SINDROM PARKINSON
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson, yang juga dikenal sebagai agitans paralisis, adalah akibat
dari kerusakan yang luas pada bagian substansia nigra, yaitu bagian pars kompakta,
yang mengirim serat-serat saraf yang mensekresi dopamin ke nudeus kaudatus dan
putamen. Penyakit ini ditandai dengan kekakuan pada banyak, tetapi tidak banyak
sekali otot-otot tubuh. Tremor involunter pada area yang terlibat, bahkan bila
penderita dalam keadaan istirahat, dan selalu dalam kecepatan yang tetap yaitu antara
3 sampai 6 siklus per detik, dan kesulitan yang serius dalam memulai gerakan disebut
akinesia.
DEFINISI
Sindrom parkinson adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilang nya refleks postural akibat penurunan
kadar dopamin dengan berbagai macam sebab.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit parkinson adalah suatu penyakit neurodegeneratif yang paling
banyak dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai
timbul pada usia 40 – 70 tahun, dan mencapai puncaknya pada dekade ke enam.
Bila penyakit ini muncul pada usia sebelum 20 tahun disebut sebagai juvenile
parkinsonism. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria, dengan rasio pria:wanita
3:2. Penyakit parkinson memiliki prevalensi 160 per 100.000 populasi dan angka
kejadiannya sekitar 20 per 100.000 populasi. Keduanya meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan angka
kejadian 55 kasus per 100.000 populasi per tahun. Kematian biasanya tidak
disebabkan oleh penyakit ini sendiri tetapi oleh terjadinya infeksi sekunder.
Gleopatra D. MolleFK – UKI 06-074
KLASIFIKASI
1. Primer / idiopatik
- Penyakit Parkinson
- Juvenile Parkinsonism
2. Sekunder / simtomatik
- Infeksi, pasca infeksi
- Pasca ensefalitis
- Toksin
- Obat : antipsikotik, antiemetik, reserpin, flunarisin,alfa-metil
dopa,lithium
- Vaskuler : multiinfark serebral
- Trauma kranioserebral
- Lain-lain : Hipoparatiroid, hipotiroid, degenerasi hepatoserebral,
tumor otak, siringomiela.
3. Parkinsonism plus
4. Penyakit heredodegeneratif
ETIOLOGI
1. Usia
2. Rasial
3. Genetik
-mutasi khas gen terpisah ( alpha-synuclein, parkin,UCHL-1) & 4 lokus
tambahan
( Park3 -7)
-biasanya + pencetus ( lingkungan, stress,umur )
4. Lingkungan
- toksin : Co,Mn,Mg,methanol, sianida, herbisida, pestisida
5. Cedera kranioserebral
6. Stres emosional
Gleopatra D. MolleFK – UKI 06-074
GEJALA KLINIS
A. Umum1. Hemiparkinsonism ( gejala mulai satu sisi )2. Tremor saat istirahat3. Tidak didapatkan gejala neurologis lain4. Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologi5. Perkembangan lambat6. Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis7. Reflek postural tidak dijumpai pada awal penyakit
B. Khusus1. Tremor
- Laten, - Resting, - Saat gerak dan resting
2. Rigiditas3. Akinesia / bradikinesia
- kedipan mata turun, - wajah topeng, - hipofonia, - liur menetes, - mikrografia, - cara jalan langkah kecil, - sulit duduk/berdiri
4. Hilangnya reflek posturalGambaran motorik lain :
- distonia- hemidistonia- suara monoton- rasa kaku- sulit memulai gerak- rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti garis- rasa kaku saat bicara dan menulis- suara monoton- oculogyric crises spasme berupa elevasi mata, atau kombinasi dengan
kepala
Gleopatra D. MolleFK – UKI 06-074
DIAGNOSA
Kriteria diagnostik (Kriteria Hughes) :
Possible : terdapat salah satu gejala utama :
- Tremor istirahat
- Rigiditas
- Bradikinesia
- Kegagalan refleks postural
Probable
Bila terdapat kombinasi dua gejala (termasuk kegagalan refleks postural)
atau satu dari tiga gejala pertama yang tidak simetris (dua dari empat tanda
motorik)
Definite
Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu
gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal). Bila semua tanda-tanda tidak
jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.
PATOGENESA
Penyebab efek motorik yang abnormal dari gejala parkinson hampir
seluruhnya tidak diketahui. Namun jika dopamin yang disekresikan dalam nukleus
kaudatus dan putamen berpungsi sebagai transmiter inhibitor, kemudian merusak
neuron-neuron dopaminergik di substansia nigra, maka secara teoritis akan
menyebabkan kaudatus dan putamen menjadi sangat aktif dan kemungkinan
menghasilkan sinyal output eksitasi yang terus-menerus ke sistem pengatur
motorik kortikoikospinal. Sinyal-sinyal ini tentunya akan sangat merangsang
banyak otot atau bahkan seluruh otot tubuh dan menimbulkan kekakuan.
