Pengaruh Ekstrak Biji Carica Papaya dengan Nanokomposit AgTiO2 terhadap Larva Aedes Aegypti
Widya Steffi Andyani1, Rizal Subahar2
1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya
No. 6, Jakarta Pusat, 10430, Indonesia 2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya No. 6,
Jakarta Pusat, 10430, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Angka kejadian dan mortalitas DBD di Indonesia terus meningkat dan pengendalian vektor DBD, Aedes aegypti, dengan insektisida kimia menimbulkan resistensi. Alternatif, optimalisasi pengendalian vektor tersebut dengan fitokimia dari tanaman dan nanokomposit (Ag-TiO2). Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh nanokomposit Ag-TiO2 dan ekstrak biji Carica papaya terhadap larva Ae. aegypti. Penelitian eksperimen ini terbagi menjadi kelompok kontrol dan 3 kelompok intervensi; 1) ekstrak biji pepaya dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm, 2) Ag-TiO2 dengan konsentrasi 5,10,15, 20, dan 25 ppm, dan 3) campuran (Ag-TiO2 dan ekstrak biji C. papaya). Setelah 24 jam didapatkan konsentrasi letal 50% (LC50) dan 90% (LC90) dari ekstrak biji C. papaya (25,98 ppm dan 44,30 ppm) dan Ag-TiO2 (5,19 ppm dan 10,87 ppm). Secara statistik ditemukan perbedaan bermakna pada kelompok Ag-TiO2 dan campuran (p<0,05). Korelasi positif antara Ag-TiO2 dan campuran dengan mortalitas larva Ae. aegypti, yakni r= 0,812 p= 0,001 dan r= 0,343 p= 0,000. Perubahan morfologi larva ditemukan kerusakan segmen abdomen, perubahan warna abdomen yang menjadi transparan, dan brush yang berkurang. Kesimpulan adalah penambahan Ag-TiO2 ke dalam esktrak biji C. papaya meningkatkan efektivitas larvasida ekstrak C. papaya terhadap larva Ae. aegypti. Effect of Carica papaya Seed Extract Added with Nanocomposite AgTiO2 on Aedes
Aegypti Larvae
Abstract Incidence and mortality rate of dengue hemorrhagic fever case in Indonesia kept on increased and vector control of DHF, Aedes aegypti, using chemical insecticide have developed resistance. Alternatively, optimalization of vector control using phytochemical from plants and nanocomposite (Ag-TiO2). The aim of this study is to evaluate effect of nanocomposite Ag-TiO2 added to C. papaya seed extract on Ae. aegypti larvae. This experiment study divided into control and 3 intervention groups; 1) papaya seed extract with concentration 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm, 2) Ag-TiO2 with concentration 5,10,15, 20, dan 25 ppm, dan 3) mixed (Ag-TiO2 dan C. papaya seed extract). After 24 hours exposures, gotten lethal concentration 50% (LC50) and 90% (LC90) of C. papaya seed extract (25,98 ppm dan 44,30 ppm) and Ag-TiO2 (5,19 ppm dan 10,87 ppm). Statistically, found significantly difference on Ag-TiO2 and mixed groups (p<0,05). Positive correlation among Ag-TiO2 and mixed group to mortality of Aedes aegypti larvae are r= 0,812 p= 0,001 and r= 0,343 p= 0,000. The changes morphology of dead larvae are abdoment segmental damaged, change of abdoment color into transparant, and reduced brush. The conclude is nanocomposite AgTiO2 added to Carica papaya seed extract increased larvicide effectiveness of C. papaya seed extract to Ae. aegypti larvae. Keywords: Carica papaya seeds, nanocomposite AgTiO2, Aedes aegypti larvae
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan infeksi virus dengue yang ditularkan melalui
vektor nyamuk Aedes aegypti yang menjadi penyakit endemik yang melanda 128 negara
tropis dan subtropis.1,2 Asia Tenggara dan Pasifik Barat termasuk ke dalam wilayah endemik
DBD karena ± 70 % populasi yang berisiko dengue tinggal di daerah tersebut.3 Hingga tahun
2016, persebaran DBD di Indonesia sudah mencapai 85% kabupaten/kota terjangkit DBD.5
Salah satu penyebab peningkatan penyakit DBD tersebut, yaitu terjadi perubahan cuaca/iklim
yang meningkatkan perkembangbiakan vektor nyamuk DBD.4,5
Selama ini dilakukan pengendalian vektor untuk mengatasi masalah tersebut dengan
pendekatan lingkungan, biologis, dan kimia. Pengendalian secara kimia, menggunakan
insektisida sintetis kimia seperti organofosfat dan pyrethroid namun menimbulkan resistensi
terhadap nyamuk Ae. aegypti karena digunakan secara rutin.7,8
Untuk mengurangi resistensi Ae. aegypti tersebut, fitokimia dari tanaman seperti saponin,
alkaloid, terpenoid, dan flavonoid digunakan untuk membunuh larva Ae. aegypti. Salah satu
tanaman tersebut, yaitu biji pepaya (Carica papaya). Beberapa penelitian telah membuktikan
biji pepaya berguna sebagai antimikroba11,16, antioksidan11, antiprotozoal12, dan
kemopreventif kanker13. Malathi dan Vasugi9 telah melaporkan ekstrak biji pepaya dengan
pelarut etanol mempunyai aktivitas larvasida lebih kuat terhadap larva Ae. aegypti
dibandingkan dengan bagian buah papaya lainnya seperti kulit dan daging pepaya. Dalam
waktu 24 jam, ekstrak etanol biji pepaya dapat membunuh 100% larva instar IV Ae. aegypti9
dan LC50 ekstrak biji pepaya sebesar 0,48 mg/mL10. Kandungan bahan aktif (fitokimia) yang
terkandung di dalam biji C. papaya, yaitu flavonoid, tannin, dan alkaloid. Tannin dapat
menghambat sintesis protein sel dengan membentuk kompleks ireversibel protein kaya
prolin.28 Alkaloid mempengaruhi protein kinase sehingga transduksi sinyal dan proses
perkembangan jaringan menjadi terganggu.29
Untuk mencegah resistensi dan meningkatkan efektivitas larvasida dapat dilakukan
kombinasi39, ekstrak biji pepaya perlu ditambahkan dengan nanokomposit Ag-TiO2. Ekstrak
biji pepaya digunakan sebagai media cair yang dibutuhkan oleh nanokomposit Ag-TiO2 agar
dapat memasuki sel larva Ae. aegypti. Penelitian Dhanaleksmi et al16 menunjukkan TiO2 dan
SiO2 yang berperan sebagai penutup permukaan dari nanopartikel Ag meningkatkan aktivitas
antibakteri dari nanopartikel Ag. Selain itu, nanopartikel silver dan titanium dioksida
bermanfaat sebagai larvasidal17,18, antifungal22 dan antibakteri. Nanopartikel titanium
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
dioksida dapat menyebabkan kematian sel akibat TiO2 dapat meningkatkan pembentukan
spesies oksigen reaktif.19-21 Sedangkan, nanopartikel silver sebagai antifungal dengan
menginaktivasi grup sulphydryl dinding sel yang berakibat pada kematian sel.22
Nanokomposit Ag-TiO2 memerlukan sumber cahaya ultraviolet untuk bekerja. Sinar UV
dapat digunakan karena aman bagi serangga sehingga tidak mempengaruhi kematian larva.40
Dalam penelitian ini digunakan rancangan eksperimen untuk membuktikan bahwa dengan
menambahkan nanokomposit Ag-TiO2 ke dalam ekstrak biji C. papaya dapat mempercepat
aktivitas larvasidal terhadap larva Ae. aegypti. Parameter yang dilakukan, yaitu menentukan
lethal concentration 50% dan 90% dari ekstrak biji C. papaya dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8,
dan 10 ppm yang ditambahkan dengan nanokomposit Ag-TiO2 dengan konsentrasi tertentu.
