BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan suhu normal
tubuh (36,5-37,5oC). Pada penyakit infeksi demam terjadi berhubungan dengan
resetting dari termostat yang terletak di hipotalamus. Faktor yang umum
ditemukan adalah, sebagai reaksi terhadap berbagai rangsang infeksi, imunologik
dan inflamatorik, sel-sel seperti makrofag dan monosit mengeluarkan beberapa
jenis polipeptid yang disebut monokines. Monokines ini mempengaruhi
metabolisme, dan dua di antaranya interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor
(TNF) diketahui berperan sebagai pirogen endogen. Selain itu, alpha-interferon
(IFN-a) yang diproduksi sel sebagai respons terhadap infeksi virus, juga bersifat
pirogenik. IL1 bereaksi sebagai pirogen dengan merangsang sintesis PG E2 di
hipptalamus, yang kemudian bekerja pada pusat vasomotor sehingga
meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, yang berakibat
terjadinya demam. Demam yang tinggi perlu untuk segera ditanggulangi karena
akan berakibat kejang dan kerusakan organ. Obat pilihan yang sering digunakan
untuk mengatasi demam adalah parasetamol.1
1.2 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan kimia,
farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, efek
1
samping, bentuk sediaan, dosis, cara pemberian, serta interaksi parasetamol
dengan obat lain bila diberikan bersamaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Sebelum penemuan asetaminofen berawal dari kulit sinkona yang
digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat
antimalaria. Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber
alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an;
asetanilida pada 1886 dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah
disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol
bersama timah dalam asam asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada
tahun 1873, paraetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua
dekade setelahnya. Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing
seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran
berwarna putih dan berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai
metabolit asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu.
Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah
memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji
masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius
Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan
dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di
dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan
asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik
3
asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela
penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan
racun asetanilida. 2
2.2 Tinjauan Kimia 2
Nama Kimia : N-asetil-p-aminofenol atau p-asetamidofenol atau
4’hidroksiasetanilid
Rumus Molekul : C8H9NO2
Berat Molekul : 151.17
pH : lebih kurang 3,7
Sifat fisikokimia: warna putih, serbuk kristal, agak pahit.
Struktur :
2.3 Nama Generik dan Nama Dagang 3
Nama Generik : Parasetamol
Nama Dagang : Sanmol, Procet, Panadol, Progesic, Tempra. Nalgesik,
Paracetol, Xepamol, dll.
2.4 Penyimpanan
Simpan obat dalam wadah itu datang, tertutup rapat, dan keluar dari
jangkauan anak-anak. Menyimpannya pada suhu kamar (15-30oC) dan jauh dari
kelebihan panas dan kelembaban (bukan di kamar mandi). Melindungi obat dari
4
cahaya dan sediaan suspensi atau larutan tidak boleh dibekukan. Membuang obat
yang sudah usang atau tidak lagi diperlukan. Berbicara dengan apoteker anda
tentang pembuangan obat Anda.3
2.5 Farmakologi
Paracetamol adalah suatu analgesik antipiretik terpilih yang cepat diabsorbsi
