PEMANFAATAN CERITA RAKYAT; BATU MENANGIS
DALAM KETERAMPILAN MENULIS PANTUN PADA SISWA
KELAS VII MTS. NURUL FALAH PONDOK RANJI,
TANGERANG SELATAN,
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Yayah Nur Asyani
NIM 1112013000051
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK
Yayah Nur Asyani. NIM. 1112013000051. Skripsi. Pemanfaatan Cerita Rakyat; Batu Menangis dalam Keterampilan Menulis Pantun pada Siswa Kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan, Tahun Pelajaran 2018/2019. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. 2019.
Penelitian ini tentang pemanfaatan cerita rakyat; Batu Menangis dalam
keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2018/2019. Tujuan penelitian skripsi ini mendeskripsikan pemanfaatan cerita rakyat Batu Menangis dalam keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2018/2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif, pada siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, periode semester genap, yang berjumlah 25 orang, yakni 13 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini yaitu ditemukan sebanyak 23 orang siswa dengan persentase sebesar 92% sudah mampu memanfaatkan cerita rakyat Batu Menangis dalam keterampilan menulis pantun. Berdasarkan aspek penilaian kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ketepatan penulisan huruf dan ejaan, kelogisan sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Dan ditemukan sebanyak dua orang siswa dengan persentase sebesar 8% yang belum mampu memanfaatkan cerita rakyat; Batu Menangis dalam keterampilan menulis pantun. Hasil penelitian ini juga berdasarkan standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) di MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, dengan nilai minimal 70. Berdasar hasil wawancara, secara keseluruhan siswa sudah termotivasi dengan adanya cerita rakyat Batu Menangis dalam keterampilan menulis pantun. Kata Kunci: Menulis Pantun, Cerita Rakyat, Batu Menangis
i
ABSTRACT
Yayah Nur Asyani. NIM. 1112013000051. Skripsi. Utilization of
folklore; Crying Stone in Pantun Writing Skills in Grade VII Students of MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, South Tangerang, Lesson Year 2018/2019. Department of Indonesian Language and Literature Education. Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervising Lecturer: Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd. 2019.
This research is about utilization folklore: Crying Stone in pantun writing
skills by students of class VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, South Tangerang, year of study 2018/2019. The purpose of the research skripsi describes the utilization folklore of Crying Stone in pantun writing skills by students of class VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, South Tangerang, year of study 2018/2019.
The method used in this research is a qualitative descriptive method of study, in students of the VII class of MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, an even semester period, which amounted to 25 people, 13 men and 12 women. The research instruments used are observation, interviews, and documentation.
Results obtained after conducting this research is found as many as 23 students with a percentage of 92% have been able to utilize the folklore Crying Stone in pantun writing skills. Based on the assessment aspect of conformity with pantun features, the accuracy of letter writing and spelling, the lapdance and the contents of the content, Pantun suitability with story theme, and Pantun suitability with story message. And found as many as two students with a percentage of 8% who have not been able to utilize folklore; Crying Stone in pantun writing skills. The results of this research are also based on the minimum standard of submission criteria (KKM) in MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, with a minimum value of 70. Based on the results of the interview, the whole student has been motivated by the folklore of the Crying Stone in pantun writing skills.
Key Words: Writing Pantun, The Folklore, Crying Stone
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Cerita Rakyat; Batu Menangis
dalam Keterampilan Menulis Pantun pada Siswa Kelas VII MTs. Nurul Falah
Pondok Ranji, Tangerang Selatan, Tahun Pelajaran 2018/2019”. Selawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan
para sahabatnya.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., sebagai dosen pembimbing skripsi, yang
telah sabar memberikan bimbingan, arahan, semangat serta motivasinya
kepada penulis.
4. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
5. Keluarga besar penulis, teristimewa kepada ayahanda, Bapak Mursan dan
ibunda tercinta, Ibu Nurlaelah yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
motivasi dan dukungan yang begitu luar biasa.
6. Seluruh murid, dewan guru dan juga staff MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
Terima kasih telah menjadikan penulis bagian dari keluarga besar Yayasan
Nurul Falah.
7. Sahabat-sahabatku tercinta: Povi Maspupah, Ulfah Sundusiah, dan Putri
Anggraeni Ruminto. Terima kasih telah menjadi sahabat, pendengar dan
penasihat yang baik.
iii
8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2012, yang telah mewarnai hidup penulis selama proses
perkuliahan.
9. Keluarga besar Himpunan Qori dan Qori’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pengalaman
baru.
10. Keluarga besar Majelis Ta’im FIRMAN (Forum Ishlah Remaja Masjid dan
Musholla Kampung Peladen).
Semoga segala kebaikan berbagai pihak, mendapat balasan yang berlimpah
dari Allah Swt. Selain itu, dalam skripsi ini tentulah tidak terlepas dari kesalahan-
kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari para
pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi
para peneliti yang memerlukannya.
Tangerang Selatan, 25 April 2019
Penulis
Yayah Nur Asyani NIM. 1112013000051
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ..................................................................................................... ................ i
ABSTRACT .................................................................................................... ............... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... .............. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ............... v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ............. vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. .............. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... ............... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ ............... 5
C. Batasan Masalah .................................................................................. ............... 6
D. Rumusan Masalah ............................................................................... ............... 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................................ ............... 6
F. Manfaat Penelitian .............................................................................. ............... 6
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Menulis ................................................................................................ ............... 8
1. Hakikat Menulis ...................................................................... ............... 8
2. Tujuan Pengajaran Menulis ..................................................... ............. 10
3. Langkah-langkah dalam Menulis ............................................ ............. 11
4. Penulisan Huruf dan Ejaan ...................................................... ............. 13
B. Pantun .................................................................................................. ............ 14
1. Hakikat Pantun ........................................................................ ............. 14
2. Ciri-ciri Pantun ........................................................................ ............. 15
3. Jenis-jenis Pantun .................................................................... ............. 17
4. Bentuk-bentuk Pantun ............................................................. ............. 20
C. Media Pembelajaran ............................................................................ ............ 22
v
1. Hakikat Media Pembelajaran .................................................. ............. 22
2. Fungsi Media Pembelajaran .................................................... ............. 23
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran .............................................. ............. 25
4. Cerita Rakyat ........................................................................... ............. 26
5. Teks Cerita Rakyat; Batu Menangis dari Kalimantan Barat ... ............. 28
D. Penelitian yang Relevan ...................................................................... ............. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. ............. 33
B. Metode Penelitian................................................................................. ............. 33
C. Subjek Penelitian .................................................................................. ............. 35
D. Objek Penelitian .................................................................................. ............. 35
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. ............. 35
F. Teknik Analisis Data ........................................................................... ............. 39
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Profil Sekolah ...................................................................................... ............. 42
B. Persiapan Proses Kegiatan Belajar Mengajar ...................................... ............. 46
C. Teks Cerita Rakyat; Batu Menangis dari Kalimantan Barat ............... ............. 46
D. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. ............. 48
E. Pemanfaatan Cerita Rakyat; Batu Menangis dalam Keterampilan Menulis
Pantun pada Siswa .............................................................................. ........... 101
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................. ........... 104
B. Saran .................................................................................................... ........... 104
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ........... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Instrumen Wawancara untuk Kepala Sekolah ................................ ............. 37
Tabel 3.2 Instrumen Wawancrara untuk Siswa ............................................... ............. 38
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Pantun .................................................................. ............. 40
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Pantun Berdasarkana Rentang Nilai .................. ............. 41
Tabel 4.1 Daftar Tenaga Pendidik dan Kependidikan ..................................... ............ 44
Tabel 4.2 Daftar Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan ......................... ............. 45
Tabel 4.3 Daftar Jumlah Siswa MTs. Nurul Falah Pondok Ranji .................... ............. 45
Tabel 4.4 Daftar Jumlah Rombongan Belajar (Rombel) ................................. ............. 45
Tabel 4.5 Penilaian Hasil Pantun Adelia.......................................................... ............. 48
Tabel 4.6 Penilaian Hasil Pantun Adhitya Putra Lie Winata ........................... ............. 50
Tabel 4.7 Penilaian Hasil Pantun Amel Olivia ................................................ ............. 53
Tabel 4.8 Penilaian Hasil Pantun Ardian Syah Fermana ................................ ............. 55
Tabel 4.9 Penilaian Hasil Pantun Ayu Maya Afrilia........................................ ............. 57
Tabel 4.10 Penilaian Hasil Pantun Fahmi Abdillah Askar .............................. ............. 59
Tabel 4.11 Penilaian Hasil Pantun Hasby Asidqi ........................................... ............. 61
Tabel 4.12 Penilaian Hasil Pantun Ispan Egi .................................................. ............. 63
Tabel 4.13 Penilaian Hasil Pantun Izat Ibrahim .............................................. ............. 65
Tabel 4.14 Penilaian Hasil Pantun M. Arba Rifa’i ......................................... ............. 67
Tabel 4.15 Penilaian Hasil Pantun Maharani Dwi R ...................................... ............. 69
vii
Tabel 4.16 Penilaian Hasil Pantun Mayang Aprilia Sari ................................ ............. 71
Tabel 4.17 Penilaian Hasil Pantun M. Raihan Putra Sinva Pratama ............... ............. 73
Tabel 4.18 Penilaian Hasil Pantun M. Raihan Nur Ramadhan ....................... ............. 75
Tabel 4.19 Penilaian Hasil Pantun M. Razak Haikal ...................................... ............. 77
Tabel 4.20 Penilaian Hasil Pantun Nur Halimah ............................................. ............. 79
Tabel 4.21 Penilaian Hasil Pantun Pria Akbar ................................................ ............. 81
Tabel 4.22 Penilaian Hasil Pantun Rafi Thoriq .............................................. ............. 83
Tabel 4.23 Penilaian Hasil Pantun Romi David Rizki .................................... ............. 85
Tabel 4.24 Penilaian Hasil Pantun Sarah Febriana ......................................... ............. 87
Tabel 4.25 Penilaian Hasil Pantun Saskia Dinanti .......................................... ............. 90
Tabel 4.26 Penilaian Hasil Pantun Siti Faizah ................................................ ............. 92
Tabel 4.27 Penilaian Hasil Pantun Tuffahatul Azijah ..................................... ............. 94
Tabel 4.28 Penilaian Hasil Pantun Yuli Yanah ............................................... ............. 96
Tabel 4.29 Penilaian Hasil Pantun Yuni Anggraini ........................................ ............. 98
Tabel 4.30 Hasil Pencapaian Siswa Kelas VII ................................................ ........... 100
Tabel 4.31 Tabel KKM ................................................................................... ........... 101
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Uji Referensi
Lampiran 2 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 : Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian
Lampiran 5 : Hasil Pantun Siswa
Lampiran 6 : Transkrip Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah
Lampiran 7 : Transkrip Hasi Wawancara dengan Siswa Kelas VII
Lampiran 8 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 9 : Foto-foto Kegiatan Penelitian.
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seluruh keterampilan berbahasa bisa dipelajari dan dilatih.
Semakin dilatih, kemampuan berbahasa seseorang akan semakin baik.
Pembelajaran bahasa selalu ada dalam setiap jenjang pendidikan. Ini
membuktikan bahwa pembelajaran bahasa merupakan salah satu
pembelajaran yang sangat penting bagi setiap siswa.
Secara garis besar, dalam mata pelajaran bahasa Indonesia memuat
empat macam keterampilan berbahasa. Di antaranya yaitu keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis. Keempat macam keterampilan tersebut, berguna
dalam kehidupan bermasyarakat.
Keterampilan menulis merupakan tahapan level yang paling
kompleks di antara keterampilan berbahasa yang lain. Jika seorang anak
atau siswa sudah mampu menyimak, berbicara dan membaca dengan baik,
maka tahapan selanjutnya yaitu siswa akan diajarkan bagaimana caranya
menulis dengan baik. Pada praktiknya, setiap siswa akan diajarkan
berbagai macam keterampilan menulis, seperti; menulis puisi, pantun,
prosa, drama, teks pidato, surat dan lain sebagainya.
Penulis mengatakan bahwa menulis itu penting, karena selain
menulis itu dibutuhkan di masyarakat, menulis juga merupakan suatu
kegiatan yang mengharuskan penulisnya menggunakan daya pikir dengan
baik. Seseorang dapat menulis dengan baik, tentulah hal itu tidak didapat
begitu saja, melainkan karena telah melalui proses belajar, baik itu belajar
secara formal maupun non-formal.
Setiap siswa dituntut untuk mampu menulis dengan baik. Maka
dari itu harus berlatih sejak dini. Di antara beberapa macam keterampilan
berbahasa, nampaknya keterampilan menulislah yang masih kurang begitu
diminati dari para siswa dan nampaknya butuh perhatian lebih.
1
2
Keterampilan menulis ini tidak dapat dipisahkan dari siswa, sebab
keterampilan menulis dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Sebagai mata pelajaran pokok, mata pelajaran bahasa Indonesia
seharusnya disukai oleh setiap siswa. Dengan tujuan agar tumbuh
kecintaan yang mendalam pada bahasa Indonesia, sehingga bisa memupuk
dan menumbuhkan apresiasi yang tinggi terhadap bahasa Indonesia.
Tetapi, pada masa ini, mata pelajaran bahasa Indonesia seolah-olah
terpinggirkan dan dianggap kurang penting bagi sebagian orang. Hal ini
tentu sangat berdampak pada para siswa di sekolah. Guru mata pelajaran
bahasa Indonesia pun menjelaskan materi pelajaran bahasa Indonesia
cenderung menggunakan metode konvensional saja, seperti ceramah.
Metode pengajaran yang konvensional semacam itu membuat jenuh para
siswanya dan akhirnya mereka cepat merasa bosan atau bahkan sampai
tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan mata pelajaran bahasa
Indonesia. Kalau saja guru bisa lebih kreatif, bahasa Indonesia tentu akan
menjadi mata pelajaran yang sangat menyenangkan.
Lebih lanjut, dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, siswa akan
diajarkan mengenal banyak karya sastra. Misalnya berupa cerpen, puisi,
novel, dan lain sebagainya. Salah satu jenis puisi lama yang menarik untuk
dikaji yaitu, pantun. Sebagai warga negara yang mencintai adat dan
kebudayaan, tentunya siswa tidak hanya sekadar menikmati keindahan
pantun saja, melainkan harus mempelajarinya juga. Pada masa ini,
masyarakat seringkali salah kaprah mengenai pantun. Pantun yang
berkembang di masyarakat, seperti pantun-pantun yang sering dilontarkan
dalam tayangan-tayangan televisi, adalah bukan sebuah pantun, melainkan
karmina atau pantun kilat. Pantun dan karmina memiliki ciri-ciri yang
berbeda. Kesalahpahaman tersebut disebabkan karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang pantun.
Sementara itu, dalam dunia pendidikan, pantun sudah dikenalkan
sejak jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan keterampilan
menulis pantun, mulai diajarkan pada jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
3
Penulis merasa sangat prihatin dengan melihat kondisi di lapangan, siswa
sering merasa kesulitan ketika disuruh menulis sebuah pantun. Kalau saja
mereka menyadarinya, menulis pantun bukanlah hal yang sulit asalkan
siswa mengetahui kaidah-kaidah dalam penulisan pantun. Selain itu,
menulis pantun juga merupakan hal yang menyenangkan, karena dapat
mengasah kemampuan berpikir serta kreativitas dari para siswa. Setiap
siswa bisa mendapatkan inspirasi dari mana saja untuk dapat menulisnya,
dan harus tetap menyesuaikan dengan jenis pantun yang ingin dibuat.
Seperti pantun nasihat, pantun agama, pantun jenaka, dan lain sebagainya.
Siswa membutuhkan kepekaan terhadap keadaan sekitar dan juga
kreativitas menulis pantun.
Kurangnya pengetahuan siswa tentang pantun dan kaidah-kaidah
penulisan pantun (cara menulis pantun yang benar) juga dapat menjadi
salah satu faktor penyebab kesulitan mereka terhadap penulisan pantun,
sehingga siswa kurang tertarik dalam menulis pantun. Di sinilah guru
mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan pengetahuan yang
cukup kepada para siswanya. Selain itu, sebagian besar siswa juga jarang
ada yang berinisiatif mencari informasi sendiri terkait pantun di
perpustakaan. Gurulah yang menjadi pintu utama pengetahuan siswa
tentang pantun dan cara menulisnya. Guru bisa memberikan pemahaman
pada mereka mengenai hakikat pantun, ciri-ciri pantun, jenis-jenis pantun,
dan bentuk-bentuk pantun. Selain memberikan pengetahuan umum tentang
pantun, guru juga harus memberikan pedoman penulisan pantun yang
baik. Jika guru mampu memberikan pengetahuan ini dan ilmunya tertanam
pada diri siswanya, niscaya para siswa tidak akan merasa kesulitan lagi
ketika disuruh membuat atau menulis sebuah pantun.
Tidak hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dasar tentang
menulis dan pemahaman pantun saja, guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia haruslah menguasai berbagai macam media pembelajaran, agar
ilmu yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh para siswa. Penulis
melihat fakta di lapangan bahwa jika hanya sebatas siswa disuruh menulis
pantun saja tanpa adanya media lain yang mendukung, siswa masih sering
4
merasa kesulitan dalam menulisnya, karena menulis pantun membutuhkan
kreativitas dan imajinasi yang baik.
Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan oleh seorang
guru dalam materi pembelajaran penulisan pantun adalah bisa dengan
menggunakan media cerita rakyat. Hampir rata-rata setiap anak pasti
menyukai kisah-kisah cerita rakyat. Seorang guru haruslah mengambil
peluang ini, guru bisa memanfaatkan cerita rakyat sebagai media
pembelajaran di sekolah. Sebetulnya masih banyak sekali media
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi guru, namun karena
minimnya pengetahuan guru terkait media pembelajaran, menjadikan para
guru kurang kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran. Oleh sebab itu
guru wajib mempunyai pengetahuan terkait media pembelajaran.
Lebih lanjut, pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
media cerita rakyat; Batu Menangis dari Kalimantan Barat. Penulis
memilih cerita rakyat tersebut karena fakta di lapangan menunjukkan
siswa belum pernah mendengar cerita rakyat berjudul Batu Menangis.
Cerita Rakyat; Batu Menangis dipilih karena selain siswa belum pernah
mendengar cerita rakyat tersebut, cerita rakyat tersebut juga mengandung
pesan nilai-nilai moral yang baik, yaitu mengajarkan kepada setiap orang
untuk tidak berbuat durhaka kepada orang tua.
Tidak hanya memberikan cerita rakyat tersebut saja, penulis juga
memberikan pengetahuan kepada siswa tentang hakikat cerita rakyat dan
juga jenis-jenis cerita rakyat. Dengan adanya media cerita rakyat tersebut,
penulis berharap imajinasi siswa akan lebih terbuka, dan ketika siswa
disuruh menulis pantun, diharapkan siswa dapat dengan mudah
menulisnya.
Melihat dari latar belakang masalah tersebut, seorang guru pada
masa ini haruslah menjadi seorang guru yang kreatif, terlebih lagi pada
zaman sekarang teknologi sudah semakin canggih. Guru bisa
menggunakan dan memanfaatkan berbagai macam media, untuk
membantu proses kegiatan pembelajaran dengan tujuan agar kegiatan
pembelajaran bisa lebih menarik, kemudian siswa juga tidak jenuh dan
5
akhirnya mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran bahasa
Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis pantun.
Penelitian ini merupakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui
sejauh mana siswa dapat memanfaatkan media cerita rakyat; Batu
Menangis, dalam penulisan pantun. Lebih lanjut, penulis berharap dengan
adanya media cerita rakyat ini, siswa dapat menulis pantun dengan baik
sesuai dengan media cerita yang penulis sajikan. Tanpa media, siswa
seringkali merasa kesulitan dalam menulisnya. Penggunaan media cerita
rakyat dipilih dalam menulis pantun untuk memudahkan siswa dalam
menemukan inspirasi dan kemudian mampu mengekspresikan ke dalam
bentuk tulisan menjadi sebuah pantun. Berdasarkan latar belakang yang
sudah penulis paparkan di atas, penggunaan media yang tepat diharapkan
mampu menjadi solusi atas permasalahan yang ada di lapangan. Fokus
penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana pemanfaatan cerita rakyat;
Batu Menangis, dalam keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII
MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan, tahun pelajaran
2018/2019.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penulis akan mengidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1. Siswa kurang berminat dengan pelajaran menulis.
2. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang kreatif dalam
menyampaikan materi, sehingga membuat siswa kurang begitu tertarik
dengan pelajaran Bahasa Indonesia, terutama dalam pelajaran menulis
pantun.
3. Siswa sering merasa kesulitan ketika menulis pantun.
4. Siswa kurang memiliki pengetahuan tentang pantun dan kaidah-
kaidah penulisan pantun.
5. Guru kurang memiliki pengetahuan terkait media pembelajaran.
6. Siswa belum pernah mendengar cerita rakyat berjudul Batu Menangis.
6
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan, maka
masalah-masalah dalam penelitian ini dibatasi pada persoalan pemanfaatan
cerita rakyat; Batu Menangis, dalam keterampilan menulis pantun pada
siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan,
Tahun Pelajaran 2018/2019.
D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pemanfaatan cerita rakyat; Batu Menangis dalam
keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII MTs. Nurul Falah
Pondok Ranji, Tangerang Selatan, tahun pelajaran 2018/2019?
2. Apakah cerita rakyat; Batu Menangis dapat memotivasi siswa dalam
menulis pantun?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan sejauh mana pemanfaatan cerita rakyat; Batu
Menangis dalam keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII
MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, Tangerang Selatan tahun pelajaran
2018/2019.
2. Mengetahui sejauh mana cerita rakyat; Batu Menangis dapat
memotivasi siswa dalam menulis pantun.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan, khususnya pengetahuan dalam menulis pantun bagi
pembaca secara umum dan siswa sekolah secara khusus.
7
2. Manfaat Praktis
Manfaat atau kegunaan bagi pembaca dan masyarakat yaitu untuk
menyampaikan informasi bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia
sangat penting, khususnya dalam kegiatan pembelajaran menulis di
sekolah, dan mengajak para guru serta siswa sekalian untuk lebih
mencintai bahasa Indonesia dengan lebih kreatif lagi dalam
memanfaatkan media pembelajaran yang ada.
.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Menulis 1. Hakikat Menulis
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau
informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa
dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau
pensil1. Pengertian lain tentang menulis yaitu menulis adalah keterampilan
produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu
keterampilan berbahasa yang paling rumit diantara jenis-jenis keterampilan
berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata-kata
dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan
pikiran-pikiran dalam suatu struktur yang teratur.2
Lado dalam Mukhsin Ahmadi mengemukakan mengenai hakikat
menulis, “Menulis adalah meletakkan atau mengatur simbol-simbol grafis
yang menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang
lain dapat membaca simbol-simbol grafis itu sebagai bagian penyajian
satuan-satuan ekspresi bahasa.”3 Sementara itu, M.E. Fowler dalam Mukhsin
Ahmadi, menyatakan “Dalam proses pengajaran, menulis merupakan suatu
proses yang kompleks yang merupakan keterampilan berbahasa yang
meminta perhatian paling akhir di sekolah”.4
Lebih lanjut, Charles H.Vivian dalam Mukhsin Ahmadi, menyatakan
pendapatnya tentang menulis, sebagai berikut.