Penelitian ini juga mengukur konsentrasi letal nanokomposit Ag-TiO2 dengan konsentrasi 5,
10, 15, 20, dan 25 ppm. Selain itu, peneliti juga melihat perubahan morfologi larva Ae.
aegypti.
Tinjauan Teoritis 1. Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti dikenal sebagai spesies higrofilik karena menyukai tempat lembab.23
Nyamuk tersebut berasal dari daerah Afrika, tetapi sekarang sudah menyebar ke berbagai
daerah tropis.7
1.1. Daur Hidup Nyamuk betina Aedes aegypti dapat menghasilkan telur sebanyak 50-120 buah yang dapat
ditemukan di manapun genangan air berada dan diletakkan di atas permukaan air. Daur hidup
nyamuk berlangsung dalam waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk dewasa. Daur hidup
nyamuk berawal dari telur, larva, pupa, kemudian nyamuk dewasa.7 Perkembangan larva
yang melewati 4 tahap bergantung pada ketersediaan makanan, densitas larva, dan suhu.7
Larva Aedes aegypti termasuk ke dalam kelompok larva Culicini (Lihat gambar 2.1.2.1).31
Secara morfologi, larva terdiri atas bagian kepala, toraks, abdomen, dan anal. Kepala larva
memiliki sepasang antena lateral dan bagian mulut yang dilengkapi dengan brush. Abdomen
larva memiliki ukuran yang lebih sempit dibandingkan toraksnya dan terdiri dari 8 hingga 9
segmen. Di akhir segmen terdapat percabangan spirakel yaitu sifon respiratorik dan papil anal
yang berperan dalam osmoregulasi.31 Nyamuk Ae. agypti menghisap darah pada pagi hari di
lebih dari satu orang. Hal itulah yang berkontribusi pada penyebaran penyakit dengue.7
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Gambar 1.1.1. Larva Culicini31
Perkembangbiakan nyamuk memerlukan tempat yang dapat menampung air seperti vas
bunga, tangki, kaleng, bahkan lubang pohon pun bisa menjadi tempat nyamuk Ae. Agypti
menaruh telurnya.7,23
1.2. Pengaruh Suhu
Setiap peningkatan suhu sebesar 2 oC menyebabkan periode inkubasi virus DEN memendek
dan nyamuk yang terinfeksi akan tersedia lebih lama dan lebih banyak menggigit manusia.
Suhu optimal untuk pertumbuhan nyamuk adalah minimal pada 14-18oC dan maksimal 35-40 oC.7
2. Demam Berdarah Dengue 2.1. Definisi dan Epidemiologi
Transmisi virus dengue melalui vektor nyamuk yaitu Aedes albopictus dan terutama Aedes
aegypti. Dengue yang berasal dari genus Flavivirus dengan empat jenis serotipe yaitu virus
DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN 4. Individu dapat terinfeksi lebih dari satu serotipe virus
yang dapat menyebabkan perburukan menjadi demam berdarah dengue dan sindrom syok
dengue (SSD).23,24,25
Secara global, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi infeksi dengue 50 hingga 100 juta23,
termasuk kasus demam berdarah dengue sebanyak 500 ribu dan kematian 22 ribu yang
kebanyakan terjadi pada anak-anak.24 Pada tahun 2012, kasus dengue di Asia tenggara
mencapai 257.204 dengan kematian 1229.23 Menurut infodatin pada tahun 2015 tercatat
penderita DBD di Indonesia sebanyak 126.675 orang dan menyebabkan kematian sebanyak
1.229. Perubahan cuaca memengaruhi kesehatan diantaranya meningkatnya insidensi
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
penyakit infeksi menular melalui vektor seperti demam dengue.5
2.2. Pencegahan
Vaksin spesifik dengue pertama yang bernama Dengvaxia (CYD-TDV) yang ditemukan oleh
Sanofi Pasteur pada akhir tahun 2015. CYD14 merupakan salah satu vaksin dengue yang
digunakan untuk evaluasi fase 3 uji klinik yang sudah disebar di lima negara termasuk
Indonesia dengan partisipan dengan usia berkisar 2-14 tahun sebanyak 10.275.27
2.3. Pemberantasan Vektor
Menurut WHO, kontrol vektor paling efektif dengan melakukan manajemen lingkungan.
Metode manajemen lingkungan yang dilakukan antara lain membersihkan dan menutup
tangki penyimpanan air, membersihkan semua genangan air yang diperlukan seperti kolam
renang, air mancur, atau kolam ikan, menggunakan tirai, dan mengisi lubang pohon atau batu
yang dapat menampung air dengan tanah atau pasir.26
Selain manajemen lingkungan, kontrol kimia juga dilakukan dengan menggunakan
insektisida termasuk larvasida dan penyemprot ruangan. Larvasida diaplikasikan pada air
minum karena air minum merupakan kondisi yang tepat untuk berkembang biak. Larvasida
aman digunakan karena toksisitas sangat rendah pada mamalia.26
Terakhir, kontrol biologis dilakukan untuk mengurangi jumlah vektor baik Aedes aegypti
maupun Aedes albopictus dengan menggunakan organisme lainnya seperti Bacillus
thuringiensis H-14 (BTI) dan ikan pemakan larva. Dengan melakukan kontrol biologis, dapat
mengurangi kontaminasi lingkungan akibat bahan kimia dan menyerang target secara spesifik
namun sulit dilakukan.26
2.4. Resistensi
Larvasida kimia yang digunakan dalam jangka waktu yang lama menimbulkan resistensi.
Menurut Daniella et al8, populasi Ae. aegypti di Saint martin dan Guadeloupe menunjukkan
resistensi multipel terhadap pyrethroid (deltamethrin) dan organofosfat (temephos dan
malathion) yang terjadi akibat mutasi Kdr F1534C dan V10161, overekspresi dari gen yang
mengkode enzim terkait mekanisme detoksifikasi GSTe2 dan CCEae3a, serta gen sitokrom
P450 antara lain 0146414, CYP6M11, CYP9J23, dan CYP6BB2.8 Pada penelitian Anindita et
al35, terdeteksi 2,22% larva Ae. aegypti resisten terhadap larvisida golongan organofosfat di
daerah Bantul, Yogyakarta.
