Penanganan Batu Ureter
Abstrak
Penanganan terbaru untuk batu ureter telah ditinjau dan rekomendasi pengobatan
berdasarkan bukti yang ada telah dibuat.
Batu yang berukuran diameter kurang dari 4 mm memiliki kemungkinan yang besar
untuk melewati ureter secara spontan dan debat utama penanganan optimal untuk batu
yang lebih besar shock wave lithotripsy atau kombinasi endoskopik dengan laser
fragmentasi.
Rekomendasi pengobatan harus didasarkan pada preferensi pasien, bukti yag ada dan
penilaian lokal langsung (ahli bedah dan adanya peralatan) dan biaya.
Artificial Neural Network dapat menjadi alat yang berguna untuk prediksi hasil
pengobatan batu ureter dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk klarifikasi potensial
ini.
ESWL/Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy kurang efektif dibandingkan dengan
ureterskopi tapi ESWL tidak membutuhkan pengobatan yang lebih invasif. ESWL dapat
dipertimbangkan sebagai penanganan awal pada pasien dengan batu kurang dari 10 mm.
Penggunaan rutin stent seharusnya dihindari pada pasien dengan batu yang bebas dan
fragmen yang lebih rendah. Untuk batu yang lebih besar, laser ureteroskopi memberikan
hasil lebih baik untuk kalkulus proksimal atau distal dan lebih murah. Tidak terdapat
kontraindikasi untuk anestesi umum, laser lithotripsy harus dijadikan modalitas
pengobatan lini pertama yang cocok untuk batu ureter khususnya pada batu yang lebih
besar.
Di tangan yang ahli, hasil dari penanganan endosksopik untuk batu ureter ada setiap
bagian lebih baik dibandingkan dengan ESWL dan lebih murah, meskipun peralatan,
dokter ahli dan pengalaman dibutuhkan untuk memberikan hasil yang terbaik.
Kata kunci: Ureter; Batu ureter; Penanganan: Lithotripsy: Laser: Ureteroskopi; ESWL;
Laparaskopi; Perkutaneus: Bedah
1. Pendahuluan
Kemajuan pada penggunaan ureteroskop dan perkembangan extracorporeal shock wave
lithotripsy membuat perubahan dalam keseimbangan penggunaan modalitas pengobatan
dalam penanganan batu ureter.
Shock Wave Lithotripsy (SWL), diperkenalkan oleh Chaussy dan rekannya kedalam
praktek klinis rutin pada tahun 1982 dan sekarang merupakan metode yang secara luas
digunakan untuk penangnan kalkulus renal dan ureter proksimal. Akan tetapi, angka
keberhasilan yang lebih rendah dan masalah terkait pengobatan ini membuatnya sebagai
pilihan untuk semua pasien, sehingga ureteroskopi dikombinasikan dengan
intracorporeal lithotripsy secara cepat menjadi terapi lini pertama unutk kalkulus ureter
proksimal.
Indikasi untuk ureteroskopik lithotripsy telah meningkat dengan adanya ureterskop
semi-rigid yang lebih kecil, teknologi laser yang lebih baik dan produksi alat fleksibel
yang lebih kuat telah meningkatkan indikasi untuk intervensi endoskopik.
2. Keluar secara spontan/Spontaneous passage
Kemungkinan keluarnya batu secara spontan tetap tidak beruba dengan perkembangan
metode yang kurang invasif. Pada pasien yang baru saja didiagnosa batu soliter di ureter
proksimal atau distal, sekitar 98% batu dibawah 5 mm akan keluar secara spointan.
Akan tetapi, pendekatan ini sebagai penanganan, kurang cocok pada pasien dengan
obstruksi parsial yang berkepanjangan (lebih dari 6 minggu)) atau dengan gejala yang
persisten (nyeri atau infeksi saluran kemih), yang mana akan menurunkan ambang batas
untuk intervensi.
