Oleh
Ni Kadek Ayu Suarningsih
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
Pelaksanaan TeknikMemindahkan Pasien Trauma
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah literatur yang berjudul “Pelaksanaan Teknik Memindahkan Pasien Trauma” ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga literatur ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulisi yakin masih
banyak kekurangan dalam penusunan makalah literatur ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Denpasar, Mei 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Cover ……………………………………………………………………………….. i
Kata Pengantar ……................................................................................................... ii
Daftar isi.................................................................................................................... iii
Pendahuluan ………................................................................................................... 1
I. Trauma .................................................................................................................. 3
a. Definisi Trauma …………………………………………………………… 3
b. Jenis – Jenis Trauma ………………………………………………………. 4
II. Ergonomi Kerja ………………………………………………………………… 6
a. Definisi Ergonomi ………………………………………………………… 6
b. Hal-hal yang dipelajari dalam ilmu ergonomi ……………………………… 7
c. Manfaat penerapan prinsip ergonomi di tempat kerja ………………………. 7
d. Keuntungan melakukan penilaian ergonomi di tempat kerja ……………….. 8
III. Teknik Menindahkan Pasien …………………………………………………… 8
a. Definisi Teknik Memindahkan Pasien ………………………………………. 8
b. Jenis – Jenis Pemindahan Pasien ………………………………………….. ... 8
c. Jenis-Jenis dari Transportasi Pasien ………………………………………….. 9
d. Jenis – jenis alat pemindahan pasien………………………………………….. 12
IV. Akibat Kesalahan Dalam Memindahkan Pasien .................................................... 21
a. Pasien .. ………………………………………………………………………. 21
b. Perawat atau petugas Medis ………………………………………………….. 21
Daftar Pustaka
1
Pelaksanaan Teknik MemindahkanPasien Trauma
PENDAHULUAN
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit yang
dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan gawat darurat untuk
pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak (Queensland Health ED,
2012). Unit ini memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima, melakukan triase,
menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien, termasuk
pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien berdasarkan dengan tingkat kegawatan
tertentu (Australian College for Emergency Medicine, 2014). Instalasi gawat darurat
juga menyediakan pelayanan untuk korban kecelakaan dan situasi bencana. Terdapat
beberapa tipe pasien khusus yang biasanya ditemui di IGD yang mungkin
membutuhkan pemeriksaan dan tindakan yang khusus antara lain pasien dengan trauma
mayor, pasien lansia, anak-anak dan remaja, pasien dengan gangguan jiwa, pasien
dengan penyakit infeksius, dan pasien yang terpapar bahan kimia, biologi atau
kontaminasi radiologi (Australian College for Emergency Medicine, 2014).
Salah satu kasus yang sering dijumpai di IGD yaitu pasien dengan kondisi
trauma. Di IGD RSUD Wangaya angka kejadian pasien trauma digolongkan
berdasarkan 3 sub kategori yaitu kecelakaan lalu lintas, bukan kecelakaan lalu lintas,
dan Visum et Revertum (VeR) berdasarkan pernyataan tertulis dari dokter. Pada 6 bulan
terakhir di tahun 2016 terdapat 773 kasus trauma, dari 773 kasus sebanyak 95 kasus
tergolong kecelakaan lalu lintas, 642 kasus bukan kecelakaan lalu lintas dan 36 kasus
2
tergolong VeR. Dari setiap kasus trauma tersebut memerlukan penanganan yang
berbeda-beda yang bergantung pada jenis trauma, lokasi, serta tingkat kesadaran dan
kegawatan pasien. Teknik memindahkan pasien dalam kondisi trauma juga berperan
penting dalam sistem pelayanan di Instalasi Gawat Darurat salah satunya untuk
mencegah cedera tambahan pada pasien khusnya.