3. Carica papaya
Buah pepaya (Carica papaya) dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Buah ini dapat
dikonsumsi sebagai sayuran, produk olahan, atau buah segar.32
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
3.1. Khasiat
Menurut penelitian, biji C. papaya dapat berkhasiat sebagai antioksidan dengan menghambat
pembentukan peroksidase pada asam linoleat11, antimikroba terhadap Staphylococcus aureus
dan Salmonella choleraesuis11, kemopreventif kanker dengan mekanisme antioksidatif dan
antiinflamatori, genproteksi, dan sitoproteksi13, dan antiprotozoal terhadap Trypanosoma
cruzi12.
3.2. Larvasidal dan Kandungan
Menurut penelitian Malathi et al9, dengan menggunakan 1 mg/mL dari biji, daun, akar, dan
bark dari C. papaya dengan pelarut etanol memiliki aktivitas larvasidal lebih tinggi
dibandingkan dengan aqueous. Ekstrak biji C. papaya bersifat larvasidal tertinggi
dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Dalam penelitian tersebut juga
memperlihatkan kandungan fitokimia seperti alkaloid, asam klorogenik, dan antosianin yang
terdapat di ekstrak biji C. papaya dengan pelarut ethanol lebih tinggi daripada dengan pelarut
aqueous dan bagian tanaman lainnya.9 Penelitian lain menunjukkan kandungan tanin dan
alkaloid dalam ekstrak biji C. papaya lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kulitnya,
yakni pada ekstrak biji terdapat tanin 0,78uM dan alkaloid 14,54%.14 Suatu penelitian
menyebutkan bahwa tanin menyebabkan sintesis protein sel terhambat dengan membentuk
kompleks protein kaya prolin ireversibel dan alkaloid mempengaruhi protein kinase yang
berkaitan dengan transduksi sinyal dan proses perkembangan sel dan jaringan.28,29 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Suphunnee Chokkun, ekstrak biji C. papaya dengan pelarut
menunjukkan LC50 0,48 mg/mL yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan
pelarut aqueous yakni LC50 8,62 mg/mL.10
4. Nanopartikel 4.1. Silver Nanopartikel silver dapat beragregasi dan terus membesar tapi juga bisa menjadi partikel
lebih kecil yang bergantung pada frekuensi dan energi tabrakan partikel, sifat attractive-
repulsive, dan interaksi dengan material koloidal. Oleh sebab itu, nanopartikel silver
membutuhkan bahan lain sebagai penstabil diantaranya dengan bahan metal lain seperti TiO2
atau dengan bahan alami seperti tumbuhan atau bakteri.30 Permukaan nanopartikel silver
lebih besar karena ukuran mereka yang lebih kecil dari ukuran partikel silver lainnya.
Semakin besar permukaan suatu partikel, semakin besar pula reaktivitas kimianya. Ukuran
nanopartikel silver yang kecil meningkatkan sensitivitas terhadap oksigen dan jumlah daerah
reaksi pada permukaannya.30
4.1.1. Kandungan dan Khasiat
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Nanopartikel silver memiliki aktivitas antifungal22, antibakteri9, dan larvasidal. Mekanisme
nanopartikel tersebut yaitu dengan menempel pada membran sel yang mengganggu respirasi
dan permeabilitas, penetrasi dengan menginaktivasi enzim dan membentuk hidrogen
peroksida, serta melepaskan ion silver yang memiliki efek bakterisidal dan fungisidal dengan
menghentikan replikasi DNA sehingga menyebabkan kematian bakteri tersebut.9,22
Nanopartikel silver juga memiliki aktivitas larvasidal. Sebuah penelitian yang melakukan
sintesis nanopartikel silver menggunakan ekstrak daun Excoecaria agallocha L.
(Euphorbiaceae) menunjukkan LC50 terhadap larva instar 4 LC50 6,1 mg/L.14
4.2. Titaniumdioksida Titaniumdioksida merupakan bahan berwarna putih yang tidak berbau dan tidak mudah
terbakar.34 Nanopartikel TiO2 sudah digunakan sebagai penyemprot ruangan, tekstil,
kontainer penyimpanan makanan, aditif cucian, dan pembersih air.30
4.2.1. Kandungan dan Khasiat Nanopartikel titanium oksida memiliki aktivitas larvasidal dengan menghancurkan protein,
DNA, dan lipid yang menyebabkan kematian sel dan organel. Nanopartikel tersebut juga
menyebabkan aktivasi kaspase, kondensasi kromatin, fragmentasi nuklear dan apoptosis.
Selain itu, nanopartikel titaniumdioksida juga meningkatkan pembentukan spesies reaktif
oksigen. Penelitian tersebut menunjukkan LC50 terhadap larva 4 yaitu 6,485 ppm.18
4.3. Silver Titaniumdioksida (Ag-TiO2)
Suatu penelitian menunjukkan bahwa pelapisan Ag dengan TiO2 dan SiO2 meningkatkan
aktivitas antibakterial karena dapat mengurangi korosi kimia dan menstabilkan nanopartikel.9
Penelitian lain menunjukkan bahwa nanokomposit Ag-TiO2/Ag/a-TiO2 memiliki aktivitas
foto-antibakterial lebih tinggi dibandingkan dengan Ag/a-TiO2 dan a-TiO2.15 Penelitian
Kamran Tahir et al34 juga menunjukkan bahwa nanokomposit Ag-TiO2 memiliki aktivitas
katalis kuat untuk fotoreduksi dan foto-inaktivasi bakteri dibandingkan dengan nanopartikel
Ag dan TiO2.
Metode Penelitian
1. Alat Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain gelas plastik ukuran 200 mL, gelas
ukur, kertas saring, kain kassa, pinset, baskom, spuit, kaca pembesar, label, shaker, inkubator
37oC, freeze dryer, mikroskop elektron, mikroskop cahaya, sonikator, reaktor UV, hotplate
stirrer, dan furnace.
2. Bahan
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Bahan yang diperlukan diantaranya larva Ae. Aegypti, biji C. papaya, alkohol, akuades,
makanan ikan, nanopartikel TiO2, bubuk AgNO3, methanol, dan HNO3.
3. Pembuatan Ekstrak Biji pepaya dipisahkan dari buah pepaya yang dibeli dari pasar tradisional, dicuci, dan
dikeringkan. Kemudian, biji yang telah kering dipotong hingga halus dan dikeringkan pada
suhu ruang selama 2 minggu. Setelah itu, biji yang telah kering diblender dan disaring untuk
mendapatkan bubuk halus biji tersebut. Bubuk tersebut ditimbang untuk mengetahui berat
keringnya. Selanjutnya, bubuk biji direndam dalam pelarut alkohol 70% (± 100 ml). Proses
pelarutan dilakukan dengan menggunakan shaker selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan
disaring dan supernatan disimpan. Supernatan yang mengandung alkohol tersebut akan
dievaporasi dengan alat vacuum evaporator yang menghasilkan ekstrak bahan aktif yang
digunakan dalam eksperimen ini.