Prediksi dari keluarnya batu secara spontan penting dan dapat mencegah intervensi yang
tidak diperlukan; Hal ini tetap menjadi subjek untuk penelitian lebih lanjut. Miller dkk
telah mempelajari data prospektif dari 75 pasien yang dipantau untuk keluarnya batu
secara spontan, untuk mengembangkan alat prediksi untuk hasil serta waktu untuk
keluarnya batu secara spontan. Batu yang diperiksa adalah batu yang berukuran sampai
6 mm; keluarya batu secara spontan terjadi pada 95,1% dari batu berukuran sampai 2
mm dan 91,5% dari batu sampai 4 mm. Berbagai parameter yang divalidasi untuk
prediksi dan meskipun derajat nyeri, jenis kelamin atau usia tidak berpengaruh pada
hasil, batu sisi kanan distal lebih mungkin untuk keluar secara spontan. Waktu untuk
keluar secara spontan juga bervariasi antara 8, 12 dan 22 hari untuk batu hingga 2, 3,
dan 4-6 mm. Para penulis telah mengembangkan rumus matematika yang menggunakan
ukuran batu, sisi dan lokasi untuk memprediksi keluarnya batu bagi seorang individu.
Armamentarium statistik modern seperti Artificial Intelligence (Artificial Neural
Networks-ANNs) juga telah digunakan untuk prediksi dari keluarnya batu secara
spintan.
Cummings dkk telah melatih ANN, dengan 17 variabel input yang berbeda, untuk
memprediksi hasil sehubungan dengan keluarnya secara spontan atau intervensi.
Akurasi prediksi yang diperoleh adalah 76% secara keseluruhan. Untuk batu yang
keluar secara spontan, akurasi prediksi adalah 100%. ANN mereka telah melaporkan
bahwa dalam urutan variabel yang paling penting untuk prediksi adalah: durasi gejala,
derajat hidronefrosis dan posisi batu, tetapi ada beberapa kekhawatiran karena tidak
memvalidasi ukuran batu.
Seorang pasien yang memiliki batu ureter dengan probabilitas rendah dari keluarnya
batu secara spontan harus diberitahu tentang ada modalitas pengobatan yang aktif.
Dalam memilih untuk pengobatan aktif, pasien harus diberitahu tentang manfaat dan
risiko yang terkait dengan masing-masing jenis pengobatan. Keputusan ini akan
didasarkan pada sejumlah faktor termasuk ukuran batu, lokasi dan komposisi, keinginan
pasien, biaya perawatan, ketersediaan ahli bedah minimal invasif yang terampil atau
Pusat khusus batu.
3. ESWL atau ureteroskopi untuk batu kalkulus ureter?
Beberapa studi telah menunjukkan efektifitas klinis ESWL dalam memecah-belah dan
membersihkan batu kalkulus ureter. Pendukung untuk ESWL mengklaim bahwa ESWL
adalah efektif dan non-invasif, dan dapat dilakukan dengan rawat jalan dengan sedasi
intravena. Pace dkk telah melaporkan angka keberhasilan yang rendah untuk shock
wave lithotripsy berulang untuk batu ureter setelah gagal pengobatan awal. Pada 1.588
pasien, mereka telah merawat 1.593 kalkulus saluran kemih dengan Dornier MFL 5000
lithotriptor selama periode Januari 1994 sampai September 1999. Angka bebas batu
setelah pengobatan awal adalah 68% (1086 dari 1593 batu), yang turun menjadi 46%
untuk pengobatan ulang pertama dan 31% untuk perawatan ulang kedua. Secara
keseluruhan angka keberhasilan meningkat menjadi 77% setelah 3 perawatan
dibandingkan dengan 76% setelah dua perawatan. Angka bebas batu ureter bagian atas
dan menengah secara signifikan lebih tinggi daripada di ureter yang lebih rendah setelah
pengobatan awal. Angka keberhasilan juga lebih besar untuk batu ukuran kecil (10 mm
atau kurang dibandingkan 11 sampai 20 mm adalah 74% versus 43% (p <0. 001)
Meskipun stent ureter tetap jarang diperlukan setelah ESWL untuk batu ureter, ureter
pra-stenting tampaknya telah menurunkan angka bebas batu pada pengobatan awal dan
pengobatan ulang sebesar 12% dan 14% masing-masing. Asumsi jelas tentang pra-
stenting di ESWL tidak dibuat karena peneliti lain tidak setuju bahwa ada perbedaan
dalam hasil atau komplikasi berdasarkan ureter stenting.
Manipulasi push back batu diikuti oleh ESWL adalah alternatif, terutama ketika
kesulitan dalam fokus pada batu dengan menggunakan lithotripter yang lebih tua.
Beberapa peneliti telah melaporkan hasil yang lebih baik dengan ESWL setelah
manipulasi batu, sementara yang lain belum menemukan perbedaan secara statistik.
