I.PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi (WHO MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak
yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).
Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh
penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah
percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
Stroke merupakan penyakit yang banyak dijumpai dewasa ini terutama pada
masyarakat perkotaan dengan gaya hidup yang kurang sehat seperti banyak
mengkonsumsi makanan cepat saji, makanan berkolesterol, serta berlemak tinggi,
menjadi salah satu faktor pemicu munculnya serangan stroke. Jika dilihat dari
prevalensinya, jumlah penderita stroke senantiasa meningkat dari tahun ke tahun
sehingga peran dokter dalam menangani pasien dengan kasus stroke semakin
bertambah. (Majalah Kedokteran atmajaya, 2002)
Terapi stroke akut meliputi terapi umum yang harus dilakukan sejak dini pada
stroke iskemik maupun perdarahan, dan terapi khusus yang sesuai dengan jenis
stroke. Di samping itu, upaya rehabilitasi medik sangat membantu dalam
mengembalikan beberapa fungsi tertentu yang terganggu akibat stroke, seperti
berjalan dan aktivitas hidup sehari-hari lainnya. Beberapa aspek psikososial,
menempatkan kembali penderita di tengah masyarakat, serta bila mungkin kembali
berkreasi atau berkerja. (Saiful islam, 2000)
Dalam hal ini akan dibahas mengenai penatalaksanaan khusus stroke iskemik,
yang meliputi terapi trombolitik, anti koagulan, antiplatelet (antiaggregasi trombosit)
dan terapi neuroprotektan.
1
Di Indonesia sendiri, stroke menempati urutan ketiga dan masih merupakan
salah satu penyakit tersering yang mengakibatkan kematian atau kecacatan pada
penderitanya. bukan cuma itu, kecenderungan stroke di Indonesiamakin meningkat
dari tahun ke tahun padahal berdasarkan International Epidemilogical studies, dalam
25 tahun terakhir angka kematian akibat stroke menurun secara drastic, sekitar 7
persen. (Majalah kedokteran atmajaya, 2002)
Karena itu, penatalaksanaan dapat dianggap sebagai salah satu jalan keluar
menekan angka kematian akibat stroke.
II.ISI
II.1 DEFINISI
2
Terapi khusus stroke iskemik berdasarkan cara kerjanya terdapat dua
kelompok obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan stroke iskemik:
1. Memperbaiki pasokan darah ke area penumbra.
Dalam beberapa studi, obat-obat trombolitik, seperti
streptokinase, urokinasedan activator plasminogen, diberikan
secara intravena atau intra-arterial, pada penderita stroke iskemi
akut selama jendela terapi (dalam selang waktu 3 jam setelah
serangan). Namun perlu diingat bahwa obat golongan ini juga
dapat mengakibatkan perdarahan di otak karena rekanalisasi
yang ditimbulkannya. (Saiful islam,2000)
Pada stroke embolik, pemakaian antikoagulan sistemik
(heparin) terutama bertujuan untuk mencegah berulangnya
emboli (re-embolisasi). Namun obat ini juga dapat
mengakibatkan transformasi perdarahan. (Saiful islam,2000)
Saat ini acetosal (penghambat agregasi trombosit) dosis
rendah (160-300 mg/hari) juga diperlukan pada pengobatan
stroke iskemik akut. (Saiful islam, 2000)
2. Melindungi daerah penumbra dari kerusakan lebih lanjut.
Obat-obat neuroprotektan atau nootropik digunakan
dalam pengobatan stroke iskemik dengan tujuan untuk
melindungi daerah penumbra agar tidak mengalami
kematin sel. (Saiful islam, 2000)
II.2 OBAT-OBATAN ANTITROMBOLITIK
Obat-obatan ini digunakan untuk memperbaiki pasokan darah ke area
penumbra/iskemik. (Saiful islam, 2000)
II.2.1 TERAPI TROMBOLITIK
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
3
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. (Majalah
Kedokteran Atmajaya, 2002)
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga
bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat
pengakuan FDA pada tahun 1996. (Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)
diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.
Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil
dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua
(ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal
atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa. (Majalah
Kedokteran Atmajaya, 2002)
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar
sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela
waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-
PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute
Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5
juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata
meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik
akut tidak dianjurkan.(Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)
4
Rekombinasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara
keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan
rTPA secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan
rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik
akut ditegakan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dan 6 jam pemberian
intraarterial). (Guideline, 2011)
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rTPA intervena.
1. Kriteria Inklusi (Guideline, 2011)
a. Usia ≥ 18 tahun
b. Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas.
c. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam.
d. Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT Scan.
e. Pasien atau keluarga mengerti atau menerima keuntungan dan resiko
yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan tertulis dari penderita
atau keluar untuk dilakukan terapi rTPA.
2. Kriteria Eksklusi (Guideline, 2011)
a. Usia >80 tahun
b. Defisit neurologis yang ringan dan cepat membaik atau perburukan
defisit neurologis
c. Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
d. Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
e. Infark multilobar (gambaran hipodens >1/3 hemisfer serebri)
f. Kejang pada saat onset stroke
g. Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
h. Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
i. Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisis
j. Riwayat pembedahan mayor atau tauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
k. Riwayat perdarahan ggastroinstestinal atau traktus urinarius dalam 3
minggu sebelumnya
l. tekanan darah sistolik >185 mmHg, diastolic >110 mmHg
5
m. Glukosa darah <50 mg/dl atau >400mg/dl
n. Gejala perdarahan subaraknoid
o. Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi
lumbal dalam 1 minggu sebelumnya
p. Jumlah platelet <100,000/mm³
q. Mendapatkan terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan
peningkatan aPTT
r. Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
s. Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
t. Wanita hamil
u. tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
terapi antikoagulan hendaklah INR ≤1,7
II.2.2 ANTIKOAGULAN
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark
massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.. (Majalah Kedokteran Atmaajaya,
2002)
II.2.2.1 WARFARIN
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi
yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal. (Wibowo, Samekto.