4. Pembuatan Nanokomposit di Departemen Teknik Kimia FTUI Nanokomposit AgTiO2 dibentuk dengan metode photo-assisted deposition (PAD). Pertama,
pembuatan dilakukan dengan mencampurkan 650 mL metanol 10% dengan HNO3 sebanyak
7 tetes atau sampai pH mencapai 3. Kemudian, campuran tersebut ditambahkan 1,98 gram
Degussa P25 TiO2 dan diaduk menggunakan magnetic strirrer selama 5 menit. Setelah itu,
dilakukan sonikasi selama 30 menit. Lalu, ditambahkan AgNO3 1% sebanyak 0,0314 gram.
Campuran diradiasi dalam reaktor UV yang dilengkapi dengan magnetic stirrer selama 6
jam. Kemudian dilakukan sentrifugasi karena supernatan terlihat keruh. Kemudian, larutan
tersebut dikeringkan menggunakan hotplate stirrer dengan suhu 150oC sampai kering.
Serbuk yang dihasilkan dihaluskan dengan mortar atau alu lumpang. Terakhir, dilakukan
kalsinasi menggunakan Furnace dengan suhu 300 oC selama 2 jam.
5. Pembuatan Larutan Kelompok Perlakuan Larutan kelompok perlakuan I berisi campuran ekstrak bahan aktif C. papaya 5% dengan
konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm dengan akuades. Larutan kelompok perlakuan II berisi
nanokomposit AgTiO2 0,5% dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm dengan akuades.
Konsentrasi tersebut dipilih berdasarkan penelitian lain yang telah dipublikasikan. Kelompok
perlakuan III berisi campuran ekstrak C. papaya dan nanokomposit dengan konsentrasi 15
ppm.
6. Perlakuan Larva dengan Ekstrak dan/atau Nanokomposit Kelompok perlakuan yang berisi larva dan campuran ekstrak bahan aktif dan/atau
nanokomposit diamati 6 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah perlakuan.
7. Pengamatan Morfologi Larva Larva yang mati dipilih secara acak dari setiap kelompok perlakuan dan setiap konsentrasi
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
kelompok intervensi. Perubahan morfologi yang diamati menggunakan mikroskop cahaya
antara lain kerusakan bagian kepala, abdomen, bulu sifon, dan segmen anal. Sedangkan untuk
mengamati perubahan trakea pada spirakel dan papil anal menggunakan mikroskop elektron
di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20. Pertama, akan dilakukan uji
normalitas data dengan uji Saphiro-Wilk dengan menggunakan data dari dua kelompok
perlakuan dan satu kelompok kontrol. Jika distribusi data normal, kemudian melakukan uji
hipotesis dengan uji parametrik One-Way Anova. Akan tetapi, jika distribusi data tidak
normal, melakukan uji non parametrik Kruskal-Walis untuk menguji hipotesis dan kemudian
melakukan uji Post Hoc. Selanjutnya, melakukan uji regresi untuk mengetahui konsentrasi
letal 50% dan 90%. Kemudian melaporkan hasil pengamatan morfologi larva dengan
mikroskop elektron antara lain abdomen, spirakel, dan papil anal larva.
Hasil Penelitian Biji yang digunakan dalam penelitian ini ,yaitu biji yang berasal dari C. papaya yang matang
dan siap dikonsumsi. Biji C. papaya yang terkumpul memiliki berat basah 3500 g. Setelah
dijemur, bubuk biji C. papaya memiliki berat kering sebesar 500 g. Kemudian, sebanyak 125
g direndam dengan alkohol 70% dan diuapkan dengan freeze dryer sehingga didapatkan
ekstrak yang memiliki berat sebesar 5,3 g. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam air hingga
bervolume total 106 mL dan memiliki konsentrasi larutan sebesar 5%. Nanokomposit Ag-
TiO2 yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terbentuk dengan menggabungkan
nanopartikel Ag yang diperoleh dari AgNO3 dan nanopartikel TiO2. Nanopartikel Ag-TiO2
yang digunakan adalah milik Departemen Teknik Kimia FTUI. Nanokomposit yang
terbentuk dengan metode photo-asisted deposition (PAD) memiliki berat 2 g dan berwarna
ungu keabu-abuan. Kemudian, sebanyak 0,5 g nanopartikel Ag-TiO2 dilarutkan dalam air
hingga bervolume total 100 mL dan memiliki konsentrasi larutan sebesar 0,5%. Sebelum
menggunakan nanokomposit, larutan stok harus dihomogenkan terlebih dahulu karena sifat
nanokomposit yang cepat mengendap. Penggunaan nanokomposit Ag-TiO2 memerlukan
sumber cahaya berupa sinar UV. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan 4 buah lampu
UV berdaya 10 Watt yang dipasang di samping wadah perlakuan.
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah larva yang mati dan konsentrasi letal 50% (LC50) dan 90%
(LC90) pada jam ke-24 dan 48 pengamatan di berbagai kelompok perlakuan ekstrak biji C.
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
papaya. Hasil uji normalitas menunjukkan data persentase kematian larva pada jam ke-24
terdistribusi normal (p>0,05). Kemudian, pada kelompok ekstrak C. papaya dan kelompok
nanokomposit Ag-TiO2 dilakukan uji One-Way Anova karena distribusi data normal. Namun,
pada kelompok campuran keduanya data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan
dengan uji Kruskal Wallis. Hasil uji statistik One-Way Anova ekstrak C. papaya
menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,198) yang berarti konsentrasi ekstrak
tidak mempengaruhi kematian larva pada jam ke-24 pengamatan. Berbeda dengan kelompok
perlakuan ekstrak, hasil uji statistik One-Way Anova baik hanya nanokomposit Ag-TiO2
(p=0,000) dan uji Kruskal Wallis kelompok campuran keduanya (p=0,001) menunjukkan
perbedaan bermakna. Hal tersebut berarti bahwa konsentrasi nanokomposit Ag-TiO2 dan
campuran keduanya mempengaruhi kematian larva Ae. aegypti yang bersifat dose-dependent.
Akan tetapi, pada jam ke-48 pengamatan, hasil uji One-Way Anova memperlihatkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi ekstrak dengan kematian larva. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak C. papaya mempengaruhi kematian larva pada jam
ke-48 pengamatan.
Tabel 4.1. Pengaruh Ekstrak Biji C. papaya terhadap Kematian Larva Ae. aegypti dari Jam ke-24 dan 48 Pengamatan pada 100 Larva
Konsentrasi Ekstrak Biji C. papaya
Kematian Larva pada Jam ke Konsentrasi Letal pada Jam ke
24 48 24 48 ppm n ± SD n ± SD LC50 LC90 LC50 LC90
0 0 0
25,98 44,30 8,37 16,52
2 1,25 ± 1,26 1,75 ± 0,96 4 2,5 ± 2,52 11 ± 5,35 6 2,5 ± 2,65 13,25 ± 4,35 8 3,25 ± 1,89 12 ± 3,92
10 2 ± 0,82 10,75 ± 6,08 Ket: SD : Standar Deviasi LC50 : Konsentrasi Letal 50% LC90 : Konsentrasi Letal 90% Tabel 4.2 menunjukkan menunjukkan jumlah larva yang mati pada jam ke-6, 7, 24, dan 48
pengamatan di kelompok nanokomposit Ag-TiO2. Berbeda dengan kelompok ekstrak,
kelompok hanya nanokomposit Ag-TiO2 memperlihatkan hasil 100% kematian larva di setiap
konsentrasi pada jam ke-48 pengamatan. Oleh karena itu, uji One-Way Anova tidak dapat
dilakukan. Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa pada jam ke-7 pengamatan, sudah terlihat
rerata kematian larva 50% pada konsentrasi 15 dan 20 ppm. Konsentrasi terkecil (5 ppm)
baru mencapai kematian larva 50% pada jam ke-24 pengamatan.