Keluhan pada sistem muskuloskeletal atau Musculoskeletal Disorder (MSDs)
telah menjadi trend penyakit terbaru berkaitan dengan pekerjaan di seluruh dunia baik di
negara berkembang maupun negara industri. Keluhan muskuloskeletal atau
Musculoskeletal Disorder (MSDs) bersifat kronis, disebabkan adanya kerusakan pada
tendon, otot, ligament, sendi, saraf, kartilago, atau spinal disc biasanya menimbulkan
rasa tidak nyaman, nyeri, gatal dan pelemahan fungsi. Keluhan ini dipicu oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah faktor pekerjaan contohnya peregangan otot berlebih,
postur kerja yang tidak alamiah, gerakan repetitif, dan lingkungan seperti getaran,
tekanan dan mikroklimat (Tarwaka, 2013).
Shafiezadeh (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa diantara petugas
kesehatan yang bekerja di rumah sakit, perawat memiliki tingkat resiko tertinggi
terhadap keluhan muskuloskeletal karena mereka merupakan kelompok terbesar yang
bekerja di rumah sakit. Perawat memberikan pelayanan keperawatan selama 24 jam
penuh terlebih perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD). Perawat IGD dituntut
memberikan pelayanan secara cepat dan tepat baik untuk klien maupun keluarga sesuai
dengan standart operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan. Dalam penelitian
Kasmarani (2012) menemukan bahwa tingkat beban kerja mental 70,1 % berpengaruh
pada stress kerja perawat IGD.
3
Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah masih kurangnya pengetahuan yang
dimiliki tenaga kesehatan, khususnya perawat berkaitan dengan pekerjaan patient
handling seperti, tehnik mendorong / menarik, membawa, memutar, menahan, dan
mengangkat/menurunkan pasien. Kurangnya pengetahuan perawat tentang tehnik yang
kurang tepat saat memindahkan pasien tersebut dapat berpotensi meingkatkan cedera
berulang pada pasien serta cedera pada tulang belakang pada perawat itu sendiri
(Fatmawati, 2016).
I. TRAUMA
a. Definisi Trauma
Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh
tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.Trauma dengan kata
lain disebut injuri atau wound, yang dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka karena
kontak yang keras dengan sesuatu benda (carolina, 2015). Trauma merupakan
penyebab dari lebih 120.000 kematian setiap tahunnya serta merupakan penyebab
80% kematian remaja dan 60% kematian anak. Sementara itu, setiap tahun ada lebih
dari 50 juta cedera yang dikategorikan sebagai trauma dan sebagian dari cedera
tersebut cukup parah sehingga pasien harus mendapatkan perawatan di rumah
sakit.Selain koma atau kematian, trauma juga dapat menyebabkan kelumpuhan
bahkan kecacatan pada pasien.
Trauma memiliki banyak jenis, yang dibedakan berdasarkan bagian tubuh
yang mengalami trauma dan derajat keparahan parah trauma yang dialami.
Beberapa jenis cedera yang paling sering diderita adalah cedera pada otak, tulang
belakang, perut, dan dada. Jenis cedera ini juga dapat dikategorikan sebagai cedera
4
tertutup atau tembus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa pada
tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian
dini dan kecacatan (Peden, 2004).
Gambar 1
b. Jenis - Jenis Trauma
Secara umum trauma di bagi menjadi 3 yaitu:
1. Trauma yang disebabkan oleh manusia (human-made). Contohnya: perkelahian,
pemerkosaan, terorisme, penculikan, korupsi, demonstrasi, kekerasan rumah tangga,
dll. Di dalam trauma ini setidaknya melibatkan dua orang yang satu menjadi korban,
dan yang satu menjadi pelaku.
5
2. Trauma yang disebabkan oleh alam (nature-caused). Contohnya: gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, dll. Tapi ada juga bencana alam yang diakibatkan oleh
manusia itu sendiri, contohny: banjir, tanah longsor.
3. Trauma akibat penyakit. Contohnya: HIV, malaria, TBC, dll. yang mengalami
trauma tidak hanya pasien, tetapi juga keluarga pasien tersebut.
Klasifikasi trauma berdasarkan sifat dan penyebab trauma :
Trauma mekanik
a. Trauma tumpul: trauma yang disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak
mampu mengiris. Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah: benda tumpul
yang bergerak pada korban yang diam dan korban yang bergerak pada benda tumpul
yang diam.
Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul:
- Memar (kontusio, hematom).
- Luka lecet, luka lecet di bagi menjadi dua, yaitu : luka lecet tekan dan luka
lecet geser.