tanpa menimbulkan iritasi pada lambungdan bebas dari sifat-sifat toksis seperti
methemoglobinemia dan anemia,sehingga Paracetamol relatif lebih aman
dibanding dengan obat-obat analgesik-antipiretik yang lain. 3
2.6 Farmakodinamik
Hingga saat ini mekanisme kerja dari parasetaml belum sepenuhnya
diketahui. Mekanisme utama yang diusulkan adalah penghambatan
siklooksigenase (COX). Meskipun memiliki sifat analgesik dan antipiretik
sebanding dengan aspirin atau NSAID lainnya, perangkat anti-inflamasi aktivitas
biasanya dibatasi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya tingkat
kadar peroksida dalam lesi inflamasi. Namun, dalam beberapa keadaan, aktivitas
anti-inflamasi sebanding dengan NSAID lainnya. Sebuah artikel dalam
komunikasi alam dari sebuah kelompok riset di Lund, Swedia pada bulan
November 2011 telah ditemukan petunjuk untuk mekanisme analgesik
acetaminophen (parasetamol), yaitu bahwa metabolit dari asetaminofen misalnya
NAPQI, bekerja pada TRPA1-reseptor di sumsum tulang belakang untuk
menekan transduksi sinyal dari lapisan luar dari cornu dorsalis, untuk mengurangi
5
rasa sakit. Parasetamol diperkirakan selektif untuk COX-2 sehingga tidak
signifikan menghambat produksi pro-pembekuan thromboxanes. 2
Parasetamol mengurangi bentuk teroksidasi enzim COX, mencegah dari
pembentukan senyawa kimia pro-inflamasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya
jumlah prostaglandin E2 di SSP, sehingga menurunkan set point hipotalamus di
pusat termoregulasi. Mekanisme penghambatan enzim COX dalam berbagai
keadaan masih menjadi bahan diskusi. Karena perbedaan dalam aktivitas
parasetamol, aspirin, dan NSAID lainnya, sehingga memunculkan asumsi bahwa
varian COX lebih lanjut mungkin ada. Kemudian sebuah varian splice COX-1
baru ditemukan dan disebut COX-3 yang dianggap menjelaskan beberapa
kesenjangan pengetahuan tapi temuan baru tidak mendukung hipotesis bahwa ia
memainkan peran apapun yang signifikan dalam fungsi parasetamol. 2
Satu teori menyatakan bahwa parasetamol bekerja dengan menghambat
isoform COX-3 dari keluarga enzim COX. Ketika diekspresikan pada anjing,
enzim ini memiliki kemiripan yang kuat dengan enzim COX lainnya,
menghasilkan bahan kimia pro-inflamasi, dan secara selektif dihambat oleh
parasetamol. Namun, beberapa penelitian telah menyarankan bahwa, pada
manusia dan tikus, enzim COX-3 adalah tanpa inflamasi. Kemungkinan lain
adalah bahwa parasetamol blok siklooksigenase (seperti dalam aspirin), tapi pada
daerah inflamasi di mana konsentrasi peroksida tinggi, dan keadaan oksidasi yang
tinggi parasetamol mencegah kerjanya. Ini berarti bahwa parasetamol tidak
memiliki efek langsung pada tempat peradangan, tetapi bertindak dalam SSP di
6
mana lingkungan tidak oksidatif, untuk mengurangi suhu, dll. Mekanisme yang
tepat dimana parasetamol diyakini mempengaruhi COX-3 adalah sengketa. 2
2.7 Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan semprna melalui saluran cerna. Konsentras
tertunggi dalam plasma dicapai dalm waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara
1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25%
parasetamol terikat protein plasma. 4
Parsetamol dimetabolisme utamanya di hati, 3 jalur yang diketahui yaitu,
glucoronidation (40)%), sulfonition (20-40%), N-hidroxylation dan GSH
conjugation (15%). Semua tiga jalur menghasilkan produk akhir yang sudah tidak
aktif, tidak beracun, dan akhirnya diekskresikan oleh ginjal. Pada jalur ketiga,
terdapat produk NAPQI yang bisa beracun. NAPQI terutama bertanggung jawab
untuk efek racun parasetamol yang dapat menyebabkan toxic. 2
Produksi NAPQI terutama disebabkan dua isoenzim sitokrom P450:
CYP2E1 dan CYP1A2. Meskipun CYP2D6 metabolisme parasetamol ke NAPQI
pada tingkat lebih rendah daripada enzim P450 lainnya, kerjanya dapat