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Dibandingkan dengan tabel 4.1, konsentrasi letal 50% dan 90% kelompok perlakuan
nanokomposit Ag-TiO2 baik pada jam ke 24 mapun 48 pengamatan lebih kecil dibandingkan
dengan kelompok ekstrak. Hal tersebut menunjukkan bahwa nanokomposit lebih toksik
dibandingkan ekstrak C. papaya yakni secara berturut-turut 5,19 dan 10,87 serta 2,55 dan
3,41. Tabel 4.2. Pengaruh Nanokomposit Ag-TiO2 terhadap Kematian Larva Ae. aegypti dari Jam ke-24 dan 48 Pengamatan pada 100 Larva
Konsentrasi Nanokomposit
Ag-TiO2
Kematian Larva pada Jam ke
6 Mean(n) ± SD
7 Mean(n) ± SD
24 Mean(n) ± SD
48 Mean(n) ± SD ppm
0 0 0 0 0 5 0 0 13,25 ± 0,96 25 ± 0
10 0,75 ± 0,96 1 ± 0,82 25 ± 0 25 ± 0 15 4 ± 0,82 12 ± 0 25 ± 0 25 ± 0 20 6 ± 0,82 19 (18-20)* 25 ± 0 25 ± 0 25 5 (4-5)* 5 ± 0,82 24,25 ± 0,96 25 ± 0
Ket: * Median (minimun-maksimum) SD : Standar Deviasi Tabel 4.3 menunjukkan jumlah kematian larva pada kelompok perlakuan dan campuran
keduanya pada jam ke-6, 12, 24, dan 48 pengamatan pada 100 larva. Tabel 4.3 menunjukkan
bahwa pada jam ke-12 kematian larva baru mencapai 50% pada konsentrasi ekstrak 2 dan 4
ppm. Selain itu, pada konsentrasi tertinggi (10 ppm), kematian larva pada jam ke-24
pengamatan baru mencapai 50%. Tabel 4.3. Pengaruh Campuran Ekstrak C. papaya dan Nanokomposit Ag-TiO2 terhadap Kematian Larva Ae. aegypti dari Jam ke- 24 dan 48 Pengamatan pada 100 Larva
Konsentrasi Ekstrak +
Nanokomposit Ag-TiO2
(ppm)
Kematian Larva pada Jam ke
6 Mean(n) ± SD
12 Mean(n) ± SD
24 Mean(n) ± SD
48 Mean(n) ± SD
0 0 0 0 0 2 + 15 4,5 (4-5)* 13 (12-13)* 25 ± 0 25 ± 0 4 + 15 0 17,25 ± 0,96 24 (23-24)* 25 ± 0 6 + 15 2 ± 0 8 (7-8)* 25 ± 0 25 ± 0 8 + 15 1 ± 0 11,25 ± 0,96 24 (24-25)* 25 ± 0
10 + 15 1 (0-1)* 2,5 (2-3)* 13,25 ± 0,96 25 ± 0 Ket: * Median (minimun-maksimum) SD : Standar Deviasi Konsentrasi letal 50% kelompok campuran keduanya pada jam ke-24 pengamatan
menunjukkan hasil negatif yakni -1,48. Akan tetapi, konsentrasi letal 90% kelompok
perlakuan campuran keduanya (10,67) lebih kecil dibandingkan kelompok nanokomposit Ag-
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
TiO2 (10,87) dan kelompok ekstrak C. papaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penambahan nanokomposit Ag-TiO2 meningkatkan toksisitas baik ekstrak maupun
nanokomposit Ag-TiO2 terhadap larva Ae. Aegypti. Walaupun peningkatan toksisitas
kelompok perlakuan campuran keduanya tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok
perlakuan nanokomposit Ag-TiO2. Akan tetapi, pada jam ke-48 pengamatan, konsentrasi letal
50% dan 90% dari kelompok campuran keduanya (1,02 dan 1,40) lebih kecil dibandingkan
dengan nanokomposit Ag-TiO2 (2,55 dan 3,41) dan ekstrak C. papaya.
Tabel 4.4 menunjukkan perbandingan keatian larva pada kelompok perlakuan nanokomposit
Ag-TiO2 dan campuran keduanya terhadap kematian larva Ae. aegypti pada jam ke-6, 12, 24,
dan 48 pengamatan pada 100 larva. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada kelompok campuran
keduanya terjadi penurunan kematian larva baik pada jam ke-6, 12, maupun 24 pengamatan
dibandingkan dengan kematian larva pada kelompok nanokomposit. Hal ini menunjukkan
kerja nanokomposit Ag-TiO2 terhambat akibat ditambahkan dengan ekstrak C. papaya. Tabel 4.4. Perbandingan Kematian Larva pada Kelompok Perlakuan Nanokomposit Ag-TiO2 dan Campuran Keduanya terhadap Kematian Larva Ae. aegypti pada Jam ke-6, 12, dan 48 Pengamatan
Perlakuan Kematian Larva pada Jam ke
6 12 24 48 Mean(n) ± SD Mean(n) ± SD Mean(n) ± SD Mean(n) ± SD
Nanokomposit 15 ppm 4 ± 0,82 23,75± 1,26 25 ± 0 25 ± 0
Nanokomposit 15 ppm + Ekstrak C.
papaya 4 ppm
0 17,25 ± 0,96 24 (23-24)* 25 ± 0
Ket: * Median (minimun-maksimum) SD : Standar Deviasi Selanjutnya, dilakukan uji regresi linear dan didapatkan hasil kelompok ekstrak C. papaya,
nanokomposit Ag-TiO2, dan campuran keduanya pada jam ke-24 pengamatan berturut-turut
sebagai berikut r= 0,418 p= 0,241, r= 0,812 p= 0,001, dan r= 0,343 p= 0,000. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat korelasi dan positif (+) antara kelompok perlakuan ekstrak C.
papaya, nanokomposit Ag-TiO2, dan campuran keduanya dengan kematian larva Ae. aegypti
pada jam ke-24 pengamatan. Selain itu, dalam uji regresi linear menghasilkan persamaan
hubungan konsentrasi setiap kelompok perlakuan. Rumus hubungan konsentrasi ekstrak C.
papaya (x) dengan persentase kematian larva Ae. aegypti (y) adalah y = 0,229x + 0,774
dengan interval kepercayaan 95% -0,557 - 2,105. Interval kepercayaan 95% yang memotong
angka 1 menunjukkan bahwa data tidak signifikan. Rumus hubungan konsentrasi
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
nanokomposit Ag-TiO2 (x) dengan persentase kematian larva Ae. aegypti (y) adalah y =
0,894x + 7,571 dengan interval kepercayaan 95% 3,269 - 11,874. Rumus hubungan
konsentrasi campuran ekstrak C. papaya dan nanokomposit Ag-TiO2 (x) dengan persentase
kematian larva Ae. aegypti (y) adalah y = 0,932x + 13,881 dengan interval kepercayaan 95%
7,054 - 20,708.