- Luka robek
- Patah tulang
b. Trauma tajam: trauma yang disebabkan oleh benda yang permukaannya mampu
untuk mengiris sehingga kontinuitas jaringan hilang. Sifat luka dalam trauma tajam
yaitu: luka iris, luka tusuk, luka bacok.
c. Senjata api.
6
Trauma fisika
a. Suhu (panas atau dingin)
- Padat
- Cair
b. Listrik atau petir
- AC
- DC
Trauma Kimia
a. Asam kuat
b. Basa kuat
II. ERGONOMI KERJA
a. Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa yunani yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hokum
alam) maksudnya adalah ergonomic merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu system kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
dalam system itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan
itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Ergonomic berkenaan juga dengan optimasi,
efisiansi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah
dan di tempat rekreasi.
7
Dalam ilmu ergonomi dikenal jargon “Fitting the Task to the Person and Fitting The
Person To The Task”, yang berarti penyesuaian pekerjanya dan penyesuaian pekerja
dengan pekerjaannya, dimana sebuah system kerja yang mengatur sedemikian rupa agar
pekerja merasa aman dan nyaman dalam bekerja.
b. Hal-hal yang dipelajari dalam ilmu ergonomi
1) Lingkungan kerja meliputi kebersihan, tata letak, suhu, pencahayaan, sirkulasi udara
, desain peralatan dan lainnya
2) Persyaratan fisik dan psikologis (mental) pekerja untuk melakukan sebuah
pekerjaan: pendidikan,postur badan, pengalaman kerja, umur dan lainnya
3) Bahan-bahan/peralatan kerja yang berisiko menimbulkan kecelakaan kerja: pisau,
palu, barang pecah belah, zat kimia dan lainnya
4) Interaksi antara pekerja dengan peralatan kerja: kenyamanan kerja, kesehatan dan
keselamatan kerja, kesesuaian ukuran alat kerja dengan pekerja, standar operasional
prosedur dan lainnya
c. Manfaat penerapan prinsip ergonomi di tempat kerja
1) Mengerti tentang pengaruh dari suatu jenis pekerjaan pada diri pekerja dan kinerja
pekerja
2) Memprediksi potensi pengaruh pekerjaan pada tubuh pekerja
3) Mengevaluasi kesesuaian tempat kerja, peralatan kerja dengan pekerja saat bekerja
4) Meningkatkan produktivitas dan upaya untuk menciptakan kesesuaian antara
kemampuan pekerja dan persyaratan kerja.
8
5) Membangun pengetahuan dasar guna mendorong pekerja untuk meningkatkan
produktivitas.
6) Mencegah dan mengurangi resiko timbulnya penyakit akibat kerja
7) Meningkatkan faktor keselamatan kerja
8) Meningkatkan keuntungan, pendapatan, kesehatan dan kesejahteraan untuk
individu dan institus.
d. Keuntungan melakukan penilaian ergonomi di tempat kerja
1) Mengurangi potensi timbulnya kecelakaan kerja
2) Mengurangi potensi gangguan kesehatan pada pekerja
3) Meningkatkan produktivitas dan penampilan kerja
III. TEKNIK MEMINDAHKAN PASIEN
a. Definisi Teknik Memindahkan Pasien
Teknik yang dapat digunakan oleh perawat untuk memberi perawatan pada klien
imobilisasi. Teknik ini membutuhkan mekanika tubuh yang sesuai sehingga
memungkinkan perawat untuk menggerakan, mengangkat atau memindahkan klien
dengan aman dan juga melindungi perawat dari cedera sistem musculoskeletal.
b. Jenis – Jenis Pemindahan Pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan
pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti
ambulance, dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
1) Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar
9
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan
bantuan klien. Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain
yang ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan
tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan
cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Pemindahan pada klien
membutuhkan tiga orang pengangkat
2) Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan.
Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar
dengan bagian kepala tempat tidur. Emindahan yang aman adalah prioritas pertama,
ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus
menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3) Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
c. Jenis-Jenis dari Transportasi Pasien
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua: Transportasi gawat darurat dan
kritis.
Transportasi Gawat Darurat:
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah
tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan
dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling
kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang
10
tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan
tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha,
bukan dengan punggung. Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat.
