Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

18
I.PENDAHULUAN Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba- tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000). Stroke merupakan penyakit yang banyak dijumpai dewasa ini terutama pada masyarakat perkotaan dengan gaya hidup yang kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan cepat saji, makanan berkolesterol, serta berlemak tinggi, menjadi salah satu faktor pemicu munculnya serangan stroke. Jika dilihat dari prevalensinya, jumlah penderita stroke senantiasa meningkat dari tahun ke tahun sehingga peran dokter dalam menangani pasien dengan kasus 1

description

makalah stase neuro

Transcript of Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Page 1: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

I.PENDAHULUAN

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari

24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun

infeksi (WHO MONICA, 1986).

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh

iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh

darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak

yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).

Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh

penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau

tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah

percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa

perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).

Stroke merupakan penyakit yang banyak dijumpai dewasa ini terutama pada

masyarakat perkotaan dengan gaya hidup yang kurang sehat seperti banyak

mengkonsumsi makanan cepat saji, makanan berkolesterol, serta berlemak tinggi,

menjadi salah satu faktor pemicu munculnya serangan stroke. Jika dilihat dari

prevalensinya, jumlah penderita stroke senantiasa meningkat dari tahun ke tahun

sehingga peran dokter dalam menangani pasien dengan kasus stroke semakin

bertambah. (Majalah Kedokteran atmajaya, 2002)

Terapi stroke akut meliputi terapi umum yang harus dilakukan sejak dini pada

stroke iskemik maupun perdarahan, dan terapi khusus yang sesuai dengan jenis

stroke. Di samping itu, upaya rehabilitasi medik sangat membantu dalam

mengembalikan beberapa fungsi tertentu yang terganggu akibat stroke, seperti

berjalan dan aktivitas hidup sehari-hari lainnya. Beberapa aspek psikososial,

menempatkan kembali penderita di tengah masyarakat, serta bila mungkin kembali

berkreasi atau berkerja. (Saiful islam, 2000)

Dalam hal ini akan dibahas mengenai penatalaksanaan khusus stroke iskemik,

yang meliputi terapi trombolitik, anti koagulan, antiplatelet (antiaggregasi trombosit)

dan terapi neuroprotektan.

1

Page 2: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Di Indonesia sendiri, stroke menempati urutan ketiga dan masih merupakan

salah satu penyakit tersering yang mengakibatkan kematian atau kecacatan pada

penderitanya. bukan cuma itu, kecenderungan stroke di Indonesiamakin meningkat

dari tahun ke tahun padahal berdasarkan International Epidemilogical studies, dalam

25 tahun terakhir angka kematian akibat stroke menurun secara drastic, sekitar 7

persen. (Majalah kedokteran atmajaya, 2002)

Karena itu, penatalaksanaan dapat dianggap sebagai salah satu jalan keluar

menekan angka kematian akibat stroke.

II.ISI

II.1 DEFINISI

2

Page 3: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Terapi khusus stroke iskemik berdasarkan cara kerjanya terdapat dua

kelompok obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan stroke iskemik:

1. Memperbaiki pasokan darah ke area penumbra.

Dalam beberapa studi, obat-obat trombolitik, seperti

streptokinase, urokinasedan activator plasminogen, diberikan

secara intravena atau intra-arterial, pada penderita stroke iskemi

akut selama jendela terapi (dalam selang waktu 3 jam setelah

serangan). Namun perlu diingat bahwa obat golongan ini juga

dapat mengakibatkan perdarahan di otak karena rekanalisasi

yang ditimbulkannya. (Saiful islam,2000)

Pada stroke embolik, pemakaian antikoagulan sistemik

(heparin) terutama bertujuan untuk mencegah berulangnya

emboli (re-embolisasi). Namun obat ini juga dapat

mengakibatkan transformasi perdarahan. (Saiful islam,2000)

Saat ini acetosal (penghambat agregasi trombosit) dosis

rendah (160-300 mg/hari) juga diperlukan pada pengobatan

stroke iskemik akut. (Saiful islam, 2000)

