tabel 2,57058 dapat
disimpulkan bahwa variable bawang merah tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi (Y).
51
2. Pengaruh harga cabai merah terhadap inflasi
Pengaruh harga bawang merah terhadap inflasi tidak berpengaruh
signifikan. Ini dilihat dari harga cabai merah dari tahun 2011-2018 di mana harga
cabai merah hanya meningkat di tahun 2014 sebesar Rp 50.000 /kg dikarnakan
kurangnya pasokan cabai merah sedangkan permintaan meningkat dan pada
tahun 2011 pengalami penurunan harga sebesar Rp 15,000 /kg dikarnakan
banyaknya permintaan namun cabai rawit kurang pasokan.
Ini juga dibuktikan dalam uji t dimana dalam uji ini variable cabai merah (X2)
mempunyai t hitung sebesar 1,136 dengan t tabel 2,57058 jadi nilai t hitung 1,136
< t tabel 2,57058 dapat di simpulkan bahwa variable cabai merah tidak
berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
3. Dan dilihat juga dari uji F
Dimana nilai sig =0,366, jadi nilai sig > 0,05 maka variable bawang merah
dan cabai merah secara simulta tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Untuk mengetahui keputusan dari uji F maka dapat dilihat dari perbandingan
antaran F hitung dengan F tabel. Dimana nilai F hitung 1,238 < 5,14 F tabel ,
maka dapat disimpulkan bahwa variable bawang merah dan cabai merah secara
simultan tidak berpengaruh terhadap inflasi. Di lihat uji koefisen determinasi (R2).
Nilai R pada tabel 4.6 adalah 0,575 yang menunjukan bahwa pengeruh yang
kuat di mana variable bawang merah dan cabai merah mempengaruhi inflasi
sebesar 575%. Dan nilai square menunjukan bahwa inflasi di pengeruhi oleh
bawang merah dan cabai merah sebesar 33,1% dan sisanya 66,9% di pengaruhi
oleh variable lain.
52
4. Teori yang sejalan dan tidak sejalan
1. Peneliti ini tidak sejalan dengan Dwi Widiarsih karna variable harga dasar
gabah berpengeruh signifikan terhadap inflasi bahan makanan baik dalam jangka
panjang maupun jangka pendek. Sedang kan penelitian ini variable bawang
merah dan cabai merah tidak berpengaruh secarah signifikan terhadap
inflasi.karna harga variable tidak mengalami kenaikan yang terus menerus dalam
jangka yang lama.
2. Peneliti ini juga tidak sejalan dengan Imam Mukhis karna menurutnya dalam
kasus terjadinya kelangkaan komoditi pangan untuk jenis bawang putih,solusi
yang di ambil oleh pemerintah menggunakan pendekatan impor dari luar negeri.
3. Menurut Hermanto Siregar, Ketidak mampuan kebijakan moneter
menurunkan angka pengangguran tapi mampu menurunkan inflasi dan di sisi lain
kebijakan harga pangan menyebabkan inflasi tetapi mampu menurunkan angka
pengengguran. Teori ini tidak sejalan dengan peneliti ini yang dimana variable
bawang merah dan cabai merah tidak berpengaruh secarah signifikan terhadap
inflasi.
4. Teori permintaan, Menurut Samuelson (2001) dalam pandangannya bahwa
permintaan adalah hubungan jelas antara harga pasar suatu barang dengan
jumlah yang diminta, dengan catatan factor lain tidak. Sedangkan Menurut
Salvator (2006), permintaan adalah jumlah suatu komoditi yang bersedia di beli
individu selama periode waktu tertentu merupakan fungsi dari atau tergantung
pada komoditi itu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa permintaan terhadap
suatu barang akan berubah apa bila itra rasa atau pendapatan suatau barang-
barang lain mengalami perubahan pula. Reori ini tidak sependapat dengan hasil
penelitian yang tidak berpengaruh siknifikan
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
1. Variabel X1 yaitu Bawang Merah berpengaruh positif tapi tidak segnifikan
terhadap Inflasi. Hal ini terbukti dalam perhutungan SPSS 20 yaitu variabael
bawang merah X1 mempunyai t hitung sebesar 1,136 dengan t tabel 2,57058 jadi
nilai t hitung 1,136 < t tabel 2,57058 dapat di simpulkan bahwa variable bawang
merah X1 tidak berpengaruh secara signifikan terhadapa variable Y (Inflasi).
2. Variabel X2 yaitu cabai merah berpengaruh positif tapi tidak signifikan
terhadap inflasi. Hal ini terbukti dalam perhutungan SPSS 20 yaitu variable cabai
merah X2 mempunyai t hitung sebesar 1,292 dengan t tabel 2,57058 jadi nilai t
hitung 1,292 < t tabel 2,57058 dapat di simpulkan bahwa variable cabai merah
X2 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variable Y (inflasi).