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.
b. Diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan
c. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit
sebelahnya
d. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
e. Tangan yang memegang menghadap kedepan
f. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
g. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
h. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita
Gambar 2
11
Transportasi Pasien Kritis
Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih
sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:
1. Koordinasi sebelum transport
• Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk
menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi
• Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar
dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien
• Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama
transport dan evaluasi kondisi pasien
2. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat) harus
menemani pasien dalam kondisi serius.
• Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan
pengalaman CPR atau khusus terlatih pada transport pasien kondisi
kritis
• Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus
menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang
membutuhkan urgent action
3. Peralatan untuk menunjang pasien
• Transport monitor
• Blood presure reader
12
• Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan
tambahan cadangan30 menit
• Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan
volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection
alarm and high airway pressure alarm.
• Mesin suction dengan kateter suction
• Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium
bicarbonate
• Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus
dengan baterai
• Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut
4. Monitoring selama transport.
Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut:
Level 1= wajib, Level 2= Rekomendasi kuat, Level 3= ideal
• Monitoring kontinue: EKG, pulse oximetry (level 1)
• Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi, respiratory rate (level
1 pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain).
d. Jenis – jenis alat pemindahan pasien :
Long spine board
Sebuah papan belakang, juga dikenal sebagai papan tulang panjang
(LSB), longboard, spineboard, atau papan, adalah sebuah perangkat penanganan
pasien digunakan terutama dalam pra-rumah sakit, dirancang untuk immobilisasi
gerakan dari pasien dengan cedera tulang belakang atau anggota badan yang
13
diduga. Long Spine Board terutama diindikasikan dalam kasus trauma di mana
tenaga medis atau penyelamatan percaya bahwa ada kemungkinan cedera tulang
belakang (Nelson & Baptiste, 2004; Nursingtimes, 2012). LSB biasanya terbuat
dari bidai kayu yang keras atau benda yang sintetis yang tidak akan menyerap
darah dengan panjang sekitar 2 meter.
Gambar 3
Tandu Sekop (Scoop Stretcher)
Alternatif melakukan modifikasi teknik log roll adalah dalam
penggunaan scoop stretcher untuk transfer penderita. Penggunaan yang tepat alat
ini akan mempercepat transfer secara aman dari long spine board ke tempat
tidur. Sebagai contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer penderita dari satu
alat traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya meja ronsen. Setelah
penderita ditransfer dari backboard ke tempat tidur dan scoop stretcher dilepas,
penderita harus di reimobilisasi secara baik ke ranjang/tandu.
14
Scoop stretcher bukan merupakan alat untuk membawa atau transportasi,
melainkan alat untuk mengangkat dan memindahkan. Proses pengangkatan
sebaiknya dilakukan oleh empat petugas dengan berada pada masing-masing sisi
tandu.
Gambar 4
e. Teknik/prosedur Memindahkan Pasien
a. Memindahkan pasien dari brankar ke Tempat Tidur /sebaliknya
1) Menjelaskan prosedur pemindahan
2) Atur brankar / Tempat Tidur dalam kondisi terkunci
3) Berdiri di sisi kanan atau kiri pasien
4) Kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien
5) Silangkan tangan pasien di atas dada
6) Pasien diangkat oleh sekurang-kurangnya 2 - 3 orang perawat (sesuai
kebutuhan)
7) Ketiga perawat berdiri disisi sebelah kanan pasien :
15
Perawat I (paling tinggi) dan berdiri di bagian kepala sebagai
pemberi istruksi).
Perawat II berdiri di bagian pinggang
Perawat III berdiri di bagian kaki
8) Lengan kiri perawat I berada di bawah kepala/leher dan pangkal lengan
pasien,dan lengan kanan dibawah punggung pasien
9) Lengan kiri perawat II dibawah pinggang pasien, lengan kanan dibawah
bokong pasien.
10) Kedua lengan perawat III mengangkat seluruh tungkai pasien.
11) Setelah siap, salah seorang perawat memberi aba-aba untuk bersama-sama
mengangkat pasien.
12) Dengan langkah bersamaan, berjalan menuju ke tempat tidur / brankar yang
telah disiapkan.