1 Alek dan Ahmad, Buku Ajar Bahasa Indonesia, (Jakarta: FITK Press, 2009), Cet.I, h. 66.
2 Dindin Ridwanudin, Bahasa Indonesia, (Ciputat: UIN Press, 2015), Cet.I, h. 130. 3 Mukhsin Ahmadi, Strategi Belajar-Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra, (Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang, 1990), Cet.I, h. 28. 4 Ibid.
8
9
Menulis sering dipandang berlebihan sebagai suatu ilmu dan seni karena di samping memiliki aturan-aturan, pada unsur-unsurnya, juga mengandung tuntutan bakat yang menyebabkan suatu tulisan tidak semata-mata sebagai batang tubuh sistem yang membawakan makna atau maksud, tetapi juga membuat penyampaian maksud tersebut menjadi unik, menarik, dan menyenangkan pembacanya.5 Pandangan menulis menurut Hull dalam I Made Sutama, “menulis
adalah aktivitas sosial”.6 McCutchen dalam I Made Sutama menyatakan
“untuk dapat menulis dengan baik, diperlukan bukan hanya pengetahuan
tentang topik yang akan ditulis, tetapi juga pengetahuan tentang pola atau
struktur wacana”.7 Singkatnya, menulis sebagai sebuah keterampilan
berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan,
perasaan, dan pemikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain
dengan menggunakan media tulisan. Setiap penulis pasti memiliki tujuan
dengan tulisannya itu, antara lain, mengajak, menginformasikan,
meyakinkan, membujuk atau menghibur pembaca.8
Pendapat mengenai belajar menulis dikemukakan oleh D’Angelo
dalam Henry Guntur Tarigan. Beliau menyatakan “Belajar menulis adalah
belajar berpikir dalam/dengan cara tertentu”.9 Menulis ialah menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu
bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat
membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami
bahasa dan gambaran grafik itu.10
Berdasarkan berbagai pemaparan mengenai menulis di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa menulis ialah suatu proses
menuangkan pikiran ke dalam suatu media sebagai bentuk
mengekspresikan diri disertai dengan aturan-aturan tertentu.
5 Ibid. 6 I Made Sutama, Pembelajaran Menulis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), Cet. I, h.
19. 7 Ibid., h. 20. 8 Daeng Nurjamal, dkk., Terampil Berbahasa Menyusun Karya Tulis Akademik,
Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat, (Bandung: Alfabeta, 2017), Cet. VII, h. 69. 9 Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: CV.
Angkasa, 2013), h. 23. 10 Ibid., h. 22.
10
2. Tujuan Pengajaran Menulis
Program pengajaran menulis pada dasarnya dilaksanakan untuk
mencapai tujuan-tujuan berikut:
a. Mendorong siswa/mahasiswa untuk menulis dengan jujur dan
bertanggung jawab, dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa
secara berhati-hati, integritas, dan sensitif;
b. Merangsang imajinasi dan daya pikir untuk intelek siswa/mahasiswa
c. Menghasilkan tulisan/karangan yang bagus organisasinya, tepat, jelas,
dan ekonomis penggunaan bahasanya dalam membebaskan segala
sesuatu yang terkandung dalam hati dan pikiran.11
Tarigan mengemukakan tujuan menulis, antara lain: (1).
Memberitahukan/mengajar, (2). Meyakinkan atau mendesak, (3).
Menghibur atau menyenangkan, dan (4). Mengutarakan atau
mengekspresikan perasaan dan emosi berapi-api.12 Hugo Hartig dalam
Tarigan juga mengungkapkan mengenai tujuan menulis, Hugo Hartig
merangkumnya sebagai berikut:
a. Tujuan Penugasan (assignment purpose)
Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan
sendiri (seperti para siswa yang diberi tugas merangkum buku).
b. Tujuan altruistic (altruistic purpose)
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedudukan para pembaca memahami, menghargai perasaan dan
penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak dapat menulis
secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara
tidak sadar bahawa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah
“lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah keterbacaan sebagai
tulisan.
c. Tujuan persuasif (persuasive purpose)
11 Ahmadi, Loc. Cit. 12 Tarigan, Op. Cit., h. 24.
11
Penulis yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran
gagasan yang diutarakan.
d. Tujuan penerangan (informational purpose)
Penulis bertujuan memberikan informasi atau keterangan kepada para
pembaca.
e. Tujuan pernyataan diri (self expressive purpose)
Penulisan bertujuan memperkenalkan atau menyatakan dirinya kepada
para pembaca.
f. Tujuan kreatif (creative purpose)
Tujuan ini berkaitan dengan tujuan pernyataan diri. Namun demikian,
“keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri karena melibatkan
dirinya dengan keinginan mencapai norma atistik, atau seni yang
ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai
artistik, nilai-nilai kesenian.13
Dalam sebuah literatur Bahasa Inggris, dikatakan bahwa
“effective writers ussually have a purpose in mind and construct their
writing eith a view to achieving that purpose.”14 Yang artinya
keefektivan penulis biasanya mempunyai tujuan dalam pikiran dan
bentuk tulisan mereka untuk melihat bagaimana tujuannya.
Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai tujuan menulis
di atas, penulis berkesimpulan bahwa pada dasarnya tujuan dari
menulis adalah sebagai bentuk ekspresi diri, sebagai wadah untuk
menuangkan pikiran serta gagasan dan untuk memberikan informasi,
baik kepada diri diri sendiri maupun kepada pembaca.
3. Langkah-langkah dalam Menulis
Alek dan Achmad H.P mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, langkah-langkah dalam menulis,
yaitu:
a. Persiapan (preparation)
13 Ibid., h. 25-26. 14 Jeremy Harmer, How to Teach Writing, (England: Longman, 2004), h. 39.
12
1) Buat kerangka tulisan
2) Temukan idiom yang menarik
3) Temukan kata kunci
b. Menulis (writing)
1) Ingatkan diri agar tetap logis
2) Baca kembali setelah menyelesaikan satu paragraph
3) Percaya diri akan apa yang telah ditulis
c. Editing
1) Perhatikan kesalahan kata, tanda baca dan tanda hubung
2) Perhatikan hubungan antar paragraph
3) Baca esai secara keseluruhan15
Lebih lanjut, Heru Kurniawan dan Sutardi, dalam bukunya yang
berjudul Penulisan Sastra Kreatif memaparkan langkah-langkah atau
tahapan dalam menulis secara umum, yaitu:
a. Tahap pencarian ide dan pengendapan.
Modal dasar dalam menulis adalah ide, gagasan, inspirasi, atau ilham
dan sebagainya yang menjadi hal yang akan dikembangkan menjadi
cerita, puisi, ataupun novel. Oleh karena itu, langkah awal dalam
menulis adalah menyiapkan ide sebagai bahan membuat cerita (sumber
inspirasi). Dalam menulis karya sastra, seperti yang sudah dijelaskan di
awal, idealnya sumber ide (inspirasi) itu datang dari setiap peristiwa
atau hal-hal yang dijumpai atau dialami setiap hari, misalnya, cinta,
kesedihan, kemiskinan, kerinduan, Tuhan, rumah, airmata, dan
sebagainya.16
Sesungguhnya, saat kita mendapatkan momen estetik sebagai sumber
inspirasi itu, untuk kemudian dijadikan bahan cerita maka sumber
inspirasi itu akan diendapkan dan dikreasikan dalam pikiran dan
perasaan kita.17
b. Tahap penulisan
15 Alek dan Achmad H.P, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 107.
16 Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. I, h. 15.
17 Ibid., h. 17.
13
Jika ide dan kemungkinan-kemungkinan dramatisasi peristiwa atau
logika cerita atau puisi sudah dikuasi maka segera tuliskan. Tuliskan.
Tuliskan. Tanpa menunda-nunda waktu karena apa yang menurut Anda
peristiwa terbaik hari ini, belum pasti menjadi yang terbaik besok. Esok
Anda akan menjumpai banyak perstiwa lagi, dan kita bisa mendapatkan
peristiwa yang membuat kita ingin menulis lagi. Jika ini terjadi maka
peristiwa atau ide yang kemarin didapat akan hilang sia-sia. Tidak bisa
terdokumentasikan menjadi karya sastra.18
c. Tahap editing dan revisi
d. Editing adalah pemeriksaan kembali karya yang baru kita tulis dari
aspek kebahasaannya, baik kesalahan kata, frasa, tanda baca, penulisan,
sampai ke kalimat-kalimatnya; sedangkan revisi adalah pemeriksaan
kembali karya yang baru ditulis dari aspek isi (content) atau logika
cerita.19
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa langkah-langkah dalam menulis yaitu adanya
persiapan (mencari ide, dan sebagainya), kemudian lakukan tahap penulisan,
dan selanjutnya masuk dalam tahap edit (perbaikan).
4. Penulisan Huruf dan Ejaan
a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada
awal kalimat, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan
ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan,
termasuk kata ganti untuk Tuhan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang,
huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang,
huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
18 Ibid., h. 18-19. 19 Ibid., h. 21.
14
dan bahasa, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,
bulan, hari, dan hari raya, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur-unsur nama diri geografi, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen
resmi, dan judul karangan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua kata, kecuali kata tugas, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan
dengan nama diri.20
b. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata.21
B. Pantun 1. Hakikat Pantun
Pantun merupakan bentuk puisi asli Indonesia. Pada awalnya pantun
berasal dari daerah Minangkabau (Sumatra Barat).22 Pada dasarnya sebuah
pantun terdiri atas dua bagian. Bagian pertama terdiri atas baris pertama dan
kedua. Bagian pertama pantun hanya menggambarkan keadaan suatu objek
yang ada di alam sekitar penggubahnya. Bagian tersebut seolah-olah hanya
sekadar untuk menyiapkan irama dan bunyi untuk mewujudkan maksud
penggubahnya yang akan dinyatakan pada baris ketiga dan keempat. Bagian
kedua sebuah pantun terdiri atas baris ketiga dan keempat. Bagian ini berisi
maksud penggubahnya untuk menyatakan perasaan dan pikirannya. Bagian ini
merupakan bagian inti dari suatu pantun.23
20 TIM Penulis PUEBI, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 14-20.
21 Ibid, h. 32. 22 Nunung Yuli Eti, Seluk-Beluk Sastra Lama, (Klaten: PT. Intan Pariwara, 2009), Cet.
III, h. 10. 23 Ibid., h. 10-11.
15
Pada awal mula sejarahnya, pantun masih disisipkan di dalam teks-teks
buku sejarah Melayu dan kitab-kitab syair karangan para penulis buku-buku
berbahasa Melayu. Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya,
pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik
lokal genius bangsa Indonesia sendiri.24
Ada banyak pendapat tentang asal kata pantun. Pendapat asal kata
pantun sebagai berikut.
a. Kata pantun berasal dari kata umpama, misal, dan seperti.
b. Kata pantun berasal dari bahasa Jawa, yaitu pantun atau pari. Pantun atau
pari berarti padi.
c. Kata pantun berasal dari kata Vtun. Kata Vtun berasal dari bahasa Kawi
tuntun atau tuntunan yang berarti mengatur. Dalam bahasa Filipina tuntun
berarti teratur. Dalam bahasa Tagalog tuntun berarti bicara menurut aturan
tertentu. Dengan kata lain, pantun berarti aturan atau susunan.25
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, penulis berkesimpulan
bahwa pantun merupakan puisi asli Indonesia yang di dalamnya memuat
sebuah pesan, terikat dengan aturan dan juga memiliki ciri khas tertentu
dalam bentuk penulisannya.
2. Ciri-ciri Pantun
Pantun merupakan puisi yang memiliki ketentuan-ketentuan sebagai
berikut.
a. Terdiri atas empat baris
b. Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.
c. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya disebut isi
pantun.
24 Tajuddin Noor Ganie, Buku Induk Bahasa Indonesia (Pantun, Puisi, Syair, Peribahasa, Gurindam, dan Majas), (Yogyakarta: Araska, 2015), Cet. I, h. 9
25 Wendi Widya R.D, Bedah Puisi Lama, (Klaten: PT. Intan Pariwara, 2009), Cet. IV, h. 5.
16
d. Pantun mementingkan rima akhir dengan pola a-b-a-b. Bunyi akhir baris
pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama
dengan baris keempat.26
Sementara itu, Weni Widya R.D, dalam bukunya yang berjudul Bedah
Puisi Lama mengemukakan, pantun mempunyai ciri khas tertentu sebagai
berikut.
a. Tiap bait terdiri atas empat larik.
b. Tiap larik terdiri atas empat sampai enam kata.
c. Tiap larik terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata.
d. Larik pertama dan kedua merupakan sampiran.
e. Larik ketiga dan keempat merupakan isi.
f. Rima akhir larik bersajak abab.
g. Larik pertama dan ketiga mempunyai bunyi akhir yang sama. Larik kedua
dan keempat juga mempunyai bunyi akhir yang sama. Atau keempatnya
memiliki bunyi akhir yang sama.
h. Isi pantun mengungkapkan suatu perasaan.27
Rachmat Djoko Pradopo mengungkapkan ciri-ciri formal pantun
sebagai berikut.
a. Satu bait terdiri dari empat baris (larik).
b. Tiap larik terdiri dua bagian yang sama. Bagian yang sama pembentuk
larik itu disebut periodus. Jadi, tiap larik terdiri dari dua periodus. Tiap
periodus terdiri dari dua kata.
c. Pola sajak (rima) akhir pantun berupa sajak berselang: a-b-a-b.
d. Pantun terbagi menjadi dua bagian, yaitu baris kesatu dan baris kedua
disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi.
e. Dalam pantun, satu bait sudah lengkap. Dalam arti, satu bait sudah utuh
tidak perlu ditambah lagi meskipun ada juga pantun yang lebih dari satu
bait.
f. Pantun bersifat liris, berupa perasaan atau pikiran.28
26 E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), Cet. I, h. 125-126.
27 Widya R.D, Op.Cit., h. 6.
17
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis berkesimpulan
mengenai ciri-ciri pantun secara umum, yakni tiap bait terdiri dari empat
baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak/berima a-b-a-b/a-a-a-a,
memiliki sampiran dan isi.
3. Jenis-jenis Pantun
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi lima jenis, yaitu:
a. Pantun Anak-Anak
Pantun anak-anak berisi tentang dunia anak-anak. Umumnya pantun anak-
anak digunakan pada saat bermain atau bersenda gurau. Pantun anak-anak
menggambarkan perasaan yang dialami anak-anak. Perasaan yang dialami
anak-anak biasanya sukacita dan dukacita. Oleh karena itu, pantun anak
dibagi menjadi pantun sukacita dan dukacita.29
1) Pantun Sukacita
Pantun sukacita berisi ungkapan yang menyatakan sukacita atau
kegembiraan. Perasaan sukacita bisa terjadi dalam semua kejadian atau
peristiwa. Misalnya kegembiraan saat bertemu keluarga. Saat mendapat
barang baru. Saat bermain. Saat mengungkapkan rasa sayang pada
keluarga.
2) Pantun Dukacita
Pantun dukacita berisi ungkapan yang menyatakan perasaan sedih atau
duka. Perasaan sedih saat ditinggal orang tua. Sedih saat meratapi nasib
yang yatim piatu. Sedih karena mempunyai orang tua tiri.
b. Pantun Remaja (Muda) atau Dewasa
Pantun dewasa umumnya digunakan oleh orang dewasa, termasuk juga
remaja. Pantun dewasa menggambarkan kehidupan orang dewasa dan remaja.
Tema pantun ini biasanya tentang cinta dan perjuangan hidup. Pantun dewasa
atau remaja dibagi menjadi lima jenis.30
1) Pantun Perkenalan
28 Rachmat Djoko Pradopo, Materi Pokok Puisi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), Cet. III, h. 2.5.
29 Ibid. 30 Ibid., h. 8.
18
Dahulu pantun perkenalan digunakan oleh pemuda untuk berkenalan
dengan pemudi yang ia temui. Pantun perkenalan berisi ungkapan perasaan
hati untuk berkenalan. Biasanya juga berisi sanjungan atau pujian terhadap
orang yang akan diajak berkenalan. Pantun perkenalan harus dibuat
dengan hati-hati. Jangan sampai pantun yang dibuat menyinggung
perasaan orang lain. Pantun perkenalan boleh diterima atau boleh tidak.
Contoh:
Biduk kecil biduk bercadik Telah bertolak dari pangkalan Kalau berkenan di hati adik Bolehkah kakak hendak berkenalan31
2) Pantun Berkasih-kasihan
Setelah menerima pantun perkenalan, pemuda-pemudi bisa berkasih-
kasihan. Pantun berkasih-kasihan biasanya berisi curahan hati, perasaan
senang, perasaan tidak ingin berpisah, pujian, dan sanjungan.
Contoh:
Kalau tuan mandi dahulu Ambilkan saya bunga kamboja Kalau tuan mati dahulu Nantikan saya di pintu surga32
3) Pantun Perpisahan
Pantun perpisahan disebut juga pantun perceraian. Pantun perpisahan
dibuat untuk menyatakan akhir dari hubungan berkasih-kasihan. Pantun
perpisahan berisi kenangan indah yang pernah dilalui, perasaan sedih, atau
perasaan tidak ingin berpisah.
4) Pantun Beriba Hati
Pantun beriba hati menyatakan perasaan sedih ditinggal atau ditolak sang
kekasih. Oleh karena itu, pantun beriba hati berisi penyesalan,
kekecewaan, atau terkadang ancaman. Terkadang pantun beriba hati berisi
pernyataan untuk mengasihi diri sendiri.
5) Pantun Dagang
Pantun dagang disebut juga pantun nasib. Pantun dagang ditulis orang saat
mengenang nasibnya. Pantun dagang berisi perasaan yang dialami oleh
31 Eti, Op.Cit., h. 12. 32 Ibid.
19
seseorang. Baik perasaan tertekan, sedih, atau merana karena harus jauh
dari tempat tinggal.
c. Pantun Orang Tua
Pantun orang tua berisi tentang pengajaran yang diberikan orang yang lebih
tua kepada orang yang lebih muda. Selain pengajaran, pantun orang tua juga
berisi nasihat, ibarat (perumpamaan), atau sindiran.33
Pantun orang tua dibagi menjadi lima jenis.
1) Pantun Adat
Pantun adat berisi pengajaran untuk menjaga adat yang berlaku. Dengan
adanya pantun adat, orang muda diharapkan dapat menjunjung tinggi adat dan
kebudayaan yang dianut. Anak muda diharapkan tidak menyimpang dari adat
yang telah ditentukan.
2) Pantun Nasihat
Pantun nasihat berisi nasihat. Pantun nasihat dibuat agar orang yang diberi
nasihat selalu ingat dan melakukan nasihat.34 Contoh pantun nasihat:
Berburu ke padang datar Mendapat rusa belang kaki Berguru kepalang ajar Bagai bunga kembang tak jadi.35
3) Pantun Agama
Pantun agama berisi pengajaran untuk taat kepada agama yang dianut. Pantun
agama akan mengingatkan siapapun untuk melakukan ajaran agama yang
mereka anut dan kembali kepada yang Maha Kuasa.
4) Pantun Budi
Pantun budi berisi pengajaran untuk berbuat baik kepada semua orang.
Pantun budi juga akan mengingatkan bahwa kebaikan yang dibuat seseorang
tidak akan hilang.
5) Pantun Kepahlawanan
Pantun kepahlawanan memberi semangat kepada seseorang untuk melakukan
sesuatu dan berjuang. Pantun kepahlawanan juga dapat digunakan untuk
33 Widya R.D, Op.Cit., h. 10. 34 Ibid. 35 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. II,
h. 11.
20
menunjukkan jasa pahlawan. Dengan demikian, kita tidak akan melupakan
jasa para pahlawan.
d. Pantun Teka-teki
Pantun teka-teki berisi pertanyaan yang bisa dijawab. Pantun teka-teki biasa
digunakan anak-anak untuk bermain tebak-tebakan atau berbalas pantun.36
e. Pantun Jenaka
Pantun jenaka digunakan orang untuk menghibur hati dan bersenang-senang.
Pantun jenaka berisi pernyataan yang akan membuat orang lain tertawa atau
tersenyum geli. Pantun jenaka dibuat untuk menghibur orang, tidak untuk
menghina siapa pun. Dengan pantun jenaka, orang diharapkan dapat bergembira
dan melupakan sejenak masalah yang menghimpitnya.37
Berdasarkan pemaparan mengenai jenis-jenis pantun di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan, bahwa jenis-jenis pantun terdiri dari (1) pantun anak-anak,
(2) pantun remaja (muda) atau dewasa, (3) pantun orang tua, (4) pantun teka-teki,
dan (5) pantun jenaka.
4. Bentuk-Bentuk Pantun
Pantun memiliki beberapa variasi bentuk. Bentuk-bentuk pantun lainnya adalah
sebagai berikut.
a. Pantun Berkait
Pantun berkait disebut juga pantun berantai atau seloka. Pantun berkait adalah
pantun yang terdiri atas beberapa bait, dan bait yang satu dengan bait lainnya
sambung menyambung. Baris kedua dan keempat dari bait pertama dipakai
kembali pada baris pertama dari ketiga pada bait kedua. Demikianlah pula
hubungan antara bait kedua dan ketiga, ketiga dan keempat, dan seterusnya.38
Contoh:
Sarang garuda di pohon beringin Buah kemuning di dalam puan Sepucuk surat dilayangkan angin Putih kuning sambutlah Tuan
Buah kemuning di dalam puan Dibawa dari Indragiri
36 Widya R.D, Op.Cit., h. 13. 37 Ibid. 38 Kosasih, Op.Cit., h. 126.
21
Putih kuning sambutlah Tuan Sambutlah dengan si tangan kiri
Dibawa dari Indragiri Kabu-kabu dalam perahu Sambutlah dengan si tangan kiri Seorang makhluk janganlah tahu
b. Talibun
Talibun adalah pantun yang susunannya terdiri atas enam, delapan atau
sepuluh baris. Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa, yakni terdiri
atas sampiran dan isi. Jika talibun itu enam baris, maka tiga baris pertama
merupakan sampiran dan tiga baris berikutnya merupakan isi.39
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak beli Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari Induk semang cari dahulu
c. Pantun Kilat
Pantun kilat atau karmina ialah pantun yang terdiri atas dua baris: baris
pertama merupakan sampiran dan baris kedua isinya.40
Contoh:
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut, senanglah hati
Pinggan tak retak, nasi tak ingin
Tuan tak hendak, kami tak ingin
Berdasarkan pemaparan mengenai bentuk-bentuk pantun di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan, bahwa bentuk-bentuk pantun terdiri dari 3 bentuk,
yaitu pantun berkait, talibun, dan pantun kilat.
39 Ibid. 40 Ibid., h. 127.
22
C. Media Pembelajaran 1. Hakikat Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Gerlach & Ely mengatakan
bahwa: Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat sikap siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.41
Lebih lanjut, Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan sebagai berikut.
Istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.42 Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan
istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh
Hamalik di mana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan
lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang
disebut media komunikasi. Sementara itu, Gagne’ dan Briggs secara implisit
mengatakan bahwa “Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik
digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari
antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,
slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.”43
Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pembelajaran.44 Media pembelajaran yang bisa
41 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. XIII, h. 3.
42 Ibid., h. 4. 43 Ibid. 44 Ega Rima Wati, Ragam Media Pembelajaran, (Jakarta: Kata Pena, 2016), h. 3.
23
digunakan dalam pembelajaran kreatif bahasa Indonesia yang natural,
misalnya tanaman, batu-batuan, kayu, benda-benda di sekitar yang berserak,
atau perabotan tidak dipakai. Media pembelajaran lainnya adalah media
atifisial, yaitu media pembelajaran buatan yang sudah didesain dan dirancang
khusus oleh guru.45
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa media adalah perantara atau alat untuk mengantar
informasi dari suatu sumber kepada si penerima.