Beberapa lintasan umpan balik mungkin dengan mudah berosilasi akibat
umpan balik yang kuat setelah inhibisinya hilang, sehingga menimbulkan tremor
penyakit parkinson. Tremor ini sangat berbeda dengan tremor pada penyakit
serebelum, karena tremor ini timbul selama jam-jam sadar, dan karena itu disebut
tremor involunter yang sangat berbeda jelas dengan tremor serebelar, yaitu yang
hanya terjadi ketika seseorang melakukan gerakan yang dimulai secara sengaja
dan oleh karena itu disebut tremor sengaja (intention tremor)
Akinesia yang terjadi pada penyakit parkinson seringkali membuat pasien
jauh lebih tertekan daripada gejala-gejala kekakuan otot dan tremor karena pada
parkinsonisme berat, bahkan untuk membentuk gerakan yang paling sederhana
pun, penderita harus melakukan konsentrasi penuh. Usaha mental, bahkan
perasaan sedih yang diperlukan untuk terjadinya suatu gerakan, seringkali terbatas
pada daya kemauan pasien kemudian bila timbul gerakan, biasanya bersifat kaku
dan tersendat-sendat dan tidak timbul secara lancar.
Penyebab aknesia masih bersifat dugaan, namun sekresi dopamin di
sistem limbik, terutama pada nukleus accumbens, seringkali menurun bersama
dengan menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Ada dugaan bahwa hal ini
mungkin menurunkan dorongan fisik untuk aktivitas motorik begitu besarnya,
sehingga timbul akinesia atau kemungkinan lain adalah sebagai berikut karena
pola gerakan memerlukan perubahan yang berurutan antara eksitasi dan inhibisi,
maka setiap efek yang akan mengunci aktivitas ganglia basalis selalu berlangsung
dalam suatu arah, seperti hilangnya efek inhibisi pada dopamin, yang mencegah
dimulainya dan berlangsungnya pola-pola yang berurutan, yang memerlukan
langkah eksitasi selain langkah inhibisi.
Penelitian terakhir pada parkinsonisme yang diinduksi dengan neurotoksin
(terutama MPTP = 1 – methyl – 4 – phenyl - 1,2,3,6 – tetra hydropyridine),
menunjukkan bahwa pembentukan radikal bebas berperan dalam patogenesis
penyakit. Kasus familial dapat dijumpai, resiko untuk anggota keluarga pasien
parkinson meningkat 10 kali lipat.
Degenerasi dari pigmen neuromelanin berisi neuron-neuron dari
substansia migra, locus ceroleus dan dorsal motor nukelus dari vagus yang mana
merupakan patology dari penyakit parkinson’s. Badan Lewy ditemukan di dalam
neuron-neuron dari sekitarnya dan terdiri dari eosinofil ada juga sel saraf yang
hilang didalam globus palidos dan mengalami atrofi serta menganggu kortikal.
Dari hasil pemeriksaan biokimia pada penyakit parkinson didapatkan penurunan
dopamine dalam striatum dan penurunan konsentrasi norepineprin dan serotonin
di ganglia basalis.
PENATALAKSANAAN
Umum
- Pendidikan
- Penunjang
- Latihan fisik
- Nutrisi
Medikamentosa
Penderita penyakit parkinson dengan gejala-gejala yang sudah jelas tidak
usaha dirawat di rumah sakit untuk pemeriksaan diagnostik, oleh karena dengan
observasi biasa sudah dapat dikenal. Apalagi mengirim penderita parkinsonismus
untuk menjalani pemeriksaan EMG, EEG, dan sebagainya adalah tidak tepat dan
mudah dinilai sebagai tindakan komersialisasi. Anamnesa inswisitif mengenai
mulai timbul serta perjalanan penyakit sudah dapat mengungkapkan data untuk
mengenal penyakit parkinson hereditar atau akwisita (post ensefalitis,
arteriosklerotik atau iatrogenik). Khusus mengenai sindroma parkinson iatrogenik
disediakan uraian tersendiri.
