Download - PENERAPAN METODE WEBSTER UNTUK SISTEM … · lintas dengan cara memisahkan pergerakan-pergerakan tersebut dari segi ruang dan waktu. Secara umum lampu lalu lintas dipasang pada suatu

Transcript

PENERAPAN METODE WEBSTER UNTUK SISTEM

PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI SIMPANG EMPAT

SEMPLAK BOGOR

DELIS ANISA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Metode

Webster untuk Sistem Pengaturan Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Semplak

Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Delis Anisa

NIM G54100027

ABSTRAK

DELIS ANISA. Penerapan Metode Webster untuk Sistem Pengaturan Lampu

Lalu Lintas di Simpang Empat Semplak, Bogor. Dibimbing oleh ELIS

KHATIZAH dan PRAPTO TRI SUPRIYO

Sistem pengaturan lampu lalu lintas saat ini masih menggunakan fixed time.

Hal tersebut dapat menimbulkan kemacetan karena volume kendaraan di setiap

jalur berbeda-beda tetapi lamanya waktu-nyala lampu lalu lintas sama. Salah satu

metode yang dapat memecahkan masalah tersebut adalah metode Webster.

Metode Webster menggunakan konsep minimisasi waktu tunda dalam bentuk

persamaan waktu siklus optimum untuk menghitung waktu-nyala lampu lalu

lintas berdasarkan kepadatan kendaraan dan lebar jalan. Metode ini diterapkan

untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di persimpangan Semplak, Bogor.

Berdasarkan data banyaknya kendaraan dan lebar jalan, metode Webster

menghasilkan perhitungan waktu-nyala lampu hijau yang lebih rendah

dibandingkan dengan waktu-nyala lampu hijau faktual di persimpangan tersebut.

Perbedaan tersebut memperlihatkan bahwa waktu-nyala lampu hijau lalu lintas di

persimpangan tersebut, masih dapat dioptimalkan sehingga diharapkan dapat

menurunkan penundaan rata-rata bagi semua kendaraan yang melewati

persimpangan tersebut.

Kata kunci: lampu lalu lintas, metode Webster, simpang Empat Semplak Bogor,

waktu siklus optimum

ABSTRACT

DELIS ANISA. Webster Method Application for Traffic Light Control System at

Semplak Crossroads, Bogor. Supervised by ELIS KHATIZAH and PRAPTO TRI

SUPRIYO.

Currently, the traffic light control system is still using a fixed time system.

This system would result the traffic jams because the number of vehicles in a lane

is different with a same duration of green time-lamp. The Webster method uses

the concept of minimizing delay time per vehicle as an optimum cycle time

equation to calculate the traffic time-lamp based on density of vehicles and width

of road. This method was used to overcome the traffic jam at Semplak junction,

Bogor. Based on the number of data and the width of road, the Webster method

results the duration of the green time-lamp is lower than the actual green time-

lamp at the Semplak junction. The differences shows that the green time-lamp

traffic in the Semplak junction, can be optimized in order to decrease the average

delay for all vehicles passing through the intersection.

Keywords: optimum cycle time, Semplak crossroads Bogor, traffic light, Webster

method

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

PENERAPAN METODE WEBSTER UNTUK SISTEM

PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI SIMPANG EMPAT

SEMPLAK BOGOR

DELIS ANISA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah lampu

lalu lintas, dengan judul Penerapan Metode Webster untuk Sistem Pengaturan

Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Semplak Bogor. Terima kasih penulis

ucapkan kepada:

1 Ibu Elis Khatizah, MSi dan bapak Drs Prapto Tri Supriyo, MKom selaku

pembimbing pertama dan pembimbing kedua yang telah sabar

membimbing penulis dalam menyusun karya ilmiah ini,

2 Bapak Dr Ir Fahren Bukhari, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak

memberi saran dalam penulisan karya ilmiah ini,

3 Bapak, Ibu, Kakak dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

4 Dadan Sunandar yang telah menjadi inspirasi untuk berbagai hal baru dalam

kehidupan penulis,

5 Adi, Lilis, Atika, Tri, Eka, Nyoman, Leny, Rendi, Kamil dan semua teman-

teman Matematika 47 atas segala dukungan, bantuan, dan ketulusan hati

yang telah diberikan,

6 Raymond, Erfina, Kadek, Siti, Lilin, dan Fitri yang selalu memberi

dukungannya,

7 Semua dosen dan pegawai Departemen Matematika, terutama Ibu Susi dan

Pak Yono, serta pihak lain yang telah secara langsung atau tidak langsung

membantu dalam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Delis Anisa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 4

PEMBAHASAN 7

Simulasi Metode Webster untuk Kondisi Menyerupai Simpang Empat

Semplak, Bogor 7

Penerapan Metode Webster di simpang empat Semplak, Bogor 8

SIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 24

DAFTAR TABEL

1 Arus jenuh di persimpangan 3

2 Notasi-notasi rumus Webster yang digunakan 6

3 Jumlah kendaraan di simpang empat Semplak, Bogor, minggu ke-1

pukul 7.00-08.00 9

4 Perbandingan waktu-nyala lampu lalu lintas hasil metode Webster

dan kondisi sekarang di simpang empat Semplak, Bogor 10

DAFTAR GAMBAR

1 Simpang empat 2 fase 5

2 Simpang empat 4 fase 5

3 Simpang empat dengan lebar jalan berbeda (lebih luas di jalur timur-

barat) 7

4 Grafik waktu-nyala lampu lalu lintas menggunakan metode Webster

dengan lebar jalan lebih luas di fase 3 dan fase 4 8

5 Lokasi simpang empat Semplak, Bogor 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penjabaran rumus metode Webster 14 2 Tabel Simulasi Metode Webster 21

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di

kota-kota besar di dunia termasuk di Indonesia. Hal ini terjadi karena biasanya

pada kondisi jam sibuk, mayoritas pemakai kendaraan menggunakan akses jalan

yang terbatas pada saat yang bersamaan. Dampak negatif dari kemacetan lalu

lintas antara lain peningkatan waktu perjalanan, pemborosan bahan bakar, polusi

udara, dan permasalahan pernafasan. Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem yang

dapat mengatasi permasalahan tersebut, yakni dengan mengoptimalkan kinerja

lampu lalu lintas. Lampu lalu lintas sudah hampir digunakan di setiap

persimpangan jalan raya di Indonesia, terutama di persimpangan yang ramai

kendaraan.

Dewasa ini, sistem pengaturan lampu lalu lintas di Indonesia masih

menggunakan sistem pengaturan lampu lalu lintas fixed time. Sistem pengaturan

lampu lalu lintas fixed time adalah sistem pengaturan lampu lalu lintas dengan

menggunakan aturan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga

menyebabkan antrian yang cukup panjang jika volume kendaraan di salah satu

persimpangan cukup padat. Sistem ini masih belum efisien karena memunculkan

kemacetan di salah satu persimpangan.