Namun dapat dibuktikan bahwa sulit untuk memanipulasi batu yang telah pecah, dan
kemungkinan obstruksi pasca perawatan oleh fragmen besar dalam ureter yang edema
tetap ada. Risiko ini dapat diminimalkan dengan penempatan stent pada saat manipulasi
batu.
Kemajuan teknologi Ureteroskopik dengan adanya ureteroskop semirigid berkaliber
kecil dan fleksibel dikombinasikan dengan lase YAG holmium telah meningkatkan
angka bebas batu setelah ureteroskopi sekaligus mengurangi risiko komplikasi.
Teichman dkk telah menghubungkan efektifitas electrohydraulic versus holmium-YAG
lithotripsy dalam dua kelompok 23 dan 47 pasien masing-masing. Mereka melaporkan
khusus pada angka bebas batu pasca operasi dan 3 bulan. Untuk batu ureter kurang dari
15 mm, angka bebas batu pada akhir ureteroskopi adalah 65% vs 97% (p <0.01),
sedangkan untuk yang lebih besar, angka bebas batu adalah 33% vs 87% (p<0.001).
Devarajan dkk; dalam laporan mereka mengenai 300 prosedur dengan follow up 6
minggu, hasil yang tinggi dengan angka bebas batu mengginakan lase holmium-Yag
lithotripsy satu kali, sementara hanya 7% dari pasien membutuhkan prosedur lebih
lanjut (ESWL , perkutan atau terbuka). Penulis juga mengomentari mengenai
komplikasinya (11 kasus perforasi ureter, 10 dengan striktur urethra), yang terkait
dengan batu ureter bagian atas yang sulit dijangkau.
Peschel dkk telah melaporkan tentang perbedaan yang mereka temui dalam menangani
batu distal ureter dengan ESWL dan ureteroscopy (kaku atau semi-kaku). Ureteroskopi
secara signifikan lebih baik dalam hal waktu dimana operasi lebih singkat, waktu
fluoroscopy dan waktu untuk mencapat status bebas batu lebih singkat. Penulis
menyarankan ureteroscopy sebagai pengobatan lini pertama untuk batu kecil (<5 mm)
yang tidak keluar secara spontan, menginformasikan pasien mereka bahwa mereka
mungkin mendapatkan stenosis ureter intramural.
Ketika menilai efektivitas pengobatan, pertimbangan penting adalah waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai status bebas batu. Peschel dkk juga menyimpulkan bahwa
dalam hal ini ada perbedaan yang cukup besar antara ESWL dan ureteroscopy dan dari
sudut pandang pasien mencapai keadaan bebas batu secepat mungkin adalah tujuan
akhir setelah pendekatan terapi telah dipilih. Hasil penilaian pasien mereka jelas
menunjukkan betapa pentingnya untuk mencapai keadaan bebas batu dan bahkan
pasien yang bebas gejala mengatakan bahwa rasa was-was adanya fragmen batu residu
dan takut akan nyeri kolik adalah sumber yang selalu ada dan membatasi kemampuan
mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagian besar pasien
dalam studi mereka merasa puas dengan ureteroscopy tetapi tidak akan puas dengan
ESWL, terutama karena semakin lama waktu untuk mendapatkan status bebas batu.
Dalam kasus di mana indeks massa tubuh yang tinggi menghalangi keberhasilan shock
wave lithotripsy, Ureteroscopic lithotripsy adalah alternatif yang cocok. Shock wave
lithotripsy dalam keadaan ini sulit karena penargetan batu mungkin tidak dapat
dilakukan. Andreoni dkk telah melaporkan mengenai praktek saat dilakukan lithotripsy
laser untuk pasien obesitas. Nefrolitotomi perkutan pada populasi ini mungkin
menantang oleh karena akses terbatas dari obesitas, dan meningkatnya waktu
fluoroskopi yang diperlukan.
Penerapan fiberoptic dalam silinder stainless steel telah menghasilkan endoskopi semi-
rigid yang mengecil hingga 7 French, sementara fiberoptics kecil memungkinkan
ureteroscope fleksibel untuk mengecil hingga 7,5 French dengan tetap menjaga 3.6
French working channel.