Setelah sindroma parkinson sudah dikenal, terapi medisinal boleh
langsung diselenggarakan. Secara farmakologik, penyakit parkinson dapat
dianggap sebagai keadaan dimana keseimbangan antara neuron-neuron
dopaminergik dan cholinergik goncang. Dalam keadaan normal kedua kelompok
neuron-neuron itu harus seimbang. Neuron-neuron cholinergik yang hiperaktif
menimbulkan hiperkinesia, sedangkan hipoaktivitas neuron-neuron dopaminergik
mengakibatkan timbulnya akinesia. Terapi medisinal harus ditujukan pada koreksi
keadaan disbalans itu. Dengan obat-obat ‘cholinergic block’ dapat dicapai banyak
perbaikan, tetapi belum cukup memperbaiki mobilitas penderita. Adapun obat-
obat ‘cholinergic block’ itu ialah obat-obat anticholinergik:
1. Benztropin mesylate 8 mg per hari
2. Biperiden 3-6 mg per hari
3. Chlorpenoksamine 150-400 mg per hari
4. Cycrimine 5-20 mg per hari
5. Orphenadrine 150-400 mg per hari
6. Procyclidine 7,5 – 30 mg per hari
7. Trihexyphenidyl 3-15 mg per hari
8. Ethoproprazine 30-60 mg per hari
Pemberian dopaminergik (dapat melewati rintangan ‘darah-otak’) di
samping obat anticholinergik dapat memperbaiki keseimbangan yang lebih
sempurna. Oleh karena khasiat dopaminergik terhadap saraf perifer sangat
menganggu (nausea, aritmia jantung, hipotensi postural dan dilatasi pupil), maka
dopaminergik ekstraserebral harus dikurangi. Untuk tujuan itu telah ditemukan
extracereberal decarboxykase inhibitor’, yaitu ‘i-alpha methyldopahydrazine
(=carbidopa) dan benserazide (salah satu komponen yang terkandung dalam
Madopar, Roche). Dapat diberikan :
1. Carbidopa + Levodopa 10/100 mg, 25/100 mg, 25/250 mg per hari
2. Benserazide + Levodopa 50/100 mg per hari
Lain obat yang secara kebetulan diketahui mempunyai efek baik terhadap
I-dopa ialah amantadine (Symmetrel, Geigy). Obat ini sebenarnya obat influenza.
Para penderita penyakit Parkinson yang mengidap flu dan diobati dengan
amantadine merasakan perbaikan, tidak saja mengenai flunya tetapi terhadap
diskinesianya. Memang amantadine kemudian terbukti mempunyai efek baik
terhadap produksi dan pengeluaran dopamine di otak.
Terapi medisinal dengan obat-obat itu dimulai dengan dosis rendah, lebih
rendah daripada dosis yang biasanya dianjurkan. Obat yang mengandung I-dopa
dalam kombinasi dengan benserazide dalam dosis rendah sudah tersedia dalam
bentuk Madopar (I-dopa 100 mg, benserazide 25 mg. rOche). Dosis I-dopa
sebanyak 100 mg yang dikombinasi dengan ‘i-alpha methyldopahydrazine’ (=
Carbidopa) tersedia juga, yaitu Sinemet (MSD).
Adapun tahap-tahap terapi medisinal yang dapat dijadikan pegangan ialah
sebagai berikut.
Pertama, gunakan obat I-dopa dalam dosis rendah dahulu yang dapat
ditingkatkan sampai dosis maksimal. Yang dijadikan patokan untuk meningkatkan
dosis ialah perbaikan yang belum optimal. Turunkan dosis I-dopa bila sudah
timbul gejala-gejala distonia akut. Pada umumnya distonia akut ringan sampai
sedang karena I-dopa timbul pada hari-hari pertama. Terlebih –lebih jika dosis I-
dopa tinggi sejak semula. Efek samping ini dinamakan efek samping sentral. Di
samping itu efek samping I-dopa yang berupa muntah-muntah, nausea, aritmia
jantung dan sebagainya. Dikenal sebagai efek samping perifer. Untuk mencegah
timbulnya efek samping sentral dan perifer, maka pemberian I-dopa harus
dikombinasi dengan obat-obat anti ‘cholinergik’ dan juga dengan obat-obat
‘extracereberal decarboxylase inhibitor’. Kedua, perhatikan adanya diskinesia
sebagai efek samping terpai.
Untuk maksud tersebut pertama maka kombinasi I-dopa dengan
‘extracerebral decarbocylase inhibitor’ sudah disediakan oleh pabrik-pabrik obat,
yaitu 100 mg I-dopa yang dikombinasi dengan 25 mg benserazide (=Madopar
125, Roche) atau 100 mg I-dopa dengan 10 mg Carbidopa (=Sinement 10, MSD).
Berikan salah satu obat tersebut 3 dd 1 kapsul selama 2 minggu. Setelah dinilai
dan hasilnya ternyata baik, maka dosis tersebut dilanjutkan untuk jangka waktu
panjang.
Bilamana dengan dosis I-dopa tersebut belum diperoleh perbaikan,
janganlah dosis I-dopa dinaikkan dahulu, tetapi cobalah terlebih dahulu untuk
memperkuat efek I-dopa tersebut dengan pemberian amantadine (symmetrel,
Geigy), sebanyak 3 dd 1 kapsul. Jika masih belum tercapai hasil optimal, maka
dosis I-dopa dapat dinaikan dan digunakan Madopar 250 (I-dopa 200 mg +
benserazide 50 mg) atau Sinemet 250 (I-dopa 250 mg + 25 carbidopa). Yang
diperbaiki oleh I-dopa ialah akinesa, sehingga orang sakit dapat lebih mudah
bergerak.