3. Jadi kedua variable ini berpengeruh positif tapi tidak signivikan terhadap
inflasi. Karna harga kedua variable tidak mengalami kenaikan yang terus
menerus dalam jangka waktu yang lama. Dimana harga komoditi itu dikatakan
berpengaruh terhadap inflasi apa bila harga komoditi itu mengalami kenaikan
yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
B. Saran
Bardasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang
dapat pertimbangkan yaitu :
1. Perkembangan harga pangan selama 2011-2018 pada umumnya
menunjukan kurang peningkatan. Oleh karna itu, disarankan pemerintah pusat
harus bekerjasama dengan pemerinta daerah untuk lebih mengutamakan upaya
53
54
stabilisasi harga dengan cara mempelancar distribusi dan operasi pasar untuk
memperkecil tingkat fluktuasi harga komoditas pangan.
2. Menerapkan pola tanam jenis komoditas tersebut guna mengurangi produksi
yang berlebihan pada musim panen tiba. Disamping itu perlu penenaman di luar
musim agar deficit kedua komoditas tidak terlalu besar sehingga harga akan
cukup stabil dan tidak berdampak besar terhasab besarnya inflasi.
3. Perbaikan sistem tata niaga atau distribusi dengan menerapkan supply chain
management akan membuat kedua komoditas menjadi lebih efisien. Perbaikan
logistic dan pasca panen memungkinkan kedua komoditas tersedia bagi
konsumen tepat waktu dan bahkan dapat disalurkan di luar musim panen.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut nengenai factor-faktor yang mempengaruhu
harga komoditas pangan di Kabupaten Enrekang untuk lebih memperdalam
analisis fluktuasi harga pangan. Selain itu perlu pertimbangkan pula kebijakan-
kebijakan serta variable terkait lainnya yang mempengaruhi guncangan harga
pada komoditas pangan
55
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, (2012). Teori-teori inflasi, (online), http://jurnal inflasi.id/diaskes 28
april 2019.
Anonim, (2010), kakao.http://id.wikipedia.org/wiki/akses tanggal 28 April 2019
Bustanul Arifin,(2010). Ekonomi pertanian, hlm 12-14, Jakarta : bumi aksara
Brun dan Tadesse,(2012) komoditas pangan, (online), https;//jurnal.id. diaskes 28
april 2019.
Basu Swastha dan Irwan, (2005:241). Pengertian harga komoditas pangan.
(online) https;//www.medcom.id diaskes 2 april 2019
Bank Indonesia, 2012) . Ekspektasi inflasi bersifat adaptif atau forward looking
Chester A. Bernard. (2010). Pengertian perekonomian Indonesia. Jakarta
: Harvindo
Diah Utari, (2015). pangan, sandang, dan perumahan yang dikonsumsi
masyarakat. (online) https;//bukuteori.com diaskes 2 april
Indonesia. Jurnal Organisasi dan menajemen” vol 7 nomor 1 hlm:38-52
Imam Ghozali, (2011). Model regresi dikatakan berdistribusi normal jika data
ploting (titik-titik) yang menggambarkan data sesunggunya, hlm
161
Imam Ghozali, (2011). Tidak terjadi gejala multikolinieritas, jika tolerance >0,100
dan nilai VIF < 10,00, hlm 107-108
Imam Ghozali, (2011). Tidak terjadi heteroskedastisitas,jika tidak ada pola yang
jelas (bergelombang,melebar kemudian menyempit) pada gambar
scatterplost, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0
pada sumbu Y, hlm 139.
Imam Ghozail, (2011). Tidak ada gejala autokorelasi,jika nilai Durbin Watson
terletak antara du sampai dengan (4-du), hlm 111.
56
Imam Ghozali, (2011). Jika nilai sig,< 0,05 maka artinya variable independent (X)
secara parsial berpengaruh terhadap variable dependent (Y), hlm
101.
Jogwanich & Park, (2009). sebagai tantangan makro ekonomi terbesar. (Online),
Vol,23, No. 26
Latumaerissa,(2011:23). Macam-macam inflasi (online),
https;//repository.widyatama.ac.id. diaskes 2 april 2019
Latumaerissa,(2011:22) definisi inflasi (online), https;//repository.widyatama.ac.id. diaskes 2 april 2019
Rizky Aditya, (2014).Peran penting komoditas bahan pangan, Yokyakarta : Graha ilmu.
Rahardja dan Manurung,(2010).mengungkapkan bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar keadaan dapat dikatakan terjadi inflasi. (online),Vol 5 No 8 (jurnal feb.unmul.ac.id) askes 28 april 2019
Sukirno, (2005). ketidakstabilan harga pertanian. (online), https;//www.detik.com. diaskes 28 april 2019.
Sugiyono,(2008). Metode penelitian hlm:28, Jakarta: Salembah empat
Santoso, (2011). “Aplikasi model GARCH pada data inflasi bahan pangan
Susila & Munadi, (2008). fakto-faktor yang mempengaruhi harga. (onlaine)
https;//media.neliti.com. diaskes 28 april 2019.