2. Melindungi daerah penumbra dari kerusakan lebih lanjut.

Obat-obat neuroprotektan atau nootropik digunakan

dalam pengobatan stroke iskemik dengan tujuan untuk

melindungi daerah penumbra agar tidak mengalami

kematin sel. (Saiful islam, 2000)

II.2 OBAT-OBATAN ANTITROMBOLITIK

Obat-obatan ini digunakan untuk memperbaiki pasokan darah ke area

penumbra/iskemik. (Saiful islam, 2000)

II.2.1 TERAPI TROMBOLITIK

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara

intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang

3

Page 4: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. (Majalah

Kedokteran Atmajaya, 2002)

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and

Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam

setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis

tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga

bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya

minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang

diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat

pengakuan FDA pada tahun 1996. (Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke

Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)

diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.

Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil

dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua

(ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu

tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal

atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar

8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa. (Majalah

Kedokteran Atmajaya, 2002)

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk

mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar

sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela

waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-

PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute

Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5

juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata

meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik

akut tidak dianjurkan.(Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)

4

Page 5: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Rekombinasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara

keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan

rTPA secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan

perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan

rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik

akut ditegakan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dan 6 jam pemberian

intraarterial). (Guideline, 2011)

Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rTPA intervena.

1. Kriteria Inklusi (Guideline, 2011)

a. Usia ≥ 18 tahun

b. Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas.

c. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam.

d. Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT Scan.

e. Pasien atau keluarga mengerti atau menerima keuntungan dan resiko

yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan tertulis dari penderita

atau keluar untuk dilakukan terapi rTPA.

2. Kriteria Eksklusi (Guideline, 2011)

a. Usia >80 tahun

b. Defisit neurologis yang ringan dan cepat membaik atau perburukan

defisit neurologis

c. Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan

d. Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir

e. Infark multilobar (gambaran hipodens >1/3 hemisfer serebri)

f. Kejang pada saat onset stroke

g. Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal

h. Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya

i. Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisis

j. Riwayat pembedahan mayor atau tauma berat dalam 2 minggu

sebelumnya

k. Riwayat perdarahan ggastroinstestinal atau traktus urinarius dalam 3

minggu sebelumnya

l. tekanan darah sistolik >185 mmHg, diastolic >110 mmHg

5

Page 6: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

m. Glukosa darah <50 mg/dl atau >400mg/dl

n. Gejala perdarahan subaraknoid

o. Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi

lumbal dalam 1 minggu sebelumnya

p. Jumlah platelet <100,000/mm³

q. Mendapatkan terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan

peningkatan aPTT

r. Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard

s. Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya

t. Wanita hamil

u. tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam

terapi antikoagulan hendaklah INR ≤1,7

II.2.2 ANTIKOAGULAN

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya

bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark

massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah

trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat

kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan

intraserebral karena pemberian heparin tersebut.. (Majalah Kedokteran Atmaajaya,

2002)

II.2.2.1 WARFARIN

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu

paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg

(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi

yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal. (Wibowo, Samekto.

Gofir, Abdul, Salemba medika)

II.2.2.2 HEPARIN

6

Page 7: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat

pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses

pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas

lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-

150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000

unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis

atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal:

5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang

merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai

dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya

dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute

dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg

protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit). (Wibowo, Samekto. Gofir,

Abdul, Salemba medika)

II.2.3 ANTIPLATELET (ANTIAGGREGASI TROMBOSIT)

II.2.3.1 ASPIRIN

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau

mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.

Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai

bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini

sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)

memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari

dengan hasil yang efikasius. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus

diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak

tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.

Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-

80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi

(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar

85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi

7

Page 8: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan

diduga: sindrom Reye. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain

adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini

memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil

samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa

ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada

tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin. (Wibowo, Samekto. Gofir,

Abdul, Salemba medika)

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan

ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi

platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk

wanita. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)

II.2.3.2 TIKLOPIDIN DAN KLOPIDOGREL

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat

menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah

aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi

membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai

oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan

nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13

persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan

tiklopidin. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi

tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi

terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,

aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. (Wibowo,

Samekto. Gofir, Abdul, Salemba medika)

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4

persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15

8

Page 9: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura

trombositopenia trombotik dan anemia aplastik. (Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul,

Salemba medika)

II.2.3.3 ASETOSAL

Obat anti-agregasi trombosit ini, bila diberikan sejak dini (kurang dari 48 jam

setelah serangan stroke) dengan dosis rendah (160-300mg/hari), dilaporkan mampu

mencegah berulangnya serangan stroke pada fase akut dan menurunkan angka

kematian. pada dosis rendah (160-300mg/hari) juga dapat dipergunakan pada

pengobatan stroke iskemik akut. (saiful islam, 2000)

II.3 NEUROPROTEKTAN

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang

iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang

terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela

waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi

neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.

(Majalah Kedokteran Atmajaya, 2002)

II.3.1 PIRACETAM

Obat neuroprotektan ini terutama bekerja dengan memperbaiki stabilitas

membran sel neuron. Tetapi dikatakan pula bahwa obat ini mempunyai peran

hemorheologik dengan meningkatkan deformabilitas eritrosit dan memiliki efek

antitrombotik. (Saiful islam, 2000)

Pada pemberian yang dimulai sejak awal (kurang dari 7 jam setelah serangan

stroke), terdapat perbaikan neurologik dan fungsinal, terutama perbaikan gangguan

berbahasa (afasia). Dosisnya 12 gram bolus intravena, disusul suntikan intravena 4

kali 3 gram/hari selama 4 minggu, dan dilanjutkan pemakaian oral 4,8 gram/hari.

(Saiful islam, 2000)

II.3.2 SITIKOLIN (CPD-KOLIN)

9

Page 10: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Sitikolin merupakan precursor fasfatidilkolin yang membentuk sel neuron.

Obat neuroprotektan ini mampu mencegah akumulasi asam lemak bebas yang toksik,

serta merangsang perbaikan neuron. (Saiful islam, 2000)

Dengan dosis 500-2000mg/hari, dilaporkan obat ini menghasilkan perbaikan

fungsional yang diukur dengan indeks Barthel. (Saiful islam, 2000)

Selama lebih dari 10 tahun ini, sitikolin masih merupakan obat

neuroprotektan yang terbanyak digunakan untuk penderita stroke yang dirawat di

bagian Saaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (Saiful islam, 2000)

III. KESIMPULAN

10

Page 11: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Terapi khusus stroke iskemik berdasarkan cara kerjanya terdapat dua

kelompok obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan stroke iskemik:

1. Memperbaiki pasokan darah ke area penumbra.

Dalam beberapa studi, obat-obat trombolitik, seperti

streptokinase, urokinasedan activator plasminogen, diberikan secara

intravena atau intra-arterial, pada penderita stroke iskemi akut

selama jendela terapi (dalam selang waktu 3 jam setelah serangan).

Namun perlu diingat bahwa obat golongan ini juga dapat

mengakibatkan perdarahan di otak karena rekanalisasi yang

ditimbulkannya.

Pada stroke embolik, pemakaian antikoagulan sistemik (heparin)

terutama bertujuan untuk mencegah berulangnya emboli (re-

embolisasi). Namun obat ini juga dapat mengakibatkan transformasi

perdarahan.

Saat ini acetosal (penghambat agregasi trombosit) dosis rendah

(160-300 mg/hari) juga diperlukan pada pengobatan stroke iskemik

akut. Selain acetosal, anti-agregasi trombosit juga digunakan aspirin

dan klopidogrel

2. Melindungi daerah penumbra dari kerusakan lebih lanjut.

Obat-obat neuroprotektan atau nootropik digunakan dalam

pengobatan stroke iskemik dengan tujuan untuk melindungi daerah

penumbra agar tidak mengalami kematin sel. Misalnya piracetam

dan siticolin.

IV.DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: Penatalaksanaan Terapi Khusus Cva Infark

Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.

Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003.

Hunaifi, ilsa. Guideline Stroke. Pokdi stroke: PERDOSSI. 2011

Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

Saiful-Islam M. Patogenesis & Diagnosis Stroke: Diktat Kuliah FK UNAIR. Surabaya, 2000.

WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.

Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

12