Melihat pentingnya peranan lampu lalu lintas dalam pengaturan kelancaran

lalu lintas, dibutuhkan rekayasa suatu sistem yang dapat mengatasi kemacetan di

salah satu persimpangan bervolume kendaraan padat. Sistem pengaturan lalu

lintas yang baik akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kepadatan arus

lalu lintas pada jalur yang diatur. Metode Webster dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Metode Webster ini menghasilkan nilai output

berupa lamanya waktu-nyala dari lampu hijau berdasarkan kepadatan volume

kendaraan di setiap persimpangan.

Dalam karya ilmiah ini, penulis mengaplikasikan metode Webster pada

daerah yang menjadi salah satu pusat kemacetan di Kota Bogor, yakni lampu lalu

lintas yang berada di daerah Simpang Empat Semplak.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Menjabarkan metode Webster.

2 Melakukan simulasi metode Webster untuk berbagai kondisi banyaknya

kendaraan di persimpangan jalan.

3 Mengaplikasikan metode Webster di simpang empat Semplak, Bogor.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh penulis ini secara tidak

langsung adalah untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di salah satu

persimpangan di kota Bogor, yakni simpang empat Semplak, dengan cara

menghasilkan output waktu-nyala lampu hijau dari sistem pengendali lampu lalu

lintas yang lebih efisien.

2

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain:

1 Metode yang digunakan untuk perhitungan lampu lalu lintas adalah

metode Webster.

2 Data yang digunakan adalah data primer yang dihitung langsung oleh

penulis yaitu data jumlah kendaraan yang melewati simpang empat

Semplak, Bogor dan data lebar jalan yang digunakan adalah data real

yang diambil langsung dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(DLLAJ) kota Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Lampu lalu lintas (menurut UU no. 22/2009 tentang Lalu lintas dan

Angkutan Jalan: alat pemberi isyarat lalu lintas atau APILL) adalah lampu yang

mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat

penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.

Lampu ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara

bergantian dari berbagai arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan

dimaksudkan untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing

kelompok pergerakan kendaraan agar dapat bergerak secara bergantian sehingga

tidak saling mengganggu antar-arus yang ada.

Menurut Saodang (2004), lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu

lintas yang memiliki fungsi utama sebagai pengatur hak berjalan pergerakan lalu

lintas (termasuk pejalan kaki) secara bergantian di pertemuan jalan. Lampu lalu

lintas berfungsi untuk mengurangi adanya konflik antar berbagai pergerakan lalu

lintas dengan cara memisahkan pergerakan-pergerakan tersebut dari segi ruang

dan waktu. Secara umum lampu lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan

berdasarkan alasan spesifik berikut.

1 Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.

2 Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata di sebuah persimpangan, sehingga

meningkatkan kapasitas jalan. Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan

untuk menampung arus lalu lintas dengan satuan kendaraan per jam atau smp

per jam yang dirumuskan sebagai berikut:

g

dengan:

= kapasitas

s = arus jenuh

g = waktu hijau efektif

c = waktu siklus

3 Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas.

Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi.

Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besar sehingga kendaraan

sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus

berhenti atau bergerak lambat (Ofyar Z Tamin 2000). Kemacetan adalah kondisi

ketika arus lalu lintas yang melewati ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas

3

rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan kendaraan di ruas jalan

tersebut mendekati atau sama dengan 0 km/jam. Kondisi ini menyebabkan

terjadinya antrian. Pada saat terjadinya kemacetan, nilai derajat kejenuhan pada

ruas jalan akan ditinjau. Derajat kejenuhan dapat diartikan sebagai perbandingan

arus lalu lintas terhadap kapasitasnya. Kemacetan akan terjadi bila nilai derajat

kejenuhan mencapai lebih dari 0.5 (Direktorat Jenderal Bina Marga 1997).

Dalam hal perhitungan waktu-nyala lampu lalu lintas, salah satu metode

yang dapat digunakan adalah metode Webster. Metode Webster menggunakan

terminologi yang membutuhkan beberapa faktor dasar dalam perhitungannya.

Faktor yang dibutuhkan untuk menggunakan metode Webster adalah sebagai

berikut.

1 Arus jenuh (s)

Arus jenuh adalah banyaknya keberangkatan kendaraan pada antrian saat

kendaraan berada di laju konstan, yakni setelah melakukan percepatan, sampai

kendaraaan melakukan perlambatan selama periode hijau dan kuning. Arus

jenuh biasanya dinyatakan dalam kendaraan per jam waktu hijau.

Berikut adalah tabel arus jenuh di persimpangan berdasarkan lebar jalan.

Tabel 1 Arus jenuh di persimpangan

Jika lebar jalan melebihi nilai yang telah ditetapkan, maka arus jenuh (s) =

Lebar jalan × 525 (smp/jam)

Satuan mobil penumpang (smp) adalah satuan kendaraan di dalam arus

lalu lintas yang disetarakan dengan kendaraan ringan atau mobil penumpang.

Besaran smp dipengaruhi oleh tipe atau jenis kendaraan, dimensi kendaraan,

dan kemampuan olah gerak.

2 Arus normal (q)

Arus normal adalah jumlah kendaraan yang masuk pada suatu ruas

persimpangan dalam satu satuan batas waktu yang sudah dikalikan dengan

koefisien masing-masing sesuai dengan jenis kendaraan yang melewati ruas

simpang tersebut. Koefisien tersebut bernama ekivalen kendaraan penumpang

(emp).

Ekivalen mobil penumpang (emp) adalah unit untuk mengkonversikan

satuan arus lalu lintas dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang

per jam. Arus lalu lintas yang terdiri dari bermacam jenis kendaraan, seperti

mobil, bus, truk dan sepeda motor dikonversikan menjadi satu satuan arus lalu

lintas yaitu smp per jam dengan menganggap bahwa satu kendaraan, selain

kendaraan ringan atau mobil penumpang, diganti oleh satuan kendaraan

penumpang dikali dengan emp. Setiap jenis kendaraan memiliki nilai emp yang

berbeda dengan jenis kendaraan yang lain. Untuk emp dari kendaraan berat

(bus, truk dan lain-lain) adalah 1.3, sedangkan emp dari sepeda motor adalah

0.2. Kendaraan yang tak bermotor, seperti becak, sepeda dan lain-lain, tidak

Lebar jalan

(m)

3.05 3.35 3.65 3.95 4.25 4.60 4.90 5.20

Arus jenuh

(smp/jam)

1850 1875 1900 1950 2075 2250 2475 2700

4

dihitung nilai emp-nya, karena termasuk kendaraan yang berjalan lambat

(Hikmat Iskandar 2010).