Seiring dengan pengobatan tersebut di atas, salah satu obat anti
‘cholinergic’ harus diberikan juga. Dosis yang hendaknya diberikan untuk
masing-masing obat ialah sebagai berikut: sulfas atropin 3 dd ¼ - ½ mg; Artane 3
dd 1 – 4 mg; Akineton 3 dd 1 – 2 mg; Cogentin 2 dd ½ - 2 mg dan Parsidol 3 dd
10 – 20 mg.
Perbaikan yang dapat diharapkan adalah perbaikan akinesia, yaitu orang
sakit dapat bergerak. Dengan demikian orang sakit ‘berdikari’ dan dapat
melakukan pekerjaannya. Bagi 80% para penderita penyakit Parkinson yang
mendapat manfaat terapi, perbaikan sempurna terdapat pada 75% dan perbaikan
lumayan pada 25%. Walaupun terpai dilanjutkan ‘seumur hidup’, kemunduran
terjadi 20% dari 80% kelompok tersebut diatas. Hasil pengobatan dalam
pemberantasan tremor adalah kurang memuaskan. Dengan obat-obat
anti’cholinergic’ tersebut di atas tremor dapat dikurangi dalam hal intensitasnya
saja, walaupun ada juga kasus-kasus yang baik dengan sempurna. Untuk
memberantas tremor intensional yang pada penyakit Parkinson sering menganggu
dapat digunakan propanolol (Inderal, ICI) dalam dosis yang cukup tinggi, yaitu 3
dd 40 – 80 mg.
Hasil terapi dapat juga mengurang karena faktor psikogenik (depresi
‘anxiety’ dan ‘tension’). Di samping itu pyridoxine (vit. B6) dalam dosis tinggi
menghambat khasiat I-dopa. Sebaliknya obat antidepresi golongan ‘monoamine
oxidase inhibitor’ memperkuat khasiat I-dopa sehingga cepat menimbulkan efek
potensiasi yang berbahaya.
L-dopa merupakan obat yang bermanfaat sekali, tetapi dalam
menimbulkan banyak efek samping. Di dalam tangan dokter yang bijaksana,
segala obat baik meskipun berbahaya adalah selalu aman, oleh karena ia
mengetahui khasiat baik/buruk obat dan kombinasi baik/buruk dengan oabt-obat
lain. Di bawah ini diberikan perincian efek samping/efek buruk yang harus
diketahui:
a. Anoreksia, nausea dan muntah merupakan efek samping pada awal
penggunaan I-dopa. Pada pemberian secara titrasi dari dosis rendah sampai
tinggi secara berangsur-angsur tidak akan dijumpai efek samping tersebut.
b. Tekanan darah sistemik menurun. jarang sekali menimbulkan perasaan
subyektif yang berarti, tetapi pada autoregulasi vaskular serebral yang buruk
dapat mempresipitasikan ‘stroke-evolution’.
c. Dapat menimbulkan gerakan involuntar yang berupa lidah, otot wajah dan
leher bergerak-gerak. Pada orang-orang non Parkinson pemberian I-dopa tidak
pernah menimbulkan gerakan involuntar tersebut. Maka dari itu, kesimpulan
yang dibuat ialah, bahwa gerakan oinvoluntar tersebut timbul karena
hipersensitivitas inti yang telah kehilangan hubungan dengan substansia nigra.
Dengan dilanjutkannya pemberian I-dopa gerakan involuntar tersebut akan
menghilang dalam beberapa hari. Ada baiknya untuk mengurangi dosis dan
peningkatan dosis harus dilaksanakan sedikit demi sedikit sekali
d. Gangguan psikiatrik. Kegelisahan dan insomnia merupakan efek samping I-
dopa pada awal terapi. Sebaliknya I-dopa dapat menimbulkan ketenangan dan
menghilangkan depresi. Yang mengerikan keluarga ialah halusinasi, delusi
dan hipomania
e. Efek I-dopa terhadap jantung tidak sering dirasakan, tetapi bagi orang yang
sudah mempunyai penyakit jantung. I-dopa dapat mempermudah timbulnya
gangguan jantung untuk kedua kalinya. Pada penderita ‘ischemic hear disease’
I-dopa dapat mempresipitasikan aritmia jantung, hipotensi dan angina pektoris
f. L-dopa dapat mempresipitasikan encok akut
Rehabilitasi medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah sebagai berikut :
- Abnormalitas gerakan
- Kecenderungan postur tubuh yang salah
- Gejala otonom
- Gangguan perawatan diri
- Perubahan psikologi