2. Fungsi Media Pembelajaran
Dalam suatu proses belajar, dua unsur yang sangat penting adalah
metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan.
Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis
media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain
yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan
pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah
pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik
siswa. Salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar
yang ditata dan diciptakan oleh guru.46
Analisis terhadap fungsi media pembelajaran ini lebih difokuskan
pada dua hal, yakni analisis fungsi yang didasarkan pada medianya dan
didasarkan pada penggunanya. Pertama, analisis fungsi yang didasarkan pada
media terdapat tiga fungsi media pembelajaran, yakni (1) media pembelajaran
berfungsi sebagai sumber belajar; (2) fungsi semantik, dan (3) fungsi
manipulatif. Kedua, analisis fungsi yang didasarkan pada penggunanya (anak
didik) terdapat dua fungsi, yakni (4) fungsi psikologis dan (5) fungsi sosio-
kultural.47
a. Fungsi Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar
45 Heru Kurniawan, Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia; Kurikulum 2013, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), Cet. I, h. 87.
46 Arsyad, Op.Cit., h. 15. 47 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012), h. 36.
24
Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar.
Dalam kalimat “sumber belajar” ini tersirat makna keaktifan, yakni
sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain. Fungsi media
pembelajaran sebagai sumber belajar adalah fungsi utamanya di samping
fungsi-fungsi lain.
b. Fungsi Semantik
Kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal)
yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak
verbalistik).
c. Fungsi Manipulatif
Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum yang
dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini, media memiliki dua
kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi
keterbatasan inderawi.
d. Fungsi Psikologis
1) Fungsi Atensi
Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa
terhadap materi ajar.
2) Fungsi Afektif
Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat
penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu.
3) Fungsi Kognitif
Siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan
menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek
yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda, atau
kejadian/peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan atau dihadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang
dalam psikologi semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
4) Fungsi Imajinatif
Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan
imajinasi siswa.
5) Fungsi Motivasi
25
Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong
melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Dengan demikian, motivasi merupakan usaha dari pihak luar dalam
hal ini adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan dan
menggerakkan siswanya secara sadar untuk terlibat aktif dalam proses
pembelajaran.
e. Fungsi Sosio-Kultural
Fungsi media dilihat dari sosio-kultural, yakni mengatasi hambatan sosio-
kultural antarpeserta komunikasi pembelajaran.48
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis berkesimpulan bahwa fungsi
dari adanya media yaitu sebagai alat bantu mengajar yang disesuaikan dengan
kebutuhan di kelas.
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Suparno mengemukakan, media pembelajaran bahasa Indonesia dibedakan
atas:
a. Media pandang (visual). Contoh: papan tulis, papan panel, kartu gambar,
peta, grafik, sketsa, dll.
b. Media dengar (audio). Contoh: radio, rekaman, dan PH
c. Media pandang dengar (audiovisual). Contoh: slide, tv, video dll.
d. Media cetak. Contoh: kamus, buku pelajaran, buku bacaan, majalah, dan
koran.49 Bagi kebanyakan orang, istilah “media cetak” biasanya berarti bahan
bacaan yang diproduksi secara profesional, seperti buku, majalah, dan buku
petunjuk. Sebenarnya masih ada bahan lain yang dapat digolongkan ke dalam
istilah “cetak”, misalnya fotokopi, atau hasil reproduksi sendiri.50
e. Media nyata. Contoh: lingkungan alam, sosial, budaya, dan hasil karya
siswa-siswi.51
48 Ibid., h. 37-48. 49 Ridwanudin, Op.Cit., h. 136. 50 Ronald H. Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran,
(Jakarta: Rajawali Pers, 1987), Cet. I, h. 163. 51 Ridwanudin, Loc.Cit.
26
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis berkesimpulan bahwa segala hal
yang dapat diambil manfaatnya dan bisa digunakan dalam pembelajaran bisa
dikatakan adalah sebuah media.
4. Cerita Rakyat
Danandjaja di dalam bukunya Murti Bunanta yang berjudul
Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di Indonesia,
menjelaskan bahwa:
Menurut folklor, cerita prosa rakyat adalah salah satu bentuk folklor lisan. Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Selain folklor lisan ada dua kelompok besar lain, yaitu folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Bentuk-bentuk lain yang termasuk ke dalam folklor lisan adalah bahasa rakyat (folklor speech), ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, dan nyanyian rakyat.52 Sastra tradisional, dalam hal ini cerita rakyat, terdapat di semua
suku di Indonesia. Isinya berupa gambaran masyarakat pemiliknya, yang
tidak hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan, tetapi juga
sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam. Kehadirannya sering
merupakan jawaban dari teka-teki alam yang terdapat di seputar kita.
Sayangnya, penutur cerita rakyat itu sudah langka sehingga
penginventarisasian cerita rakyat perlu diupayakan demikian rupa agar
dapat kita nikmati tuah yang tertuang di dalamnya.53
Pada umumnya, cerita itu diperoleh dari penutur cerita, misalnya,
pada waktu (a) pelaksanaan perhelatan; (b) percakapan sehari-hari; (c)
sedang bekerja atau dalam perjalanan; dan (d) seseorang ingin mengetahui
asal-usul tertentu.54
Cerita rakyat, selain merupakan hiburan, juga merupakan sarana
untuk mengetahui (a) asal-usul nenek moyang, (b) jasa atau teladan
kehidupan para pendahulu kita, (c) hubungan kekerabatan (silsilah), (d)
52 Murti Bunanta, Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 21-22.
53 Dendy Sugono, Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), Cet. VII, h. 126.
54 Ibid.
27
asal mula tempat, (e) adat-istiadat, dan (f) sejarah benda pusaka.55 Telah
disebutkan di muka bahwa cerita prosa rakyat terdiri dari tiga kategori
utama, yaitu mite, legenda, dan dongeng.56
a. Jenis-Jenis Cerita Rakyat
Cerita Rakyat ini dibedakan menjadi cerita jenaka, mite, fabel,
dan legenda.
1) Cerita Jenaka
Cerita jenaka adalah cerita pendek yang berisi kebodohan atau
kecerdikan seseorang dan menimbulkan senyum atau tertawa bagi
pembaca atau pendengar. Misalnya cerita Pak Pandir (seorang
yang bodoh, yang selalu salah melakukan pesan istrinya), Pak
Belalang (seorang yang cerdik), dan Pak Lebai Malang (seorang
yang selalu malang). Semua daerah di negara kita hampir memiliki
tokoh lucu tersebut. Misalnya Si Kabayan (Jawa Barat), Joko
Bodho (Jawa Tengah), dan Pan Bali (Bali).57
2) Mite
Mite adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan
animisme. Cerita berisi dewa-dewi atau roh. Misalnya cerita Putri
Tanjung Buih, Putri Bunga Karang, dan Putri dari Bambu.58
3) Fabel
Fabel adalah cerita yang tokoh-tokohnya binatang. Binatang-
binatang diceritakan hidup dan bermasyarakat seperti manusia.
Misalnya cerita Banteng dan Buaya, serta Burung Bnagau dan Ikan
Gabus.59
4) Legenda
Legenda adalah cerita yang berhubungan dengan keajaiban alam.
Misalnya Sangkuriang, Si Malin Kundang, dan Telaga Warna.60
Pendapat lain mengenai legenda, legenda atau legende adalah
55 Ibid. 56 Bunanta, Op. Cit., h. 32. 57 Ermina Krismarsanti, Karangan Fiksi dan Nonfiksi, (Surabaya: PT. JePe Press Media
Utama, 2009), Cet. I, h. 2. 58 Ibid. 59 Ibid., h. 3. 60 Ibid.
28
dongeng mengenai asal mula suatu tempat atau mengenai keajaiban
alam. Misalnya: Cerita asal mula kota Surabaya, Cerita asal mula
terjadinya Gunung Tangkuban Perahu.61
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, penulis berkesimpulan bahwa
cerita rakyat merupakan cerita turun temurun dari tradisi lisan dan terdiri dari 3
jenis, yaitu mite, legenda dan dongeng.
5. Teks Cerita Rakyat Batu Menangis dari Kalimantan Barat
Batu Menangis
Alkisah tinggallah seorang ibu bersama seorang anaknya di tempat terpencil di sebuah desa. Mereka hidup dengan sederhana. Mereka hidup dari bertani. Setiap pagi mereka pergi ke ladang untuk menanam dan merawat tanaman mereka.
Anak ibu ini adalah seorang gadis yang sudah beranjak dewasa. Ia adalah gadis yang paling cantik di desa itu. Awalnya ia sendiri tak menyadari kecantikannya. Suatu hari seorang tetangganya mengatakan sesuatu kepadanya.
“Waahh, kamu cantik sekali!” Si gadis tersipu malu dan tersenyum. Ia mulai gemar memandangi cermin
selama berjam-jam, menyentuh-nyentuh wajahnya, berbedak, merapikan rambutnya, dan memakai wangi-wangian. Ia jadi gemar senyum-senyum sendiri di depan cermin.
“Duh, cantiknya aku ini,” kata si gadis itu memuji dirinya sendiri. Semua orang mulai mengagumi kecantikannya. Para pemuda pun begitu
banyak yang berniat untuk segera melamarnya. Kecantikan gadis ini membuatnya lupa pada dirinya yang dulu. Dulu ia memegang cangkul, menanam jagung, dan menggendong sayuran. Kini ia tidak mau lagi melakukannya. Ia jadi malas dan setiap keinginannya harus segera dituruti. Hari demi hari berlalu. Sikap gadis ini menjadi semakin berubah. Ibunya yang baik hati dan sabar tetap menyayangi anak satu-satunya itu.
“Nak, kecantikanmu memang membuat banyak orang kagum kepadamu. Namun, apalah artinya jika engkau sekarang malas melakukan pekerjaan dan menjadi angkuh?” kata ibunya lembut.
“Ibu! Ibu tidak tahu apa itu kecantikan? Kecantikan adalah anugerah Tuhan, Bu.
Hargai, hargai, Bu!” kata anak itu dengan kasar. “Ya, Anakku. Ibu tahu. Tapi, bukan berarti kamu harus menjadi malas
seperti ini dan menyuruh-nyuruh ibu semaumu.” “Sudah, Ibu, sudah!! Aku harus menjadi diriku sendiri dan aku sekarang
sudah dewasa.”
61 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. I, h. 101.
29
Ibunya hanya terdiam melihat anaknya yang semakin berubah itu. Hatinya mulai sedih. Namun, karena rasa sayangnya kepada anak itu, sang ibu terus berusaha menuruti apa pun keinginannya.
Setiap malam ibunya berdoa, memohon kepada Tuhan untuk menyadarkan anak gadisnya itu. Demikian juga ia setiap hari menasehatinya supaya mau bergaul dengan masyarakat sekitar. Belakangan ia sangat enggan untuk keluar rumah. Ia tidak mau kulitnya terbakar sinar matahari dan terkena debu.
Berkali-kali ibunya menasehati hingga akhirnya si Gadis mau menuruti. Suatu ketika saat ibu hendak pergi ke pasar, si Gadis diajaknya serta.
“Aku mau pergi bersama Ibu, tapi jangan sekali-kali Ibu mengatakan bahwa aku adalah anak Ibu,” kata anak durhaka itu kepada ibunya.
Ibunya hanya terdiam sambil meneteskan air matanya. Hatinya sedih dan perih melihat sikap anaknya yang durhaka itu. keesokan harinya mereka pergi ke pasar. Ketika berjalan, gadis itu memilih berada di depan dan ibunya di belakang. Tak diperbolehkannya ibunya dekat-dekat dengannya. Mereka yang melihat ibu dan anak gadis cantik itu saling berbisik satu sama lain.
“Wah, cantik sekali. Gadis dari mana itu?” “Wajah mereka tampak sama? Tapi kok... Penampilan mereka beda?” “Cantik benar gadis itu, baru kali ini aku melihatnya.” “Bukankah mereka ibu dan anak yang tinggal di desa itu?” “Apa benar mereka ibu dan anak?” “Bukan! Ia bukan ibuku. Ia adalah pembantuku!” Kata gadis itu tak
mengakui ibunya. Ibunya hanya menunduk sedih dan hatinya sangat terluka. Sesampainya di rumah, sang Ibu mengurung diri dalam kamar dan berdoa
kepada Tuhan. “Tuhan, hambamu tak sanggup lagi menerima perlakuan anak hamba yang
durhaka dan sombong itu. Dengan cara apakah engkau akan menghukumnya supaya ia sadar. Biarlah kehendakmu yang terjadi Tuhan.”
Seketika itu juga anak gadis yang cantik itu, yang sedang berada di belakang rumahnya, berubah menjadi sebuah batu. Batu itu menangis menyesali perbuatannya kepada ibunya. Siang dan malam ia terus menangis. Ia tak bisa lagi memandang wajahnya di depan cermin. Sekarang ia tidak lagi dikenal sebagai si Gadis cantik, tapi sebagai si Batu menangis.
Gadis yang cantik, manis, lemah lembut, baik hati, dan tidak sombong adalah dambaan setiap orang tua dan orang-orang di sekelilingnya. Namun lain halnya ketika seorang gadis sangatlah cantik, tapi kasar, tidak baik hati, dan sombong. Ia pastilah akan dijauhi banyak teman.62
62 Yusup Kristianto, Cerita Rakyat Indonesia Sabang – Merauke, (Yogyakarta: Nyo-nyo, 2010), h.108-110.
30
D. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan skripsi penelitian ini yaitu skripsi dari saudara
Nur Hidayat (NIM. 1112013000029), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Skripsinya berjudul Pengaruh Media Gambar terhadap Kemampuan
Menulis Pantun pada Siswa Kelas VII MTs. Al-Mursyidiyyah Pamulang,
Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil skripsinya,
diperoleh data bahwa media gambar memiliki pengaruh terhadap kemampuan
menulis pantun siswa pada kelas VII MTs. Al-Mursyidiyyah tersebut.
Perbedaan dan persamaan penelitian skripsi Nur Hidayat dengan skripsi ini
adalah:
1. Nur Hidayat melakukan penelitian pada tahun 2017, sedangkan penelitian
dalam skripsi ini dilakukan pada tahun 2019.
2. Subjek penelitian dalam skripsi Nur Hidayat yaitu siswa kelas VII MTs. Al-
Mursyidiyyah Pamulang, sedangkan subjek penelitian dalam skripsi ini adalah
siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
3. Objek penelitian dalam skripsi Nur Hidayat dan penelitian skripsi ini adalah
pantun.
4. Media yang digunakan dalam skripsi Nur Hidayat adalah media gambar,
sedangkan dalam penelitian skripi ini menggunakan media cerita rakyat.
5. Hasil penelitian dalam skripsi Nur Hidayat adalah diperoleh data bahwa media
gambar memiliki pengaruh terhadap kemampuan menulis pantun siswa pada
kelas VII MTs. Al-Mursyidiyyah, sedangkan hasil penelitian dalam skripsi ini
adalah siswa kelas VII MTs Nurul Falah mampu memanfaatkan cerita rakyat;
Batu Menangis dalam keterampilan menulis pantun, 92% siswa sudah
mencapai KKM.
Penelitian relevan yang kedua yaitu skripsi dari saudara Arifatul Latifah
(NIM. 2101411035), mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang (2015). Skripsinya
berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun Menggunakan Model
Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction)
dengan Media Kartu Pantun pada Kelas VII F SMPN 24 Semarang. Berdasarkan
31
hasil analisis data, dapat diketahui bahwa kemampuan menulis pantun siswa
setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dengan media
kartu pantun telah mencapai hasil yang baik. Hasil tes menulis cerpen pada siklus
I diperoleh nilai rata-rata 78,25. Setelah dilakukan tindakan siklus II diperoleh
nilai rata-rata 85,83 mengalami peningkatan sebesar 7,58.
Perbedaan dan persamaan penelitian skripsi Arifatul Latifah dengan
penelitian skripsi ini adalah:
1. Arifatul Latifah melakukan penelitian pada tahun 2015, sedangkan penelitian
dalam skripsi ini dilakukan pada tahun 2019.
2. Subjek penelitian dalam skripsi Arifatul Latifah yaitu siswa kelas VII F SMPN
24 Semarang, sedangkan subjek penelitian dalam skripsi ini adalah siswa kelas
VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
3. Objek penelitian dalam skripsi Arifatul Latifah dan penelitian skripsi ini adalah
pantun.
4. Media yang digunakan dalam penelitian skripsi Arifatul Latifah adalah media
kartu pantun, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan media cerita
rakyat.
Penelitian relevan ketiga adalah skripsi dari Ciptawati Kusuma Ningrum (NIM.
A1G108059). Mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Bengkulu (2014).
Skripsinya berjudul Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Rakyat Melalui
Penggunaan Media Audio pada Siswa kelas V SDIT Iqra’ 2 Kota Bengkulu.. Jenis
penelitiannya menggunakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah
guru dan siswa kelas VA SDIT IQRA’2 kota Bengkulu. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah lembar obervasi dan lembar tes. menyimak cerita rakyat. Hasil
penelitiannya yaitu dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan media audio
dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kemampuan menyimak cerita
rakyat di kelas VA SDIT IQRA’2 Kota Bengkulu.
Perbedaan dan persamaan penelitian skripsi Ciptawati Kusuma Ningrum
dengan penelitian skripsi ini adalah:
32
1. Ciptawati Kusuma Ningrum melakukan penelitian pada tahun 2014, sedangkan
penelitian dalam skripsi ini dilakukan pada tahun 2019.
2. Subjek penelitian dalam skripsi Ciptawati Kusuma Ningrum yaitu siswa kelas
VA SDIT IQRA’2 Kota Bengkulu, sedangkan subjek penelitian dalam skripsi
ini adalah siswa kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
3. Media yang digunakan dalam penelitian Ciptawati Kusuma Ningrum yaitu
Media Audio Cerita Rakyat, sedangkan media yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini adalah cerita rakyat Batu Menangis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, yang
beralamat di Jalan Panda Raya No.50, Kampung Peladen, Kelurahan Pondok
Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Kode Pos 15412. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 5 November 2018
sampai dengan 18 April 2019, periode semester genap tahun pelajaran 2018/2019.
B. Metode Penelitian Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah sistematis.1 Sedangkan yang dimaksud dengan
metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan
analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.2 Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bodgan & Taylor dalam Imam
Gunawan, adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati
yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).3
Flick dalam Imam Gunawan mengemukakan mengenai penelitian
kualitatif, penelitian kualitatif ialah specific relevance to the study of social
relations, owing to the fact of the pluralization of life worlds. Penelitian kualitatif
adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan
fakta dari pluralisasi dunia kehidupan.4
Lebih lanjut, Creswell dalam Imam Gunawan mengemukakan bahwa.
A qualitative approach is one in which the inquirer often makes knowledge claims based primarily on constructivist prespectives (i.e. the multiple meanings of individual experience meanings socially and historically
1 Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. II, h. 41.
2 Donald Ary, dkk., Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional., 1982), h. 50.
3 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori & Praktik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h. 82.
4 Ibid., h. 81.
33
34
constructed, with an intent of developing a theory or pattern) or advocacy/participatory perspectives (i.e. political, issue-oriented, collaborative or change oriented) or both. (Pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasaarkan perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya.5 Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi,
perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran
angka.6 Mengenai penelitian kualitatif, Imam Gunawan menyatakan,
Penelitian kualitatif membangun pengetahuan melalui interpretasi terhadap multiperspektif, dari berbagai masukan segenap partisipan yang terlibat di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman individu, dan sejarah. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam.7 Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam sebuah
literatur Bahasa Inggris, dikatakan “Description represents in words our sensory
impressions caught in a moment of time.”8 Yang artinya deskripsi menampilkan
kata-kata dalam pandangan penglihatan kita dalam sebuah waktu.
Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah
peneliti sendiri.9 Jadi, dalam hal ini peneliti sebagai instrumen penelitian. Sebab,
peneliti tersebut harus terjun sendiri ke lapangan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, hal yang dianalisis dan
dideskripsikan adalah hasil pantun siswa berdasarkan cerita rakyat; Batu
Menangis.
5 Ibid. 6 Ibid. 7 Ibid., h. 85-86. 8 Barnet & Stubbs’s, Practical Guide to Writing, (Canada: Library of Congress
Cataloging in Publication Data, 1983), h.160. 9 Ibid., h. 80.
35
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
membaca, mempelajari, dan meneliti buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan
dengan tema skripsi penulis.
2. Studi lapangan (field researchi), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
data-data yang diperoleh dari lapangan (MTs. Nurul Falah Pondok Ranji), yaitu
seperti: observasi, wawancara, serta data-data sekolah yang diperoleh dari bagian
Tata Usaha (T.U) di sekolah MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
C. Subjek Penelitian Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Dengan demikian, dalam penelitian ini yang menjadi subjek
penelitian adalah peserta didik kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, yang
berjumlah 25 orang.
D. Objek Penelitian Objek dalam penelitian skripsi ini adalah pantun nasihat berdasarkan cerita
rakyat Batu Menangis.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik atau cara pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informasi yang
penulis peroleh berbentuk dokumen dan catatan peristiwa yang kemudian diolah
menjadi data.
1. Jenis dan Sumber Data
Prosedur pengambilan data penelitian menggunakan dua jenis data, yaitu:
a. Data primer. Data primer yang dimaksud adalah data-data yang penulis peroleh
dari pihak sekolah MTs. Nurul Falah.
b. Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa kutipan-kutipan
dari wawancara dan juga lembar tugas siswa.
36
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Observasi.
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan
selama penelitian.10 Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar,
siswa belajar, kepala sekolah yang sedang memberikan pengarahan, personil
bidang kepegawaian yang sedang rapat, dsb.11 Observasi ini dilakukan di sekolah
MTs. Nurul Falah Pondok Ranji. Penulis melakukan pengamatan langsung yang
ada di lingkungan sekolah, dan juga mengamati proses pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar dan juga mengamati perkembangan siswa di sekolah MTs. Nurul
Falah Pondok Ranji.
b. Wawancara.
Setyadin dalam Imam Gunawan mengemukakan, yang dimaksud dengan
wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu
dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan
secara fisik.12 Penulis melakukan wawancara dengan tujuan untuk menggali
informasi dari informan, dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan
dalam penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai tiga orang peserta
didik dari kelas VII MTs. Nurul Falah Pondok Ranji yang mendapat nilai
tertinggi, terendah, dan sedang, dengan menggunakan sistem wawancara
terstruktur, yakni penulis sudah membuat instrumen pedoman wawancara
sebelumnya. Selain itu, penulis juga mewawancarai kepala sekolah MTs. Nurul
Falah Pondok Ranji, yaitu Bapak Saudin Noor, S.Ag., juga berdasarkan instrumen
pedoman wawancara yang telah penulis buat. Di sini, penulis mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan permasalahan. Berikut adalah tabel daftar
pertanyaan untuk wawancara terstruktur, antara lain.
10 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia, 2010), h. 116. 11 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 220. 12 Gunawan, Op.Cit., h. 160.
37
1) Pertanyaan Wawancara untuk Kepala Sekolah
Tabel 3.1 Instrumen Wawancara untuk Kepala Sekolah
No. Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai cara mengajar guru Bahasa
Indonesia di sekolah ini?