13) Setelah pasien berada di atas TT/brankar, posisi pasien diatur, selimut
dipasang atau dirapikan.
Gambar 5
16
b. Memindahkan pasien dengan tarikan Selimut atau alas
1) Atur brankar dalam posisi terkunci pada tiap sisinya dan dekatkan dan
sejajarkan dengan tempat tidur atau brankar atau stretcher yang akan
digunakan selanutnya.
2) Satu perawat berada disisi tempat tidur, sedangkan posisi dua perawat yang
lain di samping brankar
3) Gunakan pengalas dibawah tubuh klien untuk media mengangkat dapat berupa
selimut maupun alas brankar
4) Silangkan tangan pasien didepan dada untuk mencegah terjepit
5) Perawat yang berada di sisi tempat tidur siap memegang dan mendorong pasien
6) Dua perawat lain yang berada di samping brankart memulai aba-aba secara
bersamaan dan mengangkat/ menarik pengalas di bawah tubuh pasien dan
pasien hingga mencapai tempat tidur satunya. Apabila pasien dalam kondisi
cedera berat ataupun fraktur yang luas maupun memiliki bobot tubuh yang
sedikit berlebih anjurkan minimal terdapat 4 perawat yang masing-masing
berada pada sisi kepala, samping kanan kiri dan kaki.
7) Jauhkan brankar
8) Baringkan pasien ke kiri atau kanan dan tarik pengalas atau selimut.
9) Atur posisi pasien hingga merasa nyaman.
17
Gambar 6Sumber Richard L.P (2008)
18
c. Memindahkan Pasien Dengan Cara Log Roll
Log roll adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memiringkan klien yang
badannya setiap saat dijaga pada posisi lurus sejajar (seperti sebuah batang kayu).
Contohnya untuk klien yang mengalami cidera spinal. Asuhan yang benar harus
dilakukan untuk mencegah cidera tambahan. Teknik ini membutuhkan 2-5 perawat.
Untuk klien yang mengalami cidera servikal, seorang perawat harus
mempertahankan kepala dan leher klien tetap sejajar (Berman, 2009).
Gambar 5
Tujuan dari Log roll yaitu untuk mempertahankan alignment anatomis yang benar
dalam usaha untuk mencegah kemungkinan cedera neurologis lebih lanjut dan
mencegah penekanan area cedera.
19
Prosedur log roll diimplementasikan pada tahapan-tahapan manajemen pasien trauma
termasuk:
Sebagai bagian dari primary and secondary survey untuk memeriksa tulang
belakang klien.
Sebagai bagian dari proses pemindahan dari dan ke tempat tidur (seperti di
radiologi)
Untuk pemberian perawatan collar servikal atau area tertekan
Memfasilitasi fisioterapi dada dan lain-lain.
Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu dalam prosedur log
roll dengan tugas sebagai berikut:
Satu penolong untuk menahan kepala klien
Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan bawah. Tambahan satu
orang mungkin juga akan dibutuhkan pada saat melakukan log roll klien trauma
yang gemuk, tinggi atau memiliki cedera pada lengan bawah.
Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan (misalnya pengkajian
tulang belakang klien).
Langkah-langkah Log roll
1. Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan status kesadaran
klien dan minta klien untuk tetap berbaring dan menunggu bantuan.
Pastikan colar terpasang dengan benar.
20
2. Jika mungkin, pastikan peralatan seperti kateter indwelling, kateter interkosta,
ventilator tube dan lain-lain pada posisinya untuk mencegah overekstensi dan
kemungkian tertarik keluar selama perubahan posisi.
3. Jika klien diintubasi atau terpasang tracheostomy tube, suction jalan nafas
sebelum log roll dianjurkan, untuk mencegah batuk yang mugkin menyebabkan
malalignment secra anatomis selama prosedur log roll.
4. Tempat tidur harus diposisikan sesuai tinggi badan penolong yang menahan
kepala dan penolong lainnya.
5. Klien harus dalam posisi supine dan alignment secara anatomis selama
prosedur log roll.