Lithotrites Endoskopi terdiri dari ultrasonik, electrohydraulic dan perangkat mekanik
serta laser. Perkembangan energi laser untuk lithotripsy membantu perkembangan dari
holmium-yttrium-aluminium-garnet (YAG Ho-) laser, yang merupakan laser termal
menggunakan cahaya pada panjang gelombang 2150 nm, diberikan secara
berdenyut/pulsatile melalui serat kuarsa densitas low water. Secara umum, komplikasi
jangka panjang dari Ho-YAG lithotripsy, dan khususnya angka terjadinya ureter striktur
setelahnya, menjadi sangat rendah. Lee dan Bagley juga melaporkan bahwa
Ureteroscopic Ho-YAG Laser lithotripsy tampaknya aman dan tidak ada risiko untuk
mengganggu fungsi ginjal. Keamanan Ho-YAG lithotripsy juga ditunjukkan oleh Sofer
dkk yang merawat 598 pasien, dan hanya 4 laser yang terkait komplikasi (<1%) yang
tercatat, sementara angka bebas batu yang didapatkan tinggi (97-100% untuk batu
ureter) yang dicapai biasanya dari prosedur tunggal tanpa menggunakan dilatasi balon
orifisium saluran kemih atau penempatan stent.
Bahkan dalam studi sebelumnya, angka bebas batu lebih dari 90% setelah prosedur
endoskopik tunggal untuk batu ureter proksimal, tengah atau distal menggunakan
berbagai ureteroskop dan lithotriptors electrohydraulic atau laser sementara
morbiditasnya rendah.
Schuster dkk telah melaporkan pada faktor-faktor prediktif komplikasi dengan
ureteroskopi. Mereka menggunakan database dari 320 kasus untuk melakukan analisis
bivariat yang menunjukkan asosiasi signifikan (p = 0.0001) perforasi ureter dengan
peningkatan waktu operasi. Hubungan yang signifikan pada awalnya dicatat dalam
kaitannya dengan batu di ginjal (p = 0. 0004), waktu operasi (p = 0.05), dan
menurunnya pengalaman ahli bedah (p = 0.0035), tetapi hanya meningkatnya waktu
operasi yang tetap signifikan dalam analisi multivariat.
Penempatan stent ureter rutin setelah ureteroscopic batu telah dianggap sebagai standar
perawatan di kebanyakan pusat tapi Denstedt dkk melakukan percobaan prospektif
Ureteroscopic lithotripsy nonstented versus stented, dan menyimpulkan bahwa pasien
tanpa stent memiliki gejala secara signifikan lebih sedikit pada periode pasca operasi
awal, sementara tidak ada perbedaan dalam hal komplikasi dan status bebas batu. Data
serupa dari Hosking dkk dan Rane dkk menunjukkan kasus setelah Ureteroscopic
lithotripsy sulit yang menunjukkan bahwa stenting ureter rutin setelah ureteroskopi dan
intracorporeal lithotripsy tidak begitu penting dilakukan.
Masalah yag umum terjadi adalah insersi ureteroskop awal. Hal ini khususnya terjadi
pada ureteroscopy fleksibel, dan pemasangan berulang dapat menyebabkan trauma pada
ureter. Insiden trauma saluran kemih lebih rendah sekarang daripada sebelumnya tetapi
telah dilaporkan hingga 15% dari semua prosedur ureteroscopic sementara seri awal
didapatkan perforasi 15-30%. Menggunakan selubung akses ureter akan menurunkan
risiko dengan memfasilitasi akses untuk ureteroscopy fleksibel. Akses selubung mudah
digunakan dan telah menambahkan manfaat visualisasi langsung insersi ureteroskop,
sementara saluran ureter sangat mudah dimasuki, stenting rutin tidak diperlukan dan
dalam kebanyakan kasus perangkat akses dapat digunakan sebagai dilator ureter
4. Pengobatan operasi terbuka dan laparoskopik
Tidak ada fasilitas untuk ureterolithotomy terbuka yang dilengkapi pada pusat
endourological. Dalam era pra-laser, Ather dkk melaporkan pengalaman mereka dalam
pengelolaan ureterolithiasis dan peran operasi terbuka. Dalam 12 tahun retrospektif
semua batu ureter primer diobati dengan ESWL, endoskopi, intracorporeal shock wave
lithotripsy (ISWL) melalui ureteroscopy, dan operasi terbuka.