3 Waktu hilang (L)

Waktu hilang adalah waktu-nyala lampu hijau dan kuning yang hilang

pada saat periode percepatan dan periode perlambatan kendaraan. Pada saat

periode waktu-nyala lampu hijau dimulai, kendaraan-kendaraan masih

berhenti, dan pengemudi memerlukan waktu untuk mulai berjalan dan

mempercepatnya sampai ke suatu kecepatan yang normal. Pada akhir dari

periode waktu-nyala lampu hijau terdapat periode waktu-nyala lampu kuning

yang pada kesempatan tersebut beberapa kendaraan akan tetap melintasi

persimpangan dan kendaraan-kendaraan lainnya akan memperlambat lajunya

dan kemudian berhenti.

METODE

F.V Webster menggunakan pengamatan lapangan yang ekstensif dan

simulasi komputer untuk menghasilkan prosedur yang sangat baik dalam

mendesain lampu lalu lintas. Asumsi dasar dalam pekerjaan F.V Webster adalah

bahwa kedatangan kendaraan terjadi secara seragam. F.V Webster

mengembangkan persamaan klasik untuk menghitung penundaan rata-rata per

kendaraan ketika mendekati persimpangan dan juga menurunkan sebuah

persamaan untuk memperoleh waktu siklus optimum yang menghasilkan

penundaan kendaraan minimum. Penundaraan kendaraan terjadi karena jumlah

kendaraan yang masuk ke dalam sebuah persimpangan lebih besar dibandingkan

dengan jumlah kendaraan yang keluar dari persimpangan tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Road Research Laboratory di

USA, penundaan untuk kendaraan pada setiap persimpangan terdistribusi secara

acak. Kemudian, dengan simulasi Pilot Model ACE (Automatic Computing

Engine) diperoleh persamaan penundaan rata-rata per kendaraan sebagai berikut:

(

)

(1)

dengan:

g g

.

Suku pertama pada Persamaan (1) merupakan kondisi saat kedatangan

kendaraan di lalu lintas tersebut memiliki laju yang seragam (Wardrop, 1952).

Suku kedua pada persamaan merupakan kondisi lalu lintas pada kedatangan acak

yang artinya jarak dari setiap kendaraan yang akan memasuki lampu lalu lintas

berbeda-beda. Pada kedatangan acak ini, diasumsikan adanya hambatan atau

gangguan dalam berlalu lintas (Kendall 1951). Berbeda dengan suku pertama dan

5

suku kedua, suku ketiga ini tidak memiliki makna, sehingga hanya suku pertama

dan kedua saja yang digunakan untuk memperoleh hasil selanjutnya. Kemudian,

Persamaan (1) menjadi:

.

(2)

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Webster ini adalah untuk

menghasilkan waktu siklus yang optimum di semua persimpangan. Waktu siklus

yang dimaksud adalah waktu untuk perputaran nyala lampu lalu lintas dalam

urutan yang lengkap. Urutan lengkap ini terdiri dari satu siklus, yakni merah,

merah-kuning, hijau, dan kuning. Sedangkan pengertian waktu siklus optimum

adalah waktu satu siklus yang memberikan paling sedikit penundaan rata-rata bagi

semua kendaraan yang melewati persimpangan.

Berdasarkan hasil penelitian Webster, waktu siklus optimum dapat

diperoleh dengan menentukan total lamanya penundaan kendaraan minimum

untuk persimpangan n fase. Fase adalah pengaturan pergerakan arus lalu lintas

khususnya terkait lajur yang boleh dilewati oleh kendaraan di persimpangan.

Gambar 1 Simpang empat 2 fase Gambar 2 Simpang empat 4 fase

Gambar 1 menunjukkan Simpang Empat dengan 2 fase yang artinya

terdapat 2 pengaturan pergerakan arus lalu lintas yang di perbolehkan, yakni fase

1 dan fase 2. Fase 1 adalah pergerakan kendaraan dari jalur utara ke selatan

sebaliknya fase 2 adalah pergerakan kendaraan dari jalur timur ke barat dan

sebaliknya.

Untuk persamaan dan penjabaran secara lebih lengkap, dapat dilihat pada

Lampiran 1. Dari penjabaran pada Lampiran 1, diperoleh persamaan waktu siklus

optimum berikut:

(3)

Secara ringkas, untuk menghitung lamanya waktu-nyala lampu hijau

diberikan tahapan-tahapan sebagai berikut.

1 Menentukan urutan dan banyaknya fase.

2 Menghitung rasio antara volume lalu lintas dan arus jenuh setiap

persimpangan

6

3 Untuk menghitung arus normal (q), menggunakan rumus

4 Menghitung ukuran kemacetan yang dinyatakan sebagai Ratio Fase (Y)

5 Menghitung waktu hilang (L)

6 Menghitung waktu siklus optimum ( )

7. Menghitung pengaturan untuk sinyal lampu hijau ( ) pada masing-masing

fase

Tabel 2 Notasi-notasi rumus Webster yang digunakan

Notasi Keterangan

y Rasio arus normal (volume jumlah kendaraan yang masuk) dan arus

jenuh

q Arus normal

s Arus jenuh

Jumlah kendaraan ringan (mobil)

Jumlah kendaraan berat (bus dan truk)

Jumlah sepeda motor

Ekivalen kendaraan penumpang untuk kendaraan ringan (1.0)

Ekivalen kendaraan penumpang untuk kendaraan berat (1.3)

Ekivalen kendaraan penumpang untuk sepeda motor (0.2)

n Banyaknya fase

R Total waktu-nyala lampu kuning dan merah kuning (3+2 = 5 detik)

L

l

Total waktu hilang per fase

Rata-rata waktu hilang per fase

7

PEMBAHASAN

Simulasi Metode Webster untuk Kondisi Menyerupai Simpang Empat

Semplak, Bogor

Sebelum menerapkan metode Webster untuk mengatur lampu lalu lintas di

simpang empat Semplak, terlebih dahulu penulis membuat simulasi untuk kondisi

kepadatan kendaraan di setiap jalur yang menuju persimpangan, dengan asumsi-

asumsi sebagai berikut.

1 Terdapat tiga kondisi banyaknya kendaraan di setiap jalur, yaitu cukup

padat, padat dan sangat padat

2 Kisaran banyaknya kendaraan per jam dari tiga kondisi tersebut adalah

sebagai berikut.

Cukup padat (CP) = 400-700 smp/jam

Padat (P) = 701-1000 smp/jam

Sangat padat (SP) = lebih dari 1000 smp/jam

3 Persimpangan adalah simpang empat dengan arah menuju utara, selatan,

barat dan timur.