6. Tangan proksimal klien harus diaduksi sedikit untuk menghindari berpindah ke
peralatan monitor misalnya selang intravena perifer. Tangan distal klien harus
diekstensikan dengan alignment pada thorak dan abdomen, atau tekuk kearah
dada klien jika mungkin misalnya jika tangan cedera. Satu bantal harus
ditepatkan diantara kaki-kaki klien.
7. Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan satu tangan
melampaui bahu klien untuk menopang area dada posterior, dan tangan yang
lain melingkari paha klien.
8. Penolong 2, bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien, bertumpuk
dengan penolong 1 untuk menempatkan satu tangan di bawah punggung klien,
dan tangan lainnya melingkari betis klien.
9. Dengan aba-aba dari penolong panahan kepala, klien diputar secara alignment
anatomis denga tindakan yang lembut.
21
10. Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi aba-aba untuk
mengembalikan klien pada posisi lateral dengan bantal penahan. Klien harus
ditingggalkan dalam posisi alignment anatomis yang benar setiap waktu.
IV. AKIBAT KESALAHAN DALAM MEMINDAHKAN PASIEN
a. Pasien
Bila penderita dalam waktu lama (kurang lebih 2 jam atau lebih lama lagi)
diimobilisasi dalam long spine board, penderita dapat mengalami dekubitus pada
oksiput, skapula, sakrum, dan tumit. Oleh karena itu, secepatnya bantalan harus
dipasang dibawah daerah ini, dan apabila keadaan penderita mengizinkan secepatnya
long spine board dilepas (Krisanty, 2009).
b. Perawat atau Petugas medis
Tenaga perawat merupakan salah satu sumber daya rumah sakit yang memiliki
jumlah yang cukup besar serta memiliki peranan yang sangat menentukan mutu
pelayanan suatu rumah sakit. Perawat dalam melaksanakan asuhan kepada pasien
memiliki tugas yang bervariasi, antara lain melakukan tindakan mandiri seperti
memenuhi kebutuhan activity daily living (ADL) pasien, memandikan di tempat tidur,
membantu mobilisasi pasien dengan cara mengangkat pasien dewasa yang berat,
merawat luka, cara memindahkan pasien dan lain – lain.
Perawat dalam melakukan pekerjaannya tersebut banyak menggunakan gerakan
membungkuk dan memutar tubuh, khususnya di sekitar tulang punggung bawah,
mengangkat benda berat, dan mentransfer pasien merupakan faktor risiko terbesar
terkena Nyeri punggung Belakang (Roupa, at all. 2008).
22
Kesalahan dalam teknik memindahkan pasien saat membungkuk maupun
mengangkat beban yang berat dapat meningkatkan cedera muskuloskeletal yang dialami
oleh perawat itu sendiri (Widiyanti et all. 2009). Selain itu ketidaktepatan dalam teknik
memindahkan pasien dapat meningkatkan risiko petugas dalam terpapar cairan tubuh
pasien khususnya cairan tubuh bagian blakang pasien.
Dehlin dkk. (1976) dalam studi yang dilakukan di rumah sakit geriatri di Swedia,
mendapatkan prevalensi LBP pada perawat sebanyak 47%, Stubbs dkk. (1983) di
Inggris membuktikan bahwa selama setahun, perawat yang mengalami keluhan LBP
sebanyak 43,1%, Arad dkk.(1986) di Rumah Sakit RNH mendapatkan 87% insidensi
LBP pada 1.033 perawat. Faktor fisik, seperti posisi janggal, manual handling, sering
membungkuk dan memutar serta gerakan mendorong ke depan merupakan faktor risiko
yang dapat memengaruhi tingginya prevalensi LBP tersebut.
Tahun 2005, kajian Depertemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan
bahwa 40,5% pekerja informal memiliki keluhan yang diduga terkait dengan
pekerjaannya, prevalensi yang paling tinggi yaitu penyakit otot rangka (16%). Pada
tahun 2006, berdasarkan hasil kajian tentang pembiayaan jaminan kesehatan bagi para
pekerja sektor informal diperoleh keluhan paling banyak dalam 1 (satu) bulan terakhir
adalah pegal-pegal (67%).