Meski hanya electrohydraulic, lithotriptors ultrasonik dan pneumatik yang tersedia,
penulis menyimpulkan bahwa indikasi ureterolithotomy terbuka di pusat endourological
masih terbatas dan mereka termasuk pasien berisiko tinggi, beberapa anestesi regional
umum atau besar, kondisi anatomi ureter atau yang mencegah posisi untuk
ureteroscopy, kegagalan metode minimal invasif, kalkulus besar dan keinginan pasien.
Saat ini, kesulitan dalam posisi pasien untuk prosedur invasif minimal, batu yang besar
atau telah dilakukan operasi ureter terbuka sebelumnya (termasuk prosedur re-
implantasi atau anti-reflux) adalah beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk
rujukan ke pusat spesialis endourological dalam preferensi untuk operasi terbuka.
Namun dengan peningkatan ketersediaan laser untuk fragmentasi batu dan kemajuan
dalam desain instrumen, indikasi untuk operasi terbuka menghilang dengan cepat.
Retroperitoneal ureterolithotomy laparoskopi diperkenalkan pada tahun 1979 oleh
Wickham dan transperitoneal ureterolithotomy laparoskopi oleh Raboy dan sejak itu
pendekatan ini telah dianggap sebagai alternatif yang efektif.
Seri pertama ureterolithotomy laparoskopi dilaporkan oleh Gaur yang memelopori
pendekatan retroperitoneal untuk berbagai prosedur laparoskopi.
Keeley dk telah menunjukkan pengalaman awal dari Edinburgh. Dalam tulisan mereka,
14 kasus ureterolithotomy laparoskopi dilakukan. Indikasi untuk prosedur ini termasuk
pengobatan yang gagal sebelumnya (9 pasien) dan ukuran batu yang besar (5 pasien).
Ureterolithotomy Laparoskopi dilakukan melalui rute transperitoneal, dan semua kasus
yang berhasil diselesaikan tanpa konversi dan tanpa komplikasi intraoperatif telah
dilaporkan. Dari penelitian ini, sekali lagi di era pra-laser, penulis menyimpulkan bahwa
ini adalah sebagai pengobatan alternatif untuk batu besar yang mungkin memerlukan
pembedahan terbuka.
Beberapa penulis telah menyimpulkan tentang efektifitas pendekatan laparoskopi dan
indikasi untuk ureterolithotomy laparoskopi termasuk batu yang tidak dapat diakses
secara ureteroskopik atau tidak dapat terfragmentasi dengan modalitas minimal invasif
atau yang membutuhkan pengobatan simultan saluran kemih lainnya. Serta ukuran batu
yang besar (> 2 cm) pada ureter bagian atas dapat dianggap sebagai indikasi relatif
Pada akhirnya, sebuah penelitian besar 101 pasien oleh Gaur dkk yang telah
menunjukkan angka keberhasilan di 93 pasien dan bahwa alasan kegagalan di sisa 8
pasien adalah reaksi fibrous retroperitoneal. Penulis menunjukkan bahwa prosedur
datang dengan semua keuntungan dari minimal perdarahan, dan penggunaan minimal
analgesik, makan pasca operasi yang lebih cepat dan keluar dari rumah sakit lebih cepat.
Stenting rutin tampaknya tidak perlu dan rata-rata keseluruhan 5,5 hari kebocoran urin
harus diantisipasi.
5. Operasi Percutaneous
Akses Percutaneous Ureteroscopic antegrade adalah alternatif pengobatan untuk batu
ureter bagian atas, dalam kasus di mana manajemen Ureteroscopic tidak mungkin.
Pendekatan ini menggunakan ureteroscopy fleksibel dikombinasikan dengan laser
lithotripsy yang biasanya memberikan angka bebas batu yang tinggi (data SLC yang
tidak dipublikasikan), tetapi dapat disertai dengan risiko yang signifikan dan
meningkatnya kebutuhan fluoroskopi.
Pada pasien umum dengan penyempitan/striktur ureter yang signifikan dan batu yang
besar sebaiknya ditangani dengan PCNL dan insisi antegrade sayatan dari striktur
diikuti oleh nefroskopi kedua atau ESWL. Ureteroskopi perkutaneus antegrade mungkin
terkait dengan angka komplikasi yang lebih tinggu, termasuk kehilangan darah sehingga
membutuhkan transfusi, pneumothoraks, haemothoraks, empyema, sepsis dan
kemungkinan trauma pada organ sekitar. Sehingga, pendekatan ini hanya digunakan jika
ureteroskopi sebelumnya gagal atau diantisipasi gagal (contoh diversi saluran kemih,
striktur ureter), tapi hal ini harus dicoba sebelum dilakukan operasi terbuka.