Gambar 3 Simpang empat dengan lebar jalan berbeda (lebih luas di jalur

timur dan jalur barat)

4 Pada Gambar 1, terlihat bahwa untuk luas jalur barat dan jalur timur lebih

lebar dibandingkan dengan jalur utara dan jalur selatan. Hal tersebut

dikarenakan luas jalur pada kondisi simpang empat Semplak pun seperti

Gambar 1.

5 Terdapat empat fase yang digunakan pada simulasi dan kondisi sekarang.

Ilustrasi fase dapat dilihat pada Gambar 2.

Simulasi yang dilakukan pada karya ilmiah ini menggunakan data berupa

banyaknya kendaraan secara acak yang diinput ke dalam software matematika.

Dalam hal ini, penulis menggunakan input sesuai dengan keinginan penulis,

namun dengan kondisi yang telah ditetapkan. Data untuk simulasi dapat dilihat

pada Lampiran 2. Sehingga, data tersebut menghasilkan grafik sebagai berikut.

8

Gambar 4 Grafik waktu-nyala lampu lalu lintas menggunakan metode Webster

dengan lebar jalan lebih luas di fase 3 dan fase 4

Berdasarkan asumsi yang digunakan dihasilkan 81 kondisi kepadatan

kendaraan di persimpangan. Namun untuk memperjelas Gambar 4, hanya 27

kondisi yang ditampilkan. Sebagai contohnya adalah kondisi CP-CP-CP-CP dan

P-CP-SP-SP. Pada kondisi CP-CP-CP-CP, penulis mengasumsikan banyaknya

kendaraan yang diinput di setiap jalur dalam kondisi cukup padat dengan kisaran

banyaknya kendaraan sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada

kondisi P-CP-SP-SP kisaran banyaknya kendaraan yang diinput berturut-turut

adalah padat pada fase 1, cukup padat pada fase 2, sangat padat pada fase 3, dan

sangat padat pada fase 4. Hal tersebut berlaku juga untuk kondisi lalu lintas yang

lain.

Pada Gambar 2, untuk kepadatan kendaraan yang sama, grafik waktu-nyala

lampu hijau dan lampu merah pada fase 1 berpotongan dengan fase 2 begitupun

juga dengan fase 3 dan fase 4. Hal tersebut dapat diartikan bahwa waktu-nyala

lampu hijau dan lampu merah pada fase 1 dan fase 2 akan sama ketika kepadatan

kendaraannya sama untuk semua fase. Namun pada kasus ini, meskipun

kepadatan kendaraan sama, porsi lamanya waktu-nyala lampu hijau akan

berkurang untuk fase dengan lebar jalan yang lebih luas sedangkan lamanya

waktu-nyala lampu merah akan bertambah untuk fase dengan jalan yang lebih

lebar.

Dapat disimpulkan, nyala lampu hijau dan lampu merah menggunakan

metode Webster ini tergantung pada volume kendaraan. Semakin padat jumlah

kendaraan, semakin panjang pula lamanya waktu-nyala lampu hijau dan lampu

merah. Selain kepadatan kendaraan, lebar jalan pun memberikan sumbangan

dalam penentuan siklus optimum. Semakin padat jumlah kendaraan, semakin

panjang waktu dari siklus optimum.

Penerapan Metode Webster di simpang empat Semplak, Bogor

Pada bagian ini, metode Webster akan diterapkan untuk menentukan

lamanya waktu-nyala lampu lalu lintas di simpang empat Semplak, Bogor. Di

perempatan ini, terdapat 4 fase sesuai ilustrasi Gambar 2. Setiap fase memberikan

aturan terkait jalur mana yang boleh dilewati oleh kendaraan di persimpangan.

Uraian dari 4 fase tersebut sebagai berikut.

9

Fase 1: Jalur utara ke selatan serta utara ke barat yang berturut-turut

menghubungkan wilayah Semplak utara dan Semplak selatan serta

Semplak utara dengan Yasmin.

Fase 2: Jalur selatan ke utara serta selatan ke timur yang berturut-turut

menghubungkan Semplak selatan dan Semplak utara serta Semplak selatan

dan Sindang Barang Jero.

Fase 3: Jalur timur ke barat serta timur ke utara yang berturut-turut

menghubungkan Sindang Barang Jero dan Yasmin serta Sindang Barang

Jero dan Semplak selatan.

Fase 4: Jalur barat ke timur serta barat ke selatan yang berturut-turut

menghubungkan wilayah Yasmin dan Sindang Barang Jero serta Yasmin

dan Semplak selatan.

Lebar jalan jalur utara-selatan adalah 7.5 meter dan lebar jalan jalur barat-timur

sebesar 9.89 meter. Penulis mengambil data banyaknya kendaraan selama 4 hari

berturut-turut, yakni hari Selasa sampai hari Jumat, tanggal 18-21 Maret 2014,

pukul 07.00-08.00 WIB, dengan asumsi bahwa jumlah kendaraan pada hari-hari

yang telah disebutkan adalah sama.

Gambar 5 Lokasi simpang empat Semplak, Bogor

Dalam pengambilan data ini, penulis menghitung banyaknya kendaraan di

setiap jalur per hari, yakni pada hari Selasa di jalur timur, hari Rabu di jalur barat,

hari Kamis di jalur utara dan hari Jumat di jalur selatan. Data jumlah kendaraan

yang diambil langsung oleh penulis dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, total arus normal di

suatu persimpangan diperoleh dengan mengalikan banyaknya kendaraan dengan

emp (ekivalen kendaraan penumpang). Hasil perhitungan arus normal dari data

yang diperoleh di setiap jalur adalah sebagai berikut.

Tabel 3 Jumlah kendaraan di simpang empat Semplak, Bogor, pukul 07.00-08.00

Jenis

Kendaraan

Jumlah Kendaraan dari Setiap Arah per Jam

Jalur Utara Jalur Selatan Jalur Timur Jalur Barat

Kendaraan

ringan (LV)

402 398 422 691

Kendaraan

berat (HV)

26 34 47 59

Sepeda motor (MC) 1695 1743 3072 1610

10

1 Jalur Utara

Q = 402 (1.0) + 26 (1.3) + 1695 (0.2) = 774.8 smp/jam

2 Jalur Selatan

Q = 398 (1.0) + 34 (1.3) + 1743 (0.2) = 790.8 smp/jam

3 Jalur Timur

Q = 422 (1.0) + 47 (1.3) + 3072 (0.2) = 1097.5 smp/jam

4 Jalur Barat

Q = 691 (1.0) + 59 (1.3) + 1610 (0.2) = 1089.7 smp/jam

Berdasarkan hasil yang diperoleh, tipe dari kondisi lalu lintas di simpang

empat Semplak adalah cukup padat (CP) di jalur utara-selatan, cukup padat (CP)

di jalur selatan utara, sangat padat (SP) di jalur timur barat dan sangat padat (SP)

di jalur barat-timur. Menggunakan metode Webster, diperoleh hasil untuk minggu

ke-1, yaitu waktu-nyala lampu hijau pada jalur utara atau fase 1 sebesar 29.37

detik, waktu-nyala lampu hijau pada jalur selatan atau fase 2 sebesar 29.98 detik,

waktu-nyala lampu hijau pada jalur timur atau fase 3 sebesar 31.56 detik dan

waktu-nyala lampu hijau pada jalur barat atau fase 4 sebesar 31.33 detik.