Gofir, Abdul, Salemba medika)
II.2.2.2 HEPARIN
6
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat
pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses
pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-
150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis
atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal:
5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai
dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya
dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute
dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg
protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit). (Wibowo, Samekto. Gofir,
Abdul, Salemba medika)
II.2.3 ANTIPLATELET (ANTIAGGREGASI TROMBOSIT)
II.2.3.1 ASPIRIN
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini
sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari
dengan hasil yang efikasius. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-
80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar
85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi
7
yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain
adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil
samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa
ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada
tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin. (Wibowo, Samekto. Gofir,
Abdul, Salemba medika)
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan
ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi
platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk
wanita. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)
II.2.3.2 TIKLOPIDIN DAN KLOPIDOGREL
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai
oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan
nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13
persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan
tiklopidin. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi
tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,
aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. (Wibowo,
Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
8
hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul,
Salemba medika)
II.2.3.3 ASETOSAL
Obat anti-agregasi trombosit ini, bila diberikan sejak dini (kurang dari 48 jam
setelah serangan stroke) dengan dosis rendah (160-300mg/hari), dilaporkan mampu
mencegah berulangnya serangan stroke pada fase akut dan menurunkan angka
kematian. pada dosis rendah (160-300mg/hari) juga dapat dipergunakan pada
pengobatan stroke iskemik akut. (saiful islam, 2000)
II.3 NEUROPROTEKTAN
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela
waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi
neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.
(Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)
II.3.1 PIRACETAM
Obat neuroprotektan ini terutama bekerja dengan memperbaiki stabilitas
membran sel neuron. Tetapi dikatakan pula bahwa obat ini mempunyai peran
hemorheologik dengan meningkatkan deformabilitas eritrosit dan memiliki efek
antitrombotik. (Saiful islam, 2000)
Pada pemberian yang dimulai sejak awal (kurang dari 7 jam setelah serangan
stroke), terdapat perbaikan neurologik dan fungsinal, terutama perbaikan gangguan
berbahasa (afasia). Dosisnya 12 gram bolus intravena, disusul suntikan intravena 4
kali 3 gram/hari selama 4 minggu, dan dilanjutkan pemakaian oral 4,8 gram/hari.
(Saiful islam, 2000)
II.3.2 SITIKOLIN (CPD-KOLIN)
9
Sitikolin merupakan precursor fasfatidilkolin yang membentuk sel neuron.
Obat neuroprotektan ini mampu mencegah akumulasi asam lemak bebas yang toksik,
serta merangsang perbaikan neuron. (Saiful islam, 2000)
Dengan dosis 500-2000mg/hari, dilaporkan obat ini menghasilkan perbaikan
fungsional yang diukur dengan indeks Barthel. (Saiful islam, 2000)
Selama lebih dari 10 tahun ini, sitikolin masih merupakan obat
neuroprotektan yang terbanyak digunakan untuk penderita stroke yang dirawat di
bagian Saaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (Saiful islam, 2000)
III. KESIMPULAN
10
Terapi khusus stroke iskemik berdasarkan cara kerjanya terdapat dua
kelompok obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan stroke iskemik:
1. Memperbaiki pasokan darah ke area penumbra.
Dalam beberapa studi, obat-obat trombolitik, seperti
streptokinase, urokinasedan activator plasminogen, diberikan secara
intravena atau intra-arterial, pada penderita stroke iskemi akut
selama jendela terapi (dalam selang waktu 3 jam setelah serangan).
Namun perlu diingat bahwa obat golongan ini juga dapat
mengakibatkan perdarahan di otak karena rekanalisasi yang
ditimbulkannya.
Pada stroke embolik, pemakaian antikoagulan sistemik (heparin)
terutama bertujuan untuk mencegah berulangnya emboli (re-
embolisasi). Namun obat ini juga dapat mengakibatkan transformasi
perdarahan.
Saat ini acetosal (penghambat agregasi trombosit) dosis rendah
(160-300 mg/hari) juga diperlukan pada pengobatan stroke iskemik
akut. Selain acetosal, anti-agregasi trombosit juga digunakan aspirin
dan klopidogrel
2. Melindungi daerah penumbra dari kerusakan lebih lanjut.
Obat-obat neuroprotektan atau nootropik digunakan dalam
pengobatan stroke iskemik dengan tujuan untuk melindungi daerah
penumbra agar tidak mengalami kematin sel. Misalnya piracetam
dan siticolin.
IV.DAFTAR PUSTAKA
11
Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.
Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003.
Hunaifi, ilsa. Guideline Stroke. Pokdi stroke: PERDOSSI. 2011
Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
Saiful-Islam M. Patogenesis & Diagnosis Stroke: Diktat Kuliah FK UNAIR. Surabaya, 2000.
WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.
Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
12
Top Related