Selain, untuk batu ureter, bahkan ketika pasien mengalami diversi saluran kemih,
penanganan ureteroskopik transpouch atau transstomal yang berhasil dapt dilakukan,
khususnya ditangan yang ahli, sehingga dapat menurunkan kebutuhan akses
perkutaneus pada kasus yang kompleks.
6. Diskusi
Pedoman Panel AUA melaporkan rekomendasinya untuk pengobatan batu ureter.
Meskipun laporan ini jelas dalam rekomendasi nya untuk in situ SWL untuk pengobatan
batu kecil (> 1 cm) ureter bagian atas. Data penting yang disajikan menunjukkan bahwa
hingga 98% dari batu kurang dari 5mm terutama di ureter distal akan melewati saluran
secara spontan. Meskipun SWL, ureteroscopy, ekstraksi batu perkutan dan operasi
terbuka dievaluasi sebagai pilihan yang berbeda; ureterolithotomy laparoskopi tidak
disebutkan. Memang, pilihan pengobatan yang disebutkan sebelumnya telah diberikan
prosedur terbuka jarang di banyak rumah sakit.
Kami merasa bahwa keputusan harus dibuat setelah berkonsultasi bukti penting yang
diterbitkan seperti Pedoman Urolithiasis EAU dan AUA. Kami percaya bahwa operasi
batu terbuka bukanlah pengobatan lini pertama untuk batu ureter utama hingga 1 cm.
Laparoskopi datang dengan keuntungan dari probabilitas tinggi menghilagkan seluruh
batu dalam satu prosedur, persis seperti operasi terbuka.
Pada tahun 2004, keputusan mengenai pendekatan yang paling banyak untuk batu ureter
adalah antara ESWL dan laser lithotripsy. Singkatnya, meskipun prosedur endoskopi
biasanya definitif dalam menghilangkan batu ureter, angka keberhasilan yang dapat
dilakukan oleh ESWL telah membuatnya menguntungkan untuk menjadi pengobatan
lini pertama untuk sebagian besar batu proksimal. Faktor-faktor lain sebagai prediktif
kegagalan ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk batu ureter proksimal memiliki i berbagai
(65-81%) angka keberhasilan untuk ESWL. Pengalaman kami menunjukkan bahwa
ESWL ditoleransi dengan baik dan angka bebas batu untuk batu ureter bagian atas <10
mm untuk in situ dan pasien stented setelah satu sesi ESWL adalah 71% dan 50%
masing-masing (meningkat menjadi 89% dan 86% setelah Sesi SWL selanjutnya).
Sehubungan dengan batu ureter yang lebih rendah mesin generasi baru juga digunakan,
anga bebas batu bervariasi dari 58% untuk satu pengobatan sampai 65% setelah
perawatan kedua dan 67% setelah perawatan ketiga. Angka bebas batu menurun sesuai
dengan meningkatnya ukuran batu, tetapi tidak dengan cara yang signifikan secara
statistik.
Teknologi Lithotriptor bervariasi antara produsen yang berbeda dan hasil di lokasi yang
berbeda adalah variabel dan spesifikasi mesin. Oleh karena itu kita tidak bisa
mengantisipasi hasil berdasarkan hasil sebelumnya dari mesin yang berbeda.
Untuk batu distal <1 cm, baik ESWL dan URS efisien namun data dari para ahli
menunjukkan bahwa URS berfungsi lebih baik dalam angka bebas batu dan interval
untuk status bebas batu dan juga lebih hemat biaya. Shock wave lithotripsy tetap yang
paling invasif tetapi juga teknik yang paling tidak efektif untuk batu ureter.
Ureteroscopy memiliki angka keberhasilan yang dalam beberapa seri mendekati 100%,
dan jelas menjadikannya sebagai pengobatan lini pertama serta setelah gagal ESWL.