menyebabkan toksisitas parasetamol dalam metabolisme yang besar dan cepat,
dan ketika parasetamol diambil pada dosis sangat besar. Pada dosis biasa, NAPQI
cepat didetoksifikasi oleh konjugasi.2
7
2.8 Indikasi 2
Parasetamol disetujui untuk mengurangi demam pada orang-orang dari segala
usia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa parasetamol
hanya dapat digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak mereka jika suhu
lebih besar dari 38,5. ° C (101,3 ° F). Pemberian tunggal parasetamol pada anak
dengan demam telah dipertanyakan dan sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa
kurang efektif daripada ibuprofen. Parasetamol memiliki peran yang mapan dalam
pengobatan pediatrik sebagai analgesik dan antipiretik yang efektif.2
Parasetamol digunakan untuk menghilangkan nyeri yang terkait dengan
banyak bagian tubuh. Ia memiliki sifat analgesik sebanding dengan aspirin,
sedangkan anti-inflamasi efek lebih lemah. Hal ini lebih baik pada aspirin pada
pasien yang berlebihan sekresi asam lambung atau perpanjangan waktu
perdarahan dapat menjadi perhatian. 2
Parasetamol dapat meredakan nyeri pada arthritis ringan tetapi tidak
berpengaruh pada peradangan yang mendasarinya, kemerahan, dan
pembengkakan sendi. Hal ini sama efektifnya dengan ibuprofen non-steroid anti-
inflamasi dalam mengurangi rasa sakit osteoarthritis lutut. Parasetamol memiliki
relatif sedikit aktivitas anti-inflamasi, dibandingkan analgesik umum lainnya
seperti aspirin dan ibuprofen NSAID. 2
Mengenai keberhasilan komparatif, studi menunjukkan hasil yang
bertentangan bila dibandingkan dengan NSAID. Sebuah uji coba terkontrol secara
acak dari nyeri kronis dari osteoarthritis pada orang dewasa menemukan manfaat
serupa dari parasetamol dan ibuprofen. 2
8
Efektivitas parasetamol bila digunakan dalam bentuk kombinasi dengan
opioid lemah (seperti kodein) telah dipertanyakan oleh studi data terakhir; jumlah
kecil data yang tersedia telah membuat mencapai kesimpulan yang sulit.
Kombinasi obat parasetamol dan morfin opioid kuat seperti telah ditunjukkan
untuk mengurangi jumlah opioid yang digunakan dan meningkatkan efek
analgesik. 2
2.9 Kontraindikasi 3
penderita dengan hipersensitif/alergi terhadap parasetamol
penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
penderita dengan defisiensi enzin Glukosa 6 fosfat dehidroginase
2.10Efek Samping 4
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarnag terjadi. Manifestasinya
berupa eritema atau urtkaria dan gejala yang lebh berat berupa demam dan lesi
pada mukosa. Anemia hiporomik dapat terjadi terutama pada pemakaian kronik.
Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi
enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal. Methemoglobinemua dan
sulfohemoglobinemia jarnag menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena
hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb Methemoglobinemia baru
merupakan masalah pada takar lajak.
9
Efek samping lain dari parasetamol antar lain mual, berkurang nafsu makan,
dan pemberian dosis tinggi pada anak usia dibawah 1 tahun diteliti mampu
meningkatkan resiko anak terkena asma dan eksem pada usia 6 atau 7 tahun. 5
2.11 Bentuk Sediaan Obat 6
Dalam hal bentuk sediaan, parasetamol terdapat dalam bentuk tablet,
kapsul, sirup, suppositoria, dan larutan.. Rute pemberian parasetamol dapat
melalui oral, intravena, dan rectal. Yang paling sering digunakan adalah tablet dan
cairan suspensi. Sediaan untuk tablet dan kapsul 325 mg, 500mg, 650mg. Untuk
sediaan elixir (sirup) 120, 160, 325mg/5 ml. Sedangkan untuk sediaan larutan
100mg/ml; 120 mg/2,5ml. Untuk anak-anak dapat diberikan supositoria yang
sediaannya 120 mg, 125 mg, 325mg, 600mg, 650mg.