Gambar 4.1. Hubungan Konsentrasi Ekstrak Biji C. Papaya dengan Kematian Larva Ae. Aegypti pada Jam Ke-24
Pengamatan
Gambar 4.1 menggambarkan hubungan antara konsentrasi ekstrak biji C. papaya dengan
persentase mortalitas larva pada jam ke-24 pengamatan dengan R2 linear sebesar 0,174 .
Selain itu, terdapat peningkatan persentase mortalitas larva disertai dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak biji C. papaya hingga konsentrasi 8 ppm. Gambar 4.1 juga menunjukkan
walaupun terjadi penurunan persentase mortalitas larva pada konsentrasi tertinggi (10 ppm),
data menunjukkan kecenderungan ke arah positif.
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Gambar 4.2. Hubungan Konsentrasi Nanokomposit Ag-TiO2 dengan Kematian Larva Ae. Aegypti pada Jam Ke-24
Pengamatan
Gambar 4.2 menggambarkan hubungan antara konsentrasi nanokomposit Ag-TiO2 dengan
persentase mortalitas larva pada jam ke-24 pengamatan dengan R2 linear sebesar 0,659.
Gambar 4.2 juga menunjukkan pada konsentrasi 10 ppm sudah terlihat kematian 100%.
Kemudian, kematian larva menjadi konstan hingga konsentrasi tertinggi. Selain itu, data
menunjukkan kecenderungan ke arah positif.
Gambar 4.3. Hubungan Konsentrasi Nanokomposit Ag-TiO2 dan Ekstrak Biji C. papaya dengan Kematian Larva Ae.
Aegypti pada Jam Ke-24 Pengamatan
Gambar 4.3 menggambarkan hubungan antara konsentrasi nanokomposit Ag-TiO2 dan
ekstrak biji C. papaya dengan persentase mortalitas larva pada jam ke-24 pengamatan dengan
R2 linear sebesar 0,118. Gambar 4.3 juga menunjukkan walaupun terdapat penurunan
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
kematian larva pada konsentrasi ekstrak tertinggi (10 ppm), data menunjukkan
kecenderungan ke arah positif.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.4 Morfologi Larva Aedes aegypti Mati Akibat: (a) ekstrak biji C. papaya, (b) nanokomposit Ag-TiO2 dan
(c) campuran ekstrak biji C. papaya dan nanokomposit Ag-TiO2.
Gambar 4.4 menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi pada larva yang mati akibat
paparan ekstrak biji C. papaya, nanokomposit Ag-TiO2, dan campuran keduanya memiliki
kesamaan yaitu perubahan warna abdomen menjadi lebih transparan dan kerusakan pada
segmen abdomen. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara larva yang terpapar nanokomposit
Ag-TiO2 dengan ekstrak biji C. papaya dan campuran keduanya yaitu pada larva yang
terpapar nanokomposit terdapat pengurangan jumlah brush.
Pembahasan Angka kejadian dan mortalitas DBD yang terus meningkat dapat diatasi dengan memutuskan
rantai reproduksi vektor virus Dengue yakni nyamuk Ae. aegypti. Peningkatan kasus DBD
juga dipengaruhi cuaca akibat peningkatan jumlah vektor DBD.4 Vaksin anti-dengue
(Dengvaxia) sudah ditemukan namun belum diaplikasikan untuk pencegahan penyakit DBD
di Indonesia.6 Hingga kini, cara yang dilakukan adalah menggunakan pestisida berbahan
kimia seperti golongan pyrethroid dan organofosfat. Namun, penggunaan pestisida berbahan
kimia dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi.5 Resistensi yang sudah
terdeteksi di Indonesia adalah resistensi rendah (2,22%) terhadap larvasida golongan
organofosfat di daerah Bantul, Yogyakarta.35 Oleh karena, itu, diperlukan larvasida berbahan
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
alami seperti biji C. papaya. Selain, untuk meningkatkan efektivitas larvasida berbahan alami
tersbeut, bahan material seperti nanokomposit Ag-TiO2 yang bersifat antibakterial15,34 juga
digunakan dalam penelitian ini.
Biji C. papaya yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 125 g yang direndam dengan
alkohol 70% dan diuapkan dengan freeze dryer sehingga didapatkan ekstrak yang memiliki
berat sebesar 5,3 g. Dibandingkan dengan penelitian Chokkun, penelitian ini menggunakan
perlarut yang sama yaitu alkohol 70% tapi tidak menggunakan DMSO 0,1%. Penggunaan
DMSO berpengaruh terhadap efektivitas larvasida yaitu LC50 ekstrak biji C. papaya pada
penelitian ini (25,98 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Chokkun (4,8 ppm).10
Pada penelitian ini, nanokomposit Ag-TiO2 yang digunakan terbentuk dengan menggunakan
metode photo-assisted deposition (PAD) yang juga dilakukan pada penelitian Agus Salim.36
Penggunaan nanokomposit Ag-TiO2 sudah banyak dilakukan sebagai antibakterial15,34,
namun penelitian belum pernah dilakukan sebagai larvasida. Perubahan morfologi yang
terjadi pada setiap kelompok perlakuan adalah perubahan warna abdomen yang menjadi lebih
transparan dan terjadi kerusakan pada bagian abdomen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Saranya et al38 yaitu terjadi kerusakan pada traktus digestif dan dekitinasi pada larva.
1. Hubungan Ekstrak Biji C. papaya dengan Mortalitas Larva Pada jam ke-24 pengamatan, hasil uji statistik One-Way Anova ekstrak C. papaya
menyatakan tidak terdapat perbedaan bermakna yang berarti konsentrasi ekstrak tidak
mempengaruhi kematian larva. Hal tersebut terjadi karena pada penelitian ini tidak
menggunakan DMSO 0,1% sehingga larutan stok tidak homogen. Hal tersebut dapat
menyebabkan konsentrasi yang diambil bukan yang seharusnya atau lebih kecil dari yang
seharusnya. Namun, pada jam ke-48 pengamatan, hasil uji statistik One-Way Anova ekstrak
C. papaya menyatakan terdapat perbedaan bermakna. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi
yang terlalu kecil sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian
larva Aedes aegypti. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja ekstrak C. papaya sebagai
larvasida yang dipaparkan pada penelitian Shimada28 dan penelitian Goel et al29 yaitu dengan
tanin yang menghambat sintesis protein dan alkaloid yang menghambat proses
perkembangan sel dan jaringan serta mempengaruhi protein kinase dalam proses transmisi
sinyal. Berdasarkan penelitian Malathi et al9, dengan pelarut etanol, bahan aktif alkaloid,
flavonoid, tanin, antosianin, dan coumarin yang terkandung di dalam ekstrak lebih banyak
dibandingkan dengan pelarut aqueous. Selain itu penelitian Hayatie et al14 menunjukkan
bahwa tanin dan alkaloid pada biji C. papaya lebih banyak dibandingkan dengan kulitnya.