Sedangkan untuk waktu-nyala lampu merah pada jalur utara atau fase 1 sebesar

97.87 detik, waktu-nyala lampu merah pada jalur selatan atau fase 2 sebesar 97.27

detik, waktu-nyala lampu merah pada jalur timur atau fase 3 sebesar 95.69 detik,

dan waktu-nyala lampu merah pada fase barat atau fase 4 sebesar 95.92 detik.

Waktu yang dihasilkan dengan menggunakan metode Webster ini berbeda

dengan waktu-nyala lampu merah dan hijau di simpang empat Semplak. Berikut

adalah lamanya waktu-nyala lampu hijau dan merah yang dihitung menggunakan

metode Webster dan lamanya waktu-nyala lampu hijau dan merah pada kondisi

sekarang di simpang empat Semplak, Bogor.

Tabel 4 Perbandingan waktu-nyala lampu lalu lintas hasil metode Webster dan

kondisi sekarang di simpang empat Semplak, Bogor

Kondisi Lampu

Lama Waktu-nyala

Lampu dengan

Metode Webster

(satuan detik)

Lama Waktu-nyala

Lampu Kondisi

Faktual (satuan detik)

Hijau Fase 1 29.37 45

Hijau Fase 2

Hijau Fase 3

Hijau Fase 4

Merah Fase 1

Merah Fase 2

Merah Fase 3

Merah Fase 4

29.98

31.56

31.33

97.87

97.27

95.69

95.92

45

45

45

90

90

90

90

Waktu-nyala lampu hijau pada fase 1 adalah waktu-nyala lampu hijau dari jalur

utara ke selatan dan utara ke barat. Hal yang serupa berlaku untuk pengertian

waktu-nyala lampu hijau pada fase 2, fase 3, dan fase 4 sesuai uraian 4 fase

sebelumnya. Berdasarkan Tabel 4, lama waktu-nyala lampu hijau pada kondisi

sekarang di simpang empat Semplak diatur sama dan cukup lama untuk setiap

persimpangan. Sedangkan menurut hasil metode Webster, lama waktu-nyala

11

untuk setiap jalur adalah berbeda. Hasil perhitungan metode Webster ini bisa

dijadikan alternatif dalam mengatur waktu-nyala lampu lalu lintas dengan harapan

mengurangi kemacetan akibat padatnya volume kendaraan di salah satu jalur.

SIMPULAN

Pengurangan kemacetan pada lampu lalu lintas dapat diatasi dengan

mengatur lampu lalu lintas sesuai dengan kepadatan jumlah kendaraannya. Salah

satu metode yang dapat mengatasi hal ini adalah metode Webster. Metode

Webster dihasilkan dari penelitian Road Research Laboratory di USA. Model

awal dari penelitian ini adalah perhitungan penundaan minimum dari setiap

kendaraan yang kemudian akan menghasilkan waktu siklus optimum untuk setiap

persimpangan.

Sebelum masuk ke perhitungan pada kondisi nyata, penulis melakukan

simulasi numerik metode Webster yang menunjukkan bahwa siklus optimum

bergantung pada volume kendaraan dan lebar jalan, serta semakin padat jumlah

kendaraan semakin panjang pula lamanya waktu-nyala lampu hijau.

Perhitungan menggunakan metode Webster, yang diaplikasikan di simpang

empat Semplak, Bogor, pada tanggal 18-21 Maret 2014 dan 25-28 Maret 2014,

pukul 07.00-08.00, menghasilkan lama waktu-nyala lampu hijau sebesar 29.37

detik untuk jalur utara, 29.98 detik untuk jalur selatan, 31.56 detik untuk jalur

timur, dan 31.33 detik untuk jalur barat. Dihasilkan pula waktu-nyala lampu

merah sebesar 97.87 detik untuk jalur utara, 97.27 detik untuk jalur selatan, 95.69

detik untuk jalur timur, dan 95.92 detik untuk jalur barat. Pada kondisi nyata,

lama waktu-nyala lampu hijau dan merah berturut-turut adalah 45 detik dan 90

detik. Hal ini memperlihatkan bahwa pengaturan waktu-nyala lampu lalu lintas

simpang empat Semplak masih dapat dioptimalkan sehingga diharapkan dapat

menurunkan penundaan rata-rata bagi semua kendaraan yang melewati

persimpangan tersebut sehingga kemacetan dapat dikurangi.

12

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual kapasitas jalan indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum: Indonesia.

Iskandar, Hikmat. 2010. Cara pemutakhiran nilai ekivalen mobil penumpang dan

kapasitas dasar ruas jalan luar kota. Jurnal jalan-jembatan Indonesia.

27(2):77-87.

Kendall, D.G. 1951. Some problems in the theory of queue. J.roy.statist. Soc.,

Series B(Methodological). 13(2):151-173.

Saodang, Hamirhan. 2004. Konstruksi jalan raya. Bandung (ID): Nova.

Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan dan pemodelan transportasi edisi kedua.

Bandung (ID): ITB.

Wardrop, J.G. 1952. Some theoretical aspects of road traffic research. Proc. Instin

civ. Engrs, Part II. 1(2):325-362.

Webster, F.V. 1958. Traffic signal settings. Road Research Laboratory. Technical

Paper No 39. Her Maje ty’ Stationery Offi e: London.

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjabaran rumus metode Webster

1 Total penundaan kendaraan minimum untuk persimpangan n fase

n

dengan mengganti

,

dan

, diperoleh hasil sebagai berikut

(

)

(

)

(

)

(

)

diturunkan terhadap waktu siklus untuk memperoleh penundaan kendaraan

minimum:

(

)

(

)

14

(

)

(

)

Jika dibuat seimbang dengan y, kemudian

dan

.

Dengan mensubstitusi dan

, sehingga diperoleh

Sehingga diperoleh total lamanya penundaan kendaraan minimum untuk

persimpangan n fase berikut.

2 Waktu siklus minimum

Siklus minimum dihitung dengan menjumlahkan waktu hilang (L) dengan

jumlah waktu yang diperlukan untuk melewati persimpangan pada tingkat

kemungkinan maksimum.

dimana

adalah rasio tertinggi dari arus ke arus jenuh untuk fase ke-n.