2.12 Cara Pemberian
Parasetamol dalam bentuk tablet melalui mulut.digunakan 4-6 kali sehari.
Untuk membantu mengingat konsumsi parasetamol, digunakan sekitar waktu
yang sama setiap hari. Ambil parasetamol persis seperti yang diarahkan.
Penting memberikan penjelasan kepada pasien bahwa parasetamol merupakan
obat simptomatis yang penggunaannya hanya bila ada gejala nyeri atau demam
saja. karena merupakan obat simptomatis maka lama pemberian yang dianjurkan
adalah 3-5 hari. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama perlu diperhatikan
untuk memeriksakan fungsi hati karena efek samping hepatotoksisitasnya.4
10
2.13 Dosis 6
1. Dewasa: Oral 2-3 x 0,5-1 g/kali (maximal 4gr)
2. Anak : Oral 4-6 x 10-15 mg/KgBB
rectal : 20mg/KgBB/kali
tidak dianjurkan untuk anak dibawah 3 bulan
anak usia 3-12 bulan : 2-3 x 120 mg
anak usia 1-4 tahun : 2-3 x 240 mg
anak usia 4-6 tahun : 4 x 240 mg
anak usia 7-12 tahun : 2-3 x 0,5 mg
2.14 Interaksi Obat 3,4
1 Pemberian pada pasien dnegan alkoholik kronik dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas.
2 Pemberian bersama dengan obat antikejang dan isoniazid akan meningkatkan
resiko hepatotoksisitas
3 pemberian terhadap antikoaguan oral dapat meningkatkan efek dari warfarin.
4 Pemberian bersama dengan fenotiazin dapat menyebabkan hipotermia yang
parah.
2.15 Over dosis / Keracunan 4
Akibat dosis toksis yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubulus
renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisistas dapat terajdi
pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/KgBB) parasetamol.
11
gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belim mencerminkan bahaya
yang mengancam. Anoreksia,mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24
jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar
dpaat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatna aktivitas serum
transaminase, laktat dehidroginase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa
protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal.
Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan
hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Masa paruh parasetamol pada har pertama keracunan merupakan petunjuk
beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan pertunjuk akan
terjadinya nekrosis hatu dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan
terjadinya koma hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk
meramalkan terjadinya kerusakan hati. kerusakan hati ini tidak hanya disebabkan
poleh parasetamol, teteapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif
yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. karena itu
hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga mendapat
barbiturate, antikonvulsi lain ataau pada lakoholik kronik. Kerusakan yang timbul
berupa sentrilobilaris. keracunan akut ini biasanyadiobati secara simtomatik dan
suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu
dengan memperbaiki cadangan gluttation hati. N-asetilsistein cukup efektif bila
deberikan per oral24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Parasetamol merupakan obat analgetik antipiretik namun efek
antiinflamasinya rendah.
2. Parasetamol efektif untuk menurunkan suhu tubuh karena efek penurun set
point termoregulator sentralnya.
3. Dosis dewasa untuk parasetamoladalah 500mg/KgBB dengan pemberian 3-4
kali sehari.
4. Pada dosis terapi parasetamol relative aman dibandingkan AINS yang lain.
5. Penggunaan parasetamol dosis besar dapat menimbulkan keracunan yang
mampu berakibat kematian.
13
DAFTAR PUSTAKA
1 Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991.
2 Anonymous. Paracetamol. avalaible at www.wikipedia.com diakses 7
Desember 2011
3 Anonymous. Parasetamol. Available at www.dinkestasikmalaya.go.id
diakses 7 desember 2011
4 Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi (editor).
Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI, 1995
5 Anonymous. Efek Samping Parasetamol pada Anak. Available at
www.ayahbunda.com diakses 7 Desember 2011
6 Tjay TH dan Rahardja K.Obat-obat Penting Edisi 6.Jakarta: PT ElexMedia
Komputindo, 2007
14
Top Related