Struktur dan Mekanisme Pernapasan pada Manusia
Herlin Indah Bangalino 102014022 / A2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Alamat korespondensi email: [email protected]
Abstrak
Sistem pernapasan berperan dalam menyediakan oksigen yang diambil dari atmosfer dan
mengeluarkan karbon dioksida dari sel-sel tubuh menuju udara bebas. Struktur yang membentuk
sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama dan struktur pelengkap. Yang termasuk
struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan, terdiri dari jalan napas dan saluran
napas, serta paru (parenkim paru). Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara
antara rongga pleura dan paru. Proses pergerakan gas ke dalam dan ke luar paru dipengaruhi oleh
tekanan dan volume. Gangguan sistem pernapasan pada manusia bisa terjadi karena gangguan
mekanisme pernapasan dan kelainan struktur pernapasan.
Kata kunci: inspirasi, ekspirasi, tekanan intra-alveolus
Abstract
The respiratory system plays a role in providing oxygen taken from the atmosphere and remove
carbon dioxide from body cells into the air. Structures that make up the respiratory system can be
divided into the main structure and supplementary structure. Which includes the main structure of the
respiratory system are the respiratory airways, consisting of airway and respiratory tract, and
pulmonary (lung parenchyma). The process of respiration occurs because of differences in air
pressure between the pleural cavity and lungs. The movement of gas into and out of the lungs is
affected by pressure and volume. Respiratory system disorders in humans could occur due to
interference respiratory mechanism and structural abnormalities of breathing.
Keywords: inspiration, expiration, intra-alveolar pressure
1
Pendahuluan
Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung dengan
dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem pernapasan
terdiri atas rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan
dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem
kardiovaskular. Setiap makhluk hidup termasuk manusia perlu bernapas untuk kelanjutan
hidupnya. Dengan bernapas, manusia memperoleh oksigen yang berguna bagi tubunya dan
membuang karbon dioksida yang dihasilkan dari dalam tubuhnya. Sistem pernapasan
sendiri terdiri dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus, bronkiolus,
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan
alveoli. Gangguan sistem pernapasan pada manusia bisa terjadi karena
gangguan mekanisme pernapasan dan kelainan struktur pernapasan.
Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Sistem Pernapasan
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama
dan struktur pelengkap. Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran
udara pernapasan, terdiri dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru).
Nares, hidung bagian luar (external nose), hidung bagian dalam (internal nose), sinus
paranasal, faring, dan laring disebut sebagai jalan napas. Semuanya termasuk dalam cakupan
bidang Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan tidak dibahas di dalam pulmonologi tetapi
dapat saja terkait jika membicarakan respirologi, sedangkan saluran napas adalah trakea,
bronki dan bronkioli (keduanya dibahas dalam pulmonologi). Yang di maksud dengan
parenkim paru adalah organ berupa kumpulan kelompok alveoli yang mengelilingi cabang-
cabang pohon bronkus. Paru kanan terdiri dari tiga bagian, yaitu lobus atas kanan, lobus
tengah kanan, dan lobus bawah kanan. Setiap lobus mempunyai bronkus lobusnya masing-
masing. Paru kiri mempunyai dua lobus, yaitu lobus atas kiri dan lobus bawah kiri. Struktur
pelengkap adalah dinding dada yang terdiri dari iga dan otot, otot abdomen, dan otot-otot
lain, diafragma, serta pleura. 1
a. Struktur pelengkap
- Dinding dada atau dinding toraks, dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit.
2
- Tulang pembentuk rongga dada terdiri atas tulang iga (12 buah), vertebra torakalis (12
buah), sternum (1 buah), clavicula (2 buah) dan scapula (2 buah).
- Otot pembatas rongga dada :
+ Otot ekstremitas superior terdiri atas m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor,
m.serratus anterior, dan m.subclavius.
+ Otot anterolateral abdominal terdiri atas m.abdominal oblikus eksternus, m.rectus
abdominis.
+ Otot toraks intrinsik terdiri atas m.intercostalis eksterna, m.intercostalis interna,
m.sternalis, dan m.toraksis transversus.