Hasil prasurvei awal tahun 2012 di beberapa rumah sakit di Jakarta
memperlihatkan, perawat di rumah sakit yang paling banyak pekerjaan angkat angkut
pasien adalah di unit kerja yang memberikan pelayanan 24 jam yaitu di ruang Rawat
Inap dan di Unit GawatDarurat. Wawancara dengan Kepala Subbagian Administrasi di
RS Bhayangkara mendapatkan 8 orang perawat di Instalasi Tahanan menderita LBP
23
dan sering sekali tidak hadir. Data kunjungan poli karyawan RSUD Tarakan Jakarta
pada tahun 1990–2012 didapatkan 18 perawat yang menderita HNP, 5 di antaranya
sudah menjalani operasi laminektomi; sebaliknya di RSS tidak terdapat perawat yang
mengeluh LBP atau menderita kelainan HNP(Kurniawidjaja L. Meily Dkk,2014).
Penerapan ergonomi di lingkungan kerja merupakan suatu upaya dari suatu
tempat kerja untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Suatu pelayanan
kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat
meningkatkan mutu kehidupan dan kesehatan kerja. Ergonomi mempelajari cara dalam
hal penyesuaian pekerjaan, alat kerja dan lingkungan kerja dengan manusia dengan
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan dari manusia itu sendiri dalam hal
melakukan aktivitas kerja sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan
pekerjaan yang akan meningkatkan kenyamanan, keselamatan dan produktivitas kerja.
Adanya peralatan kerja dan lingkungan fisik yang tidak sesuai dengan
kemampuan dari pekerja akan menyebabkan hasil kerja tidak optimal ataupun
menimbulkan masalah dalam hasil dari pekerjaan yang dilakukan ataupun menyebabkan
kerusakan maupun cidera atau yang biasa terjadi adalah keluhan kesehatan dan penyakit
yang tidak diinginkan akibat dari aktivitas kerja (Anies, 2014).
Sikap tubuh serta aktivitas tertentu yang dijalani selama aktivitas kerja akan
sangat mempengaruhi atau akan sangat berpotensi dalam hal menimbulkan suatu
masalah atau gangguan pada kesehatan berupa keluhan atau penyakit. Sikap tubuh
adalah salah satu faktor yang menyebabkan pekerja mengalami masalah kesehatan
seperti misalnya keluhan muskuloskeletal yaitu nyeri. Dampak dari aktivitas kerja ini
timbul biasanya setelah melakukan aktivitas kerja yang sudah lama, namun tidak
24
menutup kemungkinan keluhan tersebut timbul langgsung timbul ketika aktivitas kerja
tersebut dilakukan (Anies, 2014).
Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap tahun
terjadi 2,3 juta penyakit dan bahkan kematian disebabkan oleh kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2013, di Indonesia
terdapat 428.844 kasus gangguan musculoskeletal dan penyakit lain. ILO juga
melaporkan bahwa gangguan musculoskeletal saat ini mengalami peningkatan kasus
di banyak negara. Contohnya, di Republik Korea gangguan musculoskeletal
mengalami peningkatan sekitar 4.000 kasus dalam kurun waktu 9 tahun dan di
Inggris, 40% kasus penyakit akibat kerja merupakan gangguan musculoskeletal.
Gangguan musculoskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka yang
disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan pada sendi,
ligamen dan tendon.
Menurut Humantech yang dikutip Bukhori (2010), pada awalnya keluhan
musculoskeletal menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak,
kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar yang pada akhirnya
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dan
koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstremitas sehingga dapat mengakibatkan
efisiensi kerja berkurang dan produktivitas kerja menurun.
Keluhan terkait gangguan pada muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling
sering ditemukan baik itu di tempat kerja maupun aktivitas sehari-hari yang biasanya
terjadi karena kurang menerapkan posisi atau sikap kerja yang sesuai sehingga antara
25
ergonomi kerja dengan gangguan atau keluhan muskuloskeletal sangat berhubungan.