Selain kandungan alkaloid dan tannin, biji C. papaya banyak mengandung oleat dan linoleat
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
yang pada penelitian Rahuman et al37 menyatakan bahwa asam oleat dan linoleat yang
diisolasi dari Citrullus colocynthis Schard yang menggunakan pelarut petroleum eter
memiliki aktivitas larvasidal yang cukup poten dengan LC50 8,80 dan 18,20 ppm pada jam
ke-24 pengamatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan asam oleat dan linoleat yang
banyak terkandung di dalam biji. C. papaya lebih baik diisolasi dengan menggunakan pelarut
petroleum eter agar mendapat aktivitas larvasidal yang cukup poten.
2. Hubungan Nanokomposit Ag-TiO2 dengan Mortalitas Larva Pada jam ke-24 pengamatan, beberapa konsentrasi (10, 15, dan 20 ppm) sudha menunjukkan
kematian larva 100%. Hal tersebut terjadi karena mekanisme kerja nanokomposit Ag-TiO2
yang menyebabkan sel lisis akibat nanopartikel silver dan apoptosis sel akibat nanopartikel
TiO2.18,22 Berdasarkan penelitian Velmurugan et al22 yang menggunakan nanopartikel silver
sebagai antifungal menyatakan bahwa silver nanopartikel menyebabkan sel lisis dengan
menganggu metabolisme energi membran, menyebabkan mutasi DNA fungal, dan
memisahkan kompleks enzim yang diperlukan untuk pemeabilitas respirasi dan membran.
Sedangkan, pada penelitian Murugan et al18 yang menggunakan nanopartikel TiO2 sebagai
larvasidal menyatakan bahwa TiO2 menyebabkan apoptosis sel dengan mendegradasi protein,
lipid, dan DNA sehingga menyebabkan kematian organel dan sel. Penelitian mengenai
nanokomposit Ag-TiO2 sebagai larvasidal belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini,
didapatkan konsentrasi letal 50% dan 90% nanokomposit Ag-TiO2 pada jam ke-24
pengamatan adalah 5,19 ppm dan 10,87 ppm.18
3. Hubungan Ekstak dan Nanokomposit Ag-TiO2 dengan Mortalitas Larva Pada jam ke-24 pengamatan, Pada penelitian ini, kelompok campuran nanokomposit Ag-
TiO2 dan ekstrak biji C. papaya menunjukkan hasil konsentrasi letal 50% dan 90% adalah -
1,48 dan 10,67. LC50 bernilai minus menandakan bahwa larutan bersifat protektif. Hal
tersebut terjadi karena terjadi interaksi antara nanokomposit Ag-TiO2 dan ekstrak biji C.
papaya. Interaksi yang terjadi adalah ekstrak biji C. papaya menyebabkan kekeruhan pada
wadah perlakuan sehingga menghalangi sinar ultraviolet yang diperlukan oleh nanokomposit
Ag-TiO2 untuk bekerja. Namun tersebut hanya menghambat kinerja nanokomposit, sehingga
pada jam ke 48 pengamatan terlihat kematian 100%. Selain itu, bahan wadah perlakuan yang
berupa plastik juga menghambat sinar ultraviolet yang masuk.
Kesimpulan Konsentrasi letal 50% dan 90% dari ekstrak biji C. papaya, nanokomposit AgTiO2, dan
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
campuran keduanya terhadap mortalitas larva Ae. aegypti pada jam ke-24 dan jam ke-48
pengamatan berturut-turut adalah 25,98 ppm dan 44,30 ppm, 5,19 ppm dan 10,87 ppm, serta -
1,48 ppm dan 10,67 ppm. Korelasi antara ekstrak biji C. papaya, nanokomposit AgTiO2, dan
campuran keduanya dengan mortalitas larva Ae. aegypti positif dengan hasil berturut-turut
sebagai berikut r= 0,418 p= 0,241, r= 0,812 p= 0,001, dan r= 0,343 p= 0,000. Perubahan
morfologi yang terlihat adalah kerusakan pada segmen abdomen dan perubahan warna
abdomen yang menjadi transparan.
Saran Penelitian selanjutnya perlu menggunakan DMSO 0,1% untuk membuat larutan stok ekstrak
biji C. papaya menjadi homogen karena biji C. papaya yang banyak mengandung lemak.
Pada penelitian yang menggunakan nanokomposit perlu menggunakan wadah yang berbahan
kaca. Jika ingin menggabungkan nanokomposit dengan bahan lain, perlu diusahakan tetap
menjaga kejernihan air.
Referensi 1. World Health Organization. Epidemiology [Internet]. World Health Organizaton. 2016
(Cited 22 Juli 2017). Available from: http://www.who.int/denguecontrol/epidemiology/en/
2. Brady OJ, Gething PW, Bhatt S, Messina JP, Brownstein JS, Hoen AG et al. Refining the global spatial limits of dengue virus transmission by evidence-based consensus. PLoS Negl Trop Dis. 2012; 6: p. 1760. doi: 10.1371/journal.pntd.0001760
3. World Health Organization. Global strategy for dengue prevention and control. Geneva: WHO; 2012. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75303/1/9789241504034_eng.pdf
4. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin: Situasi DBD. Jakarta: Kemenkes RI; 2016. p. 1-10. Available from: http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20dbd%202016.pdf
5. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. p. 281
6. WHO. Dengue vaccine: WHO position paper-July 2016. WHO weekly epidemiological record. 2016; 91(30): p. 349-64 Available from: http://www.who.int/wer/2016/wer9130.pdf?ua=1
7. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control dengue and dengue haemorrhage. 2011. India
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
8. Goindin D, Delannay C, Gelasse A, Ramdini C, Gaude T, Faucon F, et al. Levels of insecticide resistance to deltamethrin, malathion, and temephos, and associated mechanisms in Aedes aegypti mosquitoes from Guadeloupe and Saint Martin island (French West Indies). Infectious disease of poverty. 2017; 6(38): p.1-15. doi: 10.1186/s40249-017-0254-x
9. Malathi P, Vasugi SR. Evaluation of mosquito larvicidal effect of Carica Papaya against Aedes Aegypti. International Journal of Mosquito Research 2015; 2(3): p. 21-24
10. Chokkun S. Biological control of dengue hemorrhagic fever mosquitoes (Aedes aegypti l.) by kaffir lime (Citrus hystrix dc.) peel and papaya (Carica papaya l.) seed extracts. Thesis. India: Suranaree University of Technology. 2011
11. Sofi FR, Raju CV, Lakshmisha IP, Singh RR. Antioxidant and antimicrobial properties of grape and papaya seed extracts and their application on the preservation of Indian mackarel (Rastrelliger kanagurta) during ice storage. J Food Sci-Technol. 2016; 53(1): p. 104-17
12. Jimenez-Coello M, Guzman-Marin E, Ortega Pacheco A, Perez-Gutierrez S, Acosta-Viana KY. Assessment of the anti-protozoal activity of crude Carica papaya seed extract against Trypanosoma cruzi. Molecules. 2013; 18(10): p. 2621-32. doi: 10.3390/molecules181012621.