- Otot-otot pernapasan, dibedakan menjadi otot untuk inspirasi mencakup otot inspirasi
utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.
+ Otot inspirasi utama (principal), yaitu m.intercostalis eksterna, m.interkartilaginus
parasternal dan otot diafragma.
+ Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) yang sering juga disebut
sebagai otot bantu napas yaitu m.sternokleidomastoideus, m.scalenus anterior,
m.scalenus medius dan m.scalenus posterior.
+ Saat napas biasa (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak diperlukan kegiatan otot,
cukup dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekspirasi.
Namun, ketika ada serangan asma, sering diperlukan active breathing; dalam keadaan
ini, untuk ekspirasi diperlukan kontribusi kerja otot, yaitu m.intercostalis interna,
m.interkartilaginus parasternal, m.rectus abdominis, m.oblikus abdominis eksternus.
Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan untuk mengatur pernapasan saat berbicara,
menyanyi, batuk, bersin dan untuk mengedan saat buang air besar serta saat bersalin.
- Diafragma adalah suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang memisahkan
rongga toraks dengan rongga abdomen. Dengan demikian, diafragma menjadi dasar
dari rongga toraks. Ada tiga aperture pada diafragma, yaitu:
+ hiatus aortikus yang dilalui oleh aorta desenden, vena azigos, dan duktus torasikus
+ hiatus osofageus yang dilalui oleh esofagus
+ aperture yang satu lagi dilalui oleh vena kava inferior
- Pleura, dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat
dibedakan menjadi pleura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis yang
melapisi dinding dalam hemitoraks. Di antara kedua pleura tadi, terbentuk ruang yang
disebut “rongga” pleura yang sebenarnya tidak berupa rongga tetapi merupakan ruang
potensial. Pada keadaan normal, “rongga” pleura berisi cairan pleura dalam jumlah
3
yang sangat sedikit (0,1-0,2 mL/kg.BB), jadi hanya berupa lapisan cairan pleura
(film) setebal 10-20 µm yang menyelaputi kedua belah pleura. Meskipun sangat tipis,
cairan ini telah dapat memisahkan lapisan pleura viseralis dengan pleura parietalis
agar tidak saling bersinggungan atau berlengketan.1
b. Struktur utama
1. Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:
- Lubang hidung (cavum nasalis). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati,
serta sisanya terdiri atas kartilago dan jarigan ikat (connective tissue). Bagian dalam
hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh
sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi
sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan
(mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam
saluran pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung
terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat
ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Fungsi hidung sebagai pelindung dan
penyaring dilakukan oleh vibrissae, lapisan lender, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah
rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran
(partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih
dapat melewati vibrissae akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya
dikeluarkan oleh reflex bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel
sangat kecil), maka enzim lisozim yang menghancurkannya.1,2
- Sinus paranasalis, daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan
tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis,
dan sinus maxillaris. Sinus berfungsi untuk membantu menghangatkan dan
humidifikasi, meringankan berat tulang tengkorak, dan mengatur bunyi suara manusia
dengan ruang resonansi.
- Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (13 cm) yang letaknya bermula
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian
tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat “digestion” (menelan)
seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu
+ di belakang hidung (naso-faring), terdapat pada superior di area yang terdapat epitel
bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube
4
eustachius. Adenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit nasofaring.
Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur
tersebut penting sebagai rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi
organisme yang masuk ke hidung dan tenggorokan.
+ belakang mulut (oro-faring), berfungsi untuk menampung udara dari naso faring
dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan
tonsili lingualis (dasar lidah).
+ belakang laring (laringo-faring), bagian terbawah faring yang berhubungan dengan
esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trakhea. Laringo-faring
berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi.
- Laring, sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur epithelium-lined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trachea (di bawah). Laring terletak di
anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada
di posterior laring. Fungsi laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi
jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Laring terdiri atas:
+ Epiglotis: katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan
+ Glotis: lubang antara pita suara dan laring.
+Kartilago tiroid: kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang
membentuk jakun (Adam’s apple)
+Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago
tiroid)
+Kartilago aritenoid: digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago
tiroid.