Penggunaan Ho: YAG Laser sebagian besar bertanggung jawab untuk peningkatan
dramatis untuk angka keberhasilan manajemen Ureteroscopic. Jika batu dapat
divisualisasikan secara endoskopi, kontak dengan permukaan batu oleh holmium: serat
YAG akan menghasilkan s fragmentasi. Namun demikian ureteroscopy akan gagal jika
kita tidak dapat mengakses atau fragmentasi batu atau kurangnya keahlian operator
(Tabel 2).
Tabel 1
Kapan SWL kemungkinan gagal?
Batu yang besar >15 mm
Batu yang hancur
Batu monohidrat
Batu Cystine
Anatomi yang tidak sesuai
Setelah 2 pengobatan yang gagal
Sulit melokalisasi
o Batu kecil
o Obesitas
o Stent
Tabel 2
Mengapa uteroskopi gagal?
Tidak dapt mengakses
Tidak dapat memfragmentasi
Kurang keahlian
Kurang perlengkapan
Pada masyarakat dengan permasalahan biaya, aspek penting lain dari pengambilan
keputusan adalah biaya untuk setiap tindakan. Di masa lalu ada yang berpendapat
bahwa hanya mereka yang lebih mungkin untuk gagal ESWL yang harus menjalani
ureteroscopy, karena kedua bentuk terapi yang sukses. Lainnya menyatakan bahwa
prosedur invasif yang lebih rendah harus dipilih terlebih dahulu. Beberapa perbandingan
biaya ureteroscopy dan shock wave lithotripsy telah dilaporkan sebelumnya, dengan
sebagian besar memilih ureteroscopy. Lotan dkk berpendapat bahwa untuk menentukan
yang terbaik untuk modalitas pengobatan (ureteroscopy atau shock wave lithotripsy)
untuk biayanya adalah hanya salah satu dari beberapa pertimbangan penting. TIndakan
yang akan dibiayai pemerintah akan sangat menentukan. Dalam studi mereka,
didapatkan bahwa ureteroscopy lebih efektif untuk biaya dibandingkan shock wave
lithotripsy untuk batu ureter di semua lokasi ureter. Perbedaan biaya yang paling
menonjol terdapat di ureter distal, di mana angka bebas batu yang paling berbeda untuk
kedua modalitas. Penelitian ini menunjukkan data dari seri terbaru sehingga
menggabungkan hasil dari instrumentasi dan teknologi. Keterbatasan atau Bias karena
asumsi yang dibuat (yaitu semua perlakuan dianggap rawat jalan,) atau kesulitan dalam
mengestimasi biaya pengobatan di lembaga-lembaga lainnya, diakui, tetapi dapat
disimpulkan bahwa biaya ureteroscopy telah meningkat 40-60% dan angka keberhasilan
dari URS gagal dengan 28-40% untuk mencapai biaya setara dengan ESWL.
7. Kesimpulan
Rekomendasi pengobatan untuk batu ureter harus didasarkan pada keinginan pasien,
bukti, pemeriksaan setempat (keahlian bedah dan ketersediaan peralatan) dan biaya
tetapi sering pemilihan strategi pengobatan mungkin tergantung pada faktor-faktor lain
termasuk waktu menunggu untuk masuk ke rumah sakit.
Kami percaya bahwa Artificial Neural Networks dapat menjadi alat yang berguna untuk
prediksi hasil pengobatan untuk batu ureter, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengklarifikasi potensi ini.
ESWL efektif, meskipun tidak seefektif pengobatan awal dibandingkan dengan
ureteroscopy, dan dapat mencegah kebutuhan untuk perawatan lebih invasif pada
sebagian besar pasien. Ini hanya harus dipertimbangkan sebagai pengobatan awal pada
kasus yang akan memberikan hasil terbaik (yaitu batu kurang dari 10 mm). Penggunaan
rutin stent harus dihindari karena angka bebas batu dan fragmentasi lebih rendah. Untuk
batu yang lebih besar, Laser ureteroscopy berfungsi baik baik untuk batu ureter
proksimal atau distal dan lebih hemat biaya. Asalkan tidak ada kontraindikasi untuk
anestesi umum, Laser ureterolithotripsy harus dianggap sebagai pengobatan lini pertama
yang sangat baik untuk batu ureter terutama pada batu yang lebih besar.
Di tangan terbaik, hasil penanganan endoskopi batu ureter di semua lokasi lebih baik
daripada ESWL dan lebih murah, meskipun peralatan, keahlian dan pengalaman
diperlukan untuk mencapai semua hasil superior ini.
Top Related