13. Pathak N, Khan S, Bhargaya A, Raghuram GV, Jain D, Panwar H, et al. Cancer chemopreventive effects of the flavonoid-rich fraction isolated from papaya seeds. Nutr Cancer. 2014; 66(5): p. 57-71. doi: 10.1080/01635581.2014.904912.
14. Hayatie L, Biworo A, Suhartono E. Aqueous extracts of seed and peel of Carica papaya against Aedes aegypti. Journal of Medical and Bioengineering. 2015; 4(5): p. 417-21. doi: 10.12720/jomb.4.5.417-421
15. Akhavan O. Lasting antibacterial activities of Ag-TiO2/Ag/a-TiO2 nanocomposite thin film photocatalysts under solar light irradiation. Journal of Colloid and Interface Science. 2009; 336: p. 117-24 doi: 10.1016/j/jcis.2009.03.018
16. Dhanalekshmi KI, Meena KS. Comparison of antibacterial activities of AgTiO2 and AgSiO2 core-shell nanoparticles. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 2014; 128(2014): p. 887–90 doi: 10.1016/j.saa.2014.02.063
17. Kumar VA, Ammani K, Jobina R, Parasuraman P, Siddhardha B. Larvicidal activity of green synthesized silver nanoparticles using Excoecaria agallocha L. (Euphorbiaceae) leaf extract against Aedes aegypti. IET Nanobiotechnology. 2016; : p. 1-7 doi: 10.1049/iet-nbt.2015.0101
18. Murugan K, Dinesh D, Kavithaa K, Paulpandi M, Ponraj T, Alsalhi MS, et al. Hydrothermal synthesis of titanium dioxide nanoparticles: mosquitocidal potential and anticancer activity on human breast cancer cells (MCF-7). Parasitol Res. 2015; : p. 1-12 doi: 10.1007/s00436-015-4838-8
19. Donaldson K, Stone V, Borm PJ, Jimenez LA, Gilmour PS. Oxidative stress and calcium signaling in the adverse effects of environmental particles (PM10). Free Radic Biol Med. 2003; 34: p. 1369-82
20. Long TC, Tajuba J, Sama P, Saleh N, Swartz C, et al. Nanosize titanium dioxide stimulates reactive oxygen species in brain microglia and damages neurons in vitro. Environ Health Perspect. 2007; 115: p. 1631-7
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
21. Olmedo DG, Tasat DR, Guglielmotti MB, Cabrini RL. Effect of titanium dioxide on the oxidative metabolism of alveolar macrophages: an experimental study in rats. J Biomed Mater Res A. 2005; 73: p. 142-9
22. Velmurugan N, Gnana Kumar G, Sub Han S, Suk Nahm K, Soo Lee Y. Synthesis and Characterization of Potential Fungicidal Silver Nano-sized Particles and Chitosan Membrane Containing Silver Particles. Iranian Polymer Journal. 2009; 18(5): p. 383-92
23. Dash AP, Bhatia R, Kalra NL. Dengue in South-East Asia: an appraisal of case management and vector control. In: WHO Regional Office for South-East Asia, editor. Dengue bulletin[Internet]. India: World Health Organization; 2012 [cited 23 July 2017]. Chapter 1. Available from: http://www.wpro.who.int/mvp/epidemiology/dengue/Dengue_Bulletin_Vol36.pdf
24. Centers for Disease Control and Prevention. Epidemiology dengue [Internet]. Cdc.gov. 2014 [Cited 21 July 2017]. Available from: https://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/index.html
25. World Health Organization. Dengue and severe dengue [Internet]. World Health Organization. 2017 [cited 23 July 2017] Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
26. WHO. Dengue haemorrhagic fever: Diagnosis, treatment, prevention, and control[Internet]. 2nd ed. Geneva: World Health Organization. 1997;Available from: http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/
27. WHO. Dengue vaccine: WHO position paper-July 2016. WHO weekly epidemiological record. 2016; 91(30): p. 349-64 Available from: http://www.who.int/wer/2016/wer9130.pdf?ua=1
28. Shimada T. Salivary proteins as a defense against dietary tannins. Journal of chemical ecology. 2006; 32(6): p. 1149-63
29. Goel G, Makkar HPS, Francis G, Becker K. Phorbol esters: structure, biological activity and toxicity in animals. International journal of toxicology. 2007; 26: 279-88
30. National centre of environmental assestment. Nanomaterial case study: nanoscale silver in disinfectant spray. United States: Environmental protection agency. 2012: p. 2.11-3.7
31. Foster WA, Walker ED. Mosquitoes (Culicidae). In: Mullen GR, Durden LA. Medical and veterinary entomology. 1th ed. USA: Elsevier Science; 2002. p. 206-16
32. Teixeira da Silva, JA, Rashid Z, Nhut DT, Sivakumar D, Gera A, Teixeira Souza Jr M, et al. Papaya (Carica papaya L.) Biology and biotechnology. Tree and Forestry Science and Biotechnology. 2007; 1(1): p. 47-73.
33. Oberdorster G, Oberdorster E, Oberdorster J. Nanotoxicology: an emerging discipline evolving from studies of ultrafine particles. Environ Health Perspect. 2005; 113(7): p. 823-39.
34. Tahir K, Ahmad A, Baoshan Li, Nazir S, Khan AU, dan Nasir T, et al. Visible light photo catalytic inactivation of bacteria and photo degradation of methylene blue with Ag/TiO nanocomposite prepared by a novel method. Journal of Photochemistry & Photobiology, B: Biology. 2016; 162: p. 189–98 doi: https://doi.org/10.1016/j.jphotobiol.2016.06.039
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
35. Anindita R, Kesetyaningsih TW. Deteksi resistensi larva Aedes aegypti dengan uji biokimia berdasarkan aktivitas enzim esterase di kabupaten Bantul DIY. Mutiara Medika. 2007; 7(2): p. 88-94
36. Afrozi A S. Sintesis dan karakterisasi katalis nanokomposit berbasis titania untuk produksi hidrogen dari gliserol dan air. Thesis. Indonesia: University of Indonesia. 2010
37. Rahuman AA, Venkatesan P. Mosquito larvicidal activity of oleic acid and linoleic acids isolated from Citrullus colocynthis (Linn.) Schrad. Parasitol Res. 2008; 103: p. 1383-90 doi: 10.1007/s00436-008-1146-6
38. Saranya M, Mohanraj RS, Dhanakkodi B. Larvicidal, pupicidal activities and morphological deformities of Spathodea campanulata aqueous leaf extract against the dengue vector Aedes aegypti. European Journal of Experimental Biology. 2013; 3(2):205-213. 3172
39. Gunawan E. Efek potensi larvasida kombinasiekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum Linn) dan biji jarak (Ricinus communis Linn) terhadap Aedes aegypti. Thesis. Indonesia: Universitas Sebelas Maret. 2011.
40. Hori M, Shibuya K, Sato M, Saito Y. Lethal effects of short-wavelength visible light on insects. Sci Rep. 2014; 4: 7383 doi: 10.1038/srep07383
Pengaruh ekstrak ..., Widya Steffi Andyani, FK UI, 2017
Top Related