+Pita suara: sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan
suara dan menempel pada lumen laring.2,3
2. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas:
- Trakhea, perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang
bercabang menjadi dua bronchus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trakhea
bersifat sangat fleksibel,berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago
berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak (pseudostratified
ciliated columnar epithelium) yang mengandung banyak sel goblet yang
mensekresikan lender (mucus).
5
- Bronkhus dan Bronkhiolus. Cabang bronkhus kanan lebih pendek lebih lebar, dan
cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda
asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan dari pada cabang bronkhus
sebelah kiri. Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti
ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago
sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago.Tidak
adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga
dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang
kecil yang terletak antar alveoli (Kohn pores) yang berfungsi untuh mencegah kolaps
alveoli. Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronchus terminalis tidak
mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical Dead
Space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml.
Awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.3
Saluran Respiratorius Terminal
a. Alveoli. Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan
paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli
merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari
bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran 02 dan CO2. Seluruh
dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius, duktus
alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus
adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan
pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang
sama dengan orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit
alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler.
b. Paru Kanan. Batas anterior paru kanan menuju ke bawah di mulai di belakang
sendi sternoclavicular dan mencapai linea mediana pada ketinggian angulus
sterni.Batas paru ini terus ke bawah melalui belakang sternum pada ketinggian
sendi sternokondralis keenam, di sini batas bawah melengkung ke lateral dan
sedikit ke inferior, memotong iga keenam di linea medioclavicularis dan
memotong iga kedelapan pada linea medioaksilaris. Batas ini kemudian menuju
posterior dan medial pada ketinggian prosesus spinosus vertebra torasik
kesepuluh. Pada keadaan inspirasi, batas inferior kira-kira turun dua iga. Bagian
6
inferior fisura oblikus paru kanan berakhir di batas bawah paru pada linea
medioclavicularis. Lokasi fisura horizontal pada ketinggian kartilago iga keempat.
c. Paru Kiri. Batas anterior paru kiri hampir sama dengan batas anterior paru kanan,
tetapi pada ketinggian kartilago iga keempat paru kiri berdeviasi ke lateral karena
terdapat jantung. Batas bawah paru kiri lebih inferior dibandingkan paru kanan
karena paru kanan terbatas oleh hepar. Fisura oblikua paru kiri serupa letaknya
dengan paru kanan. Tidak seperti pleura, paru jarang meluas ke inferior. Pleura
parietalis costalis sering bertemu berdempetan dengan pleura parietalis
diafragmatika membentuk sulcus kostofrenikus. Puting susu (nipple) pada laki-
laki biasanya berada pada sela iga keempat kira-kira pada linea medio
clavicularis.1,3
Mekanisme Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbon
dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi). Pernapasan terdiri dari empat proses yaitu
1. Ventilasi adalah pertukaran udara keluar masuk paru-paru.
2. Distribusi adalah pembagian udara ke cabang-cabang bronkus.
3. Diffusi adalah peresapan masuknya oksigen dari alveoli ke darah dan pengeluaran
CO2 dari darah ke alveoli.
4. Perfusi adalah aliran darah yang membawa O2 ke jaringan.4
Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara rongga pleura dan
paru. Proses pergerakan gas ke dalam dan ke luar paru dipengaruhi oleh tekanan dan
volume.5
Terdapat tiga tekanan yang berbeda yang berperan penting dalam ventilasi.
1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer pada benda di permukaan bumi.
2. Tekanan intra-alveolus atau tekanan intrapulmonal, adalah tekanan di dalam alveolus.
Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar,
udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap kali tekanan intra-alveolus
7
berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir hingga kedua tekanan seimbang
(ekuilibrium).
3. Tekanan intrapleura atau tekanan intratoraks adalah tekanan di dalam kantong pleura,
dimana tekanan ini ditimbulkan di luar paru di dalam rongga toraks. Tekanan
intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm Hg saat
istirahat. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer
atau intra-alveolus karena kantong pleura merupakan kantong tertutup tanpa
pembukaan sehingga udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun terdapat gradient
tekanan berapapun antara rongga pleura dan atmosfer atau paru.
Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, tekanan intra-alveolus
harus lebih kecil daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru
sewaktu inspirasi (menarik napas) dan harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar
udara mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi (menghembuskan napas). Sesuai Hukum
Boyle, sewaktu volume gas meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang
secara proporsional. Sebaliknya, tekanan meningkat secara proporsional sewaktu volume
berkurang. Perubahan volume paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan
secara tak-langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Otot-otot pernapasan yang melakukan
gerakan bernapas tidak bekerja langsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-
otot ini mengubah volume rongga toraks, menyebabkan perubahan serupa pada volume
paru karena dinding toraks dan dinding paru berhubungan melalui daya rekat cairan
intrapleura dan gradien tekanan transmural. Di dinding paru, tekanan intra-alveolus 760
mm Hg mendorong ke luar sementara tekanan intrapleura sebesar 756 mm Hg mendorong
kea rah dalam. Perbedaan tekanan sebesar 4 mm Hg ini membentuk gradien tekanan
transmural yang mendorong ke luar paru, meregangkannya untuk mengisi rongga toraks
yang lebih besar. Di dinding toraks, tekanan atmosfer sebesar 760 mm Hg mendorong ke
arah dalam sementara tekanan intrapleura 756 mm Hg mendorong ke arah luar.
Perbedaan tekanan sebesar 4 mm Hg menghasilkan gradien tekanan transmural yang
mendorong kea rah dalam dan menekan dinding toraks.
a. Inspirasi
Otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang
adalah diafragma dan otot interkostalis eksternal. Kontraksi otot-otot inspirasi
membuat rongga toraks membesar. Diafragma yang dipersarafi oleh saraf frenikus,
dalam keadaan relaksasi berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga
8
toraks. Ketika berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar volume rongga toraks
dengan meningkatkan ukuran vertical (atas-ke-bawah). Selama pernapasan tenag
diafragma menurun sekitar 1 cm selama inspirasi, tetapi selama pernapasan berat,
diafragma dapat menurun sebesar 10 cm. Dinding abdomen, jika melemas, menonjol
keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah
dan ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga toraks sewaktu bernapas
tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma. Otot interkostaslis eksternal terletak di
atas otot interkostalis internal. Kontraksi otot interkostalis eksternal, yang serat-
seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar
rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi-ke-sisi) dan anteroposterior. Ketika
berkontraksi otot interkostalis eksternal mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke
atas dan depan. Saraf interkostalis mengaktifkan otot-otot interkostalis ini selama
respirasi.
Sewaktu rongga toraks membesar selama inspirasi akibat kontraksi diafragma, paru
juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang lebih besar. Sewaktu paru
membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara yang sama kini
menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan inta-alveolus
turun 1 mm Hg menjadi 759 mm Hg. Karena tekanan inta-alveolus sekarang lebih rendah
daripada tekanan atmosfer, udara mengalir ke dalam paru mengikuti gradien tekanan ini.
Udara terus masuk ke paru hingga tidak ada lagi gradien yaitu hingga tekanan intra-alveolus
setara dengan tekanan atmosfer.
Inspirasi dalam (lebih banyak udara yang dihirup) dapat dilakukan dengan
mengontraksikan diafragma dan otot interkostalis eksternal secara lebih kuat dan dengan
mengaktifkan otot inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga toraks. Kontraksi
otot-otot tambahan ini, yang terletak dileher, mengangkat sternum dan dua iga pertama,
memperbesar bagian atas rongga toraks. Dengan semakin membesarnya volume rongga
toraks dibandingkan dengan keadaan istirahat, paru juga semakin mengembang menyebabkan
tekanan intraalveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran masuk udara
sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer yaitu tercapai pernapasan yang
lebih dalam.5,6
b. Ekspirasi
9
Diafragma mengambil posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot
interkostalis eksternal melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat turun karena
gravitasi. Dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke ukuran
prainspirasinya karena sifat-sifat elastic mereka. Sewaktu paru mengalami recoil dan kembali
mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat karena jumlah molekul udara yang lebih banyak
yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini
termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus
meningkat sekitar 1 mm Hg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm Hg dan meninggalkan
paru menuruni gradien tekanannya. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan intra-alveolus
menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak ada lagi.
Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih
cepat daripada yang dicapai selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam
ketika olahraga. Untuk mengeluarkan lebih banyak udara, tekanan inta-alveolus harus lebih
ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi
dan recoil elastic paru. Otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume
rongga toraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah otot dinding abdomen.
Sewaktu otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang
menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga
toraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga toraks menjadi semakin
kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot interkostalis internal, yang kontraksinya menarik iga
turun dan ke arah dalam, mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga
toraks; kerja nya berlawanan dengan otot interkostalis eksternal. Selama ekspirasi paksa,
tekanan intrapelura melebihi tekanan atmosfer; tetapi paru tidak kolaps. Karena tekanan intra-
alveolus juga meningkat setara, tetap terdapat gradien tekanan transmural menembus dinding
paru sehingga paru tetap teregang dan mengisi rongga toraks.6
Transportasi Gas
a. Transpor oksigen dalam darah. Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-
paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan O2 ke jaringan tertentu tergantung pada
jumlah O2 yang masuk paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran
darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 oleh darah. Dinamika reaksi
haemoglobin (Hb) dengan O2 sangat memudahkan pengangkutan oksigen.
Hemoglobin adalah protein yang tersusun dari empat subunit, masing-masing subunit
10
mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida. Oksigen dapat disalurkan dari
paru-paru ke jaringan melalui dua cara yaitu secara fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan Hb sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat
reversible. Pada tingkat jaringan, O2 mengalami disosiasi (berpisah) dari hemoglobin
kemudian berdifusi ke dalam plasma. Selanjutnya oksigen akan masuk ke sel-sel
jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Hemoglobin
yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi. Hemoglobin
ini berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena seperti yang
kita lihat pada vena superfisial.
b. Transpor karbondioksida dalam darah. Transpor karbondioksida dari jaringan ke paru-
paru yang selanjutnya untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara yaitu 10% secara
fisik larut dalam plasma, 20% berikatan dengan gugus amino pada hemoglobin dalam
sel darah merah, hemoglobin yang berikatan dengan karbondioksida disebut
karbaminohemoglobin, 70 % ditranspor sebagai bikarbonat plasma. Kelarutan CO2
dalam darah kurang lebih 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2. Dengan demikian,
pada larutan sederhana dapat dipastikan terdapat lebih banyak CO2 daripada O2.
Karbondioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah dapat dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO3 yang disebabkan adanya aktivitas enzim anhidrase
karbonat. Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Keseimbangan
asam dan basa sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru serta homeostasis
karbondioksida. Istilah yang menggambarkan terganggunya keseimbangan asam dan
basa pada sistem respirasi adalah hiperventilasi dan dan hipoventilasi. Hiperventilasi
terjadi jika metabolisme tubuh terlampau tinggi sehingga mendesak alveolus
melakukan ventilasi secara berlebihan. Kondisi tersebut akan menyebabkan alkalosis
respiratorik. Alkalosis adalah suatu kondisi dimana ekskresi CO2 dari paru-paru
berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH darah (ph darah>7,4). Sedangkan
hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat retensi tertahannya CO2 di dalam
paru-paru. Hipoventilasi alveolus akan menyebabkan asidosis respiratorik sehingga
pH akan turun. Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total volume paru-paru
berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernapas cepat
dan dangkal. 3,6
Kesimpulan
11
Manusia bernapas untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh
dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Sistem pernapasan sendiri terdiri dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus,
bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam
rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk. Sebaliknya apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka
udara akan keluar. Gangguan sistem pernapasan pada manusia bisa terjadi
karena gangguan mekanisme pernapasan dan kelainan struktur
pernapasan.
Daftar Pustaka
1. Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007: h.5-10.
2. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2009: h.255-6.
3. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2007: h.4-15.
4. Umar N. Sistem pernapasan dan suctioning pada jalan napas. Bagian Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. USU digital library 2004; h.2.
5. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008:h.29-31.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014: h.492-7.
12