Kemudian,

.

Siklus minimum dapat diartikan sebagai siklus dimana semua lalu lintas

yang tiba dalam satu siklus melewati persimpangan dalam siklus yang

sama.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Webster, ditemukan bahwa

panjang siklus optimum kurang lebih sama dengan dua kali siklus minimum,

yr r

r r

dimana:

o .

15

sehingga siklus optimum didekati menjadi . Kemudian L diganti

dengan

hanya untuk penyederhanaan. Pada persamaan total lamanya

penundaan kendaraan minimum untuk persimpangan n fase, L yang memiliki

pangkat lebih tinggi dari satu disederhanakan. Suku pada kurung kurawal yang

pertama menjadi:

(

)

(

)

(

)

(

) ,

sedangkan suku dalam kurung kurawal yang kedua menjadi:

.

Dari persamaan kedua persamaan di atas, disubstitusikan ke dalam persamaan

total lamanya kendaraan minimum, sehingga:

Untuk menyederhanakan persamaan diatas, digunakan variable E yang

dijabarkan sebagai berikut:

,

Sehingga persamaannya menjadi:

*

+ *

+ .

Untuk lebih menyederhanakan, kita gabungkan 2 suku terakhir pada

persamaan diatas yakni dengan mengganti dengan

. Dengan

16

membaginya dengan dan pemecahan solusi persamaan kuadrat, diperoleh nilai

dari siklus optimum sebagai berikut.

{

*

+ *

+

}

Variabel F adalah sebuah faktor yang bergantung pada arus, arus jenuh dan

waktu hilang pada persimpangan. Nilai dari faktor F ini cukup dekat ke satu,

sehingga persamaan di atas menjadi:

{

}

F

3 Mencari nilai Z

Dengan menyusun kembali persamaan untuk E, E sebagai fungsi dari ( )

terhadap dimana

, sehingga:

{

}

Nilai E tidak dapat diketahui secara akurat karena terdapat error/galat. 1%

error pada E menghasilkan hampir 0,2% error pada siklus optimum. Pada

persamaan diatas dapat disederhanakan dengan mengganti kondisi di dalam

kurung kurawal dengan 1, sehingga:

,

Dimana

.

Gambar 1 Grafik siklus optimum, faktor

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

17

Karena nilai E melibatkan kondisi sum (penjumlahan) sehingga nilainya

harus ditentukan dengan perhitungan, oleh karena itu, persamaan dibuat

sesederhana mungkin dengan menambahkan variable Z, sehingga:

.

Kemudian, diperoleh nilai Z yaitu sebagai berikut.

.

4. Hubungan nilai variable Z dan F

Dengan mensubstitusikan nilai E yang telah diperoleh dari persamaan sebelumnya,

diperoleh nilai F baru sebagai berikut

{ √

}

Dari persamaan di atas, kita dapat memodifikasi nilai F menjadi sebagai berikut.

*

+ *

+

F

Z

Gambar 2 Grafik siklus optimum, faktor F

Penelitian yang dilakukan oleh Road Research Laboratory ini hanya menggunakan

persimpangan dengan 2 fase. Berikut adalah tabel nilai faktor F dari persimpangan 2

fase.

Tabel 1 Nilai faktor F dengan lama waktu hilang 10 detik

Rata-rata arus jenuh Rasio y

1:1 2:1 3:1

1200 1.11 1.17 1.24

1800 1.01 1.05 1.11

3600 0.87 0.91 0.95

1 2 3 4 5

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

𝑐𝑜 𝐿

𝑌𝐹

𝑍 𝑛

𝐿∑ 𝑠𝑟𝐵𝑟𝑛

Siklus Optimum(𝑐𝑜 :

18

Dari ke-9 nilai F yang telah ditemukan, hanya 3 nilai F yang akan dipakai, yakni

nilai F yang berada di rasio 3:1 pada rata-rata arus jenuh 1200, rasio 2:1 pada rata-rata

arus jenuh 1800 dan rasio 1:1 pada rata-rata arus jenuh 3600. Berdasarkan hasil

penelitian Road Research Laboratory, secara umum untuk waktu hilang (L) diperoleh

grafik sebagai berikut.

Gambar 3 Grafik siklus optimum dengan waktu hilang (L)

Dengan melakukan pendekatan linear, persamaan sebelumnya menjadi:

dimana K adalah suatu konstanta positif. Dari ketiga kasus yang dipilih, nilai masing-

masing K yang diperoleh adalah 1.98, 1.60 dan 1.24. Perolehan nilai K ini dapat dilihat

sebagai berikut.

Dari persamaan di atas, kita peroleh nilai untuk ketiga nilai F yang dipilih, yaitu

1.24 , 1.05 dan 0.87 sebagai berikut.

a. Untuk nilai dengan nilai F adalah 1.24

.

b. Untuk nilai dengan nilai F adalah 1.05

.

c. Untuk nilai dengan nilai F adalah 0.87

.

Setelah diperoleh nilai siklus optimum, kemudian dicari nilai K dari masing-masing

nilai siklus optimum menggunakan persamaan waktu siklus optimum.

a. Untuk nilai =

.

19

b. Untuk nilai =

.

c. Untuk nilai =

.

Untuk nilai K yang lain terdapat dalam tabel berikut.

Tabel 2 Nilai K

Rata-rata arus jenuh Rasio y

1:1 2:1 3:1

1200 1.72 1.84 1.98

1500 1.60 1.70 1.84

1800 1.52 1.60 1.72

2100 1.46 1.54 1.64

2400 1.40 2.48 1.56

3000 1.31 1.39 1.48

3600 1.24 1.32 1.40

Dalam pemilihan sebuah kasus, Webster mengambil rata-rata persimpangan yang

secara umum adalah yang memiliki rasio y antara 1:1 dan 2:1 serta arus jenuh antara

1500 dan 3000. Dapat dilihat, pada arus jenuh 1500 dan 3000, nilai K adalah 1.31 dan

1.70 . Sehingga nilai K untuk satu fase persimpangan adalah rata-rata dari kedua nilai K,

yaitu K=1.50 . Nilai K ini disubstitusikan ke dalam persamaan (6), sehingga diperoleh:

20

Lampiran 2 Tabel Simulasi Metode Webster

Tabel 1 Simulasi banyaknya kendaraan yang melintas di setiap jalur yang menuju

persimpangan

Fase 1-Fase 2-Fase 3-Fase 4

Jumlah Kendaraan

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Utara Selatan Timur Barat

CP-CP-CP-CP 400 400 400 400

CP-CP-CP-P 400 500 600 800

CP-CP-CP-SP 400 500 600 1100

CP-CP-P-CP 400 500 800 700

CP-CP-P-P 400 500 800 900

CP-CP-P-SP 400 500 800 1100

CP-CP-SP-CP 400 500 1100 700

CP-CP-SP-P 400 500 1100 900

CP-CP-SP-SP 400 500 1100 1200

CP-P-CP-CP 400 800 500 600

CP-P-CP-P 400 800 500 900

CP-P-CP-SP 400 800 500 1100

CP-P-P-CP 400 800 900 500

CP-P-P-P 400 800 900 1000

CP-P-P-SP 400 800 900 1100

CP-P-SP-CP 400 800 1100 500

CP-P-SP-P 400 800 1100 900

CP-P-SP-SP 400 800 1100 1200

CP-SP-CP-CP 400 1100 500 600

CP-SP-CP-P 400 1100 500 800

CP-SP-CP-SP 400 1100 500 1200

CP-SP-P-CP 400 1100 800 500

CP-SP-P-P 400 1100 800 900

CP-SP-P-SP 400 1100 800 1200

CP-SP-SP-CP 400 1100 1200 500

CP-SP-SP-P 400 1100 1200 900

CP-SP-SP-SP 400 1100 1200 1200

P-CP-CP-CP 800 400 500 600

P-CP-CP-P 800 400 500 900

P-CP-CP-SP 800 400 500 1100

P-CP-P-CP 800 400 900 500

P-CP-P-P 800 400 900 1000

P-CP-P-SP 800 400 900 1100

P-CP-SP-CP 800 400 1100 500

P-CP-SP-P 800 400 1100 900

P-CP-SP-SP 800 400 1100 1200

P-P-CP-CP 800 900 400 500

21

P-P-CP-P 800 900 400 1000

P-P-CP-SP 800 900 400 1100

P-P-P-CP 800 900 1000 400

P-P-P-P 800 800 800 800

P-P-P-SP 800 900 1000 1100

P-P-SP-CP 800 900 1100 400

P-P-SP-P 800 900 1100 1000

P-P-SP-SP 800 900 1100 1200

P-SP-CP-CP 800 1100 400 500

P-SP-CP-P 800 1100 400 900

P-SP-CP-SP 800 1100 400 1200

P-SP-P-CP 800 1100 900 400

P-SP-P-P 800 1100 900 1000

P-SP-P-SP 800 1100 900 1200

P-SP-SP-CP 800 1100 1200 400

P-SP-SP-P 800 1100 1200 900

P-SP-SP-SP 800 1100 1200 1250

SP-CP-CP-CP 1100 400 500 600

SP-CP-CP-P 1100 400 500 800

SP-CP-CP-SP 1100 400 500 1150

SP-CP-P-CP 1100 400 800 500

SP-CP-P-P 1100 400 800 900

SP-CP-P-SP 1100 400 800 1150

SP-CP-SP-CP 1100 400 1150 500

SP-CP-SP-P 1100 400 1150 800

SP-CP-SP-SP 1100 400 1150 1200

SP-P-CP-CP 1100 800 400 500

SP-P-CP-P 1100 800 400 900

SP-P-CP-SP 1100 800 400 1150

SP-P-P-CP 1100 800 900 400

SP-P-P-P 1100 800 900 1000

SP-P-P-SP 1100 800 900 1150

SP-P-SP-CP 1100 800 1150 400

SP-P-SP-P 1100 800 1150 900

SP-P-SP-SP 1100 800 1150 1200

SP-SP-CP-CP 1100 1150 400 500

SP-SP-CP-P 1100 1150 400 800

SP-SP-CP-SP 1100 1150 400 1200

SP-SP-P-CP 1100 1150 800 400

SP-SP-P-P 1100 1150 800 900

SP-SP-P-SP 1100 1150 800 1200

SP-SP-SP-CP 1100 1150 1200 400

SP-SP-SP-P 1100 1150 1200 800

SP-SP-SP-SP 1050 1050 1050 1050

22

Tabel 2 Simulasi metode Webster dengan lebar jalan lebih luas pada fase 3 dan

fase 4

Fase 1-Fase 2-Fase 3-Fase 4 Waktu-nyala Lampu Lalu Lintas

HF1 HF2 HF3 HF4 MF1 MF2 MF3 MF4

CP-CP-CP-CP 7.22 9.02 8.21 9.58 31.8 30 30.81 29.44

CP-CP-CP-P 7.31 9.13 8.31 11.08 33.52 31.69 32.52 29.75

CP-CP-CP-SP 7.71 9.63 8.77 16.07 39.37 37.55 38.41 31.11

CP-CP-P-CP 7.42 9.27 11.25 9.84 35.36 33.51 31.53 32.93

CP-CP-P-P 7.71 9.63 11.69 13.15 39.47 37.54 35.49 34.03

CP-CP-P-SP 8.1 10.13 12.29 16.89 44.32 42.29 40.13 35.52

CP-CP-SP-CP 7.89 9.86 16.46 10.47 41.79 39.82 33.22 39.21

CP-CP-SP-P 8.35 10.43 17.41 14.24 47.08 44.99 38.02 41.18

CP-CP-SP-SP 9.32 11.64 19.43 21.19 57.27 54.94 47.16 45.39

CP-P-CP-CP 7.41 14.82 7.02 8.43 35.27 27.86 35.66 34.26

CP-P-CP-P 7.88 15.76 7.47 13.45 41.69 33.8 42.09 36.12

CP-P-CP-SP 8.34 16.67 7.9 17.38 46.96 38.62 47.39 37.91

CP-P-P-CP 7.88 15.76 13.45 7.47 41.68 33.8 36.12 42.09

CP-P-P-P 9.29 18.59 15.87 17.63 57.09 47.79 50.53 48.77

CP-P-P-SP 9.72 19.44 16.59 20.27 61.29 51.58 54.43 50.75

CP-P-SP-CP 8.33 16.67 17.38 7.9 46.96 38.62 37.91 47.39

CP-P-SP-P 9.72 19.44 20.27 16.59 61.29 51.58 50.75 54.43

CP-P-SP-SP 11.43 22.86 23.83 25.99 77.69 66.26 65.28 63.12

CP-SP-CP-CP 8.08 22.23 7.66 9.19 44.08 29.94 44.51 42.97

CP-SP-CP-P 8.06 23.65 8.15 13.05 49.85 34.8 50.3 45.41

CP-SP-CP-SP 10.18 28 9.65 23.17 65.83 48 66.36 52.84

CP-SP-P-CP 8.6 23.65 13.05 8.15 49.85 34.8 45.41 50.3

CP-SP-P-P 10.18 28 15.45 17.38 65.83 48 60.56 58.63

CP-SP-P-SP 12.17 33.46 18.45 27.68 84.59 63.3 78.31 69.08