Seperti yang dijelaskan pada penelitian oleh Fathoni, Handoyo, Swasti (2012), yang
berjudul “Hubungan Sikap Kerja dengan Low Back Pain pada Perawat RSUD
Purbalingga”, bahwa posisi yang dilakukan kurang atau tidak ergonomis sehingga
menyebabkan keluhan muskuloskeletal yaitu low back pain pada perawat saat
melakukan tindakan seperti mendorong atau memindahkan pasien dengan mengangkat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijaya, Darwita, Bahar (2012) yang
berjudul The Relation between Risk Factors and Muskuloskeletal Impairment in Dental
Student; a Preliminary study dikatakan bahwa pada dokter gigi terdapat hubungan
antara gerakan dalam bekerja dengan keluhan muskuloskeletal terutama pada leher,
bahu, lengan bawah, tangan dan punggung.
DAFTAR PUSTAKA
ACEM. 2014. Emergency Department Design Guidelines, G15. Third Section,
Australian College For Emergency Medicine.
Berman, A. et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Koizer & Erb, Edisi
5. Jakarta: EGC.
European Agency for Safety and Health at Work . (2007). Patient handling techniques
to prevent MSDs in health care available at http://osha.europa.eu
Fathoni, H, Handoyo, Swasti, K, G. (2012). Hubungan Sikap Kerja dengan Low Back
Pain pada Perawat RSUD Purbalingga. Jurnal Keperawatan Soedirman
(online) http://jks.fikes.unsoed.ac.id diakses pada tanggal 17 Januari 2017
Feletto, M., and Graze, W. 2001. A Back Injury Prevention Guide For Health Care
Provider. California: Sacramento, CA.
Fraktur. 2017. Universitas Pembangunan Nasional access at
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312089/bab2.pdf
pada 9 januari 2017
Kasmarani. (2012). Pengaruh beban kerja fisik dan mental terhadap stres kerja pada
perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cianjur. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 1, 2, 767 – 776. Diambil dari
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. Diakses pada tanggal 14 Januari 2017
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.
Krisanty P., dkk. (2009). Asuhan Keperawtan Gawat Darurat. Jakarta: TIM
Lanny Widiyanti , dkk. (2009). Hubungan Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan
Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan dengan Nyeri Punggung Bawah.
Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
National Spinal Cord Injury. 2012. Spinal Cord Injury Facts and Figures at Glance.
Diakses dari https://www.nscisc.uab.edu pada 7 Januari 2017
Nelson, A., Baptiste, A. (September 30, 2004). "Evidence-Based Practices for Safe
Patient Handling and Movement". Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9
No. 3, Manuscript 3. Available:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodic
als/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/EvidenceBasedPractices.
aspx diakses pada tanggal 5 Januari 2017
Richard L. Pullen, Jr., RN, EdD. (2008). Smooth patient transfers: Part I Transferring a
patient from bed to stretcher. Nursing guidelines
Roupa, at all (2008). The problem of lower back pain in nursing staff and its effect on
human activity. HSJ – Health Science Journal, 2008. volume 2, issue 4.
Diakses dari http://www.hsj.gr/volume2/issue4/5mioskeletikes219_225.pdf
pada tanggal 5 Januari 2017
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner&
Suddarth. Jakarta:EGC
Shafiezadeh, K.R. (2011). Prevalence of Musculoskeletal Disorders among Paramedics
Working in a Large Hospital in Ahwaz, Southwestern Iran in 2010. International
Journal of Occupational Environmental Medicine, 2(3), 157 – 165. Diambil dari
http://www.theijoem.com. Diakess pada tanggal 14 Januari 2017
Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press
Potter, Perry. (2005).Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi
4.Diterjemahkan oleh Renata Komalasari. Jakarta : EGC
Widiyanti et all. (2009). Hubungan sikap tubuh saat mengangkat dan memindahkan
pasien pada perawat perempuan dengan nyeri punggung bawah. Departemen
kedokteran komunitas – fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. Volume: 59 Nomor 3, Maret 2009 diakses dari
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/630/62
2 pada tanggal 3 Januari 2017
Wijaya, A, T, Darwita, R, R, Bahar, A. (2012). The Relation between Risk Factors and
Muskuloskeletal Impairment in Dental Student; a Preliminary study. Journal of
Dentistry Indonesia (online) http://www.jdentistry.ui.ac.id diakses pada tanggal
17 Januari 2017
Http://www.nursingtimes,net/journals/2012/11/23/a/f/w/031216The-management-of-
patients-with-spinal-cord-injury.pdf
Top Related