Tim Bina Karya Tani,(2008). Pengertian bawang merah, (Online) https;//id.m.wikipedia.org. diskses 28 april 2019. Undang – Undang Nomor 17 Tahun, (2003). Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Waritek, (2006). Pengertian cabai merah.(online) https;//id.m.wikipedia.org>cabai
diaskes 28 april 2019
Wiratna Sujarweni, (2014). Jika nilai t hitung > t tabel maka artinya variable independent (X) secarah parsial berpengaruh terhadap variable dependent (Y), hlm 154-155.
http://www.ilmu-ekonomi-id.com>28 April 2019
http://sulsel.bps.go.id>subjek>inflasi,diaskes 28 April 2019
57
http://sulselkita.blogpot.com> harga komoditas pangan,diaskes 29 April 2019
http://jurnal.untidar.ac.id/index.php/REP (Riset Ekonomi Pembangunan).
http://makassarkota.bps.go.id>2 mei 2019
https;//enrekangkab.bps.go.id 1 oktober 2019
Tahun Bawang Merah Cabai Merah Inflasi
2011 8.500 15.000 0,93
2012 10.000 25.000 0,72
2013 28.000 25.000 1,54
2014 10.200 50.000 2,69
2015 20.000 35.000 2,84
2016 23.000 18.016 2,39
2017 15.632 21.813 1,26
2018 17.584 18.958 3,13
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
INFLASI (Y) 1.9438 .93231 8
BAWANG MERAH (X1) 16.7646 6.98511 8
CABAI MERAH (X2) 26.0984 11.40669 8
Correlations
INFLASI (Y) BAWANG
MERAH (X1)
CABAI
MERAH (X2)
Pearson Correlation
INFLASI (Y) 1.000 .328 .398
BAWANG MERAH
(X1) .328 1.000 -.198
CABAI MERAH (X2) .398 -.198 1.000
Sig. (1-tailed)
INFLASI (Y) . .214 .164
BAWANG MERAH
(X1) .214 . .319
CABAI MERAH (X2) .164 .319 .
N
INFLASI (Y) 8 8 8
BAWANG MERAH
(X1) 8 8 8
CABAI MERAH (X2) 8 8 8
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .575a .331 .064 .90216 1.458
a. Predictors: (Constant), CABAI MERAH (X2), BAWANG MERAH (X1)
b. Dependent Variable: INFLASI (Y)
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 2.015 2 1.007 1.238 .366b
Residual 4.069 5 .814
Total 6.084 7
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
b. Predictors: (Constant), CABAI MERAH (X2), BAWANG MERAH (X1)
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1
CABAI MERAH
(X2), BAWANG
MERAH (X1)b
. Enter
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
b. All requested variables entered.
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -.033 1.302 -.025 .981
BAWANG MERAH
(X1) .057 .050 .424 1.136 .308 .961 1.041
CABAI MERAH (X2) .039 .030 .482 1.292 .253 .961 1.041
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions
(Constant) BAWANG
MERAH (X1)
CABAI MERAH
(X2)
1
1 2.796 1.000 .01 .01 .02
2 .165 4.118 .00 .37 .43
3 .039 8.426 .99 .61 .55
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 1.0673 2.5359 1.9438 .53652 8
Std. Predicted Value -1.634 1.104 .000 1.000 8
Standard Error of Predicted
Value .354 .806 .534 .152 8
Adjusted Predicted Value 1.2119 3.4890 1.9597 .70316 8
Residual -.94588 1.42129 .00000 .76246 8
Std. Residual -1.048 1.575 .000 .845 8
Stud. Residual -1.486 1.741 -.016 1.022 8
Deleted Residual -1.89904 1.73537 -.01593 1.16824 8
Stud. Deleted Residual -1.778 2.481 .032 1.268 8
Mahal. Distance .200 4.710 1.750 1.512 8
Cook's Distance .017 .741 .184 .247 8
Centered Leverage Value .029 .673 .250 .216 8
a. Dependent Variable: INFLASI (Y)
L A M P I R A N
DOKUMENTASI
1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang
BIOGRAFI PENULIS
Dhinda Afrilia panggilan Dinda lahir di Enrekang pada
tanggal 04 April 1996 dari pasangan suami istri Bapak
Sandra dan Ibu Jumani. Peneliti adalah anak pertama
dari 6 bersaudara. Peneliti sekarang bertempat tinggal di
jl. Sukaria 18 no 9a Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pendidikan yang ditempuh oleh peneliti yaitu SD Negeri 110 lura lulus tahun
2009, SMP Negeri 3 Anggeraja Selatan lulus tahun 2012, SMA Negeri 1
Anggeraja lulus tahun 2015, dan mulai tahun 2015 mengikuti Program S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Pembangunan Kampus
Universitas Muhammadiyah Makassar sampai dengan sekarang. Sampai dengan
penulisan skripsi ini. peneliti masih terdaftar sebagai mahasiswa Program S1
Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Top Related