CP-SP-SP-CP 10.18 28 23.17 9.65 65.83 48 52.84 66.36

CP-SP-SP-P 13.09 35.98 29.77 22.33 93.08 70.18 76.39 83.84

CP-SP-SP-SP 17.26 47.46 39.26 39.26 130.77 100.77 108.97 108.97

P-CP-CP-CP 14.82 7.41 7.02 8.43 27.86 35.27 35.66 34.26

P-CP-CP-P 15.76 7.88 7.47 13.45 33.8 41.68 42.09 36.12

P-CP-CP-SP 16.67 8.34 7.9 17.38 38.62 46.96 47.39 37.91

P-CP-P-CP 15.76 7.88 13.45 7.47 33.8 41.68 36.12 42.09

P-CP-P-P 18.59 9.29 15.87 17.63 47.79 57.09 50.53 48.77

P-CP-P-SP 19.44 9.72 16.59 20.27 51.58 61.29 54.43 50.75

P-CP-SP-CP 16.67 8.34 17.38 7.9 38.62 46.96 37.91 47.39

P-CP-SP-P 19.44 9.72 20.27 16.59 51.58 61.29 50.75 54.43

P-CP-SP-SP 22.86 11.43 23.83 25.99 66.26 77.69 65.28 63.12

P-P-CP-CP 16.47 18.52 6.24 7.8 37.57 35.51 47.79 46.23

P-P-CP-P 20 22.5 7.58 18.96 54.04 51.54 66.46 55.08

P-P-CP-SP 21.06 23.69 7.98 21.96 58.64 56 71.71 57.74

23

P-P-P-CP 20 22.5 18.96 7.58 54.04 51.54 55.08 66.46

P-P-P-P 26.45 29.76 25.07 21.31 81.14 77.83 82.52 86.28

P-P-P-SP 33.18 37.33 31.45 34.6 108.39 104.24 110.11 106.97

P-P-SP-CP 21.06 23.69 21.96 7.98 58.63 56 57.74 71.71

P-P-SP-P 33.18 37.33 34.6 31.45 108.38 104.24 106.97 110.11

P-P-SP-SP 42.4 47.7 44.21 48.23 145.15 139.85 143.34 139.32

P-SP-CP-CP 18.03 24.79 6.84 8.54 45.17 38.41 56.36 54.65

P-SP-CP-P 21.83 30 8.28 18.62 61.92 53.72 75.45 65.11

P-SP-CP-SP 26.74 36.76 10.14 30.41 82.32 72.29 98.91 78.64

P-SP-P-CP 21.83 30 18.62 8.28 61.91 53.72 65.11 75.45

P-SP-P-P 35.6 48.96 30.37 33.75 108.08 104.73 123.31 119.93

P-SP-P-SP 46.68 64.19 39.83 53.1 162.11 144.61 168.97 155.69

P-SP-SP-CP 26.74 36.76 30.41 10.14 82.32 72.29 78.64 98.91

P-SP-SP-P 46.68 64.19 53.1 39.83 162.11 144.61 155.69 168.97

P-SP-SP-SP 111.6 153.45 126.95 132.24 417.64 375.79 402.29 397

SP-CP-CP-CP 22.23 8.08 7.66 9.19 29.94 44.08 44.51 42.97

SP-CP-CP-P 23.65 8.6 8.15 13.05 34.8 49.85 50.3 45.41

SP-CP-CP-SP 27.32 9.93 9.41 21.66 46.01 63.39 63.91 51.67

SP-CP-P-CP 23.65 8.6 13.05 8.15 34.8 49.85 45.41 50.3

SP-CP-P-P 28 10.18 15.45 17.38 48 65.82 60.56 58.63

SP-CP-P-SP 32.36 11.77 17.85 25.65 60.26 80.85 74.78 66.97

SP-CP-SP-CP 27.32 9.93 21.66 9.42 46.01 63.39 51.67 63.91

SP-CP-SP-P 32.36 11.77 25.65 17.85 60.26 80.85 66.97 74.78

SP-CP-SP-SP 44.97 16.35 35.66 37.21 94.22 122.84 103.54 101.98

SP-P-CP-CP 24.79 18.03 6.84 8.54 38.41 45.17 56.36 54.65

SP-P-CP-P 30.01 21.83 8.28 18.62 53.72 61.91 75.45 65.11

SP-P-CP-SP 35.38 25.73 9.76 28.05 68.53 78.18 94.15 75.86

SP-P-P-CP 30.01 21.83 18.62 8.28 53.72 61.91 65.11 75.45

SP-P-P-P 48.96 35.6 30.37 33.75 104.73 118.08 123.31 119.93

SP-P-P-SP 59.47 43.25 36.89 47.15 132.29 148.52 154.87 144.62

SP-P-SP-CP 35.37 25.72 28.05 9.76 68.53 78.18 75.86 94.15

SP-P-SP-P 59.47 43.25 47.15 36.89 132.29 148.52 144.62 154.87

SP-P-SP-SP 59.47 43.25 47.15 36.89 132.29 290.48 283.34 279.58

SP-SP-CP-CP 31.13 32.54 8.58 10.73 56.86 55.44 79.4 77.26

SP-SP-CP-P 38.67 40.42 10.66 21.33 77.41 75.65 105.41 94.75

SP-SP-CP-SP 60.49 63.24 16.68 50.04 134.96 132.21 178.77 145.41

SP-SP-P-CP 38.67 40.42 21.33 10.66 77.41 75.65 94.75 105.41

SP-SP-P-P 71.23 74.47 39.29 44.19 162.96 159.72 194.9 189.99

SP-SP-P-SP 161.13 168.45 88.87 133.3 395.62 388.29 467.88 423.45

SP-SP-SP-CP 60.49 63.24 50.04 16.68 134.96 132.21 145.41 178.77

SP-SP-SP-P 161.13 168.45 133.3 88.87 395.62 388.29 423.45 467.88

SP-SP-SP-SP 108.28 108.27 82.11 82.11 277.5 277.5 303.67 303.67

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 17 Juni 1992 dari ayah H.

Ridwan dan ibu Hj. Nurmaya. Penulis adalah putra keempat dari empat

bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 1 Cipanas kemudian pada

tahun 2007 lulus dari SMP Negeri 1 Cipanas. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA

Negeri 1 Sukaresmi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen

Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Divisi

Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Gugus Mahasiswa Matematika

(Gumatika) IPB 2011/2012. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti staf

Divisi Dekorasi dan Dokumentasi di acara IPB Mathematics Challenge 2012 dan

2013, staff Divisi Dekorasi dan Dokumentasi di acara Masa Pengenalan

Departemen, dan staf Divisi Konsumsi di acara Matematika Ria 2014.