2. Apakah Bapak selalu memberikan kritikan, saran atau masukan
kepada setiap guru, terutama dalam kegiatan mengajar, khususnya
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia?
3. Apakah sejauh ini Bapak memantau sumber atau bahan pelajaran dan
media yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar?
4. Apakah guru-guru di sini, khususnya guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia sering mengajak Bapak berdiskusi mengenai strategi,
metode ataupun media yang mereka gunakan dalam kegiatan belajar
mengajar?
5. Di sekolah ini, apakah setiap guru membuat RPP dan Silabus?
6. Menurut Bapak, apakah kreativitas itu sangat diperlukan bagi
seorang guru?
7. Apakah sejauh ini guru-guru hanya menggunakan metode mengajar
yang konvensional atau ceramah saja?
8. Apakah di sekolah ini pernah diadakan pelatihan menulis?
9. Menurut pengamatan Bapak, apakah setiap guru, khususnya guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia wajib menggunakan media
pembelajaran khusus?
10. Bagaimana pendapat Bapak mengenai guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia menerapkan penggunaan media cerita rakyat, dalam
kegiatan belajar mengajarnya?
11. Apakah menurut Bapak media cerita rakyat cocok diterapkan dalam
pembelajaran menulis pantun?
12. Adakah hambatan-hambatan yang dikeluhkan oleh guru-guru
terutama mengenai proses kegiatan belajar mengajar di sekolah?
38
13. Upaya apa saja yang Bapak lakukan agar guru dapat lebih kreatif lagi
dalam mengajar?
14. Saran apa yang Bapak berikan kepada guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk lebih meningkatkan kreativitasnya dalam mengajar?
2) Pertanyaan Wawancara untuk Siswa
Tabel 3.2 Instrumen Wawancara untuk Siswa
No. Daftar Pertanyaan 1. Apakah kamu menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia?
2. Bagaimana pendapatmu mengenai guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia ketika menyampaikan materi pelajaran di kelas?
3. Bagaimanakah gurumu biasanya menerangkan materi pelajaran
Bahasa Indonesia? Dengan metode ceramah sajakah atau ada metode
lain?
4. Apakah kamu menyukai guru yang memaparkan materi secara
konvensional (ceramah saja), ataukah menyukai guru yang
menggunakan media dalam kegiatan pembelajarannya?
5. Apakah gurumu sering menggunakan media dalam pembelajaran di
kelas?
6. Bagaimana pendapatmu mengenai penggunaan cerita rakyat sebagai
media dalam pembelajaran menulis pantun? Apakah cukup
membantu atau tidak?
7. Media apa saja yang paling kamu sukai ketika gurumu menerangkan
materi pelajaran?
8. Ketika gurumu menerangkan materi tentang pantun, apakah kamu
memahaminya?
9. Apakah kamu memahami cara menulis pantun dengan baik dan
benar?
10. Apakah kamu merasa kesulitan dalam menulis pantun? Dan apa
alasannya?
39
11. Apakah kamu menyukai pembelajaran menulis pantun?
12. Adakah pesan atau amanat yang dapat kamu petik dari cerita rakyat;
Batu Menangis tersebut?
13. Apakah kamu bisa menulis pantun berdasarkan cerita rakyat yang
dipaparkan oleh gurumu?
14. Saran apa yang kamu berikan kepada guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia terutama dalam hal proses pembelajaran di kelas?
c. Dokumentasi.
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.13 Dokumen dapat berupa catatan
pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus,
rekaman kaset, rekaman video, foto dan lain sebagainya.14 Dokumentasi yang
akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa foto-foto kegiatan belajar mengajar
di kelas, hasil transkrip wawancara, dokumen teks hasil pantun siswa, dan data
penunjang lainnya yang berupa arsip-arsip sekolah yang berkaitan dengan
penelitian ini, seperti profil lengkap sekolah MTs. Nurul Falah Pondok Ranji, baik
tentang visi misinya, infrastruktur, maupun sumber daya manusia yang ada di
dalamnya.
F. Teknik Analisis Data Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengategorikannya sehingga
diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.15 Hal
tersebut dilakukan untuk mendapatkan pola hubungan yang sistematis mengenai
permasalahan yang diteliti sehingga bisa menyimpulkan suatu tema umum dari
hasil penilaian tersebut. Samarin mengungkapkan, bahwa dalam menganalisis
data bisa terjadi kesalahan, seperti dalam kutipan berikut.
13 Usman, Op.Cit., h. 69. 14 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), h. 101. 15 Gunawan., Op.Cit., h. 209.
40
In analysis many things can go wrong. The most common error is simply failing to see the better way of describing the same data.16 (Dalam analisis banyak berbagai hal dapat terjadi kesalahan. Paling banyak kesalahan umum gagal dalam melihat cara yang baik untuk menggambarkan data yang sama).
Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu.
1. Data Observasi. Data hasil observasi atau pengamatan yang penulis peroleh
berupa adanya data-data terkait profil sekolah, profil guru dan lain sebagainya,
yang terkait dengan lingkungan sekolah.
2. Data Wawancara. Data hasil wawancara dari tiga orang siswa dan satu kepala
sekolah yang penulis dapatkan, nantinya akan di deskripsikan pada bagian
pembahasan untuk memperkuat analisis penelitian penulis.
3. Data Dokumentasi. Data dokumentasi yang penulis dapatkan berupa foto-foto,
hasil transkrip wawancara, dokumen teks hasil pantun siswa akan penulis
cantumkan dalam bagian lampiran. Data hasil wawancara dan data-data sekolah
juga akan penulis gunakan untuk memperkuat analisis penulis pada bagian
pembahasan.
4. Teknik Penilaian. Penelitian ini menggunakan teknik penilaian yang berpedoman
dari buku Burhan Nurgiyantoro yang berjudul Penilaian Pembelajaran Bahasa
Berbasis Kompetensi. Menggunakan format rubrik penilaian sebagai berikut.17
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Pantun
No Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor Nilai
16 William J. Samarin, Field Linguistics: A Guide to Linguistics Field Work, (USA: Holt, Rinehart and Winston Inc., 1967), h. 199.
17 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, (Yogyakarta: Bpfe-Yogyakarta, 2016), Cet. VII, h. 526.
41
Catatan Pedoman Penskoran:
a. Penulis memberi tanda ceklis () pada skor yang dianggap sesuai dengan
pencapaian aspek-aspek yang dinilai.
b. Skor 5 diberikan apabila siswa mencapai aspek penilaian dengan sempurna, tanpa
ada kesalahan.
c. Skor 4 diberikan apabila terdapat satu kesalahan atau ketidaktepatan dalam aspek
penilaian yang telah ditentukan penulis.
d. Skor 3 diberikan apabila terdapat dua kesalahan atau ketidaktepatan dalam aspek
penilaian yang telah ditentukan penulis.
e. Skor 2 diberikan apabila terdapat tiga kesalahan atau ketidaktepatan dalam aspek
penilaian yang telah ditentukan penulis.
f. Skor 1 diberikan apabila terdapat lebih dari tiga kesalahan atau ketidaktepatan
dalam aspek penilaian yang telah ditentukan penulis.
g. Skor minimal siswa adalah 5. Dan skor maksimalnya adalah 25.
h. Nilai diperoleh dengan cara:
(skor yang diperoleh : skor maksimal) X 10018
i. Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Bahasa Indonesia di
MTs.Nurul Falah Pondok Ranji adalah 70.
j. Persentase Siswa diperoleh dari:
(Jumlah siswa yang diperoleh : Jumlah seluruh siswa) 100%
Kriteria Penilaian Hasil Pantun Berdasarkan Rentang Nilai yang Diperoleh:
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Pantun Berdasarkan Rentang Nilai
No. Kriteria Penilaian Rentang Nilai
1. Nilai Terendah 0-69
2. Nilai Sedang 70-84
3. Nilai Tertinggi 85-100
18 Ibid, h. 391.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Profil Sekolah 1. Identitas Sekolah
Nama Yayasan : Yayasan Nurul Falah
Nama Madrasah : MTs.Nurul Falah Pondok Ranji
Alamat : Jl.Panda Raya No.50 RT 02/06 Peladen
Pondok Ranji, Ciputat Timur – Tangerang
Selatan, Banten. 15412
Nomor Telepon : 021-22737142
NSM : 121236740032
Jenjang Akreditasi : Terakreditasi B
SK dan Tahun Pendirian : W 1/1/PP.00.5/1857/2001
Status Tanah : Hak Guna Pakai ( Fasilitas Umum )
a. Surat Kepemilikan Tanah : Hak Guna Pakai ( Fasilitas Umum )
b. Luas Tanah : 5.327,5 m2
Situasi Bangunan : Hak Milik
2. Pengurus Yayasan
Pengurus yayasan pada saat yayasan ini didirikan adalah:
Pendiri Yayasan : H. Arsyad
Saidih Fauzi, S.Ag.
Ketua : Namad Syafe’i, S.Ag.
Sekretaris : Salman Al-Farisi
Anggota : Saudin Noor, S.Ag.
Munasik, S.Sos.
Namad Syafe’i, S.Ag.
Jayadih, S.Pd.
42
43
Pengurus Yayasan Nurul Falah saat ini:
Pembina Yayasan : H. Arsyad
Ketua : Abu Yazid, S.Ag., M.Pd.
Sekretaris : Jayadih, S.Pd.
Bendahara : Nursodikin, S.Pd.
Pengawas : Saudin Noor, S.Ag.
3. Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah Pondok Ranji
a. Struktur Organisasi
Kepala Sekolah : Saudin Noor, S.Ag.
Wakil Bidang Kurikulum : Natiqoh, S.Sos.
Wakil Bidang Kesiswaan : Katinem, S.Pd.I.
Ketua Komite : Markasan. C
Bendahara : Anita, S.Pi.
Tata Usaha : Devita Sari
Satpam : Mamad
Anggota : Seluruh Dewan Guru
b. Visi dan Misi
Visi : Beriman, Bertakwa, Berteknologi,
Berkarakter, dan Berbuat Ikhlas (B5)
Misi :Menyelenggarakan pendidikan
secara profesional, inovatif dan
selalu berupaya meningkatkan
pelayanan dan kepuasan stakeholder.
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik dan tenaga kependidikan di MTs. Nurul Falah
Pondok Ranji sebagian besar merupakan orang-orang dengan latar
belakang bidang ilmu pendidikan, dan sebagiannya lagi dari luar
bidang ilmu pendidikan. Meskipun demikian, guru-guru (pendidik)
dan tenaga kependidikan di MTs. Nurul Falah Pondok Ranji dapat
bekerja secara professional. Berikut adalah data tenaga pendidik
dan kependidikan di MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
44
Tabel 4.1 Daftar Tenaga Pendidik dan Kependidikan
No. Nama Pendidikan Terakhir
Jabatan Mata Pelajaran
1. Saudin Noor, S.Ag.
S1 – STAI Al-Hikmah
Kepala Madrasah
Akidah Akhlak
2. Natiqoh, S.Sos.
S1 – UIN Jakarta
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
3. Katinem, S.Pd.I.
S1 – STAI Lan Taboer Jakarta
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan Prakarya
4. Anita, S.Pi. S1 – IPB Bogor
Bendahara Matematika dan IPA Terpadu
5. Drs. Kholil Anshor.
S1 – UIN Jakarta
Guru Fiqih
6. Jayadih, S.Pd. S1 – STAI Ar-Rahmaniah
Guru PKN
7. Drs. Nasib. R.M.
S1 – STAI As-Syafi’iyah
Guru Bahasa Arab
8. H. Nurhasan, S.Pd.I.
S1 – STAI Al-Hikmah
Guru Bahasa Inggris
9. Entin Kholisoh, Amd.
D3 – UIN Jakarta
Guru Seni Budaya
10. Hasyim Adnan, S.Ag.
S1 – STIT Darma Jakarta
Guru Guru Ekstrakulikuler Pramuka
11. Rahman Sugiarto, S.E.
S1 – STIE Ahmad Dahlan
Guru Penjasorkes
11. Wahyudi S1 – STIE Al-Amin
Guru Qur’an Hadis
12. Yayah Nur Asyani
S1 – UIN Jakarta (masih berlangsung)
Guru Bahasa Indonesia
13. M. Fariz Ruslan
S1 – PTIQ (masih
Guru Baca Tulis Qur’an (BTQ)
45
berlangsung) 14. Wanda HP S1 –
UNPAM (masih berlangsung)
Guru Komputer
15. Devita Sari D3 – UNPAM
Tata Usaha
16. Mamad - Satpam
Tabel 4.2 Daftar Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Jumlah Tenaga Pendidik 14 orang
Jumlah Tenaga Kependidikan 2 orang
Total 16 orang
d. Siswa
Berikut ini adalah tabel daftar siswa dan jumlah rombongan
belajar (rombel) di Mts. Nurul Falah Pondok Ranji.
Tabel 4.3 Daftar Jumlah Siswa MTs. Nurul Falah Pondok Ranji
L/P Kelas Jumlah
VII VIII IX
Laki-Laki 13 18 12 43
Perempuan 12 10 4 26
Jumlah 25 28 16 69
Tabel 4.4 Daftar Jumlah Rombongan Belajar (Rombel)
Kelas Jumlah Rombongan Belajar
VII 1
VIII 1
IX 1
Total Rombel 3
46
B. Persiapan Proses Kegiatan Belajar Mengajar 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah. Sebelum penelitian dimulai,
penulis terlebih dahulu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). RPP dibuat dengan tujuan agar kegiatan belajar mengajar
selama penelitian bisa berjalan dengan baik.
2. Menentukan Media Pembelajaran.
Media pembelajaran yang penulis pilih untuk penelitian ini adalah
dengan menggunakan media cerita rakyat, dengan judul Batu
Menangis. Cerita rakyat Batu Menangis ini adalah cerita rakyat yang
berasal dari Kalimantan Barat. Penulis menggunakan media cerita
rakyat dalam penelitian ini karena penulis ingin mengetahui sejauh
mana peserta didik bisa memanfaatkan media cerita rakyat ini dalam
penulisan pantun mereka. Penulis memilih cerita rakyat Batu Menangis,
karena di dalam cerita Batu Menangis, mengandung pesan-pesan moral
yang baik. Sebatas pengetahuan penulis, tanpa adanya media, peserta
didik seringkali merasa kesulitan dalam membuat pantun. Dalam
menulis pantun, selain pengetahuan tentang pantun, yang dibutuhkan
adalah imajinasi yang baik. Dengan adanya media cerita rakyat ini,
diharapkan peserta didik dapat berkreasi menulis pantun dengan baik.
C. Teks Cerita Rakyat; Batu Menangis dari Kalimantan Barat
Batu Menangis
Alkisah tinggallah seorang ibu bersama seorang anaknya di tempat terpencil di sebuah desa. Mereka hidup dengan sederhana. Mereka hidup dari bertani. Setiap pagi mereka pergi ke ladang untuk menanam dan merawat tanaman mereka.
Anak ibu ini adalah seorang gadis yang sudah beranjak dewasa. Ia adalah gadis yang paling cantik di desa itu. Awalnya ia sendiri tak menyadari kecantikannya. Suatu hari seorang tetangganya mengatakan sesuatu kepadanya.
“Waahh, kamu cantik sekali!” Si gadis tersipu malu dan tersenyum. Ia mulai gemar memandangi
cermin selama berjam-jam, menyentuh-nyentuh wajahnya, berbedak,
47
merapikan rambutnya, dan memakai wangi-wangian. Ia jadi gemar senyum-senyum sendiri di depan cermin.
“Duh, cantiknya aku ini,” kata si gadis itu memuji dirinya sendiri. Semua orang mulai mengagumi kecantikannya. Para pemuda pun
begitu banyak yang berniat untuk segera melamarnya. Kecantikan gadis ini membuatnya lupa pada dirinya yang dulu. Dulu ia memegang cangkul, menanam jagung, dan menggendong sayuran. Kini ia tidak mau lagi melakukannya. Ia jadi malas dan setiap keinginannya harus segera dituruti. Hari demi hari berlalu. Sikap gadis ini menjadi semakin berubah. Ibunya yang baik hati dan sabar tetap menyayangi anak satu-satunya itu.
“Nak, kecantikanmu memang membuat banyak orang kagum kepadamu. Namun, apalah artinya jika engkau sekarang malas melakukan pekerjaan dan menjadi angkuh?” kata ibunya lembut.
“Ibu! Ibu tidak tahu apa itu kecantikan? Kecantikan adalah anugerah Tuhan, Bu.
Hargai, hargai, Bu!” kata anak itu dengan kasar. “Ya, Anakku. Ibu tahu. Tapi, bukan berarti kamu harus menjadi
malas seperti ini dan menyuruh-nyuruh ibu semaumu.” “Sudah, Ibu, sudah!! Aku harus menjadi diriku sendiri dan aku
sekarang sudah dewasa.” Ibunya hanya terdiam melihat anaknya yang semakin berubah itu.
Hatinya mulai sedih. Namun, karena rasa sayangnya kepada anak itu, sang ibu terus berusaha menuruti apa pun keinginannya.
Setiap malam ibunya berdoa, memohon kepada Tuhan untuk menyadarkan anak gadisnya itu. Demikian juga ia setiap hari menasehatinya supaya mau bergaul dengan masyarakat sekitar. Belakangan ia sangat enggan untuk keluar rumah. Ia tidak mau kulitnya terbakar sinar matahari dan terkena debu.
Berkali-kali ibunya menasehati hingga akhirnya si Gadis mau menuruti. Suatu ketika saat ibu hendak pergi ke pasar, si Gadis diajaknya serta.
“Aku mau pergi bersama Ibu, tapi jangan sekali-kali Ibu mengatakan bahwa aku adalah anak Ibu,” kata anak durhaka itu kepada ibunya.
Ibunya hanya terdiam sambil meneteskan air matanya. Hatinya sedih dan perih melihat sikap anaknya yang durhaka itu. keesokan harinya mereka pergi ke pasar. Ketika berjalan, gadis itu memilih berada di depan dan ibunya di belakang. Tak diperbolehkannya ibunya dekat-dekat dengannya. Mereka yang melihat ibu dan anak gadis cantik itu saling berbisik satu sama lain.
“Wah, cantik sekali. Gadis dari mana itu?” “Wajah mereka tampak sama? Tapi kok... Penampilan mereka
beda?” “Cantik benar gadis itu, baru kali ini aku melihatnya.” “Bukankah mereka ibu dan anak yang tinggal di desa itu?” “Apa benar mereka ibu dan anak?”
48
“Bukan! Ia bukan ibuku. Ia adalah pembantuku!” Kata gadis itu tak mengakui ibunya.
Ibunya hanya menunduk sedih dan hatinya sangat terluka. Sesampainya di rumah, sang Ibu mengurung diri dalam kamar dan
berdoa kepada Tuhan. “Tuhan, hambamu tak sanggup lagi menerima perlakuan anak
hamba yang durhaka dan sombong itu. Dengan cara apakah engkau akan menghukumnya supaya ia sadar. Biarlah kehendakmu yang terjadi Tuhan.”
Seketika itu juga anak gadis yang cantik itu, yang sedang berada di belakang rumahnya, berubah menjadi sebuah batu. Batu itu menangis menyesali perbuatannya kepada ibunya. Siang dan malam ia terus menangis. Ia tak bisa lagi memandang wajahnya di depan cermin. Sekarang ia tidak lagi dikenal sebagai si gadis cantik, tapi sebagai si b atu menangis.
Gadis yang cantik, manis, lemah lembut, baik hati, dan tidak sombong adalah dambaan setiap orang tua dan orang-orang di sekelilingnya. Namun lain halnya ketika seorang gadis sangatlah cantik, tapi kasar, tidak baik hati, dan sombong. Ia pastilah akan dijauhi banyak teman.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Adelia.
Fatamorgana ternyata semu Namun Indahnya tiada terkira Patuhilah selalu nasihat ibumu Agar hidupmu tidak sengsara
Tabel 4.5
Penilaian Hasil Pantun Adelia No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 23 Nilai 92
Skor tertinggi pada pantun tersebut terdapat pada aspek kelogisan
sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiga aspek tersebut, masing-
masing diberi skor 5. Mengenai kelogisan sampiran dan isi, sampiran
49
pantun pada baris/larik pertama sudah logis dengan sampiran pantun pada
baris/larik kedua. Isi pantun di baris ketiga juga logis dengan isi pantun
pada baris keempat.
Mengenai aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita, tema yang
ada dalam cerita rakyat yang penulis sajikan yaitu mengenai kedurhakaan
atau anak yang durhaka pada ibunya. Tema yang terdapat dalam pantun
tersebut pun sudah sesuai sesuai dengan tema yang ada dalam cerita
rakyat. Mengenai penilaian kesesuaian pantun dengan pesan cerita,
pantun yang ditulis oleh Adelia, juga sudah sesuai dengan pesan yang
terkandung dalam cerita rakyat. Adelia berpesan dalam pantunnya
patuhilah selalu nasihat ibumu, agar hidupmu tidak sengsara. Sedangkan
pesan yang terdapat dalam cerita rakyat; Batu Menangis juga memberitahu
pada pembaca bahwa siapapun tidak boleh menjadi anak yang durhaka
pada orang tua, khususnya ibunda, juga siapapun harus menuruti nasihat
orang tua, agar tidak sengsara seperti tokoh wanita di dalam cerita rakyat;
Batu Menangis.
Lebih lanjut, penulis memberi skor 4 pada pantun tersebut, dalam
dua aspek. Pertama, dalam aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, dan
kedua dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan ejaan. Mengenai
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ciri-ciri pantun yang pertama yaitu
tiap bait pantun terdiri dari 4 baris/larik. Dalam pantun tersebut pun
terdiri dari 4 baris/larik. Kedua, tiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata.
Analisisnya sebagai berikut.
Fatamorgana ternyata semu: terdiri dari 10 suku kata Namun Indahnya tiada terkira: terdiri dari 11 suku kata Patuhilah selalu nasihat ibumu: terdiri dari 13 suku kata Agar hidupmu tidak sengsara: terdiri dari 10 suku kata
Mengenai pantun tersebut, di baris/larik ketiga terdiri dari 13 suku
kata. Artinya, pantun pada baris/larik ketiga belum memenuhi kriteria ciri
sebuah pantun dalam hal jumlah suku katanya.
Kemudian, ciri yang ketiga yaitu adanya sampiran dan isi. Dalam
pantun tersebut memiliki sampiran dan juga isi. Sampiran terletak di baris
pertama dan kedua, sedangkan isi pantunnya terletak pada baris/larik
50
ketiga dan keempat. Ciri pantun yang keempat yaitu, memiliki pola rima a-
a-a-a/a-b-a-b. Pada pantun tersebut memiliki pola rima a-b-a-b. Dapat
dicermati sebagai berikut.
Fatamorgana ternyata semu: memiliki bunyi rima akhir -mu Namun Indahnya tiada terkira: memiliki bunyi rima akhir -ra Patuhilah selalu nasihat ibumu: memiliki bunyi rima akhir -mu Agar hidupmu tidak sengsara: memiliki bunyi rima akhir –ra
Lebih lanjut, mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, pada
pantun tersebut ada penulisan huruf kapital yang tidak pada tempatnya,
yaitu pada pantun baris/larik kedua, Namun Indahnya tiada terkira.
Seharusnya ditulis Namun indahnya tiada terkira.
Secara keseluruhan, Adelia sudah mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Adelia sudah bisa menulis
pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian yang disediakan,
meskipun masih ada beberapa hal yang kurang sempurna, misalnya dalam
hal penulisan huruf kapital yang tidak pada tempatnya dan jumlah suku
kata yang berlebih. Berdasarkan hasil analisis, Adelia mendapatkan nilai
92. Nilai 92 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(23 : 25) X 100 = 92.
2. Adhitya Putra Lie Winata.
Pergi ke pasar membeli Semangka Pulangnya membeli Duku Janganlah engkau durhaka Agar tidak dikutuk menjadi Batu
Tabel 4.6 Penilaian Hasil Pantun Adhitya Putra Lie Winata
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 22
51
Nilai 88
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat pada aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut diberi skor 5. Mengenai penilaian
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ciri pantun yang pertama yaitu tiap
bait pantun terdiri dari 4 baris. Pantun yang ditulis oleh Adhitya Putra Lie
Winata pun sudah terdiri dari 4 baris. Kemudian, tiap baris terdiri dari 8 –
12 suku kata. Dapat dicermati sebagai berikut.
Pergi ke pasar membeli Semangka: terdiri dari 11 suku kata Pulangnya membeli Duku: terdiri dari 8 suku kata Janganlah engkau durhaka: terdiri dari 8 suku kata Agar tidak dikutuk menjadi Batu: terdiri dari 12 suku kata
Berdasarkan analisis pantun tersebut, sudah memenuhi syarat
penulisan jumlah suku katanya. Kemudian, pantun tersebut juga memiliki
sampiran dan isi. Sampiran terletak pada baris pertama dan kedua,
sedangkan isinya terletak pada baris ketiga dan keempat. Ciri pantun yang
selanjutnya yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun yang ditulis
oleh Adhitya Putra Lie Winata tersebut memiliki pola rima a-b-a-b.
Analisisnya dapat dicermati sebagai berikut.
Pergi ke pasar membeli Semangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Pulangnya membeli Duku: memiliki bunyi rima akhir -ku Janganlah engkau durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka Agar tidak dikutuk menjadi Batu: memiliki bunyi rima akhir -tu
Lebih lanjut, mengenai penilaian aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, pada pantun tersebut sudah logis antara sampiran pada baris
pertama dengan sampiran pada baris kedua, dan isinya juga sudah logis
antara isi pantun di baris ketiga dengan isi pantun di baris keempat.
Penilaian selanjutnya mengenai aspek kesesuaian pantun dengan tema
cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Pantun yang ditulis
oleh Adhitya Putra Lie Winata, bertema tentang anak yang durhaka, sama
dengan tema cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan.
Kemudian, pesan cerita yang terdapat dalam pantun yang ditulis oleh
Adhitya Putra Lie Winata juga sudah sesuai dengan pesan yang
52
terkandung dalam cerita rakyat. Dalam pantun tersebut, Adhitya Putra Lie
Winata berpesan:
Janganlah engkau durhaka Agar tidak dikutuk menjadi Batu
Lebih lanjut, dalam cerita rakyat; Batu Menangis juga penulisnya
memberi pesan bahwa seseorang tidak boleh menjadi anak yang durhaka.
Mengenai penilaian pada aspek ketepatan penulisan huruf dan ejaan,
penulis rasa masih ada beberapa hal yang kurang tepat. Analisisnya dapat
dicermati sebagai berikut.
Pergi ke pasar membeli Semangka Pulangnya membeli Duku Janganlah engkau durhaka Agar tidak dikutuk menjadi Batu
Kata Semangka pada pantun tersebut tidak boleh diawali dengan
huruf kapital. Seharusnya, penulisan yang tepat adalah Pergi ke pasar
membeli semangka.
Sama halnya seperti pantun di baris kedua, kata Duku tidak boleh di awali
dengan huruf kapital, karena duku adalah nama buah, bukan nama kota
atau nama tempat, dan lain sebagainya. Penulisan yang tepat adalah
Pulangnya membeli duku. Kemudian, pada pantun baris keempat, kata
Batu tidak boleh diawali dengan huruf kapital juga. Penulisan kalimat
yang tepat adalah Agar tidak dikutuk menjadi batu.
Secara keseluruhan, Adhitya Putra Lie Winata sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
kemampuannya menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang
kurang, misalnya dalam hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat.
Berdasarkan hasil analisis, Adhitya Putra Lie Winata mendapatkan nilai
88. Nilai 88 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(22 : 25) X 100 = 88.
53
3. Amel Olivia.
jalan-jalan ke surabaya jangan lupa naik kereta kalo ingin masuk surga Jangan durhaka kepada orang Tua
Tabel 4.7 Penilaian Hasil Pantun Amel Olivia
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dicapai dalam aspek kesesuaian dengan ciri-ciri
pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan
tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek
tersebut penulis memberinya skor 5. Mengenai aspek kesesuaian dengan
ciri-ciri pantun, pantun yang ditulis oleh Amel Olivia sudah sesuai dengan
ciri-ciri pantun. Pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut
memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Mengenai jumlah suku kata, dapat diamati sebagai berikut.
jalan-jalan ke Surabaya: memiliki 9 suku kata jangan lupa naik kereta: memiliki 9 suku kata kalo ingin masuk surga: memiliki 8 suku kata Jangan durhaka kepada orang Tua: memiliki 12 suku kata
Analisis tersebut membuktikan bahwa pantun tersebut memenuhi
syarat jumlah suku kata dalam pantun. Ciri selanjutnya yaitu adanya
sampiran dan isi. Pantun tersebut memiliki sampiran di baris pertama dan
kedua, sedangkan isinya terdapat di baris ketiga dan keempat. Kemudian,
ciri selanjutnya yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan
hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Mengenai pola
rima, dapat dilihat sebagai berikut.
jalan-jalan ke Surabaya: memiliki bunyi rima akhir -ya
54
jangan lupa naik kereta: memiliki bunyi rima akhir –ta kalo ingin masuk surga: memiliki bunyi rima akhir -ga Jangan durhaka kepada orang Tua: memiliki bunyi rima akhir -a
Penilaian selanjunya yaitu mengenai aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi. Sampiran dan isi yang terdapat dalam pantun tersebut sudah
cukup logis. Kemudian, penilaian mengenai kesesuaian pantun dengan
tema cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita, penulis menilai
bahwa tema dan pesan dalam pantun sudah sesuai. Keduanya sama-sama
bertema tentang kedurhakaan, dan keduanya juga berpesan agar pembaca
tidak boleh menjadi anak yang durhaka.
Lebih lanjut, penilaian dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, penulis memberinya skor 1, karena masih banyak ditemukan
kesalahan dalam penulisan hurufnya. Dapat dianalisis sebagai berikut.
jalan-jalan ke surabaya: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Surabaya jangan lupa naik kereta: seharusnya ditulis Jangan lupa naik kereta kalo ingin masuk surga: seharusnya ditulis Kalau ingin masuk surga Jangan durhaka kepada orang Tua: seharusnya ditulis Jangan durhaka kepada orang tua. Secara keseluruhan, Amel Olivia sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Amel Olivia sudah
mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan indikator-indikator
penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang
kurang, misalnya dalam hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat.
Berdasarkan hasil analisis, Amel Olivia mendapatkan nilai 84. Nilai 84
didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
4. Ardian Syah Fermana.
Jalan-Jalan nyari mertua tidak Lupa membeLi kerudung buat apa durhaka pada orang tua bukan nya untung malah buntung
55
Tabel 4.8
Penilaian Hasil Pantun Ardian Syah Fermana No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dicapai dalam pantun tersebut, terletak dalam aspek
kelogisan sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema
cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiga aspek tersebut
penulis memberinya skor 5. Mengenai aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, sampiran dan isi yang terdapat dalam pantun tersebut sudah
cukup logis. Kemudian, penilaian mengenai kesesuaian pantun dengan
tema cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita, bahwa tema dan
pesan dalam pantun sudah sesuai. Keduanya sama-sama bertema tentang
kedurhakaan, dan keduanya juga berpesan agar siapapun tidak menjadi
anak yang durhaka, karena tidak ada untungnya menjadi anak durhaka,
bukannya untung malah buntung (rugi), pesan Ardian Syah Fermana.
Mengenai aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, penulis
memberinya skor 4, karena ada salah satu ciri pantun yang tidak sesuai,
yakni mengenai jumlah suku kata dalam tiap barisnya. Analisisnya, ciri
pantun yang pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut
memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Mengenai jumlah suku kata, dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan nyari mertua: memiliki 9 suku kata tidak Lupa membeLi kerudung: memiliki 10 suku kata buat apa durhaka pada orang tua: memiliki 13 suku kata bukan nya untung malah buntung: memiliki 9 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku kata pada pantun baris
ketiga berjumlah 13 suku kata. Ini menunjukkan bahwa pantun tersebut
56
melebihi aturan/syarat dari jumlah suku kata sebuah pantun. Ciri
selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi. Pantun tersebut memiliki
sampiran di baris pertama dan kedua, sedangkan isinya terdapat di baris
ketiga dan keempat. Kemudian, ciri selanjutnya yaitu memiliki pola rima
a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan analisis penulis, pantun tersebut memiliki
pola rima a-b-a-b. Mengenai pola rima, dapat dilihat sebagai berikut.
Jalan-Jalan nyari mertua: memiliki bunyi rima akhir -a tidak Lupa membeLi kerudung: memiliki bunyi rima akhir -ung buat apa durhaka pada orang tua: memiliki bunyi rima akhir -a bukan nya untung malah buntung: memiliki bunyi rima akhir -ung
Lebih lanjut, penilaian dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, penulis memberinya skor 2, karena masih banyak ditemukan
kesalahan dalam penulisan hurufnya. Dapat dianalisis sebagai berikut.
Jalan-Jalan nyari mertua: seharusnya ditulis Jalan-jalan nyari mertua tidak Lupa membeLi kerudung: seharusnya ditulis Tidak lupa membeli kerudung buat apa durhaka pada orang tua: seharusnya ditulis Buat apa durhaka pada orang tua bukan nya untung malah buntung: seharusnya ditulis Bukannya untung malah buntung. Secara keseluruhan, Ardian Syah Fermana sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
Ardian Syah Fermana sudah mampu menulis pantun dengan baik, sesuai
dengan aspek penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada
beberapa hal yang kurang, misalnya dalam hal penulisan huruf kapital dan
ejaan yang tidak tepat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Ardian Syah
Fermana mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
5. Ayu Maya Afrilia.
Jalan-Jalan ke yogyakarta Jangan Lupa membeli nangka Kalau kamu tidak ingin berdosa berbaktilah kepada orang tua
57
Tabel 4.9 Penilaian Hasil Pantun Ayu Maya Afrilia
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 22 Nilai 88
Skor tertinggi dalam pantun tersebut ada pada aspek penilaian
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut penulis memberinya skor 5. Aspek
pertama mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ciri pantun yang
pertama yaitu tiap bait terdiri dari 4 baris/larik, pantun tersebut memiliki
4 baris/larik. Kedua, tiap baris tediri dari 8-12 suku kata. Mengenai
jumlah suku kata, dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke yogyakarta: memiliki 9 suku kata Jangan Lupa membeli nangka: memiliki 9 suku kata Kalau kamu tidak ingin berdosa: memiliki 11 suku kata berbaktilah kepada orang tua: memiliki 11 suku kata
Jika dilihat dari jumlah suku kata yang ada dalam pantun tersebut,
dapat dilihat bahwa Ayu Maya Afrilia sudah memahaminya. Kemudian,
ciri pantun yang selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi. Dalam pantun
tersebut, memiliki sampiran dan juga isi. Sampiran terletak pada baris
pertama dan kedua, sedangkan isi terletak pada baris ketiga dan keempat.
Ciri pantun selanjutnya yaitu, memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun
tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke yogyakarta: memiliki bunyi rima akhir -ta Jangan Lupa membeli nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Kalau kamu tidak ingin berdosa: memiliki bunyi rima akhir -sa berbaktilah kepada orang tua: memiliki bunyi rima akhir -a
Penilaian selanjutnya berkenaan dengan kelogisan sampiran dan
kelogisan isi. Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut sudah logis antara
58
tiap sampiran dan juga tiap isinya. Kemudian penilaian mengenai aspek
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Penulis menilai pantun yang ditulis oleh Ayu Maya Afrilia
tersebut sudah sesuai dengan tema dan juga pesan dari cerita rakyat yang
penulis sajikan. Masih berkaitan dengan kedurhakaan anak pada orang
tuanya, di sini Ayu Maya Afrilia berpesan bahwa kalau kamu tidak ingin
berdosa, berbaktilah pada orang tua.
Penilaian selanjutnya adalah pada aspek ketepatan penulisan huruf
dan ejaan. Penulis memberinya skor 2, karena dalam pantun tersebut,
masih terdapat kesalahan dalam penggunaan huruf kapital yang tidak
sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital. Analisisnya dapat dicermati
sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke yogyakarta: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Yogyakarta Jangan Lupa membeli nangka: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli nangka berbaktilah kepada orang tua: seharusnya ditulis Berbaktilah
kepada orang tua
Secara keseluruhan, Ayu Maya Afrilia sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
kemampuannya menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang
kurang, misalnya dalam hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat.
Berdasarkan hasil analisis, Ayu Maya Afrilia mendapatkan nilai 88. Nilai
88 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(22 : 25) X 100 = 88.
6. Fahmi Abdillah Askar.
Jalan-Jalan Ketemu Kak wawan Sambil membeLi semangka Jadi anak Jangan melawan nanti kamu akan masuk neraka
59
Tabel 4.10 Penilaian Hasil Pantun Fahmi Abdillah Askar
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut yaitu terdapat dalam aspek
penilaian kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian
pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek tersebut, penulis memberinya
skor 5. Penilaian pertama yaitu mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri
pantun. Penulis memberinya skor 5 karena Fahmi Abdillah Askar sudah
tepat dalam menuliskan pantun sesuai dengan ciri-ciri pantun. Dapat
dilihat, ciri yang pertama yaitu berkaitan dengan tiap bait pantun terdiri
dari 4 baris/larik. Pantun yang ditulis oleh Fahmi Abdillah Askar terdiri
dari 4 baris/larik. Selanjutnya, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata. Dapat
dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan Ketemu Kak wawan: terdiri dari 10 suku kata Sambil membeLi semangka: terdiri dari 8 suku kata Jadi anak Jangan melawan: terdiri dari 9 suku kata nanti kamu akan masuk neraka: terdiri dari 11 suku kata
Jika dilihat, mengenai jumlah suku katanya pada pantun tersebut,
sudah memenuhi kaidah penulisan pantun. Ciri pantun selanjutnya yaitu
adanya sampiran dan isi. Sampiran pada pantun tersebut terletak pada
baris pertama dan kedua, sedangkan isi dari pantun tersebut terletak pada
baris ketiga dan keempat. Kemudian, ciri pantun selanjutnya yaitu
memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun tersebut memiliki pola rima a-
b-a-b, dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan Ketemu Kak wawan: memiliki bunyi rima akhir -wan Sambil membeLi semangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jadi anak Jangan melawan: memiliki bunyi rima akhir -wan
60
nanti kamu akan masuk neraka: memiliki bunyi rima akhir –ka
Aspek penilaian mengenai kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
pantun tersebut sudah logis antara tiap sampirannya dan juga antara tiap
isinya. Kemudian mengenai kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
juga kesesuaian pantun dengan pesan cerita, tema dalam pantun yang
ditulis oleh Fahmi Abdillah Askar sudah sesuai dengan tema cerita rakyat;
Batu Menangis yang penulis sajikan, yaitu mengenai kedurhakaan/anak
yang durhaka. Dalam pantun tersebut Fahmi Abdillah Askar berpesan jadi
anak jangan melawan, nanti kamu akan masuk neraka. Sesuai dengan
kisah dalam cerita rakyat; Batu Menangis, yang menceritakan tentang
seorang anak gadis yang melawan orang tuanya, akhirnya malah mendapat
petaka di akhir hayatnya.
Skor terendah yang dicapai dalam pantun tersebut yaitu mengenai
ketepatan penulisan huruf dan ejaan. Pada aspek tersebut, diberi skor 1,
karena penulis menilai bahwa masih banyak kekurangan, terutama dalam
hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat, di antaranya.
Jalan-Jalan Ketemu Kak wawan: seharusnya ditulis Jalan-jalan ketemu kak Wawan Sambil membeLi semangka: seharusnya ditulis Sambil membeli semangka Jadi anak Jangan melawan: seharusnya ditulis Jadi anak jangan melawan nanti kamu akan masuk neraka: seharusnya ditulis Nanti kamu akan masuk neraka.
Secara keseluruhan, Fahmi Abdillah Askar sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
kemampuannya menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang
kurang, misalnya dalam hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, Fahmi Abdillah Askar mendapatkan
nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
61
7. Hasby Asidqi.
jalan jalan kekampung rawa jangan lupa membeli kerupuk jangan pernah melawan orang tua karna bisa kena kutuk
Tabel 4.11 Penilaian Hasil Pantun Hasby Asidqi
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut yaitu terdapat dalam aspek
penilaian kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian
pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek tersebut, penulis memberinya
skor 5. Penilaian pertama yaitu mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri
pantun. Penulis memberinya skor 5 karena Hasby Asidqi sudah tepat
dalam menuliskan pantunnya sesuai dengan ciri-ciri pantun. Dapat dilihat,
ciri yang pertama yaitu berkaitan dengan tiap bait pantun terdiri dari 4
baris/larik. Pantun yang ditulis oleh Hasby Asidqi terdiri dari 4 baris/larik.
Selanjutnya, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata. Dapat dilihat
analisisnya sebagai berikut.
jalan jalan kekampung rawa: memiliki 9 suku kata jangan lupa membeli kerupuk: memiliki 10 suku kata jangan pernah melawan orang tua: memiliki 11 suku kata karna bisa kena kutuk: memiliki 8 suku kata
Jika dilihat, mengenai jumlah suku katanya pada pantun tersebut,
sudah memenuhi kaidah penulisan pantun. Ciri pantun selanjutnya yaitu
adanya sampiran dan isi. Sampiran pada pantun tersebut terletak pada
baris pertama dan kedua, sedangkan isi dari pantun tersebut terletak pada
baris ketiga dan keempat. Kemudian, ciri pantun selanjutnya yaitu
62
memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun tersebut memiliki pola rima a-
b-a-b. Dapat diamati sebagai berikut.
jalan jalan kekampung rawa: memiliki bunyi rima akhir -wa jangan lupa membeli kerupuk: memiliki bunyi rima akhir -puk jangan pernah melawan orang tua: memiliki bunyi rima akhir -ua karna bisa kena kutuk: memiliki bunyi rima akhir –tuk
Aspek penilaian mengenai kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut sudah logis antara tiap
sampirannya dan juga antara tiap isinya. Kemudian mengenai kesesuaian
pantun dengan tema cerita dan juga kesesuaian pantun dengan pesan
cerita, tema dalam pantun yang ditulis oleh Hasby Asidqi sudah sesuai
dengan tema cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan, yaitu
mengenai kedurhakaan/anak yang durhaka. Dalam pantun tersebut Hasby
Asidqi berpesan jangan pernah melawan orang tua, karna bisa kena
kutuk.
Skor terendah yang dicapai dalam pantun tersebut yaitu mengenai
ketepatan penulisan huruf dan ejaan. Pada aspek tersebut, diberi skor 1,
karena penulis menilai bahwa masih banyak kekurangan, terutama dalam
hal penulisan huruf dan ejaan yang tidak tepat, seperti kutipan berikut.
jalan jalan kekampung rawa: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke kampung Rawa jangan lupa membeli kerupuk: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli kerupuk jangan pernah melawan orang tua: seharusnya ditulis Jangan pernah melawan oran tua karna bisa kena kutuk: seharusnya ditulis Karna bisa kena kutuk.
Secara keseluruhan, Hasby Asidqi sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Hasby Asidqi sudah
mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian
yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang tidak tepat,
misalnya dalam hal penulisan huruf kapital dan ejaannya yang tidak
sesuai. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Hasby Asidqi mendapatkan
nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
63
(21 : 25) X 100 = 84.
8. Ispan Egi.
Beli buah dirumah Fahreza Makan papaya sampai disana Jangan menyakiti hati orang tua Jika tidak mau di bilang durhaka
Tabel 4.12 Penilaian Hasil Pantun Ispan Egi
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 22 Nilai 88
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat pada aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut diberi skor 5. Mengenai penilaian
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ciri pantun yang pertama yaitu tiap
bait pantun terdiri dari dari 4 baris. Pantun tersebut pun terdiri dari 4
baris. Kemudian, tiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata. Dapat dilihat
analisisnya sebagai berikut.
Beli buah dirumah Fahreza: memiliki 10 suku kata Makan pepaya sampai disana: memiliki 10 suku kata Jangan menyakiti hati orang tua: memiliki 12 suku kata Jika tidak mau di bilang durhaka: memiliki 12 suku kata
Berdasarkan analisis pantun tersebut, sudah memenuhi syarat
penulisan jumlah suku katanya. Kemudian, pantun tersebut juga memiliki
sampiran dan isi. Sampiran terletak pada baris pertama dan kedua,
sedangkan isinya terletak pada baris ketiga dan keempat. Ciri pantun yang
selanjutnya yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun yang ditulis
oleh Ispan Egi, memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat diamati sebagai berikut.
64
Beli buah dirumah Fahreza: memiliki bunyi rima akhir -za Makan papaya sampai disana: memiliki bunyi rima akhir -na Jangan menyakiti hati orang tua: memiliki bunyi rima akhir -a Jika tidak mau di bilang durhaka: memiliki bunyi rima akhir –ka
Lebih lanjut, mengenai penilaian aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, pada pantun tersebut sudah logis antara sampiran pada baris
pertama dengan sampiran pada baris kedua, dan isinya juga sudah logis
antara isi pantun di baris ketiga dengan isi pantun di baris keempat.
Penilaian selanjutnya mengenai aspek kesesuaian pantun dengan tema
cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Pantun yang dibuat
oleh Ispan Egi bertema tentang kedurhakaan, sama dengan tema cerita
rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan. Kemudian, pesan dalam
pantun juga sudah sesuai dengan pesan yang terdapat dalam cerita rakyat;
Batu Menangis. Dalam pantun tersebut, Ispan Egi berpesan jangan
menyakiti hati orang tua, jika tidak mau dibilang durhaka.
Mengenai penilaian pada aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, ada beberapa hal yang kurang tepat. Maka dari itu, penulis
memberinya skor 2. Analisisnya adalah sebagai berikut.
Beli buah dirumah Fahreza: kata dirumah seharusnya ditulis di rumah Makan papaya sampai disana: kata disana seharusnya ditulis di sana Jika tidak mau di bilang durhaka: kata di bilang seharusnya ditulis dibilang Secara keseluruhan, Ispan Egi sudah mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Ispan Egi sudah mampu
menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian yang
penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang kurang, misalnya
dalam hal penggunaan kata depan dan kata imbuhan yang tidak sesuai.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, Ispan Egi mendapatkan nilai 88. Nilai
88 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(22 : 25) X 100 = 88.
65
9. Izat Ibrahim.
jalan2 Ke Cikupa jangan lupa membeli jambu jangan durhaka kepada orang tua agar kamu tidak menjadi batu
Tabel 4.13 Penilaian Hasil Pantun Izat Ibrahim
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut, penulis memberikan skor 5.
Mengenai aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, ciri pantun yang
pertama yaitu tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut memiliki 4
baris. Ciri selanjutnya yaitu, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Analisisnya adalah sebagai berikut.
jalan2 Ke Cikupa: memiliki 8 suku kata jangan lupa membeli jambu: memiliki 9 suku kata jangan durhaka kepada orang tua: memiliki 12 suku kata agar kamu tidak menjadi batu: memiliki 11 suku kata
Mengenai jumlah suku kata dalam pantun, Izat Ibrahim sudah
menulisnya dengan tepat. Kemudian, ciri pantun selanjutnya yaitu adanya
sampiran dan isi. Pantun tersebut tentu memiliki sampiran dan isi.
Sampiran dalam pantun tersebut ada di baris pertama dan kedua,
sedangkan isinya ada di baris ketiga dan keempat. Ciri pantun selanjutnya
yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun yang ditulis oleh Izat
Ibrahim memiliki pola rima a-b-a-b, dapat dicermati sebagai berikut.
jalan2 Ke Cikupa: memiliki bunyi rima akhir -pa
66
jangan lupa membeli jambu: memiliki bunyi rima akhir -bu jangan durhaka kepada orang tua: memiliki bunyi rima akhir -a agar kamu tidak menjadi batu: memiliki bunyi rima akhir -tu
Penilaian mengenai aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
berdasarkan hasil analisis, pantun yang ditulis oleh Izat Ibrahim sudah
logis antara tiap sampirannya dan juga antara tiap isinya. Tapi, yang
menjadi catatan penulis, isi dari pantun tersebut yang berbunyi Jangan
durhaka kepada orang tua, agar kamu tidak menjadi batu, sebetulnya
tidak semua orang yang durhaka pada orang tuanya lantas dapat berubah
menjadi batu, hanya saja itu mungkin terjadi apabila amarah orang tua
sudah tidak terbendung lagi, sampai akhirnya terpaksa mengutuk anaknya
menjadi batu. Tapi, biar bagaimanapun, janganlah sampai seseorang
berbuat durhaka pada orang tua..
Kemudian, penilaian pada aspek kesesuaian pantun dengan tema
cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita, menurut pendapat
penulis, tema pada pantun tersebut sudah sesuai dengan tema cerita rakyat
yang penulis sajikan, yakni mengenai kedurhakaan. Dan isi pesannya pun
sudah sesuai dengan cerita rakyat yang penulis sajikan. Dalam pantun
tersebut, Izat Ibrahim berpesan jangan durhaka kepada orang tua, agar
kamu tidak menjadi batu, sesuai dengan cerita rakyat; Batu Menangis,
memberi pesan pada pembaca agar tidak menjadi anak yang durhaka pada
orang tuanya. Karena, dalam cerita rakyat tersebut, tokoh si gadis menjadi
batu akibat kedurhakaan pada ibunya.
Penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, masih
banyak terdapat kesalahan, terutama dalam penulisan huruf kapital yang
tidak sesuai dengan kaidahnya, sehingga penulis memberinya skor 1.
Analisisnya dapat dicermati sebagai berikut.
jalan2 Ke Cikupa: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Cikupa jangan lupa membeli jambu: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli jambu jangan durhaka kepada orang tua: seharusnya ditulis Jangan durhaka kepada orang tua agar kamu tidak menjadi batu: seharusnya ditulis Agar kamu tidak menjadi batu
67
Secara keseluruhan, Izat Ibrahim sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Izat Ibrahim sudah
mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian
yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang kurang,
misalnya dalam hal penulisan huruf kapital yang tidak tepat. Izat Ibrahim
belum memahami bagaimana cara penempatan huruf kapital dalam
kalimat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Izat Ibrahim mendapatkan
nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
10. M. Arba Rifa’i.
jalan-jalan ke balai kota Jangan lupa membeli semangka Janganlah kamu durhaka nanti ibu bisa murka
Tabel 4.14 Penilaian Hasil Pantun M. Arba Rifa’i
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi pada pantun tersebut terdapat pada aspek kesesuaian
dengan ciri-ciri pantun, kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Untuk ketiga aspek tersebut diberi
skor 5 karena pantun yang dibuat sudah sesuai dengan aspek penilaian.
Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pantun yang dibuat oleh M.
Arba Rifa’i sudah tepat. Ciri yang pertama, yaitu tiap baitnya terdiri dari 4
bari/larik, pantun tersebut memiliki 4 baris/larik. Kedua, tiap baitnya
terdiri dari 8 – 12 suku kata, dapat dilihat sebagai berikut.
68
jalan-jalan ke balai kota: terdiri dari 9 suku kata Jangan lupa membeli semangka: terdiri dari 10 suku kata Janganlah kamu durhaka: terdiri dari 8 suku kata nanti ibu bisa murka: terdiri dari 8 suku kata.
Secara keseluruhan, pada pantun tersebut sudah memenuhi syarat
jumlah suku katanya. Ketiga, adanya sampiran dan isi. Baris pertama dan
kedua pada pantun tersebut disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan
keempatnya disebut sebagai isi. Keempat, memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-
a-a. Pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat dicermati sebagai
berikut.
jalan-jalan ke balai kota: memiliki bunyi rima akhir -ta Jangan lupa membeli semangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Janganlah kamu durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka nanti ibu bisa murka: memiliki bunyi rima akhir –ka
Lebih lanjut, untuk penilaian selanjutnya yaitu mengenai
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Tema pantun yang dibuat oleh M. Arba Rifa’i sudah sesuai
dengan tema cerita rakyat yang penulis sajikan, yaitu mengenai
kedurhakaan/anak yang durhaka. Dan pesan yang disampaikan dalam
pantun juga sudah sesuai dengan pesan yang terdapat dalam cerita rakyat,
M. Arba Rifa’i berpesan dalam pantunnya janganlah kamu durhaka, nanti
ibu bisa murka.
Kemudian, skor 4 diberikan pada aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi. Mengenai kelogisan sampiran, kurang sesuai, di sana M.
Arba Rifa’i menulis.
jalan-jalan ke balai kota Jangan lupa membeli semangka
Secara logika, di Balai Kota bukan tempat orang berjualan
semangka, jadi kemungkinan tidak akan ditemukan semangka di sana.
Kemudian mengenai aspek kelogisan isi, isi dari pantun yang dibuat oleh
M. Arba Rifa’i sudah logis.
Skor terendah yang dicapai oleh M. Arba Rifa’i ada pada aspek ketepatan
penulisan huruf dan ejaan. Untuk aspek tersebut, diberi skor 2, karena ada
beberapa hal yang kurang tepat dalam penggunaan huruf kapitalnya.
69
jalan-jalan ke balai kota: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Balai Kota nanti ibu bisa murka: seharusnya ditulis Nanti ibu bisa murka.
Secara keseluruhan, M. Arba Rifa’i mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang menulis sajikan, dibuktikan dengan M. Arba Rifa’i bisa
menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian yang
penulis siapkan, meskipun masih ada beberapa hal yang kurang, misalnya
dalam hal penulisan huruf kapitalnya. Berdasarkan hasil analisis di atas,
M. Arba Rifa’i mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
11. Maharani Dwi R.
Ada orang beli Semangka Jangan lupa membeli Duku Janganlah kamu durhaka Jika tidak dikutuk menjadi Batu
Tabel 4.15 Penilaian Hasil Pantun Maharani Dwi R
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam penilaian pantun tersebut ada dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kesesuaian pantun dengan tema cerita
dan juga kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiga aspek tersebut
diberi skor 5. Mengenai aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, penulis
memberinya skor 5 karena pantun yang ditulis oleh Maharani Dwi R
sudah sesuai dengan ciri-ciri pantun. Ciri yang pertama, yaitu tiap bait
terdiri dari 4 baris, pantun tersebut terdiri dari 4 baris. Kedua, tiap bait
70
terdiri dari 8-12 suku kata, Pantun tersebut pun sudah memenuhi syarat
jumlah suku katanya. Dapat dicermati sebagai berikut.
Ada orang beli Semangka: terdiri dari 9 suku kata Jangan lupa membeli Duku: terdiri dari 9 suku kata Janganlah kamu durhaka: terdiri dari 8 suku kata Jika tidak dikutuk menjadi Batu: terdiri dari 12 suku kata
Ketiga, adanya sampiran dan isi. Dalam pantun tersebut, sampiran
terletak di baris pertama dan kedua, sedangkan isinya terletak pada baris
ketiga dan keempat. Ciri pantun yang terakhir yaitu, pantun memiliki pola
rima a-b-a-b/a-a-a-a. Dalam pantun tersebut, memiliki pola rima a-b-a-b.
Dapat dicermati sebagai berikut.
Ada orang beli Semangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan lupa membeli Duku: memiliki bunyi rima akhir -ku Janganlah kamu durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jika tidak dikutuk menjadi Batu: memiliki bunyi rima akhir -tu
Penilaian dalam aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
kesesuaian pantun dengan pesan cerita, penulis juga memberinya skor 5,
karena pantun tersebut sudah sesuai dengan tema cerita rakyat yang
penulis sajikan, yaitu mengenai kedurhakaan. Pesan yang disampaikan
dalam pantun pun sudah sesuai dengan cerita rakyat; Batu Menangis yang
penulis sajikan. Maharani Dwi R berpesan dalam pantunnya janganlah
kamu durhaka, jika tidak dikutuk menjadi batu. Mengandung pesan bahwa
seseorang tidak boleh durhaka pada orang tua, jangan sampai membuat
orang tua marah, apalagi sampai mengutuk.
Mengenai aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi, penulis
memberinya skor 4. Sampiran yang ditulis, sudah logis. Namun, isi dari
pantun tersebut, kurang logis. Karena, tidak semua anak yang berbuat
durhaka pada orang tuanya, lantas orang tuanya tega mengutuk anaknya
menjadi batu.
Penilaian dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan ejaan,
penulis memberinya skor 2. Karena, ada beberapa kata yang dalam
penulisannya menggunakan huruf kapital di tempat yang tidak semestinya.
Dapat dicermati sebagai berikut.
Ada orang beli Semangka: seharusnya ditulis Ada orang beli semangka
71
Jangan lupa membeli Duku: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli duku Jika tidak dikutuk menjadi Batu: seharusnya ditulis Jika tidak dikutuk menjadi batu Secara keseluruhan, Maharani Dwi R sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Maharani Dwi R
sudah mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian yang penulis sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang
kurang, misalnya dalam hal ketepatan penulisan huruf (huruf kapital), dan
juga mengenai kelogisan isi pantunnya. Berdasarkan hasil analisis di atas,
Maharani Dwi R mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
12. Mayang Aprilia Sari.
Buah nangka buah kedongdong Jangan di makan disiang terik Jadi anak Jangan suka berbohong Karena berbohong itu tidak baik
Tabel 4.16 Penilaian Hasil Pantun Mayang Aprilia Sari
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 17 Nilai 68
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat aspek kesesuaian
dengan ciri-ciri pantun dan kelogisan sampiran dan kelogisan isi. Kedua
aspek tersebut diberi skor 5. Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun,
dapat dianalisis yaitu, pertama tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun yang
72
ditulis oleh Mayang Aprilia Sari terdiri dari 4 baris. Kemudian, tiap
barisnya terdiri dari 8-12 suku kata. Dapat dicermati sebagai berikut.
Buah nangka buah kedongdong: terdiri dari 9 suku kata Jangan di makan disiang terik: terdiri dari 10 suku kata Jadi anak Jangan suka berbohong: terdiri dari 11 suku kata Karena berbohong itu tidak baik: terdiri dari 12 suku kata
Berdasarkan analisis di atas, mengenai jumlah suku kata, Mayang
Aprilia Sari sudah memahaminya dengan baik. Ciri pantun selanjutnya
yaitu adanya sampiran dan isi. Dalam pantun di atas, sampiran ada di
baris pertama dan kedua, sedangkan isinya ada di baris ketiga dan
keempat. Ciri pantun selanjutnya yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-
a. Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-b-a-b.
Dapat dilihat sebagai berikut.
Buah nangka buah kedongdong: memiliki bunyi rima akhir -ong Jangan di makan disiang terik: memiliki bunyi rima akhir -ik Jadi anak Jangan suka berbohong: memiliki bunyi rima akhir -ong Karena berbohong itu tidak baik: memiliki bunyi rima akhir -ik
Penilaian mengenai aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
pantun yang ditulis oleh Mayang Aprilia Sari sudah sesuai antara
sampirannya dan antara tiap isinya. Kemudian, penilaian pantun dalam
aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun
dengan pesan cerita, penulis memberinya skor 3, dikarenakan dalam cerita
rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan, bertema kedurhakaan atau
anak yang durhaka, sedangkan pantun yang ditulis oleh Mayang Aprilia
Sari poin utamanya bertema tentang kebohongan atau anak yang suka
berbohong. Meskipun begitu, yang dimaksud Mayang Aprilia Sari adalah
tidak boleh berbohong pada orang tua, karena dalam cerita rakyat tersebut,
tokoh si gadis memang berbohong, dan tidak mengakui ibunya. Mengenai
pesan cerita, Mayang Aprilia Sari berpesan dalam pantunnya bahwa
sebagai seorang anak, tidak boleh berbohong, karena berbohong itu adalah
perbuatan yang tidak baik. Sebetulnya, dalam cerita rakyat; Batu
Menangis pun, ada memang bagian yang si tokoh gadis berbohong kepada
orang lain, dengan tidak mengakui ibunya sebagai ibu kandungnya. Tetapi,
penulis tidak memberinya skor sempurna (5), sebab makna atau pesan
73
yang terdapat dalam cerita, secara garis besar, bukanlah hal tersebut,
melainkan pesan agar pembaca tidak boleh menjadi anak yang durhaka
pada orang tua.
Penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, penulis
memberinya skor 1, sebab masih banyak sekali terdapat kesalahan dalam
penulisan hurufnya. Dapat dicermati sebagai berikut.
Buah nangka buah kedongdong: kata kedongdong seharusnya ditulis kedondong Jangan di makan disiang terik: kata di makan seharusnya ditulis dimakan. Dan kata disiang seharusnya ditulis di siang Jadi anak Jangan suka berbohong: seharusnya ditulis jangan
Secara keseluruhan, Mayang Aprilia Sari sudah cukup mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
Mayang Aprilia Sari sudah cukup mampu menulis pantun dengan baik,
sesuai dengan aspek-aspek penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal
yang perlu menjadi catatan. Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf
(huruf kapital), dan juga mengenai kesesuaian pantun dengan tema cerita
dan juga pesan dari cerita rakyat yang penulis sajikan. Berdasarkan hasil
analisis di atas, Mayang Aprilia Sari mendapatkan nilai 68. Nilai 68
didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(17 : 25) X 100 = 68.
13. M. Raihan Putra Sinva Pratama.
Jalan-Jalan ke gang Nangka Jangan lupa membeli Jangka Jadilah anak jangan durhaka Agar Ibunda tidak murka
Tabel 4.17 Penilaian Hasil Pantun M. Raihan Putra Sinva Pratama
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja 1 2 3 4 5
1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi
74
4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut, penulis memberinya skor 5.
Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, dapat dianalisis berdasarkan
ciri-cirinya. Ciri yang pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun
tersebut memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata,
dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke gang Nangka: memiliki 8 suku kata Jangan lupa membeli Jangka: memiliki 9 suku kata Jadilah anak jangan durhaka: memiliki 10 suku kata Agar Ibunda tidak murka: memiliki 9 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku kata dalam pantun
sudah sesuai. Kemudian, ciri selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi.
Dalam pantun tersebut, sampiran terletak di baris pertama dan kedua,
sedangkan isi pantunnya terletak pada baris ketiga dan keempat. Ciri
pantun yang terakhir yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pantun di
atas memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke gang Nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan lupa membeli Jangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jadilah anak jangan durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka Agar Ibunda tidak murka: memiliki bunyi rima akhir –ka
Penilaian dalam aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
pantun tersebut sudah logis antara tiap sampirannya dan juga tiap isinya.
Kemudian, penilaian dalam aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita
dan juga kesesuaian pantun dengan pesan cerita, berdasar hasil analisis,
bahwa pantun tersebut sudah sesuai antara tema dan pesannya dengan
cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan. Dalam tema, keduanya
sama-sama mengangkat soal kedurhakaan, dan pesan yang disampaikan
75
sama-sama mengajak untuk tidak berbuat durhaka pada orang tua,
khusunya pada ibu.
Lebih lanjut, penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, bahwa masih banyak penulisan huruf yang tidak sesuai, yakni
menggunakan huruf kapital di tempat yang tidak seharusnya. Dapat dilihat
analisisnya sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke gang Nangka: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Gang Nangka Jangan lupa membeli Jangka: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli jangka Agar Ibunda tidak murka: seharusnya ditulis Agar ibunda tidak murka. Secara keseluruhan, M. Raihan Putra Sinva Pratama sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
kemampuannya menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.
Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf (huruf kapital) yang tidak
pada tempatnya. Berdasarkan hasil analisis di atas, M. Raihan Putra Sinva
mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
14. M. Raihan Nur Ramadhan.
Ada cincin di dalam nangka Cincinnya warna abu-abu Jaganlah kamu durhaka Agar tidak mejadi batu
Tabel 4.18 Penilaian Hasil Pantun M. Raihan Nur Ramadhan.
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja 1 2 3 4 5
1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita
76
5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita Skor 22 Nilai 88
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kesesuaian pantun dengan tema
cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiga aspek tersebut
diberi skor 5, karena sudah memenuhi kriteria penilaian. Mengenai
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, dapat dianalisis berdasarkan ciri-ciri
pantun. Pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris, pantun tersebut sudah
memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Mengenai jumlah suku kata, dapat dianalisis sebagai berikut.
Ada cincin di dalam nangka: memiliki 9 suku kata Cincinnya warna abu-abu: memiliki 9 suku kata Jaganlah kamu durhaka: memiliki 8 suku kata Agar tidak mejadi batu: memiliki 9 suku kata
Berdasarkan analisis jumlah suku kata tersebut, pantun di atas
sudah memenuhi kriteria. Ciri pantun yang ketiga, adanya sampiran dan
isi. Dalam pantun tersebut, sampiran terletak di baris pertama dan kedua,
sedangkan isinya terdapat di baris ketiga dan keempat. Ciri pantun yang
keempat yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil
analisi, pantun tersebut memiliki pola rima a-b-a-b. Dapat dicermati
sebagai berikut.
Ada cincin di dalam nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Cincinnya warna abu-abu: memiliki bunyi rima akhir -bu Jaganlah kamu durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka Agar tidak mejadi batu: memiliki bunyi rima akhir –tu
Mengenai penilaian kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
kesesuaian pantun dengan pesan cerita, pantun tersebut sudah sesuai
dengan tema maupun pesan dari cerita rakyat yang penulis sajikan.
Keduanya sama-sama bertema tentang kedurhakaan, dan memiliki pesan
agar seseorang tidak boleh menjadi anak yang durhaka, dan jangan sampai
membuat orang tua marah sampai akhirnya mengutuk.
Penilaian dalam aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
penulis memberinya skor 4. Sampiran yang ditulis, sudah logis. Namun,
77
berdasar hasil analisis, mengenai isi dari pantun tersebut, kurang logis.
Karena, tidak semua anak yang berbuat durhaka pada orang tuanya, lantas
orang tersebut langsung berubah tubuhnya menjadi batu. Peristiwa itu bisa
terjadi jika orang tua sudah mengeluarkan sumpah dan kutukannya, karena
doa orang tua terutama seorang ibu adalah maqbul (didengar oleh Tuhan).
Meskipun begitu, seseorang harus taat kepada orang tua. Jangan sampai
memancing amarah orang tua.
Mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, masih ditemukan
penulisan huruf yang tidak tepat, sehingga penulis memberinya skor 3.
Dapat diamati sebagai berikut.
Jaganlah kamu durhaka: seharusnya ditulis Janganlah Agar tidak mejadi batu: seharusnya ditulis menjadi
Secara keseluruhan, M. Raihan Nur Ramadhan sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan
kemampuannya menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.
Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf dan ejaan yang tidak sesuai.
Berdasarkan hasil analisis di atas, M. Raihan Nur Ramadhan mendapatkan
nilai 88. Nilai 88 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(22 : 25) X 100 = 88.
15. M. Razak Haikal.
Jalan2 beRsama anak Muda SeTelah pulang Membawa beRkaT Janganlah Melawan oRang Tua agar selamaT dunia akhiRaT
Tabel 4.19 Penilaian Hasil Pantun M. Razak Haikal
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita
78
5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut penulis memberi skor masing-
masing 5. Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pantun tersebut
sudah sesuai dengan ciri-ciri pantun, yaitu pertama tiap bait terdiri dari 4
baris. Pantun tersebut berjumlah 4 baris. Kedua, tiap baris terdiri dari 8-
12 suku kata. Dapat dianalisis sebagai berikut.
Jalan2 beRsama anak Muda: memiliki 11 suku kata SeTelah pulang Membawa beRkaT: memiliki 10 suku kata Janganlah Melawan oRang Tua: memiliki 10 suku kata agar selamaT dunia akhiRaT: memiliki 11 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku katanya sudah sesuai
dengan ciri-ciri pantun. Ketiga, adanya sampiran dan isi. Dalam pantun
tersebut, memiliki sampiran dan isi. Sampiran terletak di baris pertama dan
kedua, sedangkan isinya terletak di baris ketiga dan keempat. Ciri pantun
yang keempat yaitu, memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan
analisis penulis, pantun tersebut memiliki pola rima a-b-a-b. Dapat
dicermati sebagai berikut.
Jalan2 beRsama anak Muda: memiliki bunyi rima akhir -da SeTelah pulang Membawa beRkaT: memiliki bunyi rima akhir -kat Janganlah Melawan oRang Tua: memiliki bunyi rima akhir -a agar selamaT dunia akhiRaT: memiliki bunyi rima akhir –rat
Penilaian dalam aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
menurut hasil analisis, sudah sesuai antara tiap sampiran maupun isinya.
Kemudian, penilaian dalam aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita
dan juga kesesuaian pantun dengan pesan cerita, berdasarkan hasil
analisis, tema maupun pesan dalam pantun sudah sesuai dengan cerita
rakyat yang penulis sajikan. Keduanya sama-sama bertema tentang
kedurhakaan/anak yang durhaka. Pesan yang ditulis M. Razak Haikal
79
dalam pantunnya adalah janganlah melawan orang tua, agar selamat
dunia akhirat.
Skor 1 diberi dalam aspek penilaian ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Berdasarkan hasil analisis, masih banyak terdapat kesalahan dalam
penulisan hurufnya (penulisan huruf kapital yang tidak sesuai tempatnya)
dan juga ejaan yang tidak tepat. Dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan2 beRsama anak Muda: seharusnya ditulis Jalan-jalan bersama anak muda SeTelah pulang Membawa beRkaT: seharusnya ditulis Setelah pulang membawa berkat Janganlah Melawan oRang Tua: seharusnya ditulis Janganlah melawan orang tua agar selamaT dunia akhiRaT: seharusnya ditulis Agar selamat dunia akhirat.
Secara keseluruhan, M. Razak Haikal sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan M. Razak Haikal
sudah mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.
Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf (dalam hal ini adalah
penulisan huruf kapital dan ejaan yang tidak sesuai). Berdasarkan hasil
analisis di atas, M. Razak Haikal mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat
dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
16. Nur Halimah.
Jalan-Jalan ke Jakarta Jangan lupa Naik kereta Kalau engkau Anak Durhaka Pasti kau Masuk Neraka
Tabel 4.20 Penilaian Hasil Pantun Nur Halimah
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan
80
3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita, dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut penulis beri masing-masing skor 5.
Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pantun tersebut sudah
sesuai dengan ciri-ciri pantun, yaitu pertama tiap bait terdiri dari 4 baris.
Pantun tersebut berjumlah 4 baris. Kedua, tiap baris terdiri dari 8-12 suku
kata. Dapat dianalisis sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: terdiri dari 8 suku kata Jangan lupa Naik kereta: terdiri dari 9 suku kata Kalau engkau Anak Durhaka: terdiri dari 9 suku kata Pasti kau Masuk Neraka: terdiri dari 8 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku katanya sudah sesuai
dengan ciri-ciri pantun. Ketiga, adanya sampiran dan isi. Dalam pantun
tersebut, memiliki sampiran dan isi. Sampiran terletak di baris pertama dan
kedua, sedangkan isinya terletak di baris ketiga dan keempat. Ciri pantun
yang keempat yaitu, memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan
hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat dicermati
sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: memiliki rima bunyi rima akhir -ta Jangan lupa Naik kereta: memiliki rima bunyi rima akhir -ta Kalau engkau Anak Durhaka: memiliki rima bunyi rima akhir -ka Pasti kau Masuk Neraka: memiliki rima bunyi rima akhir –ka
Penilaian aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi, berdasarkan
hasil analisis, sudah sesuai antara tiap sampiran maupun isinya. Kemudian,
penilaian dalam aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita dan juga
kesesuaian pantun dengan pesan cerita, berdasarkan hasil analisis, tema
maupun pesan dalam pantun sudah sesuai dengan cerita rakyat yang
penulis sajikan. Keduanya sama-sama bertema tentang kedurhakaan/anak
yang durhaka. Pesan yang ditulis Nur Halimah dalam pantunnya juga
81
berisi kalau kau anak durhaka, pasti kau masuk neraka. Nur Halimah
memberi pesan kepada pembaca untuk tidak menjadi anak yang durhaka,
sama seperti pesan yang terdapat dalam cerita rakyat; Batu Menangis.
Skor 1 diberi dalam aspek penilaian ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Berdasar hasil analisis, masih banyak terdapat kesalahan dalam
penulisan hurufnya. Dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Jakarta Jangan lupa Naik kereta: seharusnya ditulis Jangan lupa naik kereta Kalau engkau Anak Durhaka: seharusnya ditulis Kalau engkau anak durhaka Pasti kau Masuk Neraka: seharusnya ditulis Pasti kau masuk neraka. Secara keseluruhan, Nur Halimah sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Nur Halimah sudah
mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian.
Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan. Seperti,
dalam hal ketepatan penulisan huruf (dalam hal ini adalah penulisan huruf
kapital yang tidak sesuai). Berdasarkan hasil analisis di atas, Nur Halimah
mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
17. Pria Akbar.
JIka melawan kpd gurumu Tdk akan berkah Ilmumu Tapi Jika kau Durhaka pada Ibumu Maka haramlah surga bagimu
Tabel 4.21 Penilaian Hasil Pantun Pria Akbar
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja 1 2 3 4 5
1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
82
Skor 20 Nilai 80
Skor tertinggi dicapai dalam pantun tersebut, terletak dalam aspek
kelogisan sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema
cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiga aspek tersebut
penulis memberinya skor 5. Mengenai aspek kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, sampiran dan isi yang terdapat dalam pantun tersebut sudah
cukup logis. Kemudian, penilaian mengenai kesesuaian pantun dengan
tema cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita, tema dan pesan
dalam pantun sudah sesuai. Keduanya sama-sama bertema tentang
kedurhakaan, dan keduanya juga berpesan agar seseorang tidak boleh
menjadi anak yang durhaka, Pria Akbar dalam pantunnya berpesan jika
kau durhaka pada ibumu, maka haramlah surga bagimu.
Mengenai aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, penulis
memberinya skor 4, karena ada salah satu ciri pantun yang tidak sesuai,
yakni mengenai jumlah suku kata dalam tiap barisnya. Analisisnya, ciri
pantun yang pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut
memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Mengenai jumlah suku kata, dapat diamati sebagai berikut.
JIka melawan kpd gurumu: memiliki 11 suku kata Tdk akan berkah Ilmumu: memiliki 9 suku kata Tapi Jika kau Durhaka pada Ibumu: memiliki 13 suku kata Maka haramlah surga bagimu: memiliki 10 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku kata pada pantun baris
ketiga berjumlah 13 suku kata. Ini menunjukkan bahwa pantun tersebut
melebihi aturan/syarat dari jumlah suku kata sebuah pantun. Ciri
selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi. Pantun tersebut memiliki
sampiran di baris pertama dan kedua, sedangkan isinya terdapat di baris
ketiga dan keempat. Kemudian, ciri selanjutnya yaitu memiliki pola rima
a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola
rima a-a-a-a. Mengenai pola rima, dapat dilihat sebagai berikut.
JIka melawan kpd gurumu: memiliki bunyi rima akhir -mu Tdk akan berkah Ilmumu: memiliki bunyi rima akhir -mu
83
Tapi Jika kau Durhaka pada Ibumu: memiliki bunyi rima akhir -mu Maka haramlah surga bagimu: memiliki bunyi rima akhir –mu
Lebih lanjut, penilaian dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, penulis memberikan skor 1, karena masih banyak ditemukan
kesalahan dalam penulisan hurufnya. Dapat dianalisis sebagai berikut.
JIka melawan kpd gurumu: seharusnya ditulis Jika melawan kepada gurumu Tdk akan berkah Ilmumu: seharusnya ditulis Tidak akan berkah ilmumu Tapi Jika kau Durhaka pada Ibumu: seharusnya ditulis Tapi jika kau durhaka pada ibumu Secara keseluruhan, Pria Akbar sudah mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Pria Akbar sudah mampu
menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek penilaian yang penulis
sajikan. Walaupun, masih ada beberapa hal yang kurang, misalnya dalam
hal penulisan huruf kapital dan ejaan yang tidak tepat, kemudian juga
dalam hal jumlah suku kata dalam pantun, harus lebih diperhatikan lagi.
Berdasarkan hasil analisis di atas, Pria Akbar mendapatkan nilai 80. Nilai
80 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(20 : 25) X 100 = 80.
18. Rafi Thoriq.
Jalan2 ke gang nangka Jangan Lupa beli Jangka eh kamu Jangan durhaka nanti dikutuk sama orang tua
Tabel 4.22 Penilaian Hasil Pantun Rafi Thoriq
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
84
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
penilaian kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian
pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek tersebut, penulis memberi
skor 5, karena sudah sesuai dengan kriteria. Penilaian dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris,
pantun di atas memiliki 4 baris. Kedua, tiap baris terdiri daari 8-12 suku
kata. Mengenai jumlah suku kata, dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan2 ke gang nangka: memiliki 8 suku kata Jangan Lupa beli Jangka: memiliki 8 suku kata eh kamu Jangan durhaka: memiliki 8 suku kata nanti dikutuk sama orang tua: memiliki 11 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku kata dalam tiap barisnya
sudah sesuai dengan ciri pantun. Ciri selanjutnya yaitu adanya sampiran
dan isi. Dalam pantun tersebut, sampiran terletak pada baris pertama dan
kedua, sedangkan isi pantunnya terletak pada baris ketiga dan keempat.
Ciri pantun yang terakhir, yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a.
Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a.
Dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan2 ke gang nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan Lupa beli Jangka: memiliki bunyi rima akhir -ka eh kamu Jangan durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka nanti dikutuk sama orang tua: memiliki bunyi rima akhir –a
Penilaian mengenai kelogisan sampiran dan kelogisan isi, pantun
tersebut sudah logis antara tiap sampirannya dan juga tiap isinya.
Kemudian, penilaian mengenai kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
juga kesesuaian pantun dengan pesan cerita, pantun tersebut sudah sesuai
dengan tema cerita rakyat yang penulis sajikan. Keduanya sama-sama
bertema tentang kedurhakaan/anak yang durhaka. Dalam pantun tersebut,
Rafi Thoriq juga berpesan, katanya eh kamu jangan durhaka, nanti dikutuk
sama orang tua. Pesan yang Rafi Thoriq tulis dalam pantun tersebut,
sesuai dengan cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan.
85
Lebih lanjut, penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Penulis memberinya skor 1, karena masih banyak sekali terdapat
kesalahan dalam penulisan hurufnya. Dapat dianalisis sebagai berikut.
Jalan2 ke gang nangka: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Gang Nangka Jangan Lupa beli Jangka: seharusnya ditulis Jangan lupa beli jangka eh kamu Jangan durhaka: seharusnya ditulis Eh kamu jangan durhaka nanti dikutuk sama orang tua: seharusnya ditulis Nanti dikutuk sama orang tua.
Secara keseluruhan, Rafi Thoriq sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Rafi Thoriq sudah
mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian.
Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki.
Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf (dalam hal ini adalah
penulisan huruf kapital yang tidak sesuai pada tempatnya). Berdasarkan
hasil analisis di atas, Rafi Thoriq mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat
dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
19. Romi David Rizki.
jALAN-jaLaN kegang Tangka jaNgan Lupa beli nangka eh kamu jangan durharka nanti di kutuk orang tua
Tabel 4.23 Penilaian Hasil Pantun Romi David Rizki
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21
86
Nilai 84
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Keempat aspek tersebut diberi skor 5. Mengenai aspek
kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pantun yang ditulis oleh Romi David
Rizki sudah sesuai dengan ciri-ciri pantun. Pertama, tiap baitnya terdiri
dari 4 baris. Pantun tersebut memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri
dari 8-12 suku kata. Mengenai jumlah suku kata, analisisnya dapat dilihat
sebagai berikut.
jALAN-jaLaN kegang Tangka: memiliki 8 suku kata jaNgan Lupa beli nangka: memiliki 8 suku kata eh kamu jangan durharka: memiliki 8 suku kata nanti di kutuk orang tua: memiliki 9 suku kata
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku katanya pun sudah
sesuai. Ketiga, adanya sampiran dan isi. Sampiran pada pantun tersebut
ada pada baris pertama dan kedua, sedangkan isinya terletak pada baris
ketiga dan keempat. Ciri pantun yang terakhir yaitu memiliki pola rima a-
b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut memiliki pola
rima a-a-a-a. Dapat dilihat sebagai berikut.
jALAN-jaLaN kegang Tangka: memiliki bunyi rima akhir -ka jaNgan Lupa beli nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka eh kamu jangan durharka: memiliki bunyi rima akhir -ka nanti di kutuk orang tua: memiliki bunyi rima akhir –a
Penilaian mengenai aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
dalam pantun tersebut berdasarkan hasil analisis, sudah logis antara tiap
sampirannya maupun antara tiap isinya. Kemudian, penilaian dalam aspek
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Berdasarkan hasil analisis, pantun yang ditulis oleh Romi
David Rizki sudah sesuai dengan tema cerita rakyat, yaitu keduanya sama-
sama mengangkat tema tentang kedurhakaan dan pesan yang disampaikan
dalam pantun tersebut juga sudah sesuai dengan pesan yang terdapat
dalam cerita rakyat; Batu Menangis. Romi David Rizki berpesan dalam
pantunnya eh, kamu jangan durhaka, nanti dikutuk orang tua. Dalam
87
cerita rakyat juga mengandung pesan agar seseorang tidak boleh menjadi
anak yang durhaka pada orang tua.
Kemudian, penilaian dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Penulis memberinya skor 1. Skor 1 diberikan karena masih banyak
sekali penulisan huruf dan ejaan yang tidak tepat. Lebih jelasnya dapat
diamati sebagai berikut.
jALAN-jaLaN kegang Tangka: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Gang Tangka jaNgan Lupa beli nangka: seharusnya ditulis Jangan lupa beli nangka eh kamu jangan durharka: seharusnya ditulis Eh kamu jangan durhaka nanti di kutuk orang tua: seharusnya ditulis Nanti dikutuk orang
tua.
Secara keseluruhan, Romi David Rizki sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Romi
David Rizki sudah mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan
aspek-aspek penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan diperbaiki. Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf
maupun ejaan. Berdasarkan hasil analisis di atas, Romi David Rizki
mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
20. Sarah Febriana.
Jalan-Jalan ke Makasar Jangan lupa mampir ke sumatra Jangan lah anda kasar Nanti hidupmu akan sengsara
Tabel 4.24 Penilaian Hasil Pantun Sarah Febriana
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi
88
4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 19 Nilai 76
Skor tertinggi dalam pantun tersebut terdapat dalam aspek
kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian pantun dengan
pesan cerita. Kedua aspek tersebut, penulis memberinya skor 5.
Berdasarkan hasil analisis, tema cerita dalam pantun tersebut sudah sesuai
dengan tema dari cerita rakyat yang penulis sajikan, yakni sama-sama
bertema tentang kedurhakaan, dan dalam pantunnya, Sarah Febriana
berpesan janganlah anda kasar, nanti hidupmu akan sengsara. Maksud
pesan dari Sarah Febriana adalah, seseorang tidak boleh bersikap kasar
kepada orang tua.
Kemudian, mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, penulis
memberinya skor 4, karena setelah dianalisis, ada salah satu bagian dari
ciri-ciri pantun yang tidak sesuai (mengenai jumlah suku katanya). Pantun
tersebut dianalisis berdasarkan ciri-ciri pantun pada umumnya, yaitu yang
pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut memiliki 4 baris.
Kedua, tiap baitnya terdiri dari 8-12 suku kata. Mengenai jumlah suku
kata, dapat dilihat analisisnya sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Makasar: memiliki 8 suku kata Jangan lupa mampir ke sumatra: memiliki 10 suku kata Jangan lah anda kasar: memiliki 7 suku kata Nanti hidupmu akan sengsara: memiliki 10 suku kata
Pantun tersebut pada baris ketiga hanya memiliki 7 suku kata saja,
sehingga tidak memenuhi ciri dari sebuah pantun. Ciri pantun selanjutnya
yaitu adanya sampiran dan isi. Sampiran terletak pada baris pertama dan
kedua, sedangkan isi pantunnya terletak pada baris ketiga dan keempat.
Ciri pantun yang terakhir yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a.
Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut berima a-b-a-b. Dapat dilihat
sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Makasar: memiliki bunyi rima akhir -sar Jangan lupa mampir ke sumatra: memiliki bunyi rima akhir -ra Jangan lah anda kasar: memiliki bunyi rima akhir -sar
89
Nanti hidupmu akan sengsara: memiliki bunyi rima akhir –ra
Penilaian mengenai kelogisan sampiran dan kelogisan isi, penulis
memberinya skor 3. Dikarenakan, sampiran yang terdapat dalam pantun
tersebut tidak logis. Dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Makasar Jangan lupa mampir ke sumatra
Berdasarkan sampiran tersebut, sampiran tersebut tidak logis
karena kota Makasar ada di Pulau Sulawesi, sedangkan Sumatra adalah
pulau yang berbeda dengan Sulawesi.
Penilaian yang terakhir mengenai aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Mengenai aspek ini, penulis memberi skor 1, dikarenakan banyak
ditemukan penulisan huruf dan ejaan yang tidak tepat. Lebih jelasnya
dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Makasar: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Makasar Jangan lupa mampir ke sumatra: seharusnya ditulis Jangan lupa mampir ke Sumatra Jangan lah anda kasar: seharusnya ditulis Janganlah anda kasar
Secara keseluruhan, Sarah Febriana sudah mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Sarah Febriana
sudah mampu menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek
penilaian. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
diperbaiki. Seperti, dalam hal ketepatan penulisan huruf dan ejaan,
kemudian mengenai jumlah suku katanya. Berdasarkan hasil analisis di
atas, Sarah Febriana mendapatkan nilai 76. Nilai 76 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(19 : 25) X 100 = 76.
21. Saskia Dinanti.
Dua tiga gadis cantik Mengapa kamu menangis Ketika Dikutuk menjadi Batu Jangan kamu Durhaka pada orang tua
90
Tabel 4.25 Penilaian Hasil Pantun Saskia Dinanti
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 16 Nilai 64
Skor tertinggi yang dicapai oleh Saskia Dinanti adalah pada aspek
kesesuaian pantun dengan tema cerita, untuk aspek tersebut diberi skor 5.
Pantun yang dibuat oleh Saskia Dinanti bertema tentang kedurhakaan,
sama seperti tema pada cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan.
Kemudian, skor 4, diberikan pada aspek kesesuaian pantun dengan pesan
cerita. Amanat atau pesan yang terdapat dalam cerita rakyat; Batu
Menangis adalah bahwa seseorang tidak boleh menjadi anak yang durhaka
pada orang tua. Saskia Dinanti juga sudah cukup memahami amanat atau
pesan yang ada dalam cerita rakyat tersebut. Bisa dilihat dari isi pantun
baris/larik keempat yaitu Jangan kamu durhaka pada orang tua. Hanya
saja, pada pantun tersebut, untuk bagian isi nya, kurang sesuai bahasanya.
Terlihat pada kutipan.
Ketika Dikutuk menjadi Batu Jangan kamu Durhaka pada orang tua
Secara logika, ketika seseorang sudah menjadi batu, tentu ia tidak dapat
melakukan apa-apa, apalagi untuk berbuat durhaka pada orang tua.
Kemudian, untuk penilaian kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
penulis memberinya skor 3. Karena, sampiran pantun yang dibuat oleh
Saskia Dinanti, kurang tepat.
Dua tiga gadis cantik Mengapa kamu menangis
Dalam sampiran, kurang tepat jika menempatkan kalimat pertanyaan. Pada
sampiran pantun tersebut, menggunakan kata tanya mengapa. Kemudian,
91
dalam isi pantun yang ditulis oleh Saskia Dinanti, antara kalimat di
baris/larik ketiga dan keempat, tidak logis.
Ketika Dikutuk menjadi Batu Jangan kamu Durhaka pada orang tua
Kalimat tersebut tidak logis. Karena, pada pantun tersebut, Saskia Dinanti
seolah berpesan kalau seseorang sedang dikutuk, maka tidak boleh
durhaka pada orang tua. Secara logika, jika seseorang sudah dikutuk
menjadi batu, tentulah dia tidak lagi bisa berbuat apa-apa.
Skor terendah, ada pada aspek penilaian kesesuaian dengan ciri-
ciri pantun dan ketepatan penulisan huruf dan ejaan. Keduanya diberi
skor 2. Pada aspek penilaian kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, pantun
yang dibuat oleh Saskia Dinanti ada beberapa aspek yang belum
memenuhi kriteria dari ciri-ciri pantun, yaitu tiap bait terdiri dari 8-12
suku kata.
Dua tiga gadis cantik: 8 suku kata. Mengapa kamu menangis: 8 suku kata. Ketika Dikutuk menjadi Batu: 11 suku kata. Jangan kamu Durhaka pada orang tua: 13 suku kata.
Pada larik/baris keempat pantun tersebut, terdiri dari 13 suku kata,
sehingga tidak memenuhi kriteria ciri-ciri pantun.
Kriteria ciri pantun selanjutnya yang tidak memenuhi syarat mutlak
adalah pada bagian tiap pantun memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a.
“Pantun” yang dibuat oleh Saskia Dinanti tersebut bukanlah sebuah
pantun, karena tidak memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pola rima pada
“pantun” yang dibuat oleh Saskia Dinanti tersebut yaitu a-b-c-d.
Perhatikan kutipan berikut.
Dua tiga gadis cantik: memiliki bunyi rima akhir -ik Mengapa kamu menangis: memiliki bunyi rima akhir -is Ketika Dikutuk menjadi Batu: memiliki bunyi rima akhir -tu Jangan kamu Durhaka pada orang tua: memiliki bunyi rima akhir –a Kemudian, untuk penilaian aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan, masih banyak yang keliru, terutama dalam ketidaktepatan dalam
menempatkan huruf kapital.
92
Ketika Dikutuk menjadi Batu: seharusnya ditulis Ketika dikutuk menjadi batu Jangan kamu Durhaka pada orang tua: seharusnya ditulis Jangan
kamu durhaka pada orang tua.
Secara keseluruhan, Saskia Dinanti belum mampu memanfaatkan
cerita rakyat yang penulis sajikan dengan baik. Dibuktikan dari hasil
pantun yang dibuat, belum memenuhi kriteria penulisan pantun yang baik.
Berdasarkan hasil analisis di atas, Saskia Dinanti mendapatkan nilai 64.
Nilai 64 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(16 : 25) X 100 = 64.
22. Siti Faizah.
Jalan-Jalan ke pulau Bangka Jangan lupa Membeli Nangka Jangan kamu Jadi anak durharka agar kamu tidak Masuk Neraka
Tabel 4.26
Penilaian Hasil Pantun Siti Faizah No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 21 Nilai 84
Skor tertinggi yang dicapai dalam pantun tersebut terdapat dalam
aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran dan
kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita dan kesesuaian
pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek tersebut diberi skor 5.
Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, dapat diamati berdasarkan
cirinya. Pertama, tiap bait pantun terdiri dari 4 baris, pantun tersebut
93
memiliki 4 baris. Kedua, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata. Analisis
jumlah suku kata dapat diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke pulau Bangka: memiliki 9 suku kata Jangan lupa Membeli Nangka: memiliki 9 suku kata Jangan kamu Jadi anak durharka: memiliki 11 suku kata agar kamu tidak Masuk Neraka: memiliki 11 suku kata.
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku kata dalam pantun
sudah sesuai. Ciri pantun selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi.
Dalam pantun tersebut, sampiran terletak pada baris pertama dan kedua,
sedangkan isi pantun terletak pada baris ketiga dan keempat. Ciri pantun
selanjutnya yaitu memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil
analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Dapat dicermati
sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke pulau Bangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan lupa Membeli Nangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan kamu Jadi anak durharka: memiliki bunyi rima akhir -ka agar kamu tidak Masuk Neraka: memiliki bunyi rima akhir -ka
Penilaian dalam aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
pantun tersebut sudah logis antara tiap sampirannya maupun antara tiap
isinya. Aspek selanjutnya mengenai kesesuaian pantun dengan tema cerita
dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Tema dalam pantun tersebut
sudah sesuai dengan cerita, yakni keduanya sama-sama bertema tentang
kedurhakaan/anak yang durhaka. Dan mengenai pesannya, pun sudah
sesuai dengan cerita rakyat yang penulis sajikan. Dalam pantun tersebut,
Siti Faizah berpesan jangan kamu jadi anak durhaka, agar kamu tidak
masuk neraka.
Penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, penulis
memberinya skor 1, dikarenakan masih banyak terdapat penulisan huruf
dan ejaan yang kurang tepat.
Jalan-Jalan ke pulau Bangka: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke pulau Bangka Jangan lupa Membeli Nangka: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli nangka Jangan kamu Jadi anak durharka: seharusnya ditulis Jangan kamu jadi anak durhaka agar kamu tidak Masuk Neraka: seharusnya ditulis Agar kamu tidak masuk neraka
94
Secara keseluruhan, Siti Faizah sudah mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan dengan baik. Dibuktikan dari hasil pantun
yang dibuat, sudah memenuhi kriteria penulisan pantun yang baik.
Meskipun ada beberapa kekurangan, terutama dalam hal ketepatan
penulisan huruf dan ejaan. Berdasarkan hasil analisis di atas, Siti Faizah
mendapatkan nilai 84. Nilai 84 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(21 : 25) X 100 = 84.
23. Tuffahatul Azijah.
Jalan-Jalan ke Jakarta Jangan Lupa ke kota Papua kalau kamu anak durhaka kamu tak disayang orang tua
Tabel 4.27 Penilaian Hasil Pantun Tuffahatul Azijah
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 19 Nilai 76
Skor tertinggi yang dicapai dalam pantun tersebut yaitu dalam
aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kesesuaian pantun dengan tema
cerita, dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Ketiganya masing-
masing diberi skor 5. Mengenai kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, dilihat
dari ciri pantun secara umum. Pertama, tiap bait terdiri dari 4 baris.
Dalam pantun tersebut terdiri dari 4 baris. Kedua, tiap baris terdiri dari 8-
12 suku kata. Dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: memiliki 8 suku kata Jangan Lupa ke kota Papua: memiliki 10 suku kata kalau kamu anak durhaka: memiliki 9 suku kata
95
kamu tak disayang orang tua: memiliki 10 suku kata
Ciri selanjutnya yaitu memiliki sampiran dan juga isi. Pantun
tersebut memiliki sampiran dan isi, sampiran terletak pada baris pertama
dan kedua, sedangkan isinya terdapat pada baris ketiga dan keempat.
Kemudian, pantun memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil
analisis, pantun tersebut memiliki pola rima a-a-a-a. Pola rima dapat
diamati sebagai berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: memiliki bunyi rima akhir -ta Jangan Lupa ke kota Papua: memiliki bunyi rima akhir -a kalau kamu anak durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka kamu tak disayang orang tua: memiliki bunyi rima akhir -a
Penilaian dalam aspek kesesuaian pantun dengan tema cerita dan
kesesuaian pantun dengan pesan cerita, berdasarkan hasil analisis, tema
yang terdapat dalam pantun tersebut sudah sesuai dengan tema dalam
cerita rakyat. Keduanya sama-sama bertema kedurhakaan/anak yang
durhaka. Dan pesan dalam pantunnya juga sudah sesuai/sama dengan yang
terdapat dalam cerita rakyat; Batu Menangis.
Penilaian dalam aspek kelogisan sampiran dan kelogisan isi,
berdasarkan hasil analisis, isi dalam pantun sudah logis, tetapi isi
sampirannya tidak logis. Seperti kutipan sampiran berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta Jangan Lupa ke kota Papua
Penulis menyatakan sampiran tersebut tidak logis, dikarenakan di
Jakarta tidak ada kota Papua. Mengenai hal ini penulis memberikan skor 3.
Penilaian selanjutnya yaitu dalam aspek ketepatan penulisan huruf dan
ejaan. Dalam hal ini masih banyak ditemukan kesalahan dalam penulisan
huruf maupun ejaannya. Sehingga, penulis memberinya skor 1. Seperti
terlihat dalam kutipan berikut.
Jalan-Jalan ke Jakarta: seharusnya ditulis Jalan-jalan ke Jakarta Jangan Lupa ke kota Papua: seharusnya ditulis Jangan lupa ke kota Papua kalau kamu anak durhaka: seharusnya ditulis Kalau kamu anak durhaka kamu tak disayang orang tua: seharusnya ditulis Kamu tak disayang orang tua.
96
Secara keseluruhan, Tuffahatul Azijah sudah mampu
memanfaatkan cerita rakyat yang penulis sajikan dengan baik. Dibuktikan
dari hasil pantun yang dibuat, sudah memenuhi kriteria penulisan pantun
yang baik. Meskipun ada beberapa kekurangan, terutama dalam hal
ketepatan penulisan huruf, ejaan dan juga kelogisan sampiran.
Berdasarkan hasil analisis di atas, Tuffahatul Azijah mendapatkan nilai 76.
Nilai 76 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(19 : 25) X 100 = 76.
24. Yuli Yanah.
Jalan-jalan ke majalengka Jangan lupa membeli semangka Kalau kamu jadi anak durhaka Pasti kamu akan mendapat petaka
Tabel 4.28 Penilaian Hasil Pantun Yuli Yanah
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 24 Nilai 96
Skor tertinggi yang dicapai oleh Yuli Yanah adalah penilaian
pantun pada aspek kesesuaian dengan ciri-ciri pantun, kelogisan sampiran
dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan tema cerita dan juga
kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Untuk keempat aspek tersebut,
masing-masing diberi skor 5. Pada aspek Kesesuaian dengan ciri-ciri
pantun, pantun yang dibuat oleh Yuli Yanah sudah memenuhi semua
syarat. Yaitu: pertama, setiap bait terdiri dari empat baris/larik, pantun
yang dibuat oleh Yuli Yanah jumlahnya 4 baris/larik. Kedua, satu
97
baris/larik terdiri dari 8-12 suku kata. Mengenai jumlah suku kata, dapat
dilihat analisisnya sebagai berikut.
Jalan-jalan ke majalengka: memiliki 9 suku kata Jangan lupa membeli semangka: memiliki 10 suku kata Kalau kamu jadi anak durhaka: memiliki 11 suku kata Pasti kamu akan mendapat petaka: memiliki 12 suku kata
Ciri pantun selanjutnya yaitu adanya sampiran dan isi. Pada
pantun tersebut, Yuli Yanah sudah tepat memposisikan sampiran pada
baris pertama dan kedua, dan isi pantun pada baris ketiga dan keempat.
Ciri yang keempat yaitu, pantun memiliki pola rima a-b-a-b/a-a-a-a. Pada
pantun tersebut, memiliki pola rima a-a-a-a. Mengenai rima pada pantun,
dapat dilihat analisisnya sebagai berikut.
Jalan-jalan ke majalengka: memiliki bunyi rima akhir -ka Jangan lupa membeli semangka: memiliki bunyi rima akhir -ka Kalau kamu jadi anak durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka Pasti kamu akan mendapat petaka: memiliki bunyi rima akhir -ka
Pantun tersebut pun, Yuli Yanah sudah mampu meletakkan
sampiran dan isi dengan baik. Sehingga, antara kalimat di sampiran 1 dan
sampiran 2, logis. Dan isi di baris ketiga dan keempat, juga logis atau
saling berikatan antara tiap barisnya. Kemudian, mengenai kesesuaian
tema dan pesan cerita. Pantun tersebut pun sudah sesuai dengan tema dan
pesan yang terdapat dalam cerita rakyat yang penulis sajikan. Dalam
cerita, mengandung tema kedurhakaan. Yuli Yanah juga membuat pantun
nasihat dengan tema kedurhakaan dan memberi pesan kepada para
pembaca bahwa kalau kamu jadi anak durhaka, pasti kamu akan
mendapat petaka. Dari pantun tersebut, Yuli Yanah berpesan kepada para
pembaca agar kita tidak boleh menjadi anak yang durhaka. Pesan yang
Yuli Yanah sampaikan di dalam pantun, sama dengan pesan atau amanat
yang terdapat dalam cerita rakyat; Batu Menangis.
Penilaian mengenai ketepatan penulisan huruf dan ejaan, diberi
skor 4. Pada pantun baris pertama, Yuli Yanah menulis Jalan-jalan ke
majalengka. Seharusnya, untuk penulisan nama kota, di awali dengan
huruf kapital. Penulisan yang tepat adalah Jalan-jalan ke Majalengka.
98
Secara keseluruhan, Yuli Yanah mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Yuli Yanah bisa menulis
pantun dengan sangat baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian yang
penulis siapkan. Berdasarkan hasil analisis di atas, Yuli Yanah
mendapatkan nilai 96. Nilai 96 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
(24 : 25) X 100 = 96.
25. Yuni Anggraini.
Jalan-jalan ke kota tua jangan lupa membeli jamu jika kamu jadi anak durhaka maka neraka menantimu
Tabel 4.29 Penilaian Hasil Pantun Yuni Anggraini
No. Aspek yang Dinilai Tingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5 1. Kesesuaian dengan ciri-ciri pantun 2. Ketepatan penulisan huruf dan ejaan 3. Kelogisan sampiran dan kelogisan isi 4. Kesesuaian pantun dengan tema cerita 5. Kesesuaian pantun dengan pesan cerita
Skor 22 Nilai 88
Skor tertinggi terdapat dalam aspek kesesuaian dengan ciri-ciri
pantun, kelogisan sampiran dan kelogisan isi, kesesuaian pantun dengan
tema cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Keempat aspek
tersebut, penulis memberikan skor 5. Mengenai kesesuaian dengan ciri-
ciri pantun, pantun tersebut sudah sesuai dengan ciri umum sebuah
pantun. Di antaranya, tiap bait terdiri dari 4 baris. Pantun tersebut terdiri
dari 4 baris. Kemudian, tiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata.
Mengenai jumlah suku kata, dapat dianalisis sebagai berikut.
Jalan-jalan ke kota tua: terdiri dari 9 suku kata jangan lupa membeli jamu: terdiri dari 9 suku kata jika kamu jadi anak durhaka: terdiri dari 11 suku kata maka neraka menantimu: terdiri dari 9 suku kata
99
Berdasarkan analisis tersebut, jumlah suku katanya sudah sesuai
dengan syarat penulisan pantun. Kemudian, mengenai aspek kelogisan
sampiran dan kelogisan isi, berdasarkan hasil analisis, antara sampiran
dan antara isi, sudah logis. Ciri selanjutnya yaitu, pantun memiliki pola
rima a-b-a-b/a-a-a-a. Berdasarkan hasil analisis, pantun tersebut berima a-
b-a-b. Mengenai rima pantun, dapat dicermati sebagai berikut.
Jalan-jalan ke kota tua: memiliki bunyi rima akhir -a jangan lupa membeli jamu: memiliki bunyi rima akhir -mu jika kamu jadi anak durhaka: memiliki bunyi rima akhir -ka maka neraka menantimu: memiliki bunyi rima akhir –mu
Kemudian, penilaian mengenai aspek kesesuaian pantun dengan
tema cerita dan kesesuaian pantun dengan pesan cerita. Tema yang
terdapat dalam pantun tersebut sudah sesuai dengan tema yang terdapat
dalam cerita rakyat yang penulis sajikan, yakni keduanya bertema tentang
kedurhakaan/anak yang durhaka. Kemudian, mengenai pesan yang
terdapat dalam pantun, pun sudah sesuai dengan pesan yang terdapat
dalam cerita rakyat. Dalam pantunnya, Yuni Anggraini menulis jika kamu
jadi anak durhaka, maka neraka menantimu.
Skor terendah dalam analisis tersebut yakni dalam aspek ketepatan
penulisan huruf dan ejaan. Berdasarkan hasil analisis, masih terdapat
beberapa kesalahan dalam penulisan huruf dalam pantun ini. Dapat
dicermati sebagai berikut.
jangan lupa membeli jamu: seharusnya ditulis Jangan lupa membeli jamu jika kamu jadi anak durhaka: seharusnya ditulis Jika kamu jadi anak durhaka maka neraka menantimu: seharusnya ditulis Maka neraka menantimu. Secara keseluruhan, Yuni Anggraini mampu memanfaatkan cerita
rakyat yang penulis sajikan, dibuktikan dengan Yuni Anggraini bisa
menulis pantun dengan baik, sesuai dengan aspek-aspek penilaian yang
penulis siapkan. Berdasarkan hasil analisis di atas, Yuni Anggraini
mendapatkan nilai 88. Nilai 88 didapat dari:
(skor yang diperoleh : skor masimal) X 100
100
(22 : 25) X 100 = 88.
Tabel 4.30 Hasil Pencapaian Siswa Kelas VII
No. Nama Nilai Keterangan
1. Adelia 92 Tuntas
2. Adhitya Putra Lie Winata 88 Tuntas
3. Amel Olivia 84 Tuntas
4. Ardian Syah Fermana 84 Tuntas
5. Ayu Maya Afrilia 88 Tuntas
6. Fahmi Abdillah Askar 84 Tuntas
7. Hasby Asidqi 84 Tuntas
8. Ispan Egi 88 Tuntas
9. Izat Ibrahim 84 Tuntas
10. M. Arba Rifa’i 84 Tuntas
11. Maharani Dwi R 84 Tuntas
12. Mayang Aprilia Sari 68 Tidak Tuntas
13 M. Raihan Putra SP 84 Tuntas
14 M. Raihan Nur Ramadhan 88 Tuntas
15. M. Razak Haikal 84 Tuntas
16. Nur Halimah 84 Tuntas
17. Pria Akbar 80 Tuntas
18. Rafi Thoriq 84 Tuntas
19. Romi David Rizki 84 Tuntas
20. Sarah Febriana 76 Tuntas
21. Saskia Dinanti 64 Tidak Tuntas
22. Siti Faizah 84 Tuntas
23. Tuffahatul Ajizah 76 Tuntas
24. Yuli Yanah 96 Tuntas
25. Yuni Anggraini 88 Tuntas
101
Catatan:
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di
MTs. Nurul Falah Pondok Ranji = 70
Tabel 4.31 Tabel KKM
Kriteria Ketuntasan Minimal
Keterangan Jumlah Siswa Persentase
Tuntas 23 92 %
Tidak Tuntas 2 8%
E. Pemanfaatan Cerita Rakyat; Batu Menangis dalam
Kemampuan Menulis Pantun Pada Siswa
1. Hasil Wawancara Responden yang Mendapat Nilai Terbaik
(Berjumlah 7 Orang Siswa)
Responden menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Menurutnya, guru di kelas menyampaikan materi dengan cukup baik,
meskipun ada materi-materi tertentu yang terkadang membosankan.
Meskipun guru lebih sering menerangkan materi pelajaran dengan metode
ceramah, tetapi terkadang menggunakan metode lainnya juga. Responden
menyukai pembelajaran dengan menggunakan media yang menarik,
seperti infocus. Menurutnya, penggunaan media cerita rakyat; Batu
Menangis ini sangat membantu dalam pembelajaran menulis pantun.
Ketika guru menerangkan pun, responden sangat memahami dan mengerti
bagaimana cara menulis pantun dengan baik. Menurutnya, menulis pantun
itu mudah dan dia menyukai pembelajaran menulis pantun. Selain itu,
102
responden juga bisa mengambil pesan atau hikmah yang terdapat dalam
cerita rakyat; Batu Menangis yang penulis sajikan.1
2. Hasil Wawancara Responden yang Mendapat Nilai Sedang (Berjumlah
16 Orang Siswa)
Ketertarikan responden terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia
tidak menentu, tergantung tema yang sedang dibahas. Responden menilai
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sejauh ini asyik, meskipun
terkadang membosankan. Responden berpendapat bahwa guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia paling sering menggunakan metode ceramah
dan pakai LKS. Padahal, dirinya menyukai kegiatan pembelajaran yang
menggunakan media di kelasnya. Menurutnya, dengan adanya media
cerita rakyat, sangat membantu dalam pembelajaran menulis pantun.
Terlebih, responden sangat menyukai pembelajaran menulis pantun.
Karena, sekalian mengenal kebudayaan juga. Menurutnya, menulis pantun
sangat mudah. Dengan adanya media cerita rakyat; Batu Menangis, selain
dapat berkreasi membuat pantun, responden juga bisa mengambil pesan
atau amanat yang tedapat dalam cerita rakyat tersebut. Menurutnya,
sebagai seorang anak jangan jadi anak yang durhaka, jangan sampai
menyakiti hati ibu, harus bersikap lemah lembut kepada orang tua,
terutama ibu.2
3. Hasil Wawancara Responden yang Mendapat Nilai Terendah
(Berjumlah 2 Orang Siswa)
Berdasarkan wawancara penulis terhadap responden, responden
tidak terlalu menyukai pelajaran Bahasa Indonesia, biasa aja, katanya.
Guru juga paling sering pakai metode ceramah, meskipun terkadang pakai
metode lainnya juga. Responden berpendapat, bahwa ia menyukai guru
yang mengajar menggunakan media. Menurutnya, media cerita rakyat
yang disajikan penulis cukup membantu, tapi ia harus mendapat
1 Hasil wawancara pribadi dengan Yuli Yanah, siswi kelas VII, dilaksanakan pada tanggal 18 April 2019, pukul 14.00 WIB, tempat pelaksanaan wawancara di ruang guru MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
2 Hasil wawancara pribadi dengan M. Arba Rifa’i, siswa kelas VII, dilaksanakan pada tanggal 18 April 2019, pukul 14.15 WIB, tempat pelaksanaan wawancara di ruang guru MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
103
penjelasan dua kali agar betul-betul paham. Ketika penulis melakukan
penelitian di sana, dan mengajar materi tentang pantun, responden ternyata
tidak begitu memahami apa yang penulis sampaikan dan responden tidak
berani untuk bertanya. Responden juga kurang begitu menyukai
pembelajaran menulis pantun. Karena, menurutnya menulis pantun itu
ribet, banyak aturan, dan responden sering lupa dengan aturan-aturan
dalam menulis pantun tersebut. Meskipun begitu, responden memahami
pesan yang terkadung di dalam cerita rakyat; Batu Menangis.3
3 Hasil wawancara pribadi dengan Saskia Dinanti, siswi kelas VII, dilaksanakan pada tanggal 18 April 2019, pukul 14.30 WIB, tempat pelaksanaan wawancara di ruang guru MTs. Nurul Falah Pondok Ranji.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs. Nurul Falah Pondok
Ranji, Tangerang Selatan, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII mampu
memanfaatkan cerita rakyat; Batu Menangis dalam keterampilan menulis
pantun dengan baik. Dibuktikan dengan sebanyak 23 orang siswa atau
persentase 92% sudah mampu mencapai standar KKM (70). Siswa yang
mendapat nilai kategori “sedang” dengan rentang nilai 70-84, terdiri dari 16
orang siswa, dan siswa yang mendapat nilai kategori “tertinggi” dengan
rentang nilai 85-100, terdiri dari 7 orang siswa. Sebanyak 2 orang siswa atau
persentase 8% belum mencapai standar KKM (70), yaitu siswa yang mendapat
nilai kategori “rendah” dengan rentang nilai 0-69. Secara keseluruhan, dengan
adanya media cerita rakyat; Batu Menangis, dapat memotivasi siswa khususnya
dalam pembelajaran menulis pantun. B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan saran terkait dengan
penelitian, khususnya kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, agar lebih
bisa memanfaatkan media pembelajaran yang ada. Kemudian, harus lebih
sering menggali informasi-informasi terbaru seputar dunia pendidikan. Jangan
takut untuk mencoba menggunakan media yang beragam. Agar kegiatan
belajar mengajar lebih mengasyikkan dan tidak membosankan.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Mukhsin. Strategi Belajar-Mengajar Keterampilan Berbahasa dan
Apresiasi Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang. Cet. I,
1990.
Alek dan Ahmad. Buku Ajar Bahasa Indonesia. Jakarta: FITK Press. Cet. I, 2009.
_____________. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.
Cet. I, 2011.
Anderson, Ronald H. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran.
Jakarta: Rajawali Pers. Cet. I, 1987.
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet.
XIII, 2010.
Ary, Donald dkk.,. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional, 1982.
Barnet & Stubbs’s. Practical Guide to Writing. Canada: Library of Congress
Cataloging in Publication Data, 1983.
Bunanta, Murti. Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. Cet. I, 1998.
Eti, Nunung Yuli. Seluk-Beluk Sastra Lama. Klaten: PT. Intan Pariwara. Cet. III,
2009.
Ganie, Tajuddin Noor. Buku Induk Bahasa Indonesia (Pantun, Puisi, Syair,
Peribahasa, Gurindam, dan Majas). Yogyakarta: Araska. Cet. I, 2015.
Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia, 2010.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori & Praktik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2013.
Harmer, Jeremy. How to Teach Writing. England: Longman, 2004.
Kosasih, E. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. Cet.
I, 2012.
Krismarsanti, Ermina. Karangan Fiksi dan Nonfiksi. Surabaya: PT. JePe Press
Media Utama. Cet. I, 2009.
105
106
Kristianto, Yusup. Cerita Rakyat Indonesia Sabang – Merauke. Yogyakarta: Nyo-
nyo, 2010.
Kurniawan, Heru. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia; Kurikulum 2013.
Jakarta: Prenadamedia Group. Cet. I, 2015.
Kurniawan, Heru dan Sutardi. Penulisan Sastra Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Cet. I, 2012.
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press, 2012.
Nurgiyantoro, Burhan. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: Bpfe-Yogyakarta. Cet. VII, 2016.
Nurjamal, Daeng dkk.,. Terampil Berbahasa Menyusun Karya Tulis Akademik,
Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat. Bandung:
Alfabeta. Cet. VII, 2017.
Pradopo, Rachmat Djoko. Materi Pokok Puisi. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet.
III, 2007.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cet. II,
2012.
Ridwanudin, Dindin. Bahasa Indonesia. Ciputat: UIN Press. Cet. I, 2015.
Samarin, William J. Field Linguistics: A Guide to Linguistics Field Work. USA:
Holt, Rinehart and Winston Inc., 1967.
Sugono, Dendy. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Cet. VII, 2011.
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006.
Sutama, I Made. Pembelajaran Menulis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. I,
2016.
Tarigan, Henry Guntur. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: CV. Angkasa, 2013.
TIM Penulis PUEBI. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung:
CV. Pustaka Setia. Cet. I, 2012.
107
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara. Cet. II, 2009.
Wati, Ega Rima. Ragam Media Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena, 2016.
Widya R.D, Wendi. Bedah Puisi Lama. Klaten: PT. Intan Pariwara. Cet. IV, 2009.
Zainuddin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Cet. I, 1992.
FOTO-FOTO KEGIATAN PENELITIAN
RIWAYAT PENULIS
Yayah Nur Asyani, lahir di Tangerang, 1 April 1994.
Penulis menempuh pendidikan formalnya di MI.
Nurul Falah Pondok Ranji, MTs. Nurul Falah Pondok
Ranji, SMAN 108 Jakarta, dan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Anak sulung dari dua bersaudara ini, mulai aktif
menulis sejak duduk di bangku SMA. Tulisan pertama
penulis, terbit pada tahun 2012 yang tergabung dalam
sebuah buku kumpulan cerpen bersama, dengan judul
Sayap-Sayap Cupid. Di tahun yang sama, penulis juga
menulis sebuah cerpen berjudul Hadiah Terindah,
yang tergabung dalam buku kumpulan cerpen bersama, dengan judul Before
Death, dan juga cerpen Skenario Tuhan dalam buku kumpulan cerpen Eulogi
Bertasbih, Ensiklopedi Penulis Indonesia Jilid 3 (2015) dan Sekumpulan Surat
Patah Hati (2016).
Selain menulis cerpen, penulis juga menulis beberapa puisi, di antaranya:
Ramadanku: Penantianku, dalam buku kumpulan puisi Ramadan Semesta
Merindu, serta sebuah puisi berjudul Hijabku Cerminanku, dalam buku kumpulan
puisi Refleksi Kehidupan, keduanya terbit di tahun 2013.
Penulis juga aktif dalam berorganisasi. Selama menempuh pendidikan di
perguruan tinggi, penulis tergabung dalam divisi Humas Himpunan Qori’ dan
Qori’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan di
lingkungan masyarakat juga aktif menjadi pengurus di Majelis Ta’lim FIRMAN
(Forum Ishlah Remaja Masjid dan Musholla Kampung Peladen), serta pengurus
Karang Taruna Kecamatan Ciputat Timur, divisi pengembangan SDM (bidang
kerohanian dan dakwah).
Jika ingin bertegur sapa, penulis bisa dihubungi melalui akun instagram:
@asya_yah, Facebook dengan nama Yayah Nur Asyani, atau